• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading and composition) terhadap kemampuan menyesaikan soal cerita matematika (studi eksperimen di SMPN 238 Jakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (cooperative integrated reading and composition) terhadap kemampuan menyesaikan soal cerita matematika (studi eksperimen di SMPN 238 Jakarta)"

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND

COMPOSITION) TERHADAP KEMAMPUAN

MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA

(Studi Eksperimen di SMP Negeri 238 Jakarta)

Disusun Oleh :

A Z I Z A H 106017000507

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

NIM : 106017000507

Jurusan : Pendidikan Matematika

Judul skripsi : Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC

(Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap

Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika.

No Judul Buku/ Referensi

Paraf Pembimbing Pembimbing

I

Pembimbing II 1 Jakarta Post, Indonesia sabet emas lagi di

Olympiade Matematika,http://www.cha/jpnn. 14 Juli 2010, 21.55 WIB

2 Erna Suwangsih, Model Pembelajaran

Matematika, (Bandung: UPI PRESS), 2006, hlm.28.

3 Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran,

Vol.3. No.1, Desember 2006, hlm.442.

4 Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) hlm.80

5 Suyitno, Skripsi “Kefektifan Pembelajaran

Kooperatif tipe CIRC”

http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library. (8 Juni 2010)

6 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.36

7 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), hlm.68

8 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.2

9 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm 15.

10 Syaiful Sagala, Konsep dan makna pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm 33.

11 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran

(3)

hlm.17.

12 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstalasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Depdiknas, 2000), hlm.13.

13 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer. . . , hlm.33.

14 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer, . . , hlm.43

15 M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran,

(Bandung: Prospect, 2009), hlm.31.

16 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer, . . , hlm.8.

17 Didi Sutardi, Pembaharuan dalam Pembelajaran

Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2007), hlm.11

18 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional,

Prof. Dr. Utari Sumarmo. Alternatif

Pembelajaran Matematika. (Bandung: UPI, 2002)

19 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional,

Dr. Wahyudin, Matematika dan Kurikulum

Berbasis Kompetensi, (Bandung: UPI, 2002), hlm.30.

20 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran

Matematika Kontemporer. . . , hlm. 62

21 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual

Konsep dan Aplikasi, (Bandung;Refika Aditama,2010), hlm.62.

22 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.42.

23 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, . . . , hlm.47.

24 Suyatno, Menjelajah pembelajaran inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm.52.

25 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, . . . , hlm.43- 44.

26 Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm.34.

27 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm.68.

28 Shlomo Sharan, Handbook of Cooperative Learning, (Yogyakarta: Imperium, 2009), hlm. 36

29 Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm.203.

(4)

Sebagai Referensi Bagi Pendidikan Dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.283.

32 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional,

Dr. Wahyudin, . . . , hlm.32.

33 Erna Suwangsih dkk, Model Pembelajaran

Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), hlm. 28-29.

34 Gelar Dwirahayu dkk, Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, Cet.I. (Jakarta: PIC UIN, 2007), hlm.48

35 Soemoenar dkk, Penerapan Matematika Sekolah,

(Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm.3.22.

36 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,

(Bandung: alfabeta, 2010), hlm.85.

37 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:Rineka Cipta, 2006), hlm.168

38 Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.179

39 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, . . . , hlm.178

40 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), hlm.249.

41 Sudjana, Metode Statistika, . . . , hlm.239.

Jakarta, 8 Desember 2010

Mengetahui,

Pembimbing I Pembimbing II

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika (Studi Eksperimen di SMP Negeri 238 Jakarta)” disusun oleh AZIZAH Nomor Induk Mahasiswa 106017000507, Jurusan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan

dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang

munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.

Jakarta, Desember 2010

Yang Mengesahkan,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(6)

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 17 Desember 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.

Jakarta, 21 Desember 2010

Panitia Ujian Munaqasah

Tanggal Tanda Tangan

Ketua Panitia (Ketua Jurusan)

Maifalinda Fatra, M.Pd ………. ………..

NIP. 19700528 199603 2 002 Sekretaris (Sekretaris Jurusan)

Otong Suhyanto, M.Si ……….. ………..

NIP. 19681104 199903 1 001 Penguji I

Dra. Afidah Mas’ud ……….. ………..

NIP. 19610926 198603 2 004 Penguji II

Otong Suhyanto, M.Si ……….. ………..

NIP. 19681104 199903 1 001

Mengetahui

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

(7)

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : AZIZAH

NIM : 106017000507

Jurusan : Pendidikan Matematika

Angkatan tahun : 2006

Alamat : Jl. Guru Mughni Rt. 002/01 No 6 Kuningan Timur

Jakarta Selatan 12950

Menyatakan Dengan Sesungguhnya

Bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan

Menyelesaikan Soal Cerita Matematika (Studi Eksperimen di SMP Negeri 238

Jakarta)” adalah hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

1. Nama : Maifalinda Fatra, M.Pd.

NIP : 197005281996032002

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

2. Nama : Gelar Dwirahayu, M.Pd.

NIP : 197906012006042004

Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya

siap menerima segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil

karya sendiri.

Jakarta, Desember 2010

Yang menyatakan,

(8)

i

Menyelesaikan Soal Cerita Matematika”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Desember 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran koopertif tipe CIRC terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 238 Jakarta tahun ajaran 2010/2011. Metode yang digunakan adalah penelitian quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design. Subyek penelitian ini adalah 66 siswa yang terdiri dari 33 siswa untuk kelas eksperimen dan 33 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VII. Pengumpulan data setelah diberikan perlakuan diperoleh dari nilai tes kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada pokok bahasan Aritmatika Sosial. Tes yang diberikan terdiri dari 12 soal dalam bentuk uraian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe CIRC berpengaruh terhadap kemampuan

menyelesaikan soal cerita matematika siswa. Rata-rata kemampuan

menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.

Kata Kunci: Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita.

(9)

ii ABSTRACT

Azizah (106017000507),”The Effect of Cooperative Learning CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Type to Resolving Ability Mathematical Story Problem. Thesis for Mathematical Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta, December 2010.

