• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAYO LUES, PESONA NEGERI SERIBU BUKIT

2.4 Sistem Mata Pencarian

Berdasarkan data di poskesdes tahun 2011, 99% masyarakat Desa Tetingi bekerja sebagai petani. Tanaman yang ditanam kebanyakan tanam­ an palawija, yang merupakan tanaman berusia pendek, seperti padi, jagung, bawang merah, cabai, dan sebagainya. Selain tanaman berusia pendek, ada juga masyarakat yang menanam avokad dan tembakau, tetapi tidak banyak masyarakat yang mau menanam jenis tanaman tersebut. Menurut mereka, seperti yang diungkapkan oleh Empun (Kakek) Ar, Aman Bd, Bang Su, dan Bang Al, jenis tanaman keras kurang cocok ditanam di area perkebunan desa Tetingi, sudah dicoba beberapa kali tetapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan.

2.4.1 Pertanian

Berbagai jenis tanaman ditanam oleh masyarakat Desa Tetingi dalam pertanian mereka. Jenis tanaman tersebut dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu tanaman pangan dan tanaman non­pangan. Tanaman pangan Grafik 2.2 Jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang melek huruf di Desa Tetingi tahun 2011.

mereka, seperti padi, jagung, bawang merah, kacang panjang, kacang tanah, dan cabai. Sementara itu, tanaman non­pangan adalah tanaman yang tidak dapat dikonsumsi oleh masyarakat sebagai pangan mereka, seperti tembakau dan serai wangi.

Sebagian tanaman pangan, seperti padi, jagung, bawang merah, kacang panjang, kacang tanah, dan cabai dikonsumsi dan disimpan untuk kebutuhan keluarga, dan sebagian lagi dijual ke peukan dan pajak pagi. Peukan adalah pasar mingguan yang diadakan pada hari Sabtu di Desa Cinta Maju, sedangkan pajak pagi adalah pasar yang diadakan setiap hari di Blang Kejeren (ibukota Kabupaten Gayo Lues).

Hasil tanaman pangan tersebut biasanya dijual oleh ibu­ibu. Apabila ada hasil tanaman pangan, ibu­ibu berangkat ke puekan atau pajak pagi pada pukul 06.00 pagi hari sampai siang hari. Setelah berjualan, mereka kembali ke rumah sambil membawa bahan makanan lain yang dapat di­ konsumsi, seperti ikan, daging, ayam, telur, dan buah­buahan. Bahan makanan tersebut dibeli dari hasil penjualan tanaman pangan. Selain membeli bahan makanan, uang hasil penjualan sebagian juga digunakan untuk membeli kebutuhan rumah tangga lainnya, dan sebagian lain di­ tabung untuk biaya hidup lainnya serta untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak­anak. Mereka biasanya menginvestasikan hasil kebun ke dalam bentuk lain, seperti emas atau sapi.

“... kalau di sini kebanyakan kerja kayak gitu ya kan, uang hasil kebun. Itulah kalo udah dapat hasil kebunnya, sebagian kalo ada beras, ada dia nanam padi, itu kemungkinan disimpan ataupun dibelikannya benda atau emas, kayak sapi, supaya disimpan, apabila keperluan dijual …,” jelas Aman Mi.

Selain dijual, hasil tanaman pangan tersebut ada yang disimpan un­ tuk kebutuhan keluarga, apalagi hasil tanaman yang bisa disimpan dalam jangka waktu lama, seperti padi. Selain disimpan, hasil tanaman pangan tersebut juga ada yang dikeringkan untuk dijadikan bibit agar bisa ditanam lagi, seperti bawang merah, kacang panjang, cabai, dan kacang tanah.

Berbeda dengan tanaman pangan, tanaman non­pangan ditanam un tuk dijual, seperti serai wangi dan tembakau. Serai wangi adalah salah satu tanaman yang ditanam oleh masyarakat Desa Tetingi. Setelah ber­ usia 6 bulan dan menua, daun serai wangi tersebut dipotong dengan menggunakan sabit. Orang yang memotong serai wangi tersebut adalah

pemilik dan petani upahan. Petani upahan diberi upah per hari sebesar Rp40.000.00. Setelah dipotong, daun serai tersebut dibiarkan satu atau dua hari untuk menghilangkan air embun yang menempel di daun serai. Lama waktu untuk menghilangkan air embun tersebut tergantung pada panas matahari. Air embun yang menempel di daun serai harus dihilangkan. Jika daun serai masih dalam keadaan basah, minyak yang dihasilkan hanya sedikit.

