• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi Adaptasi Keluarga Nelayan di Kampung Nelayan Seberang Medan Belawan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi Adaptasi Keluarga Nelayan di Kampung Nelayan Seberang Medan Belawan"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

102

b. Pranata sosial/ Organisasi sosial yang ada.

c. Struktur masyarakat di Kampung Nelayan

Seberang secara vertikal dan horizontal

dalam perekonomian dan sosial.

5. Strategi Adaptasi terhadap kondisi kemiskinan yang

terjadi :

a. Dalam Bidang Ekonomi

- Perikanan

-Non Perikanan

b. Dalam bidang Sosial dan Budaya

- Tokoh Masyarakat - Masyarakat Kampung

Nelayan seberang - Keluarga Nelayan

6. Alasan-alasan dalam pemilihan Kampung Nelayan

Seberang Sebagai tempat tinggal

- Masyarakat Kampung

Nelayan Seberang

- Tokoh Masyarakat

(3)

103

DAFTAR INFORMAN

No. Informan Kunci No. Informan Biasa

(4)

99

DAFTAR PUSTAKA

Ala, Andre Bayo. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan, Yogyakarta:

Liberty, 1981

Alfian, Mely G.Tan dan Selo Soemardjan (eds.). Kemiskinan Struktural; Suatu

Bunga Rampai. Malang: HIPIS , 1980

Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif :Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,

dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta : Kencana, 2007

Faturrochman, Marcelius Molo. “Karakteristik Rumah Tangga Miskin”. Populasi,

Volume 5, Nomor 1, Tahun 1994.

Helmi, Arif Satria. Strategi Adaptasi Nelayan Terhadap Perubahan Ekologis.

Dipublikasikan dalam Makara, Sosial Humaniora, Vol. 16, No. 1, Juli 2012:

68-78

Kusnadi. Akar Kemiskinan Nelayan.Yogyakarta : Lkis Yogyakarta, 2008

Kusnadi. Konflik Sosial Nelayan: Kemiskinan dan Perebutan Sumber Daya

Perikanan. Yogyakarta : Lkis Yogyakarta, 2002

Kusnadi. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora Utama

Press: Bandung, 2000

Kusnadi. Polemik Kemiskinan Nelayan. Bantul: Pondok Edukasi dan Pokja

Pembaharuan, 2004

Lewis, Oscar. Kisah Lima Keluarga: Kasus-Kasus Orang Meksiko dalam

Kebudayaan Kemiskinan. Jakarta : Yayayan Obor Indonesia, 1988

Maleong, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif edisi Revisi. Bandung : PT. Remaja

Rosda Karya, 2013

McGlynn, Frank dan Arthur Tuden. Pendekatan Antropologi Pada Perilaku

Politik. Jakarta : UI Press, 2000

Musawwir. Analisis Masalah Kemiskinan Nelayan Tradisional Di Desa Padang

Panjang Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tesis S2 tidak Diterbitkan. Medan : Fakultas Pasca Sarjana USU, 2009

Sumedi, Pudjo. Ketika Nelayan Harus Sandar Dayung. Jakarta : Konphalindo,

1998

(5)

100

Scott. James. C. Moral Ekonomi Petani; Pergolakan dan Subsistensi di Asia

Tenggara. Jakarta: LP3ES, 1981

Scott. James. C. Senjatanya Orang-Orang yang Kalah. Jakarta: Yayasan Obor,

2007

Soetrisno R. Pemberdayaan Masyarakat dan Upaya Pembebasan Kemiskinan.

Yogyakarta: Philosophy Press, 2001

Suparlan, D. P. Kemiskinan di Perkotaan. Penerbit Sinar Harapan dan Yayasan

Obor Indonesia: Jakarta, 1984

Zulkifli. Pemborong dan Nelayan :Studi Kasus Pola Hubungan Patron-klien pada

masyarakat Nelayan dalam Ketenagakerjaan, Kewirausahaan dan pembangunan Ekonomi Tjipto, Prijono. Jakarta : LP3ES, 1992

Sumber Lain :

http://bps.go.id diakses 15 januari 2015

http://profsyamsiah.wordpress.com/2009/04/23/49/ diakses 27 januari 2015

http://

(6)

62 BAB III

KEHIDUPAN MASYARAKAT KAMPUNG NELAYAN SEBERANG

3.1. Kampung Nelayan Seberang: Potret Sebuah Kampung Miskin

Berdasarkan tampilan fisik perkampungan yang dinarasikan pada bab

sebelumnya, adalah menjadi hal yang lumrah jika masyarakat Kampung Nelayan

Seberang diidentikkan oleh banyak kalangan termasuk oleh masyarakat kampung

itu sendiri sebagai perkampungan ”miskin”. Dari sekian banyak cara menjelaskannya, pilihan menjelaskan kondisi kemiskinan yang terjadi pada

masyarakat kampung nelayan seberang dapat dilakukan dengan meminjam

pendapat John Friedman (1979). Friedman, sebagaimana yang dikutip Ala (1981)

yang menyebutkan bahwa kemiskinan adalah ketidaksamaan dan atau

ketidakmampuan individu untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial.

Sementara yang dimaksud basis kekuasaan sosial itu menurut Friedman meliputi

hal-hal berikut. Pertama, penguasaan atas aset, misalnya, tanah, perumahan,

peralatan dan sebagainya. Kedua, sumber keuangan, seperti pemasukan yang

memadai. Ketiga, organisasi sosial bersama, seperti koperasi. Keempat, jaringan

sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang, pengetahuan dan

keterampilan yang memadai. Kelima, informasi-informasi yang berguna untuk

kehidupan.

Berdasarkan kelima basis kekuasaan sosial yang dimaksud oleh Friendman (1979), maka kondisi kehidupan masyarakat Kampung Nelayan Seberang Medan

(7)

63 3.1.1. Kepemilikan Aset

Menilik sejarah kedatangan awal penduduk ke kampung ini, maka motif

memperbaiki hidup tampaknya merupakan hal yang menjadi tujuan. Paling tidak

kenyataan ini tergambar dari pengakuan sebagian informan saat ditanyakan

mengapa mereka pindah ke Kampung Nelayan Seberang. Sekalipun demikian,

pilihan untuk menetap di Kampung Nelayan Seberang adalah pilihan beresiko jika

dikaitkan dengan perbaikan hidup yang diidentikkan dengan kepemilikan aset

ekonomi terutama tanah.

Berdasarkan informasi yang diperoleh diketahui bahwa semua masyarakat

Kampung Nelayan Seberang yang mayoritas bekerja sebagai nelayan paham serta

mengerti bahwa memilih tinggal di Kampung Nelayan Seberang juga harus

bersedia tinggal di sana tanpa memiliki hak kepemilikan atas rumah dan tanah.

Kondisi ini terjadi karena kawasan yang menjadi pemukiman masyarakat

Kampung Nelayan Seberang adalah tanah negara yang diamanahkan kepada PT.

Pelindo I yang berwenang dalam pengelolaan pelabuhan belawan. Ini artinya

penduduk yang tinggal di Kampung Nelayan Seberang tinggal dan hidup layaknya

orang yang berstatus “penyewa”. Jika lahan yang mereka tempati diperlukan sewaktu-waktu oleh pihak pemilik lahan, dalam hal ini adalah pihak Pelabuhan

Belawan, maka masyarakat Kampung Nelayan Seberang harus bersedia dengan

sukarela untuk untuk pindah ke pemukiman baru. kondisi ini jelas menunjukkan

bahwa rumah dan tanah di Kampung Nelayan Seberang bagi masyarakat di sana

bukan merupakan aset pribadi. Tidak adanya jaminan kepemilikan atas aset tanah

dan rumah membuat keberlangsungan hidup terutama tempat tinggal bagi

(8)

64

tersebut jelas merupakan sebuah bentuk nyata dari ketidakmampuan masyarakat

Kampung Nelayan Seberang untuk mengakumulasikan basis modal sosial berupa

tanah. Hal ini paling tidak sesuai dengan petikan wawancara informan, ibu

Sarifah (34 Tahun) yang menjelaskan kondisi tersebut dengan pernyataan sebagai

berikut :

“rumah sama tanah kami disini cuma untuk hak pakai, kalau orang perum (Pelabuhan Belawan) perlu, ya kami terpaksa pindah. Aturan itu sudah diketahui semua warga. Jadi kasarnya kami Cuma numpang hidup aja di kampung ini”. (Wawancara, 20 Mei 2015)”

Merujuk pernyataan informan terebut, terlihat betul bahwa pilihan tinggal

di Kampung Nelayan Seberang adalah pilihan yang secara langsung menuntun

orang untuk bersedia menetap dengan pilihan “harus siap diusir/ pindah” kapanpun diminta oleh penguasa lahan. Atas dasar kondisi itu pulalah banyak

penduduk di Kampung Nelayan Seberang tidak pernah berfikir untuk membangun

rumah yang kondisinya “layak huni” versi orang seberang3

. Bagi sebagian

mereka dorongan untuk membangun rumah sebagaimana yang diharapkan adalah

hal yang sia-sia sebab hak milik atas tanah dan rumahnya juga tidak ada. Kondisi

inilah yang mendorong sebagian mereka memilih untuk tinggal di rumah yang

oleh sebagian orang bukan pilihan yang tepat untuk hidup. Sebagian informan

memilih untuk tidak membangun rumahnya menjadi sebuah rumah “impian”, bukan hanya karena ketiadaan biaya akan tetapi juga pemikiran bahwa

membangun rumah “impian” adalah hal yang sia-sia karena status rumah sebagai sewaan. Indikasi hal ini terlihat dari pernyataan seorang informan yang

menyatakan:

(9)

65

“Kalau mau jujur, percuma dibangun rumah besar dari beton kalau pas orang perum (Pelabuhan Belawan) butuh, mau gak mau kita harus pindah. Soalnya kita kan cuma numpang disini. Makanya saya tidak membangun rumah jadi bagus..karena percuma saja kan?apalagi biaya bangun rumah sekarang sudah mahal. Dari pada tidak makan baguslah kondisi rumah kayak gini aja. (Wawancara, 10 Mei 2015)

Penggalian atas besarnya biaya membangun rumah memang dapat

dimaklumi. Bila dahulu bahan bangunan untuk membuat rumah adalah kayu yang

berasal dari hutan sekitar tempat tinggal sehingga biaya pembangunan rumah bisa

diperkecil, namun saat ini bangunan rumah di Kampung Nelayan Seberang sudah

terbuat dari beton. Bagi mereka yang membangun rumah dari beton pilihan itu

dilakukan karena mereka juga memang ingin kelihatan rumahnya “layak” dan

secaran ekonomi mereka memiliki kemampuan membeli materialnya. Ketiadaan

hak atas tanah secara langsung juga berimbas pada tidak adanya akses masyarakat

pada modal yang disediakan oleh pranata keuangan formal.

3.1.2. Sumber Keuangan

Sebagaimana dijelaskan pada banyak literatur, mata pencaharian sebagai

nelayan yang masuk dalam pola mata pencaharian ekstraktif adalah jenis sumber

penghidupan yang diliputi dnegan kondisi ketidakpastian. Menjadikan usaha

menangkap ikan sebagai satu-satunya sumber keuangan sudah pasti berimbas

pada minimnya kemungkinan untuk menabung. Saat ini saja, sebagian informan

yang bermata pencaharian sebagai nelayan sudah mengeluhkan bahwa uang yang

diperoleh dari mencari ikan dengan besaran yang tidak menentu amatlah sulit

dijadikan pegangan setiap harinya. Sifat pengeloalan sumberdaya perikanan yang

cenderung ekstratif terebut, maka adakalanya hasil yang diperoleh nelayan banyak

namun tidak sedikit pula hasil tangkapan yang diperoleh tidak mencukupi. Saat

(10)

66

mencukupi untuk hidup dan pada sesekali waktu mereka juga kerap pulang

dengan tangan hampa tanpa mendapatkan sedikitpun hasil tangkapan. Pola musim

dan iklim yang mempengaruhi arus migrasi ikan di laut jelas merupakan hal yang

kendalianya ada di luar diri nelayan. Uraian tentang bagaimana sulitnya hidup

sebagai nelayan di Kampung Nelayan Seberang diungkapkan oleh seorang

informan sebagai berikut:

“Menjadi nelayan saat ini tidak seenak dulu. Kalau dulu kita mencari ikan tidak perlu lama-lama. Cukup setengah hari, bisa dapat hasil yang banyak. Kalau sekarang, cari ikan seharian pun belum tentu dapat banyak. Mungkin karena jumlah nelayannya sudah banyak dan kondisi lingkungan udah rusak, tidak macam dulu lagi. Kehidupan kayak ginilah yang membuat sebagian orang di kampung ini sulit berubah. Pendapatan dari laut tidak menjanjikan lagi. Mau ganti kerjaan sekarang butuh ijazah, kami disini cuma tamat SD, mana ada yang mau terima, jadi ya macam ini lah hidup kami dek. ” (wawancara, 8 Juni 2015)

Minimnya pendapatan saat musim paceklik bagi nelayan adalah kondisi

yang tidak bisa diubah. Bagi mereka tetap mencari ikan di musim paceklik adalah

pilihan yang masuk akal untuk memperolah uang. Ketika penghasilan tidak

mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, para nelayan biasanya

meminjam uang kepada tetangga atau kerabat yang memiliki kelebihan uang.

Selain itu, toke yang menjadi penampung hasil tangkapan nelayan juga sering kali

menjadi sasaran empuk untuk meminjam uang dan bayarannya dicicil dari hasil

tangkapan yang setiap harinya diberikan kepada toke. Pada kondisi tertentu, tidak

jarang pula ada nelayan yang tidak membayar kembali utangnya sama sekali.

Toke yang juga merupakan warga dari kampung nelayan seberang terpaksa

memaklumi hal tersebut karena mereka tahu kondisi yang dirasakan oleh para

nelayan. Seperti pengakuan salah seorang toke yang bernama aseng (32 tahun)

(11)

67

”kalau lagi pasang mati orang-orang sini gak bisa melaut, jadi ngutang dulu sama aku ato toke yang lain. Bayarnya dipotong dari hasil tangkapan yang distor. Tapi ada juga yang gak bayar. Soalnya mang gak ada,, jadi harus gimana lagi?? Terpaksa diikhlaskan aja, karna memang kondisinya macam itu”.(wawancara pada tanggal 10 juni 2015)

Merujuk pada hasil pengamatan dan wawancara, diketahui bahwa istri

para nelayan memiliki berperan ekonomi yang cukup signifikan. Para isteri

memiliki peran sebagai pengatur keuangan di dalam rumah tangga. Peran tersebut

mengharuskan mereka menggunakan segala upaya yang ada termasuk terjun

langsung ikut mencari penghasilan tambahan guna mencukupi kebutuhan

sehari-hari. Pekerjaan-pekerjaan yang digeluti oleh para istri nelayan di kampung

nelayan seberang tergambar jelas dari hasil observasi yang dilakukan. Pengamatan

atas aktivitas para isteri memperlihatkan bahwa dalam rangka membantu

keuangan keluarga, ada isteri yang membuka warung kecil yang menjual

makanan-makanan ringan, ada yang beternak/ mengembala kambing, dan ada

yang membuat terasi yang dijual pada masyarakat kampung nelayan. Tidak hanya

itu, ada pula isteri yang bekerja sebagai tukang potong kepala udang, serta ada

yang ikut terjun langsung ke laut untuk ikut bersama suami mencari ikan.

Kondisi keuangan yang sulit dipertegas dengan kenyataan bahwa akses

penduduk Kampung Nelayan Seberang ke pranata keuangan formal berupa bank

menjadi tidak mungkin terjadi. Berdasarkan pemahaman penduduk, dengan pola

matapencaharian yang tidak jelas pendapatanya, serta tidak adanya aset berupa

tanah/ rumah yang bisa diagunkan, maka tidak mungkin ada bank yang mau

memberi pinjaman kepada masyarakat.

Merujuk pada kondisi keuangan yang dideskripsikan di atas, maka

(12)

68

kondisi kemikiskinan yang ditandai dengan ketikamampuan menguasai aset sosial

berupa keuangan terlihat di Kampung Nelayan Seberang. Gambaran ini juga

menjadi indikator bahwa secara tidak langsung, kondisi yang ditampilkan oleh

masyarakat di Kampung Nelayan Seberang berdasarkan hasil pengumpulan data

memang identik dengan kondisi miskin.

3.1.3. Organisasi Sosial

Aset sosial lainnya menurut Friedman, adalah organisasi sosial. Sebagai

makhluk sosial yang saling berinteraksi satu dengan lainnya, maka kemampuan

berkelompok adalah ciri lain yang juga menonjol dari kehidupan manusia.

Kemampuan hidup berkelompok ini tentunya didasarkan pada kondisi dimana

manusia menyadari bahwa dengan berkelompok hidunya akan lebih terjadi.

Jaminan ini muncul sebab dengan berkelompok hal-hal terkait dengan pemenuhan

kebutuhan hidup yang tidak bisa dipenuhi secara sendiri akan bisa dipenuhi oleh

orang lain. Kesadaran itu pula yang mendorong manusia untuk membentuk

organisai sosial. Guna memahami organisasi sosial ada baiknya kita meminjam

pendapat Soekanto (1986) yang menyatakan bahwa organisasi sosial adalah suatu

kelompok yang sengaja dibentuk atau dibuatkan struktur, yang mengatur hubungan satu sama lain dari sejumlah orang untuk mencapai tujuan-tujuan

tertentu. Sebuah struktur ini terdiri atas: (1) suatu rangkaian status-status atau kedudukan para anggotanya; (2) peranan-peranan yang berkaitan dengan

status-status itu; dan (3) unsur-unsur kebudayaan seperti nilai, norma, dan model yang

mempertahankan, membenarkan, dan mengagungkan struktur. Tidak hanya itu,

organisasi sosial atau pranata sosial dalam ilmu antropologi dan sosiologi

(13)

69

masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi (Koentjaraningrat,

2002 :163). Merujuk pada ide ini, maka dapat dilihat bahwa pada dasarnya

organisasi sosial di Kampung Nelayan Seberang Sudah ada. Namun demikian,

berdasarkan fungsinya, dapat dipahami bahwa kehadiran organisasi sosial sebagai

wadah dalam mendukung upaya pemenuhan hidup tidak semuanya bisa berjalan.

Pada Kasus di masyarakat Kampung Nelayan Seberang, berdasarkan

pengamatan dan hasil wawancara diketahui bahwa keberadaan pola yang

pengaturan hubungan antar individu di sana yang kemudian mengatur antara

sekelompok orang dengan orang lainnya memiliki perbedaan. Pada tingkat yang

lebih nyata, pola pemukiman yang terbangun berdasarkan suku bangsa

penghuninya, adalah wujud yang menjadikan kehadiran organisasi sosial di

Kampung Nelayan Seberang menjadi terlihat. Namun demikian, penggunaan

organisasi sosial pada konteks kemiskinan sebagaimana dilihat Friedman harus

dilihat dalam kerangka kemandirian. Ini artinya kehadiran organisasi sosial harus

dilihat sebagai upaya untuk membangun kemandirian hidup anggota organisasi

tersebut. Pada sisi inilah dapat dinyatakan bahwa kemandirian ekonomi

masyarakat Kampung Nelayan Seberang yang dilihat dengan menggunakan

pandangan fungsi organisasi sosial menjadi belum terwujud.

Pengamatan yang dilakukan di Kampung Nelayan Seberang terlihat jelas

bahwa warga memiliki berbagai organisasi sosial sebagai wadah untuk saling

berinteraksi yang dipersatukan karena adanya kesadaran yang sama dalam

berkelompok. Organisasi sosial yang dapat dijumpai di Kampung Nelayan

Seberang diantaranya adalah organisasi sosial yang berbentuk kelompok seperti

(14)

70

kelompok swadaya masyarakat, kelompok arisan hingga yang berbentuk

perkumpulan seperti Organisasi kepemudaan dan serikat nelayan.

Dengan melihat fungsi dan kedudukan organisasi sosial tersebut,

terungkap bahwa secara langsung setiap organisasi sosial memang dapat

dikatakan berfungsi. Hanya saja, fungsi setiap organisasi sosial tersebut tidak

secara otomatis mampu mengatasi kesulitan hidup masyarakat terutama yang

berkenaan dengan kebutuhan ekonomi. Pada bagian ini, keberadaan aset sosial

dasar yang disampaikan oleh Friedman di Kampung Nelayan Seberang memang

sudah ada, namun pemaksimalan fungsi dari organisasi sosial tersebut yang belum

berjalan dengan baik. Integrasi fungsi dari organisasi sosial yang ada tidak

sepenuhnya bisa membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar

mereka. Indikasi dari belum berjalannya fungsi dari setiap organisasi sosial yang

ada jelas terekam dari hasil wawancara seorang informan yang menyatakan,

sebagai berikut:

“Kita disini ini memang sudah punya banyak organisasi (sosial) kemasyarakatan. Yang paling terlihat berfungsi ya STM (Serikat Tolong Menolong), kalau organisasi sosial lain dibilang ada ya ada, tapi kalau ditanya apa fungsinya yang jelas belum terlihat. Lagipun sering kali organisasi itu hanya aktif kalau ada bantuan saja biasanya. Macam manalah kita mau mengaktifkan organisasi sosial, orang makan saja masih susah masyarakat di sini. Tapi memang pada kondisi tertentu organisasi sosial yang ada juga berfungsi terutama saat hari-hari besar, biasanya kelihatan la itu aktivitas. Tapi kalau mau dibilang, organisasi sosial yang ada tidak bisa membantu kesulitan ekonomi kita di kampung ini” (wawancara, 25 Mei 2015)

.

Merujuk pada hasil wawancara di atas terlihat jelas bahwa secara

struktural kehadiran organisasi sosial telah terlihat di Kampung Nelayan

Seberang. Namun demikian secara fungsional, keberadaan organisasi sosial

(15)

71

Berdasarkan hal ini pulalah kemudian dapat disimpulkan bahwa keberadaan

organisasi sosial yang belum disertai dengan fungsi optimalnya untuk mengatasi

kesulitan hidup menjadikan kondisi masyarakat Kampung Nelayan Seberang

adalah masuk dalam kategori miskin

3.1.4. Jaringan Sosial

Jaringan sosial merupakan suatu penghubung individu dalam

kelompoknya maupun penghubung individu dengan kelompok lain. Masyarakat

Kampung Nelayan Seberang selain berinteraksi dengan sesama warga di

Kampung Nelayan Seberang, juga berinteraksi dengan warga lain di luar

Kampung Nelayan Seberang. Dengan adanya interaksi ini maka dapat terjalin

sebuah hubungan yang saling menguntungkan keduanya terutama ketika

keduanya memiliki latar belakang yang berbeda yang tentunya banyak

mendapatkan pengetahuan baru dari hubungan itu. Contoh nyata dari salah

seorang warga di Kampung Nelayan Seberang yang berhasil menjadi toke4

kepiting yang menampung kepiting hasil tangkapan warga Kampung Nelayan

Seberang yang dijual kembali dengan harga tinggi pada agen besar yang ada di

Kota Medan. Warga Kampung Nelayan Seberang keturunan Tionghoa-jawa yang

dipanggil Aseng ini pada mulanya tidak berniat menjadi seorang Nelayan seperti

ayahnya. Dia memilih untuk bekerja di luar Kampung Nelayan Seberang dan

bekerja di sektor industri sebagai buruh pabrik. Pergaulannya selama bekerja

mempertemukan dia salah seorang teman yang menjadi pemasok kepiting kepada

agen-agen besar. Penghasilan cukup besar yang didapatkan oleh temannya

4

(16)

72

tersebut memotivasinya untuk terjun dalam bisnis pemasok kepiting dari

Kampung Nelayan Seberang. Berkat kegigihannya, saat ini ia menjadi salah satu

toke (agen) dari Kampung Nelayan Seberang yang termasuk berhasil dengan

pekerjaannya. Apa yang dapat dilihat dari kasus ini adalah bahwa jaringan sosial

yang dimanfaatkan secara ebnar untuk mendukung pencapaian tujuan yang ada.

Hal lainnya yang kiranya dapat dijelaskan dari contoh keberhasilan toke

Aseng adalah bahwa semakin banyak jaringan yang dimiliki seorang individu

maka akan semakin banyak pengatahuan yang didapat serta akan membuka

peluang-peluang baru dalam memperoleh pekerjaan. Namun kondisi masyarakat

Kampung Nelayan Seberang yang sebagian besar warganya bermata pencaharian

sebagai nelayan mengharuskan mereka menghabiskan mayoritas waktunya hanya

di Kampung Nelayan Seberang. Hal ini dikarenakan rutinitas sebagai seorang

nelayan untuk melaut dan memperbaiki kapal maupun alat tangkap tidak bisa

mereka tinggalkan. Upaya mempersiapkan keberhasilan melaut merupakan

aktivitas utama yang dilakukan oleh penduduk laki-laki disana. Hal ini tentunya

terjadi karena tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap hasil tangkapan dari

melaut merupakan sumber penghasilan utama. Dampak yang dirasakan dari

rutinitas ini tentunya menghambat nelayan untuk menjalin hubungan dengan

dunia luar yang mengakibatkan tertutupnya berbagai akses pengetahuan serta

peluang-peluang kerja untuk anggota keluarga nelayan. Keterbatasn akses dengan

masyarakat lain juga terlihat nyata dari ungkan informan sebagi berikut ini:

(17)

73

juga. Sudah bisa buak sekali makan itu 6000. Kalau kita bawa kapal sendiri jadi tambah pula kerjaan kita. Jadi agak susahnya kita orang tua di kampung ini kalau berhuungan sama orang luar. Tapi lain kalau orang luar yang datang kesini yaa!. Lagian kalaupun kita bangun bisnis disini agak susah juganya berkembang. Bank tidak mau kasi pinjam sebab tempat usaha kita juga tidak jelas.”. (wawancara, 25 Mei 2015)

Wawancara di atas pada dasarnya memperlihatkan banyak informasi.

Salah satu hal penting yang diungkap oleh hasil wawancara di atas adalah motif

masyarakat untuk membangun jaringan sosial yang menjamin dia untuk lebih

mudah memenuhi kebutuhan hidup secara ekonomi tidak muncul. Apa yang

terjadi pada jaringan sosial yang dimiliki oleh kelmpok penduduk yang berusia tua

pada dasarnya tidaklah semuanya pasif. Dari beberapa wawancara juga diketahui

bahwa ada tokoh masyarakat di kampung ini yang memiliki koneksi politik dan

bisnis dengan tokoh politik dan atau pedagang besar di Medan. Hanya saja,

koneksi yang ada tersebut tetap tidak bisa secara maksimal dipergunakan untuk

mengatasi kesulitan dasar. Selama ini, koneksi sosial yang dimiliki oleh orang

tertentu di masyarakat yang menjadikan kampung ini “banjir” bantuan. Namun

tetap saja bantuan yang diterima cenderung bersifat sebagai bantuan charity

(sumbangan) dan tidak tepat sasaran. Artinya tidak menyentuh dasar persoalan di

Kampung Nelayan Seberang.

3.1.5. Informasi

Keberadaan jaringan sosial yang terbatas yang dimiliki oleh masyarakat di

Kampung Nelayan Seberang, menjadikan akses informasi dari dunia luar juga

terbatas. Minimnya informasi yang teresebar setiap hari begitu dirasakan oleh

sebagian besar masyarakat. Pengalaman itu juga dirasakan oleh peneliti saat

beberapa hari tinggal di kampung tersebut. Saluran informasi yang paling umum

(18)

74

paling banyak ditonton oleh masyarakat adalah acara hiburan dan sinetron semata.

Memang benar beberapa orang penduduk juga biasa menonton tayangan berita,

namun sifatnya adalah tidak rutin.

Pola prilaku yang belum menempatkan informasi sebagai nilai dapat

dimaklumi sebagai perwujudan dari konsekuensi mata pencaharian yang dipilih.

Mengingat nelayan adalah mata pencaharian utama, makan aktivitas utama

mereka juga behubungan dengan persiapan untuk terus melaut. Karenanya

kegiatan memperbaiki kapal serta peralatan tangkap ketika tidak melaut adalah hal

yang paling umum terlihat. Dengan kata lain, kehidupan para nelayan sebagian

besar dihabiskan untuk berbagai kegiatan yang juga berhubungan dengan mata

pencaharian mereka sebagai nelayan. Keberadaan informasi seperti bagaimana

pengelolaan keuangan dalam rumah tangga tidak menjadi sangat berharga bagi

para nelayan.

Minimnya akses informasi yang terjadi di Kampung Nelayan Seberang

pada dasarnya dipengaruhi oleh banyak faktor. Akses transportasi yang terbatas,

minimnya motif untuk memperkaya informasi serta jebakan rutinitas adalah

sekumpulan faktor yang ikut mempengaruhi kondisi dimana masyarakat menjadi

sangat kurang menghargai informasi. Implikasi dari minimnya penguasaan

masyarakat atas informasi adalah ketidakmampuan memanfaatkan peluang dan

kesempatan. Tidak hanya itu, dari dorongan untuk mengubah kehidupan sebagai

bagian dari nilai diri menjadi tidak muncul. Pola demikian itu begitu terlihat di

Kampung Nelayan Seberang. Rasa puas atas kondisi yang ada sekalipun di saat

yang bersamaan ada rasa tidak puas, namun ketidaktersediaan informasi membuat

(19)

75

Berdasarkan kelima elemen sosial yang menjadi indikator kemiskinan

yang diajukan oleh Friedman, maka dapatlah dinyatakan bahwa secara kualitas

tampilan yang dimunculkan oleh kondisi sosial masyarakat Kampung Nelayan

Seberang adalah benar sesuai dengan gambaran kondisi miskin. Tampilan luar ini

sekalipun belum sepenuhnya benar tapi secara tidak langsung penyebutan bahwa

Kampung Nelayan Sebarang sebagai kampung miskin tidak bisa dibantah.

Berdasarkan hasil penggalian data dan informasi yang diperoleh selama di

lapangan terlihat dengan jelas bahwa akan sulit menghapuskan citra miskin dari

kehidupan masyarakat di Kampung Nelayan Seberang. Sebutan sebagai kampung

miskin berdasarkan indikator yang telah diuraikan ternyata juga oleh sebagian

informan dianggap hal yang biasa. Bagi mereka, predikat sebagai kampung

miskin adalah hal tidak bisa ditolak. Pengakuan ini paling tidak terungkap dari

hasil wawancara yang diungkapkan oleh seorang informan sebagai berikut:

“Kayakmanala mau dibilang, memang hidup banyak orang di kampung ini sulit. Selama ini, kampung kami memang dianggap miskin. Jadinya kami banyak dapat bantuan. Kalau dulu orang malu bilang dia miskin, kalau di kampung ini orang berani terang-terangan dan tidak lagi malu bilang miskin. Mungkin biar dapat bantuan.” (Wawancara, 25 Mei 2015)

Apa yang diungkapan oleh petikan wawancara di atas memang bisa saja

bersifat subjektif. Namun demikian kondisi itu tetap memperlihatkan bahwa

gambaran miskin adalah gambaran yang tidak bisa dilepaskan ketika orang

berkunjung ke Kampung Nelayan Seberang. Melalui pembahasan di atas terlihat

dengan jeals bahwa kemiskinan seakan-akan hal yang biasa bagi masyarakat

kampung itu. Menggunakan ide basis sosial versi Friedman, terlihat bahwa ketiadaan

hak kepemilikan atas aset berupa rumah dan tanah, penghasilan yang tidak menentu

(20)

76

jaringan sosial dan informasi akibat dari mata pencaharian utama sebagai nelayan

yang mengharuskan para nelayan membangun sebuah mekanisme bertahan hidup.

3.2. Motif dan Alasan Masyarakat untuk tinggal di Kampung Nelayan Seberang

Berdasarkan hasil wawancara serta observasi yang diperoleh selama

melakukan penelitian di kampung nelayan, terdapat berbagai motif dan alasan

masyarakat untuk tinggal di kampung nelayan seberang yang dapat dibagi

kedalam dua kategori yaitu pertama, motif dan alasan memilih tinggal di

Kampung nelayan Seberang oleh generasi awal dan Kedua, motif dan alasan

memilih tetap tinggal atau bahkan memilih pindah ke Kampung Nelayan

Seberang oleh generasi sesudah yang lebih muda. Bila dibngaun dalam suah

renatangan waktu, hal yang ingi diungkapkan pada bagian ini adalah menggali

motif dan alasan bagi mereka yang memilih tinggal di Kampung Nelayan

Seberang sejak kampung berdiri hingga tahun 1990-an. Sedangkan bagian

berikutnya adalah mencoba menggali motif dan alasan mereka yang memilih tetap

tinggal serta memilih pindah ke Kampung Nelayan Seberang Setelah tahun

1990-an. Dipilihnya tahun 1990-an adalah karena beberapa tahun sebelun tahun 1990

hingga tahun 1994 terjadi pembukaan lahan pertambakan udang besar-besaran di

sekitar Kampung Nelayan Seberang. Sedangkan sesudahnya terjadi kelesuan

bisnis sehingga ada sebagian orang yang memilih keluar namun tidak sedikit juga

yang memilih tetap tinggal atau bahkan sesudah periode runtuhnya era tambak

(21)

77

3.2.1. Motif dan Alasan Tinggal di Kampung Nelayan Seberang Periode sejak berdiri hingga era tahun 1990-an

Seperti yang dapat dilihat pada sejarah dari berdirinya kampung nelayan

yang telah disampaikan sebelumnya, Kampung Nelayan Seberang begitu

mempesona dan memiliki daya tarik bagi para nelayan. Hal inilah yang

melatarbelakangi motif dan alasan nelayan untuk tinggal dan menetap di wilayah

Kampung Nelayan Seberang yang akan dijabarkan dari beberapa motif dan alasan

sebagai berikut :

1) Kaya akan sumberdaya perikanan.

Kampung nelayan seberang merupakan salah satu tempat yang memiliki

sumber daya perikanan yang kaya. Hal ini berdasarkan pengakuan dari Masni

(42 Tahun) salah seorang warga kampung nelayan seberang yang bekerja

sebagai nelayan semenjak remaja.

“dahulu pas masih remaja, saya ikut dengan orang tua melaut di daerah kampung nelayan seberang ini, dulu belum ada rumah. Ikan, udang sama kepiting disini banyak, makanya banyak yang jauh-jauh datang kesini buat nyari ikan, udang sama kepiting”

(wawancara tanggal 27 Mei 2015).

Kekayaan sumber daya perikanan yang dimiliki oleh lokasi yang saat ini

bernama kampung nelayan seberang itu tidak terlepas dari kehadiran

tumbuhan mangrove yang tumbuh di sekitar lokasi. Tumbuhan mangrove

pada dasarnya berfungsi sebagai penahan gelombang laut untuk mengurangi

abrasi yang terjadi. Namun tumbuhan mangrove juga berfungsi sebagai

tempat perkembangbiakan biota laut seperti ikan, udang, dan kepiting.

Lokasi yang berada di muara sungai Batang Serai yang berbatasan langsung

(22)

78

semakin beragam mulai dari sumberdaya perikanan air tawar dan air payau di

aliran sungai Batang Serai hingga sumberdaya perikanan air asin dari laut

belawan.

2) Kemudahan akses dalam pengambilan sumberdaya

Kemudahan akses untuk mengambil sumberdaya perikanan di kampung

nelayan seberang yang dapat dijangkau dengan dengan perlengkapan dan

peralatan yang sederhana yaitu penggunaan perahu berukuran kecil dan

alat-alat tangkap seperti bubu kepiting, alat-alat pancing, jala maupun pukat. Hal ini

tentunya memberikan daya tarik yang lebih bagi nelayan dibandingkan

dengan mengambil sumberdaya yang ada di tengah laut yang membutuhkan

modal besar serta perlengkapan dan peralatan yang lebih canggih seperti

penggunaan sonar dan sebagainya. Daya tarik atas kemudahan akses dalam

pengambilan sumberdaya perikanan di kampung nelayan seberang ternyata

juga diaminkan oleh warga kampung nelayan seberang, pak Arifin (54

Tahun) yang mengatakan:

“dimana enak cari makan, disitu kita diam (tinggal)”. (wawancara tanggal 4 juni 2015)

3.2.2. Motif dan Alasan Tinggal di Kampung Nelayan Seberang Sesudah era 1990-an hingga saat ini

Kampung Nelayan Seberang yang semakin tahun semakin bertambah

jumlah penduduknya yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, tentunya

berdampak pada berkurangnya jumlah ikan yang diperoleh masing-masing

nelayan. Kondisi ini sebagai akibat dari ketidakseimbangan jumlah nelayan yang

(23)

79

sejarahnya merupakan puncak dari migrasi penduduk ke kampung nelayan.

Banyak penduduk pendatang yang pindah ke kampung nelayan yang motif dan

alasannya tentu berbeda dengan kondisi generasi pertama yang masuk dan

mendirikan kampung nelayan. Motif dan alasan banyaknya sumberdaya serta

akses dalam mengambilnya bukan lah menjadi alasan bagi penduduk pendatang

untuk tinggal di Kampung Nelayan Seberang. Beberapa motif dan alasan

penduduk untuk tinggal dan menetap di Kampung Nelayan Seberang akan

dijabarkan ke dalam hal-hal sebagai berikut :

1) Harga tanah yang murah

Seiring dengan alih fungsi hutan mangrove menjadi wilayah pemukiman di

kampung nelayan seberang yang dimulai sejak tahun 1950-an, menyebabkan

terjadinya arus migrasi penduduk ke kampung nelayan seberang. Salah satu

alasan masyarakat untuk pindah dan menetap di kampung nelayan seberang

yaitu harga tanah yang murah. Seperti pengakuan pak mispar (73 Tahun) yang

mulai menetap di kampung nelayan seberang sejak tahun 1979 :

bapak pindah kesini karna harga tanahnya murah, waktu itu cuma 200 ribu per Rante (400 m2)”(wawancara tanggal 18 mei 2015)

Harga tanah yang begitu murah ini disebabkan tidak adanya hak milik atas

tanah yang dibeli oleh masyarakat di kampung nelayan seberang. Karena

tanah yang dibeli hanya merupakan hak pakai bagi masyarakat yang ingin

tinggal di kampung nelayan seberang yang sepenuhnya merupakan hak milik

dari otoritas pelabuhan belawan. Sehingga apabila sewaktu-waktu dibutuhkan

oleh pihak yang bersangkutan, maka masyarakat yang memiliki tanah atas

dasar hak pakai tersebut harus merelakan tanah mereka untuk diambil oleh

(24)

80

2) Banyaknya bantuan-bantuan yang diterima oleh masyarakat

Banyaknya bantuan yang didapat oleh masyarakat yang tinggal di Kampung

nelayan seberang menjadi daya tarik juga bagi masyarakat luar untuk tinggal

dan menetap. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan

selama penelitian, bantuan yang diperoleh warga kampung nelayan seberang

berupa bantuan pangan seperti beras raskin yang didapat oleh seluruh warga

yang tinggal di kampung nelayan seberang tanpa terkecuali. Selain itu,

bantuan fasilitas umum juga didapat oleh warga kampung nelayan seberang

berupa bantuan pembangunan sekolah, rumah ibadah, sumur bor, jalan beton,

kamar mandi umum dan lain sebagainya.

3) Sulitnya ekonomi di tempat tinggal sebelumnya.

Warga kampung nelayan seberang sebagian besar merupakan warga

pendatang dari berbagai daerah mulai dari warga di sekitar lokasi hingga

warga yang jauh dari kampung nelayan seperti warga dari pulau jawa dan

warga aceh. Berbagai latar belakang pekerjaan yang digeluti warga pendatang

sama sekali tidak terkait dengan pekerjaan mereka sekarang sebagai nelayan.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan selama penelitian, mata

pencaharian penduduk pendatang di tempat tinggal mereka sebelumnya seperti

petani, buruh pabrik, tukang ojek dan buruh bangunan. Namun ada juga yang

berlatarbelakang sebagai nelayan maupun ABK(Anak Buah Kapal) yang

mencari ikan di laut tengah. Migrasi yang dilakukan oleh warga pendatang ini

tidak terlepas dari sulitnya kondisi ekonomi yang menghimpit mereka di

(25)

81

berasal dari Desa Karang Gading Kabupaten Langkat yang juga sebelumnya

berprofesi sebagai nelayan :

”Di sana (tempat tinggal sebelumnya) susah buat cari makan.. harus ke tengah laut kira-kira 2 jam dari tepi (pinggir pantai)..banyak modal yang keluar.. itu pun hasilnya tak tentu.. kadang ada kadang tak ada” (Wawancara tanggal 4 Juni 2015)

Berbeda lagi halnya dengan yang disampaikan Putra (32 tahun) yang tinggal di Kecamatan Medan Marelan dan berprofesi sebagai tukang ojek :

“di sana(tempat tinggal sebelumnya) udah gak bisa lagi cuma ngojek aja, gak cukup buat biaya hidup.. apalagi macam abang yang udah berkeluarga, anak pun sekolah. jadinya mocok-mocok lah (Kerjaan serabutan) biar cukup.” (wawancara Tanggal 5 juni 2015)

Kondisi sulitnya ekonomi inilah yang mendorong para pendatang untuk

tinggal di kampung nelayan seberang sebagai upaya untuk melanjutkan hidup

dan menghindari sulitnya kehidupan di tempat tinggal sebelumnya.

4) Ingin mencari peruntungan

Dalam mengatasi kesulitan hidup, setiap individu akan melakukan berbagai

upaya untuk mengatasinya termasuk adanya keinginan untuk mencoba

peruntungan di wilayah yang baru. Hal ini juga yang terjadi terhadap

pendatang yang ada di kampung nelayan seberang. Namun mencari

peruntungan disini bukanlah tanpa dasar dan perhitungan. Karena ada rujukan

yang menjadi pedoman mereka untuk tinggal di kampung nelayan seberang

berdasarkan pengalaman keluarga, kerabat maupun orang yang pernah tinggal

bersama mereka dalam satu desa yang sukses menjalankan hidupnya di

kampung nelayan. Sesuai dengan pengakuan Ajmiah (43 Tahun) yang

bermigrasi dari Propinsi Aceh tepatnya dari Banda Aceh menuju ke kampung

(26)

82

kami disini(kampung nelayan seberang) karna ada abang yang bilang kalau enak tinggal disini (kampung nelayan seberang), jadi kami pindah lah sekeluarga kesini.” (wawancara tanggal 5 juni 2015)

Adanya pengalaman dari orang-orang terdekat inilah yang memunculkan

keinginan untuk mencoba peruntungan hidup di kampung nelayan seberang

ini. Sehingga semakin banyaknya informasi dari mulut ke mulut itu tersebar,

maka semakin banyak pula para pendatang untuk mencoba peruntungan di

kampung nelayan seberang. Hal ini juga yang menyebabkan warga pendatang

(27)

83 BAB IV

STRATEGI ADAPTASI DALAM BERTAHAN HIDUP DI KAMPUNG NELAYAN SEBERANG

Kondisi kemiskinan yang terjadi di Kampung Nelayan Seberang

menyebabkan adanya berbagai bentuk pola dan strategi adaptasi yang dilakukan

oleh setiap keluarga nelayan. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan

keberlangsungan hidup keluarga di Kampung Nelayan Seberang. Ada dua jenis

pola dan strategi adaptasi bertahan hidup yang dilakukan oleh keluarga nelayan di

Kampung Nelayan Seberang. Pertama, pola dan strategi adaptasi dalam bidang

ekonomi. Kedua pola dan strategi adaptasi dalam bidang sosial budaya.

4.1 Pola dan Strategi Adaptasi dalam Bidang Ekonomi

Pola dan strategi adaptasi dalam bidang ekonomi merupakan kegiatan

yang berhubungan dengan aktifitas yang menghasilkan nilai ekonomis berupa

pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Aktifitas ini tentunya berhubungan

dengan aktifitas pekerjaan sebagai nelayan dan kegiatan sehari-hari yang

dilakukan untuk menghasilkan pendapatan. Aktifitas-aktifitas tersebut dapat

dirangkum ke dalam dua hal yaitu sebagai berikut :

4.1.1 Aktivitas Ekstraksi (Mengambil Langsung Dari Alam)

Aktifitas ekstraksi merupakan kegiatan yang dilakukan dengan mengambil

sumberdaya langsung dari alam seperti halnya nelayan. Pada dasarnya, kerja

nelayan merupakan kegiatan ekonomi primitif yaitu kegiatan ekonomi berburu

dan meramu (Plasson, 1989 dalam Pujo Sumedi, 1998). Menurut Pujo Sumedi,

(28)

84

dan meramu pada dasarnya merupakan kegiatan yang sama, yaitu kegiatan yang

bertumpu pada ekstraksi sumberdaya alam. Seperti itu juga halnya dengan nelayan

yang ada di Kampung Nelayan Seberang yang mengambil sumberdaya langsung

berupa ikan, udang, kepiting dan lainnya dari laut tanpa adanya ikut campur

dalam pertumbuhan dan reproduksi sumberdaya tersebut.

Nelayan di Kampung Nelayan Seberang dapat dikatakan sebagai nelayan

tradisonal karena peralatan yang digunakan bersifat tradisional. Hal ini

dikarenakan kondisi ekonomi dengan modal kecil yang tidak memungkinkan

nelayan untuk membeli kapal berukuran besar beserta peralatan tangkap

berteknologi tinggi seperti yang dimiliki oleh pengusaha-pengusaha besar dengan

modal yang besar pula. Hal ini tentunya sangat berpengaruh dengan jumlah dan

nilai jual ikan hasil tangkapan dibandingkan dengan kapal motor besar dengan

teknologi modern yang beroperasi di laut tengah untuk menangkap ikan yang

bernilai jual tinggi seperti Tuna, Cakalang, Kembung dan sebagainya. Untuk

memperoleh penghasilan lebih, sebagian nelayan menggunakan beberapa jenis

alat tangkap untuk melakukan kegiatan melaut. Selain untuk memperoleh hasil

tangkapan yang lebih banyak, hal ini juga dilakukan nelayan untuk mengantisipasi

cuaca yang tidak menentu seperti yang diungkapkan oleh Pak Usman (52 Tahun) :

“kalau lagi pasang besar kita pakai ambai, kalau lagi pasang mati kita jala udang atau pasang bubu, tapi kalau pancing kita bisa pakai buat pasang besar atau pasang mati...jadi penghasilan tiap harinya tetap ada” (wawancara tanggal 4 Juni 2015)

Namun, tidak semua nelayan yang bisa menggunakan beberapa jenis alat

tangkap yang ada di kampung nelayan sekaligus. Hal ini dikarenakan keterbatasan

kemampuan, baik modal untuk membeli alat tangkap maupun kemampuan dalam

(29)

85 4.1.2 Aktifitas Produksi

Dalam ilmu ekonomi, aktifitas produksi merupakan kegiatan yang

bertujuan untuk menghasilkan atau menambah nilai guna suatu barang sehingga

memberikan nilai jual untuk memperoleh pendapatan. Warga kampung nelayan

seberang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan yang dalam

penghasilannya diliputi ketidakpastian untuk memenuhi kebutuhan hidup

sehari-hari. Kondisi ini direspon warga kampung nelayan seberang dengan

bermunculannya berbagai aktifitas produksi untuk memperoleh penghasilan

tambahan yaitu sebagai berikut :

Beternak hewan seperti kambing, ayam, dan bebek. Aktifitas ini dilakukan

sebagian besar oleh para istri dan anak-anak yang tidak ikut melaut. Ayam

dan bebek merupakan milik sendiri (nelayan), sedangkan kambing yang

diternakkan di Kampung Nelayan merupakan milik para toke atau juragan

kapal dan para istri dan anak-anak nelayan yang tidak ikut melaut menjadi

pengembalanya. Upah yang didapat untuk beternak kambing bukan berupa

uang melainkan adanya sistem bagi hasil berupa anak yang dilahirkan dari

kambing yang diternakkan dimana adanya pembagian sama rata kepada

pemilik kambing dan pengembala. Namun ketika anak kambing yang

dilahirkan berjumlah ganjil, maka pembagian hasil tergantung kesepakatan

antara pemilik dan pengembala. Ada yang menjual anak kambing dan uang

hasil jualan dibagi sama rata dan ada juga pengembala mendapatkan porsi

lebih banyak dibandingkan pemilik untuk kelahiran pertama dan kelahiran

anak kambing berikutnya porsi pemilik lebih banyak dibandingkan dengan

(30)

86

besar keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang mendesak

dan membutuhkan banyak uang berupa perbaikan atas kapal serta peralatan

tangkap, biaya pendidikan, biaya ketika sakit dan perbaikan rumah.

Penambahan nilai jual dari hasil tangkapan melaut. Hasil tangkapan yang

diperoleh nelayan di kampung nelayan seberang sebagian besar dijual dalam

keadaan segar tanpa diolah terlebih dahulu. Namun ada sebagian kecil

keluarga nelayan yang mengolah hasil tangkapan sebelum dijual kepada toke

yang juga merupakan warga kampung nelayan sendiri. Hasil pengolahan

yang dilakukan oleh warga kampung nelayan seberang yang ditemukan

selama melakukan penelitian adalah sebagai berikut :

1) Belacan (Terasi), merupakan hasil olahan dari udang/ ikan yang difermentasikan. Terasi atau di kampung nelayan seberang yang dikenal

dengan nama belacan ini terbuat dari udang yang berukuran kecil dari

hasil tangkapan nelayan. Pengolahan terasi di kampung nelayan seberang

diolah dengan cara sederhana tanpa menggunakan alat-alat modern. Dari

setiap terasi yang dibentuk seperti lingkaran itu dijual dengan harga Rp.

500/ satu lingkaran. Terasi yang sudah jadi kemudian dijual di

warung-warung kecil yang tersebar di Kampung Nelayan Seberang.

2) Ikan Asin, merupakan salah satu produk dari nelayan untuk memberikan nilai tambah terhadap ikan serta pengawetan ikan sehingga masih bisa

dikonsumsi untuk waktu yang relative lebih lama dibandingkan dengan

ikan segar. Sama halnya seperti terasi, ikan asin juga diolah dengan

menggunakan metode-metode sederhana. Ikan yang diasinkan merupakan

(31)

87

pasaran namun rasanya enak untuk dijadikan ikan asin. Produksi ikan asin

di kampung nelayan seberang tergantung pada permintaan toke yang akan

menampung hasil tangkapan nelayan. Ketika toke membutuhkan ikan

asin, maka disaat itu ikan asin diproduksi oleh rumah tangga nelayan.

Selain itu, produksi ikan asin ini juga digunakan keluarga nelayan untuk

memenuhi kebutuhan lauk untuk mengurangi pengeluaran agar

penghasilan yang didapat bisa digunakan untuk keperluan lain. Seperti

ungkapan dari Sarifah (34 Tahun) sebagai berikut :

“Ikan asin yang kami buat untuk pengganti lauk biar boleh (dapat) hemat sikit, jadi duitnya bisa untuk anak sekolah” (wawancara tanggal 4 Juni 2015)

3) Udang Kering, merupakan udang yang berukuran kecil yang diperoleh dari hasil tangkapan nelayan yang kepalanya dipotong kemudian direbus

dan dijemur sebelum dijual kepasaran. Selain menjadikan udang lebih

tahan lama, hal ini juga bertujuan untuk menambah nilai jual dari udang

itu sendiri. Selain itu, adanya udang kering di kampung nelayan seberang

ini membuka peluang kerja bagi para istri nelayan maupun anak

perempuan yang tidak ikut melaut untuk memperoleh penghasilan

tambahan keluarga. Pekerjaannya itu berupa memotong kepala udang

dengan upah Rp. 2.500/ kg. Dalam sehari tak kurang 10 kg udang didapat

dari hasil pemotongan kepalanya sehingga istri dan anak-anak perempuan

nelayan mendapatkan upah tak kurang dari Rp.25.000/ hari. Dengan upah

ini tentunya akan sangat membantu untuk mencukupi kebutuhan keluarga

(32)

88

4.2 Pola dan Strategi Adaptasi Dalam Bidang Sosial Budaya

Selain di bidang ekonomi, pola dan strategi adaptasi juga diterapkan oleh

keluarga nelayan dalam bidang sosial budaya yang dibagi ke dalam dua bagian

sebagai berikut :

4.2.1 Bentuk Sistem Sosial Kemasyarakatan yang Ada

Warga kampung nelayan seberang memiliki latar belakang budaya yang

berbeda-beda dan nilai yang berbeda-beda pula. Terdapat beberapa etnis/suku

yang ada di kampung nelayan seberang meliputi : Etnis Melayu, Jawa, Banjar,

Aceh, Batak, Mandailing, Karo, Minang dan Etnis Sunda. Namun kesamaan

tempat tinggal, mata pencaharian serta agama yang dimiliki oleh warga kampung

nelayan seberang memberikan kesempatan bagi warga untuk berinteraksi lebih

intens (sering) antar warga di kampung nelayan seberang mengenai

kehidupannya. Kesamaan nasib dalam interaksi yang melibatkan banyak individu

ini kemudian memainkan perannya dalam membentuk strategi adapatasi bertahan

hidup dengan memanfaatkan sistem sosial yang terbentuk di masyarakat

Kampung Nelayan Seberang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di

lokasi studi terdapat beberapa bentuk strategi yang dihasilkan dari

interaksi-intraksi yang terjadi dalam sistem sosial masyarakat kampung nelayan seberang

yaitu sebagai berikut :

1. Hubungan Sosial Horizontal

Hubungan sosial yang terjadi di kampung nelayan seberang awalnya

berdasarkan pada hubungan kekeluargaan. Namun seiring dengan

berkembangnya kampung nelayan seberang sebagai wilayah pemukiman,

(33)

89

berbeda untuk tinggal dan menetap di Kampung nelayan seberang.

Sehingga hal ini memunculkan hubungan baru seperti hubungan kekerabatan

(etnis yang sama) dan juga hubungan tetangga atas dasar tempat tinggal

yang sama.

Seiring berjalannya waktu, interaksi yang dilakukan secara intens

(sering) antar individu di masyarakat kampung nelayan seberang

membentuk status ekonomi dan sosial yang tingkatnya berbeda-beda bagi

tiap rumah tangga. Hubungan antar rumah tangga yang memiliki status

sosial dan ekonomi yang sama disebut dengan hubungan horizontal. Dengan

adanya kesamaan status sosial dan ekonomi menyebabkan hubungan yang

terjalin akan sangat kuat. Sehingga dengan memanfaatkan hubungan

horizontal ini keluarga nelayan di kampung nelayan dapat saling membantu

ketika tetangga maupun kerabatnya membutuhkan bantuan.

2. Hubungan Sosial Vertikal (Relasi Patron-Klien).

Relasi patron-klien merupakan hubungan timbal balik antara

orang-orang yang memiliki status dan kekuasaan yang tidak sama dengan

memberikan keuntungan terhadap keduanya. Relasi patron-klien ini timbul

sebagai bentuk adanya interaksi sosial yang bersifat vertikal yang di dalam

masyarakat kampung nelayan seberang sendiri terjadi antara toke dan

juragan perahu dengan nelayan. Toke dan juragan perahu dianggap memiliki

status lebih tinggi atas dasar kondisi ekonomi mereka yang lebih memadai

dibandingkan dengan nelayan yang menjual hasil tangkapan kepada toke

(34)

90

Toke yang bersatus sebagai patron, mendapatkan keuntungan berupa

hasil tangkapan nelayan yang didapat dengan harga yang lebih murah dari

harga pasaran. Juragan perahu yang juga berstatus sebagai patron

mendapatkan keuntungan dari bagi hasil tangkapan yang di dapat nelayan

dengan kapal dan alat tangkap yang dipinjamkan kepada nelayan.

Sedangkan nelayan yang berstatus sebagai klien mendapatkan jaminan

bantuan ketika kondisi ekonomi sedang sulit dan juga kapal serta peralatan

tangkap untuk mencari penghasilan sebagai nelayan. Selain itu, kehadiran

toke di kampung nelayan seberang sangat membantu nelayan untuk menjual ikan dengan cepat kerena toke juga merupakan warga kampung nelayan

seberang. Sehingga nelayan mendapatkan waktu yang lebih efisien untuk

menangkap ikan dibandingkan dengan menjual sendiri di pasar. Seperti

pengakuan pak Safaruddin (57 Tahun) :

“..karena ada toke yang nampung ikan disini, nelayan sini tak perlu repot-repot jual di pajak (Pasar)..soalnya sama saja, ongkos kesana udah berapa,, harusnya waktu bisa dipakai buat nyari ikan jadinya habis buat jual ikan”(wawancara tanggal 20 mei 2015)

Toke dan juragan perahu di kampung nelayan seberang yang juga

merupakan peduduk setempat, membuat hubungan yang terjalin begitu kuat

karena tinggal di lokasi yang sama yang setiap harinya dapat saling

berintraksi. Kondisi ini memberikan daya tawar yang kuat bagi toke yang

merupakan penduduk setempat dibandingkan dengan toke dari daerah lain

untuk menampung hasil tangkapan nelayan.

3. Kelompok Arisan (Jula-Jula)

Salah satu strategi adaptasi bertahan hidup dalam bidang sosial

(35)

91

yang melibatkan istri-istri nelayan. Kelompok arisan merupakan sebuah

pranata tradisional yang lahir dari interaksi yang terjadi antar warga kampung

nelayan. Lahirnya kelompok arisan merupakan sebuah respon positif dari

kondisi sulitnya ekonomi nelayan. Selain untuk mempererat hubungan sosial

antar warga, fungsi utama kelompok arisan ini adalah untuk mengatasi

ketidakpastian ekonomi yang terjadi di keluarga nelayan.

4.2.2 Bentuk dan Pola Preferensi Tempat Tinggal

Kampung nelayan seberang merupakan sebuah wilayah yang unik yang

memiliki dua wilayah administrasi dalam satu kawasan tanpa adanya batasan yang

jelas antar kedua wilayah admnistrasi tersebut. Hal ini tentu memberikan pilihan

bagi warga di kampung nelayan seberang yang sebagian besar merupakan

pendatang dari berbagai daerah untuk memilih wilayah administrasi yang mereka

inginkan. Tentunya pilihan-pilihan yang diambil oleh warga kampung nelayan

seberang yang tinggal disana penuh dengan pertimbangan. Hal ini merupakan

bentuk strategi adaptasi bertahan hidup yang dilakukan oleh warga kampung

nelayan seberang. Dari hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan selama

melakukan penelitian di kampung nelayan seberang didapat sebuah fakta yang

menarik dimana kota medan merupakan pilihan terbanyak yang dipilih warga

kampung nelayan seberang untuk menjadi wilayah administrasi mereka. Artinya,

warga yang memilih kota medan sebagai wilayah administrasi terdaftar sebagai

warga kota medan yang dapat dibuktikan dengan kepemilikan Kartu Tanda

(36)

92

Banyaknya warga kampung nelayan seberang yang memilih kota medan

sebagai wilayah administrasi dibandingkan dengan kabupaten deli serdang diakui

oleh kepala dusun palu kurau kab. Deli serdang yaitu pak hermansyah (34 Tahun):

”Warga palu kurau (Kab. Deli Serdang) di sini (kampung nelayan seberang) cuma sekitar 40-an KK (kepala keluarga), lainnya sekitar 700-an KK orang medan semua. Sebenarnya banyak juga orang dari deli serdang sama langkat disini (Kampung Nelayan Seberang), tapi banyak yang pindah KK”.(wawancara tanggal 20 Mei 2015)

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan selama penelitian, terdapat

dua alasan yang dapat disimpulkan dibalik pemilihan kota medan sebagai wilayah

administrasi yaitu sebagai berikut :

Pertama, Kota Medan merupakan wilayah terdekat dari kampung nelayan

seberang dibandingkan dengan wilayah kabupaten deli serdang maupun

kabupaten langkat tepatnya mencakup wilayah administrasi Medan Belawan.

Sehingga cukup menggunakan alat transportasi berupa kapal motor yang

hanya sekitar 5 menit untuk sampai di wilayah Medan Belawan.

Kedua, banyaknya berbagai jenis bantuan yang didapat dari kota medan

sebagai ibukota provinsi Sumatera Utara baik bantuan dalam hal pendidikan,

kesehatan, maupun bantuan berupa sembako dan lain sebagainya. Tentunya

sebagai ibukota provinsi, Kota Medan mendapatkan lebih banyak perhatian

baik dari segi pendanaan APBD yang mendapat porsi yang lebih besar

(37)

93 BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kampung nelayan seberang merupakan suatu wilayah yang unik karena

secara administratif berada di wilayah administrasi Kabupaten Deli Serdang.

Namun berdasarkan fakta di lapangan, sebagian besar masyarakat yang tinggal di

kampung nelayan secara legal formal terdaftar sebagai penduduk Kota Medan.

Legalitas mereka ditandai dengan kepemilikan Kartu Tanda Penduduk yang

dikeluarkan oleh pemerintah Kota Medan. Hanya sebagian kecil masyarakat yang

merupakan warga yang berasal dari Kabupaten Deli Serdang yang ditandai

dengan kepemilikan Kartu Tanda Penduduk yang dikeluarkan oleh pemerintahan

Kabupaten Deli Serdang. Dengan adanya kepemilikan Kartu Tanda Penduduk

yang berbeda antar masyarakat yang tinggal di Kampung Nelayan Seberang

menjadikan wilayah ini terbagi ke dalam dua wilayah administrasi yaitu wilayah

administrasi Kabupaten Deli Serdang dan wilayah administrasi Kota Medan. Hal

ini dibuktikan dengan adanya dusun empat belas dari Desa Palu Kurau Kecamatan

Hamparan Perak yang termasuk wilayah administrasi Kabupaten Deli Serdang

dan Lingkungan XII Kelurahan Belawan I yang termasuk wilayah administrasi

dari Kota Medan yang tepatnya termasuk dalam Kecamatan Medan Belawan.

Penduduk kampung nelayan seberang moyoritas berprofesi sebagai

nelayan tradisional. Hal ini tidak terlepas dari lokasi kampung nelayan yang

berada di muara sungai batang serai yang juga berbatasan langsung dengan laut

(38)

94

Medan. Kondisi penghasilan nelayan yang diliputi ketidakpastian menyebabkan

tidak terpenuhinya kebutuhan hidup rumah tangga nelayan. Sehingga hal ini

disikapi dengan melakukan berbagai adaptasi untuk mempertahankan hidup

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah

yang diwujudkan dalam dua pertanyaan. Pertama, Bagaimana kondisi sistem

sosial dan budaya masyarakat di Kampung Nelayan Seberang dikaitkan dengan

kondisi kemiskinan yang ada. Kedua, Bagaimana bentuk-bentuk strategi adaptasi

yang dilakukan oleh keluarga nelayan dalam menghadapi perubahan hidup terkait

dengan pilihan mereka untuk tinggal dan menetap di Kampung Nelayan Seberang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemiskinan yang terjadi di

kampung nelayan merupakan akibat dari ketidakmampuan individu nelayan dalam

mengakumulasi basis kekuasaan sosial yang ada di masyarakat. Basis kekuasaan

sosial itu berupa : pertama, kekuasaan atas aset berupa tanah yang bukan

merupakan hak milik akan tetapi hanya berupa hak pakai yang sewaktu-waktu

dapat diminta kembali oleh pemiliknya yang dalam hal ini yaitu Pelabuhan

Belawan. Sehingga hal tersebut menyebabkan ketidakpastian tempat tinggal di

masa mendatang. Kedua, sumber keuangan yang tidak menentu dari hasil melaut

yang penuh ketidakpastian. Hal ini menyebabkan nelayan terlilit hutang kepada

toke-toke yang menampung hasil tangkapan mereka yang hanya dapat dibayar

dari hasil tangkapan berikutnya. Ketiga, organisasi sosial masyarakat seperti

kelompok arisan yang tidak sepenuhnya dapat dimanfaatkan oleh nelayan karena

hasil pengumpulan uang dari kelompok arisan ini bertujuan sebagai pengeluaran

yang mendesak seperti perbaikan perahu, biaya pengobatan, perbaikan rumah.

(39)

95

yang harus dipenuhi setiap harinya. Keempat, jaringan sosial nelayan untuk

memperoleh pekerjaan lain, keterampilan dan pengetahuan baru hanya terbatas di

lingkungan masyarakat nelayan kampung nelayan seberang. Hal ini sebagai akibat

ketergantungan yang tinggi terhadap kehidupan melaut sebagai mata pencaharian

utama yang tentunya membatasi nelayan untuk mendapatkan penghasilan baru

selain dari penghasilan sebagai nelayan. Kelima, akses informasi yang juga

terbatas bagi nelayan di kampung nelayan seberang. Sama halnya dengan

keterbatasan jaringan sosial, akses informasi juga diakibatkan ketergantungan

yang tinggi terhadap kehidupan melaut sebagai mata pencaharian utama yang juga

tentunya membatasi nelayan untuk mendapatkan informasi baru yang berguna

dalam kehidupannya. Dari keseluruhan basis sosial yang telah dijelaskan di atas

dapat dilihat bagaimana kondisi nelayan di Kampung Nelayan Seberang yang

dapat dikategorikan miskin karena keterbatasan berbagai aspek dari basis sosial

yang ada di Kampung Nelayan Seberang. Mulai dari tidak adanya aset berupa

rumah dan tanah yang menjadi jaminan hidup di masa mendatang, penghasilan

yang tidak menentu, hingga dampak kekurangan akses jaringan sosial dan

informasi akibat dari mata pencaharian utama sebagai nelayan yang

mengharuskan para nelayan menghabiskan waktu untuk kegiatan melaut dan

memperbaiki kapal serta alat tangkap yang mereka miliki sebagai modal hidup

untuk mencari nafkah.

Selain itu, hasil penelitian ini juga telah menjawab pertanyaa kedua dari

rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian yaitu Bagaimana bentuk-bentuk

strategi adaptasi yang dilakukan oleh keluarga nelayan dalam menghadapi

(40)

96

Kampung Nelayan Seberang. Strategi adaptasi yang dilakukan nelayan dapat

dibagi menjadi dua bidang yaitu strategi adaptasi di bidang ekonomi, strategi

adaptasi di bidang sosial dan budaya.

Di bidang ekonomi, strategi adaptasi dalam bertahan hidup yang dilakukan

nelayan berupa aktifitas ektraksi dan aktifitas produksi. Pertama, aktifitas ektraksi

adalah mengambil sumberdaya langsung dari alam tanpa adanya ikut campur

dalam perkembangan yang terjadi di alam. Seperti itu juga halnya dengan nelayan

yang ada di Kampung Nelayan Seberang yang mengambil sumberdaya langsung

berupa ikan, udang, kepiting dan lainnya dari laut tanpa adanya ikut campur

dalam pertumbuhan dan reproduksi sumberdaya tersebut. Dalam aktifitas ektraksi

ini nelayan menggunakan setiap waktunya untuk melaut sebagai bentuk mengatasi

penghasilan yang diliputi ketidakpastian. Selain itu, penggunaan berbagai alat

tangkap serta penggunaanya di waktu-waktu yang tepat merupakan bentuk strategi

yang dilakukan nelayan untuk memperoleh hasil yang lebih banyak. Kedua,

aktifitas produksi yang bertujuan untuk menghasilkan atau menambah nilai jual

dari suatu barang. Aktifitas produksi ini merupakan bentuk adaptasi keluarga

nelayan untuk menambah penghasilan dalam memenuhi kebutuhan akibat dari

pengahasilan melaut yang tidak menentu. Aktifitas produksi yang dilakukan

keluarga nelayan berupa : beternak serta membuat terasi,ikan asin dan udang

kering sebagai produksi untuk menambah nilai jual dari hasil melaut.

Di bidang sosial dan budaya, bentuk strategi yang diterapkan oleh

masyarakat dengan memanfaatkan hubungan sosial di masyarakat baik hubungan

vertikal maupun horizontal serta memanfaatkan organisasi sosial yang ada seperti

(41)

97

serta untuk mengatasi ketidakpastian ekonomi yang terjadi di keluarga nelayan.

Pemilihan kampung nelayan seberang sebagai tempat tinggal walaupun diliputi

ketidakpastian akan jaminan di masa depan juga merupakan sebuah strategi

bertahan hidup bagi masyarakat kampung nelayan seberang. Selain itu, dengan

adanya dua wilayah administrasi di kampung nelayan seberang yaitu wilayah

administrasi Kabupaten Deli Serdang dan wilayah administrasi Kota Medan,

memberikan pilihan bagi warga kampung nelayan yang sebagian besar merupakan

pendatang untuk memilih wilayah administrasi yang diinginkan. Dan sebagian

besar warga memilih kota medan sebagai wilayah administrasi. Hal ini karena

lokasi kampung nelayan seberang yang lebih dekat dengan kota medan

dibandingkan dengan kabupaten deli serdang sehingga memudahkan masyarakat

dalam pengurusan administrasi kependudukan. Namun, alasan yang utama

pemilihan kota medan sebagai wilayah administrasi adalah karena banyaknya

bantuan yang diterima dari berbagai pihak baik pemkot maupun pihak swasta

sebagai faktor dari kota medan sebagai ibukota provinsi yang tentunya

mendapatkan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan kabupaten deli

serdang.

5.2. Saran

Kemiskinan yang terjadi pada nelayan di kampung nelayan seberang

merupakan akumulasi dari berbagai penyebab yang ada di kehidupan nelayan

terutama ketidakpastian penghasilan dari hasil tangkapan nelayan serta

ketidakmampuan nelayan dalam mengakumulasi basis kekuasaan sosial yang ada

di masyarakat . Hal ini tentunya perlu mendapatkan perhatian serius dari berbagai

(42)

98

untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini. Sehingga kehidupan nelayan

tradisional di Indonesia khususnya di kampung nelayan seberang dapat keluar dari

jerata kemiskinan yang melanda mereka.

Selain itu, kampung nelayan seberang merupakan kawasan milik

Pelabuhan Belawan yang sewaktu-waktu jika dibutuhkan, masyarakat di kampung

nelayan seberang harus pindah dari lokasi tersebut. Hal ini terjadi karena

pembiaran yang dilakukan oleh otoritas pelabuhan maupun negara dalam hal ini

pemerintahan Kabupaten Deli Serdang dan Pemerintah Kota Medan sehingga

kampung nelayan seberang yang pada awalnya merupakan hutan mangrove

beralih fungsi menjadi pemukiman. Jika penggusuran terjadi di kampung nelayan

seberang, maka pihak-pihak yang berwenang harus memikirkan mulai dari

sekarang relokasi tempat tinggal bagi masyarakat nelayan yang terkena dampak

Gambar

Tabel 2.1 Luas Wilayah  Diperinci Per Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013
Tabel 2.2 Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin per Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013
Tabel 2.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian per Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013
Tabel 2.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Per Kelurahan di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2013
+7

Referensi

Dokumen terkait

Potret kemiskinan nelayan di Kota Medan juga tergambar dengan banyaknya anak nelayan yang tidak dapat mengecap pendidikan karena orang tua mereka tidak memiliki kemampuan

Keempat, kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang diakibatkan oleh ketidakberesan atau ketidakadilan struktur, baik struktur politik, sosial, maupun ekonomi yang

Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Desa Benua Baru Hilir Berdasarkan Indikator Badan Pusat Statistik: Jurnal Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan FPIK Unmul Samarinda Kutai

Sejalan dengan itu, dalam hal tingkat pendidikan khususnya bagi nelayan tradisional, untuk bekal kerja mencari ikan dilaut, latar belakang seorang nelayan memang tidak

Respon Masyarakat Nelayan Terhadap Pelaksanaan Program BPJS Ketenagakerjaan Bukan Penerima Upah di Kampung Nelayan Seberang.. Lingkungan XII Kelurahan I Kecamatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jebakan kemiskinan nelayan yang terjadi di Kampung Kolam Pajak Baru dilatarbelakangi oleh beberapa factor diantaranya rendahnya

Penelitian ini menemukan keadaan sosial dan ekonomi serta pengaruhnya terhadap distribusi penggunaan ruang di Kampung Nelayan Belawan Medan.. Kata Kunci : Sosial,

- Menggambar pada peta Kampung Nelayan, bangunan- bangunan yang terdapat di Kampung Nelayan Integrasi terhadap pengguna - Interpretasi masyarakat setempat terkait