BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Lampiran 35 Rekam Medis 33
I. Kasus 33
No. RM : 379804
Dirawat tanggal : 25 Februari-6 Maret 2013 Informasi Pasien
AB (L), umur 10 tahun, BB 22 kg, dengan keluhan demam sejak 12 hari yang lalu, demam terus menerus, menggigil pada sore hingga malam hari, nafsu makan menurun, batuk, pusing, mual, muntah, nyeri perut, badan pegal-pegal. Suhu tubuh 38,9°C, nadi 119x/menit, nafas 30x/menit. Diagnosa awal: Obs FH12, e.i. Demam Tifoid. Diagnosa akhir: Demam Tifoid. Keadaan keluar: membaik.
Pemeriksaan Laboratorium
Parameter Tanggal Pemeriksaan (Februari)
Nilai Normal Satuan
25 Hematologi
Hemoglobin 12,0 L:13-17; P:12-16 gr%
Lekosit 3,3 dws:4-10; ank:9-12 ribu/ul
Eritrosit 5,25 L:4,5-5,5; P:4,0-5,0 juta/ul
Trombosit 343 150-450 ribu/ul
Hematokrit 37,4 L:42-52; P:36-46 %
Hitung Jenis Lekosit
Eosinofil 1 2-4 % Basofil 0 0-1 % Batang 2 2-5 % Segmen 63 51-67 % Limfosit 20 20-35 % Monosit 14 4-8 % 4 Maret WIDAL
Typhus-O positif 1/320 Negatif
Typhus-H positif 1/160 Negatif
P. Typhus-A Negatif Negatif
P. Typhus-O positif 1/160 Negatif
5 Maret
Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi Klinik Jenis kuman : Staphylococus aureus
Jumlah kuman : --- CFU/mL Sensivity test : gram (+)
Antibiotika Sensitive Intermediete Resistant
Amikacin S - Ampicillin/sulbactam S - Amoxicillin/clavulanic acid S - Cefepime S - Sefotaksim S - Cefipirom S - Ceftazidime S - Seftriakson S - Cefuroxime S - Clindamycin S - Erythromicin S - Meropenem S - Oxacillin S - Penicillin - - R Tetracycline S - Vancomycin S - Sulfamethoxazole-Trimetropim - - R Ciprofloxacin S -
Terapi Antibiotika
Nama Obat Dosis Tanggal Pemberian
Infus RL 5 tpm 25, 26, 27, 28, 29 Injeksi sefotaksim 3x750 mg 25, 26, 27, 28 Injeksi ampicilin 3x750 mg 25, 26, 27, 28, 29, 1, 2, 3 Injeksi amikasin 3x165 mg 29, 1, 2, 3, 4, 5, 6 siprofloksasin 2x3/4 tablet 5,6 Parasetamol 3x250 mg 25 Imunos 2x1 cth 28, 29, 1, 2, 3, 4, 5, 6
Nebulizer ventolin ½ A + combiven ½ A/8 jam
- 28, 29, 1, 2, 3, 4, 5, 6
Fansidar 1x500 mg 28, 29
Infuse D5% 10 tpm+amiparen 5 tpm 1, 2, 3, 4, 5
II. Evaluasi Penggunaan Antibiotika menurut Alur Gyssen
Kasus 33
1. Sefotaksim
Kategori Gyssen Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien.
Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi pemberian antibiotika).
Assessment: adanya indikasi pemberian antibiotika untuk infeksi bakteri Salmonella
typhi.
Kategori IVA Lolos kategori IVA (Tidak ada antibiotika yang lebih efektif).
Assessment: pemberian antibiotika ini sudah tepat dan antibiotika ini merupakan salah satu antibiotika yang direkomendasikan WHO (2011) untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan antibiotika alternatif lain yang sering digunakan untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et al, 2014). Peresepan antibiotika ini terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti membaik.
Kategori IVB Lolos kategori IVB (Tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik).
Assessment: antibiotika ini sudah cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan pasien (Lacy
et al, 2009).
Kategori IVC Lolos kategori IVC (Tidak ada antibiotika lain yang lebih murah).
Assessment: antibiotika ini merupakan antibiotika generik dan harganya lebih murah jika dibandingkan dengan brand name dari sefotaksim seperti claforan, clatax, clacef, clafexim, cefarin, cefor, cefovell, efotax dan lapixime (Pramudianto, 2013).
Kategori IVD Lolos kategori IVD (Tidak ada antibiotika lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit).
Assessment: sefotaksim merupakan antibiotika berspektrum luas dan salah satu antibiotika yang direkomendasikan WHO (2011) untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan antibiotika alternatif lain yang sering digunakan untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et al, 2014).
Kategori IIIA Lolos kategori IIIA (Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 4 hari. Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama karena telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari (Permenkes, 2011).