Setelah daun­daun serai tersebut kering dari tetesan air embun, selanjutnya dikukus. Untuk itu, para petani serai harus menyiapkan banyak kayu bakar untuk mengukus serai. Setelah dua jam dikukus, minyak serai wangi tersebut akan keluar dari pipa yang mengalir dari “pucuk” drum ke wadah yang telah disiapkan di ujung pipa. Dua drum serai yang di­ kukus dapat menghasilkan satu kilogram minyak serai wangi. Minyak tersebut dijual ke pengepul dengan harga sekitar Rp150.000,00 sampai Rp160.000,00 per kilogram. Jika seorang petani memiliki lahan pertanian serai sekitar dua hektar, minyak yang dihasilkan dapat mencapai 40 kilogram atau senilai sekitar Rp6.000.000,00. Namun, ketika ditanyakan mengenai kegunaan minyak serai, para petani tersebut tidak tahu. Hal yang terpenting bagi mereka adalah menghasilkan minyak serai lalu dijual

Gambar 2.6 Hasil perkebunan yang siap dipasarkan. (Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti, Juni 2012)

Selai serai, tanaman non­pangan lain yang ditanam oleh masyarakat Desa Tetingi adalah tembakau. Setelah menua dan menguning, daun­ daun tembakau tersebut dipetik lalu digulung, beberapa helai daun tem-bakau digulung menjadi satu. Setelah digulung, daun temtem-bakau dijepit pada jangka. Jangka adalah alat penjepit daun tembakau yang terbuat dari bambu. Jangka tersebut sengaja dibuat oleh petani tembakau agar mudah memotong gulungan daun tembakau. Setelah dijepit dengan jangka, gulungan tembakau tersebut lalu dipotong dengan menggunakan parang yang tajam. Namun, menurut Aman So, tidak semua petani tem-bakau pandai memotong daun temtem-bakau, termasuk dirinya. Menurutnya, memotong daun tembakau membutuhkan keahlian.

Setelah daun tembakau dipotong halus, selanjutnya dijemur di ba­ wah sinar matahari selama kurang lebih dua atau tiga hari, tergantung pa da sinar matahari. Harga tembakau pada saat ini (bulan Juni 2012) sekitar Rp20.000,00 per kilogram. Menurut Aman So, harga tersebut termasuk rendah karena harga tembakau pernah mencapai Rp50.000,00 per kilogram. Satu kali panen, petani tembakau bisa menghasilkan sekitar 500 kilogram tembakau, bahkan bisa sampai berton­ton, tergantung pada luasnya kebun tembakau. Setelah dijemur, tembakau tersebut dijual kepada pengepul tembakau atau dijual sendiri ke pasar. Bagi perokok rokokulung, tembakau tersebut dapat dikonsumsi bersama daun nipah. Rokokulung adalah rokok daun nipah yang di dalamnya terdapat tembakau yang digulung sendiri oleh si perokok.

Selain jenis tanaman tersebut di atas, ada juga buah­buahan yang ditanam oleh masyarakat Desa Tetingi, seperti avokad dan terung belanda. Buah­buahan tersebut ada yang dikonsumsi oleh keluarga dan ada pula yang dijual ke pasar atau pengepul buah­buahan.

2.4.2 Peternakan

Selain pertanian, masyarakat Desa Tetingi juga memiliki ternak, se­ perti ikan air tawar, sapi, ayam, dan bebek. Ternak tersebut dibeli dari hasil penjualan tanaman pangan dan non­pangan. Hewan ternak dirawat oleh mereka sendiri, seperti ikan air tawar di dalam kolam ikan. Di Desa Tetingi ada banyak kolam ikan yang terbentang luas di sekitar area pemukiman penduduk. Ikan tersebut ada yang dikonsumsi sendiri oleh keluarga pemilik kolam dan ada pula yang dijual ke pasar atau pengepul ikan.

Selain ikan air tawar, ada juga masyarakat yang memelihara sapi. Sapi biasanya dimasukkan di kandang di belakang rumah pada malam

hari. Namun, pada pagi hari dari pukul 07.00 pagi sampai pukul 18.00 sore hari, sapi­sapi tersebut diikat di tengah padang rumput liar yang menjadi santapannya. Sapi tersebut sengaja dibeli pada saat penjualan hasil ladang sebagai tabungan masa depan dan persiapan jika ada keperluan yang mendesak.

Selain sapi dan ikan air tawar, ada juga masyarakat yang memelihara ayam dan bebek di dalam kandang di belakang atau depan rumah mereka. Ayam dan bebek tersebut dipelihara untuk dikonsumsi, pada saat ayam dan bebek tersebut dianggap sudah tua atau jika ada acara keluarga atau kegiatan masyarakat, seperti Isra’ Mi’raj, Idul Fitri, dan sebagainya.

2.4.3 Pembuat Parang

Selain pertanian dan peternakan, ada juga masyarakat Desa Tetingi yang mempunyai mata pencarian lain, seperti membuat parang, pisau, dan cangkul. Parang, pisau, dan cangkul tersebut dibuat di “bengkel” yang terletak di dekat rumah mereka. Setelah selesai dibuat, parang, pisau, dan cangkul tersebut lalu dijual ke pasar. Kadang kala ada juga konsumen yang memesan parang, pisau, dan cangkul tersebut langsung kepada pem­ buatnya.

2.4.4 Pembagian Peran dalam Mata Pencaharian

Dalam sistem mata pencarian, terutama dalam pertanian, ada pem-bagian peran antara perempuan dan laki­laki, seperti dalam pertanian padi. Dalam pertanian padi, seorang perempuan biasanya bertugas menanam dan memotong padi, sedangkan para laki­laki bertugas membajak sawah dan mengangkat padi yang sudah dipotong ke tempat penggilingan padi. Jarang ditemukan laki­laki, bahkan bisa dikatakan tidak pernah, me­ nanam atau memotong padi karena pekerjaan tersebut dianggap pe­ ker jaan perempuan sehingga para laki­laki merasa malu dan tidak mau melakukannya. Oleh sebab itu, pada saat menanam atau memanen padi, hanya perempuan saja yang bisa dijumpai di tengah hamparan sawah.

Para petani di Desa Tetingi berangkat ke sawah, kebun, atau ladang setiap hari, kecuali ada acara sosial, seperti perkawinan dan acara ke­ agamaan. Namun, ada juga petani yang meliburkan diri dari pekerjaan pertanian pada hari Jumat. Sebelum berangkat menuju sawah, kebun, atau ladang, para perempuan memasak terlebih dulu untuk bekal bagi yang berangkat ke sawah dan bagi anggota keluarga yang ditinggalkan di rumah.

membawa hasil ladang, seperti cabai, kacang panjang, dan sebagainya. Selain membawa hasil ladang, para perempuan juga membawa kayu bakar yang digunakan untuk memasak. Mayoritas masyarakat Desa Tetingi masih menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar untuk memasak. Pada saat tiba di rumah, dapur adalah ruang aktivitas mereka untuk memasak bagi anggota keluarga.

Masyarakat Desa Tetingi memiliki sistem kerja sama atau gotong royong dalam pekerjaan pertanian. Mereka menyebutnya dengan istilah pang lo. Geuchik dan Aman MID memberikan penjelasan yang tidak jauh berbeda mengenai pang lo tersebut. Menurut mereka, pang lo adalah sebuah bentuk kerja sama dalam melaksanakan pekerjaan di sawah atau di kebun, yang dilakukan secara bergantian. Misalnya, pada suatu hari kel-uarga A membantu kelkel-uarga B memanen padi maka pada hari lain kelkel-uarga B akan membantu keluarga A, jika keluarga A membutuhkan orang untuk menyelesaikan pekerjaan di sawah atau di kebun. Namun, berbeda halnya jika orang yang membantu tidak mempunyai sawah atau kebun. Misalnya, Ibu A tidak mempunyai sawah, tetapi dia membantu Ibu B memanen padi. Dalam hal ini Ibu A akan mendapat upah dari Ibu B atau mendapat pem-bagian hasil panen sebagaimana yang telah disepakati bersama.