• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Kehidupan Orang Sakai (Studi Etnografi Mengenai Dinamika Kehidupan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Dinamika Kehidupan Orang Sakai (Studi Etnografi Mengenai Dinamika Kehidupan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau)"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DINAMIKA KEHIDUPAN ORANG SAKAI

(Studi Etnografi Mengenai Dinamika Kehidupan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten

Bengkalis, Riau)

SKRIPSI

Oleh:

RAHMAH ARIASTI 090905016

DEPARTEMEN ANTROPOLOGI SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PERNYATAAN ORIGINALITAS

DINAMIKA KEHIDUPAN ORANG SAKAI

(Studi Etnografi Mengenai Dinamika Kehidupan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten

Bengkalis, Riau)

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau pernah diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan di sini, saya bersedia diproses secara hukum dan siap menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, November 2013

(3)

ABSTRAK

Rahmah Ariasti, 2013. Judul skripsi: Dinamika Kehidupan Orang Sakai (Studi Etnografi Mengenai Dinamika Kehidupan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau). Skripsi ini terdiri dari 5 Bab, 154 halaman dan 8 tabel.

Tulisan ini mengkaji dinamika yang terjadi dalam kehidupan Orang Sakai. Penelitian ini dilakukan di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau. Lokasi ini dikelilingi hutan gundul dan sebuah sungai yang membelah perkampungan. Mayoritas penduduk RW 09 adalah etnis Sakai yang beragama Islam. Wilayah Kecamatan Mandau termasuk wilayah Jembatan II yang dijadikan sebagai pusat kegiatan eksplorasi minyak, perkebunan kelapa sawit, usaha Hutan Tanaman Industri (HTI) membuat wilayah-wilayah hutan di wilayah ini dibuka secara bertahap dan terus-menerus. Kehidupan Orang Sakai yang bergantung dari hutan dan sungai pun mengalami perubahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode ini digunakan untuk menggambarkan secara mendalam tentang dinamika yang terjadi pada Orang Sakai. Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik wawancara dan observasi partisipasi dengan Orang sakai terkait dengan masalah yang diteliti.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana sejarah kedatangan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis Desa Petani, bagaimana kehidupan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis Desa Petani, bagaimana hubungan antara Orang Sakai dengan alam sebelum dan setelah terjadinya perubahan ekologi di wilayah tersebut.

(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya

kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kemudahan, kelancaran dan kemurahan rezeki sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan di

Departemen Antropologi Sosial FISIP USU dan menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa tidak akan dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa adanya saran, bimbingan dan dukungan dari semua pihak.

Oleh karena itu, penulis memberikan penghargaan sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis Bapak Rasmiadi dan Ibu Supriati yang sangat penulis cintai dan sayangi. Terima kasih atas kasih sayang, ketulusan, dukungan

moral dan materi yang diberikan selama penulis menyelesaikan pendidikan. Semoga Allah SWT memberikan kesehatan dan kemurahan rezeki kepada Bapak

dan Ibu.

Penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada Bapak Farid

Aulia S.Sos, MSi, selaku Dosen Pembimbing skripsi. Terima kasih atas bimbingan dan arahannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih telah meluangkan waktu dan tenaganya untuk memberikan kritik dan

saran-sarannya untuk kesempurnaan skripsi ini.

Selanjutnya, ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada: Bapak Prof. Dr. Badaruddin, selaku Dekan FISIP USU; Bapak Dr. Fikarwin Zuska,

selaku ketua Departemen Antropologi Sosial FISIP USU; Drs. Agustrisno MSP., selaku Sekretaris Departemen Antroplogi Soial FISIP USU; Ibu Sri Alem Br

(5)

Berutu MA dan Ibu Dra. Nita Savitri, M.Hum selaku Dosen Penasihat Akademik selama menjalani perkuliahan di Antropologi Sosial FISIP USU; Para Dosen

Departemen Antopologi Sosial, Staf Administrasi Departemen Antropologi, Staf Pegawai FISIP, Pegawai Perpustakaan FISIP dan Pegawai Perpustakaan USU.

Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Bahtiar selaku ketua

RW 09 dan Bapak Adim selaku ketua RT 01 Jembatan II Desa Petani yang telah memberikan izin kepada penulis untuk meneliti; Bapak Hendra Yadi selaku ketua

RT 02 Jembatan II Desa Petani yang telah memberikan data kependudukan; Ibu Erleni yang telah mencarikan tempat tinggal untuk penulis; Ibu Erma yang telah memberikan tempat tinggal selama penulis meneliti di Jembatan II, Desi dan Neli

yang telah menjadi teman baik selama penulis melakukan penelitian, dan semua warga Jembatan II yang telah menerima penulis dengan hangat.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Misyono, S.Pd

selaku Kelapa Sekolah yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengajar di SD 69 Petani serta memberikan data kesiswaan; Bapak Drs.Dalana

selaku guru pengajar pertama di SD Jembatan II dan telah menceritakan awal berdirinya sekolah di Jembatan II; Ibu Yarmiati, R S.Ag, Ibu Adinar Aritonang, Ibu Zulaikah, Ibu Sri Fitriani, Bapak Alderta, dan Bapak Boniran yang telah

berbagi pengalaman suka dan duka dalam mengajar siswa-siswa di SD 69 Petani.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada kakak dan adik-adik

penulis yaitu Rahmah Daniati, Tri Sila Rahmah Wati, Rasti Fadillah Rahma Wati dan Mu’arif Mahfud yang telah memberikan dukungan dalam menyelsaikan

(6)

memberi dukungan kepada penulis selama menyelesaikan pendidikan. Kakek Suadi yang telah mengantarkan penulis ke lokasi penelitian dan membantu penulis

untuk mendapatkan izin dari masyarakat Sakai agar dapat melakukan penelitian dan tinggal bersama mereka, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga kakek diberikan kesehatan dari Allah SWT.

Kepada kerabat Antropologi 2009, Ayu Nurul Husnaini, Tetty Yunita Gultom, Teresha Meilani Hutagalung, Razakiko Harkani Lubis, Yayuk

Yusdiawati, Endang PS Tel, Anggun Nova Sastika, Yustina Pane, Yohana Berlianan, Creysant Lasty, Sri Fusanti, Elisa Novarita Kahar, Nelvi Gusliana, Marlina Irene Hutagalung, Sentani Br Purba, Rona Maria Girsang, Intan Inayati

Taro, Naya Adluna, Sri Widari Zulfa, Indah Fikria Aristi, Irfan Maulana, Imanda Hutapea, Samuel Juniko Sagala, Alkindi Harley, Abdul Rahman Matondang, dan

lainnya, penulis ucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuannya.

Kepada teman-teman kos yakni Ajeng Devira Lubis, Riri Tegar Lubis, Nirmala Evri Hasibuan, Siti Aminah, Kiki Damayanti, Dian Mustika Putri Lubis,

Mas Bintang, Sri Rizki Fitri, kakak Riri Anisanti, kakak Sri Ingeten Tarigan, kakak Devi Oktavia, kakak Rahmaita Syukri Rambe, kakak Devi Farima, dan Kakak Yeni, terima kasih atas do’a, dukungan, semangat dan bantuan yang selalu

diberikan kepada penulis.

Kepada sahabat-sahabat SMP yakni Maman Suryaman, Ahmad Yani, Siti

Aniroh, Eko Yuni, Ali Imran, dan Sri Wahyuni, penulis ucapkan terima kasih atas dukungannya. Kepada Abang Julianto yang telah memberikan kasih sayang,

(7)

ucapkan terima kasih. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada kesempatan ini yang telah membantu dalam penulisan dan proses

studi penulis ucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan, untuk itu masukan-masukan dari berbagai pihak sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan peneliti lainnya serta pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, November 2013

Penulis

(8)

RIWAYAT HIDUP

Rahmah Ariasti, lahir pada tanggal 25

Maret 1992 di Pelita, Rokan Hilir, Riau. Anak kedua dari 5 (lima) bersaudara dari pasangan Bapak Rasmiadi dan Ibu

Supriati, beragama Islam. Menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 006 Pelita,

Bagan Sinembah, Rokan Hilir, Riau pada tahun 2003, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Bagan Sinembah, Rokan

Hilir, Riau pada tahun 2006 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri I Tanah Jawa, Simalungun, Sumatera Utara pada

tahun 2009. Kemudian melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi dengan terlebih dahulu mengikuti UMB PTN di Universitas Sumatera Utara Pada tahun 2009. Program Studi yang diambil adalah Ilmu Antropologi Sosial Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Alamat ema

Berbagai kegiatan yang dilakukan selama masa studi antara lain:

• Bendahara OSIS di SMP Negeri 2 Bagan Sinembah pada tahun

2005-2006.

• Anggota Palang Merah Remaja (PMR) di SMA Negeri 1 Tanah Jawa

Simalungun pada tahun 2006-2009.

• Mengikuti Seminar “Roadshow Film Dokumenter dan Diskusi Publik

(9)

• Anggota Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) Antopologi Sosial USU

pada tahun 2011.

• Mengikuti Pelatihan “Training of Facilitator” angkatan I oleh Departemen

Antropologi Sosial USU pada tahun 2012.

• Anggota INSAN Antropologi Sosial FISIP USU sejak tahun 2009 hingga

(10)

KATA PENGANTAR

Skripsi merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di

Departemen Antropologi Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Dalam rangka memenuhi persyararatan tersebut penulis telah menyusun sebuah skripsi dengan judul DINAMIKA KEHIDUPAN

ORANG SAKAI (Studi Etnografi Mengenai Dinamika Kehidupan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis, Desa Petani, Kecamatan

Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau).

Pada bagian Pendahuluan diuraikan garis besar penulisan secara menyeluruh, antara lain dikemukankan Latar Belakang Masalah, Tinjauan

Pustaka, Perumusan Masalah Penelitian sehingga dapat diketahui apa yang ingin dikemukakan dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya diuraikan juga Tujuan dan

Manfaat Penelitian, Metode Penelitian yang terdiri dari Teknik Pengumpulan Data serta Rangkaian Pengalaman Penulis di lapangan. Penguraian pada bab ini, dimaksudkan agar dapat memberikan gambaran secara keseluruhan mengenai

materi penulisan yang dimaksud.

