HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
B. Problematika Guru B
4.2.2 Problematika Guru dalam Penerapan Standar Proses Kurikulum 2013 dan Upaya Penyelesaiannya
Hasil temuan menunjukkan bahwa permasalahan dan kendala yang
dihadapi oleh guru model dalam penerapan Standar Proses Kurikulum 2013
adalah sebagai berikut. (a) Komponen RPP yang dibuat oleh guru model sebagian
besar masih mengikuti sistematika RPP Kurikulum 2006. Guru model tidak
merumuskan indikator untuk KD pada KI-4, tidak memaparkan materi
berdasarkan kategori fakta, konsep, prinsip, dan prosedur, serta tidak memaparkan
langkah-langkah pembelajaran berdasarkan aspek-aspek pendekatan saintifik.
Langkah-langkah pembelajaran masih dikelompokkan berdasarkan kegiatan
eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. (b) Guru model terkadang tidak membuat
RPP sebelum mengajar karena alokasi waktu pembelajaran yang terbatas dan
kesibukan guru model. (c) Guru model terbebani oleh tuntutan penyusunan RPP
yang detail. Guru model menilai belum ada instruksi yang jelas terkait
pemanfaatan buku guru dan buku siswa. Menurut guru model, RPP yang dibuat
seharusnya mengacu pada buku tersebut, sehingga guru model tidak perlu
membuat RPP yang detail. (d) Pemaparan materi berdasarkan kategori fakta,
konsep, prinsip, dan prosedur yang dituntut dalam RPP tidak membantu guru
model dalam mengajar. (e) Guru model tidak menyampaikan indikator dan tujuan
pembelajaran pada kegiatan pendahuluan pembelajaran karena alokasi waktu
permasalahan ini dilakukan dengan memberikan silabus secara langsung kepada
siswa, sehingga siswa dapat mengetahui dan mempersiapkan materi pembelajaran
yang akan diberikan. (f) Guru model mengalami kendala dalam pelaksanaan
praktikum tangki riak karena alat yang tersedia di laboratorium fisika rusak.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan
menayangkan video proses praktikum dengan tangki riak. (g) Guru model
ditemukan tidak melakukan praktikum Melde karena kekurangan alokasi waktu.
(h) Guru model belum memahami standar proses pengembangan dan penilaian
aspek religius siswa. (i) Guru model tidak melakukan penilaian jurnal, penilaian
diri, dan penilaian antar siswa secara simultan. Hal ini dikarenakan jumlah siswa
yang banyak, sehingga memerlukan waktu lama dan tidak efektif. (j) Hasil
penilaian diri dan penilaian antar siswa yang dilakukan oleh guru model
cenderung tidak valid karena siswa menjawab pertanyaan kuesioner secara
subjektif. (k) Guru model tidak memahami rasional penggunaan sistem penilaian
berbasis modus untuk penilaian aspek sikap dan sistem penilaian berbasis nilai
tertinggi untuk penilaian aspek keterampilan, sehingga guru model tidak memiliki
solusi jika siswa mengetahui sistem penilaian tersebut dan menjadi tidak serius
dalam mengikuti pembelajaran. (l) Pengawas akademik tidak melakukan evaluasi
pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi yang dilakukan hanya terfokus pada
administrasi dan perangkat pembelajaran. (m) Pengawas akademik tidak
mengetahui solusi dan informasi yang ditanyakan oleh guru model, sehingga
harus ditangguhkan. (n) Guru model menilai alokasi waktu pembelajaran yang
disediakan dalam Kurikulum 2013 tidak sesuai dengan tuntutan perencanaan,
terhitung hanya pelaksanaan pembelajaran, yaitu tatap muka sebanyak 24 jam
pelajaran. Pemerintah pusat tidak memperhitungkan waktu yang diperlukan guru
untuk melakukan perencanaan dan evaluasi pembelajaran.
