• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi Dan Penetapan Kapasitas Antioksidan Hemiselulosa Sekam Padi (Oryza Sativa) Secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Isolasi Dan Penetapan Kapasitas Antioksidan Hemiselulosa Sekam Padi (Oryza Sativa) Secara In Vitro"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI DAN PENETAPAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN

HEMISELULOSA SEKAM PADI (Oryza sativa)

SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkap

i salah satu syarat untuk mem

peroleh

gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

OLEH:

CLARESTA FREDICIA ANGELINA NIM 091501125

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ISOLASI DAN PENETAPAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN

HEMISELULOSA SEKAM PADI (Oryza sativa)

SECARA IN VITRO

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

CLARESTA FREDICIA ANGELINA NIM 091501125

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ISOLASI DAN PENETAPAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN

HEMISELULOSA SEKAM PADI (Oryza sativa)

SECARA IN VITRO

OLEH:

CLARESTA FREDICIA ANGELINA NIM 091501125

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 15 Juni 2013

Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt. NIP 195101311976031003 NIP 194907061980021001

Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt. Pembimbing II, NIP 195101311976031003

Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt. Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195006221980021001 NIP 195401101980032001

Drs. Syahrial Yoenoes, S.U., Apt. NIP 195112061983031001

Medan, Juli 2013

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan atas segala limpahan rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan

penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas

Sumatera Utara, dengan judul Isolasi dan Penetapan Kapasitas Antioksidan Hemiselulosa Sekam Padi (Oryza sativa) Secara In Vitro.

Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati dan hormat, penulis

mengucapkan terimakasih kepada Drs. Maralaut Batubara, M.Phill., Apt., dan Dr. Muchlisyam, M.Si., Apt., yang telah membimbing, memberikan petunjuk,

saran-saran dan motivasi selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Kepada Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan, yang telah memberikan bimbingan dan penyediaan fasilitas

sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan. Drs. Chairul Azhar Dalimunthe, M.Sc., Apt., M.Si., Apt., Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., dan

Drs. Syahrial Yoenoes, S.U., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi USU Medan yang

telah mendidik selama perkuliahan. Sahabat-sahabat tercinta serta teman-teman STF 2009, terima kasih untuk perhatian, semangat, doa, dan kebersamaannya

(5)

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada

terhingga kepada Ayahanda Tio Kok Sin dan Ibunda Tan Bie Jan yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak

pernah berhenti. Abang Thomas dan adik Jesslyn, serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis

berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2013 Penulis,

Claresta Fredicia Angelina NIM 091501125

(6)

ISOLASI DAN PENETAPAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN HEMISELULOSA SEKAM PADI (Oryza sativa)

SECARA IN VITRO

ABSTRAK

Hemiselulosa merupakan salah satu sumber daya alam terbarukan yang paling berlimpah sebagai biopolimer kedua. Dalam beberapa tahun terakhir, hemiselulosa sebagi polimer telah dikembangkan melalui berbagai reaksi kimia, bioteknologi dan aplikasi farmasi. Sekam padi merupakan limbah pertanian yang mengandung polisakarida antara lain hemiselulosa. Tujuan penelitian ini adalah melakukan isolasi dan karakteristik hemiselulosa sekam padi serta penetapan kapasitas antioksidan dari Hemiselulosa Sekam Padi (HSP) baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Isolasi hemiselulosa dari sekam padi dilakukan dengan metode dengan menggunakan pelarut NaOH 0,2 M dan diendapkan dengan asam asetat 10% di dalam etanol 95%. Kemudian dilakukan uji karekteristik dengan organoleptis, kelarutan, spektofotometri infra merah (IR) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Pengujian kapasitas antioksidan baik kualitatif maupun kuantitatif dilakukan dengan metode fosfomolibdenum secara spektofotometri sinar tampak berdasarkan terjadinya reduksi Mo (VI) menjadi Mo (V) oleh karena adanya antioksidan.

Isolasi HSP dihasilkan hemiselulosa sebesar 3,04%. Dari uji karakteristik dengan spektofotometri IR memberikan serapan pada bilangan gelombang 3340,72 cm-1 menunjukkan adanya gugus OH dan pada bilangan gelombang 1655,92 cm-1 menunjukkan adanya gugus karboksil. Dengan KCKT didapatkan waktu retensi sebesar 2,710 menit, tinggi puncak 6,0841, luas area 0,0912 dan harga simetris sebesar 0,24. Kapasitas antioksidan dari HSP secara kulitatif dibuktikan dengan terbentuknya kompleks fosfat dan Mo (V) yang berwarna hijau. Secara kuantitatif diperoleh 1 gram sampel setara dengan (9,71 ± 2,7092) mg vitamin C.

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa isolasi hemiselulosa dapat dilakukan dan hemiselulosa memiliki aktivitas antioksidan sehingga dapat dikembangkan sebagai salah satu antioksidan alami.

Kata kunci : sekam padi, hemiselulosa, antioksidan, metode fosfomolibdenum

(7)

ISOLATION AND DETERMINATION OF IN VITRO ANTIOXIDANT CAPACITY OF HEMICELLULOSE FROM RICE HUSK (Oryza sativa)

ABSTRACT

Hemicellulose is one of the most abundant second biopolymer as the renewable natural resources. In recent years, hemicellulose as polymer have been developed through various chemical, biotechnology and pharmaceutical applications. Rice husk is an agricultural waste containing polysaccharides such as hemicellulose. The purpose of this study is to isolate, characterize and determine the antioxidant capacity from rice husks hemicelluloses for either qualitatively or quantitatively.

Isolation of hemicellulose from rice husk is based on method that used NaOH 0.2 M as solvent and precipitated using acetid acid 10% in etanol 95%. Then for the characterization tests included the organoleptic characteristics, solubility, Infrared Spektrophotometry (IR) and High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The determination of total antioxidant capacity for either qualitatively or quantitatively is performed with visible spektophotometry using phosphomolibdenum method based on reduction from Mo (VI) to Mo (V) by antioxidants.

From the isolation results, 3.04% rendement is obtained. From the characteristization test with IR show that vibration of OH at 3340.72 cm-1 and carboxyl at 1655.92 cm-1 . From HPLC, it achieved retention time at 2.710, 6.0841 height, 0.0912 width and 0.24 symetry. Determination of antioxidant capacity qualitatively proved by formed of green complex fosfomolybdat. As quantitatively, the antioxidant capacity achieved from hemicellulose is (9.71 ± 2.7092) mg vitamin C/g sample.

From the conducted research, it can be concluded that the isolation method of hemicelluloses can be used and hemicelluloses has antioxidant activity so it can be developed as natural antioxidants.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Sekam Padi ... 6

2.2 Hemiselulosa ... 6

2.3 Antioksidan ... 8

2.4 Mekanisme Kerja Antioksidan ... 9

(9)

2.6 Spektrofotometer Infra Merah ... 10

2.7 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 11

2.8 Spektrofotometri Sinar Tampak ... 11

2.9 Validasi Metode Analisis ... 14

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 16

3.2 Alat ... 16

3.3 Sampel dan Bahan- bahan ... 16

3.3.1 Sampel ... 16

3.3.2 Bahan- bahan ... 17

3.4 Pembuatan Pereaksi ... 17

3.4.1 Pembuatan etanol 70% v/v ... 17

3.4.2 Pembuatan Aquadest Bebas CO2 ... 17

3.4.3 Pembuatan NaOH 0,03 M dalam etanol 70% ... 17

3.4.4 Pembuatan NaOH 0,2 M ... 18

3.4.5 Pembuatan Hidrogen Peroksida 3% v/v ... 18

3.4.6 Pembuatan Asam Asetat 10% v/v . ... 18

3.4.7 Pembuatan Asam Klorida 2 N ... 18

3.4.8 Pembuatan Asam Klorida 1% v/v ... 18

3.4.9 Pembuatan NaOH 1%b/v... 18

3.4.10 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 18

3.5 Prosedur Penelitian ... 19

(10)

3.5.2 Pengujian Karakteristik Sekam Padi (Oryza sativa) ... 19

3.5.2.1 Pemeriksaan Organoleptis. ... 19

3.5.2.2 Penetapan Kadar Abu Total ... 19

3.5.2.3 Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ... 19

3.5.2.4 Susut Pengeringan ... 20

3.5.3 Isolasi Hemiselulosa Sekam Padi (Oryza sativa) ... 20

3.5.4 Karakteristik Hemiselulosa Sekam padi ... 21

3.5.4.1 Organoleptis meliputi bentuk, warna dan rasa .. 21

3.5.4.2 Kelarutan ... 21

3.5.4.3 Pengujian Karakeristik dengan Spektofotometri Inframerah ... 21

3.5.4.4 Pengujian Karakeristik dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 21

3.5.5 Pengujian Kapasitas Antioksidan Hemiselulosa Sekam Padi (HSP) ... 22

3.5.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C ... 22

3.5.5.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 22

3.5.5.3 Penentuan Waktu Kerja (Operatimg Time) ... 22

3.5.5.4 Pengukuran Kurva Kalibrasi Vitamin C ... 23

3.5.5.5 Penetapan Kapasitas Antioksidan dari Hemiselulosa Sekam Padi (HSP) ... 23

3.6 Uji Validasi Metode ... 23

3.6.1 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi ... 23

3.6.2 Uji Presisi ... 24

(11)

