• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III Kehidupan Ekonomi, Sosial dan Budaya

3.1 Pola Pemukiman

Rumah Orang Sakai terletak di Jalan Jurong Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau. Rumah-rumah berdiri dipinggir sungai, diatas bekoan, berjajar dijalan kampung, dan di atas timbunan serbuk kayu yang sudah menjadi tanah di tengah perkampungan. Mereka tidak memiliki surat kepemilikan tanah. Menurut masyarakat tanah tempat mereka mendirikan rumah adalah tanah masyarakat. Di sepanjang jalan Jembatan II itu terdapat aliran pipa minyak dan gas milik PT Chevron Pacific Indonesia (CPI). Jembatan II pun hanya berjarak beberapa km dari Kilang Minyak Pematang milik PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

Gambar 1: Pemukiman Orang Sakai di pinggir sungai Jembatan II

Rumah Orang Sakai seluruhnya berbentuk panggung dengan 16 atau 18 tiang penyangga. Hal ini dikarenakan rumah Orang Sakai didirikan dipinggir

sungai dan diatas bekoan sehingga rawan banjir pada saat musim hujan. Konstruksi rumah panggung di Jembatan II tergolong permanen, dalam arti berdinding dan berlantai papan serta beratap seng. Beberapa rumah tergolong semipermanen, dalam arti berdinding dan berlantai papan serta beratap terpal. Sedang beberapa rumah lagi tergolong nonpermanen, dalam arti berlantai papan namun dinding dan atapnya terpal.

Ukuran rumah beragam antara lain 4 x 6 meter, 5 x 6 meter atau 6 x 10 meter. Tiang-tiang penyanggah rumah menggunakan kayu merah. Sedangkan untuk dinding dan lantai menggunakan kayu kelakok. Kayu merah dan kayu kelakok yang dipilih karena kayu tersebut kuat dan tahan lama. Biasanya bisa tahan sampai 15 tahun. Rumah Orang Sakai yang menggunakan atap dan dinding terpal biasanya adalah milik mereka yang mempunyai rencana akan pindah. Mereka pindah karena akan mencari kayu ditempat lain.

Sebuah rumah pada umumnya terdiri dari ruang tamu yang sekaligus untuk ruang menonton televisi, dapur dan hanya memiliki satu kamar. Sebagian Orang Sakai menggunakan kasur untuk alas tidur dan sebagian lainnya menggunakan tikar saja. Ada pula sebagian dari mereka yang tidur diatas tempat tidur dari besi atau kayu. Lantai rumah dan dinding rumah tidak dapat tersusun rapat. Terdapat lobang-lobang atau celah-celah di antara papan-papan yang disusun untuk lantai maupun dinding rumah sehingga angin dengan bebas berhembus masuk kedalam rumah. Selain itu hal tersebut menimbulkan banyaknya nyamuk yang masuk jika malam tiba. Ada pula Orang Sakai yang menggunakan karpet plastik untuk lantai rumah mereka.

Orang Sakai Jembatan II melakukan aktivitas mandi, mencuci dan buang air seluruhnya di sungai. Rumah-rumah yang berada di pinggir sungai atau diatas bekoan membuat rakit untuk keperluan mandi, mencuci, dan buang air. Sedangkan rumah yang jauh dari sungai pada umumnya tidak memiliki kamar mandi dan mereka juga ke sungai. Rakit dibuat dari kayu yang dapat terapung misalnya kayu meranti, kayu pisang-pisang, dan kayu mentangur.

Perlengkapan rumah tangga berupa meja dan kursi tamu, lemari dan peralatan dapur hanya dimiliki lengkap oleh sekitar 5 rumah saja. Penduduk masih memasak dengan kompor yang berbahan bakar minyak tanah. Setiap rumah menggunakan mesin untuk penerangan ketika malam hari. Seorang warga yang mengusahakan disel listrik biasanya digunakan untuk 2-3 rumah. Diesel listrik dihidupkan pukul 18.30wib dan akan dimatikan pukul 21.30wib. Terkadang siang hari pun hidup pukul 13.00wib atau 14.00wib. Sedangkan sebagian rumah warga lain menggunakan lampu minyak tanah untuk penerangan. Padahal terlihat dipinggir jalan tiang-tiang listrik milik PT CPI.

Pemilikan peralatan elektronik yang hampir seluruh warga miliki adalah radio dan televisi. Kedua alat itu lebih dimanfaatkan sebagai sarana hiburan dari pada penambah pengetahuan. Sementara itu sarana transportasi pribadi yang merata adalah sepeda motor. Rumah Orang Sakai yang umumnya memiliki ruangan yang kurang luas ataupun yang berada diatas sungai dan bekoan tidak bisa menyimpan kendaraan roda dua mereka di rumah. Mereka akan menitipkan kendaraan roda dua tersebut kepada tetangga atau sanak keluarga yang rumahnya lebih luas atau berada di tanah yang datar.

Pada masa lampua rumah panggung Orang Sakai di Jembatan II ini dibangun diatas tiang-tiang yang tingginya kira-kira 130 cm sampai dengan 180 cm. Tiang-tiang rumah dan gelar-gelarnya (kayu-kayu penyangga yang memanjang dan melintang) terbuat dari kayu-kayu gelondongan yang besar dan kecil, sedangkan lantai dan dinding rumah terbuat dari kulit kayu. Atap rumah terbuat dari jalinan daun kapau, daun rumbia, atau alang-alang. Rumah dibangun

sambungan di antara bahan-bahan material rumah diikat dengan tali yang terbuat dari rotan.

Gambar 4: Bentuk perumahan yang dibuatkan oleh pemerintah

Pada tahun 2010 pemerintah membuat rumah layak huni yang diperuntukan oleh Orang Sakai yang ada di Jembatan II. Rumah layak huni ini dibangun di ujung perkampungan. Rumah ini terdiri dari 16 rumah yang saling berhadapan. Rumah tersebut terbuat dari kayu dan berpondasikan beton. Jendela rumah menggunakan kaca nako. Rumah ini terdiri dari 2 kamar dan 1 dapur. Rumah tersebut berjarak sekitar 1 meter antar rumah. Kayu-kayu untuk halaman rumah tidak tersusun rapi membuat pengguna jalan harus berhati-hati. Ketinggian panggung rumah sekitar 2 meter. Terlihat di bawah rumah panggung ini sampah-sampah yang dibuang sembarangan. Terdapat tangki air berukuran 1000 liter pada setiap rumah. Akan tetapi tangki-tangki tersebut dijual oleh Orang Sakai dan hanya sedikit sekali yang tidak menjualnya.

Rumah yang dibangun oleh pemerintah diperuntukkan bagi Orang Sakai yang memiliki rumah tidak layak huni dan Orang Sakai yang sudah lama tinggal di Jembatan II. Akan tetapi rumah tersebut dengan mudahnya mereka perjual belikan. Salah satunya seperti Ibu Erma yang mendapat rumah karena Ia adalah seorang janda dan terbilang sudah lama tinggal di Jembatan II. Ibu Erma menjual rumah tersebut pada kerabatnya karena rumah yang Ia tempati masih dapat diperbaiki. Ada pula Orang Sakai yang menempati rumah tersebut dan akan pindah ke tempat lain, maka mereka membongkar bangunan rumah dan dibawa untuk dibangun kembali di tempat lain.

Gambar 5: Rumah jatah yang dibongkar pemiliknya untuk dibawa ke tempat lain.

Dalam 1 rumah biasanya terdiri dari suami, istri dan anak yang belum menikah. Beberapa dari mereka lebih senang tidur di ruangan tamu yang sekaligus ruangan menonton televisi ketimbang di dalam kamar. Kamar biasanya hanya untuk tempat menyimpan kasur dan bantal saja.

Apabila ada yang akan membangun rumah biasanya mereka akan mengerjakannya secara gotong royong. Ada pula yang membangun sendiri pondasinya terlebih dahulu, dan seterusnya akan dikerjakan secara bersama-sama. Rumah yang dikerjakan secara bergotong royong ini akan selesai hanya dalam 1-2 hari saja.

Gambar 6: Warga yang sedang membangun pondasi rumah

Dalam hal memperbaiki rumah biasanya hanya dikerjakan oleh anggota keluarga. Perbaikan rumah biasanya pada tiang-tiang penyanggah rumah. Tiang penyanggah rumah yang sudah mulai lapuk akan digantikan dengan tiang penyangga yang baru. Cara menggantikannya adalah dengan meletakkan tiang penyanggah disebelah penyangga tiang yang lapuk tersebut. Kayu dipukul-pukul menggunakan broti hingga sejajar dengan penyangga tiang yang sudah lapuk. Sedangkan tiang penyangga rumah yang lapuk tidak diambil melainkan dibiarkan saja. Untuk mengganti tiang penyanggah rumah ini tidak bisa dikerjakan oleh 1 orang dan biasanya dikerjakan oleh 2 orang.

Gambar 7: Mengganti tiang penyanggah rumah

Rumah yang atap dan dindingnya menggunakan terpal biasanya hanya bertahan 3 bulan. Setelah 3 bulan maka mereka harus mengganti dengan terpal yang baru. Menurut mereka sebenarnya rugi apabila menggunakan atap terpal. Mereka harus mengeluarkan biaya secara rutin untuk membeli terpal. Akan tetapi karena pertimbangan mereka akan pindah suatu saat maka mereka tetap memilih atap terpal.

Rumah yang beratap terpal ini berlantai papan dan sebagian rumah tidak mempunyai pintu serta jendela. Jika ingin masuk dan keluar rumah tinggal membuka lipatan tenda di bagian depan. Rumah ini hanya berisi peralatan masak dan kasur gulung atau tikar untuk tidur. Sedangkan untuk mencuci, mandi dan buang air mereka akan melakukannya di sungai atau di bekoan.

Gambar 8: Salah satu rumah Orang Sakai yang beratap terpal

Di pusat pemukiman Orang Sakai terdapat bangunan-bangunan umum yaitu sebuah Masjid, sebuah gedung sekolah dasar dan sebuah lapangan olah raga untuk bermain sepak bola. Selain itu, ada pula beberapa warung es dan jajanan.

Bangunan Masjid berada di tepi jalan Jembatan II, berseberangan dengan bangunan sekolah dasar. Masjid di Jembatan II sudah ada sejak 1990-an namun letaknya tidak di tempat yang sekarang. Masjid awalnya berdiri di pinggir sungai sebelah jembatan. Bangunan Masjid awalnya berbentuk panggung yang sangat sederhana tanpa kubah yang menyerupai bangunan rumah dengan tinggi tiang penyanggah sekitar 1 meter. Selain itu keadaan Masjid ini juga sangat memprihatinkan. Masjid akan goyang apabila dipenuhi jamaah. Kayu untuk membangun Masjid ini berasal dari Bapak Bahtiar (pemilik kilang kayu dan ketua RW 9).

Gambar 9: Masjid di Jembatan II

Pada tahun 1996 bangunan Masjid dipindahkan di tengah pemukiman Orang Sakai. Masjid dibangun akan tetapi tidak permanen. Hingga kemudian Masjid tersebut diperbaiki dan dibangun secara permanen dengan dinding dan lantai papan serta beratap seng. Bangunan Masjid baru ini tidak berbentuk panggung melainkan bangunan yang rapat dengan tanah. Selain itu ada sarana yang cukup menunjang para jamaah di Masjid ini, antara lain berupa pengeras suara dengan sumber mesin disel, mimbar dan tikar atau karpet plastik. Luas bangunannya sekitar 10 x 13 meter persegi berada pada areal tanah yang luasnya sekitar 20 x 20 meter persegi. Masjid dipagar keliling dengan menggunakan kayu sehingga memperindah Masjid. Masjid ini dapat menampung sekitar 100 jemaah. Pembangunan Masjid keseluruhannya dibiayai oleh Bapak Bahtiar.

Lapangan olah raga yang ada di pemukiman Orang Sakai di Jembatan II adalah lapangan sepak bola. Lapangan ini terletak di tengah pemukiman, tepatnya dibelakang Masjid dan didepan pekarangan bangunan Sekolah Dasar yang baru. Lapangan sepak bola ini berupa tumpukan serbuk kayu yang sudah padat.

Anak-anak dan remaja Sakai setiap sore sekitar pukul 16.30 wib berlatih sepak bola. Tim anak-anak Sakai sering bertanding dengan tim sepak bola lain. Misalnya bertanding dengan tim sepak bola dari kilometer 6 Rangau dan kilometer 10 Rangau. Mereka bertanding biasanya di lapangan bola kilometer 10 Rangau. Tim anak-anak Sakai jika bertanding biasanya mendapat juara satu.

Pada tahun 2010 kegiatan olah raga bola voli juga dilakukan oleh Orang Sakai di Jembatan II. Mulai dari remaja hingga orang dewasa suka bermain bola voli. Peralatan bola voli di beli oleh Ibu Erleni (istri Bapak Bahtiar) begitu juga dengan Netnya. Tim bola voli warga Jembatan II juga sering bertanding dan biasanya mendapat juara dua. Akan tetapi sejak Ibu Erleni masuk penjara kegiatan bola voli tidak dilakukan lagi. Bahkan setelah Ibu Erleni keluar dari penjara kegiatan ini masih tidak dilakukan lagi.

Gambar 10: Anak-anak dan remaja bermain sepak bola

Terdapat 9 warung di Jembatan II, yang terdiri dari 3 warung menjual keperluan sehari-hari seperti beras, gula pasir, garam, cabai, bawang, dan minyak tanah. Sedangkan selebihnya adalah warung jajanan dan es. Pasar di jalan Rangau

menjadi ramai pada hari pekan yaitu Selasa dan Jum’at. Para ibu sewaktu-waktu berbelanja keperluan dapur ke pekan selasa dan jum’at tersebut. Orang Sakai di Jembatan II jarang pergi ke Kota Duri karena jaraknya yang jauh. Selain itu ada pula setiap pagi pedagang keliling yang menjajakan sayur dan ikan masuk ke desa ini.