• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Gel Pengharum Ruangan menggunakan Karagenan dan Glukomanan dengan Pewangi Minyak Jeruk Purut dan Kenanga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Gel Pengharum Ruangan menggunakan Karagenan dan Glukomanan dengan Pewangi Minyak Jeruk Purut dan Kenanga"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI GEL PENGHARUM RUANGAN MENGGUNAKAN KARAGENAN

DAN GLUKOMANAN DENGAN PEWANGI MINYAK JERUK PURUT DAN

KENANGA

SKRIPSI

ARUM NUR FITRAH

F34080027

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

FORMULASI GEL PENGHARUM RUANGAN ALAMI MENGGUNAKAN

KAPPA KARAGENAN-GLUKOMANAN DAN MINYAK NILAM

FORMULATION FOR NATURAL GEL AIR FRESHENER WITH KAPPA

CARRAGEENAN- GLUCOMANAAN AND PATCHOULI OIL

Arum Nur Fitrah, Meika Syahbana Rusli

Department of Agroindustrial Technology, Faculty of Agricultural Engineering, IPB Kampus IPB Darmaga P.O. Box 220, Bogor 16002

email : arum_fillah@yahoo.com

ABSTRACT

The purpose of this study is to determine the synergistic effect of kappa caragenaan and glucomanaan combination and the effectiveness of patchouli oil as fixative agent in gel air freshener formulation. The composition of kappa carageenan and glucomanaan used were 60 : 40, 70 : 30, and 100 : 0, while the level of their mixture were 3, 4, and 5% respectively. Parameters to determine the best quality of the gels were gel strength and syneresis, while total liquid loss and aroma strengthness were applied in three weeks to determine the best aroma retention from the best gel. The result showed that the ratio of 60 : 40 has the highest gel strength, while the ratio of 100 : 0 has the lowest syneresis. Hydrocoloid with higher consentration showed higher gel strength and lower syneresis. The used of patchouli oil on gel air freshener showed lower liquid loss and higher aroma strengthness. It was caused by the high distiling temperature of patchouli oil. The most prefered product was gel with composition 60 : 40, consentration 3 %, and using patchouly oil, this aroma retention is about 40 days within 70.63 grams weight. Kappa caragenaan produces brittle gel, while glucomanaan produces high viscosity liquid. The sinergy of their mixture forms better gel elasticity and so that essential oil mixed well with hydrocoloid.

Keywords : natural, gel air freshener, kappa carrageenan, glucomanaan, patchouli oil

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kesesuaian kappa karagenan dan glukomanan sebagai gel serta mengetahui pengaruh minyak nilam sebagai bahan fiksatif. Variasi perbandingan kappa karagenan dan glukomanan adalah 60 : 40, 70 : 30, dan 100 : 0, sedangkan variasi konsentrasi campurannya adalah 3, 4, dan 5%. Parameter yang diamati untuk mengetahui kualitas gel meliputi kekuatan gel dan sineresis, sedangkan untuk mengetahui ketahanan wangi gel pengharum ruangan adalah uji penguapan zat cair dan ketahanan wangi selama tiga minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan 60 : 40 menghasilkan kekuatan gel yang paling tinggi, sedangkan perbandingan 100 : 0 menghasilkan sineresis yang paling rendah. Semakin tinggi konsentrasi hidrokoloid, semakin tinggi kekuatan gel dan semakin rendah sineresis yang dihasilkan. Pemakaian minyak nilam pada gel pengharum ruangan menghasilkan total penguapan zat cair yang lebih rendah dan ketahanan wangi yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan minyak nilam memiliki titik didih yang tinggi. Produk yang dipilih adalah perbandingan 60 : 40 konsentrasi 3% dengan minyak nilam, ketahanan wanginya adalah selama 40 hari dengan bobot awal 70.63 gram. Kappa karagenan menghasilkan gel yang rapuh, sedangkan glukomanan membentuk larutan yang sangat kental. Sinergi keduanya membentuk gel yang lebih elastis dan mampu bercampur dengan minyak atsiri lebih baik.

(3)

Arum Nur Fitrah. F34080027. Formulasi Gel Pengharum Ruangan Menggunakan Karagenan dan Glukomanan dengan Pewangi Minyak Jeruk Purut dan Kenanga. Dibawah bimbingan Meika Syahbana Rusli. 2012.

RINGKASAN

Pengharum ruangan dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sintetik dan alami. Penggunaan pengharum ruangan sintetik ternyata memiliki dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Hasil penelitian yang dilakukan Steinemann et al. (2010) menunjukkan bahwa terdapat 133 VOCs yang dilepaskan oleh 25 sampel produk pewangi yang digolongkan ke dalam senyawa beracun, berbahaya, dan karsinogen. Selain itu, pewangi sintetik memiliki wangi yang lebih tajam sehingga dapat menimbulkan rasa pusing, sedangkan pewangi alami memiliki wangi yang lebih lembut sehingga lebih nyaman digunakan. Oleh karena itu, sudah sebaiknya pengharum ruangan sintetik digantikan oleh pengharum ruangan alami yang bahan dasarnya berpotensi tinggi untuk dikembangkan di Indonesia, yaitu minyak atsiri, serta campuran kappa karagenan-glukomanan sebagai bahan dasar gel. Pengharum ruangan dibuat dalam bentuk gel karena lebih praktis, hemat, dan banyak diminati konsumen.

Kappa karegenan menghasilkan gel yang bersifat solid namun rapuh, sedangkan glukomanan tidak dapat membentuk gel solid, melainkan cairan kental yang dapat meningkatkan elastisitas kappa karagenan. Untuk mengetahui kombinasi yang tepat antara kappa karagenan dengan glukomanan serta konsentrasi campuran keduanya, dilakukan uji kekuatan dan kestabilan gel. Perbandingan yang digunakan pada penelitian ini adalah 60 : 40, 70 : 30 dan 100 : 0, dengan konsentrasi 3, 4, dan, 5 %.

(4)

Perbandingan kappa karagenan-glukomanan yang dipilih untuk penelitian selanjutnya adalah 60 : 40 karena paling efektif dalam meningkatkan kekuatan gel dan 100 : 0 karena menghasilkan sineresis yang paling rendah. Konsentrasi yang dipilih adalah 3% karena sineresisnya sudah berada di bawah 1%, dan 5% karena menghasilkan kekuatan gel tertinggi. Pada penelitian selanjutnya, komposisi minyak atsiri yang dipilih adalah perbandingan 1 : 2 : 3 karena memiliki total penguapan zat cair terendah dan ketahanan wangi tertinggi. Sedangkan formula gel yang dipilih adalah 60 : 40 konsentrasi 3% karena memiliki ketahanan wangi yang baik dan dapat dengan mudah bercampur dengan minyak atsiri. Sebaliknya, perbandingan 100 : 0 lebih sulit tercampur dengan minyak atsiri dan konsentrasi 5% menghasilkan hidrokoloid yang sangat kental dan cepat mengeras sehingga lebih sulit bercampur dengan minyak atsiri. Gel pengharum ruangan perbandingan 60 : 40 konsentrasi 3 % dengan minyak nilam memeiliki ketahanan wangi selama 40 hari dengan bobot awal sebesar 70.63 g.

(5)

FORMULASI GEL PENGHARUM RUANGAN MENGGUNAKAN KARAGENAN

DAN GLUKOMANAN DENGAN PEWANGI MINYAK JERUK PURUT DAN

KENANGA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

ARUM NUR FITRAH

F34080027

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul Skripsi

: Formulasi Gel Pengharum Ruangan Menggunakan Karagenan dan

Glukomanan dengan Pewangi Minyak Jeruk Purut dan Kenanga

Nama

: Arum Nur Fitrah

NIM

: F34080027

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I,

(Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M. Sc, Agr.)

NIP. 19620505 198903 1 027

Mengetahui :

Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Nastiti Siswi Indrasti )

NIP. 19621009 198903 2 001

(7)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Formulasi Gel Pengharum Ruangan Menggunakan Karagenan dan Glukomanan dengan Pewangi Minyak Jeruk Purut dan Kenanga adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2013

Yang membuat pernyataan

(8)

BIODATA PENULIS

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirabil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan skripsi dengan judul “Formulasi Gel Pengharum Ruangan Menggunakan Karagenan dan Glukomanan dengan Pewangi Minyak Jeruk Purut dan Kenanga”. Shalawat serta salam tak lupa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, para sahabat, dan umatnya hingga akhir zaman. Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, doa, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan jazakumullah khairan khatsir kepada :

1. Orangtua yang selama ini telah membesarkan, mencurahkan kasih sayang, motivasi, semangat, doa dan dukungan penuh kepada penulis.

2. Dr. Ir. Meika Syahbana Rusli, M.Sc, Agr. selaku dosen pembimbing atas ketulusan hati dan kesabarannya dalam membimbing, mendukung, dan mengarahkan penulis.

3. Dr. Dwi Setyaningsih, S.TP, M.Si, Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M. Si, dan Dr. Ir. Linawati Hardjito, M. Sc atas bantuan bimbingannya

4. Seluruh panelis atas kesediaan waktunya untuk menguji produk di tengah waktu libur kuliah dan kesibukan teman-teman.

5. Keluarga besar yang telah memberikan motivasi dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Teman seperjuangan, Siti Zahiroh, Amina Kurniasi Alu, dan Iam yang telah menemani dan menyemangati penulis

8. Keluarga besar Forkom Alim’s dan Smansa Bogor atas motivasi, semangat, perhatian, canda, bantuan dan doanya. We are One!

7. Teman-teman TIN dan Fateta yang telah saling menyemangati, mendoakan, dan membantu dalam menyelesaikan skripsi.

9. Laboran dan pegawai di Departemen Teknologi Industri Pertanian atas bantuannya kepada penulis selama melakukan penelitan dan menyelesaikan skripsi ini.

10. Serta semua pihak yang tak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya. Semoga tulisan ini memberikan manfaat dan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang industri dan lingkungan. Wassalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bogor, Juli 2013

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. LATAR BELAKANG ... 1

1.2. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2. 1. GEL PENGHARUM RUANGAN ... 3

2.2. MINYAK ATSIRI SEBAGAI BAHAN PEWANGI ... 4

2.2.1. Minyak jeruk purut ... 6

2.2.2. Minyak kenanga ... 7

2.2.3. Minyak nilam ... 8

2.3. KARAGENAN ... 10

2.4. GLUKOMANAN ... 13

2.5. BAHAN TAMBAHAN GEL PENGHARUM RUANGAN ... 15

III. METODOLOGI ... 17

3.1. WAKTU DAN TEMPAT ... `17

3.2. ALAT DAN BAHAN ... 17

3.3. METODE PENELITIAN ... 19

3.3.1. Penentuan Perbandingan dan Konsentrasi Hidrokoloid ... 20

a. Uji Kekuatan Gel ... 22

b. Uji Kestabilan Gel ... 22

c. Rancangan Percobaan Penentuan Gel ... 23

3.3.2. Pembuatan Gel Pengharum Ruangan ... 23

a. Uji Penguapan Zat Cair ... 24

(11)

c. Uji Kekuatan Wangi Gel Pengharum Ruangan ... 25

d. Rancangan Percobaan Penentuan Ketahanan Wangi Terbaik ... 26

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1. PENGARUH PERBANDINGAN DAN KONSENTRASI HIDROKOLOID ... 28

4.1.1. Hasil Uji Kekuatan Gel ... 29

4.1.2. Hasil Uji Kesatbilan Gel ... 31

4.2. PENGARUH JENIS HIDROKOLOID DAN MINYAK NILAM TERHADAP KETAHANAN WANGI (DAYA SIMPAN) GEL PENGHARUM RUANGAN ... 34

4.2.1. Total Penguapan Zat Cair ... 35

4.2.2. Kekuatan Wangi Selama Penyimpanan ... 38

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1. KESIMPULAN ... 42

5.2. SARAN ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jenis minyak atsiri potensial sebagai bahan pewangi di Indonesia ... 5

Tabel 2. Komposisi kimia fraksi ekstrak minyak kenanga ... 7

Tabel 3. Komponen kimia penyusun minyak nilam ... 9

Tabel 4. Perbedaan struktur dan sifat fisikokimia kappa, iota, dan lambda karagenan ... 11

Tabel 5. Karakteristik propilen glikol ... 15

Tabel 6. Pengaturan Alat Texture Analyzer untuk mengukur kekuatan gel ... 18

Tabel 7. Komposisi karagenan dan glukomanan pada konsentrasi hidrokoloid 3, 4, dan 5% dengan basis 210 g tepung campuran ... 20

Tabel 8. Komposisi bahan gel pada konsentrasi hidrokoloid 3, 4, dan 5% dengan basis 210 g ... 20

Tabel 9. Komposisi minyak atsiri pada tiap formula gel pengharum ruangan ... 24

Tabel 10. Mekanisme fisika-kimia utama yang terjadi pada bahan-bahan penyusun hidrokoloid ... 28

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia kappa, iota, dan lambda karagenan ... 10

Gambar 2. Mekanisme pembentukan gel karaginan ... 12

Gambar 3. Struktur kimia glukomanan ... 14

Gambar 4. Stable Micro System TA.XT plus untuk uji kekuatan gel (a = tempat probe dipasang, b = meja sampel, c = Probe silinder P/1KSS) ... 17

Gambar 5. Diagram alir penelitian ... 19

Gambar 6. Diagram alir pembuatan gel pengharum ruangan ... 21

Gambar 7. Pengujian kekuatan gel menggunakan texture analyzer ... 22

Gambar 8. Rata-rata hasil kekuatan gel pada semua jenis perbandingan dan konsentrasi ... 30

Gambar 9. Kestabilan gel pada semua jenis perbandingan dan konsentrasi ... 32

Gambar 10. Rata-rata total penguapan zat cair gel pengharum ruangan pada formula terpilih ... 35

Gambar 11. Grafimetri gel pengharum ruangan dengan konsentrasi hidrokoloid 3% ... 37

Gambar 12. Grafimetri gel pengharum ruangan dengan konsentrasi hidrokoloid 5%... 38

Gambar 13. Hasil uji sensorik kekuatan wangi gel pengharum ruangan dengan konsentrasi hidrokoloid 3% selama 21 hari ... 39

Gambar 14. Hasil uji sensorik kekuatan wangi gel pengharum ruangan dengan konsentrasi hidrokoloid 5% selama 21 hari ... 39

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Spesifikasi kappa karagenan ... 51

Lampiran 2. Angket seleksi panelis ... 52

Lampiran 3. Tabel Anova kekuatan gel dan sineresis ... 53

Lampiran 4. Hasil Uji Duncan faktor perbandingan terhadap kekuatan gel ... 53

Lampiran 5. Hasil Uji Duncan faktor konsentrasi terhadap kekuatan gel ... 54

Lampiran 6. Uji Duncan faktor perbandingan terhadap sineresis ... 54

Lampiran 7. Uji Duncan faktor konsentrasi terhadap sineresis ... 54

Lampiran 8. Tabel Anova uji susut bobot ... 55

Lampiran 9. Uji Duncan faktor formula terhadap susut bobot ... 55

Lampiran 10. Uji duncan faktor interaksi komposisi dan konsentrasi terhadap kekuatan gel ... 56

Lampiran 11. Uji duncan faktor interaksi komposisi dan konsentrasi terhadap sineresis ... 56

Lampiran 12. Uji Duncan faktor penggunaan minyak nilam terhadapsusut bobot ... 57

Lampiran 13. Uji Duncan faktor interaksi formula dan penggunaan minyak nilam terhadap susut bobot ... 57

Lampiran 14. Tabel Anova kekuatan wangi ... 58

Lampiran 15. Perubahan bobot gel pengharum ruangan dan penguapan zat cair selama penyimpanan ... 59

(15)

I. PENDAHULUAN

1.1.

LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan salah satu negara pusat megabiodiversiti yang kaya akan sumber daya alam, salah satunya adalah minyak atsiri. Dengan potensi alam tersebut, Indonesia menjadi salah satu negara pemasok minyak atsiri terpenting di dunia. Indonesia menghasilkan 40 dari 80 jenis minyak atsiri yang diperdagangkan di pasar dunia. Dari jumlah tersebut, 13 jenisnya telah memasuki pasar atsiri dunia yaitu, nilam, sereh wangi, cengkih, jahe, pala, lada, kayu manis, cendana, melati, akar wangi, kenanga, kayu putih, dan kemukus. Berdasarkan data dari FAO 2004, sebagian besar minyak atsiri yang diproduksi penyuling Indonesia diekspor dengan pangsa pasar nilam 90%, kenanga 67%, akar wangi 26%, sereh wangi 26%, pala 72%, cengkeh 63%, jahe 0.4% dan lada 0.9% dari ekspor dunia. Negara tujuan ekspor minyak atsiri Indonesia antara lain adalah Amerika Serikat (23%), Inggris (19%), Singapura (18%), India (8%), Spanyol (8%), Perancis (6%), Cina (3%), Swiss (3%), Jepang (2%), dan negara-negara lainnya (8%). Menurut Dewan Atsiri Indonesia (2009), data statistik ekspor-impor dunia menunjukkan bahwa konsumsi minyak atsiri dan turunannya naik sekitar 10% dari tahun ke tahun. Kenaikan tersebut terutama didorong oleh perkembangan kebutuhan untuk industri makanan, kosmetik, dan wewangian. Hal ini tentunya merupakan tantangan karena Indonesia

memiliki potensi yang sangat besar untuk mengembangkan minyak atsiri. Peluang pemasaran minyak atsiri tidak hanya terbuka di pasar luar negeri tetapi juga di Indonesia.

Wewangian merupakan produk yang semakin berkembang saat ini, salah satunya adalah dalam bentuk pengharum ruangan. Bahan pewangi yang digunakan pada produk dibagi menjadi dua jenis yaitu, pewangi sintetik dan pewangi alami. Pewangi sintetik memiliki wangi yang lebih tajam, sedangkan pewangi alami memiliki wangi yang lebih lembut sehingga lebih nyaman digunakan. Penggunaan pewangi sintetik yang terlalu tajam dapat menimbulkan rasa pusing dan kurang nyaman. Penelitian terhadap 25 produk pewangi dilakukan oleh Steinemann et al. (2010) untuk mengetahui emisi VOCs (Volatile Organic Compounds) dari produk tersebut. Hasil menunjukkan bahwa terdapat 133 VOCs yang dilepaskan oleh ke-25 produk tersebut dan digolongkan ke dalam senyawa beracun atau berbahaya dan karsinogen seperti 1,4-dioksan, metilen klorida, dan asetaldehid. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan pewangi alami merupakan pilihan yang baik guna menghindari dan meminimalisasi timbulnya risiko tersebut.

Sebagai bahan pewangi untuk pengharum ruangan alami, dapat digunakan berbagai jenis atau campuran minyak atsiri, seperti minyak kenanga, minyak melati, minyak mawar, minyak sedap malam, dan minyak atsiri lain yang berasal dari selain bunga seperti kayu-kayuan, kulit buah, daun, dan biji. Minyak kenanga merupakan salah satu minyak atsiri yang paling dicari karena wanginya. Minyak jeruk purut merupakan minyak yang berasal dari daun. Tanamannya tumbuh subur di Indonesia dan banyak digunakan pada pengharum masakan. Aromanya memberikan kesan menyegarkan dan menenangkan. Sebagai bahan fiksatif, dapat digunakan minyak nilam. Bahan fiksatif merupakan bahan yang mengikat molekul-molekul pewangi sehingga wanginya bertahan lebih lama. Minyak pewangi dan fiksatif dicampur dengan komposisi yang tepat agar wangi lebih terikat sehingga tidak cepat habis namun juga tetap tercium. Wangi yang dihasilkan oleh minyak atsiri adalah wangi yang khas dan dapat memberikan efek psikologis seperti menenangkan, menyegarkan, dan menumbuhkan semangat.

(16)

kelebihan seperti tidak tumpah, lebih lama mengikat wangi, praktis, mudah dalam pemakaian, bersifat elastis, dan bisa dikreasikan bentuknya. Bentuk gel membuat pelepasan zat volatil pada parfum semakin lambat.

Gel dapat dibuat dari bahan dasar yang berasal dari Indonesia dan alami, seperti karagenan, kitosan, gelatin, gum, dan pektin. Kappa karagenan merupakan salah satu bahan yang paling umum digunakan untuk pembuatan gel, berasal dari rumput laut Eucheuma cottonii atau yang sekarang dikenal dengan nama Kappahycus alvarezii. Kappa karagenan memiliki sifat yang rapuh jika dibuat menjadi gel. Untuk meningkatkan elastisitas dan kekuatannya, kappa karagenan dapat dicampur dengan jenis gum atau pati. Pada penelitian gel pengharum ruangan yang dilakukan oleh Bambang (1999), kappa karagenan dicampur dengan agar-agar, iota karagenan, dan locus bean gum (LBG). Gel yang terbaik dihasilkan dengan komposisi kappa karagenan sebesar 2% dan LBG 0.8%. Verawati (2008) juga melakukan penelitian pembuatan gel untuk bahan pangan dengan bahan dasar kappa karagenan dan konjak, kekuatan gel tertinggi diperoleh dengan komposisi kappa karagenan-konjak sebesar 60 : 40. Gel yang baik adalah yang memiliki kekuatan gel tinggi dan sineresis rendah. Dengan ini, diharapkan gel pengharum ruangan yang dihasilkan akan memiliki kekuatan wangi yang stabil dan ketahanan wangi yang lama sesuai kebutuhan

Glukomanan merupakan hidrokoloid yang memiliki sifat mirip dengan locust bean gum dan konjak, diperoleh dari ekstraksi umbi Amorphophallus. Jenis Amorphophallus yang banyak dikembangkan di Indonesia adalah iles-iles/porang (A. muelleri Blume) dan suweg (A. paeoniifolis). Iles-iles memiliki potensi yang besar di Indonesia, tanamannya dapat tumbuh subur di berbagai wilayah pulau seperti Sumatra, Jawa, Madura, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Propinsi Jawa Timur merupakan sentra produksi iles-iles terutama kabupaten Madiun. Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Madiun tahun 2007 – 2009, produksi iles-iles menunjukkan peningkatan yang signifikan dengan nilai tiap tahun sebesar 7,314.29; 7,563.34; dan 8,803.32 ton.

Penggunaan gel pengharum ruangan alami merupakan salah satu solusi yang bisa dikembangkan melalui penelitian sehingga lebih aman untuk kesehatan. Bahan yang berasal dari Indonesia juga akan memberikan kontribusi positif untuk negara. Berangkat dari permasalan tersebut, penulis melakukan penelitian pembuatan gel pengharum ruangan alami dengan bahan dasar minyak nilam, minyak jeruk purut, minyak kenanga, kappa karagenan, dan glukomanan yang potensial di Indonesia. Selain itu, dengan adanya pencampuran glukomanan dan karagenan, diharapkan gel pengharum ruangan yang dihasilkan memiliki ketahanan dan kekuatan wangi yang lebih baik.

1.2.

TUJUAN PENELITIAN

a. Mengkaji kesesuaian kombinasi kappa karagenan dengan glukomanan sebagai bahan sediaan gel pengharum ruangan.

b.Mengetahui pengaruh minyak nilam sebagai bahan fiksatif terhadap ketahanan wangi gel pengharum ruangan dengan bahan dasar campuran karagenan-glukomanan.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. GEL PENGHARUM RUANGAN

Bentuk pengharum ruangan di pasaran ada beberapa jenis antara lain, padat (digunakan untuk lemari dan toilet), cair, semprot, dan gel. Pengharum berbentuk gel biasanya diletakkan dengan cara digantung atau diletakkan di suatu tempat. Pengharum ruangan terdiri dari dua bahan dasar yaitu, pewangi dan pelarut. Pelarut ada dua jenis yaitu air dan minyak. Biasanya pengharum yang menggunakan bahan dasar minyak dibuat dalam bentuk padat dan cair, sedangkan pengharum berbahan dasar air dibuat dalam bentuk gel. Pengharum ruangan berbentuk gel memiliki kestabilan aroma yang relatif singkat, namun mudah terurai sehingga aman terhadap lingkungan, sedangkan bentuk semprot biasanya menggunakan bahan kimia seperti isobutene, n-butane, propane atau campurannya (Cohen et a.l 2007 dalam Sinurat et al. 2009).

Pengharum ruangan dalam bentuk sedian gel dalam penggunaannya lebih praktis dan mudah dibandingkan dengan pengharum ruangan dalam bentuk cair karena harus disemprot ke ruangan terlebih dahulu. Selain itu, pengharum ruangan dalam bentuk sediaan gel ini lebih mudah dalam hal penyimpanan dan pengemasannya (Rahmaisni 2011).

Parfum dideskripsikan dengan perumpamaan musik yang memiliki tiga “not/notes” yang membentuk harmoni wangian. Empat elemen (notes) parfum yaitu, base, middle, top dan bridge. Elemen base akan melekat lebih lama di kulit dan harumnya lebih kuat, seperti vanili, cengkih, dan minyak nilam. Wangi middle notes biasanya baru terasa setelah setengah jam parfum disemprotkan, contohnya geranium dan kenanga. Top notes yang terdapat dalam citrus dan floral akan tercium saat pertama kali di semprotkan. Sementara bridge notes dipakai untuk menyatukan ketiga elemen lainnya. Masing-masing note tercium seiring waktu dengan dimulai dari impresi pertama dari top note diikuti oleh middle note yang telah mendalam dan base note yang sedikit demi sedikit muncul di akhir. Note-note ini dibuat dengan seteliti mungkin berdasarkan pengetahuan proses evaporasi dari wangian. Di bawah ini adalah penjelasan dari masing-masing notes.

1. Top notes

Wangi yang langsung tercium ketika parfum disemprotkan. Top notes mengandung molekul yang ringan dan kecil yang dapat berevaporasi cepat. Top notes membentuk impresi pertama dari parfum. Minyak atsiri yang termasuk top notes antara lain minyak lemon, minyak jeruk purut, minyak melati, dan minyak mawar.

2. Middle notes

Wangi yang muncul setelah top notes mulai memudar. Middle notes mengandung “inti” dari parfum dan juga bertindak sebagai topeng bagi base notes yang sering kali tidak tercium enak pada pertama kalinya, namun menjadi enak seiring waktu. Notes ini juga sering disebut heart notes. Minyak atsiri yang termasuk dalam kategori middle notes adalah minyak lavender, minyak sereh wangi, dan minyak kenanga.

3. Base notes

Wangi dari sebuah parfum yang muncul seiring memudarnya middle notes. Base dan middle notes adalah tema wangian utama dari sebuah parfum. Base notes memberikan kedalaman yang solid dari parfum. Kandungan dari notes ini biasanya kaya dan dalam, dan tidak tercium setidaknya sampai 30 menit pemakaian. Wangi top dan middle notes terpengaruhi oleh wangi dari

(18)

Pemakaian parfum yang mengandung senyawa organik/volatile organic compounds (VOCs) yang berlebihan dalam gel pengharum ruangan tidak diperbolehkan karena membahayakan kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan peraturan EPA (Environmental Protection Agency), bahwa pemakaian maksimal VOCs dalam pengharum ruangan adalah 3% sedangkan kenyataannya penggunaan senyawa tersebut selalu melebihi 3% sehingga para ahli parfum dan ahli kimia berusaha membuat formulasi gel dari pelarut air (Anggarwal et al. 1998).

2.2 MINYAK ATSIRI SEBAGAI BAHAN PEWANGI

Minyak atsiri merupakan campuran kompleks dari senyawa alkohol yang mudah menguap (volatil) dan dihasilkan sebagai metabolit sekunder pada tumbuhan. Minyak atsiri biasanya menentukan aroma khas tanaman (Nerio et al. 2010).

Minyak atsiri disebut juga minyak terbang atau minyak kabur karena minyak atsiri mudah menguap apabila dibiarkan begitu saja dalam keadaaan terbuka. Dalam bahasa Inggris disebut

essential oils, etherial oils, atau volatile oil. Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, buah, atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai aroma tanaman yang menghasilkannya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri akan mengabsorpsi oksigen dari udara sehingga akan berubah warna, aroma, dan kekentalan sehingga sifat kimia minyak atsiri tersebut akan berubah (Luthony dan Rahmayanti 2000).

Pengertian atau definisi minyak atsiri yang ditulis dalam Encyclopedia of Chemical Technology menyebutkan bahwa minyak atsiri merupakan senyawa yang pada umumnya berwujud cairan, yang diperoleh dari bagian tanaman, akar, kulit, batang, daun, buah, dan biji maupun dari bunga dengan cara ekstraksi (Sastrohamidjojo 2002).

Minyak atsiri dapat diekstrak dengan 4 cara yaitu, penyulingan (distillation), pengepresan (pressing), ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), dan ekstraksi dengan lemak padat (enfleurasi). Umumnya, metode yang paling sering digunakan adalah penyulingan (Ketaren 1985).

Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok. Pertama, minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan menjadi komponen-komponen atau penyusun murninya, komponen-komponen ini dapat menjadi bahan dasar untuk diproses menjadi produk-produk lain, seperti minyak sereh, minyak daun cengkeh, minyak permai, dan terpentin. Kedua, minyak atsiri yang sukar dipisahkan menjadi komponen murninya, seperti minyak akar wangi, minyak nilam, dan minyak kenanga. Biasanya minyak atsiri tersebut langsung dapat digunakan tanpa diisolasi komponen-komponennya sebagai pewangi berbagai produk (Sastrohamidjojo 2004)

Dalam buku The Encyclopedia of Complementary Medicine, The Complete Family Guide to Alternative Health Care disebutkan bahwa minyak atsiri merupakan zat serbaguna. Molekul yang dilepaskan ke udara adalah sebagai uap yang dibawa oleh uap air. Ketika uap air yang mengandung komponen kimia tersebut dihirup, akan diserap tubuh melalui hidung dan paru-paru yang kemudian masuk ke aliran darah. Bersamaan saat dihirup itu, uap air akan berjalan dengan segera ke sistem limbik otak yang bertanggung jawab dalam sistem integrasi dan ekspresi perasaan, belajar, ingatan, emosi, serta rangsangan fisik. Jika digunakan sebagai aplikasi di luar tubuh, minyak atsiri bermanfaat dalam menyeimbangkan kondisi kulit, seperti juga otot dan organ bagian dalam (Ichad 2011).

(19)

sekaligus menghilangkan bau pengap. Karena itu, meletakkan atau menyemprotkan miyak atsiri di ruangan bisa membuat udara dalam ruangan lebih segar (Rahmaisni 2011)

Di Indonesia, jenis minyak atsiri dapat dikategorikan menjadi tiga kondisi yaitu sudah berkembang, sedang berkembang, dan potensial dikembangkan. Jenis-jenis minyak atsiri tersebut yang berfungsi sebagai bahan pewangi dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis atsiri potensial sebagai bahan pewangi di Indonesia minyak

Kondisi Nama minyak Nama dagang Nama tanaman

Sudah berkembang Nilam Patchouli oil Pogestemon cablin

Serai wangi Citronella oil Andropogon nardus

Akar wangi Vetiver oil Vetiveria zizanoides

Kenanga Cananga oil Canangium odoratum

Cendana Sandalwood oil Santalum album

Daun cengkeh Clove leaf oil Syzygium aromaticum

Gagang cengkeh Clove stem oil Syzygium aromaticum

Bunga cengkeh Melati

Clove bud oil Jasmine oil

Syzygium aromaticum Jasminum sambac

Sedang berkembang Ylang-ylang Ylang-ylang oil Canangium odoratum

Gaharu Agarwood oil Aquilaria sp

Klausena Kemukus Calusena/Anis oil Cubeb oil Clausena anisata Piper cubeba

Potensi dikembangkan Permen Cormint oil Mentha arvensis

Proseres Proseres oil Andropogon procerus

Jeruk purut Lime oil Citrus hystrix

Rosemari Rosemari oil Rosmarinus officinale

Spearmin Spearmint oil Mentha spicata

Lada Black pepper oil Piper nigrum

Kulit kayu manis Cinnamon bark oil Cinnamomum casea

Daun kayu manis Cinnamon leaf oil Cinnamomum casea

Kulit kayu manis Cinnamon bark oil Cinnamomum zeylanicum

Daun kayu manis Cinnamon leaf oil (ceylon)

Cinnamomum zeylanicum

Kulit kayu manis Cinnamon bark oil Cinnamomum burmanii

Gandapura Wintergreen oil Gaultheria fragrantissima

Adas Fennel oil Foeniculum vulgare Sumber : Sukamto (2009).

Minyak atsiri merupakan komoditas ekspor non-migas yang dibutuhkan di berbagai industri seperti dalam industri parfum, kosmetika, farmasi/obat-obatan dan pangan. Di dalam dunia perdagangan, komoditas ini dipandang punya peran strategis dalam menghasilkan produk primer maupun sekunder, baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Kebutuhan minyak atsiri dalam negeri cukup besar dan semakin beragam karena kebutuhan industri juga makin pesat dan berkembang ragamnya seperti akhir-akhir ini banyak dimanfaatkan untuk aromaterapi, spa, dan lain sebagainya (Sukamto 2009).

(20)

krim, balsam, sabun mandi, shampo, obat luka/memar, dan pewangi badan (parfum). Beberapa minyak atsiri digunakan melalui pernapasan (inhalasi) seperti untuk pewangi ruangan, pengharum tisu, pelega pernafasan, dan aromaterapi. Minyak atsiri juga banyak digunakan sebagai insektisida, nematisida, anti-jamur, anti-bakteri, pengusir hama gudang, dan pencegah kontaminasi jamur pada berbagai produk (Pandey et al. 2000; Sacchetti et al. 2005; Oroojalian et al. 2010).

2.2.1. MINYAK JERUK PURUT

Jeruk purut merupakan tanaman yang termasuk dalam salah satu anggota suku jeruk-jerukan (Rutaceae), sub famili Aurantioidae, genus Citrus, sub genus Papeda, dan spesies Citrus hystrix

(Sarwono 1986). Jeruk purut merupakan salah satu tanaman hortikultura yang umum digunakan sebagai flavor alami pada berbagai produk makanan dan minuman di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya (Sato et al. 1990).

Daun jeruk purut dikenal dengan nama som makrut di Thailand, swangi limau atau purut limau

di Malaysia, digunakan untuk memeberikan flavor oriental yang unik kepada sup tom yam, kari, laksa, dan santapan lainnya seperti kue. Di Indonesia, daun jeruk purut juga digunakan sebagai bumbu masak untuk menutupi bau amis ikan. Buahnya lebih banyak digunakan untuk perawatan tubuh dan kulit daripada untuk makanan. Kulit buah ini dapat dimanafaatkan untuk bahan sampo. Isolasi terhadap komponen utama dari minyak daun jeruk purut dapat dimanfaatkan dalam industri non-pangan seperti industri parfum, kosmetik, dan obat (Lawrence 1993).

Daun jeruk purut berwarna hijau kekuningan dan berbau sedap, berbentuk bulat telur, ujungnya tumpul, dan bertangkai satu. Daun tanaman jeruk ini banyak dipakai untuk bumbu macam-macam masakan. Daun jeruk purut berkhasiat sebagai stimulan dan penyegar. Daun mengandung tanin 1.8%, steroid triterpenoid, dan minyak asiri 1 – 1.5% v/b (Sarwono 1986).

Minyak atsiri daun jeruk purut biasa disebut kaffir lime oil dalam perdagangan. Wama minyak daun jeruk purut merupakan gabungan dari warna kuning muda dan kehijauan. Penyulingan minyak daun jeruk purut belum banyak dilakukan, namun dengan berkembangnya industri makanan, minuman, dan perasa, minyak daun jeruk purut merupakan salah satu alternatif yang potensial. Hasil penyulingan yang dilakukan di Balitro, rendemen minyak daun jeruk purut berkisar antara 1.0 – 1.5 %. Bila dilihat dari aspek kimia, komponen utama dari minyak ini adalah senyawa sitral, menyerupai minyak sereh dapur/lemon grass oil. Rasa yang dihasilkan minyak daun jeruk purut agak berbeda dari rasa minyak sereh dapur, minyak daun jeruk purut lebih segar dan lebih lembut (Ma’mun 2009).

Sato et al. (1990) mengekstrak minyak atsiri dari daun jeruk purut dengan metode distilasi uap langsung. Minyak atsiri daun jeruk purut hasil distilasi uap tersebut mengandung 54 jenis komponen kimia dengan l-sitronelal sebagai komponen utama (81.49%) dan beberapa komponen lainnya yang penting adalah sitronelol (8.22%), linalol (3.69%) dan geraniol (0.31%).

Wijaya (1995) melakukan ekstraksi dengan beberapa cara, yaitu distilasi uap selama 2 jam, distilasi air selama 6 jam, destilasi Likens-Nickerson selama 6 jam, dan ekstraksi menggunakan pelarut heksana dengan metode maserasi dan perlokasi masing-masing selama 3 hari dan 6 jam. Persentase hasil ekstraksi minyak daun jeruk purut dengan pelarut lebih tinggi dibandingkan destilasi.

(21)

Kandungan sitronelal yang sangat tinggi menjadi salah satu kelebihan minyak daun jeruk purut di bidang industri khususnya industri parfum dan kosmetik. Minyak dengan kandungan sitronelal yang tinggi dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk isolasi sitronelal. Hasil isolasi tersebut kemudian diubah menjadi bentuk esternya seperti hidroksi sitronelal atau mentol sintetik. Ester yang dihasilkan dengan cara ini umumnya bersifat lebih stabil dan sangat baik digunkaan untuk industri wangi-wangian. Hidroksi sitronelal dapat digunakan sebagai zat pewangi sabun dan parfum yang bernilai tinggi. Mentolsintetik dapat digunakan sebagai obat gosok, pasta gigi, dan obat pencuci mulut. Bentuk ester lain dari sitronelal dapat digunakan sebagai insektisida (Ketaren 1985). Keuntungan minyak jeruk purut lainnya sebagai pengharum ruangan adalah sifat antibakteri yang relatif sangat tinggi yang juga berasal dari sitronelalnya (Sait 1991).

2.2.2. MINYAK KENANGA

Kenanga merupakan tanaman yang termasuk dalam salah satu anggota suku Magnoliales, famili Annonaceae, genus Cananga, dan spesies Cananga odorata (Ketaren 1985). Tanaman kenanga berasal dari Filipina. Tanaman kenanga tumbuh subur di dataran rendah dengan kelembaban tinggi, beriklim tropis dan dekat dengan pantai. Di Pulau Jawa, tanaman ini tumbuh liar, biasanya ditanam di pekarangan rumah, tidak dibudidayakan.

Minyak kenanga adalah minyak atsiri yang diperoleh dari penyulingan bunga kenanga. Bunga yang masih muda berwarna hijau, sedangkan yang tua berwarna kuning. Rendemen dan mutu minyak tertinggi terdapat pada bunga yang telah matang sempurna (warna kuning tua).

Minyak kenanga, dalam perdagangan dunia disebut cananga oil, diperoleh dengan penyulingan sederhana yaitu penyulingan dengan uap dan air (water and steam destilation). Di daerah, biasanya dilakukan dengan cara perebusan. Hasil sulingan terdiri dari beberapa fraksi yang mempunyai komposisi dan mutu yang berbeda. Fraksi dengan mutu paling baik adalah yang mengandung kadar ester dan eter yang tinggi serta sesquiterpen yang rendah.

Minyak kenanga hanya diproduksi di Indonesia dengan output sebesar 20 ton/tahun. Daerah penghasil minyak kenanga terbesar di Indonesia adalah Boyolali, Jawa Tengah dan Blitar, Jawa Timur. Minyak kenanga diekspor masih dalam keadaan crude. Oleh importir Amerika dan Eropa, minyak kenanga biasanya direktifikasi untuk menghasilkan minyak yang lebih jernih dan lebih mudah larut. Minyak yang dihasilkan akan menyusut sebanyak 25%.

Di dunia, pemakaian minyak kenanga masih terbatas dibandingkan minyak ylang-ylang, namun masih tetap penting karena bau minyak kenanga lebih tahan lama dan lebih murah dibandingkan minyak ylang-ylang. Dalam industri, minyak kenanga biasa digunakan sebagai bahan pewangi sabun (DAI 2009).

Minyak kenanga banyak digunakan dalam industri aromaterapi. Kesan aroma yang dihasilkan dari minyak kenanga adalah floral, manis, dan sedikit kekayuan. Minyak kenanga dimanfaatkan untuk mengurangi rambut berminyak, mengobati gigitan serangga, menurunkan tekanan darah tinggi, mengurangi stres dan depresi, serta mengharumkan ruangan (Trecyda 2011).

(22)

Tabel 2. Komposisi kimia fraksi ekstrak minyak kenanga

No. Komponen Jumlah (%)

1. Golongan aldehid dan keton aseton, furfural, benzaldehid 0.1 – 0.2 2. Komponen bersifat basa (Metilantranilat) 0.1 3. Golongan terpen (d-pinene) 0.3 – 0.6 4. Golongan fenol dan fenol eter (- Cresol, p-Cresol - metil - eter,

A, fenol, eugenol, isoeugenol, metil-salisilat, benzilsalisilat, dan fenol tingkat tinggi)

3

5. Alkohol dan ester

Metil - benzoate, l-linalool, terpineol, benzil alkohol, fenil-etil alkohol, geraniol, nerol, fersenol, nerolidol, l-cadinol,

sesquiterpen alkohol

52 – 64

6. Sesquiterpen

Caryophyllen, sesquiterpen-alifatis, l-sesquiterpen, d-sesquiterpen, l/d-sesquiterpen bisiklis

33 – 38

Sumber : Guenther (1972).

Kandungan terbesar minyak atsiri bunga kenanga terdiri dari linalool, geraniol dan eugenol, dengan aroma yang khas menyengat (Ketaren 1985). Komponen utama minyak kenanga berdasarkan analisa yang dilakukan oleh Balitro adalah kariofilen (36%), α-terpineol (10%), benzil asetat (9%), dan benzil alkohol (2%) (Ketaren et.al. 2000).

Minyak kenanga yang baik mempunyai nilai bobot jenis yang tinggi dan nilai indeks bias serta putaran optik yang rendah. Warna minyak kenanga bervariasi, semakin tinggi fraksi minyak, warna akan semakin tua, mungkin disebabkan adanya senyawa fenol dalam minyak tersebut. Minyak ini sangat sensitif terhadap cahaya sehingga memerlukan kondisi penyimpanan yang lebih baik. Kelarutan minyak dalam alkohol dipengaruhi oleh jumlah fraksi terpen atau sesquisterpen dalam minyak. Semakin tinggi kandungannya, maka kelarutan minyak dalam alkohol semakin rendah (Ketaren 1985).

2.2.3. MINYAK NILAM

Nilam merupakan tanaman yang termasuk dalam salah satu anggota suku Labiatales, famili Labiatae, genus Pogostemon, dan spesies Pogostemon sp. Nilam dikenal dengan berbagai nama di beberapa daerah, seperti dilem (Sumatera-Jawa), rei (Sumatera Barat), pisak (Alor), dan ungapa (Timor). Nilam tumbuh di daerah dengan cuaca yang panas namun tidak langsung di bawah sinar matahari (DAI 2009).

Daun tanaman nilam berbentuk bulat telur sampai bulat panjang (lonjong). Secara visual, daun nilam mempunyai ukuran panjang 5 – 11 cm, berwarna hijau, tipis, tidak kaku, dan berbulu pada permukaan bagian atas. Permukaan daun kasar dengan tepi bergerigi, ujung daun tumpul, dan urat daun menonjol ke luar (Rukmana 2003).

Dalam perdagangan internasional, minyak nilam dikenal sebagai pathcouly oil, diperoleh dari daun, batang, dan cabang tanaman nilam dengan cara penyulingan, baik dengan uap (kukus) maupun uap bertekanan tinggi. Kadar minyak tertinggi terdapat pada daun dengan kandungan patchouli alkohol yang berkisar antara 30-50%. Aromanya segar dan khas serta mempunyai daya fiksasi yang kuat, sulit digantikan oleh bahan sintetis (Rusli 1991).

(23)

menentukan bau minyak nilam ( Ketaren 1985). Menurut Maryadhi (2007), patchouli alkohol merupakan senyawa seskuiterpen alkohol tersier trisiklik. Tidak larut dalam air, larut dalam alkohol, eter atau pelarut organik yang lain. Mempunyai titik didih 280.37 oC dan kristal yang terbentuk memiliki titik leleh 56oC. Minyak nilam mengandung lebih dari 30 jenis komponen kimia, termasuk 4 hidrokarbon monoterpen, 9 hidrokarbon sesquiterpen, 2 oksigenated monoterpen, 4 epoksi, 5 sesquiterpen alkohol, 1 norseskuiterpen alkohol, 2 seskuiterpen keton dan 3 seskuiterpen ketoalkohol. Komponen utama yang terdapat dalam minyak nilam tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Komponen kimia penyusun minyak nilam

No. Komponen Jumlah (%)

1. Seskuiterpen 40 – 4 2. Patchouli alkohol 55 – 60 3. β-patchoulin 1.7 – 4.8 4. α-gurjunin 0.0 – 5.0 5. α-guanin 9.9 – 15.2 6. β-kariofilen 2.0 – 3.9 7. α-patchoulin 8.5 – 12.7 8. Seychellene 5.9 – 9.4 9. α-bulnesin 13.1 – 17.2 10. β-guaniepoxi 0.1 – 0.2 11. α-bulnesinepoksi 0.2 – 0.4 12. Norpatchoulinol 0.5 – 0.6 13. Patchoulol 31.2 – 46.0 14. Pogostol 1.9 – 2.7

Sumber : Ketaren (1985), Maryadhi (2007).

Di Indonesia, sentra produksi minyak nilam banyak tersebar di NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Beberapa daerah juga mulai mengembangkan nilam seperti Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Tengah. Saat ini, Indonesia menjadi pemasok 90% kebutuhan minyak nilam dan berkompetisi dengan Filipina, India, dan Cina. Minyak nilam diekspor ke berbagai negara seperti Amerika, Singapura, Jepang, Perancis, Swiss, Inggris, Taiwan, Belanda, Jerman, dan Cina dengan volume ekspor sebanyak 2.074.250 kg minyak, nilai ekspor US$ 27.136.913 pada tahun 2004 (DAI 2009).

Kebutuhan minyak nilam dunia diproyeksikan sekitar 1.000 ton/tahun dengan laju peningkatan 5 %/tahun. Untuk memanfaatkan peluang permintaan pasar dunia, luas penanaman dan luas panen nilam di berbagai daerah di Indonesia akan terus ditingkatkan (Rukmana 2003)

Minyak nilam berwarna coklat. Memiliki aroma yang kaya, earthy, woody dan sedikit fruity. Digunakan untuk mengobati penyakit kulit seperti eksim, panu, kulit kering, minyak berlebih dan jerawat, serta mengurangi rasa lelah dan stres (Trecyda 2011).

Dalam pengobatan tradisional, minyak nilam berfungsi untuk mengobati gigitan serangga dan ular, juga dapat dibakar untuk menghasilkan wangi yang khas. Dalam industri modern, minyak nilam banyak digunakan sebagai fiksasif atau pengikat bahan-bahan pewangi lain dalam produk parfum, kosmetik, detergen, kertas tisu, dan pengharum ruangan (DAI 2009).

(24)

2.3. KARAGENAN

Karagenan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstrkasi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada suhu tinggi (Glicksman 1983). Karagenan adalah polisakarida linier yang tersusun atas unit-unit galaktosa dan 3.6-anhidrogalaktosa dengan ikatan glikosidik α(1.3) dan β(1.4) secara bergantian. Pada beberapa atom hidroksil, terikat gugus sulfat dengan ikatan ester. Karagenan dikelompokkan berdasarkan gugus 3.6-anhidrogalaktosa dan jumlah serta posisi dari gugus ester sulfatnya. Berdasarkan cara pengelompokkannya tersebut, karagenan dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu karagenan jenis kappa, iota, dan lambda (Angka dan Suhartono 2000). Struktur kimia ketiga jenis karagenan tersebut disajikan pada Gambar 1. Gugus molekul yang diberi lingkaran merah merupakan gugus 3.6-anhidrogalaktosa, sedangkan gugus molekul yang tidak diberi lingkaran merah adalah gugus galaktosa.

Gambar 1. Struktur kimia kappa, iota, dan lambda karagenan (Bubnis 2000)

E. cottonii (Kappaphycus alvarezii) merupakan jenis rumput laut penghasil kappa karagenan,

E.spinosum merupakan penghasil iota karagenan, dan Gigartina merupakan penghasil lambda karagenan. Euchema cottonii dan E. spinosum merupakan jenis Rhodophyceae yang banyak ditemui di perairan Indonesia, sedangkan Gigartina banyak ditemui di daerah selatan Eropa (Verawaty 2008).

Selain dibedakan berdasarkan gugus 3.6-anhidrogalaktosa dan ester, karagenan juga dibedakan oleh sifat gel yang terbentuk. Iota karagenan berupa gel lembut dan fleksibel atau lunak, kappa karagenan berupa gel kaku dan getas serta keras, sedangkan lambda karagenan tidak dapat membentuk gel tetapi berbentuk cairan yang kental (Fardiaz 1989). Perbedaan struktur dan sifat fisiko-kimia karagenan dapat dilihat pada Tabel 4.

(25)

Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan (Fardiaz 1989). Gambar 2 menunjukkan proses terjadinya gel karagenan.

Tabel 4. Perbedaan struktur dan sifat fisikokimia kappa, iota, dan lambda karagenan

Faktor Kappa Iota Lambda

Gugus penyusun

Ester Sulfat 25 – 30 % 28 – 35 % 32 – 39 %

3.6-anhidro-galaktosa 28 – 35 % 30 % –

Kelarutan

Air panas (80 oC) Larut Larut Larut

Air dingin (20 oC) Garam Na larut, gatam K dan Ca tidak larut

Garam Na larut Larut

Susu panas (80 oC) Larut Larut Larut

Susu dingin (20 oC) Garam Na, K dan Ca tidak larut

Tidak larut Mengental

Larutan gula 50 % Larut, panas Sukar larut Larut

Larutan garam 10 % Tidak larut Larut, panas Larut, panas

Karakteristik gel

Efek kation Gel lebih kuat dengan ion

porasium

Gel lebih kuat dengan ion kalsium

Tidak membentuk gel

Tipe gel Kuat dan rapuh Elastis Tidak membentuk gel

Shear reversible gel Tidak Ya Tidak membentuk gel

Sineresis Ya Tidak –

Histeresis 10 – 20 oC 5 – 10 oC

Stabilitas freezing-thawing

Tidak Ya Ya

Efek sinergis dengan locus bean gum

Ya Tidak Tidak

Efek sinergis dengan konjak/glukomanan

Ya Tidak Tidak

Efek sinergis dengan pati

Tidak Ya Tidak

Stabilitas*

pH netral dan alkali Stabil Stabil Stabil

pH asam Terhidrolisis pada larutan

jika dipanaskan. Stabil dalam bentuk gel

Terhidrolisis pada larutan. Stabil dalam bentuk gel

Terhidrolisis

Sumber : Imerson (2000), *Glicksman (1983).

Proses pembentukan gel diawali dengan perubahan polimer karagenan menjadi bentuk gulungan acak (random coil). Perubahan ini disebabkan proses pemanasan dengan suhu yang lebih tinggi dari suhu pembentukan gel karagenan. Ketika suhu diturunkan, polimer karagenan akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda) dan menghasilkan titik-titik pertemuan (junction points) dari rantai polimer (Glicksman 1979). Jika diteruskan, ada kemungkinan proses pembentukan agregat terus terjadi dan gel akan mendorong air yang tidak terikat di dalam gel. Proses keluarnya air tersebut dinamakan sineresis (Fardiaz 1989).

(26)

bersifat thermoreversible yaitu gel akan mencair jika dipanaskan dan akan membentuk gel kembali bila didinginkan (Glicksman 1983).

Gambar 2. Mekanisme pembentukan gel karagenan (Glicksman 1983)

Aplikasi utama karagenan yaitu pada industri makanan terutama produk susu. Pada industri makanan, karagenan digunakan sebagai penstabil, pemadat, pembuat gel, dan zat tambahan dalam proses pengolahan cokelat, susu, puding, susu instan, dan makanan kaleng (Kiswanti 2009). Jumlah karagenan yang digunakan berkisar 0,01-0,05 %. Pada produk keju dan es krim, karagenan berfungsi sebagai penstabil, pengontrol tekstur produk dan pengikat air. Pada produk cokelat dan susu, selain berfungsi sebagai penstabil, karagenan dapat memberikan kesan lembut pada mulut. Karagenan dapat digunakan pada produk daging. Penggunaan semi refined karagenan terbesar adalah untuk makanan ternak, yaitu 5.500 ton setiap tahunnya (McHugh 2003). Kappa karagenan yang ditambahkan pada susu cokelat dapat mencegah terjadinya pemisahan lemak dan menstabilkan cokelat (Van de Velde dan De Ruiter 2005).

Saat ini, pemanfaatan karagenan tidak hanya terbatas pada industri makanan saja, tetapi juga pada industri-industri lain seperti farmasi, kosmetika, bioteknologi, tekstil, dan lain sebagainya. Pada industri farmasi, karagenan digunakan sebagai bahan pengental (suspensi), emulsi, dan penstabil pada proses pembuatan pasta gigi, obat-obatan, minyak mineral, dan lain-lain. Selain itu, karagenan juga digunakan dalam industri tekstil, cat, dan keramik. Industri pasta gigi merupakan industri terbesar di Indonesia yang menggunakan karagenan, hal ini dikarenakan kemampuan karagenan sebagai pengental dalam pasta gigi untuk mengikat air secara efektif dan membentuk gel yang lunak yang sangat stabil terhadap degradasi enzimatis (Kiswanti 2009).

Dalam industri kosmetik, karagenan digunakan pada gel, krim, lotion, shampo, dan produk perawatan kulit dan tubuh lainnya. Gel karagenan meningkatkan kestabilan emulsi dengan menjaga droplet minyak dan mencegah pemisahan bahan yang tidak larut seperti pigmen (Van de Velde dan De Ruiter 2005). Dalam milk-gels (puding, saus, minuman kaleng) dan antacid-gels, karagenan berfungsi sebagai pembentuk gel, demikian pula dalam makanan dan minumam water-gels, fish and meat-gels, dan pengharum ruangan (Anggadireja et al. 1993). Diperkirakan sekitar 200 ton per tahun karagenan digunakan pada produk nonpangan seperti pada gel pengharum ruangan (McHugh 2003).

Pada gel pengharum ruangan, karagenan berfungsi sebagai pengemulsi minyak pengharum pada bahan hidrofobik. Karagenan yang dijadikan bahan pembuat gel pengharum ruangan berfungsi melepaskan minyak aroma secara perlahan (slow release) (Hargreaves 2003). Pada produk pengharum ruangan, gel dibuat dengan menggunakan karagenan yang dikombinasikan dengan gum jenis lain serta garam pembentuk gel (hingga 2.5 % b/b dari gum). Kombinasi tersebut mengikat minyak pengharum

dingin

panas

dingin

panas

(27)

sehingga pelepasan terjadi secara bersamaan dari permukaan gel hingga gel mengering (Van de Velde dan De Ruiter 2005).

2.4. GLUKOMANAN

Glukomanan adalah salah satu komponen kimia terpenting yang terdapat dalam umbi

Amorphophallus. Amorphophallus termasuk ke dalam kelas Magnoliophyta, suku Alismatales, dan famili Araceae. Glukomannan merupakan senyawa yang banyak terkandung dalam tepung glukomanan yakni mencapai 70 – 90%. Tepung glukomanan dapat digunakan sebagai bahan pengental, bahan pembentuk gel, dan pengikat air (Kiswanti 2009).

Sama halnya dengan karagenan, glukomannan merupakan hidrokoloid yang diperoleh dari hasil ekstraksi. Penyebaran tanaman Amorphophallus lebih banyak di daerah Asia seperti Timur Tengah, Jepang, dan Asia Tenggara. Beberapa spesies yang tumbuh di daerah tersebut yaitu

Amorphophallus konjak K Koch, A. rivierii, A. bulbifier, dan A. Oncophyllus. Jenis Amorphophallus

juga banyak dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah iles-iles/porang (A. muelleri Blume) dan suweg (A.paeoniifolis) (Takigami 2000). Menurut Harijati (2009), berdasarkan pengukuran kandungan glukomanan, didapatkan bahwa Amorphophalus muelleri mempunyai kandungan glukomanan lebih tinggi dibandingkan yang lainnya.

Menurut Harsojuwono (2005), dari hasil survai kawasan iles-iles di Jawa Timur, iles-iles tersebar luas di daerah hutan jati Nganjuk, Ngawi, Bojonegoro, dan Madiun dengan luas areal masing-masing 55,000 Ha, 4,000 Ha, 60,000 Ha, dan 75,000 Ha. Kapasitas produksi iles-iles yang telah dibudidayakan mencapai 8 ton/Ha dengan harga jual mencapai Rp 800.-/kg. Tepung iles-iles mengalami peningkatan permintaan di beberapa negara terutama Jepang, Taiwan, dan Eropa Barat.

Glukomanan termasuk polisakarida dari jenis hemiselulosa yang memiliki ikatan rantai utama glukosa dan manosa dalam ikatan β-1,4 serta mengandung gugus asetil. Glukomanan mengandung 60 % D-mannosa dan 40 % D-glukosa. Glukomanan memiliki bobot molekul relatif tinggi, yaitu sebesar 200,000 – 2,000,000 Dalton dengan ukuran antara 0.5 – 2 mm, yaitu 10 – 20 kali lebih besar dari sel pati (Mikonnen 2009).

Konjak glukomannan adalah polimer yang larut dalam air dan dapat menyerap 100 kali dari volumenya sendiri dalam air. Larutan yang terbentuk merupakan larutan pseudoplastik. Viskositas konjak lebih tinggi daripada bahan pengental alami lainnya dan stabil terhadap asam, tidak ada pengendapan walaupun pH diturunkan dibawah 3.3. Larutan konjak tahan terhadap garam walaupun pada konsentrasi tinggi (Widjanarko 2008). Struktur kimia glukomanan dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur kimia glukomanan (Johnson 2002)

Menurut Deptan (2010), senyawa glukomanan mempunyai sifat-sifat khas sebagai berikut : 1) Larut dalam air. Glukomanan dapat larut dalam air dingin dan membentuk larutan yang sangat

kental. Tetapi, bila larutan kental tersebut dipanaskan sampai menjadi gel maka glukomanan tidak dapat larut kembali di dalam air.

(28)

2) Membentuk gel. Glukomanan dapat membentuk larutan yang sangat kental di dalam air. Dengan penambahan air kapur, zat glukomannan dapat membentuk gel di mana gel yang terbentuk mempunyai sifat khas dan tidak mudah rusak.

3) Merekat. Glukomanan mempunyai sifat merekat yang kuat di dalam air. Namun, dengan penambahan asam asetat, sifat merekat tersebut akan hilang.

Dengan sifat tersebut diperoleh beberapa manfaat dari glukomanan antara lain : 1) Bahan lem yang daya rekatnya terbaik dan kedap air.

2) Campuran bahan dalam industri kertas agar kertas cukup kuat dan lemas.

3) Pengganti kanji dalam industri pertekstilan sehingga kain katun, linen, wol dan kain-kain dari bahan imitasi lebih mengkilap.

4) Pengganti media tumbuh mikroba ataupun sebagai detektor mikroba alami yang mampu menyediakan unsur karbon bagi mikroba dalam bidang laboratories.

5) Pengganti selulosa yang digunakan dalam industri perfilman seperti isolator listrik, persenjataan perang dan bahan peledak, alat-alat dalam pesawat terbang, serta parasut para penerjun payung.

6) Penjernih dan massa pengikat pada industri minuman, pabrik gula, dan pertambangan batubara. Partikel batubara yang terlarut dalam air dapat dengan mudah terikat oleh glukomanan sehingga airnya dapat dimanfaatkan kembali.

7) Pengikat formula tablet, pengental sirup obat, pembungkus dan etiket kedap air, penghancur (disintegrator) tablet, dan pembuat suppositoria pada industri farmasi.

8) Bahan pembuatan konyaku (sejenis tahu), shirataki (sejenis mie) dan lain-lain yang sangat digemari oleh masyarakat Jepang pada industri makanan/pangan.

9) Bahan imitasi yang memiliki sifat lebih baik dari amilum dengan harga lebih murah.

10) Bahan kedap air. Dibuat dengan mencampur larutan glukomanan dengan gliserin/natrium hidroksida.

11) Untuk menjernihkan air dan memurnikan bagian-bagian koloid yang terapung dalam industri bir, gula, minyak, dan serat.

12) Dalam industri kosmetika dan pengobatan untuk menjaga dan memulihkan kembali kelancaran peredaran darah dan mencegah naiknya kadar kolesterol dalam darah, menurunkan tekanan darah tinggi dan mengobati kencing manis serta meningkatkan kesegaran dan kehalusan kulit. 13) Bahan plastik biodegradable, edible film/coat, dan serat nano. Teknologi ini sedang banyak

dikembangkan saat ini

Sebagai bahan pembentuk gel, glukomanan memiliki kemampuan yang unik untuk membentuk gel yang reversible dan irreversible pada kondisi yang berbeda. Gel reversible terbentuk jika glukomanan dikombinasikan dengan hidrokoloid lain seperti karagenan atau xanthan gum. Gel

irreversible didapat dari gel glukomanan yang terbentuk pada kondisi basa. Konsentrasi kritis terendah konjak glukomanan yang dibutuhkan untuk membentuk gel adalah 0,5% (Takigami 2000).

(29)

2.5. BAHAN TAMBAHAN GEL PENGHARUM RUANGAN

Pembuatan gel pengharum ruangan diperlukan bahan tambahan di antaranya adalah propilen glikol yang berperan sebagai pelarut dan sodium benzoat yang berperan sebagai bahan pengawet. Propilen glikol adalah propana-1.2-diol dengan rumus molekul C3H8O2 dan berat molekul 76.10,

berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, dan higroskopik. Propilen glikol dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) dan dengan kloroform, larut dalam 6 bagian eter, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah dan dengan minyak lemak (Depkes RI 1979).

Propilen glikol dapat berfungsi sebagai pengawet, antimikroba, disinfektan, humektan, solven, stabilizer untuk vitamin, dan kosolven yang dapat bercampur dengan air. Sebagai pelarut atau kosolven, propilen glikol digunakan dalam konsentrasi 10-30% larutan aerosol, 10-25% larutan oral, 10-60% larutan parenteral dan 0-80% larutan topikal. Propilen glikol digunakan secara luas dalam formulasi sediaan farmasi, industri makanan maupun kosmetik, dan dapat dikatakan relatif non toksik. Dalam formulasi atau teknologi farmasi, propilen glikol secara luas digunakan sebagai pelarut, pengekstrak dan pengawet makanan dalam berbagai sediaan farmasi parenteral dan non parenteral (Rowe et al. 2003). Karakteristik propilen glikol dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik propilen glikol

Karakteristik propilen glikol Keterangan

Kandungan propana-1.2-diol Tidak kurang dari 99.5 %

Pemerian Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, menyerap air pada udara lembab

Kelarutan Dapat bercampur dengan air, dengan aseton, dan dengan kloroform, larut dalam eter dan beberapa minyak esensial, tetapi tidak dapat bercampur dengan minyak lemak

Kegunaan Pelarut, pembasah (konsentrasi untuk sediaan topikal = 15 %), pengawet untuk sediaan parenteral dan non parenteral, humektan, plastisizer, zat penstabil untuk vitamin dan kosolven yang dapat campur dengan air

Sumber : (Rowe et al. 2003).

Sifat propilen glikol hampir sama dengan gliserin hanya saja propilen glikol lebih mudah melarutkan berbagai jenis zat. Sama seperti gliserin fungsi propilen glikol adalah sebagai humektan, namun fungsi dalam formula krim adalah sebagai pembawa emulsifier sehingga emulsi menjadi lebih stabil. Propilen glikol dapat berfungsi sebagai humektan pada sediaan salep, propilen glikol digunakan pada konsentrasi 15%, sedangkan sebagai preservatif digunakan pada konsentrasi 15-30% (Rowe et al. 2003).

Sodium benzoat (E211) adalah garam sodium dari asam benzoat dan ada dalam bentuk ini ketika dilarutkan dalam air dengan rumus kimia NaC6H5CO2. Sodium benzoat dikenal juga dengan

(30)

c

III. METODOLOGI

3.1. WAKTU DAN TEMPAT

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni – November 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Department of Industrial Technology (LDIT), Laboratorium Teknologi Kimia, Laboratorium Organoleptik Departemen Teknologi Industri Pertanian, dan Laboratorium Teknologi Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

3.2. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

• Alat gelas

Alat gelas yang digunakan antara lain gelas piala 1 L sebanyak satu buah untuk mendidihkan aquades, 500 mL sebanyak tiga buah untuk membuat gel, 200 mL sebanyak tiga buah untuk menimbang aquades, 100 mL sebanyak enam buah untuk menimbang minyak dan propilen glikol, gelas pengaduk, pipet Mohr 1 mL dan 5 mL, dan pipet tetes.

Hot plate

Hot plate yang digunakan adalah portablehot plate 220V merek Maspion dengan daya listrik yang dapat dipilih antara 300 atau 600 Watt. Hot plate ini tidak memiliki pengaturan suhu sehingga digunakan termometer.

Texture Analyzer

Texture analyzer digunakan untuk menguji kekuatan gel. Jenis Texture analyser

yang digunakan pada penelitian ini adalah Stable Micro System TA.XT plus (Gambar 4).

Gambar 4. Stable Micro System TA.XT plus untuk uji kekuatan gel (a = tempat

probe dipasang, b = meja sampel, c = Probe silinder P/1KSS)

Probe merupakan alat yang dapat dilepas-pasang, digunakan sesuai kebutuhan jenis pengujian. Jenis probe yang digunakan pada penelitian ini adalah probe silinder P/1KSS (Kobe 1 cm cylinder stainless) untuk uji kekuatan gel. Texture analyzer dihubungkan dengan komputer untuk melihat grafik hasil pengujian pada monitor dan keyboard untuk pengoperasian alat. Pengaturan alat ini dapat dilihat pada Tabel 6.

a

(31)
[image:31.595.219.427.107.365.2]

Tabel 6. Pengaturan Alat Texture Analyzer untuk mengukur kekuatan gel

Parameter Nilai Kecepatan awal 1.5 mm/detik Kecepatan uji 2.0 mm/detik Kecepatan akhir 10 mm/detik Jarak uji 1 mm

Jarak 18 mm

Tekanan 100 g Waktu 5 detik

Hitungan 5

Pemacu

Tipe Otomatis Tekanan 100 g

Stop plot ct Final

Auto Tare On

Satuan

Tekanan Gram

Jarak Mm

• Oven

Oven yang digunakan bermerek Binder dengan model ER-03/UE-ATSP produksi Tuttlingen, Jerman, April 2003. Oven berukuran panjang 71 cm, lebar 32 cm, dan tinggi 71 cm; terdiri dari empat tingkat tempat tray; memiliki pengontrol suhu sampai maksimal 300oC. Daya listrik yang dibutuhkan adalah sebesar 1.2 kW dengan tegangan 230 V dan kuat arus 5.3 A. Oven digunakan untuk uji sineresis dengan suhu 30 oC.

• Timbangan digital

Timbangan digital yang digunakan bermerek Kern tipe 440 – 35N produksi Kern&Sohn GmbH, Jerman. Ketelitian timbangan ini sebesar 0.01 gram dengan maksimal beban sebesar 400 gram. Tegangan listrik yang dibutuhkan adalah sebesar 9 V, dapat berasal dari baterai atau adaptor DC.

• Alat lain seperti sudip, termometer, bulb, gunting, tisu, kain lap, alumunium foil, wadah plastik, plastik resealable, spidol marker permanen, dan nampan plastik.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu minyak kenanga, minyak jeruk purut, minyak nilam, kappa karagenan, glukomanan, propilen glikol, natrium benzoat, dan aquades. Minyak kenanga dan minyak jeruk purut digunakan sebagai bahan pewangi, minyak nilam sebagai bahan fiksatif, kappa karagenan dan glukomanan sebagai bahan pembentuk gel, propilen glikol sebagai emulsifier, dan natrium benzoat sebagai bahan anti-kapang.

Minyak atsiri yang digunakan pada penelitian didapatkan dari CV. Kreasi Aroma. Penyimpanan minyak yang baik selama penelitian adalah di dalam botol kaca yang ditutup rapat, kemudian botol dibungkus kembali dengan plastik dan diikat kuat. Minyak nilam dan kenanga disimpan dalam botol gelap karena mudah rusak apabila terpapar cahaya matahari. Propilen glikol disimpan dalam botol plastik HDPE berwarna putih opak dan ditutup rapat. Semua botol disimpan di dalam loker laboratorium yang kering dan tidak terpapar sinar matahari.

(32)

Teknik Mesin dan Biosistem. Glukomanan disimpan di dalam lemari dengan suhu 17.2oC dan kelembaban 96%. Natrium benzoat diperoleh dari toko kimia Setia Guna, Bogor. Penyimpanan semua bahan kering yang baik selama penelitian adalah di dalam plastik terpisah dan tertutup lalu ditaruh di dalam laci khusus bahan kering yang terdapat di dalam Laboratotrium DIT-2. Laci yang digunakan harus dalam keadaan kering, tidak berbau, dan tidak terpapar matahari. Penyimpanan bahan kering harus terpisah dengan bahan yang mengandung air, bahan yang menghasilkan bau, dan alat laboratorium.

3.3. METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Pada penelitian pendahuluan, gel belum dicampur dengan minyak atsiri. Penelitian tahap ini bertujuan untuk mengetahui sifat gel baru yang dihasilkan dari sinergisme kappa karagenan dengan glukomanan, dimana masing-masing bahan memiliki sifat gel yang berbeda. Kappa karagenan memiliki sifat gel yang solid dan rapuh, sedangkan glukomanan memiliki sifat gel yang semi-solid dan kental. Pencampuran kedua bahan diharapkan dapat menghasilkan gel yang solid dan elastis. Gambar 5 menunjukkan diagram alir penelitian.

[image:32.595.106.446.322.738.2]

Gambar 5. Diagram alir penelitian Minyak

atsiri Pembuatan gel pengharum ruangan Bahan baku gel

Uji kekuatan gel

Pembuatan gel dengan beberapa formula

Uji sineresis

Gel dengan kekuatan tinggi dan sineresis rendah

Gel pengarum ruangan dengan ketahanan wangi terbaik Seleksi panelis

(33)

Uji yang dilakukan adalah uji kekuatan gel dan sineresis. Gel yang dipilih adalah gel dengan kekuatan gel baru hasil pencampuran kappa karagenan dengan glukomanan terhadap ketahanan wangi gel pengharum ruangan dan mengetahui efektifitas minyak nilam sebagai bahan fiksatif pada pewangi sediaan gel berbasis kappa karagenan-glukomanan. Uji yang dilakukan adalah uji penguapan zat cair dan uji sensorik sehingga diperoleh gel pe ngarum ruangan dengan ketahanan wangi terbaik.

3.3.1. Penentuan Perbandingan dan Konsentrasi Hidrokoloid

[image:33.595.138.501.336.445.2]

Kappa karagenan dan glukomanan dicampur dengan tiga jenis perbandingan yaitu, 60 : 40 (A1), 70 : 30 (A2), dan 100 : 0 (A3). Tiap perbandingan terdiri dari tiga jenis konsentrasi yaitu, 3% (B1), 4% (B2), dan 5% (B3) sehingga diperoleh sembilan jenis sampel yaitu, A1B1, A1B2, A1B3, A2B1, A2B2, A2B3, A3B1, A3B2 dan A3B3. Konsentrasi bahan yang lain yaitu, natrium benzoat sebesar 0.1%, propilen glikol sebesar 10%, dan aquades hingga 100%. Semua konsentrasi dihitung dengan persentase bobot bahan per bobot gel (b/b gel). Komposisi bahan-bahan tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7. Komposisi karagenan dan glukomanan pada konsentrasi hidrokoloid 3, 4, dan 5% dengan basis 210 g

Hidrokoloid Bobot (g)*

Konsentrasi (%)

Jumlah (g)

60 : 40 70 : 30 100 : 0

K G K G K G

3 6.30 3.78 2.52 4.41 1.89 6.30 - 4 8.40 5.04 3.36 5.88 2.52 8.40 - 5 10.50 6.30 4.20 7.35 3.15 10.50 -

*

K = Karagenan; G = Glukomanan

Tabel 8. Komposisi bahan gel pada konsentrasi hidrokoloid 3, 4, dan 5% dengan basis 210 g

Komposisi bahan Bobot (g)

3% 4% 5%

Campuran kappa

karagenan-glukomanan 6.30 8.40 10.50 Natrium benzoat (0.1%) 0.21 0.21 0.21 Propilen glikol (10%) 21.00 21.00 21.00 Minyak atsiri (7%)* 14.70 14.70 14.70 Aquades (s.d. 100%)

gel tanpa minyak atsiri 182.49 180.39 178.29 gel dengan minyak atsiri 167.79 165.69 163.59 *hanya digunakan pada penelitian utama

[image:33.595.116.473.501.655.2]
(34)

Setelah semua bahan ditimbang, aquades dipanaskan hingga suhu 75oC kemudian campuran bahan padat dituangkan sedikit demi sedikit sambil diaduk agar tidak terbentuk gumpalan-gumpalan kecil. Setelah hidrokoloid terbentuk, gelas piala diangkat dari hot plate dengan kain agar tidak panas lalu terus diaduk hingga suhu mencapai 65oC, propilen glikol dimasukkan ke dalam hidrokolid kemudian diaduk kembali. Pada awalnya, pengadukan dilakukan menggunakan pengaduk magnetik, namun hidrokoloid yang dihasilkan sangat kental sehingga pengaduk magnetik tidak dapat berputar.

[image:34.595.99.439.249.698.2]

Setelah propilen glikol tercampur rata, hidrokoloid dibagi ke dalam tiga wadah plastik yang telah diberi kode sampel sesuai formulanya lalu dibiarkan pada suhu ruang hingga membentuk gel. Saat proses pencetakkan ini, wadah plastik ditutup namun tidak terlalu rapat agar gel mengeras dengan lebih rata. Kondisi wadah plastik yang terbuka menyebabkan bagian atas gel menjadi lebih keras akibat kontak dengan udara, sedangkan wadah yang tertutup rapat mengakibatkan terbentuknya embun di dalam wadah plastik sehingga gel menjadi basah. Diagram alir pembuatan gel pengharum ruangan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Diagram alir pembuatan gel pengharum ruangan (modifikasi Rahmaisni 2008).

*minyak atsiri hanya digunakan untuk penelitian utama

Aquades

Dipanaskan hingga 75oC

Minyak atsiri 7%* Diaduk hingga homogen Diaduk hingga homogen Karagenan,

glukomanan, natrium benzoat

0,1%

Suhu diturunkan hingga 65oC

Propilen glikol Diaduk hingga homogen

Dituangkan ke dalam tiga wadah plastik

Gel pengharum ruangan Dibiarkan pada suhu ruang

(35)

Setelah gel terbentuk, dilakukan uji kekuatan gel dan sineresis. Setiap jenis gel diuji dengan tiga kali ulangan pada masing-masing pengujian. Data yang diperoleh dievaluasi menggunakan rancangan acak lengkap faktorial untuk mengetahui pengaruh perbandingan dan konsentrasi hidrokoloid terhadap kekuatan gel dan sineresis, selanjutnya digunakan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan nyata setiap nilai dengan nilai yang lainya.

a. Uji Kekuatan Gel

Uji kekuatan gel dilakukan menggunakan alat Texture Analyzer yang terdapat di Laboratorium Teknologi Pangan. Prinsip kerja alat ini adalah memberikan tekanan pada permukaan gel hingga permukaan tersebut rusak, besar tekanan pada saat itu merupakan batas kritis kekuatan gel dalam satuan gram force. Sampel diletakkan di tengah meja uji dalam keadaan wadah plastik terbuka seperti pada Gambar 7.

Gambar 7. Pengujian kekuatan gel menggunakan Texture Analyzer

b. Uji Kestabilan Gel

Kestabilan gel diuji dengan menghitung dan membandingkan tingkat sineresis antar sampel. Gel yang telah terbentuk pada wadah plastik ditimbang bobotnya (Mo) lalu dipindahkan ke dalam plastik resealable yang telah diberi kode sampel. Gel disimpan pada oven bersuhu 30oC dalam keadaan plastik terbuka. Setelah 24 jam, gel dikeluarkan dari oven dan dipindahkan ke dalam wadah plastik sesuai kode sampel untuk ditimbang bobot akhirnya (Mi) (Enifia 2009). Sebelum disimpan pada wadah plastik, permukaan gel dikeringkan terlebih dahulu oleh tisu kering agar tidak ada zat cair yang ikut tertimbang. Data yang dihitung adalah persen sineresis dengan perhitungan sebagai berikut :

Sineresis (%) = �� − ��

(36)

c. Rancangan Percobaan Penentuan Gel

Rancangan faktorial acak lengkap digunakan karena perlakuan merupakan komposisi dari semua kombinasi dua faktor atau lebih. Pada penelitian ini, rancangan terdiri dari dua faktor yaitu, perbandingan dan konsentrasi. Tiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga diperoleh data observasi sebanyak 27 buah. Berikut merupakan faktor beserta taraf yang digunakan :

Faktor perbandingan : A1 (60 : 40), A2 (70 : 30), A3 (100 : 0) Faktor konsentrasi (%) : B1 (3), B2 (4), B3 (5)

Ulangan : 1, 2, 3

Respon yang diamati : kekuatan gel (gram force) dan sineresis (%) Dari informasi tersebut maka model yang terbentuk adalah :

Model linier :

Yijk= μ + i + Aj + (AB)ij+ εijk

Keterangan :

Yijk = nilai pengamatan pada perbandin

Gambar

Tabel 1. Jenis minyak atsiri potensial sebagai bahan pewangi di Indonesia  ............................
Tabel Anova uji susut bobot  ..............................................................................
Tabel 1.  Jenis atsiri potensial sebagai bahan pewangi di Indonesia minyak
Tabel 2.  Komposisi kimia fraksi ekstrak minyak kenanga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain formula gel, penggunaan bahan fiksatif (minyak akar wangi) dan konsentrasi bahan pewangi, ketahanan wangi juga dipengaruhi oleh keadaan lingkungan gel pengharum ruangan,

Kesimpulan :Kombinasi karagenan dan muciilago amili dengan konsentrasi 5% (karagenan 3,5% : mucilago amili 1,5%) dapat digunakan sebagai bahan dasar gel pengharum

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi bahwa karagenan dapat dikombinasi dengan mucilago amili dalam pembuatan gel pengharum

Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya dan umumnya larut

Pengaruh Penambahan Minyak Nilam sebagai Fiksatif terhadap Ketahanan Wangi Gel Pengharum Ruangan Alami.. Bogor: Institut Pertanian Bogor.Halaman

instruksi : berikan pendapat anda tentang aroma wangi sedian gel pengharum ruangan yang di uji, kemudian berilah tanda centang (  ) pada salah satu kolom (SW/SKW/KW/SGW/TW)

Gom xantan memiliki banyak kelebihan dengan jenis gum lainnya yaitu memiliki viskositas tinggi pada konsentrasi gum yang rendah, memiliki viskositas yang relatif stabil

Hasil persentase bobot sisa gel pengharum ruangan pada suhu kamar yang diberi kipas dapat disimpulkan bahwa formula terbaik adalah F4 yaitu formula dengan konsentrasi minyak apel