3.6.3 Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali

(% Recovery) ... 25

3.7 Analisis Data Secara Statistik ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Karakteristik Serbuk Sekam Padi (Oryza sativa) ... 27

4.1.1 Organoleptis Meliputi Bentuk, Warna dan Rasa ... 27

4.1.2 Karakteristik Mutu Serbuk Sekam Padi (Oryza sativa) ... 27

4.2 Isolasi Hemiselulosa Sekam Padi (Oryza sativa) ... 28

4.3 Karakteristik Hemiselulosa Sekam Padi (Oryza sativa) ... 29

4.3.1 Organoleptis Meliputi Bentuk, Warna dan Rasa ... 29

4.3.2 Kelarutan ... 29

4.3.3 Karakteristik HSP dengan Spektrum Inframerah ... 30

4.3.4 Karakteristik HSP dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 31

4.4 Kapasitas Antioksidan Hemiselulosa Sekam Padi (Oryza sativa) ... 32

4.4.1 Panjang Gelombang Maksimum ... 32

4.4.2 Waktu Kerja (Operatimg Time) ... 33

4.4.3 Kurva Kalibrasi Vitamin C ... 34

4.4.4 Penetapan Kapasitas Antioksidan dari Hemiselulosa Sekam Padi (HSP) ... 35

4.5 Validasi Metode ... 36

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

5.1 Kesimpulan ... 39

(12)

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95% ... 25

Tabel 4.1 Hasil Organoleptis Serbuk Sekam Padi (Oryza sativa) ... 27

Tabel 4.2 Karakteristik Serbuk Sekam Padi (Oryza sativa) ... 27

Tabel 4.3 Hasil Organoleptis Hemiselulosa Sekam Padi (HSP) ... 29

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 4.1 Karakteristik HSP dengan IR ... 30

Gambar 4.2 Karakteristik HSP dengan KCKT ... 32 Gambar 4.3 Kurva Serapan Maksimum Pengukuran Mo (V) dengan

Larutan Pereaksi ... 33 Gambar 4.4 Kurva Waktu Kerja ... 34

Gambar 4.5Kurva Kalibrasi Vitamin C pada Panjang Gelombang

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi ... 42

Lampiran 2. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total ... 44

Lampiran 3. Perhitungan Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam ... 45

Lampiran 4. Perhitungan Susut Pengeringan ... 46

Lampiran 5. Perhitungan Persen (%) Rendemen Hemiselulosa Hasil Isolasi Sekam Padi (Oryza sativa) ... 47

Lampiran 6. Hasil Pengujian Karakeristik dengan Spektofotometri Inframerah ... 48

Lampiran 7. Hasil Pengujian Karakeristik dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ... 49

Lampiran 8. Data Hasil Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ... 50

Lampiran 9. Data Hasil Penentuan Waktu Kerja ... 51

Lampiran 10. Perhitungan kurva kalibrasi Vitamin C ... 52

Lampiran 11. Data kurva kalibrasi Vitamin C pada panjang gelombang 710 nm ... 54

Lampiran 12. Perhitungan Persamaan Regresi ... 55

Lampiran 13. Hasil dan Data Pengukuran Kapasitas Antioksidan dari Hemiselulosa Hasil Isolasi Sekam Padi (Oryza sativa) ... 56

Lampiran 14. Contoh Perhitungan Kapasitas Antioksidan dalam Sampel ... 57

Lampiran 15. Data perhitungan Analisis Data Statistik ... 58

(16)

Lampiran 17. Perhitungan Hasil Nilai Standar Deviasi (SD) dan

Relative Standar Deviasi (RSD) ... 61 Lampiran 18. Data dan Contoh Perhitungan Uji Akurasi dengan

(17)

ISOLASI DAN PENETAPAN KAPASITAS ANTIOKSIDAN HEMISELULOSA SEKAM PADI (Oryza sativa)

SECARA IN VITRO

ABSTRAK

Hemiselulosa merupakan salah satu sumber daya alam terbarukan yang paling berlimpah sebagai biopolimer kedua. Dalam beberapa tahun terakhir, hemiselulosa sebagi polimer telah dikembangkan melalui berbagai reaksi kimia, bioteknologi dan aplikasi farmasi. Sekam padi merupakan limbah pertanian yang mengandung polisakarida antara lain hemiselulosa. Tujuan penelitian ini adalah melakukan isolasi dan karakteristik hemiselulosa sekam padi serta penetapan kapasitas antioksidan dari Hemiselulosa Sekam Padi (HSP) baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Isolasi hemiselulosa dari sekam padi dilakukan dengan metode dengan menggunakan pelarut NaOH 0,2 M dan diendapkan dengan asam asetat 10% di dalam etanol 95%. Kemudian dilakukan uji karekteristik dengan organoleptis, kelarutan, spektofotometri infra merah (IR) dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Pengujian kapasitas antioksidan baik kualitatif maupun kuantitatif dilakukan dengan metode fosfomolibdenum secara spektofotometri sinar tampak berdasarkan terjadinya reduksi Mo (VI) menjadi Mo (V) oleh karena adanya antioksidan.

Isolasi HSP dihasilkan hemiselulosa sebesar 3,04%. Dari uji karakteristik dengan spektofotometri IR memberikan serapan pada bilangan gelombang 3340,72 cm-1 menunjukkan adanya gugus OH dan pada bilangan gelombang 1655,92 cm-1 menunjukkan adanya gugus karboksil. Dengan KCKT didapatkan waktu retensi sebesar 2,710 menit, tinggi puncak 6,0841, luas area 0,0912 dan harga simetris sebesar 0,24. Kapasitas antioksidan dari HSP secara kulitatif dibuktikan dengan terbentuknya kompleks fosfat dan Mo (V) yang berwarna hijau. Secara kuantitatif diperoleh 1 gram sampel setara dengan (9,71 ± 2,7092) mg vitamin C.

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa isolasi hemiselulosa dapat dilakukan dan hemiselulosa memiliki aktivitas antioksidan sehingga dapat dikembangkan sebagai salah satu antioksidan alami.

Kata kunci : sekam padi, hemiselulosa, antioksidan, metode fosfomolibdenum

(18)

ISOLATION AND DETERMINATION OF IN VITRO ANTIOXIDANT CAPACITY OF HEMICELLULOSE FROM RICE HUSK (Oryza sativa)

ABSTRACT

Hemicellulose is one of the most abundant second biopolymer as the renewable natural resources. In recent years, hemicellulose as polymer have been developed through various chemical, biotechnology and pharmaceutical applications. Rice husk is an agricultural waste containing polysaccharides such as hemicellulose. The purpose of this study is to isolate, characterize and determine the antioxidant capacity from rice husks hemicelluloses for either qualitatively or quantitatively.

Isolation of hemicellulose from rice husk is based on method that used NaOH 0.2 M as solvent and precipitated using acetid acid 10% in etanol 95%. Then for the characterization tests included the organoleptic characteristics, solubility, Infrared Spektrophotometry (IR) and High Performance Liquid Chromatography (HPLC). The determination of total antioxidant capacity for either qualitatively or quantitatively is performed with visible spektophotometry using phosphomolibdenum method based on reduction from Mo (VI) to Mo (V) by antioxidants.

From the isolation results, 3.04% rendement is obtained. From the characteristization test with IR show that vibration of OH at 3340.72 cm-1 and carboxyl at 1655.92 cm-1 . From HPLC, it achieved retention time at 2.710, 6.0841 height, 0.0912 width and 0.24 symetry. Determination of antioxidant capacity qualitatively proved by formed of green complex fosfomolybdat. As quantitatively, the antioxidant capacity achieved from hemicellulose is (9.71 ± 2.7092) mg vitamin C/g sample.

From the conducted research, it can be concluded that the isolation method of hemicelluloses can be used and hemicelluloses has antioxidant activity so it can be developed as natural antioxidants.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara

mendonorkan satu atau lebih elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat. Keseimbangan oksidan dan antioksidan sangat penting karena berkaitan

dengan berfungsinya sistem imunitas tubuh (Meydani, et al., 1995). Penggunaan senyawa antioksidan semakin berkembang, baik untuk makanan

maupun untuk pengobatan seiring dengan bertambahnya pengetahuan tentang aktivitas radikal bebas (Boer, 2000).

Antioksidan dalam tubuh bermanfaat untuk mencegah reaksi oksidasi

yang ditimbulkan oleh radikal bebas baik hasil metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya. Berdasarkan sumbernya, antioksidan terdiri dari dalam

tubuh (endogen) dan luar tubuh (eksogen). Adakalanya sistem antioksidan endogen tidak cukup untuk memecah spesies oksigen reaktif (ROS), keadaan ini disebut stress oksidatif. Oleh karena itu, diperlukan antioksidan dari luar

(eksogen) untuk mengatasinya (Kukic, et al., 2006).

