• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II ANALISIS TOKOH DAN PENOKOHAN, SERTA LATAR

2.1.2 Tokoh dan Penokohan dalam Drama “Opera Kecoa”

2.1.2.3 Tarsih

Tarsih telah tinggal di kompleks PSK yang baru. Di sana dia dianggap sebagai pimpinan kompleks PSK dan menentukan aturan-aturan bagi para PSK. Tarsih menginginkan semua PSK menaikkan tarif pelanggan. Hal ini disebabkan oleh kenaikan pajak yang telah ditetapkan pemerintah kepada kompleks PSK. Tarsih juga telah berubah menjadi orang yang keras kepala. Tarsih sempat berdebat dengan petugas karena tidak ingin lokasi kompleks PSK dipindahkan ke tempat lain. Selain

itu, Tarsih mulai menjadi orang yang tidak mudah percaya kepada orang lain. Pada saat kedatangan Julini dan Roima ke kompleks PSK, Tarsih mencurigai mereka dan menyangka kedatangan mereka dikarenakan maksud tertentu. Tarsih tidak mudah percaya kepada orang lain dengan alasan merasa sakit hati karena lima tahun yang lalu dia dihina dan diusir oleh istri Camat saat Tarsih menjadi istri muda Camat. Tarsih beranggapan bahwa sejak saat itu setiap orang perlu diwaspadai; termasuk teman-teman lamanya, yaitu Julini dan Roima.

(68) TARSIH:

Ya, kan wajar. Setiap usaha di mana saja pasti ada pajaknya. Kita malah harus bangga lantaran hasil keringat kita ada yang kita sumbangkan demi negara. Di dalam surat edaran ini, setiap bulannya

kita bakal dipungut pajak pendapatan sebesar 17 %, ppn 10%, pajak penghasilan 25 % dan pajak kenikmatan 20 % dihitung dari tarif

umum.

Mereka akan mengontrol dengan ketat sehingga tidak mungkin ada penipuan atau pembukuan ganda.

Lagipula kalau terbukti ada penipuan hukuman penjara menanti. Jadi saya punya akal. Terpaksa kalian harus menaikkan tarif sebesar jumlah

pajak yang harus kita bayar, berapa tadi? 17 tambah 10 tambah 25 tambah 20, jadi 72 %. Dan pajak itu kita bebankan kepada konsumen.

(hlm. 196) (69) TARSIH:

Sudah lima tahun kompleks ini berdampingan dengan rumah-rumah penduduk. Selama ini tidak ada masalah. Malah kompleks ini boleh dibilang bisa menyediakan lapangan pekerjaan bagi sebagian dari mereka. Dan langganan kami tidak ada yang berasal dari kampung ini,

semuanya dari tempat-tempat yang jauh. SATPAM-1:

Pendeknya, Bu, tugas kami cuma mengingatkan. Mumpung waktunya masih lama. Sebaiknya Ibu siap-siap dari sekarang.

Aduh, bagaimana sih, diingetin baik-baik malah marah. Saya kan cuma tugas. Kalau mau marah, sana marah sama yang di atas....

TARSIH:

Saya tidak akan menyerah. Saya akan tetap bertahan di sini. Ini hak milik saya, siapa saja tidak boleh mengganggu gugat. Pergi, pergi,

pergi....

(hlm.157) (70) TARSIH:

Jadi Julini datang mau apa? TUMINAH:

Bagaimana kalau nanti saja itu kita tanyakan, Mbak Tarsih? Kasihan, masih capek. Sudah makan, Jul? Roima?

TARSIH:

Tidak, Tum. Kita sekarang harus tahu jelas tujuan orang biarpun dia itu teman kita sendiri.

Ingat pengalaman kita dulu. Aku tidak mau lagi diremehkan orang. Ingat juga masa lalu kamu. Kamu serahkan kehormatan jadi nyamikan

orang konyol. Kamu lakukan itu untuk kepentingan kakakmu. Tapi apa hasilnya? Kamu dihancurkan juga dan kakakmu masuk penjara. Kita harus keras, Tum, harus. Itu kalau kita sayang kepada

diri sendiri. Menolong orang boleh, tapi kita tetap harus meminta imbalan. Begitulah tata cara hidup di kota besar. Kalau kita lemah,

habis kita. TUMINAH:

Lho, ini apa-apaan? Kita belum tahu Julini datang mau apa, kok sudah curiga. Mentang-mentang dia datang dari desa.

TARSIH:

Orang-orang sudah tahu kita sukses. Kalau mereka datang sama kita, apalagi yang diharapkan kalau bukan pertolongan.

(hlm. 179-180) Tarsih termasuk orang yang keras kepala. Dia tidak ingin hasil jerih payahnya selama ini hilang. Hingga pada suatu hari ketika terjadi peristiwa kebakaran di kompleks PSK, Tarsih lebih memilih menyelamatkan sertifikat tanahnya dibanding

menyelamatkan nyawanya sendiri. Tarsih mengira dengan menyelamatkan sertifikat tanahnya tersebut, dia bisa mendapat jaminan tanah sebagai tempat tinggal. Akhirnya Tarsih memutuskan untuk mengambil sertifikat tanahnya di dalam rumah ketika kebakaran sedang terjadi. Hal ini mengakibatkan Tarsih ikut terbakar dan mati demi menyelamatkan sertifikat tanah.

(71) TARSIH:

Barang-barang berhargaku. Sertifikat tanah. Kalau aku tidak punya apa-apa lagi, mereka bisa mengusir seenaknya. Lepaskan. Sertifikat

tanahku.... TUMINAH: Mbak Tarsiih....

(TARSIH TERKURUNG DI DALAM RUMAHNYA SENDIRI. KEMUDIAN API MELAHAPNYA TANPA AMPUN)

(hlm. 276) Dari analisis di atas bisa disimpulkan penokohan tokoh Tarsih yaitu Tarsih merupakan pimpinan kompleks PSK yang bersifat keras kepala dan tidak mudah percaya kepada orang lain (68), (69), (70), (71).

2.1.2.4 Tibal

Tibal, kakak Tuminah, adalah bekas napi yang pernah dipenjara karena membunuh orang ketika penggusuran kawasan kumuh. Setelah lima tahun dipenjara, Tibal berubah menjadi orang yang egois dan nekat. Tibal menganggap tindakannya membunuh orang sebagai pembelaan terhadap dirinya dan Tuminah, serta bisa menyelamatkan masa depannya. Namun, ternyata pikiran Tibal keliru. Justru setelah

Tibal dipenjara, Tuminah harus berjuang sendirian untuk mencari nafkah dengan jalan menjadi PSK.

(72) TIBAL:

Aku membunuh untuk Tuminah. Apa saja kukerjakan. Semuanya untuk Tuminah.

ROIMA:

Tidak. Kamu cuma memikirkan diri sendiri. TIBAL:

Diri sendiri bagaimana? ROIMA:

Kamu pikir Tuminah ingin terus-terusan jadi pelacur? Dia juga punya cita-cita. Sekarang dia sudah bisa berdiri sendiri. Kamu datang lagi untuk apa? Untuk mengobrak-abrik nasibnya lagi? Yang lewat biarlah

lewat, yang ada di depan kita sekarang, itu yang paling penting. Bisa saja kamu bunuh Tuminah, lalu kamu masuk penjara lagi. Terus,

untuk apa? Kita orang kecil, Tibal. Kita selalu kalah.

(hlm. 232-233) (73) TIBAL:

Percuma teriak-teriak minta tolong. Sudah lama aku mengintip gerak-gerikmu. Mampus kamu....

KUMIS:

Aku sudah mampus. Sudah mampus.... TIBAL:

Aku ingin lihat bagaimana kamu mampus berkali-kali. Anjing. KUMIS:

Tibal, tolong aku. Tolong. Bawa aku ke Puskesmas. Aku sudah tidak kuat lagi. Darah, darah, aku tidak kuat melihat darah.

TIBAL:

Sebentar lagi kamu mampus dan orang boleh menemukan mayatmu. Paling-paling mereka akan bilang kamu kena korban penembakan

misterius. (KUMIS MATI)

(hlm. 272) Setelah bebas dari penjara, Tibal bertekat melakukan balas dendam dengan cara membunuh Kumis karena Tibal menganggap Kumis telah merusak masa depannya. Akhirnya Tibal menemukan Kumis dan membunuhnya.

Kesimpulan penokohan tokoh Tibal dari analisis di atas adalah Tibal, bekas napi, merupakan orang yang egois, nekat, dan pendendam (72), (73).