PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING AND
COMPOSITION) TERHADAP KEMAMPUAN
MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATEMATIKA
(Studi Eksperimen di SMP Negeri 238 Jakarta)Disusun Oleh :
A Z I Z A H 106017000507
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
NIM : 106017000507
Jurusan : Pendidikan Matematika
Judul skripsi : Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap
Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika.
No Judul Buku/ Referensi
Paraf Pembimbing Pembimbing
I
Pembimbing II 1 Jakarta Post, Indonesia sabet emas lagi di
Olympiade Matematika,http://www.cha/jpnn. 14 Juli 2010, 21.55 WIB
2 Erna Suwangsih, Model Pembelajaran
Matematika, (Bandung: UPI PRESS), 2006, hlm.28.
3 Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Pembelajaran,
Vol.3. No.1, Desember 2006, hlm.442.
4 Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) hlm.80
5 Suyitno, Skripsi “Kefektifan Pembelajaran
Kooperatif tipe CIRC”
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/cgi-bin/library. (8 Juni 2010)
6 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.36
7 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), hlm.68
8 Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.2
9 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm 15.
10 Syaiful Sagala, Konsep dan makna pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm 33.
11 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran
hlm.17.
12 R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstalasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Depdiknas, 2000), hlm.13.
13 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. . . , hlm.33.
14 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer, . . , hlm.43
15 M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran,
(Bandung: Prospect, 2009), hlm.31.
16 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer, . . , hlm.8.
17 Didi Sutardi, Pembaharuan dalam Pembelajaran
Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2007), hlm.11
18 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional,
Prof. Dr. Utari Sumarmo. Alternatif
Pembelajaran Matematika. (Bandung: UPI, 2002)
19 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional,
Dr. Wahyudin, Matematika dan Kurikulum
Berbasis Kompetensi, (Bandung: UPI, 2002), hlm.30.
20 Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. . . , hlm. 62
21 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual
Konsep dan Aplikasi, (Bandung;Refika Aditama,2010), hlm.62.
22 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.42.
23 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, . . . , hlm.47.
24 Suyatno, Menjelajah pembelajaran inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm.52.
25 Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, . . . , hlm.43- 44.
26 Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm.34.
27 Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm.68.
28 Shlomo Sharan, Handbook of Cooperative Learning, (Yogyakarta: Imperium, 2009), hlm. 36
29 Slavin, Cooperative Learning, (Bandung: Nusa Media, 2008), hlm.203.
Sebagai Referensi Bagi Pendidikan Dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.283.
32 Proseding Seminar Matematika Tingkat Nasional,
Dr. Wahyudin, . . . , hlm.32.
33 Erna Suwangsih dkk, Model Pembelajaran
Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2006), hlm. 28-29.
34 Gelar Dwirahayu dkk, Pendekatan Baru dalam Pembelajaran Sains dan Matematika Dasar, Cet.I. (Jakarta: PIC UIN, 2007), hlm.48
35 Soemoenar dkk, Penerapan Matematika Sekolah,
(Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm.3.22.
36 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan,
(Bandung: alfabeta, 2010), hlm.85.
37 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta:Rineka Cipta, 2006), hlm.168
38 Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.179
39 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, . . . , hlm.178
40 Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 2005), hlm.249.
41 Sudjana, Metode Statistika, . . . , hlm.239.
Jakarta, 8 Desember 2010
Mengetahui,
Pembimbing I Pembimbing II
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika (Studi Eksperimen di SMP Negeri 238 Jakarta)” disusun oleh AZIZAH Nomor Induk Mahasiswa 106017000507, Jurusan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan
dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang
munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, Desember 2010
Yang Mengesahkan,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasah pada tanggal 17 Desember 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Matematika.
Jakarta, 21 Desember 2010
Panitia Ujian Munaqasah
Tanggal Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan)
Maifalinda Fatra, M.Pd ………. ………..
NIP. 19700528 199603 2 002 Sekretaris (Sekretaris Jurusan)
Otong Suhyanto, M.Si ……….. ………..
NIP. 19681104 199903 1 001 Penguji I
Dra. Afidah Mas’ud ……….. ………..
NIP. 19610926 198603 2 004 Penguji II
Otong Suhyanto, M.Si ……….. ………..
NIP. 19681104 199903 1 001
Mengetahui
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : AZIZAH
NIM : 106017000507
Jurusan : Pendidikan Matematika
Angkatan tahun : 2006
Alamat : Jl. Guru Mughni Rt. 002/01 No 6 Kuningan Timur
Jakarta Selatan 12950
Menyatakan Dengan Sesungguhnya
Bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan
Menyelesaikan Soal Cerita Matematika (Studi Eksperimen di SMP Negeri 238
Jakarta)” adalah hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:
1. Nama : Maifalinda Fatra, M.Pd.
NIP : 197005281996032002
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
2. Nama : Gelar Dwirahayu, M.Pd.
NIP : 197906012006042004
Dosen Jurusan : Pendidikan Matematika
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya
siap menerima segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil
karya sendiri.
Jakarta, Desember 2010
Yang menyatakan,
i
Menyelesaikan Soal Cerita Matematika”. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Desember 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran koopertif tipe CIRC terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa. Penelitian ini bertempat di SMP Negeri 238 Jakarta tahun ajaran 2010/2011. Metode yang digunakan adalah penelitian quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Subjects Post-test Only Control Group Design. Subyek penelitian ini adalah 66 siswa yang terdiri dari 33 siswa untuk kelas eksperimen dan 33 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik cluster random sampling pada siswa kelas VII. Pengumpulan data setelah diberikan perlakuan diperoleh dari nilai tes kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa pada pokok bahasan Aritmatika Sosial. Tes yang diberikan terdiri dari 12 soal dalam bentuk uraian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe CIRC berpengaruh terhadap kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika siswa. Rata-rata kemampuan
menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih tinggi dari rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional.
Kata Kunci: Model pembelajaran kooperatif tipe CIRC, Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita.
ii ABSTRACT
Azizah (106017000507),”The Effect of Cooperative Learning CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) Type to Resolving Ability Mathematical Story Problem. Thesis for Mathematical Education, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Islamic State University Syarif Hidayatullah Jakarta, December 2010.
