• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses Pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja

UU CIPTA KERJA DALAM UPAYA REFORMASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

1. PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA Tujuan Pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja

1.2. Proses Pembentukan Undang-Undang Cipta Kerja

Presiden mengajukan RUU Cipta Lapangan Kerja yang merupakan omnibus

law pertama pada 14 Februari 2020. RUU Omnibus law pertama tersebut

direncanakan akan merevisi 79 UU yang terbagi dalam 11 klaster. Saat yang bersamaan, beberapa hal yang tak biasa terjadi. Pertama, keterlibatan BIN dan Polri dalam melakukan sosialisasi materi Omnibus Cipta Lapangan Kerja ke jaringan buruh sebagaimana diakui Menteri Tenaga Kerja.3 Keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses legislasi belum pernah diakui secara terbuka oleh pejabat publik, apalagi dalam konteks agar pemangku kepentingan yang kritis menjadi berubah sikap.

Kedua, keberadaan Pasal 170 tentang PP yang bisa membatalkan UU yang

dekmudian disebutkan oleh Menko Polkam Mahfud MD dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebagai “salah tulis”.4 Naskah RUU Omnibus Cipta Kerja yang sudah diberikan ke DPR kemudian diakui sebagai “salah tulis” oleh Menhukham dan Menko Polkam ini ketika dicek ulang oleh DPR apakah ada bagian yang ingin diperbaiki, direspon Menko Perekonomian Airlangga Hartanto bahwa naskah yang disampaikan Pemerintah sudah baik tidak ada perbaikan lagi.5

Dua contoh kejanggalan ini merupakan bukti adanya keinginan politik yang sangat kuat dari Pemerintah untuk mengegolkan UU Omnibus Cipta Kerja. Hal ini

3Majalan Tempo, “Penjelasan Materi Ketenagakerjaan tentang Omnibus law,” Majalan Tempo https://majalah.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/159756/penjelasan-menteri-ketenagakerjaan-tentang-omnibus-law

4 Dian Erika Nugraheny, “Mahfud Sebut Salah Ketik di Draf Omnibus law Cipta Kerja hanya Satu Pasal”, Kompas.com, https://nasional.kompas.com/read/2020/02/18/18513031/mahfud-sebut-salah-ketik-di-draf-omnibus-law-cipta-kerja-hanya-satu-pasal?page=al.

5 Rofiq Hidayat, “Pemerintah Diminta Menarik Draf RUU Cipta Kerja”, hukumonline.com, https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5e9960f2bc300/pemerintah-diminta-menarik-draf-ruu-cipta-kerja?page=2/

64 masih ditambah dengan adanya keinginan Presiden untuk menyelesaikan UU

Omnibus Cipta Kerja dalam kurun waktu 100 hari. Ketika draf UU Cipta Kerja mulai

berproses di DPR; dalam raker DPR pada Selasa, 14 April 2020 sudah mengagendakan kesepakatan untuk penyusunan dan penyerahan DIM RUU Cipta Kerja, sayangnya dalam Raker tersebut Panja langsung dibentuk. Sayangnya keinginan yang kuat in tidak berbanding lurus dengan niatan untuk menjalankan proses penyusunan dan pembahasan naskah RUU Omnibus Cipta Kerja secara partisipatif yang menyebabkan omnibus law ini dari awal proses pembentukkannya hingga setelah sah dan berlaku menjadi undang-undan tidak hentinya mendapat kritik dan penolakan.

Model pembahasan draf UU Cipta Kerja yang disepakati antara Pemerintah dan DPR adalah mengikuti alur materi yang ada dalam naskah. Karena kompleksitas tiap materi dalam draf UU Cipta Kerja berbeda-beda, maka ketika waktunya tiba untuk membahas soal ketenagakerjaan penolakan oleh kalangan buruh masih tetap kuat. Kemudian Pemerintah dan DPR sepakat untuk mengundurkan waktu pembahasan materi ketenagakerjaan. Meski demikian, lobi yang terjadi dengan beberapa elemen buruh oleh anggota Baleg berupa kesepakatan di belakang layar dan hasilnya tidak mengubah materi ketenagakerjaan secara substansif.6

Di satu sisi, mengubah waktu pembahasan materi tertentu dengan pertimbangan dinamika eksternal menunjukkan adanya responsivitas dari DPR dan Pemerintah. Tapi di sisi lain, hal ini menunjukkan adanya perencanaan legislasi yang kurang matang, Contoh lain bisa dilihat dari agenda revisi UU Mineral dan Batubara No. 4/2009 (UU Minerba). Dalam draf UU Cipta Kerja, UU Minerba merupakan salah satu UU yang direvisi. Namun paralel dengan pembahasan draf UU Cipta Kerja, UU Minerba juga direvisi oleh Komisi VII DPR dan diketok palu tanda disetujui pada 12 Mei 2020. Revisi satu UU dengan pendekatan yang berbeda dalam masa sidang