The purpose of this research is to determine the effect of cooperative learning CIRC type to resolving ability student’s mathematical story problem. This research was conducted at SMP Negeri 238 Jakarta for academic year 2010/2011. The method that used in this research is quasi experimental with randomized controlled group design. Subjects for this research are 66 students consist of 33 student for experimental group and 33 student for control group which selected by cluster random sampling technique on 7th grade. The data collection after being given treatment obtained from the test scores of the resolving ability mathematical story problem at the subject of Social Arithmetic. Test consisted of 12 question in essay. The results showed that the cooperative learning model CIRC type effect on the ability of students to solve mathematical story problems. The students who are taught with the cooperative learning CIRC type have mean score of ability student’s mathematical story problem higher than students who are taught with conventional learning model.

(10)

iii

dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi Muhammad

SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti

ajarannya sampai akhir zaman.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam

memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan

skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman

penulis, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan

tersebut dapat terselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima

kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan

memberikan dukungan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika

sekaligus pembimbing I, yang telah memberikan ijin atas penyusunan

skripsi dan memberikan pengarahan sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika.

4. Ibu Gelar Dwirahayu, M.Pd., Dosen Pembimbing II sekaligus penasehat

akademik yang selalu memberikan bimbingan dan nasihat kepada penulis.

5. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis beserta staff

jurusan yang selalu membantu penulis dalam proses administrasi.

6. Ibu Rusmiati, AMD. Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 238 Jakarta

(11)

iv

7. Ibu Anita S.Pd selaku guru pamong matematika di tempat penulis

mengadakan penelitian yang telah memberikan semangat dan

masukan-masukan bagi penulis.

8. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tersayang, ayahanda (Alm) Ishak bin

H. Masyhur yang menjadi motivasi bagi penulis dan Ibunda Mulyanah

yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, selalu mendoakan, serta

memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

9. Kakak-kakakku tersayang Muchlis, S.Pd beserta istri, Nurlailah beserta

suami, Jamilah beserta suami yang telah memberikan dukungan moril dan

materil serta doanya kepada penulis. Tak lupa ponakanku Nayla dan

Nazmi yang selalu menghibur penulis di saat jenuh.

10.Abangku tersayang (Zul Fahmi, S.E) yang telah banyak memberikan

masukan dan bantuan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

11.Teman-teman seperjuanganku ketika skripsi (Tri, Desi, Ika, Sawati, Hastri,

Lilis, Lydia, Cucu, Rahma, Isma, Rina dan Edy) yang telah memberikan

motivasi dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

12.Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah (Fara Rahmawaty, Etika,

Siti Chairunnisa, Nia Kurnia, dan Mia Usniati) yang selalu memberikan

semangat dan doa kepada penulis serta semua teman-temanku di Jurusan

Pendidikan Matematika angkatan 2006.

13.Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata

semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca

pada umumnya.

Jakarta, 9 Desember 2010

(12)

v

Abstract ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel... vii

Daftar Gambar ... viii

Daftar Lampiran ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. ... L atar Belakang... 1

B. ... I ndentifikasi Masalah ... 7

C. ... P embatasan Masalah ... 7

D. ... R umusan Masalah ... 8

E.... T ujuan Penelitian ... 8

F. ... M anfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR A. ... K ajian Teori ... 10

1... B elajar dan Pembelajaran Matematika ... 10

(13)

vi

3.... M

odel Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC ... 20

4.... K

emampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika ... 30

5.... P

enelitian Yang Relevan ... 38

B. ... K

erangka Berpikir ... 38

C. ... P

erumusan Hipotesis ... 39

BAB III METODE PENELITIAN

A. ... T

empat dan Waktu Penelitian ... 40

B. ... M

etode dan Desain Penelitian ... 40

C. ... P

opulasi dan Sampel ... 41

D. ... V

ariabel Penelitian ... 41

E.... T

eknik Pengumpulan Data ... 42

F. ... T

eknik Analisis Data ... 47

G. ... H

ipotesis Statistik ... 49

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. ... D

(14)

vi

emampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelas Kontrol ... 53

B. ... P

engujian Prasyarat Analisis ... 57

1... U

ji Normalitas ... 57

2... U

ji Homogenitas ... 57

C. ... P

engujian Hipotesis ... 58

D. ... P

embahasan ... 59

E... K

eterbatasan Penelitian ... 66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. ... K

esimpulan ... 68

B. ... S

aran ... 68

(15)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Model Pembelajaran

Konvensional ... 22

Tabel 2 Desain Penelitiaan ... 40

Tabel 3 Kisi-kisi Instrument Tes Menyelesaikan Soal Cerita ... 43

Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 52

Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 54

Tabel 6 Rekapitulasi Hasil Test Matematika Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 56

Tabel 7 Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 57

Tabel 8 Uji Homogenitas ... 58

[image:15.595.111.509.170.560.2]
(16)

viii

[image:16.595.110.504.192.562.2]

Cerita Matematika Kelas Eksperimen ... 53

Gambar 2 Histrogam dan Poligon Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal

(17)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan dan Pembelajaraan (Kelas Eksperimen) ... 72

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan dan Pembelajaraan (Kelas Kontrol) ... 88

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ... 90

Lampiran 4 Soal Diskusi ... 104

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Tes Menyelesaikan Soal Cerita Matematika (Aritmatika Sosial) ... 115

Lampiran 6 Instrument Tes Essay ... 116

Lampiran 7 Kunci Jawaban Instrumen Soal Essay ... 118

Lampiran 8 Validitas Uji Coba Tes Menyelesaikan Soal Cerita... 125

Lampiran 9 Contoh Perhitungan Uji Validitas ... 126

Lampiran 10 Hasil Uji Coba Validitas ... 127

Lampiran 11 Uji Reliabilitas ... 128

Lampiran 12 Contoh Hasil Uji Reliabilitas... 129

Lampiran 13 Perhitungan Indeks Kesukaran Soal ... 130

Lampiran 14 Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 131

Lampiran 15 Rekapitulasi Perhitungan Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda .... 132

Lampiran 16 Kisi-kisi Instrumen Tes Menyelesaikan Soal Cerita Matematika .. 133

Lampiran 17 Instrumen Penelitian ... 134

Lampiran 18 Data Mentah Hasil Penelitian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... ... 136

Lampiran 19 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol 137 Lampiran 20 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 139

Lampiran 21 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 141

Lampiran 22 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 142

Lampiran 23 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 143

Lampiran 24 Perhitungan Uji Nomalitas Kelas Kontrol ... 144

Lampiran 25 Perhitungan Uji Homogenitas ... 145

(18)

A.

Latar Belakang Masalah

Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang sampai saat ini

kualitas dan kuantitas pendidikan merupakan masalah yang sangat menonjol.

Salah satu tujuan dari pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah

mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia

Indonesia melalui upaya peningkatan kualitas pada semua jenjang

pendidikan, yang memungkinkan warganya mengembangkan diri sebagai

manusia Indonesia seutuhnya. Untuk mewujudkan pembangunan nasional di

bidang pendidikan diperlukan peningkatan dan penyempurnaan

penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan,

teknologi dan sains (IPTEKS).

Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan sains (IPTEKS) sangat

pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Untuk tampil

unggul pada keadaan yang selalu berubah dan kompetitif ini, siswa sebagai

penerus bangsa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan

mengelola informasi, kemampuan untuk dapat berpikir secara kritis,

sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan untuk dapat bekerjasama secara

efektif. Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui proses

pembelajaran matematika karena matematika memiliki struktur dan

keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan

siapapun yang mempelajarinya terampil berpikir rasional.

Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik dari aspek terapannya

maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan penting dalam upaya

penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan sains. Dalam dunia pendidikan

penguasaan bidang matematika tidak hanya membentuk siswa yang terampil

berpikir tetapi juga dapat mengharumkan nama bangsa. Berkaitan dengan itu

pada surat kabar harian disebutkan bahwa siswa Indonesia telah meraih empat

(19)

2

medali emas di ajang olimpiade matematika tingkat SD sampai SMP pada

tahun 2009. Dan tahun 2010 ini pada ajang yang sama yang diadakan tanggal

10-14 juli di Hongkong, siswa Indonesia berhasil mengalahkan 10 negara

dengan meraih empat medali perak dan satu emas. Direktur Pembinaan SD

Kemendiknas, Murdjito mengatakan bahwa “walaupun prestasi pada tahun

2010 sedikit menurun sebagai bangsa Indonesia kita harus tetap bersyukur

dan untuk ke depan siswa Indonesia harus diberi semangat lagi dan lebih

dimatangkan lagi persiapannya”.1 Untuk itu matematika sekolah perlu difungsikan sebagai wahana untuk menumbuhkembangkan kecerdasan,

kemampuan, serta untuk membentuk kepribadian siswa. Semua kemampuan

dan keterampilan seperti yang telah disebutkan akan tercapai, apabila

seseorang ada kehendak untuk mempelajarinya.

Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 36:

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya…”

Maksud ayat di atas selain kita diperintahkan untuk belajar, kita juga

harus mengetahui karakteristik dari ilmu pengetahuan tersebut seperti halnya

matematika. Pembelajaran matematika akan menuju ke arah yang benar dan

berhasil apabila mengetahui karakteristik yang dimilikinya. Matematika

memiliki karakteristik tersendiri baik ditinjau dari aspek kompetensi yang

ingin dicapai maupun dari aspek materi yang dipelajari untuk menunjang

tercapainya kompetensi. Ditinjau dari aspek kompetensi yang ingin dicapai,

matematika menekankan penguasaan konsep dan keterampilan memecahkan

masalah. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki

1

(20)

kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk

bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai, Dalam bukunya Erna

menyatakan bahwa di sekolah siswa dalam belajar matematika mulai dari

SD/MI sampai SMA/MA harus memiliki kecakapan matematika, yaitu:

1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari,

menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep

atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan

masalah.

2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

grafik, atau dugaan untuk memperjelas keadaan atau masalah.

3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau

menjelaskan gagasan atau pernyataan matematika.

4. Menyusun kemampuan strategi dalam membuat atau merumuskan,

menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan

masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.2

Kenyataannya proses belajar matematika tidak selamanya berjalan

efektif, karena masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar

matematika dan menganggap mata pelajaran matematika adalah mata

pelajaran yang sulit. Kesulitan belajar matematika terutama disebabkan oleh

sifat khusus dari matematika yang memiliki objek abstrak. Sehingga siswa

membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari matematika yang

diajarkan oleh guru di kelas. Selain itu siswa belum memahami peranan

penting matematika sehingga matematika dianggap pelajaran yang

membosankan dan menakutkan. Matematika juga dianggap identik dengan

angka-angka. Menurut Nurhadi dan Suharta hasil pembelajaran matematika di

sekolah dasar dan menengah di Indonesia menunjukkan ketidakmampuan

2

(21)

4

siswa menghubungkan antara materi yang dipelajari dan bagaimana

pengetahuan itu dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan sehari-hari.3 Padahal memecahkan persoalan sehari-hari dalam ilmu matematika

digambarkan pada soal cerita matematika. Sehingga kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal cerita matematika akan menunjukkan kemampuan siswa

dalam memecahkan masalah. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah

sudah sejak lama direkomendasikan oleh The National Council of Teacher of

Mathematics (NCTM) sebagai salah satu standar kompetensi yang harus

dimiliki oleh siswa. Sebagai suatu hasil belajar, maka kemampuan pemecahan

masalah tentu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor keberhasilan siswa dalam

belajar. Salah satu faktor penting yang menjadi kunci dalam pemecahan

masalah adalah kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika.

Namun berdasarkan pada pengalaman peneliti, ketika memberikan soal

cerita matematika pada sebagian siswa SMP kelas VII dan kelas VIII.

Terbukti pada setiap penyelesaian soal yang menyangkut kehidupan

sehari-hari, terlebih soal yang tersaji dalam bentuk cerita, siswa tersebut tidak dapat

menyelesaikan secara benar. Pada umumnya para siswa menyelesaikan soal

cerita tersebut dengan langkah-langkah yang tidak urut/tidak sistematis. Hal

ini disebabkan karena siswa tidak memahami maksud soal, lemah dalam

penguasaan bahasa atau belum mengetahui prosedur rutin yang seharusnya

digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut.