Hemiselulosa merupakan salah satu sumber daya alam renewable

(20)

tumbuhannya. Dalam beberapa tahun terakhir, hemiselulosa sebagi polimer

telah dikembangkan melalui berbagai reaksi kimia, bioteknologi dan aplikasi farmasi. Beberapa penelitian tentang pemanfaatan hemiselulosa antara lain sebagai salah satu sumber bioetanol, dan media pada mikrobiologi (Richana,

dkk., 2007).

Beberapa penelitian terbaru melaporkan bahwa hemiselulosa dapat

bersifat sebagai antioksidan. Hemiselulosa memiliki aktivitas antioksidan oleh karena pada rantai cabangnya merupakan monosakarida, antara lain: D-mannosa, D-galaktosa, D-fruktosa, serta pentosa seperti D-xilosa dan

L-arabinosa yang merupakan gula pereduksi (Melo, et al., 2012).

Indonesia sebagai negara pertanian menghasilkan sekam padi sekitar

0,85 ton/jam atau sekitar 8,5 ton/hari. Volume yang besar ini akan menjadi masalah serius dalam jangka panjang apabila tidak ditangani dengan baik. Sekam padi mengandung hemiselulosa sekitar 6% dan belum banyak

dimanfaatkan. Oleh karena itu, penulis mencoba melakukan isolasi hemiselulosa berdasarkan metode yang pernah dilakukan peneliti terdahulu

(Muchlisyam, dkk., 2011).

Penetapan kapasitas antioksidan pada hemiselulosa Sekam Padi (HSP) dilakukan dengan metode spektrofotometri sinar tampak karena metode ini

sangat baik digunakan untuk mengukur larutan yang berwarna pada konsentrasi kecil (µg/ml). Metode pengukuran kapasitas antioksidan lain yang

(21)

senyawa antioksidan yang terlarut dalam pelarut organik, khususnya alkohol.

Selain itu, reagen DPPH tidak stabil, sangat rentan terhadap cahaya, udara, tipe pelarut, dan pH. Oleh karena itu, diperlukan teknik penyiapan khusus agar terlindung dan reagen yang baru saat melakukan analisis (Apak, et al.,

2007).

Selain itu, penetapan kapasitas antioksidan juga dapat ditentukan

dengan metode Ferric Reducing Antioxidant Power (FRAP), namun metode FRAP memiliki keterbatasan dimana tidak semua antioksidan dapat mereduksi Fe (III) dalam kurun waktu pengukuran dari FRAP. Beberapa senyawa

antioksidan membutuhkan waktu reaksi yang lebih lama sehingga tidak dapat diukur dengan metode FRAP. Metode penghilangan warna (decolorization)

seperti 2,2’-azinobis-(3-ethylbenzothiazoline-6-sulfonic acid (ABTS) dan DPPH juga memiliki keterbatasan dimana semakin pekat warna awal sampel, semakin kecil penurunan pada absorbansi dan semakin sedikit aktivitas

antioksidan yang dapat diukur, bahkan walaupun apabila dibuat dalam volume sampel yang minimal (Apak, et al., 2007).

Metode penentuan kapasitas antioksidan lainnya adalah metode fosfomolibdenum. Metode ini berdasarkan di mana terjadi reduksi dari Mo (VI) menjadi Mo (V) oleh antioksidan sehingga terbentuk warna hijau dari

kompleks fosfat dengan Mo (V) pada suasana asam dan digunakan antioksidan lain sebagai pembanding. Keuntungan metode ini antara lain metode ini baru

(22)

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis memilih menggunakan

metode fosfomolibdenum untuk pengujian kualitatif dan kuantitatif kapasitas antioksidan dari Hemiselulosa Sekam Padi (HSP).

Pada penelitian ini, penulis memilih vitamin C sebagai antioksidan

pembanding. Vitamin merupakan salah satu zat gizi yang berperan sebagai antioksidan efektif atau mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau

jaringan, termasuk melindungi sel dari kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh radiasi. Vitamin C banyak terdapat pada sayur-sayuran dan buah-buahan dan merupakan antioksidan yang paling sering digunakan (Lingga, 2012).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah pada penelitian

ini adalah:

a. Apakah metode isolasi yang dipakai dapat digunakan untuk mengisolasi hemiselulosa dari sekam padi?

b. Apakah akitivitas antioksidan dari HSP dapat diperiksa secara kualitatif dengan pereaksi fosfomolibdat?

c. Apakah kapasitas antioksidan HSP berbeda dengan kapasitas antioksidan Vitamin C?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis pada penelitian ini adalah:

(23)

b. Pemeriksaan kualitatif aktivitas antioksidan HSP dapat ditentukan dengan

pereaksi fosfomolibdat.

c. Terdapat perbedaan kapasitas antioksidan HSP dengan kapasitas antioksidan Vitamin C.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah metode isolasi yang dipakai dapat digunakan dan berapa % rendemen hemiselulosa yang diperoleh dari sekam padi. b. Untuk mengetahui apakah pemeriksaan kualitatif aktivitas antioksidan

HSP dengan pereaksi fosfomolibdat dapat dilakukan.

c. Untuk mengetahui perbedaan kapasitas antioksidan HSP apabila

dibandingkan dengan kapasitas antioksidan Vitamin C.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat mengurangi limbah sekam

padi dan pemanfaatan hemiselulosa sebagai antioksidan sehingga akan mendorong pengembangan lebih lanjut tentang pemanfaatan bahan tersebut

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sekam Padi

Sekam Padi merupakan lapisan keras yang meliputi kariopsis yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling bertautan.

Pada proses penggilingan beras sekam padi akan terpisah dari butir beras dan menjadi bahan sisa atau limbah penggilingan. Sekam padi dikategorikan sebagai biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti

bahan baku industri, pakan ternak dan energi atau bahan bakar. Dari proses penggilingan padi biasanya diperoleh sekam padi sekitar 20-30%, dedak antara

8-12% dan beras gilingan antara 50-63,5% dari bobot awal gabah. Sekam padi dengan persentase yang tinggi tersebut dapat menimbulkan masalah lingkungan (Anonim, 2010).

2.2 Hemiselulosa

Indonesia merupakan negara pertanian sebagai penghasil beras, jagung, tebu dan kakao. Dalam proses pengolahan hasil pertanian, selain dihasilkan bagian yang bermanfaat, tetapi juga menghasilkan produk ikutan (by product)

yang merupakan Non-Starch Polysaccarides (NSP), yang jumlahnya 30-50% dari keseluruhan proses pengolahan hasil pertanian (Caprita, et al., 2010).

Polisakarida sebagai Non-Starch Polysaccarides (NSP) ditemukan pada

(25)

polisakarida merupakan sumber daya terbarukan (renewable sources) yang

senantiasa dihasilkan dengan formasi tahunan, dari berbagai jenis tanaman, disintesis oleh energi matahari dan sepenuhnya terurai di keadaan asli (Caprita, et al., 2010).

Komponen yang terbesar dari NSP adalah serat, terdiri dari komponen hetero polisakarida dan non polisakarida antara lain selulosa (20-35%),

hemiselulosa (20-35%), pektin, alginate dan lignin (10-25%). Dengan melakukan proses ekstraksi dan fraksinasi yang cermat terhadap biomassa produk ikatan ini dapat menghasilkan berbagai bahan, yang dapat dikonversi

menjadi produk bernilai tinggi (Karaaslan, dkk., 2010).

Beberapa hemiselulosa dari tanaman dan tumbuhan yang lebih tinggi

merupakan polisakarida sumber potensial untuk perkembangan farmakologi (Saha, 2003).

Hemiselulosa merupakan polisakarida dimana monomer penyusun

hemiselulosa biasanya adalah rantai D-glukosa, ditambah dengan berbagai bentuk monosakarida yang terikat pada rantai, baik sebagai cabang atau mata

rantai, seperti D-mannosa, D-galaktosa, D-fruktosa, dan pentosa-pentosa seperti D-xilosa dan L-arabinosa yang merupakan gula pereduksi (Melo, et al., 2012)

Gula pereduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Sifat mereduksi ini disebabkan adanya gugus hidroksi yang bebas

(26)

dapat mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi seperti ferisianida, hydrogen

peroksida dan ion kupro (Lingga, 2012).

2.3 Antioksidan

Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu

sama sekali dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas Radikal bebas adalah atom atau senyawa yang kehilangan pasangan elektronnya (Kumalaningsih, 2006).

Antioksidan dapat berupa enzim (misalnya superoksida dismutase, katalase dan glutation peroksidase), vitamin-vitamin (seperti vitamin E,

vitamin C, vitamin A dan beta karoten), ataupun senyawa lain (misalnya flavonoid, albumin, bilirubin, seruloplasmin dan lain-lain). Antioksidan enzimatis merupakan pertahanan utama (primer) terhadap kondisi stress

oksidatif (Winarsi, 2007).

