• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III Kehidupan Ekonomi, Sosial dan Budaya

3.5 Sistem Kemasyarakatan

Kajian tentang sistem kemasyarakatan di Jembatan II antara lain meliputi sistem kekerabatan, hubungan ketetanggaan, dan kepemimpinan.

3.5.1 Kekerabatan

Orang Sakai dilihat dari prinsip kekerabatannya bersifat matrilineal (prinsip keturunan berdasarkan pada garis ibu) dan parental (prinsip keturunan berdasarkan garis ayah dan ibunya). Kelompok kekerabatan masyarakat Sakai di Jembatan II adalah dalam unit keluarga yang terdiri atas ayah, ibu dan anak yang masih menjadi tanggungan atau belum menikah. Kelompok kekerabatan seperti ini disebut dengan keluarga batih atau keluarga inti (nuclear family). Kelompok kekerabatan lebih besar (extended family) yang menghimpun beberapa keluarga inti yang masih mempunyai hubungan darah atau seketurunan jarang terdapat di Jembatan II ini. Orang Sakai di Jembatan II setelah menikah akan mendirikan rumah sendiri. Biaya pembuatan rumah yang murah membuat mereka bisa langsung mandiri.

Hubungan antara anggota keluarga dan kerabat bisa dikatakan masih kuat. Hal ini ditandai dengan tetap intensifnya hubungan sesama mereka. Mereka saling membantu dalam segala keperluan dan adanya saling mengunjungi antara satu keluarga. Misalnya orang tua akan selalu menyisihkan hasil tangkapan ikan untuk

anaknya yang sudah menikah yang berada di desa lain. Setiap hari minggu anak yang sudah menikah akan selalu mengunjungi orang tuanya dengan membawa cucu ibunya.

Istilah kekerabatan Orang Sakai di Jembtan II sama dengan yang digunakan oleh Orang Sakai yang terdapat di tempat lain yaitu sebagai berikut:

Tabel VIII: Istilah Kekerabatan Orang Sakai

Panggilan Keterangan Ambo, aku Laki Bini Itan Tino

Upik kuneng, upik tongah Ino

Adik Adik Bah Emak

Bah towo, uwa tuo Mak tuwo, mak tongah Bah bongsu, uwa paitam Mak bongsu

Uwa tuwo, pak kuneng Mak tuwo, mak tongah Uwa paitan

Mak bongsu

Upik kuneng, upik tongah Adik Ino Adik Datuk Datuk Anak, menantu Cucu Ipa Semoyan, ipa Semoyan Semoyan Budak Saya, aku Suami Istri Anak laki-laki Anak perempuan Kakak laki-laki Kakak perempuan Adik laki-laki Adik perempuan Bapak Ibu

Kakak laki-laki bapak Kakak perempuan bapak Adik laki-laki bapak Adik perempuan bapak Kakak laki-laki ibu Kakak perempuan ibu Adik laki-laki ibu Adik perempuan ibu Sepupu laki-laki lebih tua Sepupu laki-laki lebih muda Sepupu perempuan lebih tua Sepupu perempuanlebih muda Kakek

Nenek Menantu Cucu Ipar

Suami atau istri ipar Suami sodara sepupu Istri soudara sepupu Anak-anak

Dalam kehidupan keluarga Orang Sakai, yang paling berperan dalam mengambil keputusan adalah ayah. Seorang ayah yang merupakan kepala keluarga, dalam fungsinya sebagai bapak bertugas mencari nafkah bagi anggota keluarganya. Sedangkan istri lebih ditekankan kepada fungsi sebagai ibu rumah tangga yakni mengurus rumah tangga, mengasuh anak dan lainnya.

Di Jembatan II sekarang seorang ibu atau istri tidak selalu semata-mata menjadi ibu rumah tangga. Mereka sebagian telah ikut mencari nafkah dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah tangga, setidaknya dapat membantu atau meringankan beban suami. Jenis pekerjaan yang dilakoni oleh istri seperti buruh angkat kayu, buruh mengikat kayu, membuka warung dan menangkap ikan. Namun demikian pekerjaan di rumah tetap mereka yang mengerjakan, bukan suami. Bagi wanita yang memiliki anak perempuan, pekerjaan di rumah dibantu atau diambil alih oleh anaknya tersebut atau anggota keluarga lain yang ikut bersama mereka.

