• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Penerapan Model Learning Together Berbantu Media Video dan Pembelajaran Konvensional terhadap Minat Belajar Siswa

Dalam dokumen keefektifan model learning together berb (Halaman 139-145)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini membahas pelaksanaan pembelajaran, analisis deskriptif data

4.1 Hasil Penelitian

4.2.1 Perbedaan Penerapan Model Learning Together Berbantu Media Video dan Pembelajaran Konvensional terhadap Minat Belajar Siswa

Data hasil pengisian angket minat belajar siswa, kemudian dilakukan uji prasyarat analisis data untuk menentukan rumus uji hipotesis. Uji prasyarat

analisis meliputi uji normalitas dan homogenitas data. Uji normalitas menggunakan Lilliefors pada program SPSS versi 21 dan diperoleh nilai signifikansi pada kolom Kolmogorov-Smirnov sebesar 0150 pada kelas eksperimen, dan 0,200 pada kelas kontrol. Taraf signifikansi pada kedua kelas tersebut > 0,05, sehingga data dinyatakan berdistribusi normal.

Uji homogenitas dilakukan menggunakan Levene’s Test dengan melihat taraf signifikansi pada kolom equal variances assumed. Jika nilai signifikansi > 0,05, maka varians data tersebut dinyatakan homogen. Hasil uji homogenitas data menunjukan nilai signifikansi 0,577 atau > 0,05, sehingga data nilai tersebut dinyatakan homogen. Langkah selanjutnya yaitu uji hipotesis (uji t).

Hasil penghitungan analisis statistik uji t yang dihitung menggunakan independent samples t test pada SPSS versi 21, diperoleh hasil thitung > ttabel (3,793 > 2,011) dan signifikansi 0,000 < 0,05, sehingga H0 ditolak. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan minat belajar seni tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II antara yang menggunakan model Learning Togetherberbantu media video dengan yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Model Learning Together merupakan suatu model pembelajaran yang ditujukan untuk memaksimalkan pemikiran dan perasaan siswa terhadap sebuah topik atau materi (Huda, 2013: 32). Model tersebut juga menekankan pada kekompakan siswa dalam membentuk sebuah tim, mendiskusikan suatu masalah, dan membuat produk akhir pembelajaran. Hal ini dikarenakan siswa dituntut untuk aktif dan bekerjasama dengan teman satu timnya dalam berdiskusi dan

membentuk produk akhir sesuai materi yang telah ditayangkan oleh guru berupa video. Jika siswa tidak dapat berkonsentrasi, maka siswa akan mengalami kebingungan saat mengisi LKS berupa menyajikan tarian pendek.

Guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator yang bertugas untuk mengawasi siswa saat berlatih menyajikan tarian pendek dengan kreativitas siswa sendiri. Hal tersebut dapat merangsang siswa untuk bertukar pendapat dengan teman satu timnya dan siswa juga dapat memahami materi menggunakan bahasa yang dipahami siswa. Jika siswa telah memiliki rasa ingin tahu dan tertarik, maka siswa memiliki minat untuk mempelajari yang siswa ingin tahu. Oleh sebab itu, melalui model Learning Together ini, siswa dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat menarik minat belajar siswa, seperti membuat gerakan tari. Guru juga memberikan penghargaan kepada kelompok terbaik dan memotivasi siswa lainnya untuk mengerjakan tugas dengan hasil yang maksimal, sehingga minat siswa menjadi semakin tinggi.

Selain menerapkan model pembelajaran kooperatif, guru menggunakan media video untuk membantu siswa memahami materi yang disampaikan oleh guru. Media video dapat menarik siswa untuk mempelajari materi dan menimbulkan rasa ingin tahu siswa (Anitah, 2008: 6.30). Selain itu, media video dapat menyalurkan nilai karakter yang dapat diterapkan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut mengakibatkan minat belajar siswa di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol.

Sudaryono, dkk (2013: 90) menyatakan minat belajar memiliki empat dimensi, yakni: (1) kesukaan, (2) ketertarikan, (3) perhatian, dan (4) keterlibatan.

Keempat dimensi minat belajar ini kemudian dijabarkan menjadi sembilan indikator, yakni: (1) gairah, (2) inisiatif, (3) responsif, (4) kesegeraan, (5) konsentrasi, (6) ketelitian, (7) kemauan, (8) keuletan, dan (9) kerja keras.

Kesembilan indikator inilah yang kemudian dijabarkan ke dalam 20 deskriptor penelitian untuk mengamati minat belajar siswa selama penelitian dilakukan. Indikator tertinggi kelas eksperimen terdapat pada indikator “gairah” dengan nilai indeks sebesar 94,5%, sementara yang paling rendah terletak pada indikator “inisiatif” dengan nilai indeks sebesar 71,5%. Indikator tertinggi kelas kontrol terletak pada indikator “gairah” dengan nilai indeks sebesar 86,5%, sedangkan yang terendah terdapat pada indikator “inisiatif” dengan nilai indeks sebesar 54,5%.