Menurut Kosasih, dkk. (2004), berdasarkan mekanisme kerjanya,

antioksidan dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu antioksidan primer, antioksidan sekunder dan antioksidan tersier.

1. Antioksidan primer bekerja dengan mencegah terbentuknya senyawa

radikal bebas baru. Ia mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang dampak negatifnya, sebelum radikal bebas ini sempat bereaksi. Contoh antioksidan primer adalah SOD (Superoxide

(27)

2. Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa serta mencegah

terjadinya reaksi berantai. Contoh antioksidan sekunder : vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam urat, bilirubin dan albumin.

3. Antioksidan tersier bekerja dengan cara memperbaiki kerusakan sel-sel

dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfooksidan

reduktase. Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna untuk mencegah penyakit misalnya kanker.

2.4 Mekanisme Kerja Antioksidan

Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat

oksidasi lemak. Menurut Antolovich, et al. (2002), oksidasi lemak terdiri dari beberapa tahap, yaitu inisiasi, propagasi, branching dan terminasi.

1. Inisiasi: LH + R*  L* + RH

Dimana LH merupakan molekul substrat, contohnya lipid, dan R* merupakan radikal pengoksidasi. Oksidasi lipid menghasilkan radikal asam

lemak yang sangat reaktif (L*) yang dapat dengan cepat bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksil lipid (LOO*).

2. Propagasi: L* + O2  LOO*

LOO* + LH  L* + LOOH

Radikal peroksil adalah pembawa rantai yang dapat mengoksidasi lipid

(28)

3. Branching: LOOH  LO* + HO*

2LOOH  LOO* + LO* + H2O

Pemecahan dari hidroperoksid lipid melibatkan katalis ion logam transisi. Tahap ini akan menghasilkan peroksil lipid dan alkoksi lipid radikal.

4. Terminasi: LO* + LO*  produk non radikal LOO* + LOO*  produk non radikal

LO* + LOO*  produk non radikal

Reaksi terminasi mencakup penggabungan radikal-radikal membentuk produk non radikal.

2.5 Metode Fosfomolibdenum

Metode ini didasarkan pada proses reduksi dari Mo (VI) menjadi Mo (V) oleh antioksidan sehingga dapat membentuk kompleks fosfat/Mo(V) yang berwarna hijau. Untuk sampel yang tidak diketahui komposisinya, kapasitas antioksidan dapat dinyatakan sebagai ekivalensi α-tokoferol atau asam askorbat

(Melo, et al., 2012)

2.6 Spektrofotometer Infra Merah

Cahaya tampak terdiri dari beberapa frekuensi elektromagnetik

monokromatis yang berbeda dimana setiap frekuensi bisa dilihat sebagai warna yang berbeda. Radiasi inframerah juga mengandung beberapa range frekuensi

(29)

gelombang 2,5- 50 µm atau bilangan gelombang 4000- 200 cm-1. Energi yang

dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul. Pita absorbansi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe ikatan kimia atau gugus fungsi. Metode ini sangat berguna mengindentifikasi

senyawa organik. Sebagai sumber cahaya yang umum digunakan adalah lampu tungsten, Nerst glowers (Dachriyanus, 2004)

2.7 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan

dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detector yang sangat

sensitif dan beragam sehingga mampe menganalisa berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).

2.8 Spektrofotometri Sinar Tampak

Spektrofotometri merupakan suatu metode analisis yang mempelajari interaksi antara materi dengan radiasi elektromagnetik. Spektrofotometri serapan sinar tampak dan ultraviolet memanfaatkan sinar

dengan panjang gelombang 400-700 nm untuk daerah sinar tampak dan 100-400 nm untuk daerah sinar UV. Bila suatu zat dikenai radiasi maka zat akan

(30)

seluruh radiasi yang mengenai zat tersebut akan diserap, sebagian

diteruskan atau ditransmisikan. Spektrum absorpsi merupakan gambaran hubungan antara panjang gelombang sinar yang mengenai suatu zat dengan besarnya serapan sinar pada panjang gelombang tersebut oleh zat yang

bersangkutan. Pengukuran absorpsi radiasi UV-Vis oleh spesi larutan dapat digunakan sebagai metode analisis kuantitatif (Khopkar, 1998).

Menurut Gandjar dan Rohman (2007), ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam analisis dengan spektrofotometri UV-Vis terutama untuk senyawa yang semula tidak berwarna yang akan dianalisis dengan

spektrofotometri visibel karena senyawa tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi senyawa yang berwarna.Berikut adalah tahapan-tahapan yang perlu

diperhatikan:

a. Pembentukan molekul yang dapat menyerap sinar UV-Vis

Hal ini perlu dilakukan jika senyawa yang dianalisis tidak menyerap

pada daerah tersebut. Cara yang digunakan adalah dengan merubahnya menjadi senyawa lain atau direaksikan dengan pereaksi tertentu. Pereaksi yang

digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu: - Reaksinya selektif dan sensitif

- Reaksinya cepat, kuantitatif dan reprodusibel

- Hasil reaksi stabil dalam jangka waktu yang lama b. Pemilihan Panjang Gelombang

(31)

panjang gelombang maksimal, dilakukan dengan membuat kurva hubungan

antara absorbansi dengan panjang gelombang dari suatu larutan baku pada konsentrasi tertentu.

Ada beberapa alasan mengapa pengukuran harus menggunakan

panjang gelombang maksimal, yaitu:

- Pada panjang gelombang maksimal, kepekaannya juga maksimal karena pada

panjang gelombang maksimal tersebut, perubahan absorbansi untuk setiap satuan konsentrasi adalah yang paling besar

- Di sekitar panjang gelombang maksimal, bentuk kutva absorbansi datar dan

pada kondisi tersebut hukum Lambert-Beer akan terpenuhi

- Jika dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh

pemasangan ulang panjang gelombang akan kecil sekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal

c. Waktu Operasional (Operating time)

Cara ini biasa digunakan untuk pengukuran hasil reaksi atau pembentukan warna. Tujuannya adalah untuk mengetahui waktu pengukuran

yang stabil. Waktu operasional ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu pengukuran dengan absorbansi larutan.

d. Pembuatan kurva baku

Dibuat seri larutan baku dari zat yang akan dianalisis dengan berbagai konsentrasi. Masing-masing absorbansi larutan dengan berbagai konsentrasi

(32)

e. Pembacaan absorbansi sampel atau cuplikan

Absorban yang terbaca pada spektrofotometer hendaknya antara 0,2 sampai 0,8 atau 15% sampai 70% jika dibaca sebagai transmitans. Anjuran ini berdasarkan anggapan bahwa kesalahan dalam pembacaan T adalah 0,005 atau

0,5% (kesalahan fotometrik).

2.9 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita, 2004).

Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut:

a. Kecermatan

Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan

(Harmita, 2004).

Menurut Ermer (2005), rentang persen perolehan kembali memenuhi

syarat jika nilai persen perolehan kembali berada pada rentang 80% -120%. b. Keseksamaan (presisi)

(33)

menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu

metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen. Nilai simpangan baku relatif yang memenuhi persyaratan menunjukan adanya keseksamaan metode yang dilakukan (Harmita, 2004).

c. Sensitivitas

Sensitivitas merupakan kemampuan untuk membedakan dua

konsentrasi yang berbeda dan ditentukan dengan kemiringan dari kurva kalibrasi (Christian, 2004).

d. Linearitas dan rentang

Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi

matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan

dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004). e. Batas deteksi

Batas deteksi merupakan tingkat konsentrasi terendah yang dapat dikatakan secara statistic berbeda dari blanko (Christian, 2004).

f. Batas Kuantitasi

Batas kuantitasi merupakan konsentrasi terendah yang dapat diukur di dalam matriks sampel pada tingkat presisi dan akurasi yang dapat diterima

(34)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakasanakan pada bulan Oktober 2012 sampai Maret 2013, penelitian dilakasanakan di laboratorium penelitian dan laboratorium kimia

analisis II (kuantitatif) Fakultas Farmasi USU.

3.2 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah spektrofotometer sinar ultra violet (Shimadzu), FTIR (Shimadzu), KCKT lengkap (Shimadzu

Prominience series) dengan pompa (LC 20 AD), degasser (DGU 20 A5), injektor (Rheodyne 7225i), kolom Shim-Pack VP-ODS (4,6 x 250 mm), detektor UV/VIS (SPD 20 A), neraca analitis (Sartorius, Metler Toledo),

sentrifuge (Hitachi), oven (Memmert), Hot plate, tanur (Stuart), desikator, blender (Kris), kertas saring Whatman No. 1 dan No.42, krus porselen, spatula,

termometer dan alat-alat gelas lainnya (Pyrex dan Oberol).

