• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUSUN NGANGET DESA KEDUNGJAMBE KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN

2. Usaha Simpan Pinjam

5.2.6. Evaluasi Kelompok KBS-KUBE

Dalam evaluasi program bantuan kesejahteraan sosial dalam hal ini Kelompok KBS-KUBE di permukiman eks penderita kusta yaitu mulai dari : (1) Proses Pembentukan kelompok; (2) Kepengurusan KUBE; (3) Pengguliran; (4) Administrasi, secara global sudah sesuai dengan perencanaan. Namun ada sedikit kebijakan dari masyarakat yang tidak sesuai dengan proses perencanaan, kebijakan itu atas kesepakatan warga eks penderita kusta. Adapun kebijakan tersebut adalah mengenai simpan pinjam. Sesuai dengan pedoman seharusnya yang memperoleh bantuan KUBE adalah lima kelompok atau 50 orang hasil seleksi yang dilakukan oleh tokoh masyarakat yang ditunjuk oleh Kepala Panti. Namun untuk usaha simpan pinjam diperuntukan bagi semua warga yang membutuhkan. Disinilah muncul bahwa dalam pelaksanaan di lapangan masyarakat mempunyai peranan dalam mengatur dan menentukan kebutuhannya sendiri.

Dalam hal pengawasan kegiatan Kelompok KBS - KUBE masyarakat hendaknya diberi kepercayaan yang lebih besar dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan seperti dibentuk kelompok bayangan yang akan menerima pengguliran atau masyarakat lainnya karena Kelompok KBS - KUBE ini untuk kesejahteraan

96 semua warga melalui sistem pengguliran tersebut. Ini akan memudahkan pihak panti atau Dinas Sosial dalam monitoring dan evaluasi. Seleksi adalah salah satu faktor yang sangat menentukan suatu program, bila seleksi tepat, maka satu keberhasilan sudah diraih. Seperti yang terjadi di permukiman eks penderita kusta, salah satu faktor yang menyebabkan terjadi kendala untuk pengguliran karena ketidakmampuan anggota KBS - KUBE baik dalam segi keterbatasan fisik atau secara ekonomi sulit untuk menggulirkan bantuan tersebut. Untuk program yang sifatnya pengguliran hendaknya dipilih/diseleksi orang yang mempunyai kemampuan secara fisik, mau dan mampu untuk mengkuti proses pengguliran tersebut. Untuk mereka yang benar-benar tidak mampu baik secara fisik maupun ekonomi hendaknya proses pertolongan bukan melalui proses pengguliran. Namun yang perlu dicermati lebih mendalam adalah kelemahan dan kendala program Kelompok Usaha Bersama itu sendiri dalam pelaksanaannya di Dusun Nganget Desa Kedungjambe yaitu terjadinya pembentukan kelompok adalah penunjukan dari Pengurus KUBE atas perintah Kepala Panti artinya bahwa masalah pembentukan kelompok masih bersifat top down. Sebelum bantuan modal usaha turun maka terlebih dahulu sudah dibentuk Kelompok KBS-KUBE. Karena yang berhak mengambil dana adalah masing-masing ketua kelompok. Dalam pelaksanaan kemudian yang berhak mengelola uang tersebut bukan masing-masing kelompok KBS – KUBE tapi setelah uang diambil semua diserahkan pada pengurus KUBE yang terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat untuk mengelolanya.

Dengan demikian kelompok KBS – KUBE tidak diberi otoritas untuk pengelolaan keuangan yang sebenarnya diperuntukan kepada kelompok, ini menyebabkan timbulnya sikap apatis pada masing-masing kelompok. Bila dikaitkan dengan konsep yang dikemukakan oleh Ife (2002) yang menyatakan bahwa pemberdayaan adalah pemberian kekuasaan kepada masyarakat yang lemah atau kurang beruntung, maka pada kelompok KBS-KUBE di Dusun Nganget tidak diberi kekuasaan untuk membentuk kelompoknya sendiri sesuai dengan kebutuhan, ide atau gagasan dari masing-masing anggota kelompok, sehingga kelompok KBS-KUBE tidak mempunyai semangat kelompok untuk mengembangkan kelompoknya. Akibatnya kelompok menjadi pasif dan hanya menunggu perintah atau petunjuk dari panti, dengan demikian kelompok akan sulit berkembang dan berkelanjutan.