The purpose of this research is to determine the effect of cooperative learning CIRC type to resolving ability student’s mathematical story problem. This research was conducted at SMP Negeri 238 Jakarta for academic year 2010/2011. The method that used in this research is quasi experimental with randomized controlled group design. Subjects for this research are 66 students consist of 33 student for experimental group and 33 student for control group which selected by cluster random sampling technique on 7th grade. The data collection after being given treatment obtained from the test scores of the resolving ability mathematical story problem at the subject of Social Arithmetic. Test consisted of 12 question in essay. The results showed that the cooperative learning model CIRC type effect on the ability of students to solve mathematical story problems. The students who are taught with the cooperative learning CIRC type have mean score of ability student’s mathematical story problem higher than students who are taught with conventional learning model.
iii
dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang senantiasa mengikuti
ajarannya sampai akhir zaman.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi pendidikan matematika.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan
skripsi ini. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
penulis, namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan
tersebut dapat terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan dukungan moril dan materil, sehingga skripsi ini dapat selesai.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maifalinda Fatra, M.Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika
sekaligus pembimbing I, yang telah memberikan ijin atas penyusunan
skripsi dan memberikan pengarahan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika.
4. Ibu Gelar Dwirahayu, M.Pd., Dosen Pembimbing II sekaligus penasehat
akademik yang selalu memberikan bimbingan dan nasihat kepada penulis.
5. Bapak dan Ibu Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis beserta staff
jurusan yang selalu membantu penulis dalam proses administrasi.
6. Ibu Rusmiati, AMD. Pd selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 238 Jakarta
iv
7. Ibu Anita S.Pd selaku guru pamong matematika di tempat penulis
mengadakan penelitian yang telah memberikan semangat dan
masukan-masukan bagi penulis.
8. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tersayang, ayahanda (Alm) Ishak bin
H. Masyhur yang menjadi motivasi bagi penulis dan Ibunda Mulyanah
yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, selalu mendoakan, serta
memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.
9. Kakak-kakakku tersayang Muchlis, S.Pd beserta istri, Nurlailah beserta
suami, Jamilah beserta suami yang telah memberikan dukungan moril dan
materil serta doanya kepada penulis. Tak lupa ponakanku Nayla dan
Nazmi yang selalu menghibur penulis di saat jenuh.
10.Abangku tersayang (Zul Fahmi, S.E) yang telah banyak memberikan
masukan dan bantuan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
11.Teman-teman seperjuanganku ketika skripsi (Tri, Desi, Ika, Sawati, Hastri,
Lilis, Lydia, Cucu, Rahma, Isma, Rina dan Edy) yang telah memberikan
motivasi dan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.
12.Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah (Fara Rahmawaty, Etika,
Siti Chairunnisa, Nia Kurnia, dan Mia Usniati) yang selalu memberikan
semangat dan doa kepada penulis serta semua teman-temanku di Jurusan
Pendidikan Matematika angkatan 2006.
13.Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata
semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya.
Jakarta, 9 Desember 2010
v
Abstract ... ii
Kata Pengantar ... iii
Daftar Isi ... v
Daftar Tabel... vii
Daftar Gambar ... viii
Daftar Lampiran ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. ... L atar Belakang... 1
B. ... I ndentifikasi Masalah ... 7
C. ... P embatasan Masalah ... 7
D. ... R umusan Masalah ... 8
E.... T ujuan Penelitian ... 8
F. ... M anfaat Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR A. ... K ajian Teori ... 10
1... B elajar dan Pembelajaran Matematika ... 10
vi
3.... M
odel Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC ... 20
4.... K
emampuan Menyelesaikan Soal Cerita Matematika ... 30
5.... P
enelitian Yang Relevan ... 38
B. ... K
erangka Berpikir ... 38
C. ... P
erumusan Hipotesis ... 39
BAB III METODE PENELITIAN
A. ... T
empat dan Waktu Penelitian ... 40
B. ... M
etode dan Desain Penelitian ... 40
C. ... P
opulasi dan Sampel ... 41
D. ... V
ariabel Penelitian ... 41
E.... T
eknik Pengumpulan Data ... 42
F. ... T
eknik Analisis Data ... 47
G. ... H
ipotesis Statistik ... 49
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. ... D
vi
emampuan Menyelesaikan Soal Cerita Kelas Kontrol ... 53
B. ... P
engujian Prasyarat Analisis ... 57
1... U
ji Normalitas ... 57
2... U
ji Homogenitas ... 57
C. ... P
engujian Hipotesis ... 58
D. ... P
embahasan ... 59
E... K
eterbatasan Penelitian ... 66
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. ... K
esimpulan ... 68
B. ... S
aran ... 68
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Model Pembelajaran
Konvensional ... 22
Tabel 2 Desain Penelitiaan ... 40
Tabel 3 Kisi-kisi Instrument Tes Menyelesaikan Soal Cerita ... 43
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 52
Tabel 5 Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol ... 54
Tabel 6 Rekapitulasi Hasil Test Matematika Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 56
Tabel 7 Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 57
Tabel 8 Uji Homogenitas ... 58
[image:15.595.111.509.170.560.2]viii
[image:16.595.110.504.192.562.2]Cerita Matematika Kelas Eksperimen ... 53
Gambar 2 Histrogam dan Poligon Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan dan Pembelajaraan (Kelas Eksperimen) ... 72
Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan dan Pembelajaraan (Kelas Kontrol) ... 88
Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa ... 90
Lampiran 4 Soal Diskusi ... 104
Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen Uji Coba Tes Menyelesaikan Soal Cerita Matematika (Aritmatika Sosial) ... 115
Lampiran 6 Instrument Tes Essay ... 116
Lampiran 7 Kunci Jawaban Instrumen Soal Essay ... 118
Lampiran 8 Validitas Uji Coba Tes Menyelesaikan Soal Cerita... 125
Lampiran 9 Contoh Perhitungan Uji Validitas ... 126
Lampiran 10 Hasil Uji Coba Validitas ... 127
Lampiran 11 Uji Reliabilitas ... 128
Lampiran 12 Contoh Hasil Uji Reliabilitas... 129
Lampiran 13 Perhitungan Indeks Kesukaran Soal ... 130
Lampiran 14 Perhitungan Daya Pembeda Soal ... 131
Lampiran 15 Rekapitulasi Perhitungan Taraf Kesukaran dan Daya Pembeda .... 132
Lampiran 16 Kisi-kisi Instrumen Tes Menyelesaikan Soal Cerita Matematika .. 133
Lampiran 17 Instrumen Penelitian ... 134
Lampiran 18 Data Mentah Hasil Penelitian Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... ... 136
Lampiran 19 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Kontrol 137 Lampiran 20 Perhitungan Membuat Daftar Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen ... 139
Lampiran 21 Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 141
Lampiran 22 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 142
Lampiran 23 Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 143
Lampiran 24 Perhitungan Uji Nomalitas Kelas Kontrol ... 144
Lampiran 25 Perhitungan Uji Homogenitas ... 145
A.
Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang sampai saat ini
kualitas dan kuantitas pendidikan merupakan masalah yang sangat menonjol.
Salah satu tujuan dari pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia
Indonesia melalui upaya peningkatan kualitas pada semua jenjang
pendidikan, yang memungkinkan warganya mengembangkan diri sebagai
manusia Indonesia seutuhnya. Untuk mewujudkan pembangunan nasional di
bidang pendidikan diperlukan peningkatan dan penyempurnaan
penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan sains (IPTEKS).
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan sains (IPTEKS) sangat
pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Untuk tampil
unggul pada keadaan yang selalu berubah dan kompetitif ini, siswa sebagai
penerus bangsa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan
mengelola informasi, kemampuan untuk dapat berpikir secara kritis,
sistematis, logis, kreatif, dan kemampuan untuk dapat bekerjasama secara
efektif. Sikap dan cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui proses
pembelajaran matematika karena matematika memiliki struktur dan
keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan
siapapun yang mempelajarinya terampil berpikir rasional.
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, baik dari aspek terapannya
maupun aspek penalarannya, mempunyai peranan penting dalam upaya
penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan sains. Dalam dunia pendidikan
penguasaan bidang matematika tidak hanya membentuk siswa yang terampil
berpikir tetapi juga dapat mengharumkan nama bangsa. Berkaitan dengan itu
pada surat kabar harian disebutkan bahwa siswa Indonesia telah meraih empat
2
medali emas di ajang olimpiade matematika tingkat SD sampai SMP pada
tahun 2009. Dan tahun 2010 ini pada ajang yang sama yang diadakan tanggal
10-14 juli di Hongkong, siswa Indonesia berhasil mengalahkan 10 negara
dengan meraih empat medali perak dan satu emas. Direktur Pembinaan SD
Kemendiknas, Murdjito mengatakan bahwa “walaupun prestasi pada tahun
2010 sedikit menurun sebagai bangsa Indonesia kita harus tetap bersyukur
dan untuk ke depan siswa Indonesia harus diberi semangat lagi dan lebih
dimatangkan lagi persiapannya”.1 Untuk itu matematika sekolah perlu difungsikan sebagai wahana untuk menumbuhkembangkan kecerdasan,
kemampuan, serta untuk membentuk kepribadian siswa. Semua kemampuan
dan keterampilan seperti yang telah disebutkan akan tercapai, apabila
seseorang ada kehendak untuk mempelajarinya.
Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Isra ayat 36:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya…”
Maksud ayat di atas selain kita diperintahkan untuk belajar, kita juga
harus mengetahui karakteristik dari ilmu pengetahuan tersebut seperti halnya
matematika. Pembelajaran matematika akan menuju ke arah yang benar dan
berhasil apabila mengetahui karakteristik yang dimilikinya. Matematika
memiliki karakteristik tersendiri baik ditinjau dari aspek kompetensi yang
ingin dicapai maupun dari aspek materi yang dipelajari untuk menunjang
tercapainya kompetensi. Ditinjau dari aspek kompetensi yang ingin dicapai,
matematika menekankan penguasaan konsep dan keterampilan memecahkan
masalah. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki
1
kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk
bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai, Dalam bukunya Erna
menyatakan bahwa di sekolah siswa dalam belajar matematika mulai dari
SD/MI sampai SMA/MA harus memiliki kecakapan matematika, yaitu:
1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari,
menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep
atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan
masalah.
2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
grafik, atau dugaan untuk memperjelas keadaan atau masalah.
3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau
menjelaskan gagasan atau pernyataan matematika.
4. Menyusun kemampuan strategi dalam membuat atau merumuskan,
menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan
masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.2
Kenyataannya proses belajar matematika tidak selamanya berjalan
efektif, karena masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam belajar
matematika dan menganggap mata pelajaran matematika adalah mata
pelajaran yang sulit. Kesulitan belajar matematika terutama disebabkan oleh
sifat khusus dari matematika yang memiliki objek abstrak. Sehingga siswa
membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari matematika yang
diajarkan oleh guru di kelas. Selain itu siswa belum memahami peranan
penting matematika sehingga matematika dianggap pelajaran yang
membosankan dan menakutkan. Matematika juga dianggap identik dengan
angka-angka. Menurut Nurhadi dan Suharta hasil pembelajaran matematika di
sekolah dasar dan menengah di Indonesia menunjukkan ketidakmampuan
2
4
siswa menghubungkan antara materi yang dipelajari dan bagaimana
pengetahuan itu dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan sehari-hari.3 Padahal memecahkan persoalan sehari-hari dalam ilmu matematika
digambarkan pada soal cerita matematika. Sehingga kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita matematika akan menunjukkan kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah
sudah sejak lama direkomendasikan oleh The National Council of Teacher of
Mathematics (NCTM) sebagai salah satu standar kompetensi yang harus
dimiliki oleh siswa. Sebagai suatu hasil belajar, maka kemampuan pemecahan
masalah tentu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor keberhasilan siswa dalam
belajar. Salah satu faktor penting yang menjadi kunci dalam pemecahan
masalah adalah kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika.
Namun berdasarkan pada pengalaman peneliti, ketika memberikan soal
cerita matematika pada sebagian siswa SMP kelas VII dan kelas VIII.
Terbukti pada setiap penyelesaian soal yang menyangkut kehidupan
sehari-hari, terlebih soal yang tersaji dalam bentuk cerita, siswa tersebut tidak dapat
menyelesaikan secara benar. Pada umumnya para siswa menyelesaikan soal
cerita tersebut dengan langkah-langkah yang tidak urut/tidak sistematis. Hal
ini disebabkan karena siswa tidak memahami maksud soal, lemah dalam
penguasaan bahasa atau belum mengetahui prosedur rutin yang seharusnya
digunakan untuk menyelesaikan soal tersebut.