Masyarakat Sakai di Jembatan II pada umumnya beristri satu (monogami). Satu keluarga di Jembatan II apabila dilihat dari jumlah anaknya dapat dikatakan tergolong besar yaitu 3 anak sampai 6 anak. Masyarakat Sakai di Jembatan II tidak memikirkan bahwa dengan jumlah anak yang banyak akan berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga terutama anak itu sendiri. Selain itu tidak memikirkan pendidikan anak bisa lebih tinggi atau tidak dan perekonomian yang tidak terjamin.

3.5.2 Hubungan Ketetanggaan.

Hubungan ketetanggan di Jembatan II dapat dikatakan terjalin baik. Tetangga yang sebagian besar memiliki ikatan darah juga merupakan salah satu faktor terciptanya hubungan baik ini. Hubungan antar tetangga tercermin dari berbagai kegiatan yang melibatkan beberapa keluarga. Ditandai dengan sikap saling membantu, kunjung mengunjungi, melihat orang yang sakit atau mengalami musibah, menghadiri atau membantu menyelengarakan pesta perkawinan, khitanan dan selamatan.

Percekcokan antar tetangga jarang sekali terjadi. Percekcokan yang pernah terjadi adalah percekcokan karena masalah pos sumbangan atau percekcokan rumah tangga suatu keluarga. Percekcokan karena masalah pos sumbangan biasanya terjadi karena perebutan untuk menjaga pos sumbangan. Padahal setiap rumah telah diberikan nomor urut untuk menjaga pos, akan tetapi ada saja rumah yang tidak terima akan hal tersebut. Percekcokan antara suami istri ini biasanya disebabkan pihak ketiga melalui telepon genggam. Percekcokan yang terjadi di luar rumah mengakibatkan kegaduhan tersebut menjadi tontonan oleh tetangganya.

Kegiatan gotong royong juga mencerminkan suasana bertetangga yang baik dikalangan anggota masyarakat. Gotong royong merupakan kegiatan yang melibatkan warga masyarakat terutama kaum laki-laki. Diadakan disamping atas prakarsa oleh ketua RT/RW, juga ada yang sifatnya spontan dari warga masyarakat. Jenis kegiatan gotong royong yang dilakukan adalah memperbaiki

pos sumbangan, membangun rumah tetangga, memperbaiki rumah ibadah dan sebagainya.

3.5.3 Kepemimpinan

Pada masa lampau orang yang memiliki derajat dan kedudukan tertinggi dalam masayarakat Sakai adalah Batin. Batin berperan sebagai pemimpin dalam semua aspek kehidupan Orang Sakai. Oleh karena itu Batin sangat dihormati oleh masayarakat Sakai. Selain Batin, orang-orang yang juga dianggap tinggi derajatnya adalah dukun, pemuka agama dan orang kaya (toke).

Pada masa kini sistem pelapisan sosial masyarakat itu tidak banyak mengalami perubahan. Batin masih dipercayai sebagai pemimpin seluruh Orang Sakai yang ada di Kecamatan Mandau. Selain itu karena kehidupan Orang Sakai yang berkelompok hingga berdiri suatu perkampungan Sakai membuat mereka memiliki tokoh-tokoh masyarakat dalam kampung tersebut. Tokoh masyarakat ini adalah orang yang dituakan dan merangkap sebagai perangkat desa yakni Ketua RW dan Ketua RT. Oleh karena itu masyarakat sangat menghormati mereka.

Begitu juga dengan dukun yang dianggap mampu menyembuhkan penyakit yang tidak bisa disembuhkan oleh obat-obat biasa. Oleh karena itu mereka menghormati dukun sebagai orang yang dapat membatu mereka. Lain hal nya dengan toke, baik toke kayu maupun toke ikan. Orang Sakai menghormati toke karena toke yang mempekerjakan mereka di kilang dan membeli hasil tangkapan ikan mereka. Selain itu toke juga merupakan tempat mereka meminjam uang.