Berdasarkan hasil temuan tersebut, dapat dijelaskan bahwa penyebab
permasalahan dan kendala yang dihadapi guru model dalam penerapan Standar
Proses Kurikulum 2013 adalah sebagai berikut. Pertama, guru model masih
memiliki persepsi bahwa beberapa bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran hanya sebatas formalitas dan kurang berpengaruh terhadap
hasil pembelajaran siswa, sehingga hal tersebut dinilai tidak perlu dilakukan. Hal
ini diperparah oleh perilaku pengawas akademik yang tidak melakukan supervisi
secara holistik. Kegiatan supervisi hanya sebatas pada keberadaan perangkat
pembelajaran. Kedua, guru model belum memahami beberapa bagian dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013. Hal tersebut dikarenakan rendahnya kualitas pelatihan dan
supervisi akademik yang dilakukan pemerintah. Untuk menyiapkan guru yang
ideal dalam Kurikulum 2013, diperlukan pendidikan dan pelatihan khusus.
Namun demikian, pemerintah belum mampu melatih semua guru. Untuk jenjang
SMA, jumlah guru yang dilatih maksmimal sebanyak lima orang termasuk kepala
sekolah, yaitu guru matematika, guru bahasa Indonesia, guru sejarah, dan guru
bimbingan konseling (BK). Guru yang dilatihkan tersebut kemudian ditugaskan
mengimbaskan hasil pelatihan kepada guru lain melalui workshop kurikulum
sekolah. Banyak permasalahan yang tidak dapat diselesaikan dalam workshop
sekolah karena kurangnya pemahaman guru tentang Standar Proses Kurikulum
diajukan dalam workshop pusat terkadang juga tidak memperoleh solusi yang
jelas.
Ketiga, guru model menilai bahwa penerapan Standar Proses Kurikulum
2013 memberatkan dan sulit untuk dilaksanakan. Secara administratif, pemerintah
pusat telah menyiapkan perangkat pelaksanaan pembelajaran, seperti silabus dan
form rekapitulasi penilaian, sehingga tidak perlu lagi disiapkan oleh guru. Namun
demikian, guru dituntut berperan secara aktif sebagai motivator, fasilitator, dan
evaluator pembelajaran. Hal ini menjadi kendala tersendiri bagi para guru karena
tidak semua guru memiliki kompetensi tersebut. Hal ini dapat dipahami karena
dalam Kurikulum 2013, guru dituntut merencanakan dan melaksanakan
pembelajaran berbasis pendekatan saintifik yang didukung oleh model
pembelajaran rekomendasi pusat. Guru harus memberikan pengalaman belajar
konseptual dan kontekstual dengan media pembelajaran yang variatif. Pada
evaluasi pembelajaran, guru dituntut melakukan berbagai jenis penilaian aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Keempat, siswa belum terbiasa dengan
pembelajaran berbasis pendekatan saintifik. Akibatnya, aspek menanya, mencoba,
dan menalar dalam pendekatan saintifik tidak dapat berjalan secara maksimal.
Perlu waktu relatif lama bagi guru untuk melatih siswa agar terbiasa dengan
pembelajaran berbasis pendekatan saintifik. Kelima, kurangnya fasilitas
pendukung kegiatan pembelajaran. Penerapan pendekatan saintifik memerlukan
pengalaman belajar yang riil. Oleh karena itu, guru harus menggunakan media
pembelajaran yang bervariatif untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran.
Untuk memperoleh informasi yang luas, sumber belajar yang digunakan siswa
untuk mendukung proses pembelajaran. Selain itu, fisika merupakan mata
pelajaran yang tidak terpisah dengan kegiatan praktikum. Oleh karena itu, alat dan
bahan praktikum yang tersedia setidaknya minimal sesuai dengan tuntutan
praktikum dalam silabus.
Terakhir, permasalahan utama penerapan Standar Proses Kurikulum 2013
adalah ketidaksesuaian tuntutan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia. Pemerintah pusat
tidak memperhitungkan waktu yang diperlukan guru untuk melakukan
perencanaan dan evaluasi pembelajaran. Alokasi waktu yang terhitung saat ini
hanya pelaksanaan pembelajaran tatap muka sebanyak 24 jam pelajaran. Hal ini
diperparah karena alokasi waktu tersebut terpotong oleh kegiatan upacara bendera
dan kegiatan hari Jumat. Padahal perencanaan dan evaluasi pembelajaran dituntut
secara periodik selama pembelajaran. Akibatnya, pelaksanaan pembelajaran tidak
berlangsung secara maksimal karena guru terfokus pada penilaian pembelajaran.