Kategori IIIB Lolos kategori IIIB (Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 4 hari. Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat karena telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari kemudian harus dievaluasi berdasarkan perkembangan kondisi pasien. Diketahui kondisi pasien membaik dan terapi tetap dilanjutkan selama 4 hari (Permenkes, 2011). Kategori IIA Tidak lolos kategori IIA (Penggunaan antibiotika tidak tepat dosis).
Assessment: dalam kasus ini pasien diberikan 3x750 mg/hari (2250 mg/hari). Berdasarkan literatur dosis sefotaksim 40-80 mg/kg dalam 2-3 dosis (maksimum 1-2 g/hari) (Purwadianto et al., 2014). Dosis 3x750 mg/hari belum sesuai dengan dosis yang dianjurkan literatur karena overdose/dosisnya berlebih.
2. Ampisilin
Kategori Gyssen Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien.
Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi pemberian antibiotika).
Assessment: adanya indikasi pemberian antibiotika untuk infeksi bakteri Salmonella
typhi.
Kategori IVA Lolos kategori IVA (Tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif ).
Assessment: pemberian antibiotika ini sudah tepat dan antibiotika ini merupakan salah satu antibiotika yang direkomendasikan untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan salah satu terapi lini pertama untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et al, 2014). Peresepan antibiotika ini terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti membaik.
Kategori IVB Lolos kategori IVB (Tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik).
Assessment: antibiotika ini sudah cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan pasien (Lacy
et al, 2009).
Kategori IVC Lolos kategori IVC (Tidak ada antibiotika lain yang lebih murah).
Assessment: antibiotika ini merupakan antibiotika generik dan harganya lebih murah jika dibandingkan dengan brand name dari ampisilin seperti phapin, sanpicillin, dan vicillin (Pramudianto, 2013).
Kategori IVD Lolos kategori IVD (Tidak ada antibiotika lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit).
Assessment: ampisilin merupakan antibiotika berspektrum luas dan salah satu antibiotika yang direkomendasikan untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan salah satu terapi lini pertama untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et
al, 2014).
Kategori IIIA Lolos kategori IIIA (Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).
Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 8 hari. Penggunaan antibiotika ini tidak terlalu lama karena lama penggunaan antibiotika ini untuk terapi demam tifoid adalah selama 10 hari (Lacy et al, 2009).
Kategori IIIB Lolos kategori IIIB (Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).
Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 8 hari. Lama penggunaan antibiotika ini untuk terapi demam tifoid adalah selama 10 hari (Lacy et al, 2009). Penggunaan antibiotika ini tidak terlalu singkat karena ampisilin merupakan antibiotika lanjutan dari sefotaksim yang digunakan pasien selama dirawat inap.
Kategori IIA Lolos kategori IIA (Penggunaan antibiotika tepat dosis).
Assessment: dalam kasus ini pasien diberikan 3x750 mg/hari (2250 mg/hari). Berdasarkan literatur dosis untuk anak-anak 100-150 mg/kg/hari diberikan setiap 6 jam dengan dosis maksimal 2-4 g/hari (Lacy et al, 2009). Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan dosis yang dianjurkan untuk anak.
Kategori IIB Tidak lolos kategori IIB (Penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian). Assessment: interval pemberian yang dianjurkan setiap 6 jam dalam sehari (4 kali sehari) (Lacy et al, 2009). Dalam kasus ini interval pemberiannya 3 kali dalam sehari sehingga penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian karena tidak sesuai dengan yang dianjurkan.
Kesimpulan Penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian (Kategori IIB)
3. Amikasin
Kategori Gyssen Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien.
Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi pemberian antibiotika).
Assessment: spektrum kerja dari antibiotika ini luas sehingga adanya indikasi pemberian antibiotika untuk infeksi bakteri Salmonella typhi
Kategori IVA Tidak lolos kategori IVA (Ada antibiotika yang lebih efektif).
Assessment:obat ini tidak efektif untuk terapi demam tifoid walaupun spektrum kerjanya luas karena tidak termasuk antibiotika yang direkomendasikan WHO (2011) untuk terapi demam tifoid.
4. Siprofloksasin
Kategori Gyssen Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).
Assessment: data rekam medis lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien.
Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi pemberian antibiotika).
Assessment: adanya indikasi pemberian antibiotika untuk infeksi bakteri Salmonella
typhi.
Kategori IVA Tidak lolos kategori IVA (Ada antibiotika yang lebih efektif).
Assessment:antibiotika ini merupakan antibiotika golongan fluoroquinolon dan merupakan antibiotika lini kedua yang digunakan dalam pengobatan demam tifoid. Namun golongan fluoroquinolon tidak dapat diberikan kepada anak-anak karena dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan kerusakan sendi (Nelwan, 2012).
Kesimpulan Ada antibiotika yang lebih efektif (kategori IVA)