• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 14 Rekam Medis 12

I. Kasus 12

No. RM : 516185 Dirawat tanggal : 2-12 November 2013 Informasi Pasien

AK, umur 7 tahun, BB 20 kg, dengan keluhan demam naik turun sejak 5 hari yang lalu, muntah 1 kali, nyeri kepala, nyeri perut, makan dan minum kurang, batuk, pilek. Suhu tubuh 38,5°C, nadi 117x/menit, nafas 23x/menit, tensi 100/50. Diagnosa masuk : FH5, DT dd DHF, Demam Tifoid. Diagnosa akhir : Demam Tifoid. Keada keluar : membaik.

Pemeriksaan Laboratorium

Parameter Tanggal Pemeriksaan (November)

Nilai Normal Satuan

2 3 4 5 6

Hematologi

Hemoglobin 11,2 L:13-17; P:12-16 gr%

Lekosit 2,77 dws:4-10; ank:9-12 ribu/ul

Eritrosit 4,68 L:4,5-5,5; P:4,0-5,0 juta/ul

Trombosit 150 146 140 166 212 150-450 ribu/ul Hematokrit 33,5 35 32 35 33,0 L:42-52; P:36-46 % Hitung Jenis Lekosit

Eosinofil 0 2-4 % Basofil 0 0-1 % Batang 0 2-5 % Segmen 61 51-67 % Limfosit 34 20-35 % Monosit 5 4-8 % Urinalisasi

Warna Kuning Kuning

Kekeruhan Agak keruh Jernih

Reduksi Negatif Negatif

Bilirubin +1 Negatif

Keton Urin +4 Negatif

BJ 1,015 1,015-1,025

Darah Samar Trace Negatif

pH 8,5 4,8-7,4

Protein +2 Negatif g/L

Urobilinogen 1,0 0,20-1,00 Eu/dl

Nitrit Negatif Negatif

Lekosit Esterase Negatif Negatif

Sedimen Urin

Eritrosit 3-5 0-1 /LPK

Lekosit 0-1 1-6 /LPK

Sel Epitel Positif Positif /LPK

Kristal

Ca Oksalat Negatif Negatif /LPK

Asam Urat Negatif Negatif /LPK

Amorf Negatif Negatif /LPK

Silinder

Eritrosit Negatif Negatif /LPK

Leukosit Negatif Negatif /LPK

Granular Negatif Negatif /LPK

Lain-lain - Negatif /LPK WIDAL

Typhus-O Negatif Negatif

Typhus-H Positif 1/320

Negatif

P. Typhus-A Negatif Negatif

P. Typhus-O Negatif Negatif

Terapi Antibiotika

Nama Obat Dosis Tanggal Pemberian

Infuse RL 15 tpm 2, 3, 4, 5, 6, 7 Paracetamol (p.o) 3-4 x 2 cth 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12 Sefiksim (p.o) 2x100 mg 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 Injeksi sefotaksim 3x750 mg 8, 9 Injeksi sefotaksim 3x1 gr 9, 10, 11, 12 Infuse plug - 8, 9, 10, 11, 12

II. Evaluasi Penggunaan Antibiotika menurut Alur Gyssen

Kasus 12

1. Sefiksim

Kategori Gyssen Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).

Assessment: data rekam medis lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien.

Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi pemberian antibiotika).

Assessment: adanya indikasi pemberian antibiotika untuk infeksi bakteri Salmonella

typhi.

Kategori IVA Lolos kategori IVA (Tidak ada antibiotika yang lebih efektif).

Assessment: pemberian antibiotika ini sudah tepat dan antibiotika ini merupakan salah satu antibiotika yang direkomendasikan WHO (2011) untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan antibiotika alternatif lain yang sering digunakan untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et al, 2014). Peresepan antibiotika ini terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti membaik.

Kategori IVB Lolos kategori IVB (Tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik).

Assessment: antibiotika ini sudah cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan pasien (Lacy

et al, 2009).

Kategori IVC Lolos kategori IVC (Tidak ada antibiotika lain yang lebih murah).

Assessment: antibiotika ini merupakan antibiotika generik dan harganya lebih murah jika dibandingkan dengan brand name dari sefiksim seperti cefilia, opixime, pyxime, maxpro, seprax, sporetik dan starcef (Pramudianto, 2013).

Kategori IVD Lolos kategori IVD (Tidak ada antibiotika lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit).

Assessment: sefiksim merupakan antibiotika berspektrum luas dan salah satu antibiotika yang direkomendasikan WHO (2011) untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan antibiotika alternatif lain yang sering digunakan untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et al, 2014).

Kategori IIIA Lolos kategori IIIA (Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).

Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 7 hari. Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama karena menurut WHO (2011) lama penggunaan antibiotika ini untuk terapi demam tifoid yaitu selama 7-14 hari. Kategori IIIB Lolos kategori IIIB (Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).

Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 7 hari. Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat karena menurut WHO (2011) lama penggunaan antibiotika ini untuk terapi demam tifoid yaitu selama 7-14 hari. Kategori IIA Lolos kategori IIA (Penggunaan antibiotika tepat dosis).

Assessment: dalam kasus ini pasien diberikan 2x100 mg/hari (200 mg/hari). Berdasarkan literatur dosis untuk anak-anak 20 mg/kg/hari (maksimum 400 mg/kg/hari), dalam dosis tunggal atau dibagi dalam 2 dosis untuk pemberian secara p.o. (Lacy et al, 2009). Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan dosis yang dianjurkan untuk anak.

Kategori IIB Lolos kategori IIB (Penggunaan antibiotika tepat interval pemberian).

Assessment: interval pemberian sudah sesuai dengan yang dianjurkan setiap 12 jam dalam sehari. (Lacy et al, 2009).

Assessment: rute pemberian sudah tepat dengan yang dianjurkan yaitu secara per oral (Lacy et al, 2009).

Kategori I Lolos kategori I (Penggunaan antibiotika tepat waktu pemberian).

Assessment: waktu pemberian antibiotikanya sudah tepat karena diberikan berdasarkan hasil kultur kuman yang menjadi penyebab infeksi (Meer and Gyssens, 2001).

Kategori 0 Lolos kategori 0

Assessment: termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena sefiksim lolos pada semua kategori evaluasi Gyssens.

Kesimpulan Penggunaan antibiotika tepat/bijak (Kategori 0)

2. Sefotaksim

Kategori Gyssen Hasil Assessment (Lolos/Tidak Lolos Per Kategori Kategori VI Lolos kategori VI (Data rekam medis pasien lengkap).

Assessment: data rekam medis lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien.

Kategori V Lolos kategori V (Ada indikasi pemberian antibiotika).

Assessment: adanya indikasi pemberian antibiotika untuk infeksi bakteri Salmonella

typhi.

Kategori IVA Lolos kategori IVA (Tidak ada antibiotika yang lebih efektif).

Assessment: pemberian antibiotika ini sudah tepat dan antibiotika ini merupakan salah satu antibiotika yang direkomendasikan WHO (2011) untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan antibiotika alternatif lain yang sering digunakan untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et al, 2014). Peresepan antibiotika ini terbukti efektif karena kondisi pasien terbukti membaik.

Kategori IVB Lolos kategori IVB (Tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik).

Assessment: antibiotika ini sudah cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan pasien (Lacy

et al, 2009).

Kategori IVC Lolos kategori IVC (Tidak ada antibiotika lain yang lebih murah).

Assessment: antibiotika ini merupakan antibiotika generik dan harganya lebih murah jika dibandingkan dengan brand name dari sefotaksim seperti claforan, clatax, clacef, clafexim, cefarin, cefor, cefovell, efotax dan lapixime (Pramudianto, 2013).

Kategori IVD Lolos kategori IVD (Tidak ada antibiotika lain yang spektrum antibakterinya lebih sempit).

Assessment: sefotaksim merupakan antibiotika berspektrum luas dan salah satu antibiotika yang direkomendasikan WHO (2011) untuk penatalaksanaan demam tifoid. Antibiotika ini merupakan antibiotika alternatif lain yang sering digunakan untuk terapi demam tifoid (Purwadianto et al, 2014).

Kategori IIIA Lolos kategori IIIA (Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama).

Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 5 hari. Penggunaan antibiotika tidak terlalu lama karena menurut WHO (2011) lama penggunaan antibiotika ini untuk terapi demam tifoid yaitu selama 10-14 hari. Kategori IIIB Lolos kategori IIIB (Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat).

Assessment: selama perawatan, pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 5 hari. Penggunaan antibiotika ini untuk terapi demam tifoid menurut WHO (2011) adalah selama 10-14 hari. Penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat karena sefotaksim merupakan antibiotika lanjutan dari sefiksim selama pasien di rawat inap dan dipertimbangkan penggunaan antibiotika lanjutan yang di bawah pulang oleh pasien pada rawat jalan.

Kategori IIA Tidak lolos kategori IIA (Penggunaan antibiotika tidak tidak tepat dosis).

Assessment: dalam kasus ini pasien diberikan 3x750 mg/hari (2250 mg/hari) dan 3x1 g/hari (3000 mg/hari). Berdasarkan literatur dosis sefotaksim 40-80 mg/kg dalam 2-3 dosis (maksimum 1-2 g/hari) (Purwadianto et al., 2014). Dosis 3x750 mg/hari dan 3x1 g/hari belum sesuai dengan dosis yang dianjurkan literatur karena overdose/dosisnya berlebih.