• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TORAJA DAN UNSUR BUDAYANYA

2.9 Teknologi dan Peralatan

Dewasa ini orang Toraja Sa’dan, seperti di daerah lain di Indonesia, mengikuti perkembangan teknologi dan peralatan yang sudah mengglobal. Teori dunia yang semakin tanpa batas juga terjadi di Toraja Sa’dan. Apalagi dengan hadirnya teknologi modern dan sistem informasi yang bisa diakses siapa pun, seperti televisi, internet, dan telepon seluler. Alat­alat yang su-dah modern digunakan untuk mempermusu-dah pekerjaan baik dalam ru-mah maupun di luar ruru-mah, seperti membajak sawah dengan traktor atau memotong pohon dengan gergaji modern. Namun tetap ada beberapa pekerjaan tertentu yang masih menggunakan peralatan tradisional, yakni peralatan yang diturunkan dari generasi ke generasi dan berusia ratusan tahun, seperti alat tenun tradisional dan alat pemintal kapas.

Tradisi menenun diturunkan dari generasi ke generasi di kalangan perempuan. Tenun adalah simbolisasi pekerjaan yang identik dengan perempuan. Alat tenun biasanya berada di luar rumah, seperti di kios­ kios tenun yang tersedia atau di kolong rumah panggung. Beberapa nenek perempuan berusia di atas 70 tahun sudah menenun kain khas Toraja berpuluh­puluh tahun lamanya, walaupun ada generasi baru penenun tradisional berusia 25­40 tahun yang juga menenun motif­motif tradisional Toraja. Mereka biasa melakukan pekerjaan menenun dari siang hingga sore hari sebelum matahari terbenam. Sekitar pukul 5 sore, bila peralatan tenun berada di luar ruangan, peralatan tersebut sudah digantung dan ditutup terpal atau kain tebal agar tidak terkena pias hujan.

Gambar 2.14 Seorang perempuan Toraja sedang menenun kain tradisional khas Toraja. (Sumber: Dokumen Penelitian 2012)

Teknologi dan Peralatan terkait Kesehatan Ibu dan Anak

Ada beberapa peralatan tradisional yang digunakan oleh orang Toraja Sa’dan dalam penanganan kelahiran dan perawatan bayi baru lahir, di antaranya adalah sebagai berikut.

Billa (sembilu) adalah alat untuk memotong tali pusar bayi, yang

terbuat dari bambu tajam yang baru dipotong. Alat ini sering digunakan oleh to mappakianak (dukun beranak) dan/atau ibu melahirkan sendiri dan/atau kerabat yang membantu menolong proses kelahiran. Selain itu, dewasa ini beberapa to mappakianak sering juga menggunakan alat potong lain, seperti silet yang disterilkan dengan cara direndam air panas atau gunting yang juga sudah disterilkan secara tradisional. Beberapa

to mappakianak yang sudah bermitra dengan bidan juga sudah dibekali

dengan alat potong medis yang disterilkan.

Ma’bekke (setagen), berupa kain panjang yang digunakan untuk

membebat perut ibu yang baru melahirkan agar kencang kembali. Kain tersebut bukan kain khusus, bisa berupa kain apa saja asalkan panjang. Ibu yang baru saja melahirkan biasa menggunakan setagen selama satu minggu.

Lampin/duc (tampon/popok kain untuk nifas), yaitu kain atau

han-duk yang digunakan untuk ibu nifas. Namun dalam perkembangannya, sekarang sudah ada tampon sekali pakai yang bisa dibeli di toko, atau bi-asanya sudah diberikan sebagai satu paket pelayanan persalinan, jika ibu melahirkan di tempat praktik bidan.

Gurita, digunakan untuk mengikat perut bayi baru lahir, sampai tali pusarnya mengering dan lepas. Beberapa ibu sudah tidak menggunakan-nya lagi, karena menurut mereka, ada yang memberi tahu bahwa secara medismemasang gurita pada bayi tidak baik untuk kesehatannya.

