• Tidak ada hasil yang ditemukan

keefektifan model learning together berb

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "keefektifan model learning together berb"

Copied!
359
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan, dipaparkan mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan paradigma penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, serta manfaat penelitian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia. Manusia membu-tuhkan pendidikan agar dapat memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang. Pendidikan dapat mengembangkan semua kemampuan dan kepriba-dian manusia, yang mencakup pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilannya. Pendidikan bertujuan untuk mencapai kepribadian individu yang lebih baik dan mengarahkan siswa agar dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada di dalam dirinya.

Pendidikan bagi bangsa Indonesia merupakan faktor yang sangat penting. Salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia yang tertera dalam pembukaan Un-dang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat adalah “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Tujuan tersebut salah satunya diwujudkan melalui pendidikan. Dije-laskan pula dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pen-didikan Nasional Pasal 3, bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan mem-bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

(2)

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan merupakan alat pembentuk kepribadian seseorang, seperti yang termuat pada Dictionary of Education dalam Munib (2010: 30) adalah proses se-seorang dalam mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat dia hidup. Pendidikan adalah proses so-sial seseorang yang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan ter-kontrol khususnya yang datang dan sekolah, sehingga dia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu secara op-timal.

Pendidikan menjadi hak bagi seluruh warga negara Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia tahun 1945 pasal 31 ayat (1) yang berbunyi “setiap warga negara berhak mendapatkan pen-didikan”. Pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujud-kan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengem-bangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengen-dalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diper-lukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Usaha sadar dan terencana sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang tersebut merupakan proses pembelajaran yang matang dan terencana sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses yaitu:

(3)

prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis siswa.

Proses pembelajaran yang sesuai dengan Standar Proses tersebut ditujukan untuk beberapa jalur pendidikan, salah satunya yaitu jalur pendidikan formal. Pen-didikan formal terdiri dari jenjang penPen-didikan dasar, penPen-didikan menengah, dan pendidikan tinggi. Institusi pendidikan formal yang diakui lembaga pendidikan negara adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan di Indonesia. Institusi pendidikan formal yang dimaksud yaitu sekolah. Seperti yang tercantum pada Undang-Un-dang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 Ayat 11, yaitu “pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pen-didikan tinggi”. Salah satu penpen-didikan dasar di jalur formal yaitu sekolah dasar.

Sekolah dasar sebagai pendidikan dasar pada jalur formal memegang peranan penting dalam mencapai tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional akan dapat tercapai bilamana didukung oleh semua komponen yang ada di dalam sistem yang bersangkutan. Terdapat komponen-komponen utama dalam sistem pendidikan nasional antara lain: siswa, guru, tujuan pendidikan, kurikulum, metode, dan lingkungan. Keenam komponen tersebut mempunyai hubungan yang tidak terpisahkan satu sama lain. Tanpa kehadiran salah satu komponen tersebut proses interaksi tidak akan terjadi dan tujuan pendidikan tidak akan pernah terwujud dengan baik.

(4)

pendidikan atau sekolah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Definisi tersebut menggambarkan bahwa kurikulum bukan sekedar mata kuliah atau mata pelajaran, melainkan termasuk proses belajar mengajar, dan usaha lain yang berkaitan dengan sekolah atau lembaga pendidikan. Usaha untuk mencapai tujuan pendidikan berkaitan dengan arti kurikulum tersebut yang dilakukan dalam situasi internal ataupun eksternal kelas, artinya dapat dilaksanakan didalam sekolah ataupun diluar sekolah. Oleh karena itu, kurikulum berkaitan dengan metodologi pendidikan.

Ketentuan yang terkait dengan kurikulum pendidikan dasar secara garis besar diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 37 ayat 1 yang menyatakan bahwa:

Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, seni dan budaya, pendidikan jasmani dan olahraga, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal. Oleh karena itu, kurikulum memegang peran penting dalam mewujudkan sekolah yang bermutu dan berkualitas.

Pada jenjang pendidikan sekolah dasar menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Menurut Suyati (2011: 99) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksananakan di tiap-tiap satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan bedasarkan pada standar kompetensi lulusan, standar isi, standar kompetensi, dan kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

(5)

tersebut berguna untuk mengoptimalkan potensi siswa. Salah satu komponen penting di dalam kurikulum adalah pengembangan diri. Secara konseptual, dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, disebutkan bahwa “pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru”. Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan siswa dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah. Mengacu pada kurikulum tersebut, diharapkan pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan optimal sesuai dengan tujuan yang ingin di-capai pada semua mata pelajaran, termasuk mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK).

Pendidikan Seni Budaya dan Keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional, Pendidikan tidak hanya terdapat dalam satu mata pelajaran karena budaya itu sendiri meliputi segala aspek kehidupan. Aspek budaya dalam mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan tidak dibahas secara tersendiri tetapi terintegrasi dengan seni. Sehubungan dengan hal tersebut, mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya.

(6)

sekolah, maka akan terpenuhinya keseimbangan rasional, emosional, dan kegiatan motorik siswa.

Mata pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan memuat beberapa cabang seni, antara lain seni musik, seni tari, dan seni rupa. Seni tari merupakan ungkap-an perasaungkap-an mungkap-anusia yungkap-ang dinyatakungkap-an dengungkap-an gerakungkap-an-gerakungkap-an tubuh mungkap-anusia. Gerak merupakan bagian yang paling dominan sebagai ungkapan ekspresi jiwa se-seorang dalam mengungkapkan perasaan bahagia, sedih, gembira, dan lain seba-gainya. Unsur-unsur seni tari menurut Pamadhi (2009: 2.36-2.29) meliputi gerak, unsur tenaga, unsur ruang, dan unsur waktu.

Tujuan pendidikan seni tari menurut Jazuli (2008: 20) adalah untuk membe-rikan pengalaman berkesenian kepada siswa dalam rangka untuk membantu pe-ngembangan potensi yang dimilikinya, terutama potensi kecerdasan emosional agar seimbang dengan potensi intelektualnya. Seni tari yang dilaksanakan di sekolah dasar dapat menjadi suatu wadah untuk mengembangkan potensi, bakat, minat dan kreativitas siswa. Minat merupakan unsur terpenting dalam suatu kegiatan belajar di sekolah, khususnya di sekolah dasar. Menurut Slameto (2013: 180) Minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterikatan pada suatu hal atau aktivi-tas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat hubungan tersebut, maka semakin besar pula minat yang ada. Minat yang ada pada diri siswa memiliki pengaruh yang besar terhadap hasil belajar siswa tersebut. Hasil belajar seni tari akan meningkat jika dalam proses pembelajaran seni tari dirancang sede-mikian rupa agar menarik perhatian siswa untuk belajar seni tari.

(7)

siswa dapat mengembangkan bakat dan kreativitas siswa dalam berkarya. Demikian juga dalam pendidikan seni tari, seorang guru hendaknya tidak hanya membina perkembangan siswa sebagai individu saja, akan tetapi kemampuan sosial siswa juga perlu diperhatikan. Harapannya agar siswa dapat diterima dalam kehidupan di tengah masyarakat tempat tinggalnya. Hal ini sesuai dengan kodrat manusia yaitu sebagai makhluk sosial.

Sejalan dengan hal tersebut, agar berbagai manfaat dan tujuan dari pembela-jaran seni tari ini terwujud, maka guru harus mampu membuat siswa aktif dan kre-atif dalam pembelajaran. Ada berbagai cara yang dapat dilakukan oleh guru, anta-ra lain dengan memberikan apersepsi yang menarik, seperti menggunakan media pembelajaran yang inovatif, atau menerapkan model pembelajaran yang lebih kre-atif, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

(8)

Sedangkan kegiatan seni tari itu sendiri seharusnya dapat dimanfaatkan guru un-tuk dapat mengoptimalkan masa keemasan ekspresi kreatif siswa dengan menyu-guhkan berbagai pengalaman belajar yang baru bagi siswa. Dari hasil wawancara tersebut didapatkan informasi tentang pelaksanaan model konvensional pada pem-belajaran menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta menyebabkan ku-rang berkembangnya kreativitas siswa dalam menuangkan ide, gagasan, dan krea-tivitas dalam menari.

Pembelajaran konvensional juga akan berpengaruh terhadap aktivitas belajar siswa, seperti yang dikemukakan oleh Djamarah (2011: 13) bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

Agar pembelajaran seni tari lebih menarik dan memotivasi siswa maka diperlukan adanya perlakuan yang berbeda pada proses pembelajaran yaitu dengan penggunaan model pembelajaran yang tepat. Pembelajaran seni tari hendaknya dirancang sedemikian rupa agar dapat mengembangkan dan melatih siswa untuk memecahkan berbagai permasalahan. Tujuan pembelajaran seni tari dapat tercapai apabila diterapkan model pembelajaran yang dapat menarik dan mengaktifkan siswa dalam pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat diterapkan yaitu Learning Together (LT) merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif.

