• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Ayam Broiler (Studi Kasus Peternak Plasma Ayam Broiler Pada CV Dramaga Unggas Farm Kabupaten Bogor)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Ayam Broiler (Studi Kasus Peternak Plasma Ayam Broiler Pada CV Dramaga Unggas Farm Kabupaten Bogor)"

Copied!
215
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu perkekebunan, perikanan, tanaman pangan dan holtikultura. Sektor tersebut memiliki peranan yang sangat penting dalam kontribusi terhadap perkembangan perekonomian yang ada di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kontribusi pertanian dapat dilihat pada nilai Produk Domestik Bruto (PDB), dari hasil pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan atas dasar harga konstan Rp 2000 adalah sebesar 284,6 Triliun pada tahun 2008 dan 296,4 Ttriliun pada tahun 2009 atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,1 persen. Adapun peranan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia tahun 2009 tumbuh dari 14,5 persen menjadi 15,3 persen, sehingga sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen. Struktur PDB dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2009

Lapangan Usaha 2008 2009 2009 2010

Triw I Triw II Triw I

Pertanian, Peternakan, Kehutanan,

Perikanan 14,5 15,3 15,6 13,7 16,0

Pertambangan dan Penggalian 10,9 10,5 10,0 11,3 11,2

Industri Pengolahan 27,9 26,4 27,0 26,4 25,4

Listrik, air bersih dan gas 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8

Konstruksi 8,5 9,9 9,6 10,3 10

Perdagangan, Hotel dan restoran 14 13,4 13,3 13,9 13,9 Komunikasi dan pengangkutan 6,3 6,3 6,4 6,3 6,2

Keuangan dan real estet 7,4 7,2 7,5 7,1 7,2

Jasa-jasa 9,7 10,2 9,8 10,2 9,3

PDB 100 100 100 100 100

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

(2)

2 pada sektor industri. Sektor pertanian tersebut meliputi perikanan, kehutanan, serta peternakan.

Salah satu sektor pertanian yang setiap tahunnya relatif mengalami pertumbuhan adalah pada subsektor peternakan. Sumbangan subsektor peternakan dalam PDB sebesar Rp 34.530,7 milyar atau 1,60 persen pada tahun 2007 dan masih menyumbang 1,60 persen pemasukan negara pada tahun 2008 (Dinas Peternakan 2010). Hal tersebut membuktikan bahwa subsektor peternakan memiliki peran tersendiri dalam menyumbangkan PDB serta memiliki peran dalam pembangunan pertumbuhan perekonomian masyarakat Indonesia. Selain itu, dengan meningkatnya bidang peternakan maka akan lebih banyak lagi menyerap tenaga kerja, sehingga menurunkan tingkat penggangguran yang ada di Indonesia.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007) menyatakan bahwa komoditas unggas mempunyai prospek pasar yang sangat baik karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia yang sebagian besar muslim, harga relatif murah dan mudah diperoleh karena sudah merupakan barang publik. Dengan demikian, prospek yang sudah bagus ini harus dimanfaatkan untuk memberdayakan peternak di pedesaan melalui pemanfaatan sumberdaya secara lebih optimal.

(3)

3

Tabel 2. Populasi Unggas di Indonesia Tahun 2005-2009 (ekor)

Jenis Unggas

Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

Ayam Buras 278.954 291.085 272.251 243.423 249.963 Ayam Ras

Peterlur 84.790 100.202 111.489 107.955 111.418 Ayam Ras

Pedaging 811.189 797.527 891.659 902.052 1.026.379

Itik 32.405 32.481 35.867 39.840 40.680

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2011

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa angka yang ada pada ayam ras pedaging setiap tahunnya relatif mengalami peningkatan. Pada tahun 2006 populasi unggas mengalami penurunan yang disebabkan meningkatnya harga-harga input seperti harga-harga pakan yang meningkat. Karena harga-harga pakan terjadi peningkatan maka akan meningkatkan biaya produksi sehingga secara global akan berdampak pada tingkat usaha sehingga jumlah populasi ayam pada saat itu mengalami penurunan. Tahun 2007-2009, jumlah populasi unggas khususnya ayam ras pedaging mengalami peningkatan secara signifikan. Tingkat populasi unggas khususnya ayam broiler hampir merata di setiap provinsi yang ada di Indonesia, namun ada beberapa provinsi yang memiliki tingkat populasi yang lebih signifikan. Hal tersebut dikarenakan adanya kesesuaian kondisi geografis dalam pembudidayaan serta tingkat permintaan di suatu wilayah tersebut. Untuk melihat populasi di setiap provinsi dapat dilihat pada Lampiran 1.

(4)

4

Tabel 3. Populasi Unggas di Provinsi Jawa Barat Tahun 2004-2008 (ekor) Jenis

Unggas

Tahun

2004 2005 2006 2007 2008

Ayam

Buras 30,779,120 30,989,812 29,319,161 27,789,274 27,761,015 Ayam Ras

Petelur 9,720,685 10,169,284 10,351,105 11,462,744 10,303,478 Ayam Ras

Pedaging 328,015,536 352,434,300 343,954,090 377,549,055 417,373,596 Itik 4,880,019 5,305,485 5,296,757 6,534,753 7,962,095 Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2008

Tabel 3 menunjukan pertumbuhan perunggasan di wilayah Provinsi Jawa Barat pada tahun 2004 sampai dengan 2008. Data tersebut menunjukan ayam ras pedaging memberikan kontribusi yang paling besar dibandingkan jenis unggas lainnya, serta memiliki populasinya yang konsisten dibandingkan dengan jenis unggas lainnya. Hal ini disebabkan oleh ayam broiler merupakan ayam yang memiliki pertumbuhan yang cepat serta dapat menghasilkan lebih besar dibandingkan jenis unggas lainnya sehingga peternak lebih gemar mengusahakan peternak ayam broiler. Pada data ayam ras pedaging memiliki pertumbuhan yang positif yaitu terus meningkat kecuali pada tahun 2006. Pada umumnya tahun 2006 merupakan tahun kondisi perekonomian Indonesia tidak stabil sehingga berdampak pada tingkat usaha secara keseluruhan. Populasi ayam broiler akan berdampak pada tingkat produksi daging ayam broiler. Pada umumnya produksi daging mengalami peningkatan yang positif pada setiap provinsinya yang ada di Indonesia, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 2. Adanya peningkatan produksi ayam broiler pada setiap provinsinya maka akan berdampak terhadap produksi nasional. Berikut adalah jumlah produksi ayam broiler di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Produksi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2005-2009

No. Tahun Jumlah (Ton) Pertumbuhan (%)

1 2005 779.100 -

2 2006 861,300 1,74

3 2007 942.800 1,73

4 2008 1.018.700 1,61

5 2009 1.101.800 1,76

(5)

5 Berdasarkan tabel 4, dapat dilihat bahwa jumlah produksi ayam pedaging atau ayam broiler setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan bahwa komoditi ayam dijadikan oleh masyarakat Indonesia sebagai penambah nilai gizi yang dapat dijangkau oleh semua kalangan. Oleh karena itu, jumlah produksinya setiap tahun terus mengalami peningkatan. Tingkat pertumbuhan setiap tahunnya relatif stabil, namun pada tahun 2009 merupakan tingkat pertumbuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya. Hal itu tersebut karena masyarakat semakin sadar akan pentingnya mengkonsumsi daging guna memenuhi kebutuhan gizi. Berikut dapat dilihat tingkat konsumsi konsumen terhadap daging ayam broiler pada Tabel 5.

Tabel 5. Konsumsi Ayam Broiler di Indonesia Tahun 2003-2007

No. Tahun Jumlah (ekor) Pertumbuhan (%)

1 2003 1.368.200 -

2 2004 1.425.300 2,01

3 2005 1.573.000 4,93

4 2006 1.486.100 -2,00

5 2007 1.564.200 2,56

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan, 2008

Table 5 menunjukkan tingkat konsumsi terhadap produksi ayam broiler terus mengalami peningkatan dari setiap tahunnya. Peningkatan tertinggi pada tahun 2005 sebesar 4,93 persen sedangkan pada tahun 2006 mengalami penurunan hal sebesar 2,00 persen. Hal ini disebabkan karena pada tahun tersebut terjadi ekonomi dalam negeri tidak stabil sehingga menurunkan tingkat daya beli masyakat dan akan mempengaruhi tingkat konsumsi secara nasional. Pada tahun 2007 konsumsi terhadap ayam broiler mengalami peningkatan kembali karena kondisi sudah stabil dan meningkatkan pendapatan serta adanya daya beli masyakat terhadap barang juga meningkat.

(6)

6 baik, yaitu pengelolaan dalam bidang manajemen maupun teknis dilapangan. Dalam bidang manajemen maka perusahaan harus mampu memanaje disektor produksi, sumber daya manusia, keuangan serta pemasarannya dengan baik. Sedangkan dalam bidang teknis maka peternak harus mengetahui secara detail tentang budaya ayam broiler.

