• Tidak ada hasil yang ditemukan

Subbidang Perumahan Rakyat 84,00% Capaian outcome subbidang perumahan rakyat yang merupakan

Dalam dokumen LaKIP Kementerian PUPR 2015 (Halaman 62-67)

PERENCANAAN KINERJA

PELAKSANAAN KEBIJKAN

2) Subbidang Perumahan Rakyat 84,00% Capaian outcome subbidang perumahan rakyat yang merupakan

No Outcome/Indikator Kinerja Target Keterangan

1) Subbidang Cipta Karya 78,00% Rata-rata outcome penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan dan peningkatan cakupan

pelayanan akses sanitasi a.Penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan 92,00%

b.Peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi 64,00%

2) Subbidang Perumahan Rakyat 84,00% Capaian outcome subbidang perumahan rakyat yang merupakan

gabungan capaian penyediaan dan pembiayaan perumahan a.Pemenuhan perumahan yang layak huni bagi

rumah tangga berpenghasilan rendah

84,00%

2.3.5 Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman, dan penganggaran

Kementerian PUPR menjadikan konsep tiga pilar kerangka keterpaduan pembangunan infrastruktur PUPR pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan dengan pengembangan wilayah antarsektor, antardaerah dan antarpemerintahan yaitu keterpaduan perencanaan, keterpaduan dan kesinkronan program dan keterpaduan pelaksanaan sebagai fokus bagi sasaran program dalam Rencana Strategis Kementerian PUPR 2015-2019, yaitu:

1. Meningkatnya keterpaduan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah antarsektor, antardaerah dan antarpemerintahan.

2. Meningkatnya keterpaduan perencanaan, pemrograman dan penganggaran.

Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah yang menjamin keterpaduan antar sektor, antardaerah,dan antarpemerintahan untuk mengurangi disparitas dan meningkatkan pertumbuhan dengan cara :

1. Menyusun kebijakan dan strategi dan rencana Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah.

2. Mengembangkan rencana Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah / kawasan strategis baik perkotaan maupun non perkotaan.

3. Menterpadukan dan mensinkronkan program Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah.

II-15

4. Melaksanakan Keterpaduan Pembangunan Infrastruktur bidang PUPR dengan Pengembangan Wilayah.

Sehingga dengan prinsip keterpaduan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan seluruh masyarakat diberi ruang yang seluas-luasnya dalam proses menterpadukan, maupun meningkatkan kualitas hasil keterpaduan pembangunan.

Hasil keterpaduan infrastruktur PUPR dengan Pengembangan Wilayah adalah berkurangnya disparitas dan meningkatnya pertumbuhan kawsan proporsional yang dirasakan oleh masyarakat secara terus menerus, berkelanjutan, dan global untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan Keterpaduan infrastruktur PUPR diperlukan sinergitas dan efisiensi baik dalam proses perencanaan, pemrograman maupun pelaksanaan dan terukurnya dampak ekonomi, yang meliputi :

1. Keterpaduan kebijakan 2. Keterpaduan perencanaan 3. Kesinkronan pemrograman dan 4. Kesinkronan penganggaran

Baik di dalam Kawasan, antar Kawasan, maupun antar WPS. Sasaran Pengukuran:

Dengan mengukur tingkat keterpaduan kebijakan, perencanaan, pemrograman terhadap penganggaran pembangunan Infrastruktur bidang PUPR yang terpadu dalam kawasan, antar kawasan dan antar WPS, maka akan diketahui efektivitas perencanaan pengembangan pada 35 WPS dan antar WPS Kementerian PUPR yang ditujukan untuk menterpadukan pembangunan Infrastruktur masing-masing sektor di bidang PUPR sesuai dengan daya dukung dan daya tampung serta fungsional lingkungan fisik terbangun yang terpadu dalam lokasi, besaran, dan waktu.

Cara Pengukuran:

Mengukur rasio (deviasi) dengan membandingkan kebijakan, rencana dan program pembangunan infrastruktur PUPR yang terpadu dalam kawasan, antar kawasan, dan antar WPS dan rencana pengembangan 35 WPS untuk tahun 2015 dengan penganggaran pembangunan sektor yang telah disusun unit kerja eselon 1 atau daerah tahun 2015 (pembobotan dengan faktor-faktor non fisik antara lain aspek keterpaduan perencanaan (termasuk regulasi, kesinkronan pemrograman, keterpaduan pelaksanaan serta manfaat ekonomi ( berkurangnya disparitas dan meningkatnya pertumbuhan kawasan).

Target : 80%

Periode Pengukuran : setiap tahun

II-16

Data Source :

Data RPJMN, Renstra Kemen PUPR, Rencana Pengembangan 35 WPS baik perkotaan maupun non perkotaan dan antar WPS pada 35 WPS, Rencana Tahun 2015, Program tahun 2015; serta data sektor dari masing-masing Kawasan Strategis baik perkotaan maupun non perkotaan pada 35 WPS dan antar WPS yang diterpadukan (dari Kementerian PUPR dan Pemerintah Daerah).

Asumsi :

Ketersediaan data eksisting infrastruktur bidang PUPR yang telah terbangun lengkap baik dari direktorat Jenderal di bawah Kementerian PUPR maupun pemerintah daerah terkait bidang PUPR.