(9)

product). Model pembelajaran Learning Together mewajibkan guru untuk mengawasi kelompok-kelompok tersebut berdasarkan lima elemen kooperatif antara lain: (1) interpedensi positif, (2) akuntabilitas individu, (3) interaksi langsung, (4) keterampilan-keterampilan sosial, (5) pemrosesan kelompok.

Model Learning Together sesuai diterapkan pada materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta yang akan diteliti. Materi tersebut memiliki tujuan pembelajaran untuk membuat sebuah proyek dalam akhir pembelajaran. Model ini memiliki prosedur yang rapi, sehingga guru dapat memahami aturan model ini dan siswa juga mudah memahami isi materi serta terlibat aktif dalam pembelajaran. Selain itu, dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang diri siswa dan alam semesta, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berbagi pemahaman baru dengan teman sekelasnya.

Selain model pembelajaran kooperatif, diperlukan alat untuk membantu guru menyampaikan materi kepada siswa saat proses pembelajaran yang disebut media pembelajaran. Proses pelaksanaan belajar mengajar hendaknya menggunakan media yang tepat, sehingga akan tercipta pembelajaran yang aktif, kreatif dan menyenangkan.

(10)

contoh dari media audio visual yaitu media video. Daryanto (2016: 104-105) media video merupakan media yang sangat efektif untuk membantu proses pembelajaran, baik untuk pembelajaran masal, individu, maupun berkelompok.

Media video adalah segala sesuatu yang memungkinkan sinyal audio dapat dikombinasikan dengan gambar bergerak secara sekuensial. Video juga merupakan bahan ajar noncetak yang kaya informasi dan tuntas karena dapat sampai kehadapan siswa secara langsung. Disamping itu, video menambah suatu dimensi baru terhadap pembelajaran, hal ini karena karakteristik media video yang dapat menyajikan gambar bergerak pada siswa disamping suara yang menyertainya. Hal tersebut menjadikan siswa merasa seperti berada disuatu tempat yang sama pada program yang ditayangkan video. Tingkat daya serap dan daya ingat siswa terhadap materi pelajaran dapat meningkat secara signifikan jika proses pemerolehan informasi awalnya lebih besar melalui indera pendengaran dan penglihatan.

(11)

Rias Universitas Negeri Surabaya pada tahun 2013. Jenis penelitian yang dilaku-kan adalah eksperimen dengan judul “Pengaruh Penerapan Media Video terhadap Hasil Belajar Siswa pada Sub Kompetensi Merias Wajah Panggung Kelas X Tata Kecantikan Kulit di SMKN 2 Boyolangu Tulungagung”. Hasil dari penelitian ter-sebut menunjukkan bahwa penerapan media video dapat meningkatkan hasil bela-jar dan respon siswa pada sub kompetensi rias wajah panggung kelas X tata ke-cantikan kulit di SMKN 2 Boyolangu Tulungagung.

Perlunya pemahaman guru mengenai model pembelajaran kooperatif khu-susnya tipe Learning Together yang sesuai materi pelajaran, diharapkan mampu mengurangi keraguan guru dalam melaksanakan pembelajaran seni tari menggu-nakan model pembelajaran selain model konvensional. Kreativitas guru dalam mengembangkan media belajar dibutuhkan dalam melaksanakan pembelajaran seni tari, karena media pembelajaran yang tepat dan unik akan menarik minat sis-wa untuk belajar seni tari.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka peneliti melak-sanakan penelitian tentang penerapan model pembelajaran Learning Together (LT) dan media Video untuk meningkatkan minat dan hasil belajar seni tari. Peneliti memilih judul “Keefektifan Model Learning Together (LT) Berbantu Me-dia Video Terhadap Minat dan Hasil Belajar Seni Tari SDN Cangkring 2 Kabupa-ten Tegal”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat diidentifikasi be-berapa masalah sebagai berikut:

(12)

(2) Guru belum menggunakan model pembelajaran yang sesuai isi materi pem-belajaran.

(3) Guru kurang memahami prosedur dan tingkat keefektifan berbagai model pembelajaraan kooperatif, sehingga guru ragu untuk menerapkannya.

(4) Guru belum menggunakan media pembelajaran yang dapat menarik perhati-an siswa untuk mengikuti pembelajarperhati-an.

(5) Minat belajar siswa dalam pembelajaran SBK bidang seni tari masih relatif rendah.

(6) Hasil belajar siswa dalam pembelajaran SBK bidang seni tari belum memu-askan.

1.3 Pembatasan Masalah

Berdasarkan indentifikasi masalah dapat diketahui bahwa masalah yang ada bersifat umum dan terlalu luas, sehingga perlu dibatasi untuk memperoleh kajian yang efektif dan mendalam. Peneliti membatasi permasalahan sebagai berikut: (1) Materi yang dipelajari terbatas pada mata pelajaran SBK bidang seni tari

yaitu menyajikan tarian pendek. Indikator pembelajaran yang diteliti berupa memperagakan tarian pendek.

(2) Penelitian ini berfokus pada minat dan hasil belajar materi menyajikan tari-an pendek. Minat ytari-ang dimaksud yaitu minat dalam mengikuti pembela-jaran SBK bidang seni tari materi menyajikan tarian pendek. Hasil belajar yang diteliti adalah ranah psikomotorik.

(3) Media video yang digunakan adalah video contoh tarian pendek dengan tema “gerak alam semesta”.

(13)

Penelitian ini mempunyai tiga variabel yaitu model Learning Together gai variabel bebas (X) yang memengaruhi minat dan hasil belajar Seni tari seba-gai variabel terikat (Y 1 dan Y 2 ). Berdasarkan pendapat Sugiyono (2013: 70), paradigma penelitian yang diterapkan yaitu paradigma ganda dengan dua variabel dependen. Hubungan antarvariabel tersebut dapat dilihat pada bagai berikut:

Bagan 1.1 Paradigma Penelitian Ganda dengan Dua Variabel Dependen Keterangan:

X : Model Learning Together berbantu media video

Y1 : Minat belajar seni tari

Y2 : Hasil belajar seni tari

1.5 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan, rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

(1) Apakah terdapat perbedaan minat belajar seni tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II SDN Cangkring 2 Ka-bupaten Tegal antara yang menggunakan model Learning Together berbantu media video dan yang menggunakan model konvensional?

(2) Apakah terdapat perbedaan hasil belajar seni tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II SDN Cangkring 2

Ka-X

Y1

(14)

bupaten Tegal antara yang menggunakan model Learning Together pada siswa kelas II berbantu media video dan yang menggunakan model konven-sional?

(3) Lebih efektif mana antara penggunaan model Learning Together berbantu media video dengan penggunaan model konvensional terhadap minat belajar seni tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal?

(4) Lebih efektif mana antara penggunaan model Learning Together berbantu media video dengan penggunaan model konvensional terhadap hasil belajar seni tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal?

1.6 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan harapan-harapan yang akan dicapai dalam penelitian dan menjadi patokan keberhasilannya. Penelitian ini memiliki tujuan yang terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus penelitian. Berikut uraian ten-tang tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian ini.

1.1.1 Tujuan Umum

(15)

1.1.1.6.2 Tujuan Khusus

(1) Menganalisa dan mendeskripsi perbedaan minat belajar seni tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal antara yang menggunakan model Learning Together berbantu media video dan yang menggunakan pembelajaran konvensional.

(2) Menganalisa dan mendeskripsi perbedaan hasil belajar seni tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal antara yang menggunakan model Learning Together berbantu media video dan yang menggunakan pembelajaran konvensional.

(3) Menganalisa dan mendeskripsi lebih efektif mana minat belajar belajar seni tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa ke-las II SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal II antara yang menggunakan model Learning Together berbantu media video dan yang menggunakan pembelajar-an konvensional.

(4) Menganalisa dan mendeskripsi lebih efektif mana hasil belajar seni tari ma-teri menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta pada siswa kelas II SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal ntara yang menggunakan model Lear-ning Together berbantu media video dan yang menggunakan pembelajaran konvensional

.

(16)

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis yaitu manfaat dalam bentuk hasil pemikiran yang berkaitan dengan teori yang digunakan, sedangkan manfaat praktis yaitu manfaat dalam bentuk praktik yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian. Berikut ini adalah uraian manfaat teoritis dan man-faat praktik dari penelitian ini.

.7.1 Manfaat Teoritis

1) Menambah pengetahuan dibidang pendidikan terutama tentang penggu-naan model Learning Together berbantu media video pada pembelajaran Seni tari.

2) Menjadi referensi bagi penelitian sejenis di sekolah dasar yang memiliki karakteristik relatif sama dengan SDN Cangkring 2 Kabupaten Tegal.

.7.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi banyak pihak yaitu peneliti, siswa, guru, dan sekolah tempat penelitian dilaksanakan. Berikut uraian mengenai manfaat praktis dari penelitian ini.

1.1.1.1 Bagi Siswa

(1) Menciptakan kondisi pembelajaran seni tari khususnya materi menyajikan tarian pendek yang menarik bagi siswa.