Selain manajemen yang baik, diperlukan juga sistem infrastruktur yang baik. Jika infrastruktur memadai maka dalam proses pendistribusian produk dalam memasarkan serta mengirim input atau bahan baku sapronak (Sarana Produksi Peternakan) tepat pada waktunya sehingga tidak mengurangi nilai dari suatu produk tersebut. Infrastruktur yang diperlukan dalam menunjang kelancaran usaha peternakan adalah kemudahan akses terhadap jalan, sumber air, jaringan listrik, dan lain sabagainya. Infrastruktur ini juga salah satu faktor yang diperhitungkan dalam usaha peternakan ayam broiler.

Pada dasarnya semua usaha tidak terlepas dengan kendala-kendala dalam menjalankan usahanya, salah satunya adalah usaha peternakan ayam broiler. Kendala tersebut berasal dari baik itu teknis maupun non teknis. Kendala yang sering muncul dalam usaha peternakan ayam broiler ini adalah non teknis, yaitu tingginya tingkat risiko yang dihadapi, risiko yang dihadapi oleh peternak ayam broiler ini adalah risiko harga, baik itu harga-harga input seperti Day Old Chick (DOC), pakan dan obat-obatan, maupun harga jual output. Risiko yang lainnya adalah risiko produksi berupa teknis (yang dipengaruhi oleh iklim dan cuaca) serta risiko sosial atau lingkungan sekitar.

Risiko yang dihadapi oleh peternak ayam broiler ini dapat dilihat dari indikator yaitu adanya fluktuatif harga input seperti harga DOC, pakan dan obat-obatan, yang merupakan variabel-variabel utama untuk berlangsungnya proses produksi, serta harga jual output. Selain itu juga adanya fluktuasi terhadap tingkat konversi pakan dengan bobot ayam serta tingkat kematian ayam (Survival Rate) dalam setiap periode atau peternak sangat bervariasi.

(7)

7 pengambilan keputusan untuk mengurangi risiko yang dihadapi dan harus diterapkan secara efektif untuk mencapai tujuan perusahaan.

Pengelolaan risiko dapat dilakukan salah satunya adalah dengan menggunakan bermitra dengan perusahaan inti. Perusahaan inti semakin lama semakin berkembang seiring dengan semakin bertambah banyaknya peternak ayam broiler. Daerah Darmaga terdapat berbagai macam jenis inti plasma salah satunya adalah Dramaga Ungga Farm (DUF). DUF merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dalam bidang peternakan ayam broiler yang bertindak sebagai inti. Perusahaan inti ini memberikan beberapa kemudahan kepada peternak dalam menjalankan usaha ayam broiler. Dengan adanya kemudahan tersebut dapat mengurangi risiko yang akan ditanggung oleh peternak. Peternak ayam broiler pada umumnya berada pada skala kecil sehingga jika menjalankan usaha sering terkendala dalam hal permodalan. Dengan adanya perusahaan inti maka usaha dapat dijalankan karena mendapat bantuan seperti kemudahan dalam membeli pakan, DOC, vitamin, vaksin, obat-obatan, peralatan kandang, perlengkatan serta pasca panen.

(8)

8

1.2. Perumusan Masalah

Ayam broiler merupakan komoditas peternakan yang paling berkembang setiap tahunnya, baik dari tingkat populasi maupun produksi daging ayam broiler itu sendiri. Jawa Barat merupakan salah satu penyumbang produksi ayam broiler terbesar dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia, serta Kota Bogor merupakan salah satu penyumbang ayam broiler khususnya daerah Dramaga. Untuk melihat jumlah produksi ayam broiler berdasarkan Kabupaten yang ada di Bogor dapat dilihat pada Lampiran 3.

Peternak ayam broiler yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian adalah peternak ayam broiler yang bekerjasama dengan CV Dramaga Unggas Farm (DUF), walaupun peternak tersebut bekerjasama dengan perusahaan inti namun peternak tersebut tidak dapat menghindari risiko produksi yang terjadi. Indikator adanya risiko produksi dapat dilihat pada tingkat kematian ayam pada peternak plasma DUF sangat bervariasi dan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Standar tingkat kematian yang ditetapkan adalah 3-4 persen. Variasi tingkat kematian yang terjadi pada peternak plasma di DUF dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tingkat Kematian Ayam Broiler Pada Peternak Plasma DUF yang Panen di Bulan Mei dan Juni 2011

0 4 8 12 16 20 24 28

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

M

o

r

tal

itas

(%

)

(9)

9 Gambar 1 menunjukkan adanya variasi tingkat kematian ayam yang terjadi pada peternak broiler. Adanya perbedaan antara standar mortalitas yang ditetapkan oleh peternak berdasarkan Dinas Peternakan Bogor dengan tingkat mortalitas aktual yang dihasilkan oleh peternak plasma DUF digunakan sebagai indikasi adanya risiko produksi. Gambar 1 terlihat pada responden ke-11 memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan peternak lainnya. Tingginya mortalitas tersebut dikarenakan penyakit yang menyerang seluruh ternak ayam. Variasi tingkat mortalitas juga disebabkan oleh adanya perlakuan yang tidak teratur atau disiplin terhadap perubahan cuaca yang terjadi. dengan adanya risiko produksi maka akan mempengaruhi hasil produksi yang diharapkan. Risiko produksi juga dipengaruhi oleh penggunaan faktor-faktor produksi yang tepat. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi seperti luasan kandang, DOC, pakan, sekam, pemanas DOC, tenaga kerja, air, vitamin, obat-obatan dan vaksin. Jika penggunaan input yang tidak tepat waktu dan takaran maka akan mempengaruhi risiko produksi. Selain itu, risiko produksi juga dapat terjadi dari sumber risiko. Sumber risiko tersebut adalah seperti adanya perubahan cuaca yang tidak menentu, sumber daya manusia yang tidak terampil, serta hama yang menimpa peternak ayam broiler. Jika keadaan cuaca lembab maka diperlukan penanganan kandang yang baik. Hal tersebut dilakukan agar sirkulasi udara tetap terjaga dan kandang tetap dalam keadaan kering, karena jika keadaan kandang kering atau tidak lembab maka hama tidak cepat berkembang biak dan ayam juga tidak mudah terserang penyakit.

(10)

10

Gambar 2. Produktivitas Ayam Broiler Pada Peternakan Ayam Broiler di Kabupaten Darmaga 2011

Gambar 2 menunjukkan bahwa produktivitas yang dihasilkan pada masing-masing peternak memiliki hasil bervariasi terhadap produktivitas aktual yang terjadi. Produktivitas standar berdasarkan ketentuan perusahaan inti berlaku adalah 14 kg/m2 , dimana bobot satu ekor ayam yang standard adalah 1,75 kg dan 1 m2 layak ditempati oleh 8 ekor ayam broiler untuk mendapatkan hasil ayam yang baik, sehingga ayam tidak berdesakan. Pada peternak ke-29 terdapat tingkat produktivitas yang sangat rendah yaitu sekitar 6 kg/m2. Rendahnya produktivitas disebabkan oleh terhambatnya laju pertumbuhan setiap harinya. Terhambatnya pertumbuhan disebabkan oleh banyak faktor seperti penggunaan input produksi. Selain penggunaan input produksi, perubahan cuaca yang tidak menentu dan terjangkit oleh hama penyakit juga dapat menghambat pertumbuhan produktivitas ayam broiler.

Berdasarkan uraian di atas maka risiko-risiko tersebut harus dikelola dengan baik agar risiko produksi dapat diminimalkan, sehingga diharapkan adanya kelangsungan usaha ternak ayam broiler. Sehingga yang menjadi perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

0 5 10 15 20 25 30

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

P

r

o

d

u

k

ti

v

itas

(K

g/

m

2)

Peternak Ayam Broiler

(11)

11 1. Faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi produksi rata-rata dan

variance produksi ayam broiler pada peternak plasma DUF ?

2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produksi rata-rata dan

variance produksi peternak ayam broiler pada peternak plasma DUF ?

1.3. Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produktivitas dan

variance produksi ayam broiler yang dihasilkan para peternak plasma DUF

2. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi ayam broiler yang digunakan terhadap risiko produksi ayam broiler yang dihasilkan peternak plasama DUF di Kecamatan Dramaga.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapakan nantinya akan bermafaat bagi beberapa elemen, yaitu antara lain :

1. Untuk mengetahui variabel-variabel apa saja yang sangat berpengaruh terhadap produksi ayam broiler.

2. Sebagai bahan infomasi dan rujukan bagi penelitian selanjutnya dengan harapan penelitian yang akan datang dapat menyempurnakan dan bisa menganalisis lebih dalam lagi khususnya yang berkaitan dengan penulisan ilmiah tentang risiko dalam peternakan ayam broiler.

3. Sebagai sarana bagi penulis untuk menuangkan ilmu yang telah didapat pada perkuliahan yang berkaitan dengan penelitian, dan memberikan pengetahuan kepada penulis tentang peternakan ayam broiler. Harapannya adalah agar penulis bisa mengapresiasikan hasil tulisannya dengan mencoba merintis usaha peternakan ayam broiler di masa yang akan datang.

4. Bagi pembaca karangan ilmiah ini bermanfaat untuk menambah lagi wawasan tentang ayam broiler serta kemungkinan-kemungkinan risiko yang akan dihadapi pada saat menjalankan usaha ayam broiler tersebut.

(12)

12

1.5. Ruang Lingkup

Penelitian ini memiliki keterbatasan ruang lingkup, adapun keterbatasannya adalah :

1. Menganalisis faktor-faktor produksi yang digunakan sebagai pendugaan parameter.

2. Menjelaskan secara diskriptif tentang sumber risiko karena sumber-sumber risiko tersebut tidak memiliki nilai sehingga tidak dapat di modelkan. 3. Penanganan risiko yang dilakukan hanya pencegahan karena masih peternak

(13)

13

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan dari bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama dalam memproduksi daging ayam. Sebenarnya ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya 4-5 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.

(14)

14 Dengan keadaan demikian maka pemerintah ikut serta dalam menjaga kestabilan usaha peternakan ayam broiler dengan cara membuat kebijakan yang dapat membantu meringankan dalam memproduksi usaha peternakan tersebut. Kebijakan tersebut diatur dalam Keputusan Presiden No. 50 Tahun 1981 tentang Pembinaan Usaha Peternakan Ayam, yang jiwanya menganut pemerataan kesempatan usaha dengan keseragaman skala usaha. Secara keseluruhan Pembinaan Usaha Peternakan Ayam menurut Keppres No. 50 Tahun 1981 sungguh melegakan para penganut pemerataan kesempatan usaha dengan keseragaman maksimal skala usaha. Sehingga konflik antara peternak kecil dan peternak besar dapat teratasi karena mereka sudah memiliki wilayahnya masing-masing.

Setelah Keputusan Presiden dibentuk tidak lama kemudian untuk menyempurnakan pembinaan peternak langsung ke lapangannya maka dilakukan dengan sistem Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Dengan kedatangan PIR ini diharapkan akan mendukung semakin membaiknya kondisi peternakan ayam broiler di Indonesia karena mendapatkan penyuluhan langsung tentang usaha peternakan ayam broiler. Pendampingan para penyuluh ini sangan membantu peternak ayam tersebut. Hal ini dikarenakan peternak ayam broiler rata-rata berskala kecil sehingga masih membutuhkan pengarahan tentang usaha peternakan ini. Keberadaan PIR ini juga sangat membantu peternak ayam sebagai plasma dalam bentuk penyediaan faktor-faktor produksi seperti DOC, pakan, obat-obatan, vaksinasi dan vitamin.

(15)

15 Usaha peternakan dapat digolongkan menjadi beberapa bagian. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 472/Kpts/TN.330/6/96, usaha peternakan terbagi menjadi tiga kategori, yaitu Peternakan Rakyat, Pengusaha Kecil Peternakan dan Pengusaha Peternakan. Peternakan Rakyat adalah peternak yang mengusahakan budidaya ayam broiler dengan kapasitas maksimal sebesar 15.000 ekor per periode. Peternakan rakyat mempunyai beberapa karakter yaitu modal terbatas, adanya masa istrahat kandang, kandang dibangun dengan sederhana, tenaga kerja biasanya dari rumah tangga.

Pengusaha kecil peternakan adalah peternak yang membudidayakan ayam broiler dengan kapasitas maksimal sebesar 65.000 ekor per periode, peternakan ini sudah mulai baik dibandingkan dengan peternakan rakyat dibidang manajemen, tenaga kerja yang sudah memiliki pengalaman dan biasanya sudah memiliki legalitas hukum berupa perseorangan. Selain itu, pengusaha peternakan adalah peternakan yang membudidayakan ayam broiler dengan kapasitas melebihi 65.000 ekor per periode. Selain kapasitas produksi, perusahaan peternakan dapat dilihat dari teknologi yang serba modern dalam melakukan budidayanya, sudah memiliki legalitas hukum berupa perusahaan, memiliki manajemen yang baik dan memiliki tenaga kerja yang ahli dalam bidangnya.

(16)

16

2.2. Risiko Produksi Ayam Broiler

Risiko produksi adalah kemungkinan peluang terjadinya penurunan produksi yang dihasilkan tidak sesuai dengan yang diharapkan. Risiko tersebut terjadi dari berbagai sumber risiko yang dapat menurunkan produksi, seperti kondisi alam yang tidak stabil yang dapat menyebabkan ayam broiler terserang penyakit dan dapat meningkatkan kematian pada ayam broiler tersebut. adanya indikasi bahwa risiko produksi adalah dengan melihat tingkat bobot ayam terhadap pakan sehingga menghasilkan produksi yang tidak stabil.

Ada beberapa penelitian yang menganalisis tentang risiko produksi, diantaranya Aziz (2009) Robi’ah (2006), dan Solihin (2009). Ketiga penelitian tersebut menganalisis risiko produksi ayam broiler, Aziz di daerah Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Solihin di daerah CV AB Farm Bojong Genteng, dan Robi’ah di Sunan Kudus Farm, Bogor. Berdasarkan analisis ketiga peneliti tersebut kondisi alam merupakan salah satu faktor risiko utama dalam risiko produksi. Kondisi alam yang tidak stabil akan dapat berdampak kondisi kandang menjadi mudah penyakit berkembang biak sehingga banyak menyebabkan ayam terkena penyakit. Penyakit yang sering muncul pada saat musim hujan tiba adalah Coccidiosis (berak darah), Newcastle Disease (tetelo), kekerdilan, kurang nutrisi serta mudah terserang penyakit. Kejadian ini juga mengakibatkan tidak efesiennya dalam hal konversi pakan terhadap bobot ayam. Hal ini dikarenakan kondisi tubuh ayam yang kedinginan sedangkan alat pemanas jauh dari jangkauan sehingga menimbulkan rangsangan terhadap keluarnya bulu ayam yang menjadikan pertumbuhan ayam terhambat.

(17)

17 Aziz dan Robi’ah yaitu dengan CV 2,63. Risiko ini sangat tinggi bagi peternak, dan risiko tersebut timbul berasal dari harga sapronak (pakan, DOC, pemanas) terus meningkat sementara harga jualnya relatif tetap. Paramter kesuksesan proses produksi menurut Solihin adalah Indeks Prestasi Produksi. Solihin juga menjelaskan adanya pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan sedangkan Aziz dan Robi’ah tidak menjelaskan dampak risiko terhadap pendapatan. Adanya risiko disebabkan karena adanya penyimpangan indeks prestasi standar dengan indeks prestasi yang telah dijalankan. Maka pendapatan untuk setiap periodenya juga berfluktuasi. Rata-rata penyimpangan yang terjadi sebesar 32,6 persen yang berisiko mengakibatkan penurunan pendapatan sebesar 157,1 persen atau Rp 342.290.546. adanya penyimpangan ini disebabkan oleh fluktuasi harga sarana produksi ternak dan fluktuasi harga jual. Sehingga perbandingan satu risiko nilainya semakin meningkat bila dikonversikan terhadap biaya.

Hasil analisis Fariyanti (2008) yang berjudul “Perilaku Ekonomi Rumah Tangga Petani Sayuran Pada Kondisi Risiko Produksi dan Harga di Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung”. Penelitian tersebut menggunakan model Garch untuk melihat nilai dari risiko produksi pada komoditi kubis dan kentang. Pada komoditi kentang dihasilkan error kuadrat periode sebelumnya memiliki taraf nyata dibawah satu persen, sedangkan variance error produksi musim sebelumnya mempunyai taraf nyata dibawah lima persen. Parameter tersebut bertanda positif menandakan bahwa semakin tinggi risiko produksi kentang pada musim sebelumnya, maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya.

(18)

18 pupuk urea, tenaga kerja, dan obat-obatan (pestisida dan insektisida). Sedangkan benih kubis mempunyai taraf nyata dibawah 15 persen, dan pupuk majemuk NPK memiliki taraf nyata dibawah 20 persen. dengan demikian luas lahan garapan kubus dan obat-obatan menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi. Sebaliknya, benih kubis, pupuk urea, pupuk majemuk NPK, dan tenaga kerja menjadi faktor pengurang risiko produksi.

2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Ayam Broiler

Faktor-faktor produksi merupakan semua masukan atau input yang dilakukan untuk melakukan proses produksi untuk menghasilkan keluaran atau

output. Faktor produksi merupakan faktor yang mempengaruhi besar kecilnya

suatu produksi yang akan diperoleh. Menurut Soekartawi (2002), berdasarkan berbagai pengalaman yang menjadi faktor-faktor produksi adalah luasan lahan, modal, bibit, obat-obatan, tenaga kerja dan aspek manajemen.

Penelitian yang menjelaskan tentang faktor-faktor produksi adalah Merina (2004) dan Anggraini (2003). Merina meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi risiko usaha peternakan ayam broiler di Bekasi sedangkan Anggraini meneliti tentang risiko sapi perah dengan melihat faktor-faktor penyebab risiko dari sapi perah tersebut. Anggraini menjelaskan bahwa tingkat risiko yang pada usaha ayam broiler berfluktuatif setiap periodenya, hal tersebut dapat dilihat dari tingkat CV 0,92 dan tingkat pengembaliannya yang rendah. Sehingga berpengaruh terhadap tingkat pendapatan dari perusahaan tersebut pada setiap periodenya. Keuntungan yang dihasilkan selalu bernilai positif namun hanya pada dua periode dari 12 periode yang mengalami kerugian dikarenakan adanya penyakit dan harga jual ayam turun.

(19)

19 dilakukan analisis regresi komponen utama 1, 2, dan 3 dengan tingkat keragaman 39,1 persen, 62,7 persen, dan 78,5 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa fluktuasi harga DOC, pakan, obat-obatan/vitamin, harga ayam, waktu penjualan dan mortalitas merupakan variabel yang signifikan terhadap risiko usaha ayam broiler.

Menurut Anggraini bahwa faktor-faktor yang memengaruhi tingkat risiko dalam usaha peternakan sapi perah di Kebon Pedes, Bogor adalah fluktuasi keuntungan di musim hujan, fluktuasi keuntungan di musim kemarau, fluktuasi harga susu, fluktuasi harga pakan, skala usaha, dan saluran pemasaran. Dan hasil analisis risiko didapat tingkat risiko sebesar 0,2 atau 20 persen dari pendapatan bersih rata-rata (return) yang diperoleh.

(20)

20

Tabel 6. Penelitian Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian yang dilakukan

No. Nama

Penulis Tahun Judul Penelitian

Metode Analisis

1 Faishal

Abdul Aziz 2009

Analisis Risiko dalam Usaha Ternak Ayam Broiler (Studi Kasus Peternakan X di Desa Tapos, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor)

Analisis Risiko (Kuantitatif dan Kualitatif)

2 Muhamad

Solihin 2009

Risiko Produksi dan Harga Serta Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Peternakan Ayam Broiler CV AB Farm,

Kecamatan Bojonggenteng-Sukabumi Analisi Risiko, Analisis Pendapatan, Analisis R/C, Indeks Prestasi Produksi

3 Anna

Fariyanti 2008

Perilaku Ekonomi Rumah Tangga Petani Sayuran dalam Menghadapi Risiko Produksi dan Harga Produk di

Kecamatan Pengalengan, Kabupaten Bandung

Arch-Garch

4 Siti

Robi’ah 2006

Manajemen Risiko Usaha Peternakan Broiler pada Sunan Kudus Farm di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor Analisis Risiko, dan Analisis Deskriptif

5 Desi

Merina 2004

Analisis Pendapatan Tunai, Risiko dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Usaha Peternakan Broiler di Perusahaan X, Bekasi

Analisis Risiko, Pendapatan Tunai, dan Regresi. 6 Puspitasri Dewi Anggraini 2003

Analisis Risiko Usaha

Peternakan Sapi Perah (Studi Kasus di Kelurahan Kebon Pedes, Bogor)

(21)

21

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Konsep Risiko

Setiap kegiatan usaha yang dijalankan oleh pelaku usaha pasti memiliki risiko. Para pakar memiliki pemahaman tersendiri dalam mengartikan sebuah risiko. Menurut Kountur (2006), risiko adalah kemungkinan kejadian yang merugikan. Menurut Vaughan yang diterjemahkan oleh Herman Darmawi (1997 : 18) mengemukakan beberapa definisi risiko sebagai berikut :

1. Risk is the chance of loss (risiko adalah kans kerugian)

Chance of Loss biasanya dipergunakan untuk menunjukkan suatu keadaan

dimana terdapat suatu keterbukaan terhadap kerugian atau suatu kemungkinan. Kerugian, sebaliknya jika disesuaikan dengan istilah yang dipakai dalam statistik, maka chance sering dipergunakan untuk menunjukkan tingkat probabilitas akan munculnya situasi tertentu.

2. Risk is the possibility of loss (risiko adalah kemungkinan kerugian).

Istilah possibility berarti bahwa probabilitas sesuatu peristiwa berada di antara nol dan satu. Definisi ini barangkali sangat mendekati dengan pengertian risiko yang dipakai sehari-hari, akan tetapi definisi ini agak longgar, tidak cocok dipakai dalam analisis secara kuantitatif

3. Risk is uncertainty (risiko adalah ketidakpastian)

Tampaknya ada kesepakatan bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Karena itulah ada penulis yang mengatakan bahwa risiko itu sama artinya dengan ketidakpastian.

Menurut Kountur (2006), Robison dan Barry (1987), sikap seseorang dalam menghadapi risiko berbeda-beda. Teori ini menjelaskan bahwa ada tiga kelompok sikap orang dalam menghadapi risiko yaitu:

1. Risk Aversion merupakan sikap dalam pengambilan keputusan yang takut

akan risiko. Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam

(variance) dari keuntungan maka pengambil keputusan akan mengimbangi

dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan.

2. Risk Taker merupakan sikap yang berani mengambil keputusan suatu usaha

(22)

22 kenaikan ragam suatu usaha dari keuntungan maka pengambil keputusan akan menurunkan keuntungan sehingga merasa puas jika dapat menangani risiko yang tinggi.

3. Risk Netral merupakan sikap yang netral terhadap risiko yang dihadapi. Sikap

ini ditunjukkan jika terjadi kenaikan atau penurunan ragam dari keuntungan maka pengambil keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan keuntungan yang diharapkan.

3.1.2. Jenis Risiko

Menurut Kountur (2006), perusahaan akan menghadapi berbagai macam risiko. Risiko-risiko tersebut berada di hampir setiap tempat dan kegiatan yang ada di dalam perusahaan. Karena begitu banyak macam risiko maka risiko-risiko tersebut perlu dikelompokkan kedalam kelompok risiko yang mempunyai kemiripan satu sama lain. Dengan mengelompokkan, risiko-risiko tersebut akan lebih mudah ditangani. Risiko-risiko yang memiliki persamaan atau kemiripan satu sama lain pada umumnya ditangani dengan cara yang mirip pula. Begitu sebaliknya, jika risiko-risiko yang berbeda maka akan ditangani dengan cara yang berbeda juga. Gambar 3menunjukkan jenis-jenis risiko yang dihadapi.

Gambar 3. Jenis-Jenis Risiko Sumber : Kountur, 2006 Risiko

Berdasarkan Penyebabnya Berdasarkan

Akibatnya

Risiko Spekulatif

Risiko Murni

Risiko Keuangan

(23)

23 Gambar 3 menunjukkan bahwa risiko dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu melihat risiko dari akibat yang ditimbulkan atau melihat risiko dari penyebabnya. Melihat risiko dari akibat yang ditimbulkan, risiko dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu risiko spekulatif dan risiko murni. Risiko spekulatif adalah jenis risiko yang akibatnya selain merugikan dapat juga memberikan keuntungan atau kemungkinan kejadian yang bisa berakibat merugikan atau jika tidak merugikan sebaliknya bisa memberikan keuntungan, sedangkan risiko murni adalah jenis risiko dimana akibatnya tidak memungkinkan untuk memperoleh keuntungan dan yang ada hanyalah kemungkinan rugi.

Sedangkan jenis risiko lainnya dilihat dari berdasarkan penyebabnya. Jenis risiko ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan adalah jenis risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti perubahan harga, perubahan mata uang, perubahan tingkat bunga. Sedangkan risiko operasional adalah jenis risiko yang disebabkan oleh faktor-faktor operasional. Seperti faktor manusia, teknologi dan alam.

3.1.3. Teori Produksi

Produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumber daya) menjadi satu atau lebih output (produk). Menurut Joesron dan Fathorozi (2003)(1) Produksi merupakan hasil akhir dari proses aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input. Pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah mengkombinasi berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output.

Menurut Soekartawi (2002) adalah perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam menciptakan komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainnya yang mengubah masukan (input) menjadi keluaran (output). Input merupakan masukan atau bahan baku yang diperlukan untuk menciptakan suatu produk. Hubungan antara faktor produksi dengan hasil produksinya dapat diberi cirri khusus berupa suatu fungsi produksi.

Fungsi produksi adalah suatu hubungan matematis yang menggambarkan jumlah hasil produksi tertentu ditentukan oleh jumlah faktor produksi yang

1

(24)

24 digunakan. Jumlah hasil produksi merupakan “dependent variabel” dan jumlah faktor produksinya sebagai “independent variabel”Faktor produksi merupakan semua korbanan yang diberikan pada komoditas agar komoditas tersebut mampu menghasilkan produk.

Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut : Y = f (X1, X2, X3, X4, X5...,Xn)

Dimana :

Y = Jumlah produksi yang dihasilkan dalam setiap siklus produksi f = Mentransformasikan faktor-faktor produksi kedalam hasil produksi X = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi

Pada rumus di atas dapat dilihat bahwa produksi (Y) yang dihasilkan sangat tergantung dari peranan X1, X2, X3,...Xn. Fungsi produksi pada kondisi tersebut termasuk kedalam kondisi model Neo-klasik dimana sifat-sifat dari fungsi produksi Neo-klasik dapat dibedakan sebagai berikut :

1) Fungsi yang berkesinambungan dan dapat dibedakan

2) Berlaku “Law of Deminishing Return” dimana hukum tersebut menjelaskan bahwa jika suatu faktor produksi terus ditambah dalam suatu proses produksi, sedangkan faktor produksi lainnya tetap maka tambahan jumlah produksi per satuan faktor produksi akan menurun. Hal tersebut menggambarkan adanya kenaikan hasil yang negatif dalam kurva produksi.

3) Tanpa input tidak dapat berproduksi, dan semakin banyak input yang digunakan akan semakin banyak juga output yang dihasilkan.

Gambar 4 tersebut merupakan “Kurva Produksi” yang berlaku umum dan banyak ditulis dalam buku-buku teori ekonomi yang membahas perilaku produksi. Kurva produksi itu memperlihatkan bahwa ada tiga proses perilaku dalam produksi jika input X2 ditambahkan secara terus menerus (kontinue) pada suatu input yang tetap (misalnya X3, X4 dan X5). Pada proses pertama, setiap tambahan input akan memberikan tambahan produk yang semakin bertambah atau “Increasing Return”. Proses ke dua ditandai dengan tambahan produk yang semakin berkurang pada setiap tambahan input atau “Diminishing Return”. Pada proses ke tiga, setiap tambahan input justru akan menurunkan hasil produksi atau

(25)

25 Suatu contoh perilaku produksi tersebut adalah pemberian obat-obatan dalam pakan ayam untuk menaikkan produksi bobot daging ayam. Pemberian dosis tahap pertama yang relatif dari dosis nol sampai dosis agak tinggi menyebabkan adanya tambahan bobot daging yang semakin bertambah. Jika dosis ditingkatkan lagi maka sifat obat akan menjadi racun mulai tampak dengan ditandai tambahan bobot daging menjadi semakin berkurang. Pada proses akhir, jika dosis obat menjadi sangat berlebihan maka sifat racun obat berpengaruh kuat dan menyebabkan tidak ada tambahan bobot daging tetapi justru ada penurunan bobot daging tersebut.

Dalam fungsi proses produksi dapat dijelaskan pada Gambar 4 tentang tahapan dari suatu proses produksi.

Gambar 4. Tahapan Proses Produksi Sumber : Soekartawi, 1986

Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa hubungan fungsi produksi dengan produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR) terhadap tingkat produksi suatu komoditas. Selain itu juga menjelaskan didaerah yang mana produksi tersebut berada apakah daerah irrasional atau rasional. Produk Marjinal adalah tambahan satu-satuan input (X) yang dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu-satuan output (Y). Dengan demikian Pε dapat dituliskan dengan ∆Y/∆X. Kalau terjadi PM konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan unit input dapat menyebabkan tambahan satu-satuan unit output secara proporsional. Bila terjadi suatu tambahan satu-satuan unit input yang menurun, maka PM akan

Produk Marjinal Total Produksi

Stage III

Produk Rata-Rata Output (Y)

Stage II

Stage 1

(26)

26 menurun. Jika penambahan satu-satuan unit input yang menyebabkan satu-satuan unit output yang semakin menaik secara tidak proporsional, maka peristiwa ini disebut dengan produktivitas yang menaik.

Produk rata-rata (PR) adalah perbandingan tingkat produksi total (PT) dengan jumlah input yang digunakan. Sehingga dapat di tulis dengan rumus Y/X. Dengan demikian hubungan PM dengan PR adalah sebagai berikut :

a) Bila PM lebih besar dari PR, maka proporsi PR masih dalam keadaan menaik. b) Bila PM lebih kecil dari PR, maka proporsi PR dalam keadaan menurun. c) Bila terjadi PM sama dengan PR, maka dalam keadaan maksimum.

Perubahan dari jumlah produksi yang disebabkan oleh faktor produksi yang digunakan dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) merupakan persentasi perbandingan output yang dihasilkan sebagai akibat dari persentase dari input yang digunakan atau PM/PR. Sehingga dapat ditarik kesimpulan hubungan antara PM dan PT serta PM dan PR dengan besar kecilnya (Ep) adalah sebagai berikut :

1) Ep=1, bila PR mencapai maksimum atau bila PR sama dengan PM-nya. 2) Bila PM=0, dalam situasi PR sedang menurun, maka Ep=0

3) Ep >1 bila PT menaik pada tahapan “increasing rate” dan PR juga menaik di stage 1. Disini peternak masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan manakala sejumlah input masih ditambah.

4) Nilai Ep lebih besar dari nol tetapi lebih kecil dari satu atau 1<Ep<0, dalam keadaan demikian, maka tambahan sejumlah input tidak di imbangi secara proposrsional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa ini terjadi pada stage 2, dimana pada sejumlah input yang diberikan maka PT tetap menaik pada tahapan “decreasing rate”.

5) Nilai Ep < 0 yang berada pada stage 3, pada situasi demikian PT dalam keadaan menurun, nilai PM menjadi negatif dan PR dalam keadaan menurun. Dalam kondisi ini maka setiap upaya untuk meningkatkan sejumlah input tetap akan merugikan bagi peternak.

(27)

27 Marginal (MP) menurun tapi masih positif dan pada tahap ini akan dicapai pendapatan yang maksimum.

Menurut Soekartawi (2002) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atu lebih variabel. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X). Dimana variabel dependen berupa output dan variabel independen berupa input. Adapun persamaan mematis dari fungsi

Cobb-Douglas secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :

= �0 1�1 2�2 3�3,…. . , ���

Dimana

Y = Variabel Dependen X = Variabel Independen �0 ,�1 = Besaran yang akan diduga u = Unsur sisa

e = Logaritma natural (e = 2,718)

3.1.4. Model Just and Pope

Untuk menghasilkan sebuah produk melalui proses produksi yang membutuhkan masukan (input) untuk menjadikan sebuah produk tidak lepas dengan ketidakpastian, sehingga mengalami risiko produksi. Just dan Pope merupakan ahli ekonometrika dalam Phoebe Koundouri dan Celine Naugas (2005) mengembangkan model umum untuk penanganan risiko produksi ekonometri. Pendekatan mereka telah cukup populer di kalangan ekonom pertanian.

(28)

28 Pendekatan dengan menggunakan model Just and Pope ini untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang dapat menyebabkan peningkatan atau penurunan produksi. Selain melihat pengaruhnya terhadap produksi, model ini juga dapat melihat pengaruh faktor produksi terhadap risiko. Untuk melihat faktor produksi yang mengurangi dan meningkatkan risiko dapat dilihat pada nilai koefisiennya, jika koefisien bertanda positif maka menimbulkan risiko sedangkan yang bertanda negatif mengurangi risiko produksi (Fariyanti, 2008).

3.1.5 Sumber-Sumber Risiko

Risiko timbul bukan karena pengaruh dari faktor-faktor produksi yang digunakan. Sumber-sumber risiko menurut Harwood (1999) adalah sebagai berikut.

1. Risiko Produksi

Risiko produksi terjadi pada saat proses penggunaan input untuk dikonversikan menjadi output, saat proses ini risiko produksi biasanya muncul. Risiko produksi terjadi seperti gagal panen, produksi rendah, kualitas kurang baik. Hal ini bisa disebabkan oleh hama dan penyakit, curah hujan, maupun teknologi serta penggunaan sumber daya yang kurang kompeten.

2. Risiko Pasar (harga)

Risiko pasar terjadi pada saat produk telah dihasilkan dan siap untuk didistribusikan ke tangan konsumen, saat proses perpindahan dari produsen ke konsumen ini terjadi risiko pasar. Risiko pasar bisa terjadi karena produk tidak dapat terjual, disebabkan oleh perubahan harga output, permintaan rendah, ataupun banyak produk substitusi. Risiko pasar ini berhubungan dengan mekanisme antara konsumen dengan produsen yang dapat menimbulkan permintaan dan penawaran.

3. Risiko Kelembagaan

(29)

29

4. Risiko Finansial

Risiko finansial ini berhubungan dengan alur keuangan yang digunakan untuk kelangsungan usaha tersebut. Risiko finansial terjadi karena tidak mampu membayar hutang jangka pendek, kenaikan tingkat suku bunga pinjaman, piutang tak tertagih sehingga menyebabkan penerimaan produksi menjadi rendah.

3.1.6. Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah cara-cara yang digunakan oleh manajemen untuk menangani berbagai permasalah yang disebabkan oleh adanya risiko, juga berarti suatu cara untuk menangani masalah-masalah yang mungkin timbul disebabkan karena adanya ketidakpastian (Kountur, 2004). Untuk menangani risiko diperlukan strategi pencegahan risiko agar risiko dapat ditangani dengan baik. Menurut Kountur (2006), dalam menangani risiko perlu strategi dalam penanganan agar risiko tersebut dapat diminimalkan. Strategi penanganan risiko menurut Kountur (2006) ada lima strategi yang digunakan yaitu menghindari, mencegah, mengurangi kerugian, mangalihkan, dan mendanai.

(30)

30

Kemungkinan (%)

X

Y

10%

X

Y

0

[image:30.595.102.508.26.840.2]

Rp 100jt Akibat (Rp)

Gambar 5. Strategi Pencegahan Risiko Sumber : Kountur ,2006

Strategi penanganan berikutnya adalah dengan pengurangan kerugian yang dialami. Dalam strategi ini dilakukan untuk melakukan sesuatu agar sebelum terjadi suatu kejadian kemungkinan terjadinya dibuat sekecil-kecilnya, strategi pengurangan kerugian dimaksudkan untuk mengurangi kerugian setelah kejadian. Pengurangan kerugian dilakukan pada risiko-risiko yang berada pada kwadran kanan-atas dan kawan-bawah. Risiko-risiko yang berada pada kwadran kanan-atas diusahakan ke kwadran kiri-atas, dan risiko-risiko yang berada pada kwadran kanan-bawah berpindah ke kwadran kiri-bawah. Berikut dijelaskan pada Gambar 6.

kemungkinan (%)

10% Y Y

X X

0

Rp 100jt Akibat (Rp)

Gambar 6. Strategi Pengurangan Risiko Sumber : Kountur, 2006

(31)

31 mengalihkan risiko ke pihak lain diantaranya dengan mengalihkan risiko melalui asuransi, hedging, leasing, factoring, dan outsourching.

Strategi terakhir adalah dengan melakukan pendanaan kepada risiko yang dihadapi. Perusahaan mempersiapkan dana sekiranya terjadinya kejadian yang merugikan sehingga perusahaan memiliki dana untuk membiayai kerugian-kerugian tersebut dengan demikian operasional perusahaan dapat terus berjalan. Perusahaan dapat melakukan beberapa cara untuk mendanai risiko-risiko operasionalnya. Cara-cara tersebut adalah menggunakan kas kecil, menyediakan dana cadangan, melakukan self-insurance, dan membuat captive insurer.

3.2. Kerangka Operasional

Ayam Pedaging (Broiler) adalah ayam ras pedaging yang mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat. Broiler juga mempunyai peranan yang penting sebagai sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh manusia yang relative mudah dijangkau oleh semua kalangan. Ayam broiler sangat potensial untuk dikembangkan hal tersebut dilihat dengan semakin meningkatnya tingkat konsumsi terhadap daging ayam broiler seperti yang telah dijelaskan dipendahuluan. Peningkatan konsumsi daging ayam broiler seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunnya. Selain itu juga daging ayam broiler menjadi pilihan untuk memenuhi kebutuhan hewani karena harganya yang lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lainnya. Namun, dibalik potensi dari ayam broiler tersebut pada umumnya peternak dihadapkan dengan ketidakpastian atau risiko dalam menjalankan usaha ayam broilernya. Risiko yang dihadapkan adalah risiko produksi. Penelitian ini dilakukan terhadap peternak plasma dari perusahaan Dramaga Unggas Farm (DUF) sebanyak 30 responden yang dipilih dengan representative. Sistem budidaya yang diterapkan oleh peternak masih bersifat tradisional yaitu masih menggunakan sistem kandang panggung serta penggunaan peralatan yang masih tradisional.

(32)

32 sesuai antara aktual dan standar yang telah ditetapkan berdasarkan titik aman dalam menjalankan suatu usaha. Tingkat kematian dan produktivitas yang dihasilkan oleh peternak plasma DUF sangat beragam, ada yang tidak mencapai standard normal dan ada juga peternak yang aktualnya melebihi standar yang ditentukan. Keberagaman tersebut dapat dijadikan bahwa peternak plasma DUF mengalami risiko produksi.

Risiko produksi tersebut diduga berasal dari beberapa sumber risiko produksi, seperti penggunaan faktor-faktor produksi maupun faktor cuaca/iklim. Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam menjalankan usaha ayam broiler adalah DOC, pakan, sekam, vitamin, vaksin, obat-obatan, pemanas dan tenaga kerja. Namun, faktor-faktor produksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah DOC, pakan, Protect Enro, Neocamp, Doxerin Plus, vaksin, pemanas dan tenaga kerja. Pemilihan faktor-faktor tersebut berdasarkan penilitian yang dilakukan oleh Merina serta berdasarkan hasil pengamatan selama dilapang. Penelitian ini menggunakan pendekatan Just and Pope yang menyatakan bahwa didalam fungsi produksi terdapat juga fungsi variance produksi. Sehingga pendekatan ini memiliki dua fungsi. Fungsi produksi yang digunakan adalah dalam bentuk logaritma natural. Pendekatan Just and Pope dilakukan adalah untuk mengetahui faktor-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi produksi serta apa pengaruhnya terhadap variance produksi. Untuk menilai apakah faktor-faktor tersebut mengurangi atau menimbulkan variance produksi digunakan alat analisis yaitu eviews 6. Alat analisis tersebut dapat menjelaskan sekaligus faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produktivitas dan variance produksi serta melihat pengaruhnya apakah faktor-faktor tersebut dapat menimbulkan risiko produksi atau menurunkan risiko produksi.

(33)
[image:33.595.108.488.134.695.2]

33 meminimalkan risiko dan meningkatkan produksi. Untuk lebih jelas dapat dilihat alur pemikiran operasional pada Gambar 7.

Gambar 7. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Ayam Broiler Peternak Plasma Ayam Broiler Pada

Dramaga Unggas Farm

Faktor-Faktor Produksi X1 DOC

X2 Pakan

X3 Protect Enro

X4 Neocamp

X5 Doxerin Plus

X6 Vaksin X7 Pemanas X8 Tenaga Kerja

Analisis Model Just and Pope  Fungsi Produksi Rata-rata  Fungsi Produksi Variance

Rekomendasi/Saran Alternatif Strategi Penanganan Risiko Sumber Risiko Produksi  Cuaca/Iklim

 Hama dan Penyakit  Kesalahan Manusia

 Faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi.

 Pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi

(34)

34

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada peternak plasma ayam broiler di Dramaga Unggas Farm, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Pemilihan Kota Bogor khususnya di daerah Darmaga sebagai tempat penelitian dilakukan dengan sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa Jawa Barat merupakan salah satu sentral

produksi ayam broiler khususnya Dramaga merupakan salah satu penyumbang prduksi ayam broiler.

Pemilihan CV Dramga Unggas Farm dilakukan dengan dengan cara

purposive sampling, dengan alasan bahwa DUF merupkan perusahaan yang baru

dibogor namun sudah memiliki banyak plasma yang tersebar luas dikota bogor. Sedangkan pemilihan peternakan dilakukan dengan cara judgment sampling yaitu berdasarkan pertimbangan inti plasma dengan melihat panen pada periode terakhir yaitu bulan Mei dan Juni 2011 serta peternak yang representatif sebanyak 30 responden. Penelitian dilaksanakan selama satu setengah bulan yaitu pada 10 Mei – 28 Juni 2011.

4.2. Data dan Instrumentasi

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung dan wawancara kepada pihak perusahaan, seperti kepada pemilik perusahaan, karyawan, serta pihak-pihak yang terkait dalam usaha peternakan ayam broiler tersebut. Data dan informasi yang berasal dari perusahaan digunakan untuk mengetahui keadaan umum dari perusahaan tersebut serta dapat mengetahui risiko yang terjadi diperusahaan tersebut serta penanganan-penanganan yang telah dilakukan untuk mengurangi risiko yang terjadi. Sedangkan informasi dan data dari pesaing untuk melihat altrnatif lain guna membandingkan cara penanganan risiko yang lebih efektif.

(35)

35 harga output, pendapatan peternak dan lain sebagainya. Sedangkan data yang kaulitatif berasal dari penanganan-penanganan yang dilakukan dalam meminimalkan risiko yang dihadapi oleh perusahaan tersebut.

4.3. Metode Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian adalah data panel atau

(cross section dan timeserie) seperti data produksi harian yang terkait dengan

tingkat kematian ayam, penggunaan luas kandang, jumlah penggunaan pakan, obat-obatan, DOC, jam kerja pegawai, penggunaan air, pemanas, serta data keuangan mulai dari pembelian sarana produksi ayam broiler sampai pada penjualan output hidup. Data yang digunakan adalah periode terakhir yaitu terhitung pada awal mau produksi atau turun DOC pada bulan Maret, April dan Mei dan pada panen di bulan April, Mei dan Juni 2011.

Data primer diproleh dari peternak ayam broiler melalui observasi langsung, wawancara dan diskusi dengan dengan peternak ayam broiler tersebut. Observasi dilakukan dengan pencatatan langsung oleh peneliti semua kejadian tentang produksi dan pengendalian risikonya. Wawancara dan diskusi dilakukan dengan cara tanya jawab kepada peternak ayam tersebut.

4.4. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan deskriptif untuk mengetahui gambaran umum tentang peternak ayam broiler serta manajemen risiko yang digunakan oleh peternak tersebut. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis fakto-faktor produksi apa saja yang mempengaruhi risiko produksi pada ayam broiler dan melihat seberapa besar tingkat risiko yang ditimbulkan dari faktor-faktor produksi tersebut, dalam pengolahan data tersebut menggunakan bantuan alat aplikasi Microsoft Excel, Minitabversi 14 serta Eviews 6.

4.4.1. Analisis Risiko Produksi Just dan Pope

(36)

36 menyebabkan kesalahan dalam perhitungan. Sehingga dalam model Just dan Pope memasukkan unsur error agar unsur risiko dapat diperhitungkan dalam analisis produksi. Sehingga tingkat kesalahan dalam perhitungannya menjadi kecil. Konsep dasar yang diperkenalkan oleh Just dan Pope adalah untuk membangun fungsi produksi sebagai jumlah dari dua komponen, satu berkaitan dengan tingkat output, dan satu yang berkaitan dengan variabilitas output. Sehingaa dalam penggunaan model Just dan Pope adalah fungsi produksi rata-rata (means

production function) dan fungsi variance (variance production function), yang

masing-masing fungsi tersebut dipengaruhi oleh penggunaan variabel-variabel produksi tersebut sehingga fungsi variance dan produksi diketahui.

Persamaan model fungsi risiko produksi Just dan Pope secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = f(X,β) + h(X,θ)є Dimana :

Y = Jumlah produksi yang dihasilkan

f,h = Mentransformasikan faktor-faktor produksi kedalam hasil produksi X = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi β,θ = Besaran/koefisien yang akan diduga

є = Unsur error

Pada fungsi produksi di atas merupakan terdiri dari dua gabungan fungsi, yaitu fungsi produksi output (means production function) yang mentransformasikan variabel-variabel input menjadi fungsi produksi dan satu lagi adalah fungsi produksi yang telah ditambahkan unsur risikonya, yaitu dengan memperhatikan unsur variance dari fungsi produksi tersebut. Untuk menyelesaikan perhitungan fungsi produksi dan variance dari produksi tersebut dalam bentuk fungsi Cobb Douglass.

Fungsi produksi Cobb-Douglas diperkenalkan oleh Cobb, C.W dan Douglass, P.H (1982), yang dituliskan dan dijelaskan Cobb, C.W dan Douglass, P.H dalam artikelnya “A Theory of Production”(2). Fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan variabel dependen (yang dijelaskan/Y), dan yang lain disebut variabel independent (yang menjelaskan/X). (Soekarwati,1993).

2

(37)

37 Dalam fungsi produksi, maka fungsi produksi Cobb-Douglass adalah suatu fungsi produksi yang ingin memperlihatkan pengaruh input yang digunakan dengan output yang diinginkan. Pentingnya pendugaan menggunakan EKONOMETRIKA (Ekonomi, Matematika, Statistika). Dalam dunia ekonomi, pendekatan

Cobb-Douglass merupakan bentuk fungsional dari fungsi produksi secara luas

digunakan untuk mewakili hubungan output untuk input. Sehingga model fungsi produksi Just dan Pope secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Fungsi Produksi Y = f (X)...(1)

δn Y = δnβ0 + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5 + β6LnX 6 + є Variance Produksi 2 = f (X)...(2)

δn 2

Y = LnX0 + θ1LnX1 + θ2LnX2 + θ3LnX3 + θ4LnX4 + θ5LnX5 + θ6LnX 6 + є Dimana :

Y = Produktivitas ayam broiler (kg/m2)

X1 = Jumlah DOC (ekor/m2)

X2 = Pakan (Kg/m2)

X3 = Protek Enro (Kg/m2)

X4 = Neocamp (Liter/m2)

X5 = Doxerin Plus (Kg/m2)

X6 = Vaksin (Kg/m2)

X7 = Pemanas (Kg/m2)

X8 = Tenaga Kerja (HOK)

β = Mean intercept

θ = Variance intercept

β1, β2, β3,... β8 = Koefisien parameter dugaan X 1, X2, X 3,...X 8 θ1,θ2,θ3,....θ8 = Koefisien parameter dugaan X1, X2, X3,...X8

є = Unsur error

(38)

38 Perhitungan Cobb-Douglass merupakan metode yang banyak dipakai oleh peneliti dalam menilai risiko produksi. Alasan mengapa menggunakan

Cobb-Douglass dikarenakan metode tersebut memiliki kelebihan sebagai berikut :

1. Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglass bersifat sederhana dan mudah penerapannya.

2. Fungsi produksi Cobb-Douglass mampu menggambarkan keadaan skala hasil

(return to scale), apakah sedang meningkat, tetap atau menurun.

3. Koefisien-koefisien fungsi produksi Cobb-Douglass secara langsung menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang digunakan dan dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi Cobb-Douglass itu. 4. Koefisien intersep dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan indeks

efisiensi produksi yang secara langsung menggambarkan efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output dari sistem produksi yang dikaji.

Dari kelebihan tersebut maka alasan peneliti menggunakan metode tersebut adalah penyelesaian fungsi Cobb-Douglass relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi produksi, hasil pendugaan garis melalui fungsi

Cobb-Douglass akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan

elstisitas, besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran Return to Scale.

4.4.2. Model ARCH-GARCH

Permodelan data deret waktu umumnya dilakukan dengan menggunakan asumsi ragam sisaan yang konstan (homoskedastisitas), namun kenyataannya banyak deret waktu yang mempunyai ragam sisaan yang tidak konstan

(heteroskedistisitas), khususnya untuk data deret waktu dibidang ekonomi. Oleh

karena itu pemodelan analisis deret waktu biasa dengan asumsi homoskedastisitas tidak dapat digunakan. Model ARCH (Autoregressive Conditional

Heteroscedostisitas) merupakan model yang memperhitungkan adanya

(39)

39 Varian terdiri dari dua komponen yaitu varians yang konstan dan varians yang tergantung dari besarnya volatilitas di periode sebelumnya. Jika volatilitas pada periode sebelumnya besar (baik negatif atau positif), maka varians pada saat ini akan besar pula. Sehingga model ARCH dapat dirumuskan sebagai berikut. ht = + α 2

t + α1 2t-1 + α2 2t-2 + ………… + αm 2t-m

dimana :

ht = variabel terikat pada periode t = variabel yang konstans 2

t-m = Arch/volatilitas pada periode sebelumnya α, α1, α2,… αm = koefisien orde m yang diestimasikan

Model GARCH dikembangkan dengan mengintegrasikan autoregresi dari kuadrat residual lag kedua sehingga lag tak hingga ke dalam bentuk varian pada lag pertama. Model ini dikembangkan sebagai generalisasi dari model volatilitas. Secara sederhana volatilitas berdasarkan model GARCH (r,m) mengasumsikan sebelumnya dan sejumlah r data volatilitas sebelumnya. Model ini seperti dalam model autoregresi biasa (AR) dan pergerakan rata-rata (MA), yaitu untuk melihat hubungan variabel acak dengan variabel acak sebelumnya. Varian terdiri dari tiga komponen. Komponen pertama adalah varians yang konstan, volatilitas pada periode sebelumnya dan varian pada periode sebelumnya. Sehingga model GARCH dapat dirumuskan bentuk umum model GARCH (r,m)

ht = k + 1ht-1 + 2ht-2 +…. + rht-r + α1 2t-1 + α2 2t-2 + ………… + αm 2t-m dimana :

ht = Variabel respon pada waktu t K = Varians yang konstan

2

t-m = Arch/volatilitas pada periode sebelumnya α, α1, α2,… αm = Koefisien orde m yang diestimasikan

, 1, 2,….. r = Koefisien orde r yang diestimasikan ht-r = Suku Garch

(40)

40 adalah model yang sederhana yang banyak digunakan oleh penelitian terdahulu untuk menghitung suatu variance produksi.

4.5. Pengujian Hipotesis

1) Pengujian asumsi OLS (Ordinary Least Square)

Metode pendugaan model dilakukan dengan metode OLS. Akan tetapi sebelumnya harus diuji terlebih dahulu asumsi-asumsi yang sesuai dengan OLS yaitu multikolinieritas. Multikolinier variabel independent adalah kondisi dimana terdapat hubungan linier diantara variabel independent. Ada beragam penyebab multikolinier, diantaranya disebabkan adanya kecendrungan variabel-variabel yang bergerak secara bersamaan. Adanya multikolinier menyebabkan ragam variabel menjadi sangat besar, sehingga koefisien regresi dugaan tidak stabil dan berimplikasi pada besar dan arah koefisien variabel menjadi tidak valid untuk diinterpretasi. Adanya multikolinier dapat dilihat pada nilah Variance Inflation

Factor (VIF) >10. Jika terjadi masalah multikolinier maka harus diperbaiki

terlebih dahulu dengan menambah observasi, mengeluarkan variabel independent yang berkolerasi kuat.

2) Pengujian Parameter Model (Uji F)

Tujuan pengujian ini adalah untuk melihat apakan variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata pada variabel tak bebas

(independent). Uji statistik yang digunakan adalah uji F.

�ℎ� ��=

2(� −1)

1− 2 (� − �)

Dimana :

R2 = Koefisien determinasi K = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel

Kriteria uji

F-hitung > F-tabel (k-1, n-k), maka tolak H0 F-hitung < F-tabel (k-1, n-k), maka terima H0

(41)

41 P-value < α , maka tolak H0

P-value > α, maka terima H0

Apabila F-hitung > F-tabel atau P-value < α maka secara bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi. Sedangkan apabila F-hitung < F-tabel atau P-value > α maka secara bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi.

3) Pengujian Parameter Variabel (Uji t)

Hipotesis Statistik merupakan pernyataan atau dugaan mengenai satu atau lebih populasi. Pengujian hipotesis berhubungan dengan penerimaan atau penolakan suatu hipotesis. Penerimaan suatu hipotesis terjadi karena tidak cukup bukti untuk menolak hipotesis tersebut dan bukan karena hipotesisnya itu benar dan penolakan suatu hipotesis terjadi karena tidak cukup bukti untuk menerima hipotesis tersebut dan bukan karena hipotesis itu salah. Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas (X) yang digunakan berpengaruh signifikan terhadap variabel bebas (Y). Uji statistika yang digunakan adalah uji t dan taraf nyata yang digunakan adalah 20 persen.

 Rumusan Hipotesis fungsi produksi dan varian

H0 : βi, θi < 0, artinya variabel bebas merupakan penjelas yang mengurangi produksi dan mengurangi risiko produksi terhadap variabel terikat

H1 : βi, θi > 0, artinya variabel bebas penjelas yang meningkatkan produksi dan menimbulkan risiko produksi terhadap variabel terikat  Uji t

− ℎ� ��= ��

�� Dimana :

βi = Koefisien regresi ke-i yang diduga S βi = Standar deviasi dari βi

− ℎ� ��= ƞθ�

ƞ

(42)

42 Dimana :

θ

i

= Koefisien regresi ke-i yang diduga

S

θ

i

=

Standar deviasi dari θi

 Daerah Kritis

 Ho diterima apabila –t (α / 2; n – k) ≤ t hitung ≤ t (α / 2; n – k), artinya tidak ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

 Ho ditolak apabila t hitung > t (α / 2; n– k) atau –t hitung < -t (α / 2; n – k), artinya ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Dimana :

n = Jumlah sampel k = Jumlah variabel

sumber : Walpole, 1992

4.6. Hipotesis

Dalam penelitian dilakukan terlebih dahulu hipotesis atau kesimpulan sementara tentang fungsi produksi rata-rata dan produksi varian terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan adalah semua faktor-faktor produksi berpengaruh positif terhadap produksi ayam broiler dan variannya. Adapun hipotesis tersebut adalah sebagai berikut :

1. β 1, θ1 > 0 artinya jika DOC ditambah satu satuan maka produktivitas dan varian ayam broiler juga akan semakin meningkat satu satuan.

2. β2, θ2> 0 artinya jika Pakan ditambahkan satu satuan pada ayam broiler maka akan meningkatkan produktivitas dan varian dari ayam satu satuan.

3. β3, θ3 > 0 artinya jika Protect Enro ditambah satu satuan pada produksi ayam broiler maka hasil produktivitas dan variannya juga akan meningkat satu satuan.

(43)

43 5. β5, θ5 > 0 artinya jika Doxerin Plus ditambahkan satu satuan maka akan meningkatkan produktivitas dan varian dari produksi ayam broiler satu satuan.

6. β6, θ6 > 0 artinya jika vaksin ditambahkan satu satuan maka akan meningkatkan produktivitas dan varian ayam broiler satu satuan.

7. β8, θ8 > 0 artinya jika pemanas ditambahkan satu satuan maka akan meningkatkan produktivitas dan varian dari ayam broiler satu satuan.

(44)

44

V. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Kondisi Geografi

Kecamatan Dramaga terletak di wilayah Bogor Barat dengan luas wilayah 2.437.636 Ha. Sebagian besar tanah yaitu 972 Ha digunakan untuk sawah, 1.145 Ha lahan kering (pemukiman, pekarangan, kebun), 49,79 Ha lahan basah (rawa, danau, tambak, situ), 20,30 Ha lapangan olahraga dan pemakaman umum. Kecamatan Dramaga mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Kecamatan Rancabungur, sebelah selatan dengan Kecamatan Tamansari/Ciomas, sebelah barat dengan Kecamatan Ciampea dan sebelah timur dengan Kecamatan Bogor Barat. Curah hujan di Kecamatan Dramaga 1.000 – 1.500 mm/tahun, dengan ketinggian 500 m dari permukaan laut. Jarak Kecamatan Dramaga dari ibukota Kabupaten Bogor adalah 12 km, dari ibukota Propinsi Jawa Barat 180 km, dan dari ibukota negara Indonesia 60 km. Kecamatan Dramaga terdiri dari 10 desa, 24 dusun, 72 RW, 309 RT, dan 20.371 KK (Kepala Keluarga).

5.2. Kondisi Demografi

Kondisi demografi yang ada di Kabupaten Dramaga sangat beraneka ragam. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah penduduk Dramaga yang menyebar diberbagai desa. Serta memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang tergolong cepat dari setiap umurnya. Selain jumlah penduduk, jenis pekerjaan juga beraneka ragam mulai dari yang formal sampai non formal. Namun pada umumnya kondisi penduduk Dramaga banyak terdapat di desa sehingga mempengaruhi tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi.

(45)

45

Tabel 7. Distribusi Penduduk Dramaga Berdasarkan Kelompok Umur Pada Tahun 2009

No. Kelompok Umur Jumlah (orang) Persentase (%)

1 0 – 4 8.294 9,80

2 5 – 9 8.770 10,37

3 10 – 14 8.146 9,63

4 15 – 19 8.128 9,61

5 20 – 24 8.579 10,14

6 25 – 29 8.047 9,51

7 30 – 34 6.978 8,25

8 35 – 39 6.559 7,75

9 40 – 44 5.850 6,91

10 45 – 49 4.756 5,62

11 50 – 54 3.858 4,56

12 55 – 59 2.855 3,37

13 ≥ 60 3.789 4,48

Jumlah 84.609 100

Sumber : Dinas Kecamatan Dramaga, 2010

Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa pendistribusian jumlah penduduk Darmaga paling banyak pada umur balita (5-9 tahun) sebesar 10,37 persen dan dewasa (20-24 tahun) sebesar 10,14 persen. Pendistribusian jumlah penduduk ini semakin tua maka jumlah penduduknya semakin menurun. Hal tersebut dikarenakan pada saat usia lanjut masyakarat tidak terl

Gambar

Gambar 2. Produktivitas Ayam Broiler Pada Peternakan Ayam Broiler di
Tabel 6. Penelitian Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian yang dilakukan
Gambar 3. Jenis-Jenis Risiko
Gambar 5. Strategi Pencegahan Risiko
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahapan ini kegiatan budidaya ternak berlangsung melalui proses transpormasi sejumlah faktor produksi yang berupa pakan, bibit, lahan, modal, tenaga kerja dan

“menunjukan hubungan antara faktor produksi yang digunakan (input) dalam proses produksi dengan hasil (output) pada proses produksi perusahaan menggunakan input

Produksi adalah seluruh hasil usahatani jagung dihitung dalam kilogram (Kg), faktor produksi adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses produksi untuk

Efektifitas pola kemitraan inti-plasma adalah menggambarkan kondisi hubungan antara peternak plasma dengan inti, diukur dengan : (a) jumlah produksi yang dijual ke