• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

4.5 Respons Dokter Internship pada Hasil Pelaksanaan Kebijakan PIDI 3 Peningkatkan Ilmu Pengetahuan, Wawasan dan Penanganan Pasien

5.1.4 Pernyataan Informan pada Bantuan Biaya Hidup

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran respons dokter internship di Rumah Sakit Putri Hijau Kesdam I/BB Medan dan di Rumah Sakit Sultan Sulaiman Syaiful Alamsyah Serdang Bedagai terhadap Bantuan Biaya Hidup

103

yang mereka terima selama ini, dapat dilihat dari 21 orang informan ada 19 orang dokter internship yang menyatakan Bantuan Biaya hidup tidak memadai dalam jumlah yang dibayarkan sedangkan dua orang dokter intenship menyatakan biaya yang dibayarkan sudah cukup memadai.

Informan berpendapat bahwa jika dibandingkan dengan intensitas mereka bekerja, bantuan yang kita mereka terima itu, sangat tidak memadai. Sembilan belas informan menghitung biaya makan, transportasi, dan biaya tempat tinggal. Untuk kota Medan dan Serdang Bedagai saja dapat dikatakan masih kurang, apalagi biaya yang harus dikeluarkan untuk dokter-dokter internship di Timur. Mereka memerhatikan bahwa harga untuk kebutuhan di daerah Timur jauh lebih tinggi. Maka, dengan jumlah BBH yang sama, mereka rasa itu tidak adil, dan sangat membebani bagi dokter internship yang bekerja di daerah-daerah terpencil.

Permasalahan yang dihadapi dalam perencanaan kesehatan dapat berasal dari belum adanya mekanisme yang dapat menjamin keselarasan dan keterpaduan antara rencana dan anggaran Kementerian Kesehatan dengan rencana dan anggaran kementerian/lembaga terkait serta Pemerintah Daerah atau Pemda (Kabupaten, Kota, dan Provinsi), termasuk pemanfaatan hasil evaluasi atau kajian untuk input dalam proses penyusunan perencanaan. (Renstra Kemenkes 2015- 2019)

Informan membandingkan jumlah BBH dalam sebulan dari dokter internship yang baru tamat selesai kuliah UKDI dengan dokter yang langsung ikut kerja di klinik, bahwa lebih besar gaji mereka yang kerja di klinik dan mereka jauh lebih santai. Hal ini diakibatkan karena dokter internship yang baru selesai

104

UKDI belum bisa langsung mendaftar internship karena mereka harus menunggu pendaftaran periode berikutnya. Kemudian, apabila pada pendaftaran mereka tidak mendapat wahana, secara otomatis mereka harus menunggu lagi. Jadi, untuk mengisi waktu kosong mereka, sebagian dokter internship bekerja di klinik-klinik tertentu biarpun mereka belum mendapat SIP.

Hal ini jelas telah melanggar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 29 ayat (1,2) yang menyatakan bahwa setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor : 1 /KKI/Per/ I /2010 Tentang Registrasi Dokter Program Internship juga mengatur hal yang sama di mana dalam pasal 4 setiap dokter yang akan melakukan internship diwajibkan memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam persyaratan praktik kedokteran di Indonesia yaitu harus mempunyai Surat Tanda Registrasi yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia.

Informan lain menyatakan bahwa karena BBH yang mereka dapatkan relatif minim, pemerintah telah menjanjikan insenda (insentif daerah) bagi daerah- daerah tertentu. Untuk daerah Medan dan Serdang Bedagai tidak ada insenda yang mereka terima. Jadi, informan mengaku BBH yang mereka terima sangatlah kurang. Informan menyatakan bahwa awalnya pemerintah menjanjikan dua juta lima ratus ribu rupiah dan informan lain menyatakan bahwa BBH yang mereka terima dipotong pajak dan akhirnya mereka hanya dapat sekitar dua juta empat

105

ratus ribu rupiah. Informan mengatakan bahwa mereka tidak mengerti mengapa harus dipotong pajak.

Untuk informan yang setuju dengan jumlah BBH yang mereka terima, dokter internship ini memiliki alasan bahwa mereka tinggal di kota Medan, dekat dengan wahana internship, biaya transportasi kecil, dan biaya tempat tinggal tidak ada, karena tinggal bersama orang tua.

Mereka beranggapan bahwa resiko di rumah sakit itu tinggi, dengan BBH yang demikian mereka tidak bersemangat lagi, maka banyak diantara informan yang menyataka bahwa BBH kurang mendukung untuk pekerjaan yang lebih baik. Mereka mengatakan bahwa seandainya BBH semakin ditinggkatkan, pastinya mereka lebih semangat dalam melayani pasien.

Informan menambahkan bahwa mereka butuh uang untuk sehat. Karena mereka telah melakukan uji kompetensi dokter, sudah disumpah dan sudah mendapat gelar dokter, mereka sudah dianggap berdikari dari orang tua. Secara otomatis mereka harus membiayai diri sendiri. Belum lagi bagi dokter yang sudah berkeluarga, yang memiliki tanggungan lain. Maka, dengan biaya yang relatif minim, mereka kurang termotivasi untuk melakukan pekerjaan di wahana mereka masing-masing.

Beberapa ahli mengatakan bahwa pemberian gaji pokok (basic salary) hanya dapat membuat para pekerja merasa aman, namun tidak mampu memberikan motivasi. Insentif dalam bentuk uang (finansial) dan non-uang (non- finansial) termasuk salah satu faktor motivasi ekstrinsik yang dapat meningkatkan kinerja provider, akan tetapi pemberian imbalan langsung dengan kinerja. Dalam

106

memberikan pelayanan kepada pasien tidak dapat dihindarkan munculnya insentif keuangan untuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya.(Herman, 2008)

Berdasarkan Permenkes No.299/MENKES/PER/II/2010 tentang Penyelenggaraan Program Internship dan Penempatan Dokter Pasca Internship, pada pasal 10 ayat 4 dikatakan bahwa biaya penyelenggaraan program Internship dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan dalam pasal 11 dan 12 Permenkes ini, dikatakan Biaya Hidup dan Transportasi selama mengikuti Program Internship Ikatan Dinas ditanggung oleh Pemerintah.

Pada tahun 2013, PIDI memasuki tahun keempat. Berbagai kritik dilontarkan terhadap program ini. Salah satu yang kerap dikeluhkan adalah Bantuan Biaya Hidup (BBH) peserta internship sebesar satu juta dua ratus ribu rupiah. Besaran BBH tersebut dianggap menjadi kendala bagi para dokter internship untuk melakukan tugasnya dengan baik. (Priantono, 2014)

Ada yang berpendapat bahwa BBH tersebut merupakan cerminan kurangnya penghargaan pemerintah terhadap dokter karena BBH lebih kecil dari pendapatan sebagian besar profesi di Indonesia. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa BBH tersebut bukan merupakan gaji pokok seorang dokter selama bertahun-tahun, BBH itu adalah bantuan yang diberikan selama satu tahun internship saja. Tentunya pihak KIDI akan berupaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan peserta PIDI.

Dana tidak dapat disangkal merupakan salah satu faktor penentu dalam program pelayanan masyarakat apapun. Dalam program-program regulatif, dana juga diperlukan untuk menggaji atau menyewa tenaga personalia dan untuk

107

memungkinkan dilakukannya analisis teknis yang diperlukan untuk membuat peraturan/ regulasi tersebut, mengadministrasikan program perizinan dan memonitor pelaksanaannya. Secara umum, tersedianya dana pada tingkat batas ambang tertentu amat diperlukan agar terbuka peluang untuk mencapai tujuan- tujuan formal, dan tersedianya dana diatas tingkat batas ambang ini akan sebanding dengan peluang tercapainya tujuan (Wahab, 1990).

Dalam Model Teori Implementasi Van Donald Van Carl Van Horn dikatakan bahwa sumber daya berupa dana atau berbagai insentif dapat memfasilitasi implementasi. Dari penelitian ini 19 informan tidak setuju dengan BBH yang diberikan oleh pemerintah, dengan begitu dokter internship memberikan respon negatif pada ketetapan PIDI karena tidak sesuai dengan yang dokter internship diharapkan.

5.1.5 Ketepatan Pembayaran Bantuan Biaya Hidup

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh gambaran ketepatan pembayaran bantuan biaya hidup yaitu dari 21 orang informan ada 18 orang dokter internship yang menyatakan Bantuan Biaya Hidup tidak dibayarkan tepat pada waktunya, sedangkan 3 orang lagi menyatakan sudah dibayar tepat pada waktunya.

Sebagian besar, Informan mengaku bahwa Bantuan Biaya Hidup yang informan terima tidak tepat waktu. Mereka menyatakan biaya yang mereka terima, yang seharusnya dibayarkan diawal bulan. Mereka membandingkan fakta ini, dengan melihat bahwa sistem penggajian bagi PNS yang menerima gaji di awal bulan dan dengan sistem pemberian hak dulu baru kewajiban. Informan

108

mengaku bahwa biaya yang mereka terima terkadang memang tepat waktu, tetapi juga terkadang dibayarkan di tengah bulan, dan kadang digabung dengan bulan selanjutnya. Jadi, tidak ada ketetapan waktu dalam pembayaran Bantuan Biaya Hidup. Tentunya ini mempengaruhi semangat dokter internship dalam bekerja. Ada juga dokter internship yang mengaku karena pemilihan rekening yang berbeda dengan rekening yang ditentukan akan mempengaruhi kapan biaya tersebut akan dibayarkan.

Dalam Model teori Implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier, respons dari dokter internship sebagi pelaksana mempengaruhi mudah tidak nya masalah dikendalikan. Dengan adanya pembayaran BBH yang tidak tepat waktu, maka akan menambah respons negatif bagi PIDI.

Ketepatan waktu dalam pembayaran BBH ini mempengaruhi respons peserta internship dalam bertugas. Bagaimana seseorang dapat melaksanakan kewajibanya dengan tepat dan dengan disiplin yang tinggi sementara hak yang harusnya mereka terima tidak dibayarkan pada waktunya. Dalam penelitian ini baik informan yang ada di Rumah Sakit Putri Hijau Kesdam I/BB Medan dan di Rumah Sakit Sultan Sulaiman Syaiful Alamsyah Serdang Bedagai, 18 orang memiliki respons negatif pada ketepatan waktu dalam pembayaran BBH.