(2) Mengoptimalkan hasil belajar materi menyajikan tarian pendek pada siswa. (3) Menumbuhkan minat siswa dalam proses pembelajaran seni tari materi

menyajikan tarian pendek

1.1.1.1.7.2.2 Bagi Guru

(1) Menambah pengetahuan guru tentang model pembelajaran Learning Together berbantu media video dalam pembelajaran seni tari khususnya materi menyajikan tarian pendek.

(17)

(3) Memberikan masukan bagi guru untuk lebih dapat memanfaatkan sarana dan prasarana, seperti media pembelajaran.

.7.2.3 Bagi Sekolah

(1) Memberikan informasi mengenai salah satu permasalahan dalam pembelajaran. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan sekolah dalam mengambil kebijakan untuk mengatasi permasalahan sejenis dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah.

(2) Memberi masukan bagi sekolah untuk lebih memperbanyak sarana dan prasarana seperti media pembelajaran.

.7.2.4 Bagi Peneliti

Manfaat penelitian ini bagi peneliti yaitu memberikan pengalaman melak-sanakan penelitian dibidang pendidikan, khususnya mengenai pengujian keefekti-fan model pembelajaran Learning Together berbantu media video dalam pembela-jaran Seni tari. Pengetahuan yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi bekal jika peneliti melaksanakan penelitian selanjutnya.

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

Pada kajian pustaka dipaparkan mengenai landasan teori, hasil penelitian yang relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis.

(18)

Landasan teori merupakan dasar pijakan bagi peneliti dalam melakukan pe-nelitian. Pada landasan teori membahas mengenai belajar, faktor-faktor yang me-mengaruhi belajar, pembelajaran yang efektif, minat belajar Seni tari, hasil belajar seni tari, karakteristik perkembangan siswa sekolah dasar, mata pelajaran SBK, hakikat seni, hakikat seni tari, unsur-unsur seni tari, karakteristik tari siswa seko-lah dasar, penilaian seni tari, karakteristik materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta, model pembelajaran kooperatif, model Learning Together, media pembelajaran, dan media video.

.1.1 Teori Belajar

Belajar memiliki peranan penting dalam perubahan perilaku setiap individu. Belajar dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan dengan siapa saja, tidak harus dalam kondisi formal di dalam kelas tetapi dapat dilakukan baik secara informal atau pun nonformal. Terdapat banyak pengertian tentang pengertian belajar menu-rut para ahli. Menumenu-rut Skinner (1958) dalam Rifa’i dan Anni (2012: 90) belajar merupakan proses perubahan perilaku. Perubahan perilaku yang dimaksud yaitu sikap, keterampilan, dan pemikiran yang tidak dihasilkan oleh faktor-faktor lain.

Pengertian Belajar menurut Slameto (2013: 2) adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi de-ngan lingkude-ngannya. Belajar sebagai suatu perubahan yang relatif dalam menetap-kan tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang sebelumnya. Se-lain itu, Belajar merupakan perubahan tingkah laku (a change in behaviour), se-perti yang dikemukakan oleh Ernest R. Hilgard (1948) dalam Anitah (2012: 2.4) menyatakan “learning is the process by which an activity originates or is changed through training procedure’s”. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku

(19)

yang diperoleh melalui latihan dan perubahan, hal itu disebabkan karena adanya dukungan dari lingkungan yang positif.

Gagne (1984) mengemukakan bahwa belajar adalah proses suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman, seperti yang dikemukakan oleh Cronbach dalam Ruhimat (2012: 127) “learning may be defined as the process by which a relatively enduring change in behaviour occurs as a reult of experiences or practice”.Indikator belajar ditentukan oleh perubahan dalam tingkah laku yang bersifat permanen sebagai hasil dari pengalaman atau pelatihan. Sementara itu Sardiman (2014: 20), mendefinisikan bahwa belajar merupakan perubahan ting-kah laku atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan misalnya dengan memba-ca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan lain sebagainya. Belajar akan lebih baik jika subjek belajar ikut mengalami dan melakukannya sehingga tidak bersifat verbalistik. Jadi, makna belajar disini, bukan berangkat dari sesuatu yang benar-benar belum diketahui (nol), namun belajar merupakan keterkaitan antara penge-tahuan yang sudah dipahami dengan pengepenge-tahuan yang baru dipahami.

Anitah (2012: 1.9-15) menjelaskan tentang prinsip-prinsip belajar, bahwa prinsip-prinsip belajar akan sangat menentukan proses dan hasil belajar siswa. Prinsip-prinsip tersebut meliputi: (1) Motivasi, (2) Perhatian, (3) Aktivitas, (4) Ba-likan, (5) Perbedaan Invidual.

(20)

.1.2 Pembelajaran yang Efektif

Efektif menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil, dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan. Sedangkan pembela-jaran adalah proses interaksi antar individu dengan lingkungan yang terjadi secara alamiah dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang sudah dicantumkan da-lam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat (20) tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi “pembelajaran merupakan proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Se-mentara itu, Susanto (2015: 19) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah ban-tuan yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengeta-huan, penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada siswa.

Sedangkan pembelajaran dikatakan efektif apabila hasil dan aktivitas belajar siswa dengan pendekatan pemecahan masalah lebih baik dibandingkan dengan pendekatan pembelajaran konvensional pada tingkat ketuntasan tertentu, hal terse-but terjadi karena adanya pengaruh yang ditimbulkan dari suatu tindakan. Seperti yang dikemukakan oleh Miarso dalam Uno (2012: 173-4) bahwa pembelajaran efektif merupakan pembelajaran yang dapat menghasilkan belajar yang memiliki manfaat bagi siswa dan lebih berpusat pada siswa (student centered) dengan menggunakan prosedur yang tepat. Pembelajaran efektif yaitu pembelajaran yang menuntut terjadinya belajar pada siswa dan bagaimana cara yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi pelajaran.

(21)

antara-nya: (1) guru harus membuat persiapan mengajar yang sistematis; (2) proses bela-jar mengabela-jar (pembelabela-jaran) harus berkualitas tinggi yang ditunjukkan dengan adanya penyampaian materi oleh guru secara sistematis, dan menggunakan berba-gai variasi di dalam penyampaian, baik itu media, metode, suara, maupun gerak; (3) waktu selama proses belajar mengajar harus berlangsung digunakan secara efektif dan efisien; (4) diharapkan motivasi mengajar guru dan motivasi belajar siswa cukup tinggi; (5) diharapkan pula hubungan interaktif antara guru dan siswa dalam kelas bagus sehingga setiap terjadi kesulitan belajar dapat segera diatasi.

Berdasarkan dari beberapa pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran efektif dapat tercipta apa bila adanya interaksi antara guru dengan siswa dalam pembelajaran yang memiliki manfaat bagi siswa dan lebih berpusat pada siswa (student centered) dengan menggunakan prosedur yang tepat.

Pembelajaran yang efektif dapat tercipta apabila guru mampu menarik per-hatian siswa untuk mengikuti kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus mampu menguasai kondisi kelas dan mengetahui karakteristik siswanya.

.1.3 Faktor yang Memengaruhi Belajar

Keberhasilan belajar dalam proses pembelajaran di ruang kelas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Anitah, dkk (2008: 2.7) mengelompokkan faktor-faktor ter-sebut menjadi dua kelompok, yaitu faktor dari dalam diri siswa (intern) dan dari luar diri siswa (ekstern). Pertama, faktor dari dalam diri siswa (intern) yang berpe-ngaruh terhadap hasil belajar, yaitu kecakapan minat, bakat, usaha, motivasi, per-hatian, kelemahan dan kesehatan, serta kebiasaan. Minat belajar berkaitan dengan seberapa besar siswa suka atau tidak suka terhadap suatu materi yang dipelajari-nya, sehingga minat harus dimunculkan lebih awal dalam diri siswa.

(22)

gembira, menyenangkan), lingkungan sosial budaya, lingkungan keluarga, pro-gram sekolah (termasuk dukungan komite sekolah), guru, pelaksanaan pembela-jaran, dan teman sekolah. Guru merupakan faktor utama yang memengaruhi pro-ses dan hasil belajar karena guru merupakan pengelola dalam kelas. Berdasarkan hal tersebut, guru harus memiliki kompetensi dasar.

Ruseffendi (1991) dalam Susanto (2013: 18) mengemukakan guru yang pro-fesional adalah guru yang kompeten dalam bidangnya dan menguasai dengan baik bahan ajar yang akan diajarkan serta mampu memilih metode belajar yang tepat. Selanjutnya, menurut Siregar dan Nara (2010: 178), “guru yang hanya bisa meng-ajar dengan metode ceramah saja, membuat siswa menjadi bosan,mengantuk, pa-sif, dan mencatat materi. Guru yang progresif adalah guru yang berani mencoba metode baru sehingga dapat meningkatkan kondisi belajar siswa”. Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut bahwa penerapan dan pemilihan metode sangat me-mengaruhi hasil belajar. Guru harus dapat merancang pembelajaran menggunakan metode ataupun model yang dapat membantu dalam meningkatkan belajar siswa.