Berkaitan dengan itu kesulitan dalam memahami soal cerita yang

paling banyak disebabkan karena mereka kurang tahu atau kurang paham apa

yang ada dalam soal, mereka kurang memahami makna setiap kalimat yang

ada, kurang mampu merumuskan apa yang diketahui dan apa yang

ditanyakan, kurang mampu menghubungkan secara fungsional unsur-unsur

yang diketahui untuk menyelesaikan masalah dan masih ada yang tidak tahu

unsur yang harus dimisalkan dalam satu variabel. Hal ini terlihat dalam

persentase beberapa aspek yang ada yaitu aspek ingatan sebesar 7%,

3

(22)

sedangkan dari aspek pemahaman sebesar 50%, dan yang terakhir pada aspek

aplikasi sebesar 43%.

Diperlukan langkah-langkah yang sistematis agar proses menyelesaikan

masalah dalam soal cerita mudah dan terarah, juga agar soal-soal dalam

bentuk soal cerita ini tidak menjadi suatu kendala besar dalam meningkatkan

kemampuan matematika siswa. Maka siswa juga dituntut menggunakan

keterampilan membaca agar dapat memahami makna atau ide pokok dari

suatu soal cerita matematika. Seperti yang dijelaskan oleh Slameto bahwa

dalam belajar jangan hanya membaca belaka tetapi harus dipahami dengan

kata-kata sendiri.4 Ada beberapa tingkatan keterampilan membaca yang diperlukan seseorang ketika membaca suatu teks bacaan seperti soal cerita

yaitu keterampilan membaca literal, keterampilan membaca kritis, dan

keterampilan membaca kreatif. Sehingga diperlukan suatu metode

pembelajaran yang menuntut siswa menggunakan keterampilan membacanya.

Ketika proses belajar mengajar matematika, siswa juga cenderung

kurang aktif dan tidak bersemangat, lebih memilih diam, enggan dan malu

untuk mengemukakan pendapat atau permasalahan yang belum diketahui.

Agar proses pembelajaran berhasil, selain guru harus mampu menerapkan

model pembelajaran yang tepat, guru juga diharapkan mampu menciptakan

suasana belajar yang melibatkan siswa secara aktif. Untuk itu diperlukan

model pembelajaran dan strategi yang efektif dalam menyelesaikan masalah

pada pembelajaran matematika, khususnya menyelesaikan soal cerita.

Mengingat begitu pentingnya strategi dalam penyelesaian masalah

matematika, maka untuk menyelesaikan sebuah soal cerita yang pada

kenyataannya siswa masih kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan

soal tersebut, sangat diperlukan langkah-langkah untuk mempermudah

pemahamannya. Selain itu guru juga harus mampu mendesain suatu

pembelajaran yang efektif, menarik, sehingga dalam proses pembelajaran

dapat meningkatkan keaktifan siswa. Salah satu strategi yang efektif dalam

4

(23)

6

menciptakan pembelajaran aktif dan menyenangkan tentunya dengan

melibatkan siswa dalam kegiatan diskusi di kelas. Pembelajaran dengan

suasana belajar aktif dan memberikan strategi dalam penyelesaian soal cerita,

dapat diterapkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC

(Cooperative Integrated Reading and Compotition).

CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) atau disebut

juga kooperatif terpadu, membaca dan menulis termasuk salah satu tipe

model pembelajaran cooperative learning. Cooperative learning merupakan

model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil

yang memiliki tingkat kemampuan berbeda, sehingga siswa dapat bekerja

sama dalam menyelesaikan soal yang diberikan guru dalam rangkaian

kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran kooperatif dapat melatih siswa untuk

mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat

tersebut dalam bentuk tulisan. Para siswa secara individu lebih percaya diri

terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika.

Dorongan teman dapat meningkatkan berfikir kritis serta meningkatkan

kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.

Beberapa penelitian telah banyak dilakukan untuk mengaplikasikan

aspek kooperatif pada pembelajaran matematika. Termasuk model

pembelajaran kooperatif yang cocok untuk melatih keterampilan siswa dalam

menyelesaikan soal cerita matematika adalah CIRC. Berdasarkan penelitian

Suyitno menyimpulkan bahwa model pembelajaran CIRC (Cooperative

Integrated Reading and Composition) layak dipakai guru sebagai suatu

variasi dalam model pembelajaran matematika, khususnya dalam membahas

soal cerita.5 Tujuan utama dari CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami bacaan

yang dapat diaplikasikan secara luas.

Suyitno juga menggambarkan kegiatan pokok dalam CIRC untuk

memecahkan soal cerita matematika meliputi rangkaian kegiatan bersama

5

(24)

yang spesifik, yakni salah satu anggota kelompok atau beberapa anggota

saling membaca soal, membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita

termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan

memisalkan yang ditanyakan dengan variabel tertentu, saling membuat

ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita, menuliskan penyelesaian soal

cerita secara urut, saling merevisi dan mengedit penyelesaiannya jika ada

yang perlu direvisi.

Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian berjudul “PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING

AND COMPOSITION) TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN

SOAL CERITA MATEMATIKA”.

B.

Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan

masalah-masalah sebagai berikut :

1. Matematika dianggap sulit oleh sebagian besar siswa karena matematika

memiliki objek yang abstrak.

2. Siswa menyelesaikan soal cerita dengan langkah-langkah yang tidak

sistematis.

3. Kemampuan siswa dalam membaca, menafsirkan dan menyelesaikan soal

cerita masih kurang.

4. Siswa kurang aktif dan malu bertanya dalam proses belajar mengajar di

kelas.

5. Model pembelajaran matematika yang diterapkan guru kurang menarik.

C.

Pembatasan Masalah

Karena luasnya permasalahan dalam konteks pembelajaran matematika

dan untuk menghindari salah tafsiran terhadap masalah yang diteliti,

(25)

8

1. Penyelesaian soal cerita matematika yaitu kemampuan siswa dalam

membaca, menafsirkan dan menyelesaikan soal berbentuk cerita

khususnya pada materi Aritmatika Sosial di kelas VII.

2. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading

and Composition).

D.

Rumusan Masalah

Untuk mempertajam persoalan yang telah digambarkan pada latar

belakang masalah, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

CIRC?

2. Bagaimana kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional?

3. Apakah rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika antara

siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan

model pembelajaran konvensional?

E.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah tersebut

di atas, peneliti merumuskan tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita

matematika setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe

CIRC.

2. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita

matematika yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran

konvensional.

3. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan menyelesaikan soal cerita

(26)

pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan siswa yang diajarkan

dengan pembelajaran konvensional.