Gairah siswa saat mengikuti pembelajaran ini dilihat dari semangat siswa. Semangat tersebut dapat ditunjukan dari perasaan senang dan semangat siswa saat pembelajaran. Hasil penghitungan indikator gairah, kelas eksperimen memiliki total indeks sebesar 94,5%, sedangkan kelas kontrol memiliki total indeks sebesar 86,5%.

Insiatif dapat dilihat sebelum dan saat siswa mengikuti pembelajaran. Siswa yang berinisiatif akan bertanya mengenai materi yang belum dipahami saat pembelajaran. Selain itu, siswa yang memiliki inisiatif akan mempelajari materi pada buku sebelum guru mengajarkan materi tersebut. Hasil penelitian indikator inisiatif pada kelas eksperimen memiliki nilai indeks sebesar 71,5%, sedangkan kelas kontrol memiliki total indeks sebesar 54,5%.

Responsif dapat dilihat ketika siswa sedang berinteraksi dengan guru. Interaksi tersebut dapat berupa siswa ikut berpikir mencari jawaban ketika guru atau teman bertanya mengenai materi. Selain itu, siswa terlibat aktif atau tidak saat diskusi kelompok termasuk indikator responsif. Pada indikator responsif, kelas eksperimen memiliki total indeks sebesar 77%, sedangkan kelas kontrol memiliki total indeks sebesar 70,33%.

Kesegeraan dapat dilihat pada kesigapan siswa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, misalnya tidak menunda untuk mengerjakan tugas. Hasil penelitian indikator kesegeraan pada kelas eksperimen memiliki total indeks sebesar 90,67%, sedangkan kelas kontrol memiliki total indeks sebesar 80,33%.

Tingkat konsentrasi dapat diukur melalui keseriusan siswa saat pembelajaran, misalnya siswa tidak bergurau dengan teman dan memperhatikan penjelasan guru. Hasil penelitian indikator konsentrasi pada kelas eksperimen memiliki total indeks sebesar 91%, sedangkan kelas kontrol memiliki total indeks sebesar 78%.

Ketelitian dapat dilihat ketika siswa sedang mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Biasanya terdapat siswa yang tidak meneliti hasil pekerjaannya sebelum dikumpulkan dan tergesa-gesa mengerjakan tugas. Hasilpenelitian indikator ketelitian pada kelas eksperimen memiliki total indeks sebesar 89%, sedangkan kelas kontrol memiliki total indeks sebesar 72,5%.

Kemauan siswa dalam mengikuti pembelajaran dapat dilihat ketika siswa mau mempelajari materi karena cara mengajar guru dapat membantu siswa memahami materi yang diajarkan. Hasil penelitian indikator kemauan pada kelas

eksperimen memiliki total indeks sebesar 91%, sedangkan kelas kontrol memiliki total indeks sebesar 82,5%.

Keuletan siswa dapat dilihat ketika siswa mengerjakan tugas dengan semangat menemukan jawaban pada buku sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Hasil penelitian indikator keuletan pada kelas eksperimen memiliki total indeks sebesar 88,5%, sedangkan kelas kontrol memiliki total indeks sebesar 71%.

Indikator kerja keras dapat dilihat pada saat siswa yang tidak pantang menyerah belajar seni tari dengan mencari buku yang tidak dimiliki. Selain itu, siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh agar mendapat nilai yang baik merupakan bentuk dari indikator kerja keras. Hasil penghitungan indikator kerja keras pada kelas eksperimen memiliki total indeks sebesar 88,5%, sementara kelas kontrol memiliki total indeks sebesar 74,5%.

Selain perbedaan model dan media pembelajaran, peneliti berusaha menyamakan semua faktor yang ada, termasuk rangsangan atau penguatan karena sebagai pendukung berkembangnya minat belajar siswa. Selain itu, waktu mengajar yang hampir sama dilakukan agar hasil penelitian yang diperoleh benar- benar hanya karena pengaruh model Learning Together berbantu media audio visual. Data minat belajar di kelas eksperimen dan kontrol yang mendapatkan kesamaan dalam perlakuan, kecuali dalam hal model dan media pembelajaran yang digunakan menghasilkan tetap terdapat perbedaan yang signifikan. Hal tersebut menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan antara pengaruh penerapan model Learning Together berbantu media video dan model

konvensional dalam pembelajaran seni tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semsta terhadap minat belajar siswa kelas II SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal.

Perbedaan penerapan model Learning Together berbantu media video terhadap minat belajar siswa dapat diketahui melalui pengambilan data yang dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran. Hasil rata-rata skor akhir dan uji perbedaan rata-rata minat belajar menggunakan program SPSS versi 21 menunjukkan terdapat perbedaan minat belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

4.2.2 Perbedaan Penerapan Model Learning Together Berbantu Media

Dalam dokumen keefektifan model learning together berb (Halaman 139-145)