Berkaitan dengan itu kesulitan dalam memahami soal cerita yang
paling banyak disebabkan karena mereka kurang tahu atau kurang paham apa
yang ada dalam soal, mereka kurang memahami makna setiap kalimat yang
ada, kurang mampu merumuskan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan, kurang mampu menghubungkan secara fungsional unsur-unsur
yang diketahui untuk menyelesaikan masalah dan masih ada yang tidak tahu
unsur yang harus dimisalkan dalam satu variabel. Hal ini terlihat dalam
persentase beberapa aspek yang ada yaitu aspek ingatan sebesar 7%,
3
sedangkan dari aspek pemahaman sebesar 50%, dan yang terakhir pada aspek
aplikasi sebesar 43%.
Diperlukan langkah-langkah yang sistematis agar proses menyelesaikan
masalah dalam soal cerita mudah dan terarah, juga agar soal-soal dalam
bentuk soal cerita ini tidak menjadi suatu kendala besar dalam meningkatkan
kemampuan matematika siswa. Maka siswa juga dituntut menggunakan
keterampilan membaca agar dapat memahami makna atau ide pokok dari
suatu soal cerita matematika. Seperti yang dijelaskan oleh Slameto bahwa
dalam belajar jangan hanya membaca belaka tetapi harus dipahami dengan
kata-kata sendiri.4 Ada beberapa tingkatan keterampilan membaca yang diperlukan seseorang ketika membaca suatu teks bacaan seperti soal cerita
yaitu keterampilan membaca literal, keterampilan membaca kritis, dan
keterampilan membaca kreatif. Sehingga diperlukan suatu metode
pembelajaran yang menuntut siswa menggunakan keterampilan membacanya.
Ketika proses belajar mengajar matematika, siswa juga cenderung
kurang aktif dan tidak bersemangat, lebih memilih diam, enggan dan malu
untuk mengemukakan pendapat atau permasalahan yang belum diketahui.
Agar proses pembelajaran berhasil, selain guru harus mampu menerapkan
model pembelajaran yang tepat, guru juga diharapkan mampu menciptakan
suasana belajar yang melibatkan siswa secara aktif. Untuk itu diperlukan
model pembelajaran dan strategi yang efektif dalam menyelesaikan masalah
pada pembelajaran matematika, khususnya menyelesaikan soal cerita.
Mengingat begitu pentingnya strategi dalam penyelesaian masalah
matematika, maka untuk menyelesaikan sebuah soal cerita yang pada
kenyataannya siswa masih kesulitan dalam memahami dan menyelesaikan
soal tersebut, sangat diperlukan langkah-langkah untuk mempermudah
pemahamannya. Selain itu guru juga harus mampu mendesain suatu
pembelajaran yang efektif, menarik, sehingga dalam proses pembelajaran
dapat meningkatkan keaktifan siswa. Salah satu strategi yang efektif dalam
4
6
menciptakan pembelajaran aktif dan menyenangkan tentunya dengan
melibatkan siswa dalam kegiatan diskusi di kelas. Pembelajaran dengan
suasana belajar aktif dan memberikan strategi dalam penyelesaian soal cerita,
dapat diterapkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC
(Cooperative Integrated Reading and Compotition).
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) atau disebut
juga kooperatif terpadu, membaca dan menulis termasuk salah satu tipe
model pembelajaran cooperative learning. Cooperative learning merupakan
model pembelajaran dimana siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil
yang memiliki tingkat kemampuan berbeda, sehingga siswa dapat bekerja
sama dalam menyelesaikan soal yang diberikan guru dalam rangkaian
kegiatan belajar mengajar. Pembelajaran kooperatif dapat melatih siswa untuk
mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat
tersebut dalam bentuk tulisan. Para siswa secara individu lebih percaya diri
terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematika.
Dorongan teman dapat meningkatkan berfikir kritis serta meningkatkan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah.
Beberapa penelitian telah banyak dilakukan untuk mengaplikasikan
aspek kooperatif pada pembelajaran matematika. Termasuk model
pembelajaran kooperatif yang cocok untuk melatih keterampilan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita matematika adalah CIRC. Berdasarkan penelitian
Suyitno menyimpulkan bahwa model pembelajaran CIRC (Cooperative
Integrated Reading and Composition) layak dipakai guru sebagai suatu
variasi dalam model pembelajaran matematika, khususnya dalam membahas
soal cerita.5 Tujuan utama dari CIRC adalah menggunakan tim-tim kooperatif untuk membantu para siswa mempelajari kemampuan memahami bacaan
yang dapat diaplikasikan secara luas.
Suyitno juga menggambarkan kegiatan pokok dalam CIRC untuk
memecahkan soal cerita matematika meliputi rangkaian kegiatan bersama
5
yang spesifik, yakni salah satu anggota kelompok atau beberapa anggota
saling membaca soal, membuat prediksi atau menafsirkan atas isi soal cerita
termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan
memisalkan yang ditanyakan dengan variabel tertentu, saling membuat
ikhtisar atau rencana penyelesaian soal cerita, menuliskan penyelesaian soal
cerita secara urut, saling merevisi dan mengedit penyelesaiannya jika ada
yang perlu direvisi.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk mengadakan
penelitian berjudul “PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIVE INTEGRATED READING
AND COMPOSITION) TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN
SOAL CERITA MATEMATIKA”.
B.
Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasikan
masalah-masalah sebagai berikut :
1. Matematika dianggap sulit oleh sebagian besar siswa karena matematika
memiliki objek yang abstrak.
2. Siswa menyelesaikan soal cerita dengan langkah-langkah yang tidak
sistematis.
3. Kemampuan siswa dalam membaca, menafsirkan dan menyelesaikan soal
cerita masih kurang.
4. Siswa kurang aktif dan malu bertanya dalam proses belajar mengajar di
kelas.
5. Model pembelajaran matematika yang diterapkan guru kurang menarik.
C.
Pembatasan Masalah
Karena luasnya permasalahan dalam konteks pembelajaran matematika
dan untuk menghindari salah tafsiran terhadap masalah yang diteliti,
8
1. Penyelesaian soal cerita matematika yaitu kemampuan siswa dalam
membaca, menafsirkan dan menyelesaikan soal berbentuk cerita
khususnya pada materi Aritmatika Sosial di kelas VII.
2. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian adalah model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading
and Composition).
D.
Rumusan Masalah
Untuk mempertajam persoalan yang telah digambarkan pada latar
belakang masalah, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC?
2. Bagaimana kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika yang
pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional?
3. Apakah rata-rata kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika antara
siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan
model pembelajaran konvensional?
E.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang dan rumusan masalah tersebut
di atas, peneliti merumuskan tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
matematika setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe
CIRC.
2. Untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
matematika yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran
konvensional.
