YAYASAN KELUARGA ANAKLANGIT KOTA TANGERANG
Skripsi
Diajukan kepada Fakulktas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: DYAH AYU W.L
NIM. 1112054100007
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
Evaluasi Program Pendidikan Non Formal melalui Rumah Belajar bagi Anak Jalanan di Yayasan Keluarga Anaklangit Kota Tangerang
Seiring dengan perubahan tatanan sosial dan budaya pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini, kasus penelantaran anak menjadi fenomena yang makin marak, dan terus menunjukan peningkatan. Salah satunya yaitu permasalahan anak jalanan. Fenomena anak jalanan sebenarnya bukan hal baru dan menjadi salah satu masalah kesejahteraan sosial yang layak mendapat perhatian dan penanganan dari pemerintah maupun masyarakat. Masalah ini disebabkan karena faktor kemiskinan dan rendahnya kesadaran orangtua terhadap keselamatan dan pendidikan anak. Lingkungan kota yang keras, mengakibatkan kondisi kehidupan anak jalanan menjadi rentan terhadap ancaman kekerasan, pelecehan seksual, eksploitasi hingga perdagangan anak. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menangani permasalahan anak jalanan ini, salah satunya melalui jalur pendidikan non formal yang diselenggarakan melalui rumah singgah atau rumah belajar. Sejalan dengan upaya menangani permasalahan anak jalanan melalui jalur pendidikan non formal, Rumah Belajar Yayasan Keluarga Anaklangit hadir di tengah-tengah masyarakat Kota Tangerang untuk menjadikan anak jalanan sebagai anak Indonesia yang cerdas, kreatif, mandiri, dan berbudi mulia. Program pendidikan non formal yang ada di Yayasan Keluarga Anaklangit berfokus pada pendidikan keaksaraan, pengembangan nilai-nilai dan wawasan, serta pemberian keterampilan guna mengembangkan potensi dan keahlian anak jalanan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi sejauh mana program pendidikan non formal yang ada di Yayasan Keluarga Anaklangit telah berhasil dilaksanakan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis deskriptif. Teknik pemilihan informan menggunakan teknik snowball, sedangkan untuk teknik pengumpulan datanya melalui wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber untuk menguji teknik keabsahan data. Dalam mengevaluasi program pendidikan non formal di Yayasan Keluarga Anaklangit, peneliti menggunakan model evaluasi CIPP dari Stufflebeam dkk, yang meliputi evaluasi konteks, input, proses dan produk. Indikator evaluasi yang peneliti gunakan adalah indikator relevansi, keterjangkauan, ketersediaan, efisiensi dan dampak.
ii
Alhamdulillah sebagai ungkapan rasa syukur serta puji kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta nikmat iman, Islam, dan kesehatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga Allah panjatkan kepada nabi besar Muhammad SAW serta keluarga, para sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.
Syukur Alhamdulillah akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Program Pendidikan Non Formal melalui Rumah Belajar bagi
Anak Jalanan di Yayasan Keluarga Anak Langit Kota Tangerang” yang disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada program studi Kesejahteraan Sosial.
Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari kata sempurna, dengan hati yang terbuka dan tulus peneliti akan menerima kritik, saran dan pendapat agar menjadi tambahan dan pembelajaran untuk peneliti kedepannya agar menjadi lebih baik. Tidak sedikit waktu yang dibutukan dan melalui berbagai macam rintangan dan cobaan, namun berkat perjuangan yang disertai bantuan dