• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS – KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS – KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur."

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA MELALUI PENGUATAN INDIVIDU DAN KELOMPOK KELUARGA BINAAN SOSIAL – KELOMPOK USAHA BERSAMA

(STUDI KASUS DI DUSUN NGANGET DESA KEDUNGJAMBE KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN

PROVINSI JAWA TIMUR)

CIPTO WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS–KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.

Bogor, November 2005

(3)

@ Hak cipta milik Cipto Wibowo,Tahun 2005 Hak cipta dilindungi

(4)

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA MELALUI PENGUATAN INDIVIDU DAN KELOMPOK ( KBS – KUBE )

KELUARGA BINAAN SOSIAL – KELOMPOK USAHA BERSAMA

(STUDI KASUS DI DUSUN NGANGET DESA KEDUNGJAMBE KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN

PROVINSI JAWA TIMUR)

CIPTO WIBOWO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Tugas Akhir : Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS – KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.

Nama : Cipto Wibowo

NIM : A. 154040145

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Carolina Nitimihardjo, MS Ketua

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc. Agr. Anggota

Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor hingga dapat menyelesaikan penulisan kajian ini. Penulisan ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat dengan judul laporan Kajian Pengembangan Masyarakat “ Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS–KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.

Penulisan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam menyelesaikan kajian pengembangan masyarakat ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc. Selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

2. Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS, selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB).

3. Ibu Dr. Carolina Nitimihardjo, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc. Agr. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan tugas akhir ini.

4. Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS, selaku Penguji di luar komisi yang telah memberikan masukan yang berarti untuk kesempurnaan kajian ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pengembangan Masyarakat yang telah

membekali pengetahuan pengembangan masyarakat.

6. Bapak Ir. Binsar Tua Siregar, selaku Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menempuh pendidikan Strata-2.

(7)

8. Bapak Kepala Desa beserta staf Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan yang telah memberikan ijin, membantu dan memberikan informasi yang sangat bermanfaat kepada penulis.

9. Bapak Ketua RT di Dusun Nganget dan warga masyarakat eks penderita kusta yang telah membantu kelancaran tugas akhir penulis.

10. Bapak – bapak Pengurus Kelompok Usaha Bersama dan Pengurus serta anggota KBS – KUBE di Dusun Nganget Desa Kedungjambe.

11. Ibunda dan Ayahanda serta adik – adik yang tercinta yang telah memberikan doa dan restunya selama mengikuti pendidikan hingga selesai.

12. Istri tercinta dan anakku tersayang Anissa Ayu Dewantari yang selama ini dengan penuh pengertian memberikan dorongan dan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

Kami menyadari bahwa penulisan kajian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu semua pihak yang membaca kajian pengembangan masyarakat ini hendaknya dapat memberikan saran untuk kesempurnaan tulisan ini, Semoga kajian ini dapat memberikan sumbangan kepada pihak – pihak yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut dan semoga dapat memberi manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang terkait dengan permasalahan eks penderita kusta khususnya dan kesejahteraan sosial pada umumnya.

Bogor, November 2005

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur pada tanggal 17 Oktober 1968 dari pasangan Bapak Subijanto dan Ibu Djuwarijah. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar Negeri I Kedungadem pada tahun 1982, SMPK “St. Tarsisius” Kabupaten Bojonegoro pada tahun 1984, SMA Negeri 2 Bojonegoro pada tahun 1987, STKS Bandung Program Diploma III pada tahun 1990 dan STIKS Manado Program Sarjana pada tahun 1994.

Pada tahun 1991 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Sulawesi Utara sampai tahun 1999. Kemudian pada bulan Januari 2000 penulis pindah tugas di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Mardi Waluyo” Bojonegoro, Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur sampai dengan sekarang.

Pada tahun 1994 penulis menikah dengan Ana Sukiswati. Dari pernikahan tersebut penulis dikaruniai seorang anak bernama Anissa Ayu Dewantari lahir pada tanggal 2 September 1999.

Bogor, November 2005

(9)

ABSTRAK

CIPTO WIBOWO, Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS–KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh CAROLINA NITIMIHARDJO sebagai ketua, ARYA HADI DHARMAWAN sebagai anggota komisi pembimbing.

Salah satu pola pendekatan pemberdayaan yang belakangan ini mampu mengangkat mereka yang miskin agar menjadi berdaya dan berkembang adalah melalui media “kelompok”. Mereka diorganisir dalam wadah kelompok dan kelompok itu dimultifungsikan menjadi media pembelajaran anggota sekaligus proses tukar menukar informasi dan, pengetahuan. Secara perlahan, kekuatan individu akan muncul menjadi kekuatan kelompok dan disitulah berlangsungnya proses penguatan atau pemberdayaan.

Kajian ini bertujuan menganalisis proses terjadinya kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS-KUBE), menganalisis masalah dan akar masalah yang dihadapi kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS-KUBE), menganalisis dan mengevaluasi program-program pengembangan penguatan kelompok yang ada di Dusun Nganget, menyusun program penguatan kelompok Keluarga Binaan Sosial-Kelompok Usaha Bersama (KBS-KUBE) sehingga eks penderita kusta dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat melalui pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah (1) Observasi; (2) Wawancara mendalam; (3) Studi Dokumentasi; dan (4) Diskusi Kelompok.

Hasil kajian menunjukkan bahwa program tersebut belum sepenuhnya dapat dipergunakan sebagai media pemberdayaan, ini disebabkan kelompok secara organisasi mempunyai berbagai permasalahan antara lain : aspek kelembagaan yang meliputi struktural dan kultural organisasi belum bisa menjalankan fungsinya secara optimal, aspek sosial meliputi pengembangan dinamika kelompok belum terjadi kekompakan kelompok dan secara individu anggota kelompok juga belum mempunyai keterampilan untuk mengembangkan kelompok tersebut serta belum mempunyai keterampilan teknik produksi kambing. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dirumuskan program penguatan individu dan kelompok KBS – KUBE. Penguatan individu dengan program yang meliputi (1) Penguatan Kapasitas Keterampilan Organisasi Individu anggota kelompok KBS-KUBE; dan (2) Penguatan Kapasitas Usaha Ekonomi Anggota KBS-KUBE. Penguatan Kelompok meliputi program (1) penguatan aspek struktural dan Kultural Organisasi KBS – KUBE ; dan (2) pengembangan Dinamika Kelompok KBS-KUBE, serta didukung oleh penguatan jejaring baik dalam komunitas maupun di luar komunitas.

(10)

viii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... i

HAK CIPTA ……….…… JUDUL TUGAS AKHIR ……… PENGESSAHAN TUGAS AKHIR ……….. PRAKATA ………... RIWAYAT HIDUP ……….. DAFTAR ISI ……… DAFTAR TABEL ……… DAFTAR GAMBAR ……… DAFTAR LAMPIRAN ……… ii

1.2. Perumusan Masalah ……… 6

1.3. Tujuan……….……… 9

1.4. Kegunaan……….. 10

II. TINJAUAN TEORITIS………. 11

2.1. Tinjauan Tentang Kemiskinan……….… 11

2.2. Tinjauan Tentang Pemberdayaan……….. 13

2.3. Tinjauan Tentang Kelompok dan Dinamika Kelompok……….. 17

2.3.1. Kelompok Dalam Artian Persepsi……….. 17

2.3.2. Kelompok Dalam Artian Organisasi……….. 17

2.3.3. Kelompok Dalam Artian Motivasi……… 18

2.3.4. Kelompok Dalam Artian Interaksi……… 18

2.4. Tinjauan Tentang Kelompok Sebagai Media Pemberdayaan………… 21

2.5. Tinjauan Tentang Keberfungsian Sosial……… 23

2.6. Tinjauan Tentang Eks Penderita Kusta………. 26

2.7. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) ……….……… 27

3.3. Teknik Pengumpulan Data……….. 38

3.4. Pengolahan Data……….. 41

3.5. Penyusunan Program……….. 41

IV. PETA SOSIAL KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA……… 43

4.1. Sejarah Komunitas Eks Penderita Kusta Dusun Nganget………. 43

4.2. Performa Komunitas Eks Penderita Kusta Dusun Nganget dan Komunitas Dusun Krajan Desa Kedungjambe………. 44

4.3. Proses Stigmatisasi Terhadap Eks Penderita Kusta………... 47

4.4. Alasan Pemilihan Lokasi………. 50

(11)

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA MELALUI PENGUATAN INDIVIDU DAN KELOMPOK KELUARGA BINAAN SOSIAL – KELOMPOK USAHA BERSAMA

(STUDI KASUS DI DUSUN NGANGET DESA KEDUNGJAMBE KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN

PROVINSI JAWA TIMUR)

CIPTO WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS–KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.