3. Untuk mengetahui perbedaan kemampuan menyelesaikan soal cerita
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan siswa yang diajarkan
dengan pembelajaran konvensional.
F.
Manfaat Penelitian
1. Bagi Siswa : Membangun daya imajinasi pikiran siswa dengan strategi
penyelesaian soal cerita yang sistematis pada model pembelajaran
kooperatif tipe CIRC sehingga dapat memahami makna yang tersirat
dalam soal cerita matematika.
2. Bagi Guru : Memberi pengetahuan baru kepada guru bahwa model
pembelajaran CIRC merupakan salah satu strategi pembelajaran untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
matematika sehingga nantinya dapat menjadi alternatif model
pembelajaran yang dapat diterapkan di dalam kelas.
3. Bagi Sekolah : Meningkatkan mutu pendidikan pada sekolah yang
bersangkutan terkait dengan pengembangan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita matematika menggunakan metode
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN KERANGKA BERPIKIR
A.
Kajian Teori
1.
Belajar dan Pembelajaran Matematika
a. Belajar MatematikaSebagian besar dari proses perkembangan berlangsung melalui
kegiatan belajar. Belajar yang disadari ataupun yang tidak disadari, belajar
selalu berkenaan dengan perubahan-perubahan pada diri orang yang belajar.
Apakah itu mengarah kepada hal yang lebih baik atau kurang baik.
Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan
perubahan. Perubahan yang dimaksudkan adalah terjadi dalam berbagai
bentuk perilaku, dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Banyak definisi tentang belajar yang dikemukakan oleh para ahli
pendidikan. Diantaranya menurut Hamalik bahwa belajar adalah modifikasi
atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the
modification or strengthening of behavior through experiencing).1
Definisi ini diperkuat oleh tafsiran bahwa belajar adalah proses
perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan.
Dalam interaksi inilah terjadi serangkaian pengalaman-pengalaman belajar.
Muhibbin mengemukakan belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah
laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi
dengan lingkungan yang melibatkan proses kogntif.2
Sedangkan Slameto mendefinisikan belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.3
1
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm.36
2
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2005), hlm.68
3
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm.2
Definisi-definisi di atas menunjukkan bahwa hasil dari belajar adalah
ditandai dengan adanya “perubahan”, yaitu perubahan yang terjadi di dalam
diri seseorang setelah berakhirnya melakukan aktifitas tertentu. Walaupun
pada kenyataannya tidak setiap perubahan termasuk kategoti belajar. Maka
Djamarah menentukan ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan
ke dalam ciri-ciri belajar yaitu :
1) Perubahan yang terjadi secara sadar
2) Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
3) Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
4) Perubahan dalam belajar bersifat sementara
5) Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah
6) Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.4
Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin
banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang terjadi
sebagai hasil dari proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah
laku. Menurut Bloom, perubahan tingkah laku yang didapat setelah proses
belajar dapat diamati melalui tiga ranah yaitu meliputi:
1) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri
dari enam aspek yaitu pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis dan evaluasi.
2) Ranah afektif, berkenaan dengan hasil belajar sikap/emosional dalam
mengalami dan menghayati sesuatu hal yang meliputi kesadaran,
partisipasi, penghayatan nilai, pengorganisasian nilai dan karakterisasi
diri.
3) Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak.5
Sehingga secara umum belajar dapat dipahami sebagai suatu proses
memperoleh pengetahuan guna pembentukan perubahan tingkah laku yang
relatif menetap melalui latihan-latihan dan pengalaman dengan cara atau
4
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm 15
5
12
usaha yang berbeda dalam pencapaiannya. Adapun tingkah laku itu
mencakup berbagai ranah seperti ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
Belajar akan lebih baik apabila subjek belajar itu mengalami atau
melakukannya, jadi tidak bersifat teoristik saja.
Matematika adalah pengetahuan dasar yang harus dikuasai oleh setiap
siswa, baik itu untuk bekal dalam kehidupan sehari-hari, maupun untuk
dapat menguasai ilmu-ilmu yang ada hubungannya dengan matematika.
Dengan menguasai matematika secara baik dan benar, maka seorang siswa
akan dengan mudah memahami ilmu-ilmu yang lain. Persoalan matematika
juga banyak dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, soal
matematika banyak yang berbentuk soal cerita dan menuntut siswa untuk
mampu memahami, menafsirkan dan menyelesaikan soal cerita matematika
tersebut.
Para ahli matematika banyak mengemukakan definisi dari matematika
diantaranya menurut Johnson dan Rising matematika adalah pola berpikir,
pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah
bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas,
dan akurat, representasinya dengan simbol dan lebih berupa bahasa simbol
mengenai ide. Kline juga mengatakan bahwa matematika merupakan bahasa
simbolis dan ciri utamanya adalah penggunaan cara bernalar deduktif, tetapi
juga tidak melupakan cara belajar induktif.6
Dari berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan matematika
adalah ilmu yang mempelajari mengenai bilangan-bilangan, konsep-konsep
abstrak (dari segi bahasa maupun simbol-simbol) yang tersusun secara
hierarkis dan penalarannya deduktif. Sangat jelas menunjukkan bahwa
matematika merupakan bahasa, matematika adalah bahasa yang
melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita
sampaikan. Berkaitan dengan itu, soal cerita matematika merupakan bahasa
6
yang harus dipahami maknanya sehingga siswa dapat menyelesaikan soal
cerita matematika.
Setelah sedikit mendalami pengertian matematika, dapat terlihat
adanya karakteristik matematika secara umum yang digambarkan oleh
Soedjadi, yaitu: memiliki kajian objek abstrak, bertumpu pada kesepakatan,
berpola pikir deduktif, memiliki simbol yang kosong dari arti,
memperhatikan semesta pembicaraan, konsisten dalam sistemnya.7 Menurut Gagne belajar matematika ada 2 obyek yang akan diperoleh yaitu, obyek
langsung terdiri dari fakta, keterampilan dan konsep, serta yang kedua
adalah obyek tak langsung yaitu menyelidiki, memecahkan masalah,
meneliti dan lain-lain.8 Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, keterampilan berupa kemampuan memberikan jawaban
dengan tepat dan cepat, konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita
dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh.