3.3 Sampel dan Bahan- bahan

3.3.1 Sampel

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah metode purposif

(35)

representatif. Sampel merupakan sekam padi yang diambil di daerah Pangkalan

Susu, kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

3.3.2 Bahan- bahan

Bahan- bahan yang digunakan dalam penelitian ini berkualitas pro

analisis yaitu asam asetat glasial 96% (E. Merck), asam klorida 37% (E. Merck),asam sulfat96% (E. Merck), ammonium molibdat (E. Merck), etanol

95% (E. Merck), hidrogen peroksida 30% (E. Merck), metanol grade for HPLC (E. Merck), natrium hidroksida (E. Merck), natrium fosfat (E. Merck), kecuali aquabidest (Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi USU), aquadest (CV.

Rudang Jaya) dan vitamin C baku pabrik (CSPS Weisheng Pharmaceutical).

3.4 Pembuatan Pereaksi

3.4.1 Pembuatan etanol 70% v/v

Diencerkan 368,5 ml etanol 95% v/v dengan air secukupnya hingga 500

ml (Ditjen POM, 1979).

3.4.2 Pembuatan Aquadest Bebas CO2

Dididihkan Aquadest kuat-kuat dalam beaker glass selama 5 menit atau lebih dan diamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap karbondioksida dari udara (Ditjen POM, 1979).

3.4.3 Pembuatan Larutan NaOH 0,03 M dalam etanol 70%

Dilarutkan 0,66 gram NaOH dalam etanol 70% secukupnya hingga 500

(36)

3.4.4 Pembuatan Larutan NaOH 0,2 M

Dilarutkan 4,4 gram NaOH dalam aquades bebas CO2 secukupnya hingga 500 ml (Ditjen POM, 1979). Data dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4.5 Pembuatan Larutan Hidrogen Peroksida 3% v/v

Diencerkan 15 ml H2O2 30% dalam 150 ml air, kemudian dihomogenkan (Ditjen POM, 1979).

3.4.6 Pembuatan Asam Asetat 10% v/v

Diencerkan 10 ml asam asetat glasial dengan air secukupnya hingga 50 ml (Ditjen POM, 1979).

3.4.7 Pembuatan Asam Klorida 2 N

Diencerkan 8,33 ml HCl 37% dengan air secukupnya hingga 50 ml

(Ditjen POM, 1979). Data dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4.8 Pembuatan Asam Klorida 1% v/v

Diencerkan 0,37 ml HCl 37% dengan air secukupnya hingga 10 ml

(Ditjen POM, 1979).

3.4.9 Pembuatan Larutan NaOH 1% b/v

Dilarutkan 0,1 gram NaOH dalam aquades bebas CO2 secukupnya hingga 10 ml (Ditjen POM, 1979).

3.4.10 Pembuatan Larutan Pereaksi

Larutan Pereaksi mengandung ammonium molibdat (4 mM), natrium fosfat (28 mM), dan asam sulfat (600 mM). Dilarutkan 2,296 gram natrium

(37)

secukupnya hingga 500 ml (Melo, et al., 2012). Data dapat dilihat pada

Lampiran 1.

3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Preparasi Sekam Padi

Preparasi diawali dengan mengeringkan sekam padi dan dihaluskan

dengan cara diblender. Serbuk kemudiaan diayak dengan mesh 40, serbuk halus ini digunakan untuk karakteristik sekam padi.

3.5.2Karakteristik Sekam Padi (Oryza sativa)

3.5.2.1Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi bau, warna serta rasa.

3.5.2.2 Penetapan Kadar Abu Total

Ditimbang seksama sebanyak 2 gram serbuk sekam padi , kemudian dimasukkan ke dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, lalu diratakan.

Krus dipijarkan pada suhu 600°C sampai arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan. Kadar abu dihitung terhadap

bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5.2.3Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan

dalam 25 ml asam klorida 2 N selama lima menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu kemudian

(38)

konstan, kemudian didinginkan dan ditimbang. Kadar abu tidak larut dalam

asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan (Depkes RI, 1995).

3.5.2.4Susut Pengeringan

Ditimbang sebanyak 1 gram serbuk sekam padi dan dimasukkan ke

dalam krus porselein yang telah ditimbang konstan, lalu dipanaskan pada suhu 105°C selama 1 jam, kemudian ditimbang hingga berat konstan (Ditjen POM,

1979).

3.5.3 Isolasi Hemiselulosa Sekam Padi (HSP)

Metode yang digunakan untuk isolasi Hemiselulosa dari sekam padi

adalah sebagi berikut: ditimbang sebanyak 50 gram serbuk sekam padi, kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass lalu ditambahkan 500 ml NaOH

0,03 M dalam etanol 70% dan dipanaskan pada suhu 60°C dan diaduk selama 2 jam untuk melarutkan lignin. Suspensi tersebut dibiarkan mendingin ke suhu kamar dan disaring dengan kertas saring whatman No.1. Residu ditambahkan

500 ml NaOH 0,2 M, dan diaduk selama 8 jam pada suhu kamar untuk melarutkan hemiselulosa lalu disaring. Filtrat dipanaskan pada suhu 65°C, dan

ditambahkan 137 ml H2O2 3% secara bertahap. Setiap penambahan H2O2 3% 1 ml ke dalam filtrat dan diaduk secara konstan sampai diperoleh larutan jernih. Ditambahkan larutan asam asetat 10% dalam etanol 96% dengan perbandingan

1: 4 (v/v) dan disimpan selama 1 jam. Filtrat disentrifugasi dengan laju 10.000 rpm selama 15 menit, dan filtrat dibuang, endapan dicuci dengan etanol 96%,

(39)

3.5.4Karakteristik Hemiselulosa Sekam padi (HSP)

3.5.4.1Pemeriksaan Organoleptis

Pemeriksaan organoleptis meliputi bau, warna serta rasa.

3.5.4.2 Kelarutan

Ditimbang sebanyak 50 mg HSP, kemudian dilarutkan dalam 1 ml aquades, aquades 80°C, HCl 1%, dan NaOH 1% dan dibandingkan

kelarutannya (Ditjen POM, 1979).

3.5.4.3Pengujian karakeristik dengan Spektofotometri Inframerah

Ditimbang sebanyak 1 mg HSP dan 100 mg kalium bromida. Kemudian

dimasukkan ke dalam lumpang,digerus hingga homogen yang selanjutnya dianalisis pada rentang bilangan gelombang 4000–500 cm-1 dan direkam

spektrum Inframerahnya (Muchlisyam, dkk., 2011).

3.5.4.4Pengujian karakeristik dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Ditimbang sebanyak 50 mg HSP, lalu dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml dan ditambahkan dengan aquabidest sampai garis tanda.

Dikocok, lalu disaring (beberapa ml filtrat pertama dibuang). Larutan lalu disaring melalui penyaring membran Cellulose nitrate 0,2 µm dan

diawanudarakan selama ± 20 menit. Kemudian larutan disuntikkan ke dalam sistem KCKT melalui injektor dengan loop 20 µl, menggunakan sistem elusi isokratik dengan fase gerak aquabidest dengan laju alir 0,8 ml/menit. Deteksi

menggunakan detektor UV pada panjang gelombang 280 nm. Kromatogram direkam dan analisa kualitatif dilakukan dengan membandingkan tinggi puncak

(40)

3.5.5 Pengujian Kapasitas Antioksidan Hemiselulosa Sekam Padi (HSP)

3.5.5.1 Pembuatan Larutan Induk Baku Vitamin C

Ditimbang setara 50 mg Vitamin C, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 50 ml, dan dilarutkan dengan aquadest sampai garis tanda.

Diperoleh konsentrasi Vitamin C pada Larutan Induk Baku (LIB) I adalah 1000 µg/ml.

3.5.5.2 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Dari LIB I dipipet 1,2 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, dicukupkan volumenya dengan aquadest hingga garis tanda untuk

mendapatkan konsentrasi 120 µg/ml. Dipipet 0,5 ml dan dicampur dengan 5 ml larutan pereaksi sehingga diperoleh konsentrasi 10,909 µg/ml. Kemudian

diinkubasi selama 90 menit pada suhu 95°C-100°C dan didinginkan pada suhu kamar kemudian diukur absorbansi dari kompleks fosfomolibdenum pada panjang gelombang 400-800 nm.

3.5.5.3 Penentuan Waktu Kerja (Operating time)

Dari LIB I dipipet 1,2 ml dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml,

dicukupkan volumenya dengan aquadest hingga garis tanda untuk mendapatkan konsentrasi 120 µg/ml. Dipipet 0,5 ml dan dicampur dengan 5 ml larutan pereaksi sehingga diperoleh konsentrasi 10,909 µg/ml. Kemudian

diinkubasi selama 90 menit pada suhu 95°C-100°C dan didinginkan pada suhu kamar kemudian diukur absorbansi dari kompleks fosfomolibdenum pada

(41)

3.5.5.4 Pengukuran Kurva Kalibrasi Vitamin C

Dari LIB I dipipet 0,8 ml, 1 ml, 1,2 ml, 1,4 ml dan 1,6 ml ke labu tentukur 10 ml, dicukupkan volumenya dengan aquadest hingga garis tanda untuk mendapatkan konsentrasi 80 µg/ml, 100 µg/ml, 120 µg/ml, 140 µg/ml

dan 160 µg/ml. Dipipet 0,5 ml dan dicampur dengan 5 ml larutan pereaksi kemudian diinkubasi selama 90 menit pada suhu 95°C-100°C dan didinginkan

pada suhu kamar kemudian diukur absorbansi dari kompleks fosfomolibdenum pada panjang gelombang maksimum yang didapat. Data perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 10.

3.5.5.5Penetapan Kapasitas Antioksidan dari Hemiselulosa Sekam Padi (HSP)

Ditimbang sebanyak 75 mg HSP, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 5 ml, dan dilarutkan dengan aquadest sampai garis tanda. Dipipet 0,5

ml dan dicampur dengan 5 ml larutan pereaksi kemudian dicukupkan volumenya dengan aquadest dan diinkubasi selama 90 menit pada suhu 95°C-100°C dan didinginkan pada suhu kamar kemudian diukur absorbansi dari

kompleks fosfomolibdenum pada panjang gelombang maksimum yang didapat. Data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 13.

3.6 Uji Validasi Metode

3.6.1 Penentuan Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi

Batas deteksi atau Limit of Detection (LOD) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon

(42)

merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi

kriteria cermat dan seksama.

Menurut Harmita (2004), batas deteksi dan batas kuantitasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Simpangan Baku =

2 n Yi) Y ( 2 − −

LOD =

slope SB x 3 LOQ = slope SB x 10

3.6.2 Uji Presisi

Uji presisi (keseksamaan) ditentukan dengan parameter relatif standar deviasi (RSD). Menurut Harmita (2004), rumus perhitungan standar deviasi

(SD):

SD =

(

)

1 -n X -Xi 2

RSD = x100% X

SD

Keterangan :

RSD = Relatif standar deviasi (%)

SD = Standar deviasi

X = Kadar rata-rata dalam sampel

(43)

3.6.3 Uji Akurasi dengan Persen Perolehan Kembali (% Recovery)

Uji perolehan kembali atau recovery dilakukan dengan menambahkan larutan baku Vitamin C 1000 µg/ml yang jumlahnya telah diketahui kedalam sampel kemudian dianalisis dengan perlakuan yang sama seperti pada sampel.

Menurut Harmita (2004), perolehan kembali atau recovery dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% Recovery = A A F * C C C − x 100%

Keterangan : CF = konsentrasi sampel yang diperoleh setelah penambahan baku CA = konsentrasi sampel awal

C*A = konsentrasi larutan baku yang ditambahkan

3.7 Analisis Data Secara Statistik

Kadar antioksidan yang diperoleh dari hasil pengukuran masing-masing 6 larutan sampel, diuji secara statistik dengan uji Q. Menurut Gandjar dan

Rohman (2007), nilai Q merupakan sebagai berikut:

| % x100 terendah nilai tertinggi Nilai terdekat yang Nilai -dicurigai yang Nilai | Q=

[image:43.595.116.515.638.730.2]

Hasil pengujian atau nilai Q yang diperoleh ditinjau terhadap daftar harga Qkritis pada Tabel 3.1, apabila Q>Qkritis maka data tersebut ditolak.

Tabel 3.1. Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95%

Banyak data Nilai Qkritis

4 0,831

5 0,717

6 0,621

7 0,570

(44)

Menurut Sudjana (2005), kadar dapat dihitung dengan persamaan garis

regresidan untuk menentukan data diterima atau ditolak digunakan rumus:

t hitumg = |

n SD

X Xi−

|

Menurut Sudjana (2005), dengan dasar penolakan apibila thitung > ttabel.

Untuk menentukan kadar antioksidan di dalam sampel dengan interval kepercayaan 95%, α = 0,05, dk = n-1, dapat digunakan rumus:

μ = X ± (t(α/2, dk) x α SD n)

Keterangan : µ = interval kepercayaan

X = kadar rata-rata sampel

t = harga t tabel sesuai dengan dk = n-1 α = tingkat kepercayaan

SD = standar deviasi

n = jumlah perlakuan

(45)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Serbuk Sekam Padi (Oryza sativa)

Dilakukan karakteristik serbuk sekam padi meliputi organoleptis, penetapan kadar abu, kadar abu total serta susut pengeringan.

4.1.1 Organoleptis Meliputi Bentuk, Warna dan Rasa

[image:45.595.143.472.376.426.2]

Dilakukan karakteristik serbuk sekam padi secara organoleptis yang meliputi bentuk, warna dan rasa. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Hasil Organoleptis Serbuk Sekam Padi (Oryza sativa)

Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa organoleptis serbuk sekam padi mempunyai warna putih kekuningan.

4.1.2 Karakteristik Mutu Serbuk Sekam Padi (Oryza sativa)

Hasil analisis meliputi penetapan kadar abu total, kadar abu yang tidak larut dalam asam dan susut pengeringan dapat dilihat pada Tabel 4.2

Tabel 4.2 Karakteristik Serbuk Sekam Padi (Oryza sativa)

Karakteristik Rata-rata (%)

Kadar Abu Total 4,41

Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam 0,81

Susut Pengeringan 8,13

Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa karakteristik serbuk sekam padi mempunyai susut pengeringan sebesar 8,13%, kadar abu total 4,41%, dan

Bentuk Serbuk

Warna Putih Kekuningan

(46)

kadar abu yang tidak larut dalam asam 0,81%. Kadar abu menunjukkan

terdapat mineral - mineral yang tidak larut dalam asam seperti silika dan pasir pada sampel. Data perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 2,3 dan 4.

4.2. Isolasi Hemiselulosa Sekam Padi (HSP)

Metode isolasi hemiselulosa sekam padi yang dilakukan adalah metode

modifikasi yang dikembangkan oleh Muchlisyam, dkk., 2011. Metode isolasi terlebih dahulu menggunakan pelarut NaOH di dalam etanol 70%, H2O2 umtuk proses delignifikasi. Kemudian digunakan pelarut NaOH dan didiamkan

selama 8 jam untuk melarutkan hemiselulosa kemudian disaring untuk memisahkan ampas yang mengandung selulosa karena selulosa mengendap

pada suasana basa pada pH 11 - 12 (Dumitriu, 2005). Penambahan asam dan etanol digunakan untuk mengendapkan hemiselulosa, kemudian ditambahkan etanol yang akan menyebabkan hemiselulosa mengendap atau menggumpal

sehingga mudah dipisahkan.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan didapatkan persen (%)

rendemen hemiselulosa hasil isolasi sekam padi sebesar 3,04%. Data dapat dilihat pada Lampiran 5.

Hasil ini berbeda yang dikemukakan Richana, et al., 2007, hemiselulosa

yang terdapat pada sekam padi sebesar 6%. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan tempat tumbuh, varietas dan umur panen padi serta metode isolasi

(47)

4.3 Karakteristik Hemiselulosa Sekam Padi(HSP)

4.3.1 Organoleptis meliputi bentuk, warna dan rasa

Dilakukan karakteristik serbuk sekam padi secara organoleptis yang meliputi bentuk, warna dan rasa. Hasil dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Hasil Organoleptis Hemiselulosa Sekam Padi (HSP)

Bentuk Serbuk

Warna Putih Kekuningan

Rasa -

Dari Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa warna hemselulosa sekam padi

berwarna putih kekuningan, hal ini berbeda dengan literatur yang menyebutkan hemiselulosa berwarna putih. Hal ini mungkin disebabkan masih terdapat lignin yang mengganggu keputihan hemiselulosa. Dimana proses delignifikasi

lignin tidak sempurna, karena pada proses ini tidak dilakukan terlebih dahulu bilangan kappa (Muchlisyam, dkk., 2011).

4.3.2Kelarutan

[image:47.595.152.484.559.620.2]

Kelarutan dari HSP yang didapatkan dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Uji Kelarutan Hemiselulosa Sekam Padi (HSP)

Aquades Sukar larut

Aquades 80°C Larut

HCl 1 % Tidak Larut

NaOH 1% Larut

(48)

membentuk larutan yang transparan serta tidak larut dalam asam dan sangat

mudah larut dalam NaOH 1% (Carvalheiro, et al., 2008).

4.3.3Karakteristik HSP dengan Spektrum Inframerah

Hasil uji karakeristik dengan Spektrofotometri Inframerah dianalisis

pada rentang bilangan gelombang 4000–500 cm-1 dan direkam spektrum Inframerahnya. KBr digunakan untuk membantu dalam proses pemadatan

senyawa sampel yang akan dianalisis. KBr merupaka senyawa yang tidak terbaca pada IR sehingga hasil yang terbaca pada IR adalah hanya senyawa sampel saja. Hasil pengujian karakteristik HSP dengan spektrofotometri

[image:48.595.116.498.377.584.2]

inframerah dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Karakteristik HSP dengan IR

Dari Gambar 4.1 menunjukkan hasil pengujian HSP dengan

(49)

menunjukkan adanya gugus CH2 dan CH3, vibrasi pada bilangan gelombang

1655,92 cm-1 menunjukkan adanya gugus karboksil, dan bilangan gelombang 1020,4 cm-1 dengan intensitas lemah menunjukkan adanya gugus C-OH dan gugus C-O-C (Melo, et al., 2012). Data pengamatan dapat dilihat pada

Lampiran 6. Dari penelitian yang dilakukan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa senyawa yang dianlisis merupakan hemiselulosa oleh karena

mengandung gugus OH pada bilangan gelombang 3400 - 2400 cm-1 dan gugus karboksil pada bilangan gelombang 1820 – 1600 cm-1 (Muchlisyam, dkk., 2011).

4.3.4 Karakteristik HSP dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Karakteristik kromatogram hemiselulosa sekam padi (HSP) dengan KCKT dilakukan dengan menggunakan kolom C18 dengan pelarut aquades laju

alir 0,8 ml/menit serta detektor sinar ultra violet pada panjang gelombang 280 nm.

Mekanisme dalam mengindentifikasi komponen monomer pendukung

pada hemiselulosa menggunakan kolom ODS (oktadesisilan) berdasarkan adanya gugus fungsi hidroksi pada hemiselulosa dan kelarutannya dalam alkali,

dalam pengujian kelarutan dengan aquades untuk menunjukkan kepolaran dari hemiselulosa (Muchlisyam, dkk., 2011). Hasil menunjukkan bahwa kelarutan hemiselulosa dalam air dengan kromatogram pada KCKT berarti hemiselulosa

(50)

Gambar 4.2 Karakteristik HSP dengan KCKT

Dari Gambar 4.2 dapat dilihat hasil KCKT memberikan waktu retensi

2,710 menit, tinggi puncak 6,0841, luas area 0,0912 dan harga simetris sebesar 0,24. Data pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 7. Apabila dibandingkan

dengan Hemiselulosa tongkol jagung yang dilakukan peneliti sebelumnya, waktu retensi yang didapatkan sebesar 1,8 menit oleh karena digunakan panjang kolom yang berbeda dimana hemiselulosa tongkol jagung

menggunakan panjang kolom 15 cm sedangkan hemiselulosa sekam padi menggunakan panjang kolom 25 cm (Muchlisyam, dkk., 2011). Dari hasil

KCKT dapat disimpulkan bahwa senyawa yang diisolasi merupakan hemiselulosa.

4.4 Kapasitas Antioksidan Hemiselulosa Sekam Padi (HSP)

4.4.1 Panjang Gelombang Maksimum

[image:50.595.123.486.98.253.2]
(51)

diinkubasi selama 90 menit pada suhu 95°C-100°C diukur pada rentang

panjang gelombang 400 - 800 nm. Hal ini dilakukan karena pada panjang gelombang maksimum kepekaanya juga maksimum dan disekitar panjang gelombang maksimun kurva absorbansi datar dan pada kondisi tersebut hukum

Lambert-Beer akan terpenuhi (Gandjar dan Rohman, 2007). Kurva serapan pengukuran Mo (V) dengan larutan pereaksi dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3 Kurva Serapan Maksimum Pengukuran Mo (V) dengan Larutan Pereaksi

Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa penetapan pengukuran kompleks fosfomolibdenum dengan larutan pereaksi dilakukan pada panjang gelombang

710 nm. Hal ini sesuai dengan literatur dimana warna hijau kebiruan diserap pada panjang gelombang 610-750 nm (Gandjar dan Rohman, 2007). Data

pengamatan dapat dilihat pada Lampiran 8.

4.4.2 Waktu Kerja (Operating Time)

Kurva penentuan waktu kerja dapat dilihat pada Gambar 4.4. Data

[image:51.595.142.473.265.406.2]
(52)
[image:52.595.127.485.98.245.2]

Gambar 4.4 Kurva Waktu Kerja

Dari Gambar 4.4 menunjukkan penentuan waktu kerja pengukuran kompleks fosfomolibdenum secara spektrofotometri sinar tampak dilakukan

selang waktu satu menit selama 30 menit. Dari kurva di atas terlihat waktu pengukuran terbaik ialah pada menit ke-26 hingga menit ke-36. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pengukuran kompleks Mo (V) dengan larutan

peraksi stabil selama 11 menit.

4.4.3Kurva Kalibrasi Vitamin C

Pembuatan kurva kalibrasi Vitamin C dilakukan dengan membuat seri larutan kerja Vitamin C 1000 µg/ml dengan berbagai konsentrasi yaitu 7,2727; 9,0909; 10,909; 12,7272; 14,5454 µg/ml, kemudian diukur serapannya pada

panjang gelombang maksimum yang didapat yaitu 710 nm. Linearitas kurva kalibrasi Vitamin C dapat dilihat pada Gambar 4.5. Data pengamatan dapat

dilihat pada Lampiran 11. 0.444

0.445 0.446 0.447 0.448 0.4490.45 0.451

0 10 20 30 40 50

A

bs

or

ban

si

(53)
[image:53.595.129.482.100.251.2]

Gambar 4.5 Kurva Kalibrasi Vitamin C pada Panjang Gelombang 710 nm Dari Gambar 4.5 menunjukkan dari kurva kalibrasi di atas diperoleh

hubungan yang linear antara konsentrasi dengan absorbansi.Persamaan garis yang diperoleh adalah Y = 0,0423x - 0,0017, dengan koefisien kolerasi (r) sebesar 0,9994. Dari hasil tersebut, dapat dikatakan terdapat korelasi yang

positif antara kadar dengan serapan, artinya dengan meningkatnya konsentrasi maka absorbansi juga akan meningkat. Besar hubungannya ditentukan oleh

koefisien kolerasi (r) yakni 0,9994 (99,94%). Hal ini berarti terdapat 99,94% data yang memiliki hubungan linear (Sudjana, 2005). Data pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 12.

4.4.4 Penetapan Kapasitas Antioksidan dari Hemiselulosa Sekam Padi

(HSP)

Hasil pengukuran kapasitas antioksidan dari hemiselulosa hasil isolasi sekam padi didasarkan atas pembentukan kompleks fosfomolibdat. Metode ini didasarkan terjadi reduksi dari Mo (VI) menjadi Mo (V) oleh senyawa

antioksidan (Melo, et al., 2012). Pemeriksaan secara kulitatif menunjukkan adanya aktivitas antioksidan pada HSP yang ditunjukkan dengan terbentuknya

y = 0.0423x - 0.0017 R² = 0.999 0.000

0.200 0.400 0.600 0.800

0.0000 5.0000 10.0000 15.0000 20.0000

A

bs

or

ban

si

Konsentrasi

(54)

warna hijau oleh kompleks fosfomolibdat pada suasana asam. Secara

kuantitatif, kapasitas antioksidan dari HSP didapatkan sebesar (9,71 ± 2,7092) mg vitamin C/gram sampel. Artinya kapasitas antioksidan 1 gram sampel HSP setara dengan (9,71 ± 2,7092) mg vitamin C. Data dapat dilihat pada Lampiran

15. Hemiselulosa merupakan salah satu karbohidrat yang dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan. Hemiselulosa mengandung gula pereduksi pada rantai

cabang seperti D-mannosa, D-galaktosa, D-fruktosa, dan pentosa-pentosa seperti D-xilosa dan L-arabinosa sehingga mempunyai aktivitas antioksidan (Melo, et al., 2012).

4.5 Validasi Metode

Validasi metode yang dilakukan yaitu uji akurasi dengan parameter persen perolehan kembali (% recovery) dan uji presisi dengan parameter standar deviasi (SD), relative standar deviasi (RSD), batas deteksi dan batas

kuantitasi.

Uji akurasi dan presisi dilakukan pada sampel. Hasil persen perolehan

kembali (% recovery) didapatkan sebesar 88,74%. Data perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 18. Persen perolehan kembali (% recovery) ini dapat diterima karena memenuhi syarat akurasi dengan rentang rata-rata hasil pesen

perolehan kembali (% recovery) 80 - 110% (Harmita, 2004). Hasil SD yaitu 0,0566 dan hasil RSD yaitu 0,58%. Data perhitungan dapat dilihat pada

(55)

Syarat dari RSD tidak boleh lebih dari 16% untuk ppm (part per

million) dan 32% untuk ppb (part per billion) (Harmita, 2004). Batas deteksi

dan kuantitasi yang diperoleh pada penelitian ini yaitu 0,6099 µg/ml dan 2,033 µg/ml. Data perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 16.

(56)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Isolasi hemiselulosa dari sekam padi dengan menggunakan metode yang dipakai dapat dilakukan dan didapatkan persen (%) rendemen

sebesar 3,04%.

b. Pemeriksaan kualitatif antioksidan dari hemiselulosa sekam padi dengan pereaksi fosfomolibdat memberikan warna hijau di mana

reduksi dari Mo (VI) menjadi Mo (V) oleh antioksidan membentuk kompleks fosfat dengan Mo (V) yang berwarna hijau pada suasana

asam.

c. Kapasitas antioksidan dari HSP berbeda dengan kapasitas antioksidan vitamin C dimana didapatkan kapasitas antioksidan 1 gram sampel

setara dengan (9,71 ± 2,7092) mg vitamin C.

5.2 Saran

a. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan isolasi hemiselulosa dari sampel yang berbeda.

b. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk mengembangkan pemanfaatan hemiselulosa sebagai antioksidan sehingga akan

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Antolovich, M., Prenzler, P.D., Patsalides, E., McDonald, S., dan Robards, K. (2002). Methods for Testing Antioxidant Activity. Analyst. 127: 183-198.

Anonim. (2010). Sekam Padi Sebagai Sumber Energi Alternatif dalam Rumah Tangga Petani. Diunduh dari

Apak, R., Guclu, K., Demirata, B., Ozyurek,M., Celik, S.E., Bektasoglu, B., Berker, I.K., dan Ozyurt, D. (2007). Comparative Evaluation of Various Total Antioxidant Capacity Assays Applied to Phenolic Compounds with the CUPRAC Assay. Molecules 12: 1496-1547.

Boer, Y. (2000). Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Buah Kandis (Garcinia parvifolia Miq). Jurnal Matematika dan IPA 1(3): 26-33.

Carvalheiro, F., Duarte, L.C., dan Girio, F.M. (2008). Hemicellulose biorefineries: a review on biomass pretreatments. Journal of Scientific & Industrial Research 67: 849-864.

Caprita,R., Caprita, A., dan Julean, C. (2010). Biochemical Aspects of Non-Starch Polysaccharides. Journal Animals Sciences and Biotechnologies 43(1).

Christian, G.D. (2004). Analytical Chemistry. Edisi VI. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Hal. 128-132.

Ermer, J. dan Miller, J.H.M. (2005). Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Weinheim: Wiley-Vch Verlag Gmbh & Co. KGaA. Hal. 171.

Dachriyanus. (2004). Analisis Struktur Senyawa Organik Secara Spektroskopi. Cetakan Pertama. Padang: Andalas University Press. Hal 21-23.

Depkes, RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Hal. 324-325.

Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan R.I. Hal. 4, 6, 66, 262, 296, 579, 639, 744, 748, 793.

(58)

Dumitriu, S. (2005). Polysacharides: Structural Diversity and Functional Versatility. New York: Marcel Dekker. Hal. 24.

Gandjar, I.G. dan Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Cetakan III. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 223, 252-256.

Harmita (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya. Majalah Ilmu Kefarmasian 1(3): 117-135.

Karaaslan, A.M., Tshabalala, M.A., dan Buschle, D.G. (2010). Wood Hemicellulose/ Chitosan Basedsemi-Interpenetrating Networks Hydrogels: Mechanical, Swelling and Control Drug Release Properties. Journal BioResources 5(2): 1036-1054.

Khopkar, S.M. (1998). Basic Concepts of Analytical Chemistry. Second Edition. New Delhi: New Age International. Hal 189, 194-196.

Kosasih, E.N., Tony, S., dan Hendro, H. (2004). Peran Antioksidan pada Lanjut Usia. Jakarta: Pusat Kajian Nasional Masalah Lanjut Usia. 56-57.

Kukic, J., Silvana, P., dan Marjan, N. (2006). Antioxidant Activity of Four Endemic Stachys Taxa. Biol Pharm Bull 29(4): 725-729.

Kumalaningsih, S. (2006). Antioksidan Alami. Surabaya: Trubus Agrisarana. Hal. 8, 16-18.

Lingga, L. (2012). The Healing Power of Anti-oxidant. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. Halaman 1-2, 26-27, 69, 161-162.

Meydani, S.N., Meydani, M., dan Blumberg, J.B. (1995). Antioxidants and Immune Response in Aged Persons : Overview of Present Evidence. American Journal of Clinical Nutrition 62 : 1462 -1476.

Muchlisyam, Harahap, U., dan Silalahi, J. (2011). Isolasi dan Karakteristik Hemiselulosa Tongkol Jagung. Media Farmasi 17(1): 35-43.

Melo, S.R.F., Fidelis, G.P., Costa, M.S.S.P., Telles, C.B.S., Dantas-Santos, N., Elias. S.O., Ribeiro, V.B., Barth, A.L., Macedo, A.J., Leite, E.L., dan Rocha, H.A.O. (2012). In Vitro Antioxidant, Anticoagulant and Antimicrobial Activity and in Inhibition of Cancer Cell Proliferation by Xylan Extracted from Corn Cobs. International Journal of Molecular Sciences. 13: 409-426.

(59)

Saha, C.B. (2003). Hemicellulose bioconversion. Journal Microbiologie Biotechnologie 30(16): 279-291.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Edisi Keenam. Bandung: Penerbit Tarsito. Hal. 168, 371.

(60)

Lampiran 1. Perhitungan Pembuatan Pereaksi

1. 500 ml NaOH 0,03 M dalam etanol 70 % NaOH 0,03 M = V x N X BE

= 500 ml x 0,03 x 40

= 600 mg

(dilebihkan 10 %) = 600 + (10 % x 600 mg)

= 660 mg NaOH ditambah etanol 70 % sampai 500 ml 2. 500 ml NaOH 0,2 M

NaOH 0,2 M = V x N X BE

= 500 ml x 0,2 x 40 = 4000 mg

(dilebihkan 10 %) = 4000 + (10 % x 4000 mg)

= 4400 mg NaOH ditambah aquadest sampai 500 ml 3. 50 ml Asam Klorida 2 N

Diencerkan dari Asam Klorida 37% ~ 12 N

V1.NI = V2.N2

V1.12 N = 50.2 N V1 = 8,33 ml 4. 500 ml Natrium Fosfat 28 mM

M =

V(ml) 1000 x Mr gram

0,028 =

500 1000 x 164 gram

(61)

5. 500 ml Ammonium Molibdat 4 mM

M =

V(ml) 1000 x Mr gram

0,004 =

500 1000 x 1235,86

gram

Jumlah ammonium molibdat unuk 4 mM adalah sebanyak 2,472 gram

6. 500 ml Asam Sulfat 0,6 M N = M x valensi

N = 0,6 M X 2 N = 1,2 N

Diencerkan dari Asam Sulfat 98% ~ 36,8 N

V1.NI = V2.N2 V1.36,8 N = 500.1,2 N

(62)

Lampiran 2. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total

% Kadar Abu Total =

Sampel Berat

Abu Berat

x 100 %

Berat Sampel ( g) Berat Abu (g)

2,0016 0,0859

2,0012 0,0883

2,0015 0,0906

1. % Kadar =

0016

,

2

0859

,

0

X 100% = 4,29%

2. % Kadar =

0012

,

2

0883

,

0

X 100% = 4,41%

3. % Kadar =

0015

,

2

0906

,

0

X 100% = 4,53%

% Kadar Abu Total Rata- rata =

3

4,53%

4,41%

4,29% + +

(63)

Lampiran 3. Perhitungan Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut Asam % Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam =

Sampel Berat

Abu Berat

x 100 %

Berat Sampel ( g) Berat Abu (g)

2,0016 0,0181

2,0012 0,0146

2,0015 0,0175

1. % Kadar =

0016

,

2

0181

,

0

X 100% = 0,91%

2. % Kadar =

0012

,

2

0146

,

0

X 100% = 0,73%

3. % Kadar =

0015

,

2

0175

,

0

X 100% = 0,87%

% Kadar Abu yang Tidak Larut Asam Rata-rata =

3

4,53%

4,41%

4,29% + +

(64)

Lampiran 4. Perhitungan Susut Pengeringan

% Susut Pengeringan =

Sampel Berat

Kering Berat

x 100 %

Berat Sampel ( g) Berat Kering (g)

2,0013 0,1669

2,0018 0,1552

2,0015 0,1663

1. % Susut Pengeringan =

0013

,

2

1669

,

0

X 100% = 8,34%

2. % Susut Pengeringan =

0018

,

2

1552

,

Gambar

Tabel 3.1. Nilai Qkritis pada Taraf Kepercayaan 95%
Tabel 4.1 Hasil Organoleptis Serbuk Sekam Padi (Oryza sativa)
Tabel 4.4 Uji Kelarutan Hemiselulosa Sekam Padi (HSP)
Gambar 4.1 Karakteristik HSP dengan IR
+5

Referensi

Dokumen terkait

Waktu yang tepat untuk menggosok gigi adalah.... Sehabis makan dan sebelum tidur

Siswa menemukan pola barisan dan deret pada pola bilangan melalui pemecahan masalah aktual dengan pola interaki sosial kultur;.. Siswa

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5, 2014 ISPRS Technical Commission V Symposium, 23 – 25 June 2014, Riva

Finally more realistic example data, scanned walls of a room with different orientation and different distance with respect to the laser scanner (Fig. 12), were corrected

[r]

A variable object size results in different voxel spaces (voxel space definition via bounding box of the complete point cloud) with different filled voxels and volumes. That is

 Rumus untuk menentukan hasil jumlah dan hasil kali akar-akar persamaan kuadrat untuk mengembangk an perilaku kritis, sikap rasa ingin tahu.

Because round they usually play a major role in a story, round characters are. often called the hero