Bogor, November 2005

(13)

@ Hak cipta milik Cipto Wibowo,Tahun 2005 Hak cipta dilindungi

(14)

PEMBERDAYAAN KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA MELALUI PENGUATAN INDIVIDU DAN KELOMPOK ( KBS – KUBE )

KELUARGA BINAAN SOSIAL – KELOMPOK USAHA BERSAMA

(STUDI KASUS DI DUSUN NGANGET DESA KEDUNGJAMBE KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN

PROVINSI JAWA TIMUR)

CIPTO WIBOWO

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(15)

Judul Tugas Akhir : Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS – KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.

Nama : Cipto Wibowo

NIM : A. 154040145

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Carolina Nitimihardjo, MS Ketua

Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc. Agr. Anggota

Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.

(16)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor hingga dapat menyelesaikan penulisan kajian ini. Penulisan ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat dengan judul laporan Kajian Pengembangan Masyarakat “ Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS–KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.

Penulisan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam menyelesaikan kajian pengembangan masyarakat ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc. Selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).

2. Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS, selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB).

3. Ibu Dr. Carolina Nitimihardjo, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc. Agr. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan tugas akhir ini.

4. Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS, selaku Penguji di luar komisi yang telah memberikan masukan yang berarti untuk kesempurnaan kajian ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pengembangan Masyarakat yang telah

membekali pengetahuan pengembangan masyarakat.

6. Bapak Ir. Binsar Tua Siregar, selaku Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menempuh pendidikan Strata-2.

(17)

8. Bapak Kepala Desa beserta staf Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan yang telah memberikan ijin, membantu dan memberikan informasi yang sangat bermanfaat kepada penulis.

9. Bapak Ketua RT di Dusun Nganget dan warga masyarakat eks penderita kusta yang telah membantu kelancaran tugas akhir penulis.

10. Bapak – bapak Pengurus Kelompok Usaha Bersama dan Pengurus serta anggota KBS – KUBE di Dusun Nganget Desa Kedungjambe.

11. Ibunda dan Ayahanda serta adik – adik yang tercinta yang telah memberikan doa dan restunya selama mengikuti pendidikan hingga selesai.

12. Istri tercinta dan anakku tersayang Anissa Ayu Dewantari yang selama ini dengan penuh pengertian memberikan dorongan dan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

Kami menyadari bahwa penulisan kajian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu semua pihak yang membaca kajian pengembangan masyarakat ini hendaknya dapat memberikan saran untuk kesempurnaan tulisan ini, Semoga kajian ini dapat memberikan sumbangan kepada pihak – pihak yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut dan semoga dapat memberi manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang terkait dengan permasalahan eks penderita kusta khususnya dan kesejahteraan sosial pada umumnya.

Bogor, November 2005

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur pada tanggal 17 Oktober 1968 dari pasangan Bapak Subijanto dan Ibu Djuwarijah. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar Negeri I Kedungadem pada tahun 1982, SMPK “St. Tarsisius” Kabupaten Bojonegoro pada tahun 1984, SMA Negeri 2 Bojonegoro pada tahun 1987, STKS Bandung Program Diploma III pada tahun 1990 dan STIKS Manado Program Sarjana pada tahun 1994.

Pada tahun 1991 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Sulawesi Utara sampai tahun 1999. Kemudian pada bulan Januari 2000 penulis pindah tugas di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Mardi Waluyo” Bojonegoro, Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur sampai dengan sekarang.

Pada tahun 1994 penulis menikah dengan Ana Sukiswati. Dari pernikahan tersebut penulis dikaruniai seorang anak bernama Anissa Ayu Dewantari lahir pada tanggal 2 September 1999.

Bogor, November 2005

(19)

ABSTRAK

CIPTO WIBOWO, Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS–KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh CAROLINA NITIMIHARDJO sebagai ketua, ARYA HADI DHARMAWAN sebagai anggota komisi pembimbing.

Salah satu pola pendekatan pemberdayaan yang belakangan ini mampu mengangkat mereka yang miskin agar menjadi berdaya dan berkembang adalah melalui media “kelompok”. Mereka diorganisir dalam wadah kelompok dan kelompok itu dimultifungsikan menjadi media pembelajaran anggota sekaligus proses tukar menukar informasi dan, pengetahuan. Secara perlahan, kekuatan individu akan muncul menjadi kekuatan kelompok dan disitulah berlangsungnya proses penguatan atau pemberdayaan.

Kajian ini bertujuan menganalisis proses terjadinya kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS-KUBE), menganalisis masalah dan akar masalah yang dihadapi kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS-KUBE), menganalisis dan mengevaluasi program-program pengembangan penguatan kelompok yang ada di Dusun Nganget, menyusun program penguatan kelompok Keluarga Binaan Sosial-Kelompok Usaha Bersama (KBS-KUBE) sehingga eks penderita kusta dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat melalui pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah (1) Observasi; (2) Wawancara mendalam; (3) Studi Dokumentasi; dan (4) Diskusi Kelompok.

Hasil kajian menunjukkan bahwa program tersebut belum sepenuhnya dapat dipergunakan sebagai media pemberdayaan, ini disebabkan kelompok secara organisasi mempunyai berbagai permasalahan antara lain : aspek kelembagaan yang meliputi struktural dan kultural organisasi belum bisa menjalankan fungsinya secara optimal, aspek sosial meliputi pengembangan dinamika kelompok belum terjadi kekompakan kelompok dan secara individu anggota kelompok juga belum mempunyai keterampilan untuk mengembangkan kelompok tersebut serta belum mempunyai keterampilan teknik produksi kambing. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dirumuskan program penguatan individu dan kelompok KBS – KUBE. Penguatan individu dengan program yang meliputi (1) Penguatan Kapasitas Keterampilan Organisasi Individu anggota kelompok KBS-KUBE; dan (2) Penguatan Kapasitas Usaha Ekonomi Anggota KBS-KUBE. Penguatan Kelompok meliputi program (1) penguatan aspek struktural dan Kultural Organisasi KBS – KUBE ; dan (2) pengembangan Dinamika Kelompok KBS-KUBE, serta didukung oleh penguatan jejaring baik dalam komunitas maupun di luar komunitas.

(20)

viii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... i

HAK CIPTA ……….…… JUDUL TUGAS AKHIR ……… PENGESSAHAN TUGAS AKHIR ……….. PRAKATA ………... RIWAYAT HIDUP ……….. DAFTAR ISI ……… DAFTAR TABEL ……… DAFTAR GAMBAR ……… DAFTAR LAMPIRAN ……… ii

1.2. Perumusan Masalah ……… 6

1.3. Tujuan……….……… 9

1.4. Kegunaan……….. 10

II. TINJAUAN TEORITIS………. 11

2.1. Tinjauan Tentang Kemiskinan……….… 11

2.2. Tinjauan Tentang Pemberdayaan……….. 13

2.3. Tinjauan Tentang Kelompok dan Dinamika Kelompok……….. 17

2.3.1. Kelompok Dalam Artian Persepsi……….. 17

2.3.2. Kelompok Dalam Artian Organisasi……….. 17

2.3.3. Kelompok Dalam Artian Motivasi……… 18

2.3.4. Kelompok Dalam Artian Interaksi……… 18

2.4. Tinjauan Tentang Kelompok Sebagai Media Pemberdayaan………… 21

2.5. Tinjauan Tentang Keberfungsian Sosial……… 23

2.6. Tinjauan Tentang Eks Penderita Kusta………. 26

2.7. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) ……….……… 27

3.3. Teknik Pengumpulan Data……….. 38

3.4. Pengolahan Data……….. 41

3.5. Penyusunan Program……….. 41

IV. PETA SOSIAL KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA……… 43

4.1. Sejarah Komunitas Eks Penderita Kusta Dusun Nganget………. 43

4.2. Performa Komunitas Eks Penderita Kusta Dusun Nganget dan Komunitas Dusun Krajan Desa Kedungjambe………. 44

4.3. Proses Stigmatisasi Terhadap Eks Penderita Kusta………... 47

4.4. Alasan Pemilihan Lokasi………. 50

(21)

ix

4.6. Ciri Fisik Dusun Nganget……...………. 51

4.7. Jarak Fisik dan Sosial……….. 52

4.8. Kependudukan……….. 53

4.9. Sistem Ekonomi……… 55

4.10. Struktur Komunitas……….………… 59

4.10.1. Pelapisan Sosial……… 59

4.10.2. Unsur Utama Pelapisan Sosial……….. 59

4.10.3. Kepemimpinan dan Sumbernya………. 60

4.10.4. Jejaring Sosial Dalam Komunitas……….. 61

4.11. Organisasi dan Kelembagaan………. 62

4.11.1. Lembaga Kemasyarakatan……….………… 63

4.13. Permasalahan-permasalahan di Komunitas ….……… 72

V. EVALUASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT……….…………. 73

5.1. Program Pendidikan TK Di Komunitas………. 74

5.1.1. Deskripsi Kegiatan……… 74

5.2. Pogram Bantuan Kesejahteraan Sosial KUBE……… 82

5.2.1. Deskripsi Kegiatan……… 82

VI. ANALISIS PEMBERDAYAAN KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA 99 6.1. Profil Kelompok KBS – KUBE………. 99

6.1.1. Kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia……….. 102

6.1.2. Kelompok KBS-KUBE Sumber Makmur……… 105

(22)

x

6.2.1. Aspek Struktur Dalam Kelembagaan KBS – KUBE………. 111 6.2.1.1. Pelapisan Sosial Dalam Kelompok KBS-KUBE……….. 111 6.2.1.2. Pola Hubungan dan Komunikasi Dalam

Kelompok KBS – KUBE……... ……….. 116 6.2.1.3. Kepemimpinan Dalam Kelompok……….. 117 6.2.1.4. Konflik Dalam Kelompok………. 118 6.2.1.5. Mekanisme Kerja KUBE………. 119 6.2.2. Aspek Kultur Dalam Kelembagaan Kelompok KBS – KUBE….. 120 6.2.2.1. Sistem Nilai dan Norma Dalam Kelompok KBS–KUBE 120 6.2.2.2. Tata Perilaku Dalam Kelompok KBS –KUBE……… 122 6.3. Analisis Aspek Sosial Kelompok KBS – KUBE ………. 124 6.4. Analisis Aspek Ekonomi……….. ……….. 126 6.5. Analisis Kekompakan / compactness Kelompok KBS-KUBE……….. 127 6.5.1. Jejaring Komunitas Eks Penderita Kusta……… 127 6.5.2. Integrasi Sosial ……… 130 6.5.3. Solidaritas Sosial,……….. 133 6.5.4. Kohesivitas Sosial……….. 134 6.6. Analisis Tipe Kelompok KBS – KUBE……… 137 6.7. Strategi Penguatan Kelompok KBS – KUBE……… 140 6.8. Strategi Penguatan Individu Kelompok KBS-KUBE……… 140 6.9. Strategi Penguatan Jejaring……… 141 6.10. Ihktisar……… 142

VII. PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA 144 7.1. Identifikasi Potensi Komunitas Eks Penderita Kusta……….. 144 7.1.1. Sumber Daya Manusia……… 144 7.1.2. Sumber Daya Alam……… 145 7.1.3. Sumber Daya Kelembagaan……….…………. 145 7.2. Proses Penyusunan Perencanaan Program Secara Partisipatif……. 146 7.3. Identifikasi Masalah Dan Kebutuhan……… 148 7.3.1. Identifikasi Masalah dan Kebutuhan Kelompok KBS – KUBE.. 148 7.3.2. Identifikasi Masalah dan Kebutuhan Individu……….…………. 150 7.3.3. Identifikasi Permasalahan dan Kebutuhan Komunitas ………. 152 7.4. Penyusunan Perencanaan Program Kerja Aras Kelompok

Individu dan Komunitas……… 155 7.4.1.Program Penguatan Pada Aras Kelompok KBS – KUBE …… 156 7.4.1.1. Program Penguatan Aspek Struktural dan Kultural

Organisasi Kelompok KBS – KUBE……… 156 7.4.1.2. Program Pengembangan Dinamika Kelompok

KBS – KUBE ……….. 167 7.4.2. Program Penguatan Kapasitas Keterampilan Individu Anggota Kelompok KBS – KUBE dan Rencana Program Penguatan

Kapasitas Usaha Ekonomi Anggota Kelompok KBS – KUBE 178 7.4.3. Program Penguatan Jejaring ……….. 182 7.5. Ikhtisar………. 188

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN………. 191

(23)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat……….. 37 2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Kelompok KBS-KUBE.. 40 3. Performa Komunitas Dusun Nganget dan Komunitas Dusun

Krajan Desa Kedungjambe Tahun 2005 ……….. 45 4. Orbitan Waktu Tempuh dan Ongkos ………. 52 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Matapencaharian………. 56 6. Peta Intervensi Lembaga Eksternal Pada Eks Penderita Kusta

Di Dusun Nganget Desa Kedungjambe ……… 67 7. Nama Ketua KBS - KUBE dan Jumlah Bantuan ………. 85 8. Data Perkembangan Kelompok KBS – KUBE ……….……… 86 9. Data Perkembangan Kelompok KBS – KUBE Tahun 2005……… 100 10. Tingkat Pendidikan Anggota Kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia…… 103 11. Tingkat Pendidikan Anggota Kelompok KBS-KUBE Sumber Makmur.. 107 12. Profil Kelompok KBS – KUBE Bangkit Mulia dan Sumber Makmur

Tahun 2005 ……… 109 13 Pelapisan Sosial dalam Kelompok KBS – KUBE ……… 113 14. Tata Perilaku Kelompok KBS – KUBE Dusun Nganget Tahun 2005… 122 15. Dinamika kelompok anggota KUBE Bangkit Mulia dan

Sumber Makmur Dusun Nganget Tahun 2005……… 124 16. Tipe kelompok KBS – KUBE di permukiman

eks penderita kusta Dusun Nganget Tahun 2005……… 137 17. Identifikasi permasalahan pada aras dinamika kelompok

KBS – KUBE Tahun 2005……… 149 18. Hasil identifikasi permasalahan pada aras individu anggota pada

Dua Kelompok KBS – KUBE Tahun 2005……… 151 19. Hasil identifikasi permasalahan pada aras komunitas

eks penderita kusta Tahun 2005………. 153 20. Rencana program penguatan aspek struktural dan kultural organisasi

(24)

xii

Lanjutan daftar tabel ………. 22. Rencana program penguatan kapasitas keterampilan berorganisasi

Individu anggota kelompok KBS – KUBE Dan Rencana Program Penguatan Kapasitas Usaha Ekonomi Anggota KBS – KUBE

Tahun 2005 ……… 180 23. Rencana Program penguatan jejaring hasil kajian pada

(25)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Empowerment Process (taken from Wilson, 1996 : 136) 16

2. Tiga Dimensi Keberfungsian Sosial 23

3. Kerangka Konseptual 34

4. Piramida Penduduk Dusun Nganget Tahun 2005 54 5. Keterkaitan ekonomi lokal dengan ekonomi yang lebih luas 58 6. Tingkatan Pelapisan sosial Pemukiman eks kusta 60 7. Jaringan komunitas permukiman eks kusta dengan komunitas luar 64 8. Struktur Organisasi KUBE di Dusun Nganget Tahun 2005 119 9. Bagan Alir Proses Perencanaan Program Secara Partisipatif

(26)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Sketsa Lokasi Geografis Dusun Nganget Tahun 2005 201

(27)

1 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesejahteraan sosial mengupayakan meningkatnya taraf kesejahteraan sosial, terjaminnya setiap warga negara untuk memperoleh hak-haknya sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Dalam Pola Dasar Kesejahteraan Sosial (Anonymons, 2003), dijelaskan bahwa hakekat pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, kelompok dan komunitas masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap orang mampu mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan. Pembangunan kesejahteraan sosial yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional diselenggarakan sebagai upaya mewujudkan integrasi sosial melalui peningkatan ketahanan sosial dalam tata kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia. Pembangunan kesejahteraan sosial diselenggarakan sebagai wujud investasi sosial, dilaksanakan bersama oleh masyarakat, dunia usaha dan masyarakat pada umumnya dalam wujud perbaikan kualitas kehidupan yang berkeadilan sosial.

Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah terwujudnya tata kehidupan dan penghidupan yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha dan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, baik perorangan, keluarga, kelompok maupun komunitas masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta nilai sosial budaya setempat. Masalah yang muncul adalah belum semua warga negara dapat tertangani dan terjangkau dalam pemenuhan hidupnya. Terutama bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang termasuk masyarakat marjinal.

(28)

2 jalanan, lanjut usia terlantar, tuna susila, komunitas adat terpencil, kecacatan dan sebagainya, jumlahnya 8,7 juta jiwa. Secara keseluruhan, jumlah PMKS yang membutuhkan perhatian adalah sebesar 24,5 juta jiwa.

Berdasarkan estimasi Departemen Sosial RI jumlah eks penderita penyakit kronis termasuk eks penderita kusta tahun 2002 sebanyak 1.378.135 orang (0,65 % dari jumlah penduduk) tersebar diseluruh Provinsi. Di Provinsi Jawa Timur eks penderita kusta berjumlah 125.277 orang sampai dengan tahun 2005 Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur bersama Departemen Sosial RI baru bisa menangani sebanyak 4.407 orang atau 3,51 %. Departemen Kesehatan melalui Program eliminasi kusta telah berhasil menurunkan angka pesakitan pada tingkat tertentu. Dalam upaya tersebut, sampai dengan tahun 2002 masih terdapat 111 kabupaten pada 13 provinsi yang belum dapat mencapai eliminasi. Menurut WHO angka prevalensi (angka pesakitan) kurang dari satu penderita per 10.000 penduduk, melalui strategi penemuan penderita secara dini dan mengobati dengan tepat.