Alokasi waktu pelaksanaan pembelajaran tersebut juga akan semakin berkurang
akibat terpotong pelaksanaan ulangan harian dan remedi.
Terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan guru model untuk
mengatasi permasalahan dan kendala penerapan Standar Proses Kurikulum 2013.
Guru model secara mandiri telah berupaya mencari informasi tentang
konsep-konsep pembelajaran yang belum dipahaminya melalui internet. Guru model juga
telah mendiskusikan konsep-konsep pembelajaran yang belum dipahaminya
dengan pengawas akademik mata pelajaran fisika dari Dinas Pendidikan. Namun
demikian, diskusi yang dapat dilakukan hanya sebatas pada sistematika
memberikan solusi terhadap permasalahan yang terkait dengan konten
pembelajaran fisika. Hal ini dikarenakan pengawas akademik tersebut adalah
pengawas akademik mata pelajaran kimia. Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng
belum memiliki pengawas akademik khusus untuk mata pelajaran fisika, sehingga
tugas kepengawas tersebut diberikan kepada pengawas akademik mata pelajaran
kimia.
Terhadap permasalahan ketersediaan alat dan bahan praktikum tangki riak,
guru model telah berupaya menayangkan video praktikum tangki riak. Guru
model juga telah melakukan upaya-upaya penyelesaian terhadap permasalahan
penilaian jurnal, penilaian diri, penilaian antar siswa, dan penilaian portofolio
yang terkendala akibat kurangnya alokasi waktu dan banyaknya jumlah siswa.
Guru model telah berupaya menggabung pelaksanaan penilaian portofolio ke
dalam tugas proyek, sehingga dalam satu tugas, guru model dapat melakukan dua
jenis penilaian sekaligus. Permasalahan pelaksanaan penilaian diri dan penilaian
antar siswa diselesaikan dengan menugaskan siswa melakukan penilaian secara
mandiri di rumah. Namun demikian, upaya penyelesaian permasalahan tersebut
hanya sebatas pada formalitas ketercapaian pelaksanaan penilaian untuk
memperoleh nilai yang dituntut dalam form rekapitulasi nilai akhir, sehingga,
terdapat beberapa jenis penilaian yang hanya dilakukan sekali dalam satu
semester. Penilaian tersebut seharusnya dilakukan secara alami dan periodik,
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan,
dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1) Guru model memperoleh pengetahuan tentang Standar Proses Kurikulum
2013 dari workshop kurikulum dan teks Permendikbud Nomor 81A Tahun
2013. Guru model memahami bahwa perbedaan Kurikulum 2013 dengan
Kurikulum 2006 terletak pada spesifikasi pengembangan aspek kepribadian
siswa. Guru model menilai bahwa pendekatan saintifik dalam Kurikulum
2013 bukan merupakan hal yang baru karena dalam Kurikulum 2006, guru
model sering menerapkan model pembelajaran kooperatif yang juga memuat
kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengkomunikasikan. Pada evaluasi pembelajaran, guru model belum
memahami teknis penilaian aspek religius dan rasional penerapan sistem
modus untuk penilaian aspek sikap serta sistem nilai tertinggi untuk penilaian
aspek keterampilan.
2) Pada perencanaan pembelajaran, guru model menyiapkan RPP, LKS, dan
media pembelajaran. RPP dibuat secara individu pada workshop sekolah yang
dilaksanakan setiap awal semester. Komponen RPP yang dibuat sebagian
besar masih menggunakan sistematika Kurikulum 2006. RPP yang dibuat
tidak sesuai dengan kegiatan pembelajaran yang dilakukan karena pada saat
membuat RPP, guru model belum memperoleh kalender pendidikan, sehingga
alokasi waktu yang direncanakan berbeda dengan kondisi yang sebenarnya.
Guru model juga belum mengetahui karakteristik siswa yang diajar, sehingga
metode pembelajaran dan LKS yang termuat pada RPP perlu direvisi. RPP
Kurikulum 2013 dinilai terlalu sulit dan memberatkan. Guru harus
mengkategorikan materi pembelajaran berdasarkan fakta, konsep, prinsip, dan
prosedur; merencanakan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik;
menyiapkan media pembelajaran yang bervariasi; dan menyusun berbagai
macam instrumen penilaian. Selain itu, tidak terdapat instruksi yang jelas
tentang penggunaan buku guru dan buku siswa. Buku tersebut seharusnya
disinergikan dengan RPP, sehingga guru tidak harus mengetik ulang hal-hal
yang sebenarnya sudah termuat dalam buku tersebut.
3) Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru model sebagian besar
telah sesuai dengan Standar Proses Kurikulum 2013, yaitu meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Namun demikian, terdapat
beberapa bagian dalam Standar Proses Kurikulum 2013 yang tidak terlaksana.
Pada kegiatan pendahuluan, guru model tidak menyampaikan indikator dan
tujuan pembelajaran karena waktu yang terbatas dan kegiatan tersebut dinilai
tidak efektif. Pada kegiatan inti, guru model mengalami kendala dalam
pengembangan aspek menanya. Siswa cenderung pasif, sehingga kegiatan
menanya didominasi oleh guru. Kegiatan menanya yang dilakukan siswa
hanya sebatas pada pertanyaan prosedural tentang teknis pengerjaan LKS dan
pada pengungkapan suatu konsep, sehingga kegiatan mengumpulkan
informasi, menalar, dan mengkomunikasikan yang dilakukan seolah-olah
terpisah, tidak berhubungan satu sama lain. Keterbatasan waktu pembelajaran
merupakan penyebab utama permasalahan ini. Alokasi waktu pembelajaran
untuk setiap pertemuan tidak dapat digunakan untuk menerapkan pendekatan
saintifik secara ideal. Pada kegiatan penutup, guru model tidak
menyimpulkan materi pembelajaran dan tidak memberikan PR karena
kekurangan waktu.
4) Evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh guru model sebagian besar telah
sesuai dengan tuntutan Standar Proses Kurikulum 2013. Penilaian aspek
pengetahuan dilakukan melalui tes lisan dan tes tulis berupa kuis, tugas, PR,
ulangan harian, ulangan tengah semester, dan ulangan akhir semester. Aspek
sikap dinilai melalui penilaian observasi, penilaian jurnal, penilaian diri, dan
penilaian antar siswa. Penilaian aspek keterampilan dilakukan melalui
penilaian kinerja praktikum, penilaian proyek, dan penilaian portofolio.
Namun demikian, tidak semua jenis penilaian dapat dilakukan secara
periodik. Guru model tidak melakukan penilan observasi, penilaian diri,
penilaian jurnal, penilaian lisan, dan penilaian portofolio secara periodik.
Penilaian observasi yang dilakukan memiliki kelemahan yaitu terjadinya sikap yang tidak “alami” ketika siswa menyadari bahwa guru sedang melakukan penilaian. Penilaian diri dilakukan sekali dalam satu semester
dengan hasil yang cenderung bias karena siswa melakukan penilaian secara
subjektif. Penilaian jurnal, penilaian lisan, dan penilaian portofolio
waktu, sehingga guru tidak dapat memberikan penilaian secara spesifik untuk
setiap siswa.
5) Guru model mengalami beberapa permasalahan dan kendala dalam penerapan
Standar Proses Kurikulum 2013. Penyebab permasalahan dan kendala
tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, guru model masih memiliki
persepsi bahwa beberapa bagian dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran hanya sebatas formalitas dan kurang berpengaruh
terhadap hasil pembelajaran siswa, sehingga hal tersebut dinilai tidak perlu
dilakukan. Kedua, guru model belum memahami beberapa bagian dalam
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran berbasis Standar Proses
Kurikulum 2013. Ketiga, guru model menilai bahwa penerapan Standar
Proses Kurikulum 2013 memberatkan dan sulit untuk dilaksanakan. Keempat,
siswa belum terbiasa dengan pembelajaran berbasis pendekatan saintifik.