F.

Manfaat Penelitian

1. Bagi Siswa : Membangun daya imajinasi pikiran siswa dengan strategi

penyelesaian soal cerita yang sistematis pada model pembelajaran

kooperatif tipe CIRC sehingga dapat memahami makna yang tersirat

dalam soal cerita matematika.

2. Bagi Guru : Memberi pengetahuan baru kepada guru bahwa model

pembelajaran CIRC merupakan salah satu strategi pembelajaran untuk

meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita

matematika sehingga nantinya dapat menjadi alternatif model

pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam kelas.

3. Bagi Sekolah : Meningkatkan mutu pendidikan pada sekolah yang

bersangkutan terkait dengan pengembangan kemampuan siswa dalam

menyelesaikan soal cerita matematika menggunakan metode

(27)

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR

A.

Kajian Teori

1.

Belajar dan Pembelajaran Matematika

a. Belajar Matematika

Sebagian besar dari proses perkembangan berlangsung melalui

kegiatan belajar. Belajar yang disadari ataupun yang tidak disadari, belajar

selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar.

Apakah itu mengarah kepada hal yang lebih baik atau kurang baik.

Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan

perubahan. Perubahan yang dimaksudkan adalah terjadi dalam berbagai

bentuk perilaku, dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Banyak definisi tentang belajar yang dikemukakan oleh para ahli

pendidikan. Diantaranya menurut Hamalik bahwa belajar adalah modifikasi

atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the

modification or strengthening of behavior through experiencing).1

Definisi ini diperkuat oleh tafsiran bahwa belajar adalah proses

perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.

Dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar.

Muhibbin mengemukakan belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah

laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi

dengan lingkungan yang melibatkan proses kogntif.2

Sedangkan Slameto mendefinisikan belajar adalah suatu proses usaha

yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku

yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam

interaksi dengan lingkungannya.3

1

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.36

2

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), hlm.68

3

Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.2

(28)

Definisi-definisi di atas menunjukkan bahwa hasil dari belajar adalah

ditandai dengan adanya “perubahan”, yaitu perubahan yang terjadi di dalam

diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktifitas tertentu. Walaupun

pada kenyataannya tidak setiap perubahan termasuk kategoti belajar. Maka

Djamarah menentukan ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan

ke dalam ciri-ciri belajar yaitu :

1) Perubahan yang terjadi secara sadar

2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional

3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

4) Perubahan dalam belajar bersifat sementara

5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah

6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.4

Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin

banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang terjadi

sebagai hasil dari proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah

laku. Menurut Bloom, perubahan tingkah laku yang didapat setelah proses

belajar dapat diamati melalui tiga ranah yaitu meliputi:

1) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri

dari enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,

analisis, sintesis dan evaluasi.

2) Ranah afektif, berkenaan dengan hasil belajar sikap/emosional dalam

mengalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi kesadaran,

partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai dan karakterisasi

diri.

3) Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak.5

Sehingga secara umum belajar dapat dipahami sebagai suatu proses

memperoleh pengetahuan guna pembentukan perubahan tingkah laku yang

relatif menetap melalui latihan-latihan dan pengalaman dengan cara atau

4

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm 15

5

(29)

12

usaha yang berbeda dalam pencapaiannya. Adapun tingkah laku itu

mencakup berbagai ranah seperti ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Belajar akan lebih baik apabila subjek belajar itu mengalami atau

melakukannya, jadi tidak bersifat teoristik saja.

Matematika adalah pengetahuan dasar yang harus dikuasai oleh setiap

siswa, baik itu untuk bekal dalam kehidupan sehari-hari, maupun untuk

dapat menguasai ilmu-ilmu yang ada hubungannya dengan matematika.

Dengan menguasai matematika secara baik dan benar, maka seorang siswa

akan dengan mudah memahami ilmu-ilmu yang lain. Persoalan matematika

juga banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, soal

matematika banyak yang berbentuk soal cerita dan menuntut siswa untuk

mampu memahami, menafsirkan dan menyelesaikan soal cerita matematika

tersebut.

Para ahli matematika banyak mengemukakan definisi dari matematika

diantaranya menurut Johnson dan Rising matematika adalah pola berpikir,

pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah

bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas,

dan akurat, representasinya dengan simbol dan lebih berupa bahasa simbol

mengenai ide. Kline juga mengatakan bahwa matematika merupakan bahasa

simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi

juga tidak melupakan cara belajar induktif.6

Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan matematika

adalah ilmu yang mempelajari mengenai bilangan-bilangan, konsep-konsep

abstrak (dari segi bahasa maupun simbol-simbol) yang tersusun secara

hierarkis dan penalarannya deduktif. Sangat jelas menunjukkan bahwa

matematika merupakan bahasa, matematika adalah bahasa yang

melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita

sampaikan. Berkaitan dengan itu, soal cerita matematika merupakan bahasa

6

(30)

yang harus dipahami maknanya sehingga siswa dapat menyelesaikan soal

cerita matematika.

Setelah sedikit mendalami pengertian matematika, dapat terlihat

adanya karakteristik matematika secara umum yang digambarkan oleh

Soedjadi, yaitu: memiliki kajian objek abstrak, bertumpu pada kesepakatan,

berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong dari arti,

memperhatikan semesta pembicaraan, konsisten dalam sistemnya.7 Menurut Gagne belajar matematika ada 2 obyek yang akan diperoleh yaitu, obyek

langsung terdiri dari fakta, keterampilan dan konsep, serta yang kedua

adalah obyek tak langsung yaitu menyelidiki, memecahkan masalah,

meneliti dan lain-lain.8 Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, keterampilan berupa kemampuan memberikan jawaban

dengan tepat dan cepat, konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita

dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh.

Sehingga beberapa ahli menyimpulkan mengenai pengertian belajar

matematika. Diantaranya Bruner mengatakan bahwa belajar matematika

adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang

terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan

antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu.9 Berkaitan dengan pemecahan masalah untuk menyelesaikan soal cerita matematika,

Cobb dkk menguraikan bahwa belajar matematika dipandang sebagai proses

aktif dan konstruktiv dimana siswa mencoba menyelesaikan masalah yang

muncul sebagaimana mereka berpartisipasi secara aktif dalam latihan

matematika di kelas.