Dalam rangka meningkatkan keberfungsian sosial dan memenuhi kebutuhan dasar penyandang masalah kesejahteraan sosial dapat melalui upaya pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata

lain, memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (Kartasasmita, 1996 dalam Suharto 2004).

(29)

3 Usaha Swadaya Masyarakat (USM) dan pada REPELITA IV program tersebut berubah lagi menjadi Program Penanggulangan Kemiskinan dikenal dengan Proyek Penyantunan dan Pengentasan Fakir Miskin (PPFM). Dalam melaksanakan PPFM tersebut Departemen Sosial menggunakan pendekatan kelompok yang dikenal dengan nama Kelompok Usaha Bersama (KUBE).

Dengan sistem KUBE (Kelompok Usaha Bersama), kegiatan usaha yang tadinya dilakukan secara sendiri-sendiri kemudian disatukan dalam kelompok, sehingga memudahkan dalam pembinaan dan monitoring kegiatan usahanya. Disamping itu, para anggota kelompok ini dapat saling bekerjasama secara lebih mudah dibandingkan bila mereka saling berpencar. Ada beberapa jenis KUBE yang dilaksanakan Departemen Sosial, yaitu KUBE Keluarga Muda Mandiri, Lanjut Usia, Anak Terlantar, Karang Taruna, Masyarakat Terasing, Penyandang Cacat, Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh dan KUBE fakir miskin.

Kelompok Usaha Bersama Fakir Miskin adalah himpunan dari keluarga yang tergolong fakir miskin yang dibentuk, tumbuh dan berkembang atas dasar prakarsanya sendiri, saling berinteraksi antara satu dengan lain, dan tinggal dalam satu wilayah tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas anggotanya, meningkatkan relasi sosial yang harmonis, memenuhi kebutuhan anggota, memecahkan masalah sosial yang dialaminya dan menjadi wadah pengembangan usaha bersama (Anonymons, 2003).

Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang dilaksanakan Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban, Jawa Timur merupakan upaya pemberdayaan penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam hal ini adalah eks penderita kusta. Program tersebut mulai dilaksanakan pada tahun 2004 berupa ternak kambing dan usaha simpan pinjam. Pada praktek lapangan I (PL I) yang telah dilaksanakan tanggal 9 sampai dengan 24 November 2004 berupa pemetaan sosial, kemudian dilanjutkan dengan praktek lapangan II (PL II) yang dilaksanakan tanggal 21 Februari sampai dengan 5 Maret 2005 berupa evaluasi kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat sudah teridentifikasi permasalahan-permasalahan dan potensi – potensi eks penderita kusta.

(30)

4 adalah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) khususnya usaha ternak kambing melalui kelompok-kelompok Keluarga Binaan Sosial (KBS). Pemberian bantuan modal kepada eks penderita kusta melalui KUBE sebesar Rp. 50.000.000,-

(lima puluh juta rupiah) dibagi untuk usaha ternak kambing sebesar Rp. Rp.28.530.000,- ( dua puluh delapan juta lima ratus tiga puluh ribu rupiah ),

dan simpan pinjam sebesar Rp. 21.470.000,- ( Dua puluh satu juta empat ratus tujuhpuluh ribu rupiah ).

Modal awal usaha ternak kambing gibas sebanyak 100 ekor untuk 5 (lima) kelompok, masing-masing kelompok 20 ekor. Dalam perkembangannya sampai tanggal 26 Februari 2005 (pada saat PL II dilaksanakan) menunjukkan pertambahan sebanyak 19 ekor kambing. Selanjutnya proses pengguliran diserahkan pada pengurus/pendamping yang terdiri dari tokoh masyarakat/agama/ketua RT sebagai muara kegiatan KUBE setelah anak kambing berumur enam bulan .

(31)

5 Guna menghindari kemacetan pengguliran semua komponen harus dapat menjalankan fungsinya masing-masing. Karakteristik anggota kelompok yang rentan terhadap sakit, kecacatan, kerjasama, tingkat kohesivitas, kepemimpinan, mekanisme kerja dan lembaga lokal seperti Nahdatul Ulama (NU), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) merupakan komponen yang perlu diperhitungkan, sehingga tujuan KUBE dapat tercapai. Dengan melihat kompleksitas permasalahan yang dialami oleh eks penderita kusta, maka kegiatan pemberdayaan komunitas eks penderita kusta melalui penguatan individu dan kelompok KBS - KUBE sangat penting karena :

A. Kepentingan eks penderita kusta

1. Program Kelompok Usaha Bersama di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban merupakan wahana/proses pembelajaran eks penderita kusta untuk belajar tidak menggantungkan diri kepada pihak lain.

2. Eks penderita kusta akan banyak belajar bagaimana mengenali dan memahami serta memanfaatkan kekuatan dan kelemahan yang mereka miliki.

3. Eks penderita kusta dapat mengembangkan potensi maupun sumber daya alam yang dimiliki.

4. Eks penderita kusta belajar bagaimana mengembangkan kelompok baik manajemen maupun organisasinya.

5. Untuk meningkatkan taraf penghidupan eks penderita kusta.

B. Kepentingan masyarakat di sekitar permukiman

1. Dengan keberhasilan eks penderita kusta mengembangkan Kelompok Usaha Bersama baik simpan pinjam maupun ternak kambing, masyarakat sekitar permukiman dapat membuka akses ekonomi seperti dapat membeli kambing maupun hasil pertanian dengan harga yang kompetetif. 2. Dengan keberhasilan eks penderita kusta mengembangkan Kelompok

(32)

6 beli tersebut masyarakat disekitar bisa menjual keperluan rumah tangga dengan lebih baik/meningkat.

C. Kepentingan Pemerintah Daerah

1. Mencegah timbulnya permasalahan sosial yang baru bagi eks penderita kusta yaitu menjadi gelandangan dan pengemis di jalan – jalan.

2. Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkaitan dengan masalah eks penderita kusta dapat berjalan dengan baik.

1.2. Perumusan Masalah

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembangunan kesejahteraan sosial mengupayakan meningkatnya taraf kesejahteraan sosial, terjaminnya setiap warga negara untuk memperoleh hak-haknya sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Dijelaskan pula dalam Keputusan Menteri Sosial RI No. 24/HUK/1996 tentang Sistem Kesejahteraan Sosial bahwa tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah tercapainya kondisi kesejahteraan sosial yang adil dan merata serta berjalannya suatu sistem kesejahteraan sosial yang mapan dan melembaga sebagai salah satu piranti kehidupan masyarakat Indonesia dalam upaya menjadi bangsa yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin. Pembangunan kesejahteraan sosial menekankan pada keberfungsian sosial manusia dalam kehidupan sosial kemasyarakatan (Suharto, 2004).

Perlu diakui bahwa pemerintah Indonesia telah banyak melakukan serangkaian upaya dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat. Masalahnya belum semua warga negara dapat tertangani dan terjangkau dalam pemenuhan kebutuhannya. Terutama bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang termasuk masyarakat marjinal, jumlah warga PMKS yang membutuhkan perhatian sebesar 24,5 juta jiwa salah satunya adalah eks penderita kusta.

(33)

7 penghidupan yang lebih baik. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Dusun Nganget terdiri dari lima kelompok masing-masing kelompok 10 orang. Adapun KBS-KUBE tersebut adalah (1) KBS-KUBE Sumber Makmur dengan modal awal 20 ekor, beranak tujuh ekor, mati tiga ekor dan hilang satu ekor, dijual 12 ekor, jumlah yang ada sekarang 11 ekor ; (2) KBS-KUBE Bangkit Mulia dengan modal awal 20 ekor beranak 28 ekor, mati tiga ekor, jumlah menjadi 45 ekor ; (3) KBS-KUBE Bina Usaha dengan modal awal 20 ekor beranak 10 ekor, mati lima ekor dan dijual dua ekor jumlah terakhir 23 ekor; (4) KBS-KUBE Barokah dengan modal awal 20 ekor beranak sembilan ekor, mati dua ekor, jumlah yang ada 27 ekor dan (5) KBS-KUBE Sumber Rejeki dengan modal awal 20 ekor, beranak delapan ekor, mati dua ekor, hilang tiga ekor dijual dua ekor, yang ada sekarang 21 ekor.

Dari modal awal usaha ternak kambing gibas sebanyak 100 ekor menunjukkan adanya perkembangan yang positif sebanyak 27 ekor kambing. Selanjutnya proses pengguliran diserahkan pada pengurus/pendamping yang terdiri dari tokoh masyarakat/agama/ketua Rukun Tetangga ditunjuk enam orang sebagai muara kegiatan KUBE setelah anak kambing berumur enam bulan . Setelah itu dimusyawarahkan antara anggota dan pendamping serta ditetapkan siapa yang dapat pengguliran berikutnya.

Perkembangan kambing sedikit banyak akan berpengaruh terhadap keberfungsian sosial eks penderita kusta. Pertama dengan berkembangnya kambing secara ekonomi akan meningkatkan pendapatan eks penderita kusta seperti adanya pembelian peralatan pertukangan kayu yang lebih baik (mesin) sehingga produksi meubel akan meningkat ini adalah hasil penjualan dari perkembangan kambing KUBE. Dengan adanya perkembangan kambing menambah semangat eks penderita kusta untuk saling bekerja sama dan bertukar pengalaman tentang pemeliharaan kambing dan menambah kepedulian sosial antar eks penderita kusta terhdapat sesama anggota kelompok KBS-KUBE maupun dengan masyarakat.

(34)

8 berkaitan dengan anggota kelompok adalah kurangnya keterampilan anggota kelompok dalam mengembangkan kelompoknya dan terbatasnya keterampilan produksi kambing. Kendala kelompok KBS-KUBE meliputi (1) aspek kelembagaan antara lain srtuktural dan kultural, secara struktural pengurus belum dapat menjalankan peranannya sedangkan secara kultural belum belum dipatuhinya peraturan dan norma dalam kelompok ; (2) aspek sosial yaitu belum terjalinnya kerjasama, kepedulian sosial antar anggota dalam kelompok dan anggota antar kelompok KBS-KUBE maupun kelompok dengan kelompok, serta kelompok dengan masyarakat ; (3) aspek ekonomi yaitu masih rendahnya tingkat pendapatan eks penderita kusta. Selain itu ada faktor (1) jejaring yaitu masih terbatasnya jejaring antar anggota dalam kelompok KBS-KUBE maupun antar kelompok KBS-KUBE ; (2) integrasi sosial yaitu belum terbentuk intergrasi sosial antar anggota dalam kelompok maupun antar kelompok KBS-KUBE ; (3) solidaritas sosial dalam kelompok masih lemah dan (4) kohesivitas sosial juga masih lemah.

Kelompok KBS-KUBE yang akan diteliti dipilih berdasarkan tingkat progresifitas. Pertama Kelompok KBS – KUBE yang progresif, kedua kelompok KBS – KUBE yang pasif. Indikator progresifitas dapat dilihat dari aspek sosial (motivasi berkelompok, peran masyarakat, partisipasi, rasa turut memiliki, kepedulian sosial, kerjasama antar anggota kelompok), aspek ekonomi (meningkatkan perekonomian anggota kelompok KBS-KUBE dan aspek kelembagaan yang meliputi struktur dan kultur (rapat/pertemuan anggota, kelengkapan organisasi, pembagian tugas, administrasi, pendelegasian wewenang, aturan tertulis, norma dan tata nilai). Adanya kedua kelompok yaitu progresif dan pasif yang akan dikaji ini sangat penting artinya karena akan diketahui faktor – faktor penyebab suatu kelompok itu progresif atau pasif. Dengan diketahui faktor-faktor penyebab tersebut akan dapat dijadikan wahana belajar bagi kelompok yang pasif sehingga kelompok tersebut akan bergerak kearah progresif/maju.

(35)

9 Dari gambaran latar belakang dan permasalahan di atas dapat dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pembentukan kelompok Keluarga Binaan Sosial (KBS) – Kelompok Usaha Bersama (KUBE) ?

2. Bagaimana masalah dan akar masalah pengembangan kelompok yang dihadapi oleh kelompok KBS – KUBE dikembangkan oleh eks penderita kusta ?

3. Bagaimana analisis dan evaluasi program-program pengembangan masyarakat melalui penguatan individu dan kelompok KBS–KUBE di Dusun Nganget ?

4. Bagaimana program penguatan individu dan kelompok KBS–KUBE seharusnya disusun sehingga komunitas eks penderita kusta dapat melaksanakan fungsi sosialnya ?

1.3. Tujuan

Secara umum tujuan kajian ini adalah merumuskan bagaimana strategi pemberdayaan komunitas eks penderita kusta melalui penguatan individu dan kelompok KBS – KUBE. Seperti diketahui bahwa perkembangan KBS-KUBE terletak pada kerjasama, kekuatan, manajemen kelompok dalam mengatur dan mengelola anggota kelompok untuk tetap mencapai tujuan dari kelompok tersebut. Tujuan umum tersebut dapat didukung dengan tujuan khusus yang lebih spesifik yaitu :

1. Mengkaji proses terjadinya kelompok Keluarga Binaan Sosial (KBS) – Kelompok Usaha Bersama (KUBE).

2. Menganalisis masalah dan akar masalah yang dihadapi kelompok KBS – KUBE dalam hal jejaring, solidaritas sosial, kohesivitas sosial dan integerasi sosial.

3. Menganalisis dan mengevaluasi program-program pengembangan penguatan kelompok KBS-KUBE di Dusun Nganget.

(36)

10 Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dicapai melalui penyusunan program secara partisipatif bersama masyarakat dengan metoda diskusi kelompok. Melalui diskusi kelompok dengan eks penderita kusta dapat diketahui, masalah dan akar masalah yang dihadapi oleh kelompok KBS - KUBE dan bagaimana strategi untuk memecahkan masalah tersebut sehingga KBS-KUBE dapat berkembang.

1.4. Kegunaan

1. Kegunaan praktis, sebagai bahan masukan mengenai kebijakan dan program secara partisipatif, bagi Departemen Sosial, Dinas Sosial serta instansi pendukung pembangunan kesejahteraan sosial secara lebih aplikatif.

2. Kegunaan akademis berupa pengayaan referensi tentang teori praktek pembangunan masyarakat secara partisipatif dan komprehensif.

(37)

11 II. TINJAUAN TEORITIS

2.1. Tinjauan tentang Kemiskinan

Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang, kelompok atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Dimensi kemiskinan dapat berupa keadaan melarat dan ketidakberuntungan, suatu keadaan minus (deprivation) dan bila dimasukan dalam konteks tertentu kemiskinan berkaitan dengan minimnya pendapatan dan harta, kelemahan fisik, isolasi, kerapuhan dan ketidakberdayaan (Chambers, 1996).

Iskandar (1993) mengutip dari Salim (1990) mengemukakan lima ciri-ciri mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan yaitu : pertama, umumnya keluarga miskin tidak memiliki faktor produksi seperti tanah, modal, ataupun keterampilan yang cukup sehingga untuk memperoleh pendapatan sangat terbatas; kedua, keluarga miskin tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri ; ketiga, tingkat pendidikan rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar, waktu mereka tersita habis untuk mencari nafkah dan mendapatkan tambahan penghasilan ; keempat, kebanyakan keluarga miskin tinggal di pedesaan tidak memiliki tanah dan kalaupun ada sangat kecil; kelima, keluarga miskin yang hidup di daerah kota masih berusia muda dan tidak didukung dengan keterampilan yang memadai.

Dalam perspektif pekerjaan sosial, (Huraerah, 2003,) orang miskin adalah orang yang mengalami disfungsi sosial, karena ia tidak dapat melakukan tugas-tugas pokoknya dengan baik. Studi tentang kemiskinan perlu mencakupi suatu asumsi dengan jangkauan luas ketika hal tersebut digunakan untuk memahami kelompok orang-orang miskin tertentu, yang tinggal di suatu daerah spesifik. Ini adalah berkaitan dengan fakta bahwa kemiskinan adalah suatu fenomena spesifik secara lokal dan mungkin saja merupakan suatu masalah yang kompleks yang dihadapi oleh komunitas tertentu (Alcock, 1997 dalam Dharmawan, 2000).

(38)

12 1. Orang-orang cacat mental, lebih mengarah pada orang –orang yang memiliki

perkembangan intelektual sangat lamban. Pada kondisi tertentu tidak mampu menangkap rangsangan (stimulus) seperti yang dilakukan orang pada umumnya.

2. Orang-orang cacat fisik, (disable persons) lebih mengarah pada orang-orang yang mengalami kesulitan memfungsikan fisiknya/tidak normal, oleh karena itu mereka tidak dapat secara penuh menikmati kehidupan yang lebih baik sebagaimana orang normal.

3. Orang – orang yang menderita penyakit kronis (chronically ill persons) lebih mengarah pada sebuah situasi yang menyebabkan orang-orang tidak mampu hidup secara normal setelah menderita penyakit kronis.

