• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PIA DAN PERAN PENDAMPING PIA DALAM MEMBANTU

D. Pokok-Pokok Pemahaman Ekaristi bagi Anak

3. Sikap-Sikap dalam Mengikuti Perayaan Ekaristi

Ada banyak sikap atau tata gerak dalam Perayaan Ekaristi. Martasudjita (2006:12) menyebutkan ada tiga sikap dasar yang perlu diketahui dan dilakukan anak dalam mengikuti Perayaan Ekaristi di antaranya adalah berdiri, duduk, dan berlutut. Makna dari semua tata gerak yang dilakukan dalam Perayaan Ekaristi adalah untuk mengungkapkan penghayatan batin kita dan partisipasi kita dalam Perayaan Ekaristi.

a) Berdiri

Dengan berdiri, kita menyatakan penghormatan dan kesiapsediaan kita untuk menyambut dan memuliakan Tuhan (Martasudjita, 2006:12). Sedangkan Windhu (1997:27) menegaskan dalam bukunya bahwa berdiri adalah sikap biasa bagi orang Yahudi waktu berdoa. Berdiri melambangkan kesiapsiagaan dan penghormatan seorang hamba di hadapan tuannya. Berdiri mengungkapkan sikap siap menyambut, siap mendengarkan, siap menerima, siap diutus, dan siap berkarya.

Sikap berdiri sendiri dilakukan pada saat umat menyambut perarakan imam ketika masuk gereja dan keluar gereja, menyanyikan/mendoakan madah Kemuliaan/Gloria, saat Injil dibacakan, pada awal Doa Syukur Agung/prefasi, dan saat menyanyikan/mendoakan doa Bapa Kami (Martasudjita, 2006:12).

b) Duduk

Dengan duduk, kita menyatakan kesiapsediaan untuk mendengarkan Sabda Tuhan melalui bacaan-bacaan dan menyampaikan doa-doa pada saat persiapan persembahan serta sesudah komuni (Martasudjita, 2006:13).

Duduk sendiri dilakukan oleh umat dan imam untuk merenung, oleh umat untuk mendengarkan Sabda Tuhan dan merenungkannya (bacaan dari Perjanjian Lama dan Surat Para Rasul), oleh umat ketika kotak kolekte sedang diedarkan dan bahan persembahan sedang disiapkan, oleh umat sesudah doa komuni, serta oleh umat dan seluruh yang hadir untuk mendengarkan pengumuman paroki (Windhu, 1997:25-26).

c) Berlutut

Berlutut adalah sikap doa yang mengungkapkan kerendahan hati seseorang yang ingin bermohon kepada Tuhan atau bersembah sujud kepada-Nya. Sikap ini cocok untuk berdoa secara pribadi. Bertekuk lutut artinya memperkecil diri di hadapan Allah (Windhu, 1997:22). Sedangkan Martasudjita (2006:14) menegaskan bahwa dengan berlutut, kita menyatakan ketidakpantasan kita. Berlutut juga menyatakan keinginan kita untuk menghormati Tuhan.

Berlutut dilakukan oleh umat ketika doa pribadi pada saat mengawali dan mengakhiri Perayaan Ekaristi, saat konsekrasi, serta sebelum dan sesudah komunis; oleh umat di hadapan Sakramen Mahakudus atau tabernakel; oleh imam dan umat untuk merenungkan wafat Tuhan Yesus pada saat pembacaan Kisah Sengsara pada hari raya Jumat Agung. Berlutut

sendiri dilakukan dengan menurunkan kaki kanan sampai lutut menyentuh lantai dan berlutut dengan kedua kaki merupakan ungkapan sembah sujud yang sesungguhnya (Windhu, 1997: 23).

Selain ketiga sikap dasar yang perlu diketahui anak, ada juga sikap-sikap lain yang perlu dikenalkan kepada anak, yaitu:

a) Berjalan

Berjalan dengan tegap dan khidmat serta pandangan ke arah depan merupakan tanda penghormatan dan kesungguhan niat kita bertemu dengan Tuhan (Windhu, 1997:11). Berjalan dilakukan:

1) oleh umat, rombongan imam dan para pembantunya (misdinar, prodiakon paroki) ketika memasuki ruangan gereja;

2) oleh umat sebelum dan sesudah menyambut Tubuh Tuhan; 3) oleh wakil umat ketika menghantarkan bahan persembahan; 4) oleh petugas yang akan membacakan pengumuman;

5) oleh lektor yang akan membacakan Kitab Suci. b) Membuat Tanda Salib

Sebelum mencari tempat duduk, umat yang masuk ke gereja terlebih dahulu membuat tanda salin dengan air suci yang ada di samping pintu masuk gereja. Air suci adalah air yang sudah diberkati. Air ini mengingatkan kita pada baptis yang telah kita terima. Tindakan ini merupakan bentuk kesetiaan kita pada janji baptis bahwa kita akan hidup baik sebagai anak-anak terang yang harus menerangi banyak orang. Kita

menandai diri dengan air suci supaya layak mengikuti Ekaristi (Windhu, 1997:12-13).

Selama Perayaan Ekaristi, kita membuat tanda salib beberapa kali. Membuat tanda salib dilakukan:

1) untuk mengawali dan mengakhiri Perayaan Ekaristi, doa pribadi, konsekrasi;

2) saat menerima berkat: pengampunan, persembahan, perutusan atau akhir Ekaristi, dan lain-lain.

3) Saat pembacaan Injil, umat membuat tanda salib dengan ibu jari pada buku Injil, lalu pada dahi, mulut, dan dada. Sambil membuat tanda salib, umat mengucapkan dalam hati, “Sabda-Mu kuterima dengan budi, kuakui dengan mulut, dan kusimpan dalam hati”.

c) Perarakan

Perarakan bisanya dilakukan oleh:

1) rombongan imam serta para pembantunya. Misdinar atau pembantu imam seolah-olah juga bertugas “menyiapkan jalan”bagi imam yang akan memimpin Ekaristi;

2) beberapa wakil umat untuk mengantarkan bahan persembahan: roti, anggur, lilin, bunga, dan kolekte ke altar (Widhu, 1997:14-15).

d) Membungkuk

Membungkukkan badan merupakan tanda penghormatan yang lebih besar daripada menundukkan kepala. Membungkukkan badan dilakukan:

1) oleh imam dan para pembantunya di depan altar ketika akan memulai dan mengakhiri Perayaan Ekaristi;

2) oleh imam ketika mengucapkan kata-kata, “dikandung dari Roh Kudus” pada saat mendoakan Aku Percaya;

3) oleh imam pada waktu konsekrasi; 4) oleh umat ketika berada di depan salib;

5) oleh umat ketika masuk di gereja atau kapel yang di dalamnya tersimpan Sakramen Mahakudus (Windhu, 1997:15-17).

e) Mengecup

Mengecup adalah tanda cinta dan penghormatan terhadap seseorang atau barang. Mengecup dilakukan:

1) oleh para imam sebelum memakai pakaian liturgi. Maknanya adalah ungkapan rasa hormat terhadap barang-barang suci tersebut;

2) oleh imam pada altar sebelum dan sesudah Perayaan Ekaristi. Maksudnya adalah memberi penghormatan terhadap altar sebagai meja perjamuan Tuhan dan untuk menghormati kehadiran Allah di tengah umat-Nya.

3) pada peringatan Jumat Agung, semua yang ikut ibadat mendapatkan kesempatan mengecup salib, tepatnya pada luka di kaki Yesus. Maknanya adalah penghormatan bagi Yesus yang wafat disalib (Windhu, 1997:17-18).

f) Mendupai

Maksud dari pendupaan adalah menciptakan suasana doa dan kurban bagi Allah. Pendupaan dilalukan dari bagian kiri ke kanan mengelilingi altar. Mengapa harus dari kanan? Karena kanan adalah tempat domba yang diselamatkan dan kiri adalah tempat kambing yang tidak selamat (bdk. Mat 25:33).

Pendupaan dilakukan pada hari-hari raya, peringatan para kudus atau martir, dan saat-saat penting lainnya seperti tahbisan imam/uskup, upacara kematian, dan lain-lain. Asap putih yang mengepul ke atas melambangkan persembahan kita diterima oleh Allah. Asap dupa menggambarkan awan, yakni lambang kehadiran Allah (bdk. Kel 13:21; 14:19; 16:10) (Windhu, 1997:19-20).

g) Menundukkan kepala

Menundukkan kepada merupakan sebuah tanda penghormatan. Menundukkan kepala dilakukan:

1) oleh imam ketika mengucapkan nama Yesus, Santa Perawan Maria, dan santo atau santa yang dirayakan pada hari itu;

2) oleh imam sebelum dan sesudah mendupai salib, altar, dan bahan persembahan;

3) oleh misdinar sebelum dan sesudah mendupai imam dan umat;

4) oleh lektor atau petugas lain yang akan menuju altar untuk menghormati altar Tuhan dan imam (Windhu, 1997:21).

h) Menebah dada

Menebah dada merupakan tanda tobat atau penyesalan. Menebah dada dilakukan:

1) oleh umat ketika mengucapkan “saya berdosa, saya sungguh berdosa” dalam doa tobat Saya Mengaku pada awal Perayaan Ekaristi;

2) oleh umat saat konsekrasi (merasa diri tidak pantas menyambut Tuhan); 3) oleh umat ketika mengucapkan “kasihanilah kami” sebanyak dua kali dan

“berilah kami damai” satu kali dalam doa Anak Domba Allah;

4) oleh umat sebagai tanda menyesali dosa-dosanya secara pribadi (Windhu, 1997:23-24).

i) Bersila

Bersila adalah sikap duduk dengan melipatkan dan menyilangkan kedua kaki. Bersila dilakukan apabila tidak ada kursi atau bangku (Windhu, 1997:26).

j) Merentangkan tangan

Merentangkan tangan adalah tanda penyerahan kita kepada kehendak Allah. Dengan merentangkan tangan, orang membuka seluruh genggaman dan mau menyerahkan yang kita miliki pada Tuhan. Merentangkan tangan dilakukan:

1) oleh imam ketika mendoakan doa pembukaan dan penutupan Ekaristi, doa persembahan, doa Bapa Kami, dan Doa Syukur Agung;

2) oleh umat ketika menyerahkan hidup dan segala permohonannya kepada Tuhan (Windhu, 1997:29).

k) Menengadahkan kepala

Menengadahkan kepala adalah sikap doa yang mengungkapkan permohonan dengan kebulatan hati. Menengadahkan kepala dilakukan: 1) oleh imam ketika mempersembahkan roti dan anggur;

2) oleh umat ketika berdoa secara pribadi di hadapan Yesus atau Maria dengan kebulatan hati memohon (Windhu, 1997:30).

l) Mengangkat tangan

Mengangkat kedua tangan ke atas melambangkan permohonan yang disertai pengharapan yang penuh. Mengangkat kedia tangan ke atas dilakukan:

1) oleh imam ketika mengangkat patena dan piala berisi roti dan anggur untuk dipersembahkan kepada Tuhan;

2) oleh imam ketika mengangkat sibori atau patena dan piala berisi Tubuh dan Darah Kristus untuk diperlihatkan kepada umat. Tindakan ini dilakukan untuk mengakhiri Doa Syukur Agung sebelum doa Bapa Kami (Windhu, 1997:31).

m) Menyembah

Menyembah, mengatupkan kedua tangan di atas dahi, merupakan tanda bakti dan hormat pada Tuhan. Menyembah dilakukan:

1) oleh umat saat Tubuh dan Darah Kristus diangkat ke atas pada saat konsekrasi;

2) oleh umat saat Sakramen Mahakudus diangkat ke atas pada doa Salve (Pujian) dan Perayaan Kamis Putih (Windhu, 1997:32).

n) Mengatupkan tangan

Mengatupkan tangan merupakan ungkapan kesetiaan pada tuannya. Dengan tangan mengatup, kita mau menutup sementara segala kegiatan sehari-hari untuk bertemu dengan Tuhan. Mengatupkan tangan dilakukan: 1) oleh umat ketika berdoa pribadi;

2) oleh umat ketika akan menerima komuni (Windhu, 1997:33). o) Bergandengan tangan

Bergandengan tangan merupakan tanda kesatuan dan kebersamaan. Bergandengan tangan dilakukan oleh imam dan umat saat menyanyikan atau mendoakan Bapa Kami (Windhu, 1997:34).

p) Bersalaman

Bersalaman (berjabat tangan) mengungkapkan kasih sayang persaudaraan. Bersalaman dilakukan oleh umat ketika saling memberikan Salam Damai (Windhu, 1997:35).

q) Mencium

Mencium merupakan tanda cinta dan penghormatan. Mencium dilakukan:

1) oleh umat ketika saling memberikan Salam Damai (tergantung kebiasaan adat setempat);

2) oleh umat ketika akan menghormati salib (pada hari Jumat Agung) atau hal suci lainnya (Windhu, 1997:36);

r) Menumpangkan tangan

Penumpangan tangan di atas kepala merupakan tanda menyerahkan wewenang sambil menyerukan turunnya Roh Allah atas diri orang yang ditumpangi tangan itu. Menumpangkan tangan dilakukan:

1) untuk memberkati seseorang (tahbisan diakon, imam, dan uskup);

2) untuk mendatangkan penyembuhan jiwa dan badan atas seseorang (Windhu, 1997:37).

s) Memerciki

Pemercikan air merupakan tanda penyucian dan peringatan akan pembaptisan kita. Memerciki dilakukan:

1) pada permulaan Ekaristi (tergantung imam);

2) setelah pembaruan janji baptis pada Malam Paskah; 3) saat menerima daun palma pada perarakan Minggu Palma;

4) untuk kepentingan lain: pernikahan, pemakaman, pemberkatan tempat/gedung baru, pemberkatan benda-benda devosi, dan lain-lain (Windhu, 1997:38).

t) Menelungkup

Menelungkup atau bertiarap merupakan ungkapan tidak pantas, merasa berdosa di hadapan Allah. Menelungkup dilakukan:

1) oleh para calon diakon, imam, dan uskup ketika ditahbiskan;

2) oleh umat sebagai sikap doa, merasa diri berdosa besar dan tidak layak di hadapan Tuhan (Windhu, 1997:39).

u) Mengurapi

Mengurapi dengan minyak mengungkapkan peneguhan, pemberian kekuatan, dan pelantikan. Mengurapi dengan minyak dilakukan ketika orang menerima sakramen baptis, krisma, imamat, dan pengurapan orang sakit (Windhu, 1997:40).’

Pengurapan dilakukan:

1) oleh imam pada calon baptis dengan minyak katekumen pada dadanya; 2) oleh imam pada calon krisma dengan minyak krisma di atas kepala.

Pengurapan minyak krisma di atas kepala berarti bahwa kita yang sudah dibaptis kini mengambil bagian dalam imamat rajawi Kristus;

3) oleh uskup pada penerimaan Sakramen Krisma. Pengurapan minyak krisma di dahi. Dengan pengurapan ini kita dipanggil untuk menjadi saksi Kristus di muka umum dalam masyarakat;

4) oleh petugas (imam atau prodiakon) pada upacara penerimaan abu pada hari Rabu Abu sebagai tanda pertobatan;

5) oleh uskup pada calon imam di atas kedua telapak tangannya sebagai tanda kesiapsediaan menjadi pelayan Tuhan dalam tugas perutusan (Windhu, 1997:40-41).

v) Memberkati

Memberkati adalah doa, ungkapan permohonan pada Tuhan, semoga yang diminta umat-Nya terkabulkan, terjadi, atau terlaksana. Memberkati dilakukan:

1) oleh uskup sambil mengurapi kedua telapak tangan para calon imam baru;

2) oleh imam pada waktu menerima bahan persembahan dari wakil umat; 3) oleh imam pada saat menjelang konsekrasi;

4) oleh imam pada akhir perayaan Ekaristi;

5) oleh imam pada upacara atau kesempatan khusu: pernikahan, menempati rumah baru, pemberkatan barang-barang devosi atau benda berharga yang lain (Windhu, 1997:42-43).

4. Simbol serta Peralatan dan Perlengkapan dalam Perayaan Ekaristi