Jenis kesalahan dalam penyelesaian matematika antara lain, kesalahan

pemahaman konsep, kesalahan penggunaan data dan kesalahan interpretasi

bahasa. Keberhasilan dalam belajar matematika dapat dilihat apabila siswa

telah mampu untuk menguasai konsep-konsep dan struktur-struktur

7

R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstalasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Depdiknas, 2000), hlm.13

8

Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. . . , hlm.33

9

(31)

14

matematika sehingga siswa dapat menerapkan dengan benar. Dengan

demikian, belajar matematika adalah proses perubahan pada diri siswa

terutama pengetahuan, pemahaman dan kemampuannya mengenai bentuk,

susunan, dan pola pikir dalam memecahkan masalah.

b. Pembelajaran Matematika

Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi

nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.

Wingkel mengartikan pembelajaran sebagai seperangkat tindakan yang

dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan

memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap

kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik.10 Maksudnya, proses belajar sifatnya internal atau dalam diri siswa itu sendiri,

sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja

direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. Belajar dengan pembelajaran

ada peran guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif yang sengaja

diciptakan.11

Pengertian pembelajaran dari beberapa teori sebagai berikut:

1) Behavioristik

Pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang

diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus).

2) Kognitif

Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan pada siswa

untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami.

3) Gestalt

Pembelajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran

sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikannya

(mengaturnya) menjadi suatu pola Gestalt (pola bermakna).

10

M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Prospect, 2009), hlm.3

11

(32)

4) Humanistik

Pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk

memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat

dan kemampuannya.12

Hakikat pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk

memelihara kegiatan belajar sehingga setiap individu yang belajar akan

belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup

sebagai anggota masyarakat yang baik. Dari uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru

dengan siswa yang ditujukan untuk melakukan perubahan sikap dan pola

pikir siswa kearah yang lebih baik untuk mencapai hasil belajar yang

optimal.

Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata

cara berpikir dan mengolah logika baik secara kuantitatif maupun secara

kualitatif. Pada matematika diletakkan dasar bagaimana mengembangkan

cara berpikir dan bertindak melalui aturan yang disebut dalil (dapat

dibuktikan) dan aksioma (tanpa pembuktian). Selanjutnya dasar tersebut

digunakan oleh bidang studi lain atau ilmu lain.

Belajar matematika tidak sekedar learning to know, melainkan harus

ditingkatkan meliputi learning to do, learning to be hingga learning to live

together.13 Oleh karena itu perlu pengubahan paradigma pengajaran matematika menjadi pembelajaran matematika. Dalam pengajaran

matematika, guru lebih banyak menyampaikan sejumlah ide atau

gagasan-gagasan matematika, sementara dalam pembelajaran matematika, siswa

memperoleh porsi yang lebih banyak bahkan dominan. Dengan kata lain

siswa berperan lebih aktif sebagai pembelajar sedangkan guru lebih pada

sebagai fasilitator dan dinamisator.

12

Didi Sutardi, Pembaharuan, dalam Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2007), hlm.11

13

(33)

16

Pada pembelajaran matematika terdapat tiga unsur penting yaitu

materi matematika yang diajarkan, guru yang mengajarkan matematika, dan

siswa yang belajar matematika, karena kesuksesan atau kegagalan hasil

pembelajaran matematika sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari ketiga

unsur tersebut.14 Guru dan siswa harus menjadikan matematika sebagai sebuah objek yang terkendali. Guru menghadirkan diri sebagai fasilitator

agar siswa memperoleh kemudahan dalam belajar matematika. Sedangkan

siswa harus pandai memanfaatkan guru sebagai tempat berkonsultasi untuk

mencari solusi dari permasalahan pada setiap materi yang sedang dipelajari.

Pembelajaran matematika yang optimal akan terjadi bila interaksi

antara guru dan siswa bukan hanya sekedar hubungan formal, tetapi guru

memperlakukan siswa sebagai mitra yang baik bagi dirinya. Sehingga akan

terjadi diskusi yang demokratis dalam memecahkan permasalahan yang

muncul ketika belajar matematika termasuk menyelesaikan soal cerita

matematika.

Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses

kinerja yang melibatkan setiap komponen secara sinergi dan fungsional

yaitu kinerja guru matematika yang melibatkan potensi siswa, fasilitas dan

lingkungan belajar secara optimal. Melalui pembelajaran diharapkan dapat

berakhir dengan sebuah pemahaman siswa secara komprehensif dan holistik

(lintas topik bahkan lintas mata pelajaran jika memungkinkan) tentang

materi yang telah disajikan.

Pemahaman siswa yang dimaksud tidak sekedar memenuhi tuntutan

tujuan pembelajaran matematika secara substansif saja, namun diharapkan

pula muncul efek iringan antara lain:

1) Lebih memahami keterkaitan antara satu topik matematika dengan topik

lainnya.

2) Lebih menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang

lain.

14

(34)

3) Lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia.

4) Lebih mampu berpikir logis, kritis dan sistematis.

5) Lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan sebuah

masalah.

Jadi pembelajaran matematika adalah suatu cara atau metode

bagaimana seseorang melakukan proses belajar secara optimal untuk

berpikir dan bernalar dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan

dengan bilangan dan kalkulasi secara sistematika sehingga siswa menjadi

aktif, kreatif, dan mampu memecahkan permasalahan. Dua hal penting yang

merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah

pembentukan sifat yaitu pola berpikir kritis dan kreatif. Untuk pembinaan

hal tersebut, kita perlu memperlihatkan daya imajinasi dan rasa ingin tahu

dari siswa. Siswa harus diberi kesempatan untuk bertanya dan berpendapat,

sehingga diharapkan proses pembelajaran matematika lebih bermakna.

Ketika pembelajaran matematika guru hendaknya memilih dan

menggunakan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang banyak

melibatkan siswa aktif dalam belajar. Baik secara mental, fisik ataupun

sosial.15 Prinsip belajar aktif inilah yang diharapkan dapat menumbuhkan sasaran pembelajaran matematika yang kreatif dan kritis.

Penerapan pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih

keterampilan dan hafal fakta, tetapi pada pemahaman konsep. Tidak hanya

kepada bagaimana suatu soal dapat diselesaikan tetapi juga pada mengapa

soal tersebut dapat diselesaikan dengan cara tertentu. Dalam pelaksanaannya

tentu saja disesuaikan dengan tingkat berfikir siswa.