(23)

Berdasarkan pendapat para ahli, faktor yang memengaruhi belajar siswa di-bedakan menjadi dua yaitu berasal dari dalam dan luar siswa. Faktor yang berasal dari luar siswa dan sangat berpengaruh saat proses pembelajaran yaitu guru. Guru diharapkan dapat menguasai dan menyajikan materi menggunakan metode atau-pun model yang tepat sesuai dengan materi, kebutuhan, dan karakteristik siswa. Selain itu, guru memiliki kepribadian yang baik dan dapat menciptakan suasana pembelajaran yang tenang dan siswa aktif berdiskusi dengan guru dan siswa lain-nya.

.1.4 Minat Belajar Seni Tari

Seseorang tidak melakukan kegiatan tanpa adanya minat pada dirinya. Begi-tu pula dengan pembelajaran Seni tari, siswa kurang beraktivitas ataupun terpaksa mengikuti pembelajaran seni tari jika siswa kurang tertarik dengan pembelajaran. Hal tersebut mengakibatkan hasil belajar siswa menurun. Oleh sebab itu, minat sa-ngat penting dalam sebuah aktivitas saat pembelajaran seni tari.

Menurut Slameto (2013: 180) Minat adalah rasa lebih suka dan rasa keteri-katan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasar-nya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di-luar diri. Semakin kuat hubungan tersebut, maka semakin besar pula minat yang ada. Daryanto (2013: 38) menyatakan bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang di-minati seseorang diperhatikan terus menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama) dan belum tentu diikuti dengan perasaan yang senang.

(24)

mengi-kuti pembelajaran tanpa adanya minat belajar. Hal tersebut lebih dijelaskan oleh Setiani dan Priansa (2015: 61) minat belajar merupakan sesuatu keinginan atas ke-mauan yang disertai perhatian dan keaktifan yang disengaja, sehingga melahirkan rasa senang dalam perubahan tingkah laku, baik berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Hansen (1995) dalam Susanto (2013: 57-8) menyatakan minat belajar sangat berkaitan dengan kepribadian, motivasi, ekspresi, dan konsep diri atau identifika-si, faktor keturunan dan pengaruh eksternal atau lingkungan. Hal tersebut menun-jukkan minat seseorang dapat dilihat dari kepribadian, motivasi, ekspresi, dan konsep diri. Faktor eksternal juga memengaruhi minat seseorang, misalnya ling-kungan belajar yang kondusif dan menyenangkan, akan menumbuhkan minat sis-wa dalam belajar.

Berdasarkan beberapa defenisi minat, dapat disimpulkan definisi minat bela-jar yaitu merupakan dorongan dalam diri seseorang yang menimbulkan ketertarik-an atau perhatiketertarik-an secara efektif pada proses pembelajarketertarik-an, sehingga menyebabkketertarik-an dipilihnya suatu kegiatan yang menyenangkan dan lama-kelamaankan mendatang-kan kepuasan dalam dirinya. Minat belajar seni tari merupamendatang-kanketertarimendatang-kan atau perhatian secara efektif pada proses pembelajaran seni tari, sehingga menyebab-kan siswa beraktivitas dengan menyenangmenyebab-kan dan lama-kelamaan amenyebab-kan menda-tangkan kepuasan dalam dirinya. Tinggi rendahnya minat belajar seni tseni tseni tari dapat diukur melalui aspek-aspek yang berkaitan dengan definisi operasional minat.

(25)

minat belajar seni tari, antara lain: (1) kesukaan siswa dalam mengikuti pembela-jaran seni tari ditandai dengan adanya perasaan senang dan semangat serta kei-nginan yang kuat untuk belajar; (2) ketertarikan siswa dalam mengikuti pembela-jaran seni tari ditandai dengan adanya keaktifan siswa dalam menjawab maupun bertanya dan kesegeraan siswa dalam mengumpulkan tugas yang diberikan guru; (3) perhatian siswa dalam mengikuti pembelajaran seni tari ditandai dengan ada-nya konsentrasi dan ketelitian siswa dalam memerhatikan penjelasan materi me-nyajikan tarian pendek; serta (4) keterlibatan siswa dalam mengikuti pembelajaran seni tari ditandai dengan adanya kemauan, keuletan, dan kerja keras siswa dalam belajar. Keempat indikator tersebut disusun untuk mengetahui minat belajar seni tari materi menyajikan tarian pendek tema gerak alam semesta. Minat Belajar sis-wa dapat diketahui melalui pengisian angket setelah mengikuti tiga kali pembela-jaran seni tari.

.1.5 Hasil Belajar Seni Tari

Belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan. Belajar menurut Daryanto (2013: 2) merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang buntuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yangbaru secara keseluruhan, sebagai hasil poengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Hamalik (2015: 30) berpendapat bahwa bukti seseorang telah bel-ajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti.

(26)

menurut Rifa’i dan Anni (2012: 69) merupakan perubahan perilaku yang dipero-leh siswa setelah mengikuti kegiatan belajar. Perubahan perilaku tersebut sesuai dengan apa yang telah dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu, jika siswa mempela-jari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh berupa penguasaan konsep.

Anitah, dkk (2008: 2.19) mengemukakan “hasil belajar merupakan perubah-an perilaku secara menyeluruh bukperubah-an hperubah-anya pada satu aspek saja tetapi terpadu se-cara utuh”. Perubahan perilaku dalam diri seseorang tidak dapat dilihat hanya satu aspek, namun sejumlah aspek secara komprehensif. Berdasarkan pendapat para ahli, dapat disimpulkan definisi hasil belajar yaitu perubahan perilaku secara kese-luruhan berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diukur menggunakan teknik penilaian tertentu setelah siswa mengikuti pembelajaran. Hasil belajar di-gunakan oleh guru untuk dijadikan patokan dalam mencapai suatu tujuan pembel-ajaran.

Bloom (1956) dalam Rifa’i dan Anni (2012: 139) menunjukkan gambaran hasil belajar yang mencakup ranah kognitif meliputi: (1) ranah kognitif (cognitive domain) berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan, dan kemahiran. Ranah kognitif (cognitive domain) mencakup kategori pengetahuan, pemahaman, analisis, sintesis, dan penilaian; (2) ranah afektif (affective domain) serta (3) ranah psikomotorik (psychomotoric domain).

(27)

mata pelajaran seni tari materi Menyajikan Tarian Pendek yaitu kemampuan kog-nitif siswa yang dapat diketahui melalui tes performansi. Penilaian psikomotorik berupa menyajikan tarian pendek. Penilaian afektif dilakukan berdasarkan penda-pat Widoyoko (2014: 38-9) menjelaskan terdapenda-pat 3 komponen sikap yaitu: (1) kognisi (sikap yang timbul berdasarkan pemahaman, kepercayaan maupun keya-kinan); (2) afeksi (sikap yang timbul berdasarkan apa yang dirasakan); (3) konasi (kecenderungan sesorang untuk bertindak maupun bertingkah laku dengan cara-cara tertentu berdasarkan pengetahuan maupun perasaan).

Selanjutnya, Widoyoko (2014: 39-40) menjelaskan hasil belajar sikap dapat diamati melalui objek sikap dalam pembelajaran yang terdiri dari sikap terhadap materi pembelajaran, sikap terhadap guru, sikap terhadap proses pembelajaran, dan sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu ma-teri pelajaran. Hasil belajar afektif yang telah diteliti yaitu sikap berkaitan dengan nilai yang berhubungan dengan materi tersebut. Hal tersebut dapat diperoleh me-lalui angket penilaian diri siswa.

Dari beberapa penjelasan mengenai hasil belajar yang dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah tingkat keberhasilan siswa setelah melakukan proses belajar. Tingkat keberhasilan yang dicapai dibuktikan dengan perubahan-perubahan pada siswa. Perubahan-perubahan yang didapatkan berupa perubahan tingkah laku yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Hasil belajar yang diperoleh siswa sesuai dengan materi yang dipelajari dan dinyatakan dalam skor.

(28)

Siswa memiliki karakteristik yang khas baik secara fisik maupun psikis apalagi siswa usia sekolah dasar. Menurut Nasution dalam Djamarah (2011: 123) menyatakan bahwa masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia enam tahun kira-kira sebelas atau dua belas tahun. Usia ini ditandai dengan mulainya anak masuk sekolah dasar yang akan mengubah sikap serta tingkah lakunya, karena pada usia inilah anak untuk pertama kalinya menerima pendidikan formal.

Masa usia sekolah dinilai oleh Suryobroto dalam Djamarah (2011: 124) sebagai masa intelektual atau masa keserasian bersekolah. Pada masa keserasian bersekolah ini secara relatif anak-anak lebih mudah dididik daripada masa sebelum dan sesudahnya. Masa ini menurut Suryobroto dapat diperinci menjadi dua fase, yaitu : (1) masa kelas-kelas rendah sekolah dasar, kira-kira umur 6 atau 7 sampai umur 9 atau 10 tahun dan (2) masa kelas-kelas tinggi sekolah dasar, kira-kira umur 9 atau 10 sampai kira-kira-kira-kira umur 12 atau 13 tahun

1. Masa Kelas-Kelas Rendah Sekolah Dasar

(29)

yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

2. Masa Kelas Tinggi Sekolah Dasar

Beberapa sifat khas anak-anak pada masa ini meliputi: (1) adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang konkret, hal ini menimbulkan adanya kecenderungan untuk membandingkan pekerjaan-pekerjaan yang praktis; (2) amat realistik, ingin tahu, dan ingin belajar; (3) menjelang akhir masa ini telah ada minat terhadap hal-hal dan mata pelajaran khusus, yang oleh para ahli ditafsirkan sebagai mulai menonjolnya faktor-faktor; (4) sampai kira-kira umur 11 tahun anak membutuhkan guru atau orang dewasa lainnya; (5) anak-anak pada masa ini gemar membentuk kelompok sebaya, biasanya untuk dapat bermain bersama-sama. Di dalam permainan ini biasanya anak tidak lagi terikat pada aturan permainan yang tradisional, siswa membuat peraturan sendiri.

Bedasarkan sifat-sifat khas anak-anak pada masa kelas rendah dan kelas tinggi, Djamarah (2011: 125) menyebutkan bahwa pada saat umur anak antara umur 7 sampai dengan 12 tahun dimasukkan oleh para ahli ke dalam tahap perkembangan intelektual. Pada tahap ini perkembangan intelektual anak dimulai ketika anak sudah dapat berpikir atau mencapai hubungan antarkesan secara logis serta membuat keputusan tentang apa yang dihubungkan–hubungkannya secara logis.

(30)

bahwa perkembangan mental anak sekolah dasar tersebut meliputi perkembangan intelektual, bahasa, sosial, emosi, dan moral keagamaan.

(1) Perkembangan Intelektual

Pada usia SD (usia 6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif, seperti membaca, menulis, dan menghitung. (2) Perkembangan Bahasa

Bahasa merupakan simbol-simbol sebagai sarana untuk komunikasi dengan orang lain. Menurut Yusuf dalam Susanto (2013: 74) mengungkapkan bahwa perkembangan bahasa mencakup semua cara untuk berkomunikasi, pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk tulisan, lisan, isyarat, atau gerak dengan menggunakan kata-kata, kalimat, bunyi, lambang, gambar, atau lukisan. Sedangkan menurut Syamsuddin dalam Susanto (2013: 74) menyatakan bahwa pada awal masa ini (6-7 tahun), anak sudah menguasai sekitar 2.500 kata, dan pada masa akhir (usia 11-12 tahun), anak telah dapat menguasai sekitar 50.000 kata. Bagi anak usia sekolah dasar, perkembangan bahasanya minimal dapat menguasai tiga katagori, yaitu: 1) dapat membuat kalimat yang lebih sempurna; 2) dapat membuat kalimat majemuk; dan 3) dapat menyusun dan mengajukan pertanyaan

(3) Perkembangan Sosial

(31)

(4) Perkembangan Emosi

Emosi adalah perasaan terefleksikan dalam bentuk perbuatan atau tindakan nyata kepada orang lain atau pada diri sendiri untuk menyatakan suasana batin atau jiwanya. Pada anak usia sekolah dasar, siswa sudah mulai menyadari bahwa pengungkapan emosi tidak boleh secara sembarangan dan pengungkapan emosi secara kasar akan dinilai masyarakat sebagai sesuatu hal yang kurang pantas/kurang sopan

(5) Perkembangan Moral

Perkembangan moral pada anak usia SD adalah anak sudah dapat mengikuti peraturan, tuntutan dari orang tua, atau tuntutan dari lingkungan sosialnya. Pada akhir usia ini (usia 11 atau 12 tahun), anak sudah dapat memahami alasan yang mendasari suatu peraturan

(32)

Dari keempat tahap perkembangan kognitif yang diutarakan oleh Piaget, siswa sekolah dasar termasuk dalam tahap operasional konkret (umur 7-11 tahun). Pada tahap ini siswa sudah mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret, sehingga belum bisa berpikir abstrak.

Berdasarkan penjelasan mengenai karakteristik siswa di SD, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran yang baik harus disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa. Guru hendaknya memahami bahwa setiap siswa memiliki perkembangan tertentu, walaupun tidak semua anak sama. Selain itu, tugas guru sebagai fasilitator harus mampu membimbing siswa untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

.1.7 Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK)

Pendidikan seni budaya dan keterampilan (SBK) pada dasarnya merupakan pendidikan seni yang berbasis budaya yang di dalamnya terdapat aspek-aspek, di-antaranya: seni rupa, seni musik, seni tari, dan keterampilan. Tiap-tiap aspek terse-but memiliki kekhasan tersendiri sesuai dengan kaidah keilmuannya. Sebagaima-na yang diamaSebagaima-natkan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Badan Standar Nasional Pendidikan menyebutkan bahwa mu-atan mata pelajaran SBK tidak hanya terdapat dalam satu mata pelajaran. Budaya itu sendiri, meliputi segala aspek kehidupan. Aspek budaya dalam mata pelajaran SBK, tidak dibahas secara tersendiri tetapi terintegrasi dengan seni.

(33)

pendi-dikan SBK sebagai mata pelajaran di sekolah dirasakan sangat penting keberadaa-nya bagi siswa, karena pendidikan ini memiliki sifat seperti:

(1) Multilingual, yang bertujuan mengembangkan kemampuan dan mengekspre-sikan diri dengan berbagai cara.

(2) Multidimensional, yang berarti bahwa mengembangkan kompetensi kemam-puan dasar siswa yang mencakup persepsi, pengetahuan, pemahaman, anali-sis, evaluasi, apresiasi, dan produktivitas dalam menyeimbangkan fungsi otak kanan dan kiri, dengan memadukan unsur logika, etika dan estetika.

(3) Multikultural, yang bertujuan menumbuhkembangkan kesadaran dan kemam-puan berapresiasi terhadap keragaman budaya lokal dan global sebagai pem-bentukan sikap menghargai, demokratis, beradab, dan hidup rukun dalam ma-sayarakat dan budaya yang majemuk.

Pendidikan SBK memiliki peranan dalam pembentukan pribadi siswa yang harmonis dengan memperhatikan kebutuhan perkembangan anak dalam mencapai multi-kecerdasan yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal, inetrpersonal, visual, musikal, linguistik, logika, matematis, naturalis, kecerdasan kreativitas, kecerdas-an spiritual, moral, serta kecerdaskecerdas-an emosional.

Kamaril (2002: 1.41) mengatakan bahwa fungsi utama pendidikan SBK di SD yaitu mengembangkan keterampilan berkarya serta menumbuhkembangkan cita rasa keindahan dan kemampuan menghargai seni. Menurut Susanto (2015: 265-6) mata pelajaran SBK bertujuan agar siswa memiliki kemampuan, sebagai berikut:

1) Memahami konsep dan pentingnya seni budaya dan keterampilan 2) Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya dan keterampilan 3) Menampilkan kreativitas melalui seni budaya dan keterampilan

(34)

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa Mata Pelajaran Seni Budaya dan Keterampilan (SBK) merupakan pendidikan seni yang berbasis buda-ya buda-yang di dalamnbuda-ya terdapat aspek-aspek, meliputi: seni rupa, seni musik, seni tari, dan keterampilan. Pendidikan SBK merupakan salah satu faktor penentu da-lam membentuk kepribadian siswa.

Dalam penelitian ini akan dibahas tentang pembelajaran SBK di SD. Peneli-ti akan mengulas tentang pembelajaran SBK khususnya pembelajaran Seni tari.

.1.8 Seni Tari

Seni tari merupakan salah satu cabang kesenian, yang memiliki elemen dasar gerak. Berikut penjelasan tentang hakikat seni, hakikat seni tari, unsur-unsur utama seni tari,dan unsur-unsur pendukung seni tari.

.1.8.1 Teori Seni

Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Pamadhi, dkk (2014: 1.6) seni yaitu segala perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaanya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa perasaann manusia. Sugiarto dalam Pekerti, dkk (2008: 1.5) menyatakan bahwa batasan atau makna seni ditentukan oleh beberapa faktor, seperti kurator, kritikus, pasar, pranata-pranata, paradigma akademis, kosmologi kultural, perubahan zaman, aliran filsafat, dan sebagainya.

Menurut Pekerti (2008: 1.6) dalam perkembangan selanjutnya dari asal kata seni muncul berbagai pengertian seni, yaitu: (1) seni sebagai karya seni (work of art), (2) seni sebagai kemahiran (skill), (3) seni sebagai kegiatan manusia (human activity).