4. Lanjut usia (old people) lebih mengarah pada situasi yang menjadikan mereka dikelompokkan pada kelompok tidak produktif dan orang yang di dalam waktu dekat tidak mampu menghasilkan pendapat yang memadai. 5. Orang-orang dalam lingkungan miskin (people in poor area) lebih mengarah

pada orang – orang yang hidup di daerah kumuh. Lingkungan kumuh adalah bagian dari lingkungan alamiah.

6. Pengangguran permanen atau pengangguran sementara (temporarily permanently joblees people) mengarah pada orang-orang yang hidup tanpa memiliki pekerjaan dalam berbagai keadaan menjadikan hidup tidak aman sebagaimana mestinya.

7. Pekerja urban atau pekerja harian dari desa (rural or urban daily laborers) mengarah pada orang-orang yang umumnya bekerja di sektor ekonomi informal yang secara ekonomi sangat dibutuhkan.

8. Petani gurem (the peasants or smallholder), menunjuk pada orang yang memiliki lahan sempit sebagai sumber kehidupan utamanya.

9. Petani yang tidak memiliki tanah/penggarap ( the landless or tenants ) menunjuk pada orang-orang yang tidak memiliki tanah yang mendukung kepada sumber hidupnya, ini berarti kehidupan mereka dalam ketergantungan.

(39)

13 mereka yang bekerja pada sektor ekonomi desa yang memperoleh pendapatan minimum dan hanya bisa memenuhi kebutuhan minimumnya saja.

Menurut Hammer (1994) dan Spicker (1993) serta Weissberg (1999) bahwa eks penderita kusta di Dusun Nganget Desa Kedungjambe dapat dikategorikan sebagai lapisan miskin, karena berkesesuaian dengan ciri-ciri pada nomor tiga yaitu orang – orang yang menderita penyakit kronis (chronically ill persons) lebih mengarah pada sebuah situasi yang menyebabkan orang-orang tidak mampu hidup secara normal setelah menderita penyakit kronis. Artinya mereka tidak mampu hidup secara normal yaitu setelah sakit yang dideritanya ada kendala-kendala sosial dan psikologis yang mereka rasakan. Seperti adanya perasaan minder dan sulit diterima oleh masyarakat secara luas (isolasi sosial).

2.2. Tinjauan Tentang Pemberdayaan

Ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok masyarakat telah menjadi bahan diskusi dan wacana akademis yang cukup hangat pada dekade terakhir ini. Kelompok-kelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dalam suatu masyarakat, seperti masyarakat kelas sosial ekonomi rendah, kelompok minoritas etnis, wanita, populasi lanjut usia, serta para penyandang cacat, umumnya adalah orang-orang yang mengalami ketidakberdayaan (Kieffer, 1984; Tore, 1985) dalam Suharto (1997).

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata “power” (kekuasaan dan keberdayaan) dalam arti pemberian atau peningkatan kekuasaan (power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung (disadvantaged) seperti yang dikemukakan Ife (2002) “Empowerment aims to increase the power of disadvantaged”. Selanjutnya Torre dalam Parsons, Jorgensen (1994). Hernandes (1994) mengemukakan pengertian pemberdayaan sebagai berikut :

A process through which become strong to participate within, share in the control of and influence events and institutions affecting their lives, (and that in part) empowerment necessitates that people gain particular skill, knowledge and sufficient power to influence their lives those they care about.

(40)

14 situasi dan lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupan mereka. Pemberdayaan mengharuskan orang-orang untuk mendapatkan keterampilan, pengetahuan dan kekuatan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupan dan penghidupan mereka yang mereka perhatikan.

Menurut Ife (2002) pemberdayaan memuat dua pengertian kunci yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan disini diartikan bukan kekuasaan politik, melainkan kekuasaan atau penguasaan atas pilihan-pilihan personal dan kesempatan hidup, pendefinisian kebutuhan, ide atau gagasan, lembaga-lembaga, sumber-sumber, aktivitas ekonomi dan reproduksi. Sementara kelompok lemah atau tidak beruntung meliputi kelompok lemah secara struktural, kelompok lemah secara khusus dan kelompok lemah secara personal. Selain pengertian pemberdayaan, juga terdapat dimensi pemberdayaan seperti dikemukakan oleh Torre dalam Parsons, et.al (1994) yaitu :

1. A development procces that begins with individual growth and possibly culminates in larger sosial change.

2. A psychological state marked by heightened feelings of self esteem, efficacy and control.

3. Liberation resulting from a social movement, which begins with education and politization of powerless people and later involves collective attempt by the powerless o gain power and change those structure that remain oppressive..

Pemberdayaan memiliki tiga dimensi yaitu, (1) suatu proses pengembangan yang mengawali pertumbuhan individual dan membentuk kemungkinan dalam perubahan sosial yang lebih besar ; (2) kondisi psikologis yang ditandai dengan peningkatan perasaan harga diri, kemampuan diri dan pengontrolan diri ; (3) kebebasan sebagai hasil dari suatu pergerakan sosial yang dimulai dengan pendidikan dan pemolitikan orang yang tidak berdaya, melibatkan usaha kolektif dari mereka untuk mendapatkan daya dan mengubah struktur yang masih menekannya.

(41)

15 Makna pemberdayaan dikemukakan oleh Dharmawan (2000) , sebagai “a procces of having enough energy enabling people to expand their capabilities, to have greater bargaining power, to make their own decisions, and to more easily access to source of better living”. Pemahaman ini memberikan makna bahwa pemberdayaan berkaitan dengan upaya memperoleh posisi tawar yang lebih besar, serta kemudahan aksesibilitas kepada sumber kehidupan yang lebih baik. Berdasarkan pengertian tersebut , maka pemberdayaan mengandung makna (1) argumentation of choices ; (2) increases the degree of freedom ; (3) enhancing the ability to comman more economic resources ; dan (4) commanding more power at the grassroots level.

Sumaryadi (2005), menyebutkan tujuan pemberdayaan masyarakat pada dasarnya adalah : (1) membantu pengembangan manusiawi yang otentik dan integral dari masyarakat lemah, rentan, miskin, marjinal dan kaum kecil, seperti petani kecil, buruh tani, masyarakat miskin perkotaan, masyarakat adat yang terbelakang, kaum muda pencari kerja, kaum cacat dan kelompok wanita yang didiskrimir/dikesampingkan; (2) memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat tersebut secara sosio ekonomis sehingga mereka dapat lebih mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka, namun sanggup berperan dalam pengembangan masyarakat. Foy (1994) menggambarkan empat unsur utama pemberdayaan yang saling mengkait satu dengan lainnya. Pertama, pemberdayaan itu terfokus pada kinerja (performance focus). Masyarakat ingin melakukan pekerjaan baik. Organisasi yang memberdayakan membantu mereka untuk mendapatkannya. Kedua adalah real teams (Foy, 1994) Kinerja yang baik berasal dari tim yang baik. Ketiga, pemberdayaan membutuhkan visible leadership (Foy, 1994). Memberdayakan orang/masyarakat membutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai visi. Keempat, pemberdayaan membutuhkan komunikasi yang baik (good communication) (Foy, 1994).

(42)

16 Proses seperti ini diperlihatkan oleh Wilson (1996 ).

Sumber : Wilson, (1996 ).

Gambar 1 : Empowerment Process (taken from Wilson, 1996 )

Tahap pertama dari proses pemberdayaan individu adalah ‘awakening’ , yang membantu orang mengadakan penelitian terhadap situasi mereka saat ini, pekerjaan dan posisi mereka dalam organisasi. Tahap kedua dari proses pemberdayaan individu adalah ‘understanding’. Orang mendapat pemahaman dan persepsi baru yang sudah mereka dapat mengenai diri mereka sendiri, pekerjaan mereka, aspirasi mereka dan keadaan umum. Tahap ketiga proses pemberdayaan adalah ‘harnessing’, yang diakibatkan oleh awakening and understanding phases. Individu, yang sudah memperlihatkan ketrampilan dan sifat, harus memutuskan bagaimana mereka dapat menggunakannya bagi pemberdayaan. Tahap terakhir dari proses tersebut adalah menggunakan keterampilan dan kemampuan pemberdayaan sebagai bagian dari kehidupan kerja setiap hari.

Pemberdayaan komunitas berarti mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa sehingga komunitas memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya tanpa ada kesan bahwa pengembangan itu adalaH hasil kekuatan eksternal. Memberdayakan masyarakat berarti menempatkan masyarakat sebagai subyek dalam pengembangan komunitas. Masyarakat berdaya memiliki ciri (1) mampu memahami diri dan potensinya ; (2) mampu merencanakan/mengantisipasi kondisi perubahan ke depan, dan mengarahkan dirinya sendiri ; (3) memiliki kekuatan untuk berunding, bekerjasama secara saling menguntungkan dengan bargaining power yang memadai ; (4) bertanggungjawab atas tindakannya sendiri. (Sumardjo dan Saharrudin, 2003)

AWAKENING

USING

HARNESSING

(43)

17 2.3. Tinjauan Tentang Kelompok dan Dinamika Kelompok

Tidak ada definisi kelompok yang secara umum dapat diterima. Sebaliknya, dapat disajikan suatu jajaran pandangan yang telah ada, dan dari berbagai pandangan tersebut dapat dikembangkan suatu definisi bandingan tentang kelompok.

2.3.1. Kelompok Dalam Artian Persepsi

Banyak ahli ilmu perilaku berpendapat bahwa untuk dianggap sebagai suatu kelompok, anggota suatu kelompok harus mempersepsikan hubungan mereka terhadap yang lainnya. Sebagai contoh :

Suatu kelompok kecil didefinisikan sebagai orang-orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan tatap muka atau serangkaian pertemuan semacam itu, dimana setiap anggota menerima beberapa kesan atau persepsi yang cukup jelas tentang anggota lainnya sehingga ia dapat, pada saat itu atau bersoal jawab kemudian, memberikan reaksi satu sama lain sebagai seorang individu, meskipun hal itu mungkin hanya untuk mengingat bahwa yang lain hadir.

Pandangan ini menunjukkan bahwa anggota suatu kelompok harus mempersepsikan keberadaan (eksistensi), setiap anggota dan keberadaan kelompok itu sendiri.

2.3.2. Kelompok dalam Artian Organisasi

Para ahli Sosiologi memandang kelompok terutama dalam hubungannya dengan ciri-ciri keorganisasian. Misalnya menurut definisi sosiologi, kelompok ialah :

Suatu sistem yang diorganisasikan dari dua orang atau lebih yang saling berhubungan sehingga sistem tersebut melakukan berbagai fungsi, mempunyai seperangkat standar hubungan, peranan para anggotanya dan mempunyai seperangkat norma yang mengatur fungsi kelompok dan masing-masing anggotanya.

(44)

18 2.3.3. Kelompok dalam Artian Motivasi

Kelompok yang gagal membantu anggotanya memenuhi kebutuhannya akan mendapat kesulitan untuk melangsungkan hidupnya. Pandangan ini mendefinisikan kelompok sebagai :

Sekumpulan individu yang keberadaannya sebagai suatu kumpulan menguntungkan individu-individu.

2.3.4. Kelompok dalam Artian Interaksi

Para ahli teori mengasumsikan bahwa interaksi dalam bentuk saling ketergantungan adalah inti “kekelompokan”. Pandangan yang menekankan interaksi antar pribadi adalah :

Yang kita maksudkan dengan kelompok yaitu sejumlah orang yang berkomunikasi satu sama lain dan sering melampaui rentang waktu tertentu, serta jumlahnya cukup sedikit, sehingga setiap orang dapat berkomunikasi satu sama lain, tidak sebagai orang kedua, melalui orang lain, tetapi saling berhadapan.

Keempat pandangan tersebut penting, karena semuanya menunjukkan kepada gambaran penting tentang kelompok.

Johnson & Johnson (1987) dalam Sarwono (1997) mengidentifikasi sedikitnya tujuh jenis definisi kelompok yang penekanannya berbeda – beda yaitu :

1. Kumpulan individu yang saling berinteraksi ( Bonner, 1959; Stogdill, 1959). 2. Satuan (unit) sosial terdiri atas dua orang atau lebih yang melihat diri mereka

sendiri sebagai bagian dari kelompok itu (Bales, 1950;Smith, 1945).

3. Sekumpulan individu yang saling tergantung (Cartwright & Zander, 1968; friedler, 1967; Lewin, 1951).

4. Kumpulan individu yang bersama-sama bergabung untuk mencapai satu tujuan (Deutsch, 1959; Mills, 1967).

5. Kumpulan individu yang mencoba untuk memenuhi beberapa kebutuhan melalui penggabungan diri mereka (joint association) (Bass, 1960;Cattell, 1951).

6. Kumpulan individu yang interaksinya diatur (distrukturkan) oleh atau dengan seperangkat peran dan norma (McDavid & Harari, 1968; Sherif & Sherif, 1956).

(45)

19 Berdasarkan kumpulan berbagai definisi itu, Johnson & Johnson (1987) dalam Sarwono (1997) sendiri kemudian merumuskan definisinya sebagai berikut :

Sebuah kelompok adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to face interaction), yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing, menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama.

Soekanto (2002), membagi kelompok menjadi kelompok formal dan kelompok informal. Kelompok formal adalah kelompok yang keanggotaannya terbentuk menurut struktur resmi dan aturan yang dibuat dengan sengaja oleh anggotanya. Sebaliknya kelompok informal merupakan kelompok yang tidak memiliki struktur tertentu dan aturan dibuat secara tidak tegas. Berdasarkan pengertian tersebut maka terdapat aspek dalam kelompok yaitu persepsi, organisasi dan aspek motivasi seperti yang dijelaskan di atas.

Di dalam interaksi diantara anggota kelompok ada kekuatan atau pengaruh (Nitimihardjo dan Iskandar, 1993). Anggota kelompok yang berinteraksi secara tetap mempengaruhi dan dipengaruhi oleh anggota kelompok lainnya. Keberadaan kekuatan yang saling mempengaruhi menyebabkan anggota kelompok dapat mengajak orang lain untuk mencapai tujuan kelompok. Pencapaian tujuan kelompok dapat dilakukan dengan baik melalui koordinasi. Kepemimpinan didefinisikan sebagai penggunaan kekuatan untuk mencapai tujuan dan memelihara kelompok. Minat-minat yang bertentangan dan konflik tidak mungkin dapat diatur tanpa menggunakan kekuatan (kontrol). Tidak ada komunikasi tanpa pengaruh, yang berarti tidak ada komunikasi tanpa kekuatan. Dengan demikian kekuatan merupakan esensi bagi semua keberfungsian kelompok.

Pengertian dinamika kelompok dapat diartikan melalui asal katanya yaitu dinamika dan kelompok. Dinamika berarti tingkah laku warga yang satu secara langsung mempengaruhi warga yang lain secara timbal balik. Jadi, dinamika berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain secara timbal balik dan antara anggota dengan kelompok secara keseluruhan.

(46)

20 kelompok tersebut bersifat dinamis, artinya setiap kelompok yang bersangkutan dapat berubah.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dinamika kelompok berarti suatu kelompok yang teratur dari dua individu atau lebih yang mempunyai hubungan psikologis secara jelas antara anggota yang satu dengan yang lain. Dengan kata lain, antar anggota kelompok mempunyai hubungan psikologis yang berlangsung dalam situasi yang dialami secara bersama-sama.

Pengertian dinamika kelompok yang lain yaitu kekuatan-kekuatan di dalam kelompok yang menentukan perilaku kelompok dan perilaku segala anggota kelompok untuk mencapai tujuan. Pencapaian tujuan kelompok sangat ditentukan oleh tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh kelompok. Untuk dapat melakukan analisis dinamika kelompok, dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, diantaranya adalah pendekatan sosiologis dan pendekatan psikososial. Pendekatan psikososial seringkali dilakukan, karena dalam psikososial dilakukan kajian terhadap perilaku anggota kelompok dalam melaksanakan tugas atau kegiatan demi tercapainya tujuan kelompok.

Unsur – unsur dinamika kelompok menurut Ruth Benedict (1972) dalam Santosa (2004) adalah sebagai berikut :

1. Kohesi/persatuan

Dalam persoalan kohesi akan dilihat tingkah laku anggota dalam kelompok, seperti proses pengelompokan, intensitas anggota, arah pilahan, nilai kelompok.

2. Motif/dorongan

Persoalan motif ini berkisar pada interes anggota terhadap kehidupan kelompok, seperti kesatuan berkelompok, tujuan bersama, orientasi diri terhadap kelompok.

3. Struktur

Persoalan ini terlihat pada bentuk pengelompokan, bentuk hubungan, perbedaan, kedudukan antar anggota dan pembagian tugas.

4. Pimpinan

(47)

21 5. Perkembangan kelompok

Persoalan perkembangan kelompok dapat terlihat pada perubahan dalam kelompok, senangnya anggota kelompok dalam kelompok, perpecahan kelompok.

Unsur-unsur dinamika kelompok yang menjadi pertimbangan dalam kajian ini adalah motivasi berkelompok, Kepedulian sosial , rasa turut memiliki, kerjasama antar anggota kelompok, kontrol sosial.

2.4. Tinjauan Tentang Kelompok Sebagai Media Pemberdayaan

Salah satu pola pendekatan pemberdayaan yang belakangan ini mampu mengangkat mereka yang miskin agar menjadi berdaya dan berkembang adalah melalui media “kelompok”. Mereka diorganisir dalam wadah kelompok dan kelompok itu dimultifungsikan menjadi media pembelajaran anggota sekaligus proses tukar menukar informasi, pengetahuan dan sikap. Secara perlahan, kekuatan individu akan muncul menjadi kekuatan kelompok dan disitulah berlangsungnya proses penguatan atau pemberdayaan.

Melalui wadah kelompok, kreativitas masing-masing pihak (individu sebagai anggota kelompok) akan mewarnai kehidupan kelompok termasuk bagaimana mencari jawaban secara swadaya dan swadana terhadap persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Cara dan proses tersebut sudah tentu merupakan gambaran mulus dari proses pemberdayaan melalui pendekatan kelompok. Tokoh sosiologi-politik dari Universitas Gadjah Mada Prof. Sunyoto Usman berpendapat bahwa setidaknya ada tiga aspek yang lazim dikenal dalam proses pemberdayaan yakni : asistensi, fasilitasi, dan promosi. Pertama, apabila sejumlah kemampuan sudah dimiliki oleh kelompok yang dibina, maka bentuk yang lazim dilakukan adalah dengan assistance (misalnya dalam bentuk pelatihan, konsultasi atau asistensi teknis, dana, dan sejenisnya) dan kedua facilitation (kolaborasi kegiatan). Ketiga, apabila masyarakat binaan masih dikategorikan ke dalam bentuk masyarakat yang berkemampuan rendah, maka alternatif yang perlu dikembangkan adalah model promotion (bantuan pada bidang-bidang tertentu yang sangat dibutuhkan).

(48)

22 kelembagaan. Salah satu upaya membangkitkan inisiatif dan partisipasi masyarakat lokal dapat dilakukan dengan menggunakan medium kelompok. Pendekatan kelompok menurut Vitayala (1986) mempunyai kelebihan antara lain proses adopsi dapat dipercepat, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain. Selain itu seperti yang dikemukakan Gaetano Mosca bahwa “manusia mempunyai naluri untuk berkumpul dan berjuang dengan kumpulan manusia lainnya, sehingga individu ‘senasib’ saling berkumpul dalam suatu kelompok (Olson, 1975).

Dengan demikian kelompok dapat dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif, seperti yang dikemukakan Kurt Lewin bahwa lebih mudah untuk mengubah pola tingkah laku individu-individu yang terikat dalam satu kelompok daripada secara individual (Soekanto,1986). Lebih lanjut dipertegas oleh Achlis (1983) bahwa penggunaan kelompok merupakan mekanisme yang lebih baik daripada mekanisme-mekanisme lainnya dan bahwa kelompok memiliki kekuatan-kekuatan tertentu yang apabila digali dan dikembangkan atas nama dan kerjasama kelompok dapat merupakan sumber-sumber untuk penyembuhan dan pengembangan anggota-anggotanya.

Kelompok sebagai gambaran kehidupan berorganisasi suatu komunitas, merefleksikan dinamika tindakan kolektif warga dalam mengatasi masalah bersama, termasuk peningkatan pendapatan rumah tangga (safety net) di komunitas (Darmajanti, 2004). Karena itulah maka dalam kelompok akan terdapat kombinasi kepentingan individu dan kepentingan kolektif. Namun semua kelompok seperti yang dinyatakan Olson (1975) mempunyai tujuan melayani kepentingan kolektif anggotanya.

(49)

23 2.5. Tinjauan tentang Keberfungsian Sosial

Keberfungsian sosial mengacu kepada cara yang dilakukan orang dalam rangka melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhan. Hal ini dinyatakan Zastrow (1999) dalam Suharto (1997) sebagai berikut :

“Social functioning refers to the way individuals or collectivities (families, associations, communities, and so on) behave in order to carry out their life tasks and meet their needs” .

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa keberfungsian sosial merupakan suatu cara (the way) yang menggambarkan perilaku orang. Cara atau perilaku tersebut dilakukan oleh individu, keluarga, kelompok, organisasi, komunitas maupun masyarakat. Tujuannya untuk melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhan. Jadi keberfungsian sosial berkaitan dengan interaksi orang dengan lingkungan. Interaksi tersebut merupakan perwujudan dari pelaksanaan peranan sosial. Keberfungsian sosial menunjukkan kegiatan menampilkan beberapa peranan sosial yang seharusnya ditampilkan orang tersebut sesuai dengan status sosialnya. Penampilan peranan sosial dinilai oleh orang yang bersangkutan maupun masyarakat sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku. Keberfungsian sosial merupakan hasil atau produk aktivitas orang dalam berelasi dengan sekelilingnya. Keberfungsian sosial berkaitan dengan hasil interaksi orang dengan lingkungannya. Oleh karena itu Skidmore, et,al (1994) menggambarkan tiga dimensi keberfungsian sosial (social functioning triangl sebagai berikut :

Sumber : Skidmore, et, al (1994 )

Gambar 2 : Tiga Dimensi Keberfungsian Sosial

Sat

Feeling of self worth Social

(50)

24 Gambar di atas mengilustrasikan bahwa keberfungsian sosial dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu : (1) Kepuasan berperan dalam kehidupan (satisfaction with role in life) ; (2) Relasi positif dengan orang lain (Positive relationships with others), dan (3) Perasaan menyukai atau menghargai diri (feeling of self worth).

Dubois dan Miley (1992) menyatakan ada tiga klasifikasi keberfungsian sosial yaitu : (1) Keberfungsian sosial adaptif (adaptive social functioning); (2) Keberfungsian sosial rentan atau populasi yang berisiko (at risk populations), dan (3) Keberfungsian sosial tidak adaptif (maladaptive social functioning).

Tiga klasifikasi keberfungsian sosial dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Keberfungsian sosial adaptif menunjukkan adanya sistem yang mampu memanfaatkan sumber-sumber personal, interpersonal, dan institutional ketika dihadapkan pada kebutuhan, isu, maupun masalah. Sumber-sumber tersebut relatif tersedia di struktur sosial dan dapat diakses. Sistem tersebut mempunyai kemampuan untuk memecahkan.

2. Keberfungsian sosial rentan menggambarkan keberfungsian sosial yang dialami oleh populasi yang beresiko (at risk population). Dalam masyarakat terdapat populasi atau sistem sosial yang mempunyai resiko gagal berfungsi sosial. Sistem yang beresiko adalah sistem yang rentan (vulnerable) terhadap masalah keberfungsian, walaupun masalah tersebut belum dimunculkan dipermukaan (surface). Dengan kata lain, kondisi yang ada diperkirakan mempunyai dampak negatif terhadap keberfungsian sosial orang.

3. Keberfungsian tidak adaptif menunjukkan sistem yang mengalami ketidakmampuan beradaptasi (maladaptive). Pada sistem seperti ini, masalah menjadi begitu parah (exacerbated), karena kemampuan sistem berkurang atau sistem tidak mampu menjalankan fungsinya dan tidak mampu berinisiatif mengatasi perubahan. Dalam situasi seperti ini, sistem secara serius mengalami masalah, sehingga tidak mampu berfungsi sosial.

Gambar

Gambar 1 : Empowerment Process (taken from Wilson, 1996 )
Gambar  2 : Tiga Dimensi Keberfungsian Sosial
Gambar 3. Kerangka Konseptual Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta
Tabel 3. Performa Komunitas Dusun Nganget dan Komunitas Dusun Krajan Desa Kedungjambe Tahun 2005
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keberadaan batu menhir dengan tradisi yang masih hidup tersebut merupakan salah satu bukti bahwa sebelum masuknya pengaruh agama Hindu dan Budha di Kerajaan

Untuk latihan ini dipakai jalur slip, pada permukaan jalan khusus, yang terbuat dari Jalan Aspal biasa dengan dilapisi cat khusus/skitpen dan dibasahi menggunakan air

Berdasarkan posisi IE Matriks tersebut di atas, maka strategi yang dihasilkan oleh 8 (delapan) Fakultas S-1 (Strata 1) yaitu Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

untuk mengkaji komunikasi melalui media radio dan media cetak. Pada tahun 1960-1970 pendekatan ini banyak digunakan untuk mengkaji media televisi yang pada masa itu telah

Akan tetapi pada masa nimfa betina pada varitas IR 26 dan masa nimfa pada jantan pada vareitas IR-72 masih menunjukkan masa nimfa yang lebih panjang dibanding kontrol (Tabel 5),

Dari segi teoritis, model pembelajaran kooperatif tipe STAD memiliki keunggulan apabila diterapkan pada pembelajaran akuntansi dibandingkan model pembelajaran konvensional,

Kesimpulan bahwa Bahwa kinerja pegawai dalam pelayanan publik di Kecamatan Gu, yang dikaji melalui wawancara dan pengamatan langsung terhadap beberapa indikator dapat

Untuk potensi pengembangan produk pengganti tidak menunjukkan adanya dampak yang signifikan terhadap perkembangan bisnis Toko Fajar Baru, karena produk pengganti