Sehingga beberapa ahli menyimpulkan mengenai pengertian belajar
matematika. Diantaranya Bruner mengatakan bahwa belajar matematika
adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang
terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan
antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu.9 Berkaitan dengan pemecahan masalah untuk menyelesaikan soal cerita matematika,
Cobb dkk menguraikan bahwa belajar matematika dipandang sebagai proses
aktif dan konstruktiv dimana siswa mencoba menyelesaikan masalah yang
muncul sebagaimana mereka berpartisipasi secara aktif dalam latihan
matematika di kelas.
Jenis kesalahan dalam penyelesaian matematika antara lain, kesalahan
pemahaman konsep, kesalahan penggunaan data dan kesalahan interpretasi
bahasa. Keberhasilan dalam belajar matematika dapat dilihat apabila siswa
telah mampu untuk menguasai konsep-konsep dan struktur-struktur
7
R. Soedjadi, Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia Konstalasi Keadaan Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan, (Jakarta: Depdiknas, 2000), hlm.13
8
Erman Suherman dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. . . , hlm.33
9
14
matematika sehingga siswa dapat menerapkan dengan benar. Dengan
demikian, belajar matematika adalah proses perubahan pada diri siswa
terutama pengetahuan, pemahaman dan kemampuannya mengenai bentuk,
susunan, dan pola pikir dalam memecahkan masalah.
b. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi
nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal.
Wingkel mengartikan pembelajaran sebagai seperangkat tindakan yang
dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan
memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperan terhadap
kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam diri peserta didik.10 Maksudnya, proses belajar sifatnya internal atau dalam diri siswa itu sendiri,
sedangkan proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja
direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. Belajar dengan pembelajaran
ada peran guru, bahan belajar, dan lingkungan kondusif yang sengaja
diciptakan.11
Pengertian pembelajaran dari beberapa teori sebagai berikut:
1) Behavioristik
Pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang
diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus).
2) Kognitif
Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan pada siswa
untuk berfikir agar dapat mengenal dan memahami.
3) Gestalt
Pembelajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi pembelajaran
sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengorganisasikannya
(mengaturnya) menjadi suatu pola Gestalt (pola bermakna).
10
M. Sobry Sutikno, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Prospect, 2009), hlm.3
11
4) Humanistik
Pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk
memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat
dan kemampuannya.12
Hakikat pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk
memelihara kegiatan belajar sehingga setiap individu yang belajar akan
belajar secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup
sebagai anggota masyarakat yang baik. Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru
dengan siswa yang ditujukan untuk melakukan perubahan sikap dan pola
pikir siswa kearah yang lebih baik untuk mencapai hasil belajar yang
optimal.
Matematika merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang tata
cara berpikir dan mengolah logika baik secara kuantitatif maupun secara
kualitatif. Pada matematika diletakkan dasar bagaimana mengembangkan
cara berpikir dan bertindak melalui aturan yang disebut dalil (dapat
dibuktikan) dan aksioma (tanpa pembuktian). Selanjutnya dasar tersebut
digunakan oleh bidang studi lain atau ilmu lain.
Belajar matematika tidak sekedar learning to know, melainkan harus
ditingkatkan meliputi learning to do, learning to be hingga learning to live
together.13 Oleh karena itu perlu pengubahan paradigma pengajaran matematika menjadi pembelajaran matematika. Dalam pengajaran
matematika, guru lebih banyak menyampaikan sejumlah ide atau
gagasan-gagasan matematika, sementara dalam pembelajaran matematika, siswa
memperoleh porsi yang lebih banyak bahkan dominan. Dengan kata lain
siswa berperan lebih aktif sebagai pembelajar sedangkan guru lebih pada
sebagai fasilitator dan dinamisator.
12
Didi Sutardi, Pembaharuan, dalam Pembelajaran Matematika, (Bandung: UPI PRESS, 2007), hlm.11
13
16
Pada pembelajaran matematika terdapat tiga unsur penting yaitu
materi matematika yang diajarkan, guru yang mengajarkan matematika, dan
siswa yang belajar matematika, karena kesuksesan atau kegagalan hasil
pembelajaran matematika sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari ketiga
unsur tersebut.14 Guru dan siswa harus menjadikan matematika sebagai sebuah objek yang terkendali. Guru menghadirkan diri sebagai fasilitator
agar siswa memperoleh kemudahan dalam belajar matematika. Sedangkan
siswa harus pandai memanfaatkan guru sebagai tempat berkonsultasi untuk
mencari solusi dari permasalahan pada setiap materi yang sedang dipelajari.
Pembelajaran matematika yang optimal akan terjadi bila interaksi
antara guru dan siswa bukan hanya sekedar hubungan formal, tetapi guru
memperlakukan siswa sebagai mitra yang baik bagi dirinya. Sehingga akan
terjadi diskusi yang demokratis dalam memecahkan permasalahan yang
muncul ketika belajar matematika termasuk menyelesaikan soal cerita
matematika.
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah proses
kinerja yang melibatkan setiap komponen secara sinergi dan fungsional
yaitu kinerja guru matematika yang melibatkan potensi siswa, fasilitas dan
lingkungan belajar secara optimal. Melalui pembelajaran diharapkan dapat
berakhir dengan sebuah pemahaman siswa secara komprehensif dan holistik
(lintas topik bahkan lintas mata pelajaran jika memungkinkan) tentang
materi yang telah disajikan.
Pemahaman siswa yang dimaksud tidak sekedar memenuhi tuntutan
tujuan pembelajaran matematika secara substansif saja, namun diharapkan
pula muncul efek iringan antara lain:
1) Lebih memahami keterkaitan antara satu topik matematika dengan topik
lainnya.
2) Lebih menyadari akan penting dan strategisnya matematika bagi bidang
lain.
14
3) Lebih memahami peranan matematika dalam kehidupan manusia.
4) Lebih mampu berpikir logis, kritis dan sistematis.
5) Lebih kreatif dan inovatif dalam mencari solusi pemecahan sebuah
masalah.
Jadi pembelajaran matematika adalah suatu cara atau metode
bagaimana seseorang melakukan proses belajar secara optimal untuk
berpikir dan bernalar dalam memecahkan permasalahan yang berhubungan
dengan bilangan dan kalkulasi secara sistematika sehingga siswa menjadi
aktif, kreatif, dan mampu memecahkan permasalahan. Dua hal penting yang
merupakan bagian dari tujuan pembelajaran matematika adalah
pembentukan sifat yaitu pola berpikir kritis dan kreatif. Untuk pembinaan
hal tersebut, kita perlu memperlihatkan daya imajinasi dan rasa ingin tahu
dari siswa. Siswa harus diberi kesempatan untuk bertanya dan berpendapat,
sehingga diharapkan proses pembelajaran matematika lebih bermakna.