97 Sesuai dengan teori keberfungsian sosial yang dikemukakan oleh Sukoco (1991) yang menyatakan (1) keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan melaksanakan peranan sosial, yaitu sebagai penampilan pelaksanaan peranan yang diharapkan sebagai anggota suatu kolektifitas; (2) keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan, yaitu mengacu pada cara-cara yang digunakan oleh individu, maupun kolektifitas dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka; (3) Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan permasalahan sosial yang dialaminya. Bahwa kelompok KBS-KUBE di Dusun Nganget belum menunjukan peningkatan keberfungsian anggota kelompok dapat dilihat bahwa pengurus kelompok belum mampu melaksanakan peranan-peranannya sesuai dengan status yang disandangnya, dengan program KUBE di Dusun Nganget justru banyak kambing yang dijual untuk memenuhi kebutuhannya hidupnya sehingga pengguliran tidak berjalan, dan kelompok yang dibentuk sebagai media pemecahan masalah juga tidak berjalan karena tidak pernah dilaksanakan pertemuan kelompok.

Untuk melihat kelemahan dan kelebihan kelompok KBS-KUBE di Dusun Nganget Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban maka dapat dicari perbandingan dengan KUBE yang lain. Adapun KUBE tersebut adalah KUBE Keluarga Muda Mandiri yang berada di Desa Cikeusal Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka, KUBE ini dipilih karena mempunyai persamaan yaitu sama-sama beternak kambing hanya di Kabupaten Majalengka di tambah dengan sapi. Bila ditelaah mengenai proses pembentukan kelompok pada kedua KUBE yaitu pada kelompok KBS-KUBE yang berada di Dusun Nganget proses pembentukan kelompok karena akan ada bantuan modal dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur. Pada KUBE KMM di Desa Cikeusal pada awalnya ada permasalahan yang dirasakan oleh warga desa setelah adanya berbagai pertemuan yang dilaksanakan di rumah Kepala Desa maka ada kesepakatan dari warga desa untuk mengajukan bantuan permodalan kepada Dinas Sosial Kabupaten Majalengka. Gayung bersambut maka oleh Dinas Sosial Kabupaten Majalengka ditindaklanjuti dengan pembentukan KUBE Keluarga Muda Mandiri (KUBE KMM). Nama dan pembentukan kelompok dilakukan oleh Kepala Desa Cikesual. (Anonymons, 2003).

Menyimak proses pembentukan kelompok kedua KUBE tersebut maka dapat dijelaskan bahwa pada KUBE KMM di Desa Cikesual proses pembentukan

98 kelompok berawal dari permasalahan dan kebutuhan yang dirasakan oleh warga desa tersebut baru kemudian kepala desa mencoba mencari program atau bantuan permodalan untuk menangani permasalahan sedangkan pada Kelompok KBS-KUBE di Dusun Nganget ada program dulu baru dibentuk kelompok, sehingga warga dusun kurang antusias dalam mengembangkan bantuan tersebut akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan baik dari aspek sosial, kelembagaan maupun ekonomi.

Dari ketiga program yang ada yaitu Pendidikan Taman Kanak – Kanak, kelompok KBS-KUBE yang ada di Dusun Nganget dan KUBE KMM di Desa Cikesual Kecamatan Talaga Kabupaten Majalengka dapat dikaji bahwa untuk keberlangsungan sebuah program pengembangan masyarakat maka (1) program pengembangan masyarakat harus disusun berdasarkan kebutuhan yang dirasakan oleh masyarakat ; (2) pemberian kekuasaan kepada masyarakat lokal untuk mengelola program itu sendiri berdasarkan potensi lokal yang dimilikinya. Dengan berbagai permasalahan yang ada khususnya kelompok KBS- KUBE yang berada di Dusun Nganget maka langkah–langkah untuk memperbaiki keadaan tersebut adalah dengan mengubah pola pikir anggota kelompok dari kebutuhan yang riil (real need) menjadi kebutuhan yang dirasakan (felt need). Dengan demikian maka program KUBE yang ada menjadi sangat dirasakan kalau itu memang benar-benar dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan bersama dan memenuhi dan meningkatkan kebutuhan keluarga serta dapat meningkatkan peranan eks penderita kusta dalam kelompok dan masyarakat.

99 VI. ANALISIS PEMBERDAYAAN KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA