• Tidak ada hasil yang ditemukan

persepsi, pikiran, dan perasaan peserta didik.

Dalam dokumen Jurnal No26 Thn15 Juni2016 (Halaman 78-81)

memberi tugas belajar kepada sebuah kelompok peserta didik untuk mengumpul- kan data/informasi yang dibutuhkan untuk mencari tahu alasan mengapa banyak perempuan terpaksa menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK). Maka, setiap peserta didik di dalam kelompok tersebut memiliki tugas sendiri-sendiri untuk mencari data/informasi berdasarkan sejumlah variabel yang sudah dirumuskan, dan memiliki fungsi sebagai penggali data/ informasi (interviewer).

Tugas merupakan sebuah aktivitas atau proses untuk mendapatkan pengetahuan atau keterampilan. Aktivitas ini bisa merujuk pada

Taksonomi Bloom, baik dari sisi domain kognitif, afektif, dan psikomotorik atau pada sisi kedalamannya (sequences).

Dari sisi kedalamannya, berdasarkan Taksonomi Bloom versi terbaru peserta didik dapat melakukan aktivitas mengingat (remem- bering), memahami (understanding), menerapkan (applying), menganalisa, mengurai (analysing), menilai (evaluating), sampai mencipta (creating). Aktivitas yang menunjukkan gradasi dari yang paling mudah (sederhana) sampai ke yang paling sulit (kompleks) dapat dirinci lagi ke dalam sejumlah kata kerja operasional yang menunjukkan sejumlah indikator/kompetensi tertentu.

Belajar atau learning dalam bahasa Inggris adalah, the activity or process of gaining knowledge or skill by studying, practicing, being taught, or experien- cing something; the activity of someone who learns know- ledge or skill gained from learning ( h t t p : / / w w w . l e a r n e r s dictionary.com/ definition/task). Terjemahan bebas- nya adalah, bela- jar merupakan aktivitas atau proses untuk mendapatkan pengetahuan atau keterampilan dengan mempelajari, berlatih, proses berpikir, atau mengalami sesuatu oleh seorang peserta didik yang mempelajari pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari aktivitas belajar. Belajar akan berhasil manakala ada perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung/mengalami langsung, pengulangan, tantangan, feedback, penguatan.

Pengertian lain menyebutkan, belajar esensinya adalah sebuah proses, mencari, menemukan, melakukan, melalui tahapan yang teratur dan sistematis. Belajar melibatkan semua aspek yang ada dalam diri peserta didik, baik psikis maupun fisik. Hakikat belajar yang dimaksud adalah, proses menemukan dan membangun makna/pengertian oleh peserta

Hakikat belajar yang dimaksud

adalah, proses menemukan dan

membangun makna/pengertian

oleh peserta didik terhadap

informasi, pengetahuan,

pengalaman, yang disaring melalui

persepsi, pikiran, dan perasaan

peserta didik.

Taking Learning to Task

didik terhadap informasi, pengetahuan, pengalaman, yang disaring melalui persepsi, pikiran, dan perasaan peserta didik.

Konsepsi belajar seperti ini, menurut Brunner dalam Sulaeman (1988), menempatkan manusia (individu) sebagai pencari, pemroses dan juga sebagai pencipta informasi. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus bermakna dan bertujuan. Dengan cara belajar seperti itu, menurut Smith dalam Sulaeman (1988), otak manusia dipandang sebagai satu organ yang mempunyai fungsi utama mencari secara giat, menyeleksi, mendapatkan, mengorganisasi, mengolah, menyimpan dan pada saat yang tepat memperoleh kembali dan menggunakan segala informasi tersebut.

Menurut Gagne dalam Knowles (1986:9) terdapat lima domain sebagai tujuan belajar, yaitu (1) motor skills, (2) verbal information, (3) intelectual skill, (4) cognitive strategies, and (5) attitudes. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan, tugas belajar dalam konteks pembelajaran merupakan aktivitas bermakna dan bermanfaat yang dilakukan oleh peserta didik untuk mendapatkan sesuatu, dengan cara tertentu, dengan media/alat tertentu. Tugas belajar merupakan kegiatan mental dan fisik yang dilakukan peserta didik dalam berinteraksi dengan sumber belajar melalui pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan mengaktifkan peserta didik.

Tugas belajar tentu memberikan sesuatu yang bermakna, karena guru telah menentukan materi untuk mencapai sejumlah kompetensi dan telah mendesign pembelajaran guna memberi- kan pengalaman belajar bagi peserta didiknya. Kebermaknaan merupakan salah satu prinsip belajar.

Tugas belajar juga memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi peserta didik. Melalui tugas belajar, peserta didik memperoleh ilmu/ teori, memperoleh keterampilan, memperoleh nilai-nilai yang derajadnya tergantung bagaimana guru mendesign pembelajaran. Kebermanfaatan juga merupakan salah satu prinsip belajar. Oleh karena itu, dalam memberikan tugas belajar yang di dalamnya terkandung sejumlah materi (domain kognitif, domain psikomotorik, dan domain afektif),

materi esensial sangat dibutuhkan. Sejumlah kompetensi dasar yang sudah ditetapkan dalam kurikulum, tidak semuanya harus diberikan kepada peserta didik. Jika guru mampu memilah dan memilih materi esensial sebagai penjabaran dari kompetensi dasar, maka urgensi kebermaknaan dan kebermanfaatan dalam setiap tugas belajar siswa dipastikan ada.

Adult Learning

Adult learning atau pembelajaran orang dewasa, disebut juga andragogi, adalah suatu proses untuk melibakan peserta didik dewasa ke dalam suatu strukur pengalaman belajar (http:// id.wikipedia.org/). Dalam andragogi ada asumsi dasar, orang dewasa memiliki kebutuhan belajar tertentu. Selain itu, lingkungan belajar terbaik bagi mereka adalah orang-orang yang kolaboratif dan memanfaatkan pendekatan pembelajaran berbasis masalah.

Menurut Knowles (1984:36), pelopor andragodi, ada 6 karakteristik utama pembel- ajaran orang dewasa. Keenam karakteristik tersebut adalah, (1) mandiri/otonom, (2) meng- gunakan pengetahuan dan pengalaman hidup, (3) berorientasi pada tujuan, (4) berorientasi pada tugas, (5) mementingkan nilai kepraktisan dan riil, serta (6) mendorong kolaborasi.

1. Mandiri/otonom

Peserta didik dewasa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran sehingga mereka membuat pilihan yang relevan dengan tujuan pembelajaran mereka. Sebagai seorang guru, penting untuk memfasilitasi proses penetapan tujuan. Peserta didik perlu diberi kebebasan untuk bertanggung jawab atas pilihan mereka sendiri. Ketika datang ke sekolah, mereka harus proaktif dan berkontribusi dalam proses pembelajaran.

2. Menggunakan pengetahuan dan pengalaman hidup

Berdasarkan pendekatan ini, guru mendo- rong peserta didik untuk menghubungkan pengalaman masa lalu mereka dengan pengetahuan saat ini. Guru harus memiliki kemampuan bagaimana membantu peserta didik menghubungkan pengalaman masa lalu dengan berbagai pengalaman belajar

3. Berorientasi pada tujuan

Motivasi belajar akan meningkat ketika ada relevansi antara apa yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, terutama dalam kaitannya dengan masalah tertentu dari peserta didik. Dengan kata lain, ada tujuan yang ingin dicapai perserta didik.

4. Berorientasi pada tugas

Salah satu cara terbaik membelajarkan orang dewasa adalah dengan tugas. Mereka akan terlibat secara mendalam dan berkontribusi mencapai tujuan pembel- ajaran. Mereka akan terinspirasi dan termotivasi untuk terlibat dalam berbagai proyek dan berhasil menyelesaikannya.