Karakteristik penting dari pembelajaran matematika adalah sifatnya

yang menekankan pada proses berfikif deduktif yang memerlukan penalaran

logis dan aksiomatik, tetapi tidak menutup kemungkinan cara berfikir

tersebut mungkin pula diawali dengan proses induktif yang meliputi

penyusunan konjektur, model matematika yang diperlukan sebagai

pemecahan masalah, dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah

15

(35)

18

kehidupan sehari-hari. Implikasi dari karakteristik belajar matematika di

atas, mengisyaratkan bahwa siswa belajar matematika apabila ia berfikir

matematika, melaksanakan kegiatan atau proses matematika dan tugas

matematika seperti yang terlukis dalam karakteristik matematika. Setara

dengan pernyataan itu, siswa dikatakan membaca matematika secara

bermakna bila ia memahami matematika secara bermakna pula.

Uraian tersebut menggambarkan bahwa salah satu keterampilan

penting dalam pembelajaran matematika adalah dalam hal membaca dan

bukan hanya menyusun sekelompok konsep atau pengetahuan yang saling

terlepas. Namun, para pembaca dituntut untuk terampil menyusun

keterkaitan konsep atau pengetahuan yang dibacanya.

2.

Model Pembelajaran Konvensional

Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model

pembelajaran, di mana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan

dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak

kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang

optimal atau maksimal.

Namun, salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat

banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Model

ini sebenarnya sudah tidak layak lagi kita gunakan sepenuhnya dalam suatu

proses pengajaran, dan perlu diubah. Tapi untuk mengubah model

pembelajaran ini sangat susah bagi guru, karena guru harus memiliki

kemampuan dan keterampilan menggunakan model pembelajaran lainnya.

Memang model pembelajaran kovensional ini tidak serta merta kita

tinggal, dan guru mesti melakukan model konvensional pada setiap

pertemuan, setidak-tidaknya pada awal proses pembelajaran di lakukan. Atau

awal pertama kita memberikan kepada anak didik sebelum kita menggunakan

model pembelajaran yang akan kita gunakan. Menurut Djamarah metode

pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau

(36)

dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik

dalam proses belajar dan pembelajaran.16

Selanjutnya Roestiyah mengungkapkan cara mengajar yang paling

tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan ialah cara

mengajar dengan ceramah.17 Sejak duhulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau ceramah. Pembelajaran

konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh

para guru. Bahwa, pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya

memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada

pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil

daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.

Metode mengajar yang lebih banyak digunakan guru dalam

pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Menurut Ruseffendi

metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional)

kita pakai pada pengajaran matematika”. Kegiatan selanjutnya guru

memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal

latihan, dan siswa disuruh mengerjakannya.

Jadi kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa

mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru. Subiyanto

menjelaskan bahwa, kelas dengan pembelajaran secara biasa mempunyai

ciri-ciri sebagai berikut: pembelajaran secara klasikal, para siswa tidak

mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.

Guru biasanya mengajar dengan berpedoman pada buku teks atau LKS,

dengan mengutamakan metode ceramah dan kadang-kadang tanya jawab. Tes

atau evaluasi yang bersifat sumatif dengan maksud untuk mengetahui

perkembangan jarang dilakukan. Siswa harus mengikuti cara belajar yang

dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang ditetapkan guru, dan

kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat.

16

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) hlm. 43

17

(37)

20

Banyak kita temukan di lapangan bahwa selama ini pembelajaran matematika

didominasi oleh guru melalui metode ceramah dan ekspositorinya.

Disamping itu, guru jarang mengajar siswa untuk menganalisa secara

mendalam tentang suatu konsep dan jarang mendorong siswa untuk

menggunakan penalaran logis yang lebih tinggi seperti kemampuan

membuktikan atau memperlihatkan suatu konsep. Hal senada ditemukan oleh

Marpaung bahwa dalam pembelajaran matematika selama ini siswa hampir

tidak pernah dituntut untuk mencoba strategi dan cara (alternatif) sendiri

dalam memecahkan masalah.18

Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang

dimaksud dengan pembelajaran matematika secara konvensional adalah suatu

kegiatan belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru

dimana guru mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru

mendominasi kelas dengan metode ekspositori, dan siswa hanya menerima

saja apa-apa yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk

menyampaikan pendapat sangat kurang, sehingga siswa menjadi pasif dalam

belajar, dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hapalan.

3.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC

a. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih

mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling

berdiskusi dengan temannya. Jadi hakikat sosial dan penggunaan kelompok

sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Slavin

menerangkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi

pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok

kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang,

dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.19 Keberhasilan

18

http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/pembelajaran-konvensional

19

(38)

belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan akivitas anggota

kelompok baik secara individual maupun secara berkelompok.

Model pembelajaran cooperative learning merupakan model

pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja

sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.

Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok.

Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar kerja kelompok karena dalam

belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif

sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan

yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok.

Menurut Eggen and Kauchak bahwa pembelajaran kooperatif

merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa

bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran

kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi

siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan

dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk

berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar

belakangnya.20

Arends menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan

pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar; 2) Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; 3) Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan 4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.21

Dari beberapa uraian pengertian dan ciri-ciri model pembelajaran

kooperatif, maka dapat disimpulkan beberapa tujuan pembelajaran

kooperatif adalah sebagai berikut :

1) Meningkatkan kinerja siswa dan membantu siswa memahami konsep

sulit.

20

Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.42

21

(39)

22

2) Menerima teman-teman yang memiliki latar belakang berbeda.

3) Mengembangkan keterampilan sosial siswa antara lain berbagi tugas,

aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk

bertanya, menjelaskan ide atau pendapat, bekerjasama dalam kelompok.

Selain itu, Suyatno juga menerangkan langkah-langkah pembelajaran

kooperatif sebagai berikut:

1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

2) Menyajikan informasi

3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.

4) Membimbing kelompok belajar dan bekerja

5) Evaluasi

6) Memberikan penghargaan.22

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran

kooperatif memiliki tujuan-tujuan, langkah-langkah, lingkungan belajar dan

sistem pengelolaan yang khas dibandingkan dengan model pembelajaran

lain. Berikut ini perbedaan model pembelajaran kooperatif dan model

[image:39.595.114.517.88.723.2]

pembelajaran konvensional.