Pada pembahasan Bab II diuraikan mengenai gambaran umum. Pada bagian ini diuraikan Sejarah Daerah Riau, Sejarah Dan Muasal Orang Sakai,

Asal-Usul Nama Dusun Buluh Manis, Sejarah Keberadaan Perusahaan Minyak Dan Perusahaan Perkebunan di Bumi Sakai, Letak Geografis, Luas Wilayah,

(11)

Pada Bab III diuraikan mengenai Kehidupan Ekonomi, Sosial dan Budaya Orang Sakai di Jembatan II. Pada bab ini diuraikan Pola Pemukiman Orang Sakai

di Jembatan II, Mata Pencaharian Orang Sakai, Ekonomi dan Pola Kehidupan Sehari-hari, Pendidikan, Sistem Kemasyarakatan, Pola Perkawinan, Agama dan Magi, Kesehatan serta Pengobatan Tradisional.

Bab IV diuraikan mengenai Dinamika Kehidupan Orang Sakai di Jembatan II Serta Hubungan Orang Sakai dengan Alam. Pada bab ini diuraikan Awal

Kedatangan Orang Sakai di Jembatan II serta Hubungan Orang Sakai dengan Alam, Hubungan Orang Sakai dengan Alam Sebelum berubahnya ekologi, Hubungan Orang Sakai dengan Alam Setelah berubahnya ekologi, Keterpurukan

Setelah Razia Kilang Kayu, Pembukaan Kilang Kayu Secara Sembunyi-Sembunyi, Keadaan Masyarakat Sakai di Wilayah lain.

Bab V berisikan Penutup yang berupa Kesimpulan dan Saran. Pada bagian ini penulis menyampaikan beberapa kesimpulan dari hasil penelitian melalui jawaban dari pemasalahan penelitan. Penulis juga menyampaikan saran-saran

yang dapat dipertimbangkan untuk masyarakat yang diteliti, untuk perusahaan-perusahaan di wilayah pemukiman Orang Sakai, serta Pemerintah setempat.

Pada bagian akhir skripsi ini, penulis juga membuat daftar pustaka sebagai bahan referensi dari skripsi serta lampiran-lampiran yang menunjang penyusunan skripsi, antara lain foto lapangan, pedoman wawancara, daftar informan, surat

(12)

Penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena

keterbatasan kemampuan, pengetahuan, materi, dan pengalaman penulis. penulis mengharapkan kritik dan saran maupun sumbangan pemikiran yang sifatnya membangun dari berbagai pihak untuk menyempurnakan skripsi ini.

Medan, November 2013 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ... Halaman Pengesahan ...

Pernyataan Originalitas ... i

Abstrak ... ii

Ucapan Terima Kasih ... iii

Riwayat Hidup ... vii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xii

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Gambar ... xv

Bab 1 Pendahuluan ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 6

1.2Tinjauan Pustaka ... 14

1.3Perumusan Masalah ... 14

1.4Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 14

1.5Metode penelitian ... 15

1.5.1 Teknik Pengumpulan Data ... 15

1.5.2 Rangkaian Pengalaman di Lapangan ... 17

Bab II Gambaran Umum ... 34

2.1 Sejarah Daerah Riau ... 34

2.2 Sejarah Dan Asal-Muasal Orang Sakai ... 38

2.3 Asal-Usul Nama Dusun Buluh Manis ... 41

2.4 Sejarah Keberadaan Perusahaan Minyak Dan Perkebunan di Bumi Sakai ... 42

2.5 Letak Geografis, Luas Wilayah, Dan Lingkungan Alam ... 47

2.5.1 Letak Geografis ... 47

2.5.2 Luas Wilayah ... 48

2.5.3 Lingkungan Alam ... 50

2.6 Kependudukan ... 51

2.7 Sarana Dan Prasarana Desa ... 54

2.7.1 Sarana Pendidikan ... 54

2.7.2 Sarana Kesehatan ... 54

2.7.3 Sarana Jalan Desa ... 55

2.8 Bahasa ... 55

Bab III Kehidupan Ekonomi, Sosial dan Budaya ... 57

3.1 Pola Pemukiman ... 57

3.2 Mata Pencaharian ... 68

3.2.1 Mencari Kayu ... 68

3.2.2 Menangkap Ikan Di Sungai ... 72

(14)

3.2.4 Mengumpulkan Kayu Api ... 79

3.2.5 Buruh Angkut Kayu ... 80

3.2.6 Satpam di PT Chevron Pacific Indonesia ... 81

3.2.7 Membersihkan Ladang Orang ... 82

3.2.8 Mengikat Kayu ... 82

3.3 Ekonomi dan Pola Kehidupan Sehari-hari ... 83

3.4 Pendidikan ... 92

3.5 Sistem Kemasyarakatan ... 107

3.5.1 Kekerabatan ... 107

3.5.2 Hubungan Ketetanggaan ... 110

3.5.3 Kepemimpinan ... 111

3.6 Pola Perkawinan ... 112

3.7 Agama dan Magi ... 116

3.7.1 Agama ... 116

3.7.2 Magi ... 118

3.8 Kesehatan ... 120

3.8.1 Kesehatan Tubuh ... 120

3.8.2 Kesehatan Lingkungan ... 122

3.9 Pengobatan Tradisional ... 124

Bab IV Dinamika Kehidupan Orang Sakai di Jembatan II Serta Hubungan Orang Sakai dengan Alam ... 126

4.1Awal Kedatangan Orang Sakai di Jembatan II serta Hubungan Orang Sakai dengan Alam ... 126

4.2Hubungan Orang Sakai dengan Alam Sebelum Berubahnya Ekologi ... 129

4.3Hubungan Orang Sakai dengan Alam Setelah Berubahnya Ekologi ... 132

4.4Keterpurukan Setelah Razia Kilang Kayu ... 143

4.5Pembukaan Kilang Kayu Secara Sembunyi-Sembunyi ... 144

4.6Keadaan Masyarakat Sakai di Wilayah lain ... 148

Bab V Kesimpulan Dan Saran ... 151

5.1 Kesimpulan ... 151

5.2 Saran ... 153

Daftar Pustaka ... 155 Lampiran :

1. Foto Lapangan 2. Pedoman Wawancara 3. Daftar Informan

4. Surat Keterangan Penelitian 5. Peta Desa Petani

(15)

DAFTAR TABEL

Judul Halaman

Tabel I Luas Wilayah Kecamatan Mandau Menurut Desa/ Kelurahan ... 49

Tabel II Data Penduduk Menurut Usia di Jembatan II ... 51

Tabel III Data Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Jembatan II ... 52

Tabel VI Data Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di Jembatan II ... 53

Tabel V Data Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Jembatan II ... 53

Tabel VI Daftar Urut Kepangkatan SD Negeri 69 Petani Kecamatan Mandau ... 99

Tabel VII Daftar Nama Siswa Tidak Aktif di SDN 69 Petani ... 100

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Pemukiman Orang Sakai di pinggir sungai Jembatan II ... 57

Gambar 2: Pemukiman Orang Sakai yang berada diatas sungai ... 58

Gambar 3: Kegiatan mencuci dan mandi di atas rakit ... 59

Gambar 4: Bentuk perumahan yang dibuatkan oleh pemerintah ... 61

Gambar 5: Rumah jatah yang dibongkar pemiliknya untuk dibawa ketempat lain ... 62

Gambar 6: Warga yang sedang membangun pondasi rumah ... 63

Gambar 7: Mengganti tiang penyanggah rumah ... 64

Gambar 8: Salah satu rumah Orang Sakai yang beratap terpal ... 65

Gambar 9: Masjid di Jembatan II ... 66

Gambar 10: Anak-anak dan remaja bermain sepak bola ... 67

Gambar 11: Kayu cerocok yang berdiameter 5 cm ... 69

Gambar 12: Kayu yang dibawa setelah pulang mandah ... 70

Gambar 13: Kayu berdiameter sekitar 20cm yang ada di kilang ... 71

Gambar 14: Orang sakai yang sedang memancing ... 73

Gambar 15: Hasil tangkapan ikan dengan menggunakan alat Taju ... 74

Gambar 16: Lukah Kantor ... 76

Gambar 17: Lukah Pengilar ... 77

Gambar 18: Seorang mengambil uang sumbangan ... 78

Gambar 19: Melangsir Kayu Api ... 80

Gambar 20: Mengangkut kayu ... 81

Gambar 21: Mengasap ikan ... 85

Gambar 22: Mengasin ikan ... 86

Gambar 23: Ubi Menggalo ... 87

Gambar 24: Anak-anak bermaian pada sore hari ... 91

(17)

Gambar 26: Bangunan sekolah yang dibangun pada tahun 2012 dari Alokasi

Dana Desa tahun 2011 ... 94

Gambar 27: Salah satu ruang kelas yang disekat untuk kelas 4 dan kelas 5 ... 95

Gambar 28: Jembatan sekolah yang ambruk karena diterjang angin pada tahun 2012 ... 96

Gambar 29: Siswa yang dibariskan di teras sekolah saat upacara bendera yang hanya menyanyikan lagu-lagu kebangsaan ... 97

Gambar 30: Salah seorang guru sedang mengajar kelas 3 yang muridnya berjumlah 4 orang ... 100

Gambar 31: Salah seorang guru yang mengajar kelas 2 dengan murid yang hanya 2 orang ... 101

Gambar 32: Anak-anak yang lepas dari sekolah sedang bermain di halaman sekolah ... 104

Gambar 33: Dinas kesehatan setempat bersama anak-anak kebidanan membagikan sikat gigi dan pasta gigi untuk siswa-siswa ... 105

Gambar 34: Surat keterangan kelahiran anak yang dimiliki oleh Orang Sakai ... 115

Gambar 35: Tengarang ... 118

Gambar 36: Tangkal ... 119

Gambar 37: Kuku tangan salah satu anak yang panjang dan kotor ... 121

Gambar 38: Anak-anak yang bermain tanpa memperhatikan kebersihan tubuh dan pakaiannya ... 122

Gambar 39: Kandang ayam yang berada di dapur ... 124

Gambar 40: Daun Esam ... 125

Gambar 41: Sungai Jurong Jembatan II ... 126

Gambar 42: Seorang anak membawa Ago ... 130

Gambar 43: Lahan yang akan dijadikan kebun kelapa sawit si samping pemukiman Orang Sakai di Jembatan II ... 133

Gambar 44: Area bekas berdirinya kilang kayu ... 139

Gambar 45: Mobil dan kayu yang disita polisi ... 142

Gambar 46: Kilang kayu yang baru berdiri ... 145

Gambar 47: Tumpukan kayu yang telah dilangsir dari kilang ... 146

(18)

ABSTRAK

Rahmah Ariasti, 2013. Judul skripsi: Dinamika Kehidupan Orang Sakai (Studi Etnografi Mengenai Dinamika Kehidupan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau). Skripsi ini terdiri dari 5 Bab, 154 halaman dan 8 tabel.