(35)

1) Seni adalah kegiatan manusia yang dilakukan secara sadar, dengan perantara tanda-tanda lahiriah tertentu untuk menyampaikan perasaan-perasaan yang te-lah dihayatinya kepada orang lain sehingga siswa kejangkitan perasaan ini dan juga mengalaminya (Tolstoy). Tolstoy mengkaitkan seni dengan penga-mat sekaligus, sehingga seni sebagai alat komunikasi dari pencipta kepada orang lain. Seni adalah komunikasi.

2) Seni adalah suatu kegiatan manusia bedasarkan pengalamannya untuk men-ciptakan realita baru dengan suatu cara di luar akalnya serta secara perlam-bang atau kias sebagai sebuah kebulatan dunia kecil yang mencerminkan ke-bulatan dunia besar. Kohler beranggapan bahwa dalam penciptaan seni titik beratnya adalah kehidupan emosi, sehingga seni adalah emosi (Erich Kohler). Menurut Kohler seni juga diartikan sebagai lambang. Maksudnya seni seba-gai lambang kenyataan (alam) atau lambang kehidupan, batin seseorang yang hidup di dalam lingkungan masyarakat luas.

3) Seni adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk mengubah bahan alamiah menjadi benda-benda yang berguna atau benda-benda indah maupun kedua-duanya (Piper). Piper bertumpu yang mempunyai fungsi. Dengan demikian seni harus indah.

(36)

Bedasarkan pendapat beberapa ahli tentang seni, dapat disimpulkan bahwa seni adalah segala sesuatu yang indah. Seni juga dilihat sebagai karya seni (work of art), seni sebagai kemahiran (skill), seni sebagai kegiatan manusia (human activity). Seni untuk siswa mempunyai peran untuk mengembangkan berbagai kemampuan dasar di dalam dirinya yaitu kemampuan: fisik, perseptual, pikir/intelektual, emosional, kreativitas, sosial, dan estetik.

.1.8.2 Teori Seni Tari

Seni tari merupakan salah satu cabang seni yang diekspresikan melalui ungkapan gerak. Menurut Jazuli (2007: 6) ada beberapa definisi tari yang telah diupayakan oleh para ahli sebagai berikut:

1) Tari adalah gerak yang ritmis. Definisi yang singkat itu dikemukakan oleh Curt Sachs, seorang ahli sejarah dan music dari Jerman dalam bukunya World History of the Dance.

2) Tari adalah gerak-gerak yang diberi bentuk dan ritmis dari badan di dalam ruang. Definisi tersebut dikemukakan oleh seorang ahli Belanda bernama Corrie Hartong dalam buku Danskunst.

3) Dalam buku Dance Composition yang ditulis oleh La Men dikatakan, bahwa tari adalah ekspresi subjektif yang diberi bentuk objektif.

(37)

5) Buku Djawa dan Bali: Dua Pusat Perkembangan Drama Tari Tradisional di Indonesia, Soedarsono mengungkapkan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak gerak ritmis yang indah.

Bedasarkan beberapa definisi seni tari, dapat ditemukan bahwa elemen dasar tari adalah gerak. Perlu dibedakan gerak yang bisa dikategorikan sebagai gerak tari. Menurut Soedarsono (1992: 82) gerak yang bisa dikategorikan sebagai gerak tari adalah gerak yang telah dirombak, atau telah mengalami distorsi atau stilisasi, hingga bentuknya bisa menyentuh perasaan manusia yang melihatnya. Bentuk gerak disini adalah bentuk gerak yang indah dengan benbentuk gerak yang halus, kasar, keras, atau dengan tekanan keras.

Seni tari memiliki beberapa fungsi bagi siswa SD, yaitu: (Mulyani, 2002: 88-105):

1) Membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. 2) Seni tari meningkatkan perkembangan motorik anak. 3) Seni tari meningkatkan perkembangan kognitif anak.

4) Seni tari meningkatkan perkembangan sosial dan emosional anak. 5) Seni tari meningkatkan perkembangan bahasa anak.

6) Membantu mengembangkan kreativitas anak. 7) Membantu mengembangkan bakat dan minat anak. 8) Melestarikan Budaya Indonesia

(38)

Rohayani (2006: 4), yang menyatakan tari merupakan ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan melalui gerak-gerak ritmis yang indah.

Bedasarkan beberapa pendapat ahli mengenai seni tari dapat disimpulkan bahwa seni tari adalah ekspresi jiwa seseorang yang diungkapkan melalui gerak ritmis yang indah yang telah mengalami distorsi atau stilisasi. Dihasilkannya gerakan tari yang indah karena di dalamnya terdapat unsur-unsur yang menjadi elemen dalam seni tari.

.1.8.3 Unsur-unsur Seni Tari

Unsur-unsur utama seni tari menurut Sekaryani dan Rohayani (2006: 33-37) yaitu antara lain gerak, tenaga, ruang dan waktu.

1) Gerak

Gerak merupakan medium utama dalam menari, karena gerak merupakan bahan baku atau substansi dasar dari tari. Gerak sebagai substansi dasar adalah gerak badani yang dihasilkan dari seluruh anggota badan. Gerak yang terdapat dalam sebuah tarian tentu bukan sekedar gerak keseharian seperti gerak bekerja, gerak bermain, gerak olah raga, dan sebagainya. Gerak sebuah tarian merupakan gerak-gerak yang lahir dan telah diproses atau diolah (distilir), dikomposisikan dan disusun berdasarkan kebutuhan ungkapan tarian, berdasarkan tema, cerita, komposisi, koreografi, kinestetik, artistik dan sebagainya.

(39)

gerak tari yang tidak memiliki arti khusus ungkapan gerak seutuhnya untuk keindahan gerak semata.

2) Tenaga

Tenaga menciptakan adanya gerakan atau aktivitas. Tenaga digunakan untuk mengawali, mengendalikan dan menghentikan gerak. Tenaga juga yang membedakan adanya gerak bervariasi. Penggunaan tenaga dalam setiap gerak tarian tentu berbeda. Hal ini disebabkan karena jenis dan karakter tarian. Penggunaana tenaga dalam tarian meliputi beberapa aspek yaitu adanya intensitas yangberkaitan dengan banyak sedikitnya penggunaan tenaga sehingga menghasilkan ketegangan, adanya aksen/tekanan, apabila perubahan penggunaan tenaga dilakukan secara tiba-tiba dan kontras, serta kualitas yang merupakan efek gerak yang diakibatkan oleh cara penggunaan atau penyaluran tenaga, misalnya: gerak mengayun, gerak perkusi, gerak lamban, gerak bergetar, dan gerak menahan.

3) Ruang

(40)

luas, dan gerak yang kecil akan menggunakan ruangan yang tidak luas. 4) Waktu

Waktu merupakan elemen tari yang tidak bisa diabaikan. waktu dalam tari berkaitan dengan ritme/irama yang digunakan untuk menyelesaikan sebuah gerakan. Waktu sangat berkaitan dengan unsur irama yang memberi nafas, sehingga tari tampak hidup. Sebuah tarian mempunyai gerakan dengan ritme/irama lambat, sedang, dan cepat yang harus diselesaikan oleh penari. Gerakan yang dilakukan dengan tempo yang cepat dapat memberikan kesan aktif dan menggairahkan, sedangkan gerakan lambat akan memberikan kesan tenang dan agung atau sebaliknya, membosankan.

Menurut Purwatiningsih dan Harini (2002: 31) mengungkapkan unsur tari terdiri dari unsur utama dan unsur penunjang. Unsur utama adalah unsur yang menjadi elemen dasar sedangkan unsur penunjang adalah unsur yang keberadaannya menunjang elemen dasar. Unsur utama dan unsur penunjang tidak dapat diabaikan dan dipisahkan satu sama lain. Unsur-unsur utama tari meliputi gerak, tenaga, ruang, dan waktu. Sedangkan unsur-unsur penunjang dalam seni tari antara lain:

(1) Make up/tata rias. Tata rias dalam sebuah seni tari memiliki fungsi yang pent-ing. Jazuli (1994: 19) menyatakan fungsi rias antara lain adalah untuk men-gubah karakter pribadi menjadi karakter tokoh yang sedang dibawakan, untuk memperkuat ekspresi, dan untuk menambah daya tarik penampilan.

(41)

mendukung tema atau isi tari, dan untuk memperjelas peranan-peranan dalam suatu sajian tari.

(3) Iringan. Iringan dapat diartikan juga sebagai musik. Menurut Jazuli (1994: 9) musik dan tari merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Keduanya berasal dari sumber yang sama, yaitu dorongan atau naluri ritmis. Dalam tari, fungsi musik dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu 1) sebagai pengiring tari, 2) sebagai pemberi suasana, 3) sebagai ilustrasi tari. (4) Tata lampu. Tata lampu merupakan salah satu unsur penunjang yang tidak

da-pat diabaikan. Jazuli (1994: 25) mengemukakan secara langsung efek sinar atau cahaya dari lampu dapat memberi kontribusi pada suasana dramatik per-tunjukan, secara tidak langsung adalah bisa memberikan daya hidup pada bu-sananya, penarinya, dan perlengkapan lain yang digunakan dalam pagelaran itu sendiri.