6 Budiarti Utami Putri, “4 Poin Kesepakatan antara Buruh dengan DPR soal Omnibus law RUU Cipta Kerja”, tempo.co, https://nasional.tempo.co/read/1378089/4-poin-kesepakatan-antara-buruh-dengan-dpr-soal-omnibus-law-ruu-cipta-kerja

65 yang sama menunjukkan adanya tumpang tindih dalam agenda legislasi. Menggunakan pendekatan multisektor dalam legislasi adalah satu hal yang baik karena mendapatkan pandangan yang berbeda-beda, namun dalam kasus revisi UU Minerba; ada inkonsistensi karena pembahasan tersebut dilakukan secara terpisah; satu dilakukan oleh Komisi VII dan satu lagi oleh Badan Legislasi (Baleg).

Seperti bercermin dari proses penyusunan dan pembahasan yang ugal-ugalan, pendekatan keamanan yang dilakukan aparat penegak hukum pada demonstrasi yang terjadi di berbagai kota di Indonesia juga menemukan titik nadirnya.7 Selain melakukan kekerasan pada demonstran di berbagai kota di Indonesia, aparat penegak hukum juga melakukan ancaman pada pelajar yang ikut turun ke jalan menolak RUU

Omnibus Cipta Kerja; suatu hal yang sebelumnya belum pernah terjadi di Indonesia.8

Kesan pengabaian ini juga terlihat saat persetujuan bersama dalam Rapat Paripurna DPR dan Pemerintah tanggal 5 Oktober 2020. Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat menyatakan walk-out. Dalam keadaan yang demikian, seharusnya yang dilakukan oleh Pimpinan dalam Sidang Paripurna adalah mengikuti ketentuan yang terdapat pada Pasal 308 ayat (3) UU PPP yang menyatakan apabila pengambilan keputusan dengan cara musyawarah dan mufakat tidak tercapai, maka keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Dalam konteks ini, suara per-orangan dari anggota DPR harus dipertimbangkan, sebab setiap anggota DPR tersebut merupakan representasi dari konstituennya.9

Puncak pengabaian pada akal sehat serta logika penyusunan peraturan perundang-undangan secara terang dan jelas terlihat ketika naskah UU Cipta Kerja yang sudah disetujui bersama Pemerintah dan DPR memasuki proses pengundangan

7BBC, “Omnibus law: Demo tolak UU Cipta Kerja di 18 provinsi diwarnai kekerasan, YLBHI: 'Polisi melakukan pelanggaran” BBC.com, https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-54469444

8 Tirto.id, Cara Polisi dan Pemerintah Ancam Pelajar yang terlibat demo ciptaker”, tirto.id, https://tirto.id/cara-polisi-pemerintah-ancam-pelajar-yang-terlibat-demo-ciptaker-f5YT

9 Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, “Pengesahan UU Cipta Kerja Tanpa Ruang Demokrasi”, pshk.or.id, https://pshk.or.id/publikasi/pengesahan-uu-cipta-kerja-legislasi-tanpa-ruang-demokrasi/

66 di Sekretariat Negara. Naskah yang disampaikan oleh DPR hasil persetujuan bersama dengan Pemerintah kerap berubah-ubah dari pasal sampai jumlah halamannya hingga menjadi lelucon di publik.10

Kemudian ketika salinan UU Cipta Kerja yang memuat 1.187 halaman resmi dipublikasi Pemerintah dalam laman setneg.go.id, masih terdapat kesalahan perumusan yang berdampak pada substansi pasal. Misalnya Rumusan Pasal 6 yang mencantumkan rujukan Pasal 5 ayat (1) huruf a, sedangkan di Pasal 5 tidak terdapat ayat. Kemudian juga ada Pasal 175 ayat (5) menuliskan merujuk pada ayat (3) yang seharusnya merujuk pada ayat (4) dari pasal tersebut. Kesalahan perumusan dalam tahap pengundangan seharusnya cukup menjadi bukti bagi Mahkamah Konstitusi bahwa ada cacat prosedural dalam proses formal UU Cipta Kerja. Lebih dari itu, seharusnya semua tahapan prosedural yang sudah terlanggar oleh Pemerintah dan DPR layak membuat Pemerintah untuk mengundur setapak dan mengeluarkan Perpu untuk mengulang proses UU Cipta Kerja agar lebih tertib dan partisipatif.