2.3.6 Meningkatnya ketahanan air

Sasaran strategis meningkatnya ketahanan air dengan indikator kinerja Tingkat Dukungan Ketahanan Air Nasional diukur dari rata-rata capaian outcome yang dihasilkan (outcome based), yang meliputi: 1) Meningkatnya layanan sarana dan prasarana penyediaan air baku; 2) Meningkatnya kapasitas tamping sumber-sumber air; dan 3) Meningkatnya kapasitas pengendalian daya rusak air. Komponen pengukuran tersebut dijabarkan sebagai berikut:

Tabel II.4. Komponen Pengukuran Tingkat Dukungan Ketahanan Air Nasional

No Outcome/Indikator Kinerja Baseline 2014 Target 2015

1) Pemenuhan kebutuhan air baku untuk kehidupan sehari-hari

51,44 m3/det 8,74 m3/det

2) Peningkatan kapasitas tampung sumber air 12.679 juta m3 1.025 juta m3

3) Peningkatan layanan infrastruktur pengendali daya rusak air

36.199 Ha 10.903 Ha

2.3.7 Meningkatnya kemantapan jalan nasional

Kondisi kemantapan jalan merupakan hal penting dalam memperlancar pergerakan kendaraan. Kemantapan jalan juga memungkinkan kendaraan untuk mencapai kecepatan yang optimal sehingga perjalanan dapat ditempuh dengan sesingkat-singkatnya. Jalan dikategorikan dalam kondisi mantap jika kondisi jalan tersebut dalam kondisi Baik dan Sedang, dan dikategorikan dalam kondisi yang tidak mantap jika kondisi jalan tersebut dalam kondisi Rusak Ringan dan Rusak Berat. Konsep Kemantapan Jalan Nasioanal Direktorat Jenderal Bina Marga adalah pelayanan (performance), dimana pengguna jalan bisa merasakan nyaman, aman dan dapat memanfaatkan kecepatan secara optimum sehingga jalan dapat berfungsi secara fungsional.

II-17

Parameter dalam menentukan kondisi jalan di Indonesia didasarkan pada :

Kondisi Berdasarkan Pelayanan Kondisi Berdasarkan Struktural

a. Kemantapan Berdasarkan Pelayanan (IRI : International Roughness Index) adalah :

Kondisi baik dan sedang berdasarkan hasil pengukuran survey kondisi ketidakrataan permukaan jalan (IRI), dimana nilai IRI <=4 adalah kategori kondisi baik dan nilai IRI <=8 untuk kategori kondisi sedang. Mengukur nilai ketidakrataan permukaan jalan (IRI) dapat dilakukan melalui 2(dua) metode, melalui penggunaan alat dan cara visual.

1) Penggunaan Alat Survey :

• NAASRA meter adalah alat untuk mendapatkan nilai goncangan (bumping) kendaraan dan disebut sebagai nilai Bump Integrator (BI). Nilai BI tersebut akan dikorelasikan dengan nilai IRI absolut yang didapat dari survey alat dipstik melalui persamaan korelasi BI terhadap IRI.

• Roughmeter merupakan pengembangan dari alat ukur NAASRA yang menggabungkan secara automatic korelasi antara nilai BI dan IRI secara integrasi, sehingga keluarannya dapat langsung mendapatkan nilai IRI

• Alat Hawkeye merupakan alat survey yang berteknologi laser yang secara real time

dapat langsung memperoleh nilai IRI serta kemampuan lainya adalah mendapatkan kondisi pavement perkerasan jalan.

2) Penggunaan Cara Visual :

Survey kondisi dengan cara visual dilakukan dengan menggunakan Tabel RCI (Road

Condition Index) dengan ketentuan sebagai berikut :

• Bila menggunakan alat pengukur ketidakrataan permukaan jalan (Naasra/ Roughmeter) hasilnya tidak feasible (nilai count/BI > 400)

• Kalau situasi lapangan tidak memungkinkan menggunakan kendaraan survey, maka disarankan menggunakan metoda RCI.

• Jika mempunyai kendaraan dan alat survey, maka disarankan menggunakan metoda visual ini.

Kondisi Mantap : Kondisi Baik+Kondisi Sedang

II-18

b. Kemantapan Berdasarkan Struktural (SDI : Surface Distress Index) adalah:

Kondisi baik dan sedang berdasarkan hasil pengukuran (survey kondisi) struktur perkeraan jalan jalan (SDI), dimana nilai SDI <=50 adalah kategori kondisi baik dan nilai SDI <=100 untuk kategori kondisi sedang.

Mengukur nilai struktur kondisi perkerasan jalan dapat dilakukan dengan menggukan formulir Survey Kondisi Jalan (SKJ), dimana secara spesifik berdasarkan data yang diperoleh dapat dihitung nilai SDI-nya berdasarkan data lebar retak, luasan retak, jumlah lubang dan bekas roda.

2.3.8 Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman

Sasaran strategis Meningkatnya Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman diukur dari perhitungan hasil sasaran program (outcome based), di antaranya: 1) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi masyarakat; 2) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan permukiman yang layak; 3) Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat.

Tabel II.5. Capaian Tingkat Kualitas dan Cakupan Pelayanan Infrastruktur Permukiman

No Sasaran

Strategis/Program

Indikator Kinerja Baseline Target Ket

1) Meningkatnya kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman

Tingkat kualitas dan cakupan pelayanan infrastruktur permukiman - 77% Rata-rata sasaran program a. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan air minum bagi

masyarakat

Persentase peningkatan cakupan pelayanan akses air minum 68,11 76 - b.Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan kebutuhan hunian dan

permukiman yang layak

Persentase penurunan luasan permukiman kumuh perkotaan 10 2 Baseline permukiman layak (tidak kumuh) adalah 90% c. Meningkatnya kontribusi terhadap pemenuhan akses sanitasi bagi masyarakat Persentase peningkatan cakupan pelayanan akses sanitasi

II-19

2.3.9 Meningkatnya penyediaan dan pembiayaan perumahan

Dalam dokumen LaKIP Kementerian PUPR 2015 (Halaman 62-67)