(5) Panggung. Panggung dapat diartikan juga sebagai tempat yang dapat digu-nakan untuk sebuah pagelaran. Menurut Jazuli (1994: 21) suatu pertunjukan apa pun bentuknya selalu memerlukan tempat atau ruang guna menyeleng-garakan pertunjukan itu sendiri.

(6) Tema. Jazuli (1994: 14) mengungkapkan definisi tema yaitu pokok pikiran, gagasan utama atau ide dasar. Biasanya tema merupakan suatu ungkapan atau komentar mengenai kehidupan.

(7) Perlengkapan tari. Perlengkapan tari adalah perlengkapan yang tidak terma-suk kostum dan perlengkapan panggung. Perlengkapan tari yang dimaksud merupakan perlengkapan seperti kipas, pedang dan sebagainya.

(42)

tari di hadapan penonton bukan sekadar menampilkan serangkaian gerakan yang tertata baik, rapi, dan indah melainkan perlu dilengkapi dengan berbagai unsur-unsur lain yang mendukung.

.1.8.4 Karakteristik Tari Siswa Sekolah Dasar (SD)

Menurut Purwatiningsih dan Harini (2002: 77-9) membedakan karakteristik tari anak SD menjadi dua bagian, yaitu karakteristik tari anak kelas rendah dan karakteristik anak kelas tinggi.

1. Karakteristik tari anak kelas rendah: 1) Tema

Pada umumnya tema-tema yang disenangi oleh anak-anak kelas rendah antara lain: tingkah laku binatang misalnya kucing, anjing, burung, dan lain-lain. Serta tingkah laku manusia seperti ayah, ibu, dokter, insinyur, dan lain sebagainya.

2) Bentuk gerak

Bentuk gerak yang sesuai dengan karakteristik tari anak kelas rendah, pada umumnya geraak-gerak yang dilakukannya tidaklah sulit dan sederhana sekali. Karena pada dasarnya imajinasi anak kelas rendah, tinggi dan mempunyai daya kreativitas yang tinggi pula. Bentuk gerak yang dilakukan biasanya bentuk gerak yang lincah, cepat, dan seakan menggambarkan kegembiraan. Misalnya: bentuk gerak menirukan binatang seperti kucing, anjing, dan lain sebagainya.

3) Bentuk iringan

(43)

4) Jenis tari

Jenis tari pada kelas rendah paling tidak memiliki sifa kegembiraan atau kesenangan, geraknya lincah dan sederhana, iringannya pun mudah dipahami. Misalkan: tari gembira, tari kupu-kupu, tari kelinci.

2. Karakteristik tari anak kelas tinggi 1) Tema

Pada umumnya anak SD kelas tinggi mulai memperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sosial atau cerita tentang lingkungan sosial. hal itulah yang dapat dijadikan tema. Misalkan: menengok teman sakit, suka menolong orang lain, mau memperhatikan di lingkungan keluarganya, dan lain-lain.

2) Bentuk gerak

Anak kelas tinggi sudah memiliki keterampilan melakukan gerak yang cukup tinggi kualitasnya. Misalnya: gerak mengekspresikan orang marah, sedih, gerak menirukan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari.

3) Bentuk iringan

Anak sudah memiliki kepekaan irama pada musik pengiringnya. Siswa mengekspresikan gerak tarinya sesuai dengan suasana temanya. Misalnya: iringan pada suasana sedih, marah, gembira, sakit, menangis, dan lain-lain.

4) Jenis tari

Jenis tari pada anak kelas tinggi meliputi:

(44)

(2) Jenis tari yang menggambarkan kehidupan sosial (Tari Tani, Tari Perang, dan lain sebagainya).

Pekerti (2007: 1.63) menjelaskan bahwa pada usia 6 tahun keseimbangan jasmani anakakan nampak mapan. Pada usia 6-12 tahun kemampuan motorik halus dan kasarnya semakin sempurna, frekuensinya pun semakin besar. Pada usia ini anak sangat dinamis dan aktif secara fisik. Melalui latihan menari, keaktifan dan kelincahan anak akan terwadahi dan tersalurkan. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa karakteristik gerak fisik anak usia sekolah dasar adalah:

1) Bersifat sederhana.

2) Biasanya bersifat maknawi dan bertema, artinya tiap gerak mengandung tema tertentu.

3) Gerak anak menirukan gerak keseharian orang tua dan juga orang-orang yang berada di sekitarnya.

4) Gerak anak menirukan gerak-gerik binatang.

Bedasarkan penjelasan tentang karakteristik tari anak SD, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan seni tari pada siswa sekolah dasar haru disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan kemampuan siswa. Guru hendaknya dapat memahami karakteristik tari yang sesuai dengan karakteristik siswa baik siswa kelas rendah maupun kelas tinggi. Oleh karena itu, perlu adanya pembedaan antara seni tari untuk siswa kelas rendah dengan siswa kelas tinggi.

.1.8.5 Penilaian Seni Tari

(45)

kemajuan, perkembangan hasil belajar peserta didik sesuai dengan potensi yang dimiliki dan kemampuan yang diharapkan secara berkesinambungan.

Penilaian merupakan salah satu tahap yang harus dilakukan untuk mewujudkan pembelajaran yang baik. Penilaian wajib dilaksanakan di semua pelajaran. Guru dalam melaksanakan pembelajaran tidak boleh mengabaikan tahap atau proses penilaian, tidak terkecuali pada mata pelajaran seni tari.

Penilaian dalam seni tari mencakup tiga ranah evaluasi yakni, ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Tiap-tiap ranah memiliki persentase yang berbeda. Penilaian ranah kognitif dilakukan dengan memberikan tes teori tentang seni tari. Ranah afektif penilaiannya dilakukan dengan memperhatikan aktivitas, keaktifan, dan kerja sama siswa. Sedangkan penilaian ranah psikomotorik penilaian dilakukan dengan menilai praktik menari siswa. Selain persentase, ranah evaluasi dalam seni tari juga dibedakan berdasarkan dua cluster yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Ranah evaluasi pada penilaian seni tari kelas rendah berbeda dengan ranah evaluasi di kelas tinggi.

Melaksanakan penilaian dalam seni tari berarti guru menilai sebuah tarian. Abdurachman dan Rusliana (1983:8) menjelaskan, di dalam pelajaran seni tari, mengevaluasi sebuah tarian berarti mencari suatu kaidah-kaidah seni tari yang mendekati pada taraf kesempurnaan yang sebelumnya telah ditentukan.

(46)

Abdurachman dan Rusliana (1983: 20-25) mengungkapkan penilaian praktik tari secara garis besar akan meliputi praktik wiraga, wirama, wirasa dan harmoni. Penjelasan dari empat unsur penilaian seni tari diuraikan sebagai berikut: (1) Wiraga. Unsur-unsur yang menjadi penilaian dalam aspek wiraga adalah

ha-pal, teknik, paduan koreografi dan komposisi ruang.

(2) Wirama. Sasaran dalam penilaian aspek wirama meliputi ketepatan ritmik, tempo dan meter yang selaras dengan iringan dari tiap-tiap pemeran/penari. Selain itu juga memperhatikan ketepatan ritmik, tempo dan meter yang se-laras dengan iringan dari paduan kedua pemeran/penari.

(3) Wirasa. Dalam aspek wirasa, unsur-unsur yang menjadi penilaian ialah ung-kapan isi/tema yang selaras dengan perannya tiap-tiap, paduan ungung-kapan isi/tema tarian, penguasaan jiwa atas situasi dan kondisi sewaktu menari.

Selain aspek penilaian, seni tari juga memiliki standar kompetensi lulusan (SKL). Jazuli (2008: 144) menjabarkan standar kompetensi lulusan (SKL) mata pelajaran Seni Tari untuk umum sebagai berikut: (1) mengapresiasi dan mengekspresikan karya seni tari tunggal dan berpasangan/kelompok terhadap keunikan seni tari daerah setempat; (2) mengapresiasi dan mengekspresikan karya seni tari tunggal dan berpasangan/kelompok terhadap keunikan seni tari Nusantara; (3) mengapresiasi dan mengekspresikan karya seni tari tunggal dan berpasangan/kelompok terhadap keunikan seni tari Mancanegara.

(47)

oleh guru sebelum melaksanakan penilaian. Aspek-aspek yang dimaksud antara lain wiraga, wirama, wirasa dan harmoni. Selain memperhatikan aspek-aspek penilaian guru juga harus memperhatikan standar kompetensi lulusan (SKL) dalam mata pelajaran seni tari.

