• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 9 Rekam Medis 7

I. Kasus 7

No. RM : 213072

Dirawat tanggal : 26 Februari – 6 Maret 2013 Informasi Pasien

HP, laiki-laki, umur 10 tahun, BB 24,5 kg, dengan keluhan demam sejak 2 minggu lalu, pusing, perut terasa nyeri, pusing, mual, muntah, menggigil pada malam hari, sudah periksa di Puskesmas diberi obat Paracetamol, tapi belum membaik, kejang, nafsu makan menurun, nyeri telan, sesak nafas. Waktu berumur ±1 tahun memiliki riwayat pengobatan TB patu selama 6 bulan. Suka makan pedas. Suhu tubuh 37,7°C, nadi 84x/menit, nafas 44x. Diagnosa awal: observasi febris dd Demam Tifoid. Diagnosa akhir: Demam Tifoid komplikasi Bronkitis. Keadaan keluar : membaik.

Pemeriksaan Laboratorium

Parameter Tanggal Pemeriksaan (Februari)

Nilai Normal Satuan

26 27 28

Hematologi

Hemoglobin 13,0 L:13-17;P:12-16 gr%

Lekosit 9,65 dws:4-10;ank:9-12 ribu/ul

Eritrosit 4,87 L:4,5-5,5;P:4,0-5,0 juta/ul

Trombosit 155 160 236 150-450 ribu/ul

Hematokrit 38,6 36 36 L:42-52;P:36-46 %

Hitung Jenis Lekosit

Eosinofil 2 2-4 % Basofil 0 0-1 % Batang 1 2-5 % Segmen 81 51-67 % Limfosit 11 20-35 % Monosit 5 4-8 % Urinalisasi

Warna Kuning Kuning

Kekeruhan Jernih Jernih

Reduksi Negatif Negatif Mmol/L

Bilirubin Negatif Negatif

Keton Urin Negatif Negatif

BJ 1,015 1,015-1,025

Darah Samar Negatif Negatif Ery/ul

Protein Trace Negatif g/L

Urobilinogen 16 3,2-16 Umol/L

Nitrit Negatif Negatif

Lekosit Esterase Negatif Negatif Leu/ul

Sedimen Urin

Eritrosit 1-2 0-1 /LPK

Lekosit 2-4 1-6 /LPK

Sel Epitel Positif Positif /LPK

Kristal

Ca Oksalat Negatif Negatif /LPK

Asam Urat Negatif Negatif /LPK

Amorf Negatif Negatif /LPK

Silinder

Eritrosit Negatif Negatif /LPK

Leukosit Negatif Negatif /LPK

Granular Negatif Negatif /LPK

Bakteri Negatif Negatif /LPK

Lain-lain - Negatif /LPK

WIDAL

Typhus-O Positif 1/180 Negatif

Typhus-H Positif 1/180 Negatif

P. Typhus-A Negatif Negatif

P. Typhus-O Positif 1/160 Negatif

Terapi Antibiotika

Nama Obat Dosis Tanggal Pemberian

Infus D5% 5 tpm 26, 27, 28, 1, 2, 3, 4, 5, 6 Injeksi Sefotaksim 3x500 mg 26 Injeksi Sefotaksim 3x1gr 27, 28, 1, 2 Injeksi ampisilin 3x500 mg 26 Injeksi ampisilin 3x1gr 27, 28, 1, 2 Injeksi ampisilin 3x750 mg 3, 4, 5, 6 Injeksi amikasin 2x180 mg 3, 4, 5, 6

Paracetamol tablet ½ tablet (k/p) 27, 28, 1, 2, 3, 4, 5, 6 Nebulizer Ventolin+Combivent ½ ampul/8 jam 28, 1, 2, 3, 4, 5, 6

Vitamin B Complex 1x1 tablet 6

Vitamin C 1x1 tablet 6

II. Evaluasi Penggunaan Antibiotika menurut Alur Gyssen

Kasus 7

1. Sefotaksim

Kategori Gyssen Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).

Assessment: data rekam medis lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien.

Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi pemberian antibiotika).

Assessment: adanya indikasi pemberian antibiotika untuk infeksi bakteri Salmonella

typhi.

Kategori IVA Lolos kategori IVA (Tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif).

Assessment: pemberian antibiotika ini sudah tepat dan antibiotika ini merupakan salah satu antibiotika yang direkomendasikan WHO (2011) untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan antibiotika alternatif lain yang sering digunakan untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et al, 2014). Peresepan antibiotika ini terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti membaik.

Kategori IVB Lolos kategori IVB (Tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik).

Assessment: antibiotika ini sudah cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan pasien (Lacy

et al, 2009).

Kategori IVC Lolos kategori IVC (Tidak ada antibiotika lain yang lebih murah).

Assessment: antibiotika ini merupakan antibiotika generik dan harganya lebih murah jika dibandingkan dengan brand name dari sefotaksim seperti claforan, clatax, clacef, clafexim, cefarin, cefor, cefovell, efotax dan lapixime (Pramudianto, 2013).

Kategori IVD Lolos kategori IVD (Tidak ada antibiotika lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit).

Assessment: sefotaksim merupakan antibiotika berspektrum luas dan salah satu antibiotika yang direkomendasikan WHO (2011) untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan antibiotika alternatif lain yang sering digunakan untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et al, 2014).

Kategori IIIA Lolos kategori IIIA (Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).

Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 5 hari. Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama karena telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari (Permenkes, 2011).

Kategori IIIB Lolos kategori IIIB (Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).

Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 5 hari. Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat karena telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari kemudian harus dievaluasi berdasarkan perkembangan kondisi pasien. Diketahui kondisi pasien membaik dan terapi tetap dilanjutkan selama 5 hari (Permenkes, 2011). Kategori IIA Tidak lolos kategori IIA (Penggunaan antibiotika tidak tepat dosis).

Assessment: dalam kasus ini pasien diberikan 3x500 mg/hari (1500 mg/hari) dan 3x1 g/hari (3000 mg/hari). Berdasarkan literatur dosis sefotaksim 40-80 mg/kg dalam 2-3 dosis (maksimum 1-2 g/hari) (Purwadianto et al., 2014). Dosis 3x1 g/hari belum sesuai dengan dosis yang dianjurkan literatur karena overdose/dosisnya berlebih.

Kesimpulan Penggunaan antibiotika tidak tepat dosis (Kategori IIA)

2. Ampisilin

Kategori Gyssen Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).

Assessment: data rekam medis lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien.

Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi pemberian antibiotika).

Assessment: adanya indikasi pemberian antibiotika untuk infeksi bakteri Salmonella

typhi.

Kategori IVA Lolos kategori IVA (Tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif ).

Assessment: pemberian antibiotika ini sudah tepat dan antibiotika ini merupakan salah satu antibiotika yang direkomendasikan untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan salah satu terapi lini pertama untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et al, 2014). Peresepan antibiotika ini terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti membaik.

Kategori IVB Lolos kategori IVB (Tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik).

Assessment: antibiotika ini sudah cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan pasien (Lacy

et al, 2009).

Kategori IVC Lolos kategori IVC (Tidak ada antibiotika lain yang lebih murah).

Assessment: antibiotika ini merupakan antibiotika generik dan harganya lebih murah jika dibandingkan dengan brand name dari ampisilin seperti phapin, sanpicillin, dan vicillin (Pramudianto, 2013).

Kategori IVD Lolos kategori IVD (Tidak ada antibiotika lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit).

Assessment: ampisilin merupakan antibiotika berspektrum luas dan salah satu antibiotika yang direkomendasikan untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan salah satu terapi lini pertama untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et

al, 2014).

Kategori IIIA Lolos kategori IIIA (Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).

Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 9 hari. Penggunaan antibiotika ini tidak terlalu lama karena penggunaan antibiotika ini untuk penatalaksanaan terapi demam tifoid adalah selama 10 hari (Lacy et al, 2009). Kategori IIIB Lolos kategori IIIB (Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).

Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 9 hari. Penggunaan antibiotika ini untuk penatalaksanaan terapi demam tifoid adalah selama 10 hari (Lacy et al, 2009). Peneliti meloloskan ampisilin ke dalam kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat) karena antibiotika ini merupakan antibiotika lanjutan yang digunakan pasien ini selama pasien di rawat inap. Peneliti juga mempertimbangkan penggunaan antibiotika lanjutan yang di bawah pulang oleh pasien pada rawat jalan.

Kategori IIA Lolos kategori IIA (Penggunaan antibiotika tepat dosis).

Assessment: dalam kasus ini pasien diberikan 3x500 mg/hari (1500 mg/hari), 3x750 mg/hari (2250 mg/hari), dan 3x1 mg/hari (3000 mg/gari). Berdasarkan literatur dosis untuk anak-anak 100-150 mg/kg/hari diberikan setiap 6 jam dengan dosis maksimal 2- 4 g/hari (Lacy et al, 2009). Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan dosis yang dianjurkan untuk anak.

Kategori IIB Tidak lolos kategori IIB (Penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian). Assessment: interval pemberian yang dianjurkan setiap 6 jam dalam sehari (4 kali sehari) (Lacy et al, 2009). Dalam kasus ini interval pemberiannya 3 kali dalam sehari sehingga penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian karena tidak sesuai dengan yang dianjurkan.

Kesimpulan Penggunaan antibiotika tidak tepat interval pemberian (Kategori IIB)

3. Amikasin

Kategori Gyssen Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).

Assessment: data rekam medis lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien.

Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi pemberian antibiotika).

Assessment: spektrum kerja dari antibiotika ini luas sehingga adanya indikasi pemberian antibiotika untuk infeksi bakteri Salmonella typhi

Kategori IVA Tidak lolos kategori IVA (Ada antibiotika yang lebih efektif).

Assessment:obat ini tidak efektif untuk terapi demam tifoid walaupun spektrum kerjanya luas karena tidak termasuk antibiotika yang direkomendasikan WHO (2011) untuk terapi demam tifoid.

Kesimpulan Ada antibiotika yang lebih efektif (kategori IVA)