Kelima, kurangnya fasilitas pendukung kegiatan pembelajaran. Keenam,
ketidaksesuaian tuntutan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi
pembelajaran dengan alokasi waktu pembelajaran yang tersedia. Pemerintah
pusat tidak memperhitungkan waktu yang diperlukan guru untuk melakukan
perencanaan dan evaluasi pembelajaran. Hal ini diperparah oleh banyaknya
materi pembelajaran yang harus diselesaikan, sehingga guru model
tergesa-gesa dalam melaksanakan pembelajaran. Terakhir, pengawas akademik tidak
melakukan supervisi secara holistik. Supervisi yang dilakukan hanya sebatas
pada keberadaan perangkat administrasi pembelajaran. Pengawas akademik
juga tidak mampu memberikan solusi terhadap permasalahan dan kendala
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan yang telah dipaparkan, dapat diajukan beberapa
saran sebagai berikut.
1) Agar aspek-aspek pendekatan saintifik dapat berjalan dengan maksimal, pada
kegiatan pendahuluan, guru harus memberikan apersepsi yang mampu
menumbuhkan rasa ingin tahu siswa. Kegiatan apersepsi harus didukung oleh
penayangan fenomena fisis yang dekat dengan kehidupan keseharian siswa.
Fenomena fisis tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk gambar, video, atau
bahkan dengan mengajak siswa melakukan observasi langsung ke lingkungan
sekitar.
2) Kegiatan menanya yang dilakukan siswa belum maksimal. Pertanyaan yang
diajukan oleh siswa tidak hipotetik, sehingga aspek-aspek pendekatan
saintifik tidak terlaksana dengan baik. Guru perlu melatih siswa untuk
bersikap skeptis agar siswa mampu mengajukan pertanyaan hipotetik. As’ari (2014) menjelaskan bahwa terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan guru
untuk membiasakan siswa mengajukan pertanyaan hipotetik. Cara-cara
tersebut adalah sebagai berikut. (a) Questioning Breakfast, sebelum
pembelajaran dimulai, siswa diminta untuk menuliskan pertanyaan sesuai
dengan materi yang akan dibahas. (b) Questioning Appraisal, pemberian
penghargaan kepada siswa yang memiliki kuantitas dan kualitas pertanyaan
investigatif yang baik, sehingga siswa mempersepsi kegiatan menanya
sebagai suatu kegiatan yang bermanfaat. (c) Completing what if or what if not
questions, siswa diberi tugas untuk melengkapi pertanyaan yang dimulai
3) Terhadap materi pembelajaran yang abstrak dan sulit untuk dipraktikumkan,
guru disarankan untuk melaksanakan praktikum visual dengan menggunakan
aplikasi flash atau PhET yang dapat diunduh dari internet.
4) Terhadap permasalahan pelaksanaan penilaian pembelajaran yang disebabkan
oleh banyaknya jumlah siswa dan kurangnya alokasi waktu, guru disarankan
untuk melakukan penilaian secara bertahap. Guru disarankan untuk lebih
sering memberikan tugas sebagai bentuk refleksi dan tindak lanjut
pembelajaran yang telah dilakukan di kelas. Tugas yang diberikan hendaknya
bersifat kontekstual, yaitu disesuaikan dengan konteks kehidupan keseharian
siswa. Guru disarankan selalu memberikan tugas open-ended untuk
mengembangkan kreativitas setiap siswa.
5) Kepala sekolah dan pengawas akademik dari Dinas Pendidikan sebagai tim
supervisi harus mengevaluasi implementasi Standar Proses Kurikulum 2013
secara holistik dari perencanaan sampai dengan evaluasi pembelajaran, tidak
hanya sebatas pengawasan administratif, sehingga kekurangan dan kelemahan
Standar Proses Kurikulum 2013 dapat diketahui dan diperbaiki.
6) Pemerintah perlu memberikan alokasi waktu tambahan bagi guru untuk
melakukan perencanaan dan evaluasi pembelajaran, sehingga alokasi waktu
pembelajaran yang disediakan saat ini sepenuhnya dapat digunakan untuk
melaksanakan proses pembelajaran.
7) Hasil penelitian ini memiliki berbagai keterbatasan. Bagi peneliti selanjutnya,
disarankan untuk melakukan penelitian sejenis di sekolah lain, pada tingkatan
kelas, tahun pelajaran, dan semester yang berbeda, dengan metode triangulasi