Tabel.1

Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Model

Pembelajaran Konvensional23

Model Pembelajaran Kooperatif Model Pembelajaran Konvensional Adanya saling ketergantungan positif,

saling membantu, dan saling

memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok

atau menggantungkan diri pada

kelompok. Adanya akuntabilitas individual yang

mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan

bantuan dan siapa yang dapat

memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering

diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota

kelompok sedangkan anggota

kelompok lainnya hanya

“menumpang” keberhasilan

“pemborong”.

22

Suyatno, Menjelajah pembelajaran inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm.52

23

(40)

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara

demokratis atau bergilir untuk

memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pemimpin kelompok sering

ditentukan oleh guru atau kelompok

dibiarkan untuk memilih

pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti

kepemimpinan, kemampuan

berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan

melakukan intervensi jika terjadi

masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses

kelompok yang terjadi dalam

kelompok-kelompok belajar

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada

penyelesaian tugas tetapi juga

hubungan interpersonal (hubungan

antar pribadi yang saling menghargai)

Penekanan sering hanya pada

penyelesaian tugas.

Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe dengan

langkah yang berbeda-beda. Pada penelitian ini peneliti mengambil model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and

Composition). Dimana model pembelajaran ini sangat berkaitan dengan

kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika dan

(41)

24

b. Teori Pembelajaran Kooperatif

Teori pembelajaran kooperatif menurut Slavin terbagi dalam 2

kategori, yaitu teori Motivasi dan teori Kognitif.24 1) Teori Motivasi

Menurut teori motivasi, motivasi siswa dalam pembelajaran

kooperatif terletak pada bagaimana bentuk penghargaan (reward) atau

struktur pencapaian tujuan pada saat siswa melaksanakan kegiatan

pembelajaran.“Motivational perspective on cooperative learning focus

primarily on the reward or goal structure under wich students operate”.

Diidentifikasikan ada tiga macam struktur pencapaian tujuan

seperti berikut.

a) Kooperatif: siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya

jika siswa yang lain juga akan mencapai tujuan tersebut.

b) Kompetitif: siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya

jika siswa lain tidak mencapai tujuan.

c) Individualistik: siswa yakin upaya mereka sendiri untuk mencapai

tujuan tak ada hubungannya dengan siswa lain dalam mencapai tujuan

tersebut.

Menurut pandangan teori motivasi, struktur tujuan kooperatif

menciptakan suatu situasi dimana anggota kelompok dapat mencapai

tujuan pribadi mereka apabila kelompok itu berhasil. Oleh karena itu,

anggota kelompok harus membantu teman kelompoknya dengan cara

melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu berhasil dan

yang lebih penting lagi adalah mendorong teman kelompoknya untuk

melakukan upaya maksimal.

2) Teori Kognitif

Teori ini menekankan pengaruh kerja sama dalam suasana

kebersamaan didalam kelompok itu sendiri. “cognitive theories

emphasize the effects of working together in itself (whether or not the

groups are trying of group goal)“.

24

(42)

Teori kognitif dapat dikelompokkan dalam dua kategori sebagai

berikut.

a) Teori pembangunan

The fundamental assumption of the developmental theories that

interaction among children around appropriate taks increases their

mastery of critical consepts (Damon, 1984; Murray: 1982)” (dalam

Slavin)

Asumsi dasar dari teori pembangunan adalah bahwa interaksi

antar siswa di sekitar tugas-tugas yang sesuai meningkatkan

penguasaan mereka terhadap konsep-konsep yang sulit.

b) Teori Elaborasi Kognitif

Pandangan dalam psikologi kognitif telah menemukan bahwa

apabila informasi yang telah ada di dalam memori, siswa harus terlibat

dalam beberapa restruktur atau elaborasi kognitif suatu materi. Salah

satu cara elaborasi kognitif yang paling efektif adalah menjelaskan

materi itu pada orang lain.

Dasar teori pembelajaran kooperatif seperti yang disebutkan di

atas digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe

CIRC.

c. Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC

CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) atau

disebut juga kooperatif terpadu, membaca, menulis, termasuk salah satu tipe

model pembelajaran cooperative learning.25 Program CIRC terdiri dari tiga unsur utama, aktivitas dasar, pengajaran langsung dalam pemahaman

membaca, serta seni berbahasa/menulis integral. Dalam semua aktivitas ini,

siswa bekerja dalam kelompok belajar secara heterogen.26 Pada awalnya tipe CIRC diterapkan dalam pelajaran bahasa. Dalam kelompok kecil para siswa

diberi suatu teks/bacaan, kemudian siswa latihan membaca atau saling

25

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm. 68

26

(43)

26

membaca, memahami ide pokok saling merevisi dan menulis ikhtisar cerita

atau memberikan tanggapan terhadap isi cerita atau mempersiapkan tugas

tertentu d

Gambar

Tabel 1 Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Model Pembelajaran
Gambar 2 Histrogam dan Poligon Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal
Tabel.1 Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Model
Tabel. 2
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ukuran serbuk sekecil ini diperlukan agar komponen- komponen pembentuk bahan magnet dapat saling berdeposisi (bereaksi) ketika bahan mengalami pemanasan

hutan ini keuntungan yang diperoleh korporasi atau kerugian yang diderita.. masyarakat dapat demikian

Dengan demikian, melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw merupakan usaha untuk meningkatkan

Dengan ini diberitahukan bahwa, setelah diadakan evaluasi dokumen prakualifikasi dan pembuktian kualifikasi oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa Badan Perencanaan

[r]

Average total and medical costs increased and provider productivity decreased for both rural and urban cent- ers during each year of the study period, posing a two-edged challenge

 Kata- kata dirangkai dengan tepat untuk mendeskripsikan orang yang terkait dengan profesi, kebangsaan, ciri-ciri fisik, kualitas, dan aktifitasnya..  Kata-kata dirangkai

Mengidentifikasi desain produk dan pengemasan karya kerajinan tekstil berdasarkan konsep berkarya dengan pendekatan budaya setempat dan lainnya..  Mengidentifikasi produk