.1.8.6 Karakteristik Materi Menyajikan Tarian Pendek

Materi yang diambil dalam penelitian ini merupakan materi Seni tari pada kelas II semester genap yaitu Menyajikan Tarian Pendek. Pada silabus, materi ter-sebut terdapat pada Standar Kompetensi (SK) mengapresiasi karya seni. Kompe-tensi Dasar (KD). Indikator yang hendak dicapai yaitu menanggapi gerak alam semesta dalam bentuk gerakan tari.

Materi Menyajikan Tarian Pendek dirangkum dari buku BSE Seni Budaya dan Keterampilan untuk SD/MI Kelas II (Murti dan Zen 2010: 89-100) dan Buku Erlangga Seni Budaya dan Ketrampilan Jilid 2 untuk Kelas II (Tim Bina Karya Guru 2008: 60-72).

Menyajikan tarian pendek bersifat abstrak. Siswa dituntut untuk mengingat gerakan dari alam sekitar.. Sebagai seorang guru harus memerhatikan materi de-ngan merancang pembelajaran melalui model dan media pembelajaran. Pemilihan model dan media pembelajaran yang tepat sangat berpengaruh terhadap minat dan hasil belajar Seni tari. Salah satu model yang dapat diterapkan dalam pembelajar-an materi proklamasi kemerdekapembelajar-an Indonesia adalah Learning Together, sedpembelajar-ang- sedang-kan media pembelajaran yang tepat yaitu video. Adanya perpaduan model dan media pembelajaran tersebut diharapkan dapat menumbuhkan minat dan mengop-timalkan hasil belajar siswa.

.1.9 Model Pembelajaran Kooperatif

(48)

menurut Joyce dan Weil (1986) dalam Abimanyu (2008: 11) adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencana-kan dan melaksanamerencana-kan pembelajaran”. Selanjutnya Joyce (1992) dalam Trianto (2007: 5) menyatakan setiap model pembelajaran dapat mendesain pembelajaran untuk membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran. Arends (1997) dalam Sup-rijono (2009: 46) menyatakan “model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas”. Melalui penerapan model, guru dapat merencanakan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan karakteristik siswa serta karakteristik materi ajar. Hal tersebut membantu siswa mencapai tujuan belajar yang telah ditata dengan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan bermak-na.

Saat ini, pembelajaran yang diterapkan di sekolah masih bersifat konvensio-nal, sehingga siswa sulit memperoleh pengalaman belajar yang optimal dan ber-makna. Guru juga belum mengembangkan potensi siswa secara optimal. Oleh ka-rena itu, terdapat pembelajaran kooperatif yang dapat diterapkan guru untuk me-ngembangkan potensi siswa secara optimal. Roger, dkk (1992) dalam Huda (2013: 29) yang menyatakan:

(49)

pem-belajar bertanggung jawab atas pempem-belajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-aggota lain.

Artz dan Newman (1990) dalam Huda (2013: 32), mendefinisikan pembela-jaran koopertif sebagai kelompok kecil pembelapembela-jaran atau siswa yang bekerja sama dalam satu tim untuk mengatasi suatu masalah, menyelesaikan sebuah tugas, atau mencapai satu tujuan bersama.

Berdasarkan pendapat kedua ahli, pembelajaran kooperatif sangat menekan-kan pada aktivitas belajar siswa secara berkelompok. Hal ini bertujuan melatih siswa untuk berinteraksi dan memotivasi siswa lainnya agar dapat meningkatkan hasil belajar. Guru perlu membimbing dan memfasilitasi siswa agar siswa dapat membangun pengetahuan dan memecahkan permasalahan saat proses pembelajar-an. Pembelajaran kooperatif memiliki berbagai macam model pembelajaran, salah satunya yaitu Learning Together.

.1.10 Model Pembelajaran Learning Together

Pada model Learning Together diuraikan tentang pengertian model Lear-ning Together, langkah-langkah model LearLear-ning Together, dan kelebihan serta ke-kurangan model Learning Together.

.1.10.1 Pengertian Model Learning Together

(50)

Slavin (2005: 250) mengemukakan bahwa model Learning Together merupakan model pembelajaran kooperatif yang menekankan empat unsur yakni : (1) terjadi interaksi tatap muka antara pendidik dan siswa; (2) adanya kerjasama positif antar siswa untuk mencapai tujuan kelompok; (3) tanggung jawab siswa dalam menguasai materi; (4) adanya kemampuan interpersonal siswa dalam kelompok kecil dalam berdiskusi untuk mencapai tujuan kelompok.

(51)

memberikan kemudahan pembagian tugas kepada tiap-tiap siswa dalam kerja kelompok, sehingga semua siswa dapat berpartisipasi dalam diskusi kelompok.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together merupakan model pembelajaran yang menempatkan siswa kedalam beberapa kelompok kecil dan mewajibkan siswa untuk menghasilkan produk akhir pada akhir pembelajaran. Selain itu, dalam model pembelajaran tipe Learning Together menekankan empat unsur yakni : (1) Terjadi interaksi tatap muka antara pendidik dan siswa. (2) Adanya kerjasama positif antar siswa untuk mencapai tujuan kelompok. (3) Tanggung jawab siswa dalam menguasai materi. (4) Adanya kemampuan interpersonal siswa dalam kelompok kecil dalam berdiskusi untuk mencapai tujuan kelompok.

.1.10.2 Langkah-langkah Model Learning Together

Terdapat tujuh aturan dalam model Learning Together. Ketujuh eaturan ter-sebut dijelaskan oleh Slavin (2005: 251), sebagai berikut :

(1) Siswa harus kritis terhadap gagasan, bukan orang; (2) harus ingat bahwa se-mua melakukan ini secara bersama-sama; (3) siswa mendorong sese-mua temannya untuk ikut berpartisipasi; (4) siswa mendengarkan dan menghargai pendapat dari siswa lainnya; (5) siswa mengulang kembali apa yang dikatakan teman lainnya yang kurang jelas; (6) siswa memahami kedua belah sisi dari isu tersebut; (7) per-tama siswa mengeluarkan gagasan, kemudian mengumpulkan menjadi satu.

(52)

pembela-jaran yang harus dicapai oleh siswa dalam pembelapembela-jaran hari ini; dan (3) menyam-paikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan.

Selanjutnya yaitu tahap kedua, kegiatan inti. Tahap dua adalah kegiatan inti, yaitu: (1) melakukan tanya jawab tentang topik yang dibahas; (2) menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil; (3) setiap kelompok diminta untuk meng-hasilkan suatu produk kelompok (single group product); (4) guru mengawasi ke-lompok-kelompok kecil tersebut selama proses pembelajaran; (5) siswa berdiskusi dengan kelompoknya tiap-tiap dalam memecahkan masalah yang ada; (6) membe-rikan penghargaan berupa pujian atau hadiah atas hasil proyek yang bagus serta memberikan semangat kepada siswa yang belum dapat pujian atau hadiah untuk berusaha lebih giat lagi; dan (7) menjelaskan kembali isi hasil diskusi siswa terse-but agar wawasan siswa menjadi lebih kuat.

Tahap tiga adalah penutup, yaitu: (1) memancing siswa untuk membuat rangkuman; dan (2) melakukan penilaian terhadap hasil kerja siswa.

Gambar

Tabel 3.2. Output Uji Reliabilitas Angket Minat Belajar
Tabel 3.3. Aspek Penilaian Seni Tari
Tabel 3.4. Indikator Tes Unjuk Kerja
Tabel  4.1. Rekapitulasi  Nilai  Pengamatan  Model  Learning  TogetheRBerbantu Media Video Bagi Guru
+7

Referensi

Dokumen terkait

4 Tahun 2015 serta Dokumen Pengadaan Pekerjaan Belanja untuk Pengembangan Metode Monitoring Kebencanaan Geologi Tahun Anggaran 2017 telah melaksanakan Rapat

Pengadaan Peralatan Gedung Kantor Belanja Modal Peralatan dan Mesin Pengadaan Personal Komputer. JB: Modal

Hasil penelitian menunjukan bahwa lebih dari setengahnya mahasiswa mampu menerapkan hasil belajar desain tekstil dengan baik pada praktek pembuatan anyaman

Dan ini, akan menghasilkan calon pembeli mobil merasa sulit untuk memilih mobil yang tepat dan sesuai dengan kriteria yang diinginkan karena calon pembeli

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan sikap ibu hamil terhadap VCT (Voluntary Counseling Testing) di BPM Nengah Sukartini, S.ST tahun

makaraL@sainsL@volN@WL@noN@QL@april@RPPS@ SP t。「・ャ@TN@kッイ・ャ。ウゥ@p。イ。ュ・エ・イ@eォッウゥウエ・ュ x y t ーh cャ ss

Disini terjadi proses reduksi noise sinyal suara, dimana inti proses reduksi noise tersebut adalah treshold yang artinya melewatkan koefisien tersebut ke suatu

( ix + 32 + Lampiran) Sekarang ini banyak sekali lembaga pendidikan baik swasta maupun negeri yang menggunakan teknologi komputer untuk mempercepat dan mempermudah suatu kasus