• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2.8. Kerangka Konseptual

Pengembangan program pemberdayaan masyarakat didasarkan pada kenyataan bahwa setiap masyarakat memiliki potensi yang dapat digerakkan untuk mengatasi masalah kebutuhan mereka dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat. Agar masyarakat mau dan mampu untuk mengembangkan dan mendayagunakan berbagai potensi secara optimal, maka mereka perlu diberikan bimbingan, bantuan stimulan dan pemberian lainnya (Anonymons, 1998). Strategi pengembangan masyarakat dengan pendekatan pemberdayaan (empowerment) yang integral dan holistik dengan menempatkan komunitas sebagai subyek pembangunan. Pemberdayaan pada hakikatnya adalah pendelegasian tanggung jawab dan pembuatan keputusan kepada tingkat kewenangan yang paling rendah di dalam organisasi masyarakat.

Langkah-langkah penerapan strategi pemberdayaan komunitas dapat secara efektif dan efisien dilaksanakan melalui kelompok-kelompok yang ada dalam komunitas. Pemberdayaan kelompok merupakan upaya peningkatan kemandirian dan kemampuan kelompok agar mampu menjadi wahana peningkatan kesejahteraan anggota kelompok.

Salah satu pendekatan untuk mengembangkan dan membangun kemandirian masyarakat adalah pengembangan komunitas melalui pendekatan kelompok dalam bentuk kelompok usaha bersama (KUBE). Melalui kelompok proses adopsi terhadap upaya-upaya pembangunan dapat dipercepat melalui interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain (Vitalaya, 1996).

Untuk melihat suatu kelompok maka diperlukan analisis kelompok yang meliputi jejaring sosial, integrasi sosial, solidaritas sosial dan kohesivitas sosial. Keberadaan kelompok KBS-KUBE dalam suatu komunitas eks penderita kusta tidak berdiri sendiri melainkan banyak juga kelompok-kelompok lain dalam

32 komunitas. Untuk memahami masalah dan akar masalah kelompok KBS-KUBE maka diperlukan konsep-konsep jejaring sosial, integrasi sosial, solidaritas sosial dan kohesivitas sosial. Suatu komunitas pada dasarnya tidak akan bisa menyelesaikan permasalahannya sendiri tanpa bantuan pihak lain. Begitu juga dengan eks penderita kusta memerlukan pihak lain untuk membantu memecahkan permasalahan yang ada. Untuk memecahkan permasalahan tersebut diperlukan jejaring (network) antar lembaga secara kolaboratif yaitu suatu jejaring yang bersifat informal, transparan, menampilkan kesetaraan, mengandalkan komitmen, mensinergikan upaya dan mengembangkan kesadaran kritis serta berfungsi pula sebaga kontrol sosial. Dengan prinsip- prinsip tersebut jejaring akan mampu mengkombinasikan fungsi-fungsi yang diperlukan bagi penyelesaian masalah komunitas melalui pertukaran informasi, pengalaman dan pengetahuan serta penyediaan sumber daya di tingkat komunitas (Tonny, 2004).

Di dalam komunitas eks penderita kusta Dusun Nganget terdapat kelompok antara lain kelompok KBS-KUBE, kelompok Nahdatul Ulama (NU), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Agar kelompok – kelompok tersebut saling mendukung dan menguatkan integrasi sosial dapat mulai dengan melihat kelompok-kelompok tersebut sebagai komponen-komponen dari suatu sistem. Artinya perlu diciptakan adanya komunikasi antar kelompok agar mereka saling berinteraksi dan berhubungan untuk selanjutnya saling membutuhkan dan menciptakan komitmen mencapai tujuan yang sama (Nitimihardjo, 2003).

Suatu kelompok yang mempunyai tingkat kohesivitas tinggi adalah kelompok dimana anggota-anggotanya memiliki tingkat keterikatan pada kelompok cukup tinggi. Konsekuensi dari kohesivitas tinggi adalah para anggota akan tetap berada dalam kelompok bekerja bersama-sama mencapai tujuan kelompok. Hal tersebut dimungkinkan karena mereka memandang bahwa dengan tetap berada dalam kelompok dapat memperoleh apa yang mereka harapkan. Menurut Ivancevich (1977) faktor – faktor yang dapat meningkatkan kohesivitas kelompok adalah : kesepakatan anggota terhadap tujuan kelompok, tingkat keseringan berinteraksi, adanya keterikatan pribadi, adanya persaingan antar kelompok, adanya evaluasi yang menyenangkan dan adanya perlakuan antar anggota dalam kelompok sebagai manusia bukan sebagai mesin.

33 Suatu masyarakat memiliki tingkat integrasi sosial tinggi apabila masyarakat tersebut memiliki solidaritas sosial yang mencerminkan adanya ikatan sosial berupa kepercayaan bersama, cita-cita dan komitmen moral atau adanya saling hubungan dan ketergantungan fungsional yang mencerminkan adanya kesadaran kolektif (Nitimihardjo. 2003)

Pembentukan KUBE dengan jumlah anggota sepuluh orang dimaksudkan agar setiap anggota saling mengenal, kontak lebih sering yang pada gilirannya akan memperlancar pengelolaan KUBE. KUBE dimaksudkan untuk mewujudkan keberfungsian sosial para anggota KUBE dan keluarganya, yang meliputi meningkatnya kemampuan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup sehari- hari dan berubahnya sikap dan tingkah laku dalam mengatasi permasalahan- permasalahan yang dihadapi serta meningkatnya kemampuan dalam menjalankan peranan-peranan sosialnya dalam masyarakat serta meningkatkan rasa percaya diri.

Melalui kelompok, setiap anggota kelompok dapat saling berbagi pengalaman, saling berkomunikasi, saling mengenal, sehingga dapat menyelesaikan berbagai masalah dan kebutuhan yang dirasakan. Keberadaan usaha-usaha ekonomis produktif yang bersifat ekonomis dalam kelompok KUBE hanya sebagai sarana bukan sebagai tujuan. Banyak orang beranggapan bahwa aspek ekonomi atau UEP (Usaha Ekonomi Produksi) dalam KUBE sebagai tujuan dan sering dijadikan ukuran keberhasilan KUBE. Ini adalah suatu hal yang keliru (Anonymons, 2003).

Setelah dilaksanakan evaluasi terhadap Kelompok KBS-KUBE di Dusun Nganget maka ada permasalahan yang menyangkut aspek individu dan kelompok. Aspek individu berkaitan dengan terbatasnya keterampilan individu dalam berorganisasi, dan terbatasnya kemampuan individu dalam produksi kambing. Adapun secara kelompok meliputi keterbatasan berinteraksi antar anggota kelompok baik di dalam kelompok KBS-KUBE maupun di luar. Dengan adanya permasalahan tersebut maka diperlukan penguatan individu dan kelompok supaya eks penderita kusta dapat berdaya dan akhirnya dapat meningkatkan keberfungsian sosialnya.

33 Gambar 3. Kerangka Konseptual Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta

Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Sosial Psikologi Ekonomi Solusi Melalui KUBE Evaluasi KUBE Permasalahan - Kelompok - Individu Keberfungsian sosial meningkat Sosial – Organisasi Kelembagaan KBS -KUBE Ekonomi Produksi Kelompok Individu Keberfungsian sosial tercapai

Ideal Permasalahan Gagasan pemecahan masalah

Masalah Eks Penderita

35 2.9. Definisi Konseptual

1. Masalah eks penderita kusta adalah sesuatu yang dirasakan oleh eks penderita kusta sebagai yang tidak mengenakan baik masalah sosial, psikologi maupun ekonomi.

2. Masalah sosial eks penderita kusta adalah masalah yang berkaitan dengan belum bisa diterima sepenuhnya eks penderita kusta dalam kehidupan masyarakat di luar komunitasnya.

3. Masalah psikologi eks penderita kusta adalah masalah yang berkaitan dengan rasa minder dan kurang percaya diri yang dialami oleh eks penderita kusta.

4. Masalah ekonomi eks penderita kusta adalah masalah yang berkaitan dengan rendahnya tingkat pendapatan anggota kelompok KBS-KUBE.

5. KBS-KUBE adalah penerima bantuan stimulan program Bantuan Kesejahteraan Sosial yang tergabung dalam Kelompok Usaha Bersama.

6. Kelompok Usaha Bersama adalah suatu program yang dilaksanakan oleh Departemen sosial untuk mengatasi permasalahan sosial, psikologi dan ekonomi eks penderita kusta dalam bentuk kelompok.

7. Sosial – Organisasi adalah bentuk interaksi sosial yang dialami oleh antar anggota dalam suatu kelompok sebagai sebuah organisasi.

8. Ekonomi produksi adalah jumlah produksi kambing yang dihasilkan oleh eks penderita kusta sebagai anggota KBS-KUBE.

9. Kelembagaan KBS – KUBE adalah berkaitan dengan struktur dan kultur kelompok KBS-KUBE (infra sturktur KBS-KUBE).

10. Kelompok adalah kelompok sebagai organisasi kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama.

11. Individu adalah anggota kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama.

12. Keberfungsian sosial adalah berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup ditandai dengan meningkatnya kualitas pangan dan kesehatan, mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi baik permasalahan kelompok, keluarga dan lingkungan sosialnya ditandai dengan minimnya perselisihan yang mungkin timbul , menampilkan peranan-peranan sosialnya ditandai dengan semakin meningkatnya kepedulian sosial.

36 III. METODOLOGI KAJIAN