Ketika pembelajaran matematika guru hendaknya memilih dan
menggunakan strategi, pendekatan, metode, dan teknik yang banyak
melibatkan siswa aktif dalam belajar. Baik secara mental, fisik ataupun
sosial.15 Prinsip belajar aktif inilah yang diharapkan dapat menumbuhkan sasaran pembelajaran matematika yang kreatif dan kritis.
Penerapan pembelajaran matematika tidak hanya pada melatih
keterampilan dan hafal fakta, tetapi pada pemahaman konsep. Tidak hanya
kepada bagaimana suatu soal dapat diselesaikan tetapi juga pada mengapa
soal tersebut dapat diselesaikan dengan cara tertentu. Dalam pelaksanaannya
tentu saja disesuaikan dengan tingkat berfikir siswa.
Karakteristik penting dari pembelajaran matematika adalah sifatnya
yang menekankan pada proses berfikif deduktif yang memerlukan penalaran
logis dan aksiomatik, tetapi tidak menutup kemungkinan cara berfikir
tersebut mungkin pula diawali dengan proses induktif yang meliputi
penyusunan konjektur, model matematika yang diperlukan sebagai
pemecahan masalah, dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan masalah
15
18
kehidupan sehari-hari. Implikasi dari karakteristik belajar matematika di
atas, mengisyaratkan bahwa siswa belajar matematika apabila ia berfikir
matematika, melaksanakan kegiatan atau proses matematika dan tugas
matematika seperti yang terlukis dalam karakteristik matematika. Setara
dengan pernyataan itu, siswa dikatakan membaca matematika secara
bermakna bila ia memahami matematika secara bermakna pula.
Uraian tersebut menggambarkan bahwa salah satu keterampilan
penting dalam pembelajaran matematika adalah dalam hal membaca dan
bukan hanya menyusun sekelompok konsep atau pengetahuan yang saling
terlepas. Namun, para pembaca dituntut untuk terampil menyusun
keterkaitan konsep atau pengetahuan yang dibacanya.
2.
Model Pembelajaran Konvensional
Seorang guru dituntut untuk menguasai berbagai model-model
pembelajaran, di mana melalui model pembelajaran yang digunakannya akan
dapat memberikan nilai tambah bagi anak didiknya. Selanjutnya yang tidak
kalah pentingnya dari proses pembelajarannya adalah hasil belajar yang
optimal atau maksimal.
Namun, salah satu model pembelajaran yang masih berlaku dan sangat
banyak digunakan oleh guru adalah model pembelajaran konvensional. Model
ini sebenarnya sudah tidak layak lagi kita gunakan sepenuhnya dalam suatu
proses pengajaran, dan perlu diubah. Tapi untuk mengubah model
pembelajaran ini sangat susah bagi guru, karena guru harus memiliki
kemampuan dan keterampilan menggunakan model pembelajaran lainnya.
Memang model pembelajaran kovensional ini tidak serta merta kita
tinggal, dan guru mesti melakukan model konvensional pada setiap
pertemuan, setidak-tidaknya pada awal proses pembelajaran di lakukan. Atau
awal pertama kita memberikan kepada anak didik sebelum kita menggunakan
model pembelajaran yang akan kita gunakan. Menurut Djamarah metode
pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik
dalam proses belajar dan pembelajaran.16
Selanjutnya Roestiyah mengungkapkan cara mengajar yang paling
tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan ialah cara
mengajar dengan ceramah.17 Sejak duhulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau ceramah. Pembelajaran
konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh
para guru. Bahwa, pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya
memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada
pengertian, menekankan kepada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil
daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru.
Metode mengajar yang lebih banyak digunakan guru dalam
pembelajaran konvensional adalah metode ekspositori. Menurut Ruseffendi
metode ekspositori ini sama dengan cara mengajar yang biasa (tradisional)
kita pakai pada pengajaran matematika”. Kegiatan selanjutnya guru
memberikan contoh soal dan penyelesaiannya, kemudian memberi soal-soal
latihan, dan siswa disuruh mengerjakannya.
Jadi kegiatan guru yang utama adalah menerangkan dan siswa
mendengarkan atau mencatat apa yang disampaikan guru. Subiyanto
menjelaskan bahwa, kelas dengan pembelajaran secara biasa mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut: pembelajaran secara klasikal, para siswa tidak
mengetahui apa tujuan mereka belajar pada hari itu.
Guru biasanya mengajar dengan berpedoman pada buku teks atau LKS,
dengan mengutamakan metode ceramah dan kadang-kadang tanya jawab. Tes
atau evaluasi yang bersifat sumatif dengan maksud untuk mengetahui
perkembangan jarang dilakukan. Siswa harus mengikuti cara belajar yang
dipilih oleh guru, dengan patuh mempelajari urutan yang ditetapkan guru, dan
kurang sekali mendapat kesempatan untuk menyatakan pendapat.
16
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002) hlm. 43
17
20
Banyak kita temukan di lapangan bahwa selama ini pembelajaran matematika
didominasi oleh guru melalui metode ceramah dan ekspositorinya.
Disamping itu, guru jarang mengajar siswa untuk menganalisa secara
mendalam tentang suatu konsep dan jarang mendorong siswa untuk
menggunakan penalaran logis yang lebih tinggi seperti kemampuan
membuktikan atau memperlihatkan suatu konsep. Hal senada ditemukan oleh
Marpaung bahwa dalam pembelajaran matematika selama ini siswa hampir
tidak pernah dituntut untuk mencoba strategi dan cara (alternatif) sendiri
dalam memecahkan masalah.18
Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan pembelajaran matematika secara konvensional adalah suatu
kegiatan belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru
dimana guru mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru
mendominasi kelas dengan metode ekspositori, dan siswa hanya menerima
saja apa-apa yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk
menyampaikan pendapat sangat kurang, sehingga siswa menjadi pasif dalam
belajar, dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hapalan.
3.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
a. Model Pembelajaran KooperatifPembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih
mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling
berdiskusi dengan temannya. Jadi hakikat sosial dan penggunaan kelompok
sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran kooperatif. Slavin
menerangkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu strategi
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 2 sampai 5 orang,
dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen.19 Keberhasilan
18
http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/pembelajaran-konvensional
19
belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan akivitas anggota
kelompok baik secara individual maupun secara berkelompok.
Model pembelajaran cooperative learning merupakan model
pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja
sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok.
Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar kerja kelompok karena dalam
belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif
sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan
yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok.
Menurut Eggen and Kauchak bahwa pembelajaran kooperatif
merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa
bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran
kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi
siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan
dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar
belakangnya.20
Arends menyatakan bahwa pelajaran yang menggunakan
pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajar; 2) Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi, sedang, dan rendah; 3) Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang beragam; dan 4) Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.21
Dari beberapa uraian pengertian dan ciri-ciri model pembelajaran
kooperatif, maka dapat disimpulkan beberapa tujuan pembelajaran
kooperatif adalah sebagai berikut :
1) Meningkatkan kinerja siswa dan membantu siswa memahami konsep
sulit.
20
Trianto, Model Pembelajaran Inovatif, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.42
21
22
2) Menerima teman-teman yang memiliki latar belakang berbeda.
3) Mengembangkan keterampilan sosial siswa antara lain berbagi tugas,
aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk
bertanya, menjelaskan ide atau pendapat, bekerjasama dalam kelompok.
Selain itu, Suyatno juga menerangkan langkah-langkah pembelajaran
kooperatif sebagai berikut:
1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
2) Menyajikan informasi
3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
4) Membimbing kelompok belajar dan bekerja
5) Evaluasi
6) Memberikan penghargaan.22
Dari uraian di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran
kooperatif memiliki tujuan-tujuan, langkah-langkah, lingkungan belajar dan
sistem pengelolaan yang khas dibandingkan dengan model pembelajaran
lain. Berikut ini perbedaan model pembelajaran kooperatif dan model
[image:39.595.114.517.88.723.2]pembelajaran konvensional.
Tabel.1
Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif dengan Model
Pembelajaran Konvensional23
Model Pembelajaran Kooperatif Model Pembelajaran Konvensional Adanya saling ketergantungan positif,
saling membantu, dan saling
memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok
atau menggantungkan diri pada
kelompok. Adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan
bantuan dan siapa yang dapat
memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering
diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota
kelompok sedangkan anggota
kelompok lainnya hanya
“menumpang” keberhasilan
“pemborong”.
22
Suyatno, Menjelajah pembelajaran inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm.52
23
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara
demokratis atau bergilir untuk
memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering
ditentukan oleh guru atau kelompok
dibiarkan untuk memilih
pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti
kepemimpinan, kemampuan
berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan
melakukan intervensi jika terjadi
masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses
kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada
penyelesaian tugas tetapi juga
hubungan interpersonal (hubungan
antar pribadi yang saling menghargai)
Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas.
Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe dengan
langkah yang berbeda-beda. Pada penelitian ini peneliti mengambil model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition). Dimana model pembelajaran ini sangat berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika dan
24
b. Teori Pembelajaran Kooperatif
Teori pembelajaran kooperatif menurut Slavin terbagi dalam 2
kategori, yaitu teori Motivasi dan teori Kognitif.24 1) Teori Motivasi
Menurut teori motivasi, motivasi siswa dalam pembelajaran
kooperatif terletak pada bagaimana bentuk penghargaan (reward) atau
struktur pencapaian tujuan pada saat siswa melaksanakan kegiatan
pembelajaran.“Motivational perspective on cooperative learning focus
primarily on the reward or goal structure under wich students operate”.
Diidentifikasikan ada tiga macam struktur pencapaian tujuan
seperti berikut.
a) Kooperatif: siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya
jika siswa yang lain juga akan mencapai tujuan tersebut.
b) Kompetitif: siswa yakin bahwa tujuan mereka tercapai jika dan hanya
jika siswa lain tidak mencapai tujuan.
c) Individualistik: siswa yakin upaya mereka sendiri untuk mencapai
tujuan tak ada hubungannya dengan siswa lain dalam mencapai tujuan
tersebut.
Menurut pandangan teori motivasi, struktur tujuan kooperatif
menciptakan suatu situasi dimana anggota kelompok dapat mencapai
tujuan pribadi mereka apabila kelompok itu berhasil. Oleh karena itu,
anggota kelompok harus membantu teman kelompoknya dengan cara
melakukan apa saja yang dapat membantu kelompok itu berhasil dan
yang lebih penting lagi adalah mendorong teman kelompoknya untuk
melakukan upaya maksimal.
2) Teori Kognitif
Teori ini menekankan pengaruh kerja sama dalam suasana
kebersamaan didalam kelompok itu sendiri. “cognitive theories
emphasize the effects of working together in itself (whether or not the
groups are trying of group goal)“.
24
Teori kognitif dapat dikelompokkan dalam dua kategori sebagai
berikut.
a) Teori pembangunan
“The fundamental assumption of the developmental theories that
interaction among children around appropriate taks increases their
mastery of critical consepts (Damon, 1984; Murray: 1982)” (dalam
Slavin)
Asumsi dasar dari teori pembangunan adalah bahwa interaksi
antar siswa di sekitar tugas-tugas yang sesuai meningkatkan
penguasaan mereka terhadap konsep-konsep yang sulit.
b) Teori Elaborasi Kognitif
Pandangan dalam psikologi kognitif telah menemukan bahwa
apabila informasi yang telah ada di dalam memori, siswa harus terlibat
dalam beberapa restruktur atau elaborasi kognitif suatu materi. Salah
satu cara elaborasi kognitif yang paling efektif adalah menjelaskan
materi itu pada orang lain.
Dasar teori pembelajaran kooperatif seperti yang disebutkan di
atas digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe
CIRC.
c. Pembelajaran Kooperatif tipe CIRC
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition) atau
disebut juga kooperatif terpadu, membaca, menulis, termasuk salah satu tipe
model pembelajaran cooperative learning.25 Program CIRC terdiri dari tiga unsur utama, aktivitas dasar, pengajaran langsung dalam pemahaman
membaca, serta seni berbahasa/menulis integral. Dalam semua aktivitas ini,
siswa bekerja dalam kelompok belajar secara heterogen.26 Pada awalnya tipe CIRC diterapkan dalam pelajaran bahasa. Dalam kelompok kecil para siswa
diberi suatu teks/bacaan, kemudian siswa latihan membaca atau saling
25
Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Surabaya: Masmedia Buana, 2009), hlm. 68
26
26
membaca, memahami ide pokok saling merevisi dan menulis ikhtisar cerita
atau memberikan tanggapan terhadap isi cerita atau mempersiapkan tugas
tertentu d