5. Mementingkan nilai kepraktisan dan riil

Pemanfaatan berbagai sarana/fasilitas pembelajaran untuk membantu peserta didik menerapkan konsep teoritis di dalam kelas ke dalam situasi kehidupan nyata dan praktis. Belajar difasilitasi secara tepat untuk menerapkan pengetahuan teoritis dalam situasi kehidupan nyata dan jelas.

6. Mendorong kolaborasi

Pemelajar dewasa akan semakin berkem- bang dalam hubungan kolaboratif dengan guru. Ketika guru menempatkan/meman- dang peserta didik sebagai rekan atau partner, mereka menjadi lebih produktif. Ketika kontribusi mereka diakui, maka mereka akan memberikan karya yang terbaik.

Secara umum, ketika peserta didik bukan lagi sebagai ‘objek’ belajar, maka diyakini ada passion atau keinginan dari peserta didik untuk menunjukkan kelebihannya. Mereka dengan sadar mengeluarkan segala daya untuk menyelesaikan pekerjaan/tugasnya, karena mereka sebagai subjek. Apalagi guru memberi apresiasi tinggi, dan memberi reinforcement terhadap apa yang dihasilkan oleh peserta didik.

Karakteristik Peserta Didik Dewasa

Memahami karakteristik peserta didik merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang guru. Tujuannya adalah, supaya pendekatan, strategi, metode pembel- ajaran yang dipilih guru sesuai dengan karakteristik peserta didik sehingga pengalaman belajar yang akan diberikan berarti dan berguna.

Peserta didik orang dewasa juga mempu- nyai beberapa karakteristik. Malcom Knowles dalam Sutikno (2013:26) menyebutkan ada sejumlah karakteristik peserta didik orang dewasa yaitu (1) orang dewasa mempunyai pengalaman yang berbeda-beda; (2) orang dewasa lebih suka menerima saran daripada digurui; (3) orang dewasa lebih memberikan perhatian pada hal yang menarik bagi mereka dan menjadi kebutuhanya; (4) orang dewasa lebih suka dihargai daripada diberi hukuman atau disalahkan; (5) orang dewasa yang pernah mengalami putus sekolah, mempu-nyai kecenderungan untuk menilai lebih rendah kemampuan belajarnya; (6) apa yang bisa dilakukan orang dewasa menunjukkan tahap pemahamannya; (7) orang dewasa secara sengaja mengulang hal yang sama; (8) orang dewasa suka diperlakukan dengan kesungguhan itikad yang baik, adil, dan masuk akal; (9) orang dewasa sudah belajar sejak kecil tentang cara mengatur hidupnya, oleh karena itu, mereka lebih cenderung tidak mau bergantung pada orang lain; dan (10) orang dewasa menyukai hal yang praktis.

Sedangkan menurut Syamsu (1994), karakteristik peserta didik dewasa secara umum ditandai dengan beberapa hal seperti, (1) konsep diri peserta didik dewasa bergerak dari seorang pribadi yang bergantung ke arah pribadi yang mandiri, (2) peserta didik dewasa mengaku- mulasi banyak pengalaman yang diperolehnya sehingga menjadi sumber belajar yang berkembang, (3) kesiapan belajar peserta didik dewasa cenderung meningkat, dan (4) orientasi belajar peserta didik dewasa dari yang terpusat pada materi beralih menjadi terpusat pada masalah.

Konsepsi Taking Learning to Task

Secara harafiah, taking learning to task berarti mengambil tugas belajar(http://id.wikipedia. org). Namun esensinya adalah, membawa peserta didik mendapatkan pengalaman belajar melalui tugas berbagai belajar. Taking learning to task tidak berpusat pada guru, juga tidak berpusat pada peserta didik, melainkan berpusat pada pembelajaran (teaching centered). Maksud- nya, strategi ini ingin memfokuskan bahwa pembelajaran, khususnya untuk orang dewasa

Taking Learning to Task

akan efektif jika mereka mendapatkan pengalaman belajar melalui tugas belajar yang mereka dapatkan. Pembelajaran harus didesain menarik, ada urgensinya, dan bermakna bagi peserta didik, sehingga mereka mendapatkan manfaat.

Jane Vella (2009) mempertegas, bahwa tugas belajar sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang masih ‘segar’ untuk peserta didik dalam belajar. Menurutnya, belajar hanya terjadi dengan segera jika peserta didik terlibat dalam tugas tugas belajar. Peserta didik tidak hanya menerima pengetahuan, namun mereka melakukan transfer pengetahuan baru, keteram- pilan. dan sikap kepada peserta didik lainnya.

Sedangkan Hurlock (2006) berpendapat, karena orang dewasa sebagai peserta didik yang unik dan berbeda dengan anak usia dini dan anak remaja, maka

proses pembela- jaran orang dewasa akan berlangsung jika mereka terlibat langsung dalam tugas belajarnya. Beberapa konse- psi mengenai tugas belajar seperti tersebut di atas, diper-kuat bahwa, taking

learning to taskdidasarkan atas beberapa asumsi logis yaitu, (1) peserta didik datang dengan kapasitas untuk melakukan pekerjaan yang melibatkan dirinya dalam belajar; (2) peserta didik belajar, ketika mereka secara aktif terlibat dengan konten, kognitif, emosional, dan fisik; (3) konten baru bisa hadir melalui tugas belajar; dan (4) tugas belajar mengarah pada akuntabilitas (pertanggung-jawaban), karena peserta didik dituntut untuk mempertanggungjawabkannya. 1. Peserta didik datang dengan kapasitas untuk melakukan pekerjaan yang melibatkan dirinya dalam belajar.

Asumsi ini menurut penulis didasarkan pada salah satu teori belajar kognitivisme dengan tokohnya Piaget, Bruner, dan

mempunyai pengetahuan/pengalaman dalam dirinya, yang tertata dalam bentuk struktur kognitif. Inilah yang dinamakan kapasitas. Peserta didik memiliki kapasitas atau modalitas yang tidak diragukan lagi untuk terlibat dalam tugas-tugas belajar. Tanpa keterlibatan peserta didik, sejatinya tidak ada pembelajaran.

Teori belajar menyatakan secara tegas mengenai ‘apa yang seharusnya’ dilakukan oleh seorang peserta didik manakala ia berada di kelas, dalam laboratorium, perpustakaan, atau berbagai lokasi tempat terjadi proses pembelajaran. Kapasitas itulah yang dalam kondisi normal, peserta didik seharusnya memiliki motivasi dan passion untuk belajar melalui berbagai peng- alaman belajar yang diciptakan oleh guru.

2. Peserta didik belajar, ketika me- reka secara aktif terlibat dengan konten, kognitif, emosional, dan fisik.

Asumsi ini dida- sarkan pada sebu- ah prinsip belajar yaitu, belajar akan berhasil jika pe- serta didik aktif. Tugas belajar akan berhasil manakala ada inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi peserta didik seutuhnya, baik perasaan, intelektual, dan fisik yang dapat memberi-kan hasil yang mendalam dan lestari.

3. Konten baru bisa hadir melalui tugas belajar.

Asumsi ini didasarkan pada salah satu teori belajar konstruktivisme. Teori ini berpenda- pat, peserta didik telah memiliki apa yang dinamakan dengan entering behaviour berupa pengalaman, pengetahuan, kete- rampilan, dan sikap. Jika apa yang dimiliki peserta didik tersebut bermanfaat dalam membantu menyelesaikan tugas belajar, maka konten belajar baru muncul dan peserta didik diperkaya dengannya.

Keberhasilan pembelajaran karena

kontribusi yang signifikan antara

Dalam dokumen Jurnal No26 Thn15 Juni2016 (Halaman 78-81)