Tulisan ini mengkaji dinamika yang terjadi dalam kehidupan Orang Sakai. Penelitian ini dilakukan di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau. Lokasi ini dikelilingi hutan gundul dan sebuah sungai yang membelah perkampungan. Mayoritas penduduk RW 09 adalah etnis Sakai yang beragama Islam. Wilayah Kecamatan Mandau termasuk wilayah Jembatan II yang dijadikan sebagai pusat kegiatan eksplorasi minyak, perkebunan kelapa sawit, usaha Hutan Tanaman Industri (HTI) membuat wilayah-wilayah hutan di wilayah ini dibuka secara bertahap dan terus-menerus. Kehidupan Orang Sakai yang bergantung dari hutan dan sungai pun mengalami perubahan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif. Metode ini digunakan untuk menggambarkan secara mendalam tentang dinamika yang terjadi pada Orang Sakai. Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik wawancara dan observasi partisipasi dengan Orang sakai terkait dengan masalah yang diteliti.

Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana sejarah kedatangan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis Desa Petani, bagaimana kehidupan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis Desa Petani, bagaimana hubungan antara Orang Sakai dengan alam sebelum dan setelah terjadinya perubahan ekologi di wilayah tersebut.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Penelitian ini mengkaji kehidupan Orang Sakai di Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, Riau. Orang Sakai yang dimaksud adalah Orang

Sakai yang berada di kawasan Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis Desa Petani. Peneliti mendeskripsikan bagaimana kehidupan sehari-hari Orang Sakai

serta bagaimana hubungan Orang Sakai dengan lingkungan ekologi mereka. Fokus penelitian ini menjelaskan dinamika kehidupan Orang Sakai terkait perubahan lingkungan ekologi tempat mereka tinggal akibat berbagai hal salah

satunya karena keberadaan perusahaan eksplorasi minyak dan perusahaan perkebunan. Alasan peneliti melakukan penelitian terhadap Orang Sakai karena

kehidupan Orang Sakai yang tradisional berubah menjadi masyarakat yang semakin modern baik dalam sistem mata pencaharian, pendidikan anak, sistem kemasyarakatan, pola perkawinan, agama dan religi, serta kesehatan.

Orang Sakai hidup di kawasan rawa-rawa atau daerah berpaya-paya, di hutan, serta disekitar sungai. Orang Sakai bertahan hidup dengan bergantung pada hutan dan sungai tersebut. Meliputi berladang berpindah-pindah, menjerat atau

memburu hewan di hutan, mencari dan mengumpulkan hasil hutan serta menangkap ikan di sungai dan di rawa-rawa (Parsudi Suparlan, 1995).

Hutan-hutan di wilayah Kecamatan Mandau menurut Suparlan (1995) termasuk kedalam hutan tropik yang ditumbuhi bermacam tumbuhan. Dari

(20)

lunak dan kecil; dan dari tumbuhan yang merambat sampai dengan lumut dan berbagai jamur serta tumbuhan air. Hasil hutan yang dicari oleh Orang Sakai

antara lain kayu meranti, kayu balam, kayu gaharu (kayu bosi), rotan, damar, kemenyan, getah karet hutan dan sebagainya. Sedangkan jenis hewan yang ada di hutan tersebut seperti gajah, tapir, babi hutan, musang, monyet, ular, tupai,

kalong, tikus, ayam hutan, dan sebagainya. Sungai yang menghidupi Orang Sakai merupakan sungai-sungai kecil yang airnya hitam atau gelap kecoklat-coklatan.

Hewan yang terdapat di sungai tersebut seperti ikan toman, ikan patin, ikan gabus, ikan lele, ikan kayangan, ikan selais, ikan baung, udang galah, biawak, ular air, dan sebagainya (Suparlan, 1995:36-37).

Kehidupan Orang Sakai yang sangat bergantung pada lingkungan alam membuat mereka menjalin hubungan baik dengan lingkungannya. Dalam

berladang, memburu hewan di hutan dan menangkap ikan Orang Sakai memiliki cara dan aturan tertentu. Orang Sakai cenderung tidak mengeksploitasi lingkungannya. Hal tersebut didukung dengan tidak adanya teknologi yang

digunakan untuk memanfaatkan lingkungan hidup mereka.

Wilayah Kecamatan Mandau yang dijadikan sebagai pusat kegiatan eksplorasi minyak, membuat wilayah-wilayah hutan di kecamatan ini dibuka

secara bertahap dan terus-menerus. Selain itu wilayah tersebut juga dijadikan perkebunan karet dan kelapa sawit serta usaha Hutan Tanaman Industri (HTI).

(21)

Rab (2002:28) menjelaskan bahwa tempat beroperasinya perusahaan-perusahaan besar disana, dahulunya merupakan hutan dan belukar tempat orang

Sakai mencari makan. Mereka mengambil rotan, damar, getah rambung, lembuai jenis kayu dan hewan buruhan. Dari sungai, mereka dapat mengambil berbagai jenis ikan. Mereka menerapkan pertanian ladang berpindah dengan tanaman padi

ladang dan ubi manggalo. Dulu orang Sakai rata-rata memiliki lahan yang luas.

Pada saat perusahaan-perusahaan mulai membuka hutan dan belukar,

mereka banyak kehilangan tanahnya. Memang ada beberapa pihak membantu “pengganti” pada tanah penduduk yang diambil. Akan tetapi lebih banyak lagi yang seenaknya mencaplok itu tanah mereka tanpa permisi. Biaya pengganti tanah

juga sangat rendah dan sepihak. Perusahaan-perusahaan tersebut bergerak di berbagai bidang seperti explorasi minyak (PT Caltex Pacific Indonesia1

Ada pula artikel dalam kampungrison.wordpress.com (30/6/2009), yang ditulis Jelprison dengan judul Selama 20 Tahun Sakai Telah Berubah,

menyebutkan hutan-hutan yang dikelola oleh perusahaan itu ternyata dinilai tidak membawa keuntungan bagi masyarakat Sakai sendiri, bahkan Orang Sakai yang

lekat dengan hutan dan rimba ini tidak bisa memasuki wilayah hutan tanaman ),

perkebunan kelapa sawit dan karet (yang terbesar adalah PT Ivomas Tunggal dan PT Adei), PHP (diantaranya adalah PT Rokan Timber) dan terakhir adalah HTI (PT Indah Kiat). Selain itu terdapat perusahaan-perusahaan kecil dan menengah

milik perseorangan atau kelompok. Selain kepada perusahaan-perusahaan, lahan orang Sakai juga turut dihabiskan oleh para pendatang yang umumnya datang dari

(22)

industri yang dikelola perusahaan2. Selain itu terdapat juga artikel dalam www.riaupos.co (26/8/2012), yang ditulis Erwan Sani dengan judul Dari

Menangkap Ikan dan Berburu, Berpindah ke Tambak dan Bertani: Hutan Punah, Hidup Suku Sakai pun Berubah, menyebutkan Orang Sakai tak mudah lagi mengharapkan hasil hutan dan sungai. Apalagi setiap harinya jumlah tangkapan

ikan dari sungai-sungai yang ada semakin tak bisa dipastikan. Kadang-kadang turun ke sungai menggunakan sonik tak dapat ikan, kalaupun ada hanya bisa

untuk makan saja. Hal ini disebabkan semakin banyaknya anak-anak sungai yang mengering dan tak adanya hutan3

Uraian masalah diatas memperlihatkan adanya suatu perubahan lingkungan

ekologi yang menyebabkan berubahnya kehidupan Orang Sakai. Perubahan tersebut dapat menyangkut sistem mata pencaharian, sistem kekerabatan dan lingkaran hidup, magi, kepemimpinan dan keteraturan sosial, nilai-nilai

tradisional, aspek-aspek kehidupan sehari-hari, identitas dan selera. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan yang lebih baik maupun perubahan yang kurang

baik bagi kehidupan masyarakatnya. .

Salah satu contoh perubahan yang lebih baik karena perubahan lingkungan

ekologi dapat dilihat antara lain mengenai perubahan ekologi dalam kehidupan masyarakat Pulau Rote dan Sawu yang ditulis oleh Fox (1996). Fox menjelaskan peralihan mata pencaharian masyarakat Rote dan Sawu yang mula-mula adalah

petani ladang, kemudian pertanian yang semakin memburuk telah menimbulkan

2

Selama 20 Tahun Sakai Telah Beruba

3

(23)

tumbuhnya sabana palem seperti lontar dan gewang. Mereka mampu menyesuaikan diri dan bahkan membuat perekonomian mereka menjadi lebih baik

dengan memanfaatkan sabana palem yaitu lontar dan gewang tersebut.

