• Tidak ada hasil yang ditemukan

MELALUI PENGUATAN INDIVIDU DAN KELOMPOK KBS KUBE

6.5. Analisis Kekompakan (Compactness) kelompok KBS-KUBE.

6.5.4. Kohesivitas Sosial Komunitas Eks Penderita Kusta.

Sigmund Freud berpendapat bahwa dalam setiap kelompok perlu adanya cohesiveness / kesatuan kelompok, agar kelompok tersebut dapat bertahan lama dan berkembang. Selanjutnya kesatuan kelompok hanya dapat diwujudkan apabila tiap-tiap kelompok melaksanakan identifikasi bersama antara anggota satu dengan yang lain.

Kohesivitas sosial komunitas eks penderita kusta dapat dianalisis melalui tiga hal yaitu (1) kohesivitas sosial intra kelompok KBS-KUBE ; (3) kohesivitas antara kelompok KBS-KUBE ; dan kohesivitas komunitas eks penderita kusta. Adapun kohesivitas sosial tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

135 1. Kohesivitas Sosial Intra Kelompok KBS – KUBE

Kohesivitas sosial intra kelompok KBS-KUBE baik kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia dan Sumber Makmur sama – sama belum mempunyai kesatuan yang kuat ini disebabkan karena antar anggota kelompok tidak mempunyai saling ketergantungan satu sama lain, mereka tanpa kelompokpun bisa memelihara kambing dan memecahkan permasalahan keluarga bisa melalui tetangga ataupun orang lain di luar kelompok KBS - KUBE. Kelompok – kelompok tersebut tidak mempunyai aturan dan norma, simbol yang menyatukan antar anggota kelompok. Tujuan kelompok tidak dirumuskan dan dibuat bersama bahkan kelompok tersebut tidak mempunyai tujuan kecuali hanya tujuan-tujuan masing-masing anggota kelompok yaitu memelihara kambing secara pribadi dan cepat menggulirkan itu yang terjadi pada kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia sedangkan kelompok KBS-KUBE Sumber Makmur cenderun dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan mengobati penyakit yang dialaminya.

Faktor-faktor yang menghambat kohesivitas sosial intra kelompok yaitu antar anggota kelompok tidak mempunyai rasa saling ketergantungan, kelompok belum bisa memberi manfaat bagi anggota dan anggota merasa tidak dibutuhkan dalam kelompok. Faktor-faktor yang mendukung yaitu masing- masing anggota kelompok bertempat tinggal berdekatan satu sama lain dan mempunyai permasalahan yang homogen pada pemeliharaan kambing dan permasalahan sosial serta ekonomi.

2. Kohesivitas Sosial Antar Kelompok KBS – KUBE

Kohesivitas sosial antar kelompok KBS-KUBE yang terjadi di komunitas eks penderita kusta adalah mempunyai tingkat kohesivitas yang rendah ini ditandai dengan tidak ada hubungan yang mengikat antara kelompok- kelompok KBS-KUBE yang ada seperti pertemuan rutin atau acara yang bersifat kebersamaan yang tumbuh dari inisiatif kelompok. Pertemuan yang terjadi selama ini atas inisitaif koordinator KUBE atau Kepala Panti dengan munculnya berbagai permasalahan yang ada seperti banyak kambing yang dijual atau mati maka seluruh anggota kelompok dipanggil di panti untuk mengadakan rapat guna menyelesaikan permasalahan tersebut sehabis itu sudah tidak mempunyai ikatan atau hubungan lagi.

136 Faktor – faktor yang mendukung kohensivitas kelompok KBS-KUBE adalah adanya srtuktur organisasi yang mengikat semua komponen yang ada. Dan struktur tersebut ada pada koordinator KUBE sekaligus sebagai pegawai panti. Disamping hal tersebut masih ada sifat kepatuhan anggota kelompok KBS-KUBE terhadap panti. Faktor-faktor yang menghambat kohesivitas kelompok KBS-KUBE tempat tinggal yang berjauhan antar kelompok, tidak mempunyai tujuan di tingkat pengurus KUBE, tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk mengembangkan KUBE, karena mereka berpikir tidak mendapat apa-apa di dalam kelompok.

3. Kohesivitas Sosial Komunitas Eks Penderita Kusta

Kohesivitas sosial komunitas eks penderita kusta terjadi bila mereka mempunyai keinginan komunitas seperti ingin mempertahankan tanah pertanian yang selama ini sudah dikerjakan selama bertahun-tahun atau menginginkan sesuatu dari pemerintah misalnya adanya listrik masuk Dusun Nganget atau pembuatan jalan dan sebagainya. Namun secara formal komunitas eks penderita kusta tidak mempunyai organisasi yang menyatukan anggota komunitas. Faktor – faktor yang mendukung kohesivitas komunitas adalah adanya perasaan senasib yang begitu kuat diantara anggota komunitas sedangkan faktor – faktor yang menghambat adalah banyaknya kelompok – kelompok dalam komunitas seperti diuraikan di atas.

Menyimak dan menelaah penjelasan di atas bahwa pemberdayaan komunitas eks penderita dapat dikaitkan dengan pendapat Foy (1994) menggambarkan empat unsur utama pemberdayaan yang saling mengkait satu dengan lainnya. Pertama, pemberdayaan itu terfokus pada kinerja (performance focus). Masyarakat ingin melakukan pekerjaan baik. Organisasi yang memberdayakan membantu mereka untuk mendapatkannya. Kedua adalah real teams (Foy, 1994) Kinerja yang baik berasal dari tim yang baik. Ketiga, pemberdayaan membutuhkan visible leadership (Foy, 1994). Memberdayakan orang/masyarakat membutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai visi. Keempat, pemberdayaan membutuhkan komunikasi yang baik (good communication) (Foy, 1994). Organisasi kelompok KBS-KUBE merupakan wadah yang tepat untuk memberdayakan eks penderita kusta . Dengan organisasi kelompok KBS- KUBE yang baik akan dapat membantu memberdayakan eks penderita kusta ditunjang dengan komunikasi dan seorang pemimpin yang mempunyai visi.

137 6.6. Analisis Tipe Kelompok KBS – KUBE

Tipe kelompok KBS – KUBE dipelajari berdasarkan dinamika yang terjadi dalam kelompok-kelompok tersebut. Tipe kelompok-kelompok KBS-KUBE ini dapat dilihat dari berbagai apek seperti aspek kelembagaan yang meliputi strukturak dan kulturan, aspek sosial dan aspek ekonomi. Hasil analisis tipe kelompok ini dapat dijelaskan sebagaimana dalam tabel 16.

Tabel 16 . Tipe kelompok KBS – KUBE di Dusun Nganget Tahun 2005.

Aspek yang diamati Kelompok KBS - KUBE

Bangkit Mulia Sumber Makmur 1. Kelembagaan

a. Struktural

b. Kultural

¾ Struktur organisasi ada tetapi masing-masing belum berfungsi.

¾ Pola pengambilan

keputusan semua dilakukan oleh ketua RT.

¾ Komunikasi antar anggota KBS-KUBE melalui aktifitas mengembala kambing. ¾ Ketua RT aktif memonitor

perkembangan kambing. ¾ Ikatan psikologis dengan

panti kuat.

¾ Perempuan tidak dilibatkan dalam kepengurusan kelompok KBS-KUBE.

¾ Buku perkembangan kelompok ada, tapi tidak pernah dipergunakan untuk mencatat perkembangan kelompok.

¾ Aturan dibuat secara tidak tertulis

¾ Kerjasama dilakukan tanpa pamrih

¾ Pengguliran berjalan lancar

¾ Struktur organisasi ada tetapi masing-masing belum berfungsi ¾ Anggota mengambil

keputusan sendiri- sendiri, Pak RT tidak aktif.

¾ Komunikasi antar anggota KBS-KUBE pengajian / tahlilan. ¾ Ketua RT kurang aktif

memonitor perkembangan kambing. ¾ Ikatan psikologis berdasarkan keaagaamaan ¾ Perempuan tidak dilibatkan dalam kepengurusan kelompok KBS-KUBE. ¾ Buku perkembangan kelompok ada, tapi tidak digunakan untuk

mencatat perkembangan kelompok.

¾ Aturan dibuat secara tidak tertulis

¾ Kerjasama dilaksanakan dengan imbalan/upah ¾ Pengguliran mengalami

138 ¾ Waktu pengembalaan dan

pemberian makanan tambahan ajeg

¾ Kepatuhan pada ketua RT tinggi

¾ Tingkat solidaritas sesama anggota ditunjukkan dengan menolong anggota yang lain yang tidak bisa

mengembala kambing. ¾ Terdiri dari berbagai paham

idiologi (NU dan LDII).

¾ Waktu pengembalaan dan pemberian makanan tambahan tidak ajeg ¾ Kepatuhan pada ketua

RT rendah

¾ Tingkat solidaritas sesama anggota belum nampak.

¾ satu paham idiologi yaitu NU.

2. Aspek Sosial ¾ Motivasi kelompok mulai tumbuh

¾ Peran masyarakat melalui ketetanggaan

¾ Interaksi dalam kelompok melalui pengembalaan kambing secara bersama ¾ Mulai tumbuh kepedulian

sosial dalam kelompok. ¾ Sudah melahirkan

kelompok KBS-KUBE baru ¾ Ada rasa memiliki

¾ Motivasi kelompok belum tumbuh ¾ Peran masyarakat melalui lembaga keagamaan ¾ Interaksi dalam kelompok melalui pengajian ¾ Belum tumbuh

kepedulian sosial dalam kelompok

¾ Belum melahirkan kelompok KBS-KUBE baru

¾ Belum ada rasa memiliki 3. Aspek Ekonomi ¾ Bantuan kambing

berkembang.

¾ Pendapatan anggota KBS- KUBE 50 % antara ( Rp. 301.000 – Rp. 600.000).

¾ Bantuan kambing dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup. ¾ Pendapat anggota KBS- KUBE 70 % antara (Rp. 100.000 – Rp. 300.000) 4. Tipe kelompok KBS-KUBE

Tipe kelompok KBS-KUBE Bangkit mulia lebih progresif daripada KBS-KUBE Sumber Makmur.

Sumber : Hasil wawancara dengan anggota KBS-KUBE

Analisis tipe kelompok KBS – KUBE yang berada di permukiman eks penderita kusta secara umum hampir sama namun ada beberapa hal yang menunjukkan perbedaan. KBS – KUBE Bangkit Mulia bila dilihat dari aspek kelembagaan yaitu secara struktur pengambilan keputusan berada ditangan ketua RT dengan gaya

139 kepemimpinan semi otoriter, dan secara psikogis mempunyai ikatan yang kuat dengan panti ini disebabkan mereka sebelumnya mendapat pelayanan dari panti dan masih banyak keluarga (suami, istri, atau orang tua) yang sampai sekarang dirawat dalam panti. Secara kultur kerjasama masih dilandasi dengan semangat kegotongroyongan tanpa pamrih dan dalam pekerjaan khususnya mengembala kambing keluarga ikut bertanggungjawab artinya ada pembagian kerja yang baik antara laki-laki dan perempuan.

Bila ditinjau dari aspek sosial maka kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia peran masyarakat dalam mendukung program KUBE melalui ketetanggaan sedangkan Sumber Makmur melalui lembaga keagamaan. Ini menandakan kepeduliaan sosial antar tetangga masih terjalin dengan baik. Sedangkan secara ekonomi khususnya anggota kelompok KUBE tingkat ekonomi anggota kelompok Bangkit Mulia lebih tinggi dibanding KBS-KUBE Sumber Makmur ini bisa dilihat dalam tabel 13.

Bila ditelaah lebih dalam maka pada tabel 16 dan analisis kekompakan yang meliputi: jejaring sosial, slidaritas sosial, integrasi sosial dan kohesivitas sosial dapat diketahui bahwa diantara dua kelompok KBS-KUBE yang mendekati keberfungsian sosial adalah kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain (1) aspek kelembagaan yaitu kerjasama dilakukan tanpa pamrih, pengguliran berjalan lancar, waktu pengembalaan dan pemberian makanan tambahan, tingkat solidaritas sesama anggota tinggi; (2) aspek sosial yaitu motivasi kelompok mulai tumbuh, interaksi dalam kelompok melalui pengembalaan kambing secara bersamam mulai tumbuh kepedulian sosial dalam kelompok, Sudah melahirkan kelompok KBS-KUBE baru, dan sudah tumbuh rasa memiliki bantuan ternak kambing; (3) aspek ekonomi sudah bisa meningkatkan pendapatan keluarga ini ditandai dengan hasil beternak kambing sudah bisa dibelikan peralatan pertukangan sehingga memperlancar pembuatan meubel, bisa untuk membeli TV, menambah uang saku anak sekolah. Dengan keberadaan masing-masing KBS-KUBE yang ada maka dapat disusun berbagai alternatif strategi dalam pemberdayaan eks penderita kusta melalui penguatan kelompok KBS-KUBE sehingga dapat berperan dalam pengembangan KBS-KUBE dan masyarakat yang lebih luas.

140 6.7. Strategi Penguatan Kelompok KBS – KUBE

Berdasarkan uraian diatas dan tipe kelompok KBS – KUBE yang meliputi aspek kelembagaan, aspek sosial dan aspek ekonomi maka dapat disusun strategi penguatan kelompok KBS - KUBE. Dengan melihat beragamnya pendekatan maka pemberdayaan eks penderita kusta tidak hanya dilihat dari satu aspek saja melainkan secara komprehensif dan terpadu dengan melibatkan berbagai stakeholders yang selama ini sudah turut berpartisipasi.

Alternatif strategi pemberdayaan eks penderita kusta melalui penguatan kelompok KBS - KUBE yang dapat dilakukan berdasarkan penelitian dalam kajian ini adalah :

1. Strategi penguatan kelembagaan yang meliputi struktur dan kultur kelompok, merupakan suatu strategi yang diarahkan untuk memperbaiki struktur dan kultur dari kelompok KBS – KUBE. Aspek Struktur meliputi struktur organisasi, pola kepemimpinan, pengambilan keputusan, manajemen kelompok, pola komunikasi, administrasi dan mekanisme kerja dari pada KUBE dan keterlibatan perempuan dalam kepengurusan KBS-KUBE. Sedangkan secara kultur meliputi : tata nilai, norma, peraturan dalam kelompok, dan mekanisme pengguliran.

2. Strategi penguatan sosial, yaitu strategi yang diarahkan untuk memperbaiki aspek sosial yang meliputi penumbuhan motivasi berkelompok, peran masyarakat guna mendukung pengembangan KBS – KUBE, mempererat interaksi dalam kelompok, meningkatkan kepedulian sosial antar anggota kelompok, dan memantapkan sikap atau rasa memiliki, menumbuhkan solidaritas sosial, kohesivitas sosial dan integrasi sosial sehingga bantuan dianggap sebagi amanah yang harus dipertanggungjawabkan secara sosial.

6.8. Strategi Penguatan Individu Sebagai Anggota Kelompok KBS-KUBE