Bantal dari kain panjang agar kepala bayi tetap bulat. Di Toraja Sa’dan ada seorang ibu yang menggunakan teknik tertentu yang dipelajari dari suaminya, agar kepala bayi bagus dan bulat. Berikut penjelasan Njo’R.

Bantal bayi yang saya buat ini dari kain panjang, cara bikinnya saya diajari oleh suami saya, biar kepala bayi bagus dan bundar, tidak lonjong. Caranya begini, kain panjang digulung dari sisi atas dan bawah ketemu di tengah, kemudian ujung­ujungnya dilipat ke dalam. Dan di tengah gulungan ketemu dua sisi dibuka dibuat cekungan untuk tempat kepala bayi.

Perre’ (ayunan bayi), terbuat dari kain panjang yang digantungkan

pada balok di atap rumah. Alat ini digunakan untuk mengayun­ayun bayi ketika hendak tidur.

Tawwani serre, adalah ari­ari kucing yang melahirkan pada malam

Jumat, yang dikeringkan. Tawwani serre (Gambar 2.15) digunakan oleh

to mappakianak (bidan kampung) untuk membantu melancarkan proses

kelahiran. Salah seorang to mappakianak menjelaskan sebagai berikut. Tawwani serre (ari­ari kucing) didapatkan dari kucing hitam yang melahirkan pada malam Jumat di genting rumah, diambil ari­ari kucingnya sebelum dimakan oleh induk kucingnya. Kemudian dikeringkan dan di­ bungkus dengan kain. Fungsinya untuk membantu kelancaran proses melahirkan dengan cara dicelupkan pada air dan kemudian air diminumkan ke ibu dan sebagian diusapkan ke perut ibu.

Gambar 2.15. Tawwani Sere’ (ari­ari kucing) yang digunakan to mappakianak untuk melancarkan persalinan.

(Sumber: Dokumen Penelitian 2012)

Selain benda­benda di atas, masyarakat Toraja Sa’dan sering kali menggunakan benda­benda tertentu untuk mengusir makhluk­makhluk halus yang akan mendekati ibu hamil, ibu melahirkan, dan bayi. Orang Toraja Sa’dan meyakini bahwa ibu hamil, ibu baru melahirkan, dan bayi baru lahir memiliki bau harum yang dapat mengundang hadirnya makhluk­ makhluk halus yang bisa mengganggu kesehatan ibu dan bayi. Oleh karena itu, ibu hamil, ibu yang baru melahirkan, dan bayi harus menggunakan beberapa benda untuk mengusir hal­hal yang dianggap mengganggu. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh beberapa informan, seperti ibu M, Njo’ R, Ma’ S, dan Njo’ S. Benda­benda tersebut di antaranya adalah sebagai berikut.

Kariango, yaitu tanaman khas Toraja, semacam umbi bengle yang

hidup di air. Biasanya kariango digunakan oleh ibu hamil dan bayi baru lahir dengan cara disematkan dengan peniti pada baju. Tujuan pemakaian

kariango ini adalah untuk mengusir makhluk halus yang ingin mencelakai

Gambar 2.16 Kariango yang disematkan pada bayi baru lahir untuk mengusir makhluk halus.

(Sumber: Dokumen Penelitian)

Daun jeruk, dipasang di sekeliling rumah ibu yang baru bersalin. Bau daun jeruk dipercaya tidak disukai makhluk halus.

Cuka asam, disiramkan di sekeliling rumah. Baunya juga tidak disukai oleh makhluk halus.

Garam, ditebarkan di sekeliling rumah supaya tidak didekati makhluk halus.

Daun sualang (Gambar 2.17), selalu dibawa ibu yang memiliki anak

dari bayi usia 0 bulan hingga balita, ketika berada di luar rumah, seperti pergi ke Posyandu, ke pasar, atau ke mana saja. Dengan membawa daun

sualang, diyakini dapat menghindarkan anak dari sakit/penyakit yang

Gambar 2.17 Daun sualang dibawa ke mana-mana oleh ibu yang memiliki balita untuk menghindari gangguan

makhluk halus. (Sumber: Dokumen Penelitian 2012)