• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

2.4. Tinjauan Tentang Kelompok Sebagai Media Pemberdayaan

Salah satu pola pendekatan pemberdayaan yang belakangan ini mampu mengangkat mereka yang miskin agar menjadi berdaya dan berkembang adalah melalui media “kelompok”. Mereka diorganisir dalam wadah kelompok dan kelompok itu dimultifungsikan menjadi media pembelajaran anggota sekaligus proses tukar menukar informasi, pengetahuan dan sikap. Secara perlahan, kekuatan individu akan muncul menjadi kekuatan kelompok dan disitulah berlangsungnya proses penguatan atau pemberdayaan.

Melalui wadah kelompok, kreativitas masing-masing pihak (individu sebagai anggota kelompok) akan mewarnai kehidupan kelompok termasuk bagaimana mencari jawaban secara swadaya dan swadana terhadap persoalan-persoalan yang mereka hadapi. Cara dan proses tersebut sudah tentu merupakan gambaran mulus dari proses pemberdayaan melalui pendekatan kelompok. Tokoh sosiologi-politik dari Universitas Gadjah Mada Prof. Sunyoto Usman berpendapat bahwa setidaknya ada tiga aspek yang lazim dikenal dalam proses pemberdayaan yakni : asistensi, fasilitasi, dan promosi. Pertama, apabila sejumlah kemampuan sudah dimiliki oleh kelompok yang dibina, maka bentuk yang lazim dilakukan adalah dengan assistance (misalnya dalam bentuk pelatihan, konsultasi atau asistensi teknis, dana, dan sejenisnya) dan kedua facilitation (kolaborasi kegiatan). Ketiga, apabila masyarakat binaan masih dikategorikan ke dalam bentuk masyarakat yang berkemampuan rendah, maka alternatif yang perlu dikembangkan adalah model promotion (bantuan pada bidang-bidang tertentu yang sangat dibutuhkan).

Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan secara bertahap dari tingkat individu, keluarga, kelompok, komunitas sampai pada tingkat institusi atau

22 kelembagaan. Salah satu upaya membangkitkan inisiatif dan partisipasi masyarakat lokal dapat dilakukan dengan menggunakan medium kelompok. Pendekatan kelompok menurut Vitayala (1986) mempunyai kelebihan antara lain proses adopsi dapat dipercepat, karena adanya interaksi sesama anggota kelompok dalam bentuk saling mempengaruhi satu sama lain. Selain itu seperti yang dikemukakan Gaetano Mosca bahwa “manusia mempunyai naluri untuk berkumpul dan berjuang dengan kumpulan manusia lainnya, sehingga individu ‘senasib’ saling berkumpul dalam suatu kelompok (Olson, 1975).

Dengan demikian kelompok dapat dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif, seperti yang dikemukakan Kurt Lewin bahwa lebih mudah untuk mengubah pola tingkah laku individu-individu yang terikat dalam satu kelompok daripada secara individual (Soekanto,1986). Lebih lanjut dipertegas oleh Achlis (1983) bahwa penggunaan kelompok merupakan mekanisme yang lebih baik daripada mekanisme-mekanisme lainnya dan bahwa kelompok memiliki kekuatan-kekuatan tertentu yang apabila digali dan dikembangkan atas nama dan kerjasama kelompok dapat merupakan sumber-sumber untuk penyembuhan dan pengembangan anggota-anggotanya.

Kelompok sebagai gambaran kehidupan berorganisasi suatu komunitas, merefleksikan dinamika tindakan kolektif warga dalam mengatasi masalah bersama, termasuk peningkatan pendapatan rumah tangga (safety net) di komunitas (Darmajanti, 2004). Karena itulah maka dalam kelompok akan terdapat kombinasi kepentingan individu dan kepentingan kolektif. Namun semua kelompok seperti yang dinyatakan Olson (1975) mempunyai tujuan melayani kepentingan kolektif anggotanya.

Dalam pemberdayaan masyarakat, penguatan kelompok berarti akan mencakup pola relasi, interaksi sosial dan identifikasi yang didasari oleh tumbuhnya kepercayaan, kerjasama dan membangun jejaring kerja. Lebih lanjut Achlis (1983) mengemukakan bahwa proses kelompok merupakan sumber bagi pemberdayaan anggota-anggotanya melalui : (1) Dukungan kelompok (group support); (2) Pengawasan kelompok (group control); (3) Pengakuan (rekognetion); (4) Generalisasi dan (5) Integrasi.

23 2.5. Tinjauan tentang Keberfungsian Sosial

Keberfungsian sosial mengacu kepada cara yang dilakukan orang dalam rangka melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhan. Hal ini dinyatakan Zastrow (1999) dalam Suharto (1997) sebagai berikut :

“Social functioning refers to the way individuals or collectivities (families, associations, communities, and so on) behave in order to carry out their life tasks and meet their needs” .

Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa keberfungsian sosial merupakan suatu cara (the way) yang menggambarkan perilaku orang. Cara atau perilaku tersebut dilakukan oleh individu, keluarga, kelompok, organisasi, komunitas maupun masyarakat. Tujuannya untuk melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhan. Jadi keberfungsian sosial berkaitan dengan interaksi orang dengan lingkungan. Interaksi tersebut merupakan perwujudan dari pelaksanaan peranan sosial. Keberfungsian sosial menunjukkan kegiatan menampilkan beberapa peranan sosial yang seharusnya ditampilkan orang tersebut sesuai dengan status sosialnya. Penampilan peranan sosial dinilai oleh orang yang bersangkutan maupun masyarakat sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku. Keberfungsian sosial merupakan hasil atau produk aktivitas orang dalam berelasi dengan sekelilingnya. Keberfungsian sosial berkaitan dengan hasil interaksi orang dengan lingkungannya. Oleh karena itu Skidmore, et,al (1994) menggambarkan tiga dimensi keberfungsian sosial (social functioning triangl sebagai berikut :

Sumber : Skidmore, et, al (1994 )

Gambar 2 : Tiga Dimensi Keberfungsian Sosial Sat isfa ctio n w ith role s in life P os itive s r ela tio ns hip s w ith o th ers Feeling of self worth

Social Sat isfa ctio n w ith role s in life P os itive s r ela tio ns hip s w ith o th ers Feeling of self worth

24 Gambar di atas mengilustrasikan bahwa keberfungsian sosial dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu : (1) Kepuasan berperan dalam kehidupan (satisfaction with role in life) ; (2) Relasi positif dengan orang lain (Positive relationships with others), dan (3) Perasaan menyukai atau menghargai diri (feeling of self worth). Dubois dan Miley (1992) menyatakan ada tiga klasifikasi keberfungsian sosial yaitu : (1) Keberfungsian sosial adaptif (adaptive social functioning); (2) Keberfungsian sosial rentan atau populasi yang berisiko (at risk populations), dan (3) Keberfungsian sosial tidak adaptif (maladaptive social functioning).

Tiga klasifikasi keberfungsian sosial dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Keberfungsian sosial adaptif menunjukkan adanya sistem yang mampu memanfaatkan sumber-sumber personal, interpersonal, dan institutional ketika dihadapkan pada kebutuhan, isu, maupun masalah. Sumber-sumber tersebut relatif tersedia di struktur sosial dan dapat diakses. Sistem tersebut mempunyai kemampuan untuk memecahkan.

2. Keberfungsian sosial rentan menggambarkan keberfungsian sosial yang dialami oleh populasi yang beresiko (at risk population). Dalam masyarakat terdapat populasi atau sistem sosial yang mempunyai resiko gagal berfungsi sosial. Sistem yang beresiko adalah sistem yang rentan (vulnerable) terhadap masalah keberfungsian, walaupun masalah tersebut belum dimunculkan dipermukaan (surface). Dengan kata lain, kondisi yang ada diperkirakan mempunyai dampak negatif terhadap keberfungsian sosial orang.

3. Keberfungsian tidak adaptif menunjukkan sistem yang mengalami ketidakmampuan beradaptasi (maladaptive). Pada sistem seperti ini, masalah menjadi begitu parah (exacerbated), karena kemampuan sistem berkurang atau sistem tidak mampu menjalankan fungsinya dan tidak mampu berinisiatif mengatasi perubahan. Dalam situasi seperti ini, sistem secara serius mengalami masalah, sehingga tidak mampu berfungsi sosial.

Selanjutnya Dubois dan Milley (1992) menyatakan bahwa keberfungsian sosial berhubungan dengan pemenuhan tanggung jawab seseorang kepada masyarakat secara umum, terhadap mereka yang berada di lingkungan yang terdekat dan terhadap diri sendiri. Tanggungjawab tersebut termasuk

25 pemenuhan kebutuhan dasar manusia, bagi mereka yang tergantung kepada seseorang dan memberikan kontribusi kepada masyarakat.

Kebutuhan manusia yang dimaksud terdiri dari aspek fisik (pangan, tempat tinggal, keamanan, perawatan kesehatan, dan perlindungan) ; pemenuhan kebutuhan personal (pendidikan, rekreasi, nilai-nilai, estetika, agama) ; kebutuhan-kebutuhan emosional (rasa memiliki, saling peduli dan persahabatan) ; serta konsep diri yang memadai (percaya diri, harga diri dan identitas).

Siporin (1975 ) mengemukakan bahwa :

Social functioning, refers to the way individuals or collectivities (families, associations, communities, and so on) behave in order to carry out their life tasks and meet their needs, because people function in term of their social role, social functioning. “Designates those activities considered essential for the perfomance of the several roles which each individual, by virtue of this membership in social group, is called upon to carry out”. Keberfungsian sosial berhubungan dengan cara-cara berperilaku invidu-individu dan kolektif-kolektif (keluarga, perkumpulan, masyarakat dan sebagainya) dalam rangka melaksanakan tugas kehidupan dan memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu orang-orang berfungsi dalam kaitannya dengan peranan-peranan sosial mereka, maka keberungsian sosial merupakan kegiatan-kegiatan yang dianggap penting untuk menampilkan peranan yang harus dilaksanakan karena keanggotaannya dalam kelompok sosial. Dengan demikian, keberfungsian sosial menggambarkan pertukaran yang seimbang, cocok, tepat dan adaptasi timbal balik diantara orang-orang, individu atau kolektif dengan lingkungannya baik dilakukan secara individu maupun secara kolektif atau kelompok.

Suatu kelompok dikatakan memiliki keberfungsian sosial apabila : sejumlah anggotanya telah mencapai kesepakatan untuk mencapai tujuan bersama; transmisi gagasan-gagasan sesama anggota berlangsung transparan dan tidak kabur; individu-individu saling menolong atas dasar kesetaraan untuk memenuhi kebutuhan mereka; aktivitas-aktivitasnya didukung berdasarkan prinsip-prinsip hidup kesetiakawanan sosial dengan mendayagunakan sumber dan kesempatan yang tersedia; pengaruh luar yang negatif yang menyebabkan disorganisasi, secara efektif mampu diwaspadai dan ditangani hingga minimal.

Menurut Sukoco (1991) keberfungsian sosial dapat dipandang dari berbagai segi yaitu:

26 1. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan melaksanakan

peranan sosial, yaitu sebagai penampilan pelaksanaan peranan yang diharapkan sebagai anggota suatu kolektifitas.

2. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memenuhi kebutuhan, yaitu mengacu pada cara-cara yang digunakan oleh individu, maupun kolektifitas dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka.

3. Keberfungsian sosial dipandang sebagai kemampuan untuk memecahkan permasalahan sosial yang dialaminya.

Keberfungsian sosial mempunyai arti dan makna yang banyak sesuai dengan dengan pendapat beberapa ahli. Dalam kajian ini yang dimaksud dengan keberfungsian sosial yaitu interaksi eks penderita kusta yang tergabung dalam kelompok Keluarga Binaan Sosial - Kelompok Usaha Bersama dalam (1) menampilkan peranan sosial sesuai dengan status yang dimiliki seperti sebagai anggota, pengurus bagaimana peranannya dalam kelompok maupun lingkungannya; (2) meningkatkan kemampuan anggota kelompok di dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup sehari-hari, ditandai dengan meningkatnya pendapatnya keluarga dan kesehatan; (3) meningkatnya kemampuan anggota kelompok dalam mengatasi permasalahan sosial yang ada baik dalam keluarga, kelompok maupun lingkungan sosialnya yang ditandai dengan adanya kebersamaan dari kesepakatan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga, kelompok dan lingkungan sosialnya.