Selain itu, contoh perubahan kurang baik karena masuknya teknologi baru dalam pertanian dapat dilihat mengenai perubahan sosial dan perkelahian politik

Masyarakat di Tengger yang ditulis oleh Hafner (1999). Hafner menjelaskan perubahan bentuk ekonomi masyarakat Tengger akibat pertumbuhan kapitalisme

industri. Pertumbuhan kapitalisme industri telah mengikis nilai-nilai tradisional, mereorganisasi aspek-aspek kehidupan sehari-hari, identitas dan selera yang berubah sesuai dengan kepentingan produksi dan status. Satu contoh lagi

mengenai perubahan yang kurang baik dari adanya bencana yang ditimbulkan oleh suatu industri dapat dilihat mengenai tulisan Adhan (2010). Adhan

menjelaskan masalah konflik tanah antara masyarakat Tanah Toa Kajang dengan PT LONSUM. Tanah masyarakat Tanah Toa Kajang dieksploitasi oleh Perusaaan perkebunan PT LONSUM. Ketersediaan tanah semakin berkurang membuat

masyarakat mulai mengeksploitasi tanah-tanah mereka dan tidak bisa lagi melakukan beberapa ritual yang berhubungan dengan penghargaan terhadap alam.

Hal ini lah yang mendasari peneliti untuk meneliti kehidupan Orang Sakai,

karena kehidupan Orang Sakai ikut berubah dengan perubahan lingkungan ekologi tempat mereka tinggal. Selain itu peneliti juga akan melihat bagaimana

(24)

1.2 Tinjauan Pustaka

Salim (1983:7-8) menjelaskan manusia menyesuaikan pola hidupnya

dengan irama yang ditentukan oleh lingkungan alam. Perubahan lingkungan alam berada diluar kendali tangan manusia, maka manusia memasrahkan diri kepada lingkungan. Ini melahirkan kebiasaan, tradisi, dan hukum-hukum tidak tertulis,

yang kemudian mengatur pergaulan hidup masyarakat. Naruli mempertahankan diri mendorong hasrat berkembang biak dan melangsungkan kehidupan. Untuk

mempertahankan kehidupan diri dan masyarakat yang kian banyak, manusia mulai menggunakan ilmu dan teknologi untuk menundukkan lingkungan alam. Sikap pasrah menjadi sikap mengendalikan lingkungan. Pola hidup yang

semulanya mengikuti irama dan hukum alam, kini ingin ditentukan oleh irama dan hukum masyarakat sendiri. Tradisi, kebiasaan, dan hukum tak tertulis berangsur-angsur disesak oleh hukum tertulis dan cara-cara yang berkembang di masyarakat

dalam menanggapi masalah baru. Semua ini menimbulkan perubahan yang dinamis sifatnya. Dalam kaitannya dengan studi ini, peneliti akan melihat apakah

Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis Desa Petani hidup lekat dengan alam dengan segala tradisi, kebiasaan dan hukum yang berlaku. Kemudian peneliti akan melihat apakah kehidupan Orang Sakai mengalami perubahan akibat

perubahan ekologi mereka.

Alfian (1983:58) menjelaskan manusia yang berhasil mengembangkan

(25)

kepentingan dirinya. Keserakahan manusia, tentunya mereka yang mampu menghimpun kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi, sering menyebabkannya

lupa tentang keterbatasan-keterbatasan alam itu sendiri sehingga pengeksploitasiannya secara berlebihan bukan lagi membawa kebahagiaan materi, melainkan berbalik mendatangkan malapetaka yang menyengsarakan. Dalam

kaitan dengan studi ini akan melihat bagaimana ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi Orang Sakai dalam memanfaatkan hutan dan sungai.

Daldjoeni (1982:46) menjelaskan lingkungan hidup adalah apa saja yang mempunyai kaitan dengan kehidupan pada umumnya dan kehidupan manusia khususnya. Oleh sebab itu, maka dunia hewan, tumbuh-tumbuhan dan zat-zat

hidup yang dibutuhkan bagi kebutuhan hidup, termasuk di dalam pengertian lingkungan hidup.

Sastrosupeno (1884:67-68) menjelaskan pada masyarakat sederhana, hubungan antara manusia dengan alam dan lingkungan sangat dekat dan erat. Saking eratnya sampai-sampai tumbuh kepercayaan yang dikenal dengan nama

totemisme4

4

Totemisme adalah suatu kepercayaan tentang asal-usul keturunan suatu masyarakat atau

. Didalam kepercayaan ini, maka seseorang dapat merupakan keturunan dari seekor binatang atau dari daun atau pohon tertentu. Timbul juga

kepercayaan bahwa roh nenek moyang kembali kepada pohon, batu, kayu, gunung, dan lain unsur alam. Untuk itu perlu diadakan penghormatan dan penghargaan kepada mereka. Keeratan hubungan antara manusia dengan alam dan

(26)

memang amat ditentukan oleh alam dan lingkungannya. Maka suatu kelompok masyarakat yang tinggal didaerah pegunungan, akan hidup secara otomatis

sebagai orang gunung misalnya mencari kayu bakar, membuat arang, mencari daun-daun untuk dijual dan berkebun atau berladang. Dalam kaitan dengan studi ini, peneliti akan melihat bagaimana hubungan Orang Sakai dengan alam mereka.

Kehidupan manusia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. Lingkungan fisik, lingkungan biologis serta lingkungan sosial

manusia akan selalu berubah dari waktu ke waktu (Amsyari, 1981:11-12). Begitu juga dengan Orang sakai yang mengalami perubahan dalam lingkungannya. Lingkungan fisik Orang Sakai yang terdiri dari hutan dan sungai, berubah menjadi

industri perminyakan dan perkebunan. Alam Orang Sakai secara otomatis berubah, ikan di sungai, hewan dan pohon-pohon di hutan mulai berkurang jumlahnya. Selain itu, semakin banyak Orang Sakai berinteraksi dengan orang

yang berada diluar kelompoknya membuat kehidupan Orang Sakai lebih modern. Hal inilah yang membuat Orang Sakai harus melakukan penyesuaian terhadap

perubahan-perubahan tersebut. Dengan kebudayaan yang dimiliki, manusia dapat berkembang dan tetap bertahan karena mereka mampu melakukan proses penyesuaian. Menurut Poerwanto (2005:61) kebudayaan merupakan seperangkat

gagasan-gagasan yang membentuk tingkah laku seseorang atau kelompok dalam suatu ekosistem.

(27)

manusia. Cara hidup yang berbeda yang diturunkan sebagai warusan sosial suatu masyarkat tidak hanya memberikan perangkat-perangkat kemampuan untuk

menjalani kehidupan tetapi juga perangkat rencana bagi hubungan antara manusia.

Poerwanto (2005:139-143) menjelaskan perubahan suatu lingkungan dapat pula mengakibatkan terjadinya perubahan kebudayaan, dan perubahan

kebudayaan dapat pula terjadi karena mekanisme lain seperti munculnya penemuan baru, difusi dan akulturasi. Dengan kebudayaan yang dimilikinya,

suatu masyarakat akan mengatur perilaku mereka dalam hubungannya dengan lingkungannya. Sahlins (dalam Poerwanto, 2005:140) mengatakan bahwa dalam menghadapi lingkungan fisik, manusia cenderung mendekatinya melalui budaya

yang dimilikinya, yaitu sistem simbol, makna dan sistem nilai.

Suparlan (1983:74) menjelaskan dalam masyarakat yang kompleks,

khususnya dalam masyarakat yang sedang mengalami proses perubahan kebudayaan, hubungan antara manusia dengan lingkungan alam dan fisiknya menjadi lebih intensif sehingga lingkungan sebagai sistem terganggu

keseimbangannya. Hal ini dapat terjadi pertama karena penekanan yang ada dalam kebudayaan tersebut adalah pada usaha untuk menaikkan tingkat kesejahteraan

hidup baik secara kualitas maupun secara kuantitas, yang mempunyai efek samping keapada adanya sifat rakus untuk mengeksploitasi sumber-sumber daya yang ada dalam lingkungannya semaksimal mungkin. Kerakusan dapat

(28)

menjadi tidak berlaku lagi, khususnya mekanisme kontrol yang mempunyai sanksi moral dan keagamaan.

Kedua, penekanan pada hal-hal yang rasional amat dilebih-lebihkan, yaitu hubungan sebab akibat antara gejala-gejala yang dapat diuji kebenarannya secara objektif dan empiris, yang membawa akibat sampingan bahwa tempat angker dan

upacara berkenaan dengan kepercayaan akan adanya makhluk gaib di sawah, di hutan, atau ditempat tertentu, menjadi tidak ada lagi. Ketiadaan

tempat tersebut disebabkan karena kepercayaan yang berkenaan dengan tempat-tempat tersebut dianggap sebagai tahyul, kepercayaan orang bodoh, atau juga dianggap sebagai menduakan Tuhan. Padahal secara tidak langsung adanya

kepercayaan tersebut merupakan mekanisme kontrol yang terselubung dalam kebudayaan agar manusia tidak menghabiskan sumber daya alam yang ada dalam

lingkungannya sehingga keseimbangan lingkungan terebut dapat dipertahankan.

Ketiga, kewibawaan makhluk halus yang menghini tempat-tempat angker tersebut dalam pengamatan manusia yang bersangkutan ternyata tidak dapat

dipertahankan dalam melawan teknologi modern. Hilanglah sudah kekuasaan para makhluk halus yang ada di hutan belantara dalam memberikan rasa takut kepada

manusia untuk merusak alam lingkungannya. Dalam kaitan dengan studi ini, peneliti akan melihat apa yang berubah dan apa yang tidak berubah dari kehidupan dan kebudayaan Orang Sakai setelah berubahnya lingkungan ekologis

mereka.

Fox (1996:79) menjelaskan mengenai perubahan ekologi dalam kehidupan

(29)

petani ladang, pertanian yang semakin memburuk telah menimbulkan tumbuhnya sabana palem seperti lontar dan gewang. Mereka terpaksa harus menyesuaikan

diri dengan keadaan lingkungan yang baru ketika usaha perladangan mulai gagal. Letak Pulau Rote dan Sawu yang terpencil membuat masyarakat pulau-pulau ini dapat mengadakan peralihan dari perladangan ke pemanfaatan sabana palem yaitu

lontar dan gewang tanpa campur tangan yang berarti dari luar. Masyarakat Pulau Rote dan Sawu akhirnya dalam kehidupannya sangat tergantung pada pohon

lontar. Dari batang, buah, tangkai dan daun, serta nira berguna bagi kehidupan masyarakat. Dalam kaitannya dengan studi ini, peneliti akan melihat bagaimana Orang Sakai dapat bertahan dengan perubahan alam yang dialami.

Steward (dalam Poerwanto, 2005:68-71) mengkaji keterkaitan hubungan antara teknologi suatu kebudayaan dengan lingkungannya, antara lain dengan menganalisis hubungan pola tata kelakuan dalam suatu komunitas dengan

teknologi yang dipergunakan. Sehingga warga dari suatu kebudayaan dapat melakukan aktivitas mereka dan akhirnya mampu bertahan hidup. Steward

memberikan contoh pada masyarakat yang telah mengenal sistem pertanian. Pertanian menetap membuat orang harus mengolah tanahnya secara intensif, karena itu muncul teknologi bajak, dan pemanfaatan ternak sebagai pengganti

energi manusia. Sebagai akibatnya, terjadilah perubahan struktur masyarakat pada bentuk-bentuk baru dan akhirnya berkembang pula irigasi untuk dapat mengolah

tanah yang tidak subur. Timbul lah suatu sistem irigasi dengan suatu organisasi dan orang-orang yang mengatur. Dalam kaitan dengan studi ini akan melihat adakah struktur masyarakat Sakai yang berubah dengan adanya perubahan ekologi

(30)

Hafner (1999:1-5) menjelaskan mengenai perubahan bentuk ekonomi masyarakat Tengger akibat pertumbuhan kapitalisme industri. Masyarakat

Tengger mengalami perubahan besar ketika masa Orde Baru mengambil alih kekuasaan. Rovolusi hijau merupakan proyek ekonomi yang dijalankan. Pertanian perkebunan yang subsisten berubah menjadi pertanian komersil dengan modal

intensif yang bergantung pada benih unggul, pestisida, fungisida dan pupuk. Pembangunan jalan-jalan memudahkan transportasi barang-barang konsumsi dan

semakin banyak campur tangan pemerintah. Barang konsumsi mewah melanda pasar-pasar di daerah pedalaman membuat terlihatnya yang kaya dan yang miskin. Pertumbuhan kapitalisme industri telah menggerogoti nilai-nilai tradisional,

mereorganisasi aspek-aspek kehidupan sehari-hari, identitas dan selera senantiasa berubah sesuai dengan kepentingan produksi dan status.

Sebagai contoh orang dataran tinggi yang tidak tertarik menggunakan

pakaian bagus dan makan makanan tertentu; pada musim panen semua orang bekerja sama-sama, hampir tidak mengenal sistem bagi hasil, sewa tanah,

hubungan patron-klien; tidak mengenal stratifikasi; dan bergantung pada tanahnya sendiri, bukan jaminan subsisten dati patron. Kini orang dataran tinggi persis seperti orang dataran rendah. Orang yang berkelebihan sifatnya memerintah,

orang yang berkelebihan musim panen tidak memanen sendiri hasil panennya, mereka mengingat-ingat apa saja yang pernah mereka berikan pada orang lain dan

(31)

sehari-hari, dan identitas Orang Sakai sesuai dengan kepentingan produksi dan status.

Adhan (2010) menjelaskan mengenai masalah konflik tanah masyarakat Tanah Toa Kajang dengan PT LONSUM dan kaitan antara bencana alam serta bencana sosial di Tanah Toa Kajang dengan keberadaan PT LONSUM. Terdapat

keterikatan batin antara masyarakat Tanah Toa dengan lingkungannya. Hutan, binatang, dan tanaman dalam kosmologi mereka adalah bagian dari manusia. Dan

karenanya masyarakat Tanah Toa menghormati, menyayangi dan memperlakukan layaknya makhluk hidup. Sehingga yang terjadi bukan penaklukan, eksploitasi dari manusia ke yang lain, tetapi bagaimana manusia dengan lingkungannya,

makanya pengolahan tanah bagi orang Kajang hanya bisa sekali setahun. Akan tetapi, kini semua hal itu tidak bisa lagi dilakukan.

Tanah dan sumber daya alam masyarakat Tanah Toa dieksploitasi oleh Perusaaan perkebunan PT LONSUM. Masyarakat tidak bisa lagi bertahan hanya menggarap sawah atau tanah sekali dalam setahun. Saat ini mereka mulai

menggarap sawah atau lahan-lahan mereka sampai dua kali bahkan tiga kali setahun. Mereka mulai mengeksploitasi tanah-tanah mereka, sebab ketersediaan

tanah semakin berkurang. Selain itu mereka tidak bisa lagi melakukan beberapa ritual yang berhubungan dengan penghargaan terhadap alam karena beberapa lokasi adat mereka telah dijadikan perkebunan. Oleh karena itu, Penelitian ini

(32)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana dinamika kehidupan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis Desa Petani ditinjau dari perubahan ekologi. Rumusan tersebut diuraikan dalam pertanyaan penelitian berikut:

1. Bagaimana sejarah kedatangan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis Desa Petani?

2. Bagaimana kehidupan Orang Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis Desa Petani?

3. Bagaimana hubungan antara Orang Sakai dengan alam sebelum terjadinya

perubahan ekologi?

4. Bagaimana hubungan antara Orang Sakai dengan alam setelah terjadinya perubahan ekologi?

1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan kehidupan Orangt Sakai di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis Desa Petani Kecamatan Mandau

Kabupaten Bengkalis, Riau. Penelitian ini menitik beratkan pada bagaimana hubungan Orang Sakai dengan alam serta kegiatan Orang Sakai sehari-hari baik dalam sistem mata pencaharian, magi, sistem kekerabatan dan lingkaran hidup,

(33)

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah secara akademis penelitian ini akan menambah wawasan keilmuan dalam bidang Antropologi.

Khususnya dalam memperkaya literatur mengenai Orang Sakai. Secara praktis penelitian ini akan memperoleh data yang diharapkan mampu memberikan informasi dan solusi bagi pemerintah dalam memberikan perhatian terhadap

masyarakat yang terpinggirkan. Selain itu manfaat praktis untuk pembaca umum sebagai informasi tentang kehidupan Orang Sakai serta bagaimana Orang Sakai

menghadapi perubahan lingkungan ekologi mereka.

1.5Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang menggambarkan secara mendalam tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada Orang Sakai. Menurut Moleong (2005:6)

penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam

bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Penelitian ini akan dilakukan di Jembatan II RW 09 Dusun Buluh Manis, Desa Petani, Kecamatan Mandau, Kabupaten

Bengkalis, Provinsi Riau. Kecamatan Mandau dipilih karena di lokasi inilah tempat Orang Sakai bermukim.

1.5.1 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian guna

(34)

a. Teknik Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui

pengamatan. Pengamatan dilakukan dengan cara mengamati berbagai hal seperti ruang dan tempat, siapa pelaku yang terlibat, benda-benda atau alat-alat yang digunakan, waktu, peristiwa, dan kegiatan sehari-hari. Peneliti mengamati

segala aktivitas sehari-hari yang dikerjakan oleh Orang Sakai. Baik kegiatan orang tua maupun kegiatan anak-anak Sakai. Peneliti akan mengamati

lingkungan tempat Orang Sakai bermukim, mengamati tempat Orang Sakai bekerja, mengamati cara bekerja Orang Sakai, mengamati peralatan bekerja yang digunakan Orang Sakai, mengamati bagaimana hubungan Orang Sakai

dengan lingkungannya, mengamati bagaimana hubungan Orang Sakai dengan Orang Sakai serta mengamati bagaimana hubungan yang tercipta antara Orang

Sakai dengan perusahaan-perusahaan yang dekat dengan pemukiman mereka. Selain observasi, peneliti juga berpartisipasi dalam beberapa hal, yakni peneliti tinggal bersama Orang Sakai, mengikuti kegiatan Orang Sakai seperti

memancing dengan Orang Sakai, memasang taju dan lukah dengan Orang Sakai, menyusun dan mengikat kayu, serta mengajar di Sekolah Dasar yang

ada di Jembatan II tersebut. Tujuan peneliti melakukan partisipasi ini adalah untuk dapat mendekatkan diri lebih dalam dengan masyarakat yang diteliti.

b. Teknik Wawancara

Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara

(35)

guide). Peneliti melakukan wawancara dengan Orang Sakai di Jembatan II mengenai mata pencaharian mereka, pendidikan anak, sistem kemasyarakatan,

pola perkawinan, agama dan religi, kesehatan, pengobatan tradisional. Serta tanggapan Orang Sakai terhadap PT Chevron Pasific Indonesia dan PT lain yang berada di wilayah Desa Petani. Untuk menjawab pertanyaan bagaimana

sejarah kedatangan masyarakat Sakai di Jembatan II Dusun Buluh Manis Desa Petani penulis memawancarai Bapak Adim, Ibu Erma, Ibu Erleni sebagai orang

yang sudah lama tinggal disini serta Bapak Hendra selaku ketua RT 02. Sedangkan untuk menjawab pertanyaan bagaimana hubungan antara Masyarakat Sakai dengan alam sebelum terjadinya perubahan ekologi dan

setelah terjadinya perubahan ekologi, peneliti melihat dari kegiatan mereka dalam meanfaatkan hutan.

Selain itu peneliti juga menggunakan data kepustakaan guna melengkapi informasi yang berkaitan dengan masalah penelitian. Data kepustakaan diperoleh melalui sumber tertulis seperti buku-buku, majalah,

koran serta sumber elektronik seperti televisi, radio dan internet. Peralatan visual seperti kamera juga membantu peneliti dalam pengumpulan data selama

penelitian ini.

1.5.2 Rangkaian Pengalaman di Lapangan

(36)

di rumah. Penulis bertemu dengan istri ketua RT 01 dan menjelaskan maksud kedatangan penulis. Kemudian istri ketua RT 01 tersebut menyarankan agar

peneliti pergi ke rumah ketua RW 09.

Penulis kemudian pergi ke rumah ketua RW 09. Ketika penulis sampai di rumah ketua RW 09 terdapat pemuda-pemuda yang sedang berkumpul. Namun

ketua RW 09 juga sedang tidak berada di rumah. Penulis dipersilahkan masuk ke rumah oleh istri ketua RW 09. Penulis pun menyampaikan maksud kedatangan

penulis ke Jembatan II untuk melakukan penelitian kepada istri ketua RW 09. Penulis menunjukan surat izin penelitian yang dikeluarkan oleh Universitas kepada mereka. Pada awalnya mereka sulit untuk menerima penulis untuk

melakukan penelitian di lingkungan mereka. Mereka bercerita bahwa pernah ada anak sekolah datang memfoto rumah dan lingkungan mereka tanpa izin.

Kemudian mereka merebut camera anak sekolah tersebut dan membuangnya ke sungai. Mereka merasa di hina oleh anak sekolah tersebut. Mereka mengatakan bahwa mereka sangat tidak suka di foto. Lain halnya dengan istri ketua RW 09, Ia

mengatakan bahwa mereka takut apabila penulis bukanlah benar-benar anak sekolah melainkan orang yang disuruh menyelidiki kegiatan Orang Sakai di

Jembatan II ini.

Setelah penulis berhasil meyakinkan maksud kedatangan untuk belajar, maka penulis meminta izin untuk tinggal di lingkungan mereka. Istri ketua RW 09

pun mencarikan tempat tinggal untuk penulis. Istri ketua RW 09 memangggil Ibu Erma yang merupakan seorang janda memilki dua orang anak perempuan yang

(37)

dirumahnya. Pada awalnya Ibu Erma merasa keberatan apabila penulis tinggal di rumahnya. Ia mengatakan bahwa rumahnya sudah akan roboh apabila ada angin

dan hujan yang membuat penulis tidak nyaman. Namun penulis meyakinkan bahwa hal itu tidak menjadi masalah untuk penulis. Akhirnya Ibu Erma mengizinkan penulis untuk tinggal di rumahnya. Kemudian Ibu Erma mengajak

penulis melihat keadaan rumahnya terlebih dahulu. Setelah penulis melihat keadaan rumah ibu erma, lalu penulis kembali ke rumah ketua RW 09 untuk

berpamitan pulang dan akan kembali keesokan harinya. Istri RW 09 pun mengatakan akan menyampaikan maksud kedatangan penulis kepada Bapak RW 09 setelah Ia pulang nanti.

Pada tanggal 28 Maret 2013 penulis kembali ke Jembatan II dengan membawa pakaian dan perlengkapan lainnya. Penulis kembali mendatangai

rumah ketua RT 01 untuk meminta izin melakukan penelitian dan melapor untuk tinggal di rumah keluarga Ibu Erma. Setelah bertemu dengan ketua RT 01 dan mendapatkan izin, penulis pergi mendatangi rumah ketua RW 09. Namun ketua

RW 09 sedang tidak berada ditempat, akan tetapi istri ketua RW 09 telah menyampaikan maksud kedatangan penulis kepada ketua RW 09 dan Ia

mengizinkannya.

Kemudian penulis berbegas ke rumah Ibu Erma dan meletakkan barang yang penulis bawa. Penulis mulai berbincang dengan Ibu Erma mengenai

masyarakat Sakai di Jembatan II ini sambil menunggu anak-anaknya pulang sekolah. Pada siang hari terlihat pemuda-pemuda sedang melangsir kayu di

(38)

Sore hari penulis berkeliling kampung dengan anak-anak Ibu Erma dengan menaiki sampan kecil. Kesempatan ini penulis gunakan untuk mengobservasi dan

mengambil foto-foto keadaan lingkungan Jembatan II seperti keadaan sungai, keberadaan kilang kayu, keadaan pohon-pohon di sekitar sungai, rumah-rumah warga, tumpukan serbuk kayu bekas kilang kayu, dan lukah ikan. Anak Ibu Erma

juga menceritakan keadaan kampung mereka ini.

Orang Sakai di Jembatan II melakukan aktivitas mandi dan mencuci di

sungai. Mereka mandi dengan berenang si sungai. Sedangkan penulis mandi dengan menggunakan gayung untuk mengambil air dari sungai. Keadaan sungai yang dalam membuat penulis tidak berani untuk berenang. Pada awalnya penulis

ragu untuk mandi dengan air sungai, karena air sungai berwarna coklat kehitaman. Selain itu mereka juga buang air kecil dan besar langsung ke sungai. Mereka juga

menggosok gigi dengan air sungai tersebut. Penulis memilih menggosok gigi dengan mengambil air hujan yang ditampung. Ketika mandi penulis ditonton oleh anak-anak dan pemuda yang berada di atas jembatan. Penulis sangat tidak nyaman

ketika mandi di sungai ini. Penulis juga prihatin melihat warga Jembatan II ini karena tidak memperhatikan kebersihan tubuh dan lingkungannya. Terutama

pamakaian sikat gigi yang digunakan bergantian dengan anggota keluarga laiannya. Bahkan anak-anak tidak menggosok gigi mereka.

Pukul 18.30 WIB lampu yang dihidupkan dengan mesin diesel hidup.

Warga langsung menghidupkan TV di rumah mereka. Terkadang lampu yang kurang arus membuat TV tidak bisa dinyalakan. Penulis makan malam bersama

(39)

bulan-bulan campur tempe. Selama dua minggu penulis tinggal di rumah Ibu Erma, lauk yang disajikan adalah ikan bulan-bulan yang di sambal dan di gulai. Hanya satu

kali saja makan dengan lauk ikan patin dan daging ayam.

Pada malam hari suasana kampung sangat sepi dan gelap karena tidak ada lampu penerangan jalan. Bahkan teras rumah warga juga tidak ada lampunya.

Orang Sakai di Jembatan II tidur dengan menggunakan tilam, kasur lipat atau tikar di depan TV. Hanya sebagian warga saja yang menggunakan tempat tidur

dan tidur didalam kamar. Penulis tidur dengan menggunakan tikar di depan TV. Keadaan lantai rumah yang tidak rata membuat badan penulis keesokan harinya terasa sakit. Keadaan rumah yang dinding dan lantainya tidak tertutup rapat

membuat angin dan nyamuk dengan bebas masuk ke dalam rumah.

Pada pagi hari kegiatan yang rutin dilakukan oleh laki-laki atau perempuan

adalah melihat lukah atau taju yang dipasang sore sebelumnya. Pada tanggal 29 Maret 2013, pagi hari penulis ikut melihat hasil tangkapan ikan pada lukah yang dipasang oleh Ibu Erma dengan menggunakan sampan. Terdapat tiga lukah yang

dipasang oleh Ibu Erma. Hasil tangkapan ikan dalam satu lukah sekitar 7-15 ekor ikan bulan-bulan. Penulis memperhatikan cara mereka dalam mengambil ikan

yang terperangkap dalam lukah, memperhatikan mereka meletakkan lukah, bertanya dimana tempat meletakkan lukah agar mendapatkan banyak ikan, upan yang digunakan dan lain-lain. Ikan yang didapat dari lukah ini antara lain ikan

bulan-bulan dan ikan selais.

Ibu Erma mengolah ikan bulan-bulan yang di dapat menjadi ikan asin.

(40)

dengan garam, serta menjemur ikan tersebut. Ikan yang dijemur sekali-sekali harus dilihat agar tidak dimakan kucing. Ibu Erma menjelaskan bahwa ikan asin

ini dijemur sampai kering, biasanya sekitar 2-3 hari.

Pada sore hari sekitar pukul 16.00 WIB laki-laki atau perempuan pergi memancing di sungai. Penulis ikut memancing bersama Ibu Erma dengan

menggunakan sampan. Lokasi memancing adalah di hilir sungai. Sampan diikatkan ke akar pohon yang berada dipinggir sungai. Penulis pun mencoba

memancing akan tetapi pancing yang penulis gunakan sering tersangkut pada ranting-ranting kayu yang berada di dalam sungai. Tidak memerlukan waktu yang lama untuk umpan dimakan oleh ikan-ikan. Pulang memancing biasanya pada

pukul 18.30 WIB. Ikan yang didapat antara lain ikan selais, ikan lele, ikan lupong, dan lain-lain.

Ibu Erma menyalai sisa ikan bulan-bulan yang di dapat dari lukah selesai makan malam. Penulis pun antusias memperhatikan cara menyalainya, mulai dari membersihkan ikan, memasang api, serta menyusun ikan di atas api. Ikan ini akan

diasap semalaman. Api untuk menyalai ikan sengaja dibuat sangat kecil agar ikan tidak gosong.

Pada tanggal 30 Maret 2013 Penulis buang air besar untuk pertama kali setelah tiga hari berada di Jembatan II. Penulis meresa tidak bisa untuk buang air besar langsung ke sungai. Pagi hari penulis membantu ibu Erma membersihkan

ikan untuk di salai. Ia mengajarkan penulis untuk membuat ikan salai. Selagi Ibu Erma memasak lauk, penulis menanyakan alat-alat memancing yang diletakkan di

(41)

Pada siang hari penulis ikut berkumpul dengan ibu-ibu dan anak-anak di depan rumah Ibu Erma. Ibu Juli menjelaskan kegunaan ago. Kemudian ia

menyuruh anaknya Sarah untuk memperagakan bagimana cara membawa ago. Ibu Juli juga menjelaskan kegiatan pemuda-pemuda yang saat itu sedang menyelam di sungai untuk meleles kayu yang jatuh saat dilangsir dari kilang ataupun mandah.

Pada sore hari penulis berjalan-jalan disekitar kampung bersama anak-anak Ibu Erma. Penulis diikuti oleh anak-anak-anak-anak yang penasaran dengan keberadaan

penulis. Kemudian penulis tertarik untuk melihat keadaan sekolah di Jembatan II ini. Penulis mengobservasi keadaan sekeliling sekolah dan keadaan ruangan kelas melalui jendela.

Pada tanggal 31 Maret 2013, Ibu Erleni menjelaskan obat yang digunakan untuk demam pada anak. Ibu Erleni mengambilkan daun esam dari semak-semak

pinggir jalan. Ia mempraktekan bagaimana menggunakan daun esam tersebut agar dapat dijadikan obat. Selain itu, Ia juga menceritakan pengobatan yang dilakukan oleh dukun yaitu berdikir. Penulis juga melihat pemuda yang sedang membuat

dayung sampan di rumah Ibu Erleni.

Pada sore hari, penulis berjalan menuju perumahan yang didirikan oleh

pemerintah untuk Orang Sakai di Jembatan II. Setelah itu penulis melihat anak dan pemuda setempat bermain sepak bola di lapangan. Terdapat pula anak-anak kecil yang sedang bermain bersama. Mereka begitu asyik dengan permainan

tersebut hingga tidak memperhatikan kebersihan tubuh. Selain itu penulis melihat kuku anak-anak yang kotor. Kemudian penulis berpesan kepada mereka untuk

(42)

Pada tanggal 1 April 2013, menjelang siang penulis menuju Pos sumbangan yang berada di depan Sekolah Dasar. Penulis ikut menjaga pos

bersama Heri. Heri menjelakan ia mulai menjaga pos sejak pukul 07.00 WIB hingga 07.00 Wib keesokan harinya. Heri juga menjelaskan mengenai aturan sumbangan yang harus diberikan oleh truk pengangkut kelapa sawit, tangki

pengangkut minyak, dan mobil PT Chevron. Saat penulis berada di pos sumbangan, penulis melihat anak-anak yang tidak bersekolah main selubang di

depan SD. Permainan selubang ini menggunakan uang logam. Penulis juga melihat kayu cerocok yang diangkut oleh truk kecil, penulis pun bertanya kepada Heri mengenai kayu cerocok tersebut. Heri menjelaskan bahwa kayu cerocok

tersebut dijual dan digunakan sebagai tiang penyanggah untuk membangun rumah bertingkat. Pada malam hari keluarga Heri tiba-tiba harus pergi dan Ibu Erma

yang menggantikan mereka untuk menjaga pos. Penulis ikut menjaga pos dengan ibu Erma dan anak-anaknya. Akan tetapi hanya sebentar saja penulis menjaga pos, Ibu erma mengatakan bahwa kami dirumah saja.

Pada tanggal 2 April 2013 pagi hari penulis melihat anak Ibu Erleni yakni Iil sedang mengambil lukah ikan mengkaik di sungai. Iil mengatakan bahwa ikan

mengkaik ini akan digunakan sebagai umpan untuk memasang taju. Iil juga menjelaskan bahwa untuk menangkap ikan mengkaik dengan lukah dapat menggunakan umpan nasi.

Pukul 07.30 WIB penulis bersiap pergi ke SD. Setalah sampai di SD guru-guru belum pada datang padahal sudah pukul 07.30 WIB. Kemudian pukul 07.45

(43)

diri dan menjelaskan maksud kedatangan penulis untuk mengetahui pendidikan anak Sakai di Jembatan II melalui sokolah. Akhirnya semua guru telah datang.

Penulis pun berkenalan dengan Bapak Dalana, Ibu Yarmiati, Ibu Sri, Ibu Adinar, Ibu Zulaikah, Bapak Alderta.

Penulis dipersilahkan untuk mengajar oleh Kepala Sekolah. Penulis

terkejut mengajar kelas 4 karena muridnya hanya 1 orang. Penulis mengajarkan pelajaran matematika. Penulis mengajar tidak menggunakan papan tulis,

melainkan menggunkan buku tulis saja. siswa yang penulis ajar lumayan pintar. Pada saat istirahat penulis kembali ke kantor dan berbincang dengan Kepala Sekolah dan guru di kantor. Kepala Sekolah dan guru banyak bercerita

mengenai keadaan sekolah terutama bapak delana sebagai guru pertama sejak SD di Jembatan II ini berdiri. Mereka juga bercerita mengenai pengalaman suka dan

duka mereka selama mengajar disini. Selain mendengarkan cerita guru-guru peneliti juga mengobservasi keadaan kantor.

Selesai istirahat penulis mengajar kelas 1 yang muridnya berjumlah sekitar

15 orang. Penulis merasa heran karena murid kelas 1 ada yang sudah besar dan ada yang masih terlalu kecil. Penulis mengajarkan mereka mengeja dan membaca.

Keadaan kelas sangat riuh. Siswa-siswa semua bersuara sehingga penulis harus mengajar dengan suara yang keras agar mereka mendengarkan. Siswa-siwa juga susah berkonsentrasi. Selain itu siswa-siswa juga tidak menggunakan seragam

yang tidak lengkap. Ada siswa yang menggunakan sandal jepit dan ada pula yang menggunakan baju yang bukan seragam sekolah. Setelah kelas selesai dan

(44)

merasa tenggorokan sakit karena harus mengeluarkan suara yang kuat. Para guru memuji keberanian penulis untuk meneliti Orang Sakai di Jembatan II dan

memuji keberanian penulis untuk tinggal bersama dengan Orang Sakai di Jembatan II ini.

Pada tanggal 3 April 2013 penulis dipersilahkan untuk mengajar di kelas

Bapak Alderta yaitu kelas 3. Penulis terkejut karena siswanya hanya 4 orang. Penulis mengajarkan pelajaran agama Islam pada pelajaran pertama dan pelajan

matematika pada pelajaran kedua. Siswa-siswa lumayan pintar, akan tetapi sedikit tidak sopan karena ada yang melepas saputunya dengan alasan kepanasan. Selain itu seragam yang digunakan juga tidak seragam. Saat pulang mengajar di kelas 3,

penulis mengobservasi timbunan serbuk kayu bekas kilang yang berada di depan bangunan SD tersebut.

Sekitar pukul 15.00 WIB Ibu Erma dan Ibu Uwai melangsir kayu api dari kilang kayu. Penulis tidak dapat berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan ini. Penulis hanya membantu melemparkan tali dan menarik perahu beserta kayu

ketika akan sampai ke pinggir sungai agar tidak terbawa arus. Setelah membantu Ibu Erma penulis dan anak-anak ibu erma mempraktekkan cara memasang taju di

sungai dengan menaiki sampan. Akan tetapi terlebih dahulu memancing ikan mengkaik untuk umpan taju.

Pada sore hari sekitar pukul 18.00 penulis pergi ke rumah Bapak Henrda

selaku RT 02. Menurut warga Bapak Hendra lebih sering pergi ke kantor Desa dari pada Bapak Adim ketua RT 01. Penulis kemudian memperkenalkan diri dan

(45)

wilayah Jembatan II ini. Kemudian Bapak Hendra mengambilkan berkas yang ia punya, antara lain peta Desa Petani, Berita Acara Pemasangan Tugu Batas Desa,

Berita Acara Penetapan Batas Wilayah Desa/ Kelurahan (PBWDK), Daftar Koordinat Batas Desa Petani Kecamatan Mandau, dan Bentuk Pilar Batas Desa. Penulis membawa pulang berkas tersebut untuk di fotokopi. Selain itu penulis

juga banyak berbincang dengan Bapak Hendra mengenai keadaan masyarakat Sakai di Jembatan II ini.

Hari ini penulis makan bersama keluarga Ibu Erma dengan ubi menggalo dan lauk ikan patin bakar. Rasa ubi menggalo hambar dan berstektur keras. Ibu Erma menyarankan penulis untuk mencampur ubi menggalo dengan nasi agar

mudah dikunyah dan ditelan. Selain itu Ibu Erma juga menjelaskan apabila tidak biasa makan ubi menggalo ini dapat menyebabkan sakit perut. Penulis prihatin

kepada keluarga Ibu Erma, karena setiap hari lauk yang dimasak adalah ikan bulan-bulan yang disambal atau digulai. Serta ikan selais atau lupong yang disambal dan digulai. Mereka jarang sekali membeli ikan laut ataupun daging.

Keluarga Ibu Erma juga tidak pernah sarapan pagi karena menghemat beras. Setelah makan malam, Ibu Erma memasang tengarang karena hujan angin.

Tengarang adalah api yang dipasang didalam rumah dan diletakkan di tengah rumah. Secara otomatis rumah dipenuhi oleh asap yang membuat mata sakit dan batuk-batuk. Penulis bertanya mengenai tengarang tersebut kepada Ibu Erma. Ia

pun menjelaskan alat dan bahan yang digunakan untuk membuat tengarang serta tujuan dibuatnya tengarang tersebut.

(46)

masyarakat Sakai di Jembatan II ini dan mengenai keadaan alam pada saat awal kedatangan mereka. Penulis juga menanyakan mengenai mitos buloh manis yang

berkembang di masyarakat Sakai. Bapak Adim dengan panjang lebar menceritakan pertanyaan-pertanyaan penulis tersebut.

Pada tanggal 5 April 2013 Ibu Erma dan anaknya menyusun kayu dan

mengikat kayu pada siang hari. Penulis ikut membantu mereka menyusun kayu dan mengikat kayu. Pekerjaan ini tidak begitu berat, tetapi harus berhati-hati

karena tangan dapat tertusuk serpihan kayu atau tertimpa kayu broti ini. Selain itu pekerjaan ini dilakukan di luar sehingga harus berhadapan dengan teriknya sinar matahari.

Pada tanggal 6 April 2013 Ibu Erma berencana mengganti tiang penyanggah rumahnya yang telah lapuk. Salah satu kerabat Ibu Erma membantu mencarikan

kayu balok untuk mengganti tiang tersebut. Kayu balok tersebut dipotong sesuai dengan ukuran tiang penyanggah rumah sekitar 2 ½ meter dengan mesin pemotong kayu. Ibu Erma menjelaskan bahwa tiang rumah tersebut sekitar 15

tahun belum diganti. Kerabat Ibu Erma mengganti satu persatu tiang penyanggah rumah dibantu dengan anaknya. Penulis melihat mereka sedikit kesulitan dalan

memasang tiang karena dibawah rumah tersebut adalah lumpur yang dalam. Sore hari sekitar pukul 18.00 penulis pergi ke rumah Bapak Hendra. Penulis mengembalikan berkas yang dipinjam sebelumnya. Kemudian penulis

menanyakan apakah Ia memiliki data kependudukan Jembatan II. Bapak Hendra pun mengambilkan data kependudukan yang iya miliki. Penulis pun meminta izin

(47)

Bapak Hendra menejelaskan dengan panjang lebar mengenai awal mula kedatangan Orang Sakai di Jembatan II, siapa saja orang pertama yang

memutuskan untuk menetap di Jembatan II, serta menceritakan mitos yang berkembang dikalangan masyarakat Sakai mengenai Buloh Manis. Bapak Hendra juga menyarankan peneulis untuk menanykan tentang sejarah Orang Sakai di

Jembatan II ini kepada Bapak Adim.

Pada tanggal 7 April 2013 penulis pergi ke kilang kayu bersama anak-anak

Ibu Erma. Penulis baru pertama kali menginjakkan kaki di kilang kayu sejak penulis tinggal di Jembatan II ini. Sebelumnya peneliti hanya melihat saja ketika ikut pergi memancing atau memasang taju di sungai. Kilang kayu saat itu sedang

tidak beroperasi. Penulis mengobservasi keadaan kilang dan sekitarnya, peralatan yang ada di kilang, serta kayu-kayu yang terdapat di kilang. Penulis bisa bertanya

bebas dengan anak-anak Ibu Erma mengenai kilang kayu. Akan tetapi mereka tidak mengetahui banyak hal mengenai kilang kayu tersebut. Jika penulis bertanya kepada Ibu-Ibu, Bapak-Bapak dan pemuda-pemuda maka mereka tidak mau

terbuka mengenai kegiatan ini. Selama penulis berada di Jembatan II terhitung hanya 3 hari saja kilang beroperasi. Di kilang kayu ini penulis bermain dengan

anak-anak Ibu Erma. Penulis diajak masuk kedalam semak-semak di dekat kilang. Penulis diajak memanjat pohon dan bergelantungan dan berayunan di akar-akar pohon. Kegiatan ini merupakan hal terasyik selama penulis di Jembatan II ini.

Pada tanggal 8 April 2013 penulis pergi ke SD untuk mengajar. Saat itu adalah hari senin. Kegiatan upacara bendera tidak dilakukan di SD ini. Salah satu

(48)

menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Mengheningkan cipta. Penulis lebih terkejut lagi ketika mendengar mereka bernyanyi dengan suara yang pelan dan

tidak hafal kedua lagu tersebut. Setelah murid-murid selesai bernyanyi, Bapak Boniran sebagai pemimpin kegiatan ini mempersilahkan penulis untuk memberikan arahan dan motivasi kepada murid-murid. Dengan senang hati dan

antusias penelis memberikan arahan dan motivasi kepada siswa-siswa agar tidak malas pergi ke sekolah, agar tidak jenuh dalam belajar, serta agar mematuhi dan

menghormati guru-guru. Kemudian Bapak Boniran menyuruh siswa-siswa untuk masuk kelas. Hari itu penulis mengajar kelas 3. Penulis mengajarkan pelajaran IPS. Siswa kelas 3 sudah sangat akrab dengan penulis karena sudah beberapa kali

diajar oleh penulis. Pada pelajaran kedua penulis mengajar kelas 5. Penulis mengajarkan pelajaran IPA.

Pada saat penulis pulang mengajar, penulis melihat Ibu RW sedang membuat salai ikan di depan rumahnya. Penulis mampir dan berbincang dengan Ibu RW dan Bapak Bahtiar yang juga lagi duduk disana. Disinilah penulis

mendapat informasi mengenai sejarah kehidupan Orang Sakai di jembatan II sejak awal kedatangan hingga sekarang. Ibu RW juga menceritakan

keterpurukan-keterpurukan yang dialami oleh Orang Sakai di Jembatan II dan menceritakan awal terbentuknya pos sumbangan yang ada di Jemabatan II ini. Penulis juga mendapatkan foto-foto keadaan Jembatan II pada tahun 2000-an serta foto

mobil-mobil berisi kayu yang ditahan polisi saat razia pada tahun 2010.

Pada tanggal 9 April 2013 penulis pergi ke sekolah untuk mengajar. Hari itu

(49)

Kelompok pertama untuk siswa dengan usia 5-7 tahun dan kelompok kedua untuk siswa dengan usia 8-14 tahun. Penulis mengajarkan kelompok usia 5-7 tahun

untuk mengenal huruf, serta mengajarkan mengeja dan membaca untuk kelompok usia 8-14 tahun.

Pada siang hari penulis bercengkrama dengan keluarga Ibu Erma di

rumah. Penulis menanyakan mengenai sistem kekerabatan dan sistem perkawinan yang berlaku pada Orang Sakai di Jembatan II. Ibu Erma memperlihatkan akta

kelahiran yang dimiliki oleh anak-anaknya serta akta kematian almarhum suaminya. Akta ini berbeda dengan akta kelahiran dan kematian yang dimiliki masyrakat pada umumnya. Bisa dikatakan akta kelahiran dan kematian yang

dimiliki oleh orang Sakai dibuat khusus untuk mereka. menurut Ibu Erma hal ini terjadi karena sebagian besar Orang Sakai di Jembatan II menikah secara sirih.

Pada sore hari saat penulis duduk-duduk di pinggir sungai, penulis melihat sekelompok Orang Sakai yang pulang dari mandah. Mereka membawa kayu yang disusun menanjang yang dihanyutkan pada sungai. Penulis menanyakan hal ini

dengan Heri yang juga sedang duduk dipinggir sungai. Heri banyak memberikan informasi mengenai kegiatan mandah kepada penulis.

Pada tanggal 10 April 2013, siang hari penulis melihat Ibu Erma dan Ibu Uwai sedang mengangkut kayu yang telah diikat ke becak. Kayu tersebut akan dibawa oleh pembeli yang datang. Penulis melihat mereka mendapatkan upah Rp

50.000 untuk berdua. Selain itu penulis melihat Ibu Erma di bayar oleh toke kayu atas pekerjaan mengikat kayu yang telah Ia kerjakan. Penulis takjub dengan

(50)

kuat. Mereka dapat mengerjakan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki.

Pada hari itu penulis juga melihat salah seorang warga sedang mendirikan pondasi rumah panggung di atas bekoan pinggir sungai. Sore hari penulis berjalan-jalan ke pos sumbangan yang berada di depan SD. Penulis menemani

remaja yang sedang menjaga pos sumbangan tersebut. Pada saat itu anak-anak bermain di pos sumbangan karena mengetahui penulis disana. Penulis merasa

senang karena dapat akrab dengan anak-anak Sakai di Jembatan II. Kemudian penulis berjalan-jalan ke perumahan yang dibuatkan oleh pemerintah untuk Orang Sakai di Jembatan II. Penulis mengobservasi kedaaan perumahan dan sekitarnya.

Penulis sangat menyayangkan karena lingkungan perumahan sangat kotor. Warga perumahan tersebut membuang sampah rumah tangga mereka di bawah panggung

rumah. Selain itu penulis melihat ada 2 bekas rumah yang dibongkar. Penulis juga melakukan wawancara dengan salah satu penghuni rumah tersebut mengenai masalah tersebut.

Pada tanggal 11 April 2013 hari terakhir penulis di Jembatan II. Pagi hari penulis pergi ke sekolah untuk terkhir kalinya. Penulis membawa makanan

sebagai pelengkap perpisahan dengan guru-guru. Penulis mengajar kelas 5 untuk terakhir kalinya. Saat pulang sekolah penulis berpamitan dan berterima kasih kepada guru-guru. Penulis juga mengajak mereka untuk berfoto sebagai

kenang-kenangan. Penulis merasa sedih karena harus pulang hari ini.

Pukul 15.00 WIB penulis dijemput oleh kakek untuk pulang. Penulis

(51)

Anak Ibu Erma juga memberikan sebuah baju untuk penulis sebagai kenang-kenangan. Selain itu, Ibu Erma juga memberikan ikan salai dan ikan asin kepada

penulis untuk oleh-oleh. Penulis juga berpamitan dan berterima kasih kepada Ibu Erleni dan Ketua RW 09. Ibu Erleni juga memberikan ikan salai kepada penulis untuk oleh-oleh. Penulis juga berpamitan dan berterima kasih dengan Bapak

(52)

BAB 2

GAMBARAN UMUM

2.1 Sejarah Daerah Riau

Menurut Syair, dkk (1978:8-9), Riau mendapatkan persoalan pra-sejarah yang sulit dalam usaha memperoleh keterangan tentang asal-usul penghuni yang

pertama, demikian juga tentang hidup dan kehidupannya, karena kenyataannya di Riau belum ditemukan fosil-fosil dan artefak-artefak. Suatu bukti bahwa daerah

Riau pernah dihuni oleh orang pada zaman pra-sejarah ialah dengan diketemukannyan arca-arca perunggu yang ditemukan selama penggalian-penggalian di bagian Barat Provinsi Riau, arca ini ada diruang pameran Museum

Pusat, Jakarta. Arca itu berasal dari Kuwu dekat Bangkinang.

Walaupun di Riau belum ditemukan fosil-fosil dan kurangnya artefak-artefak sebagai sumber ut

Gambar

Tabel I: Luas Wilayah Kecamatan Mandau Menurut Desa/ Kelurahan
Tabel II: Data Penduduk Menurut Usia
Tabel III: Data Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Tabel V: Data Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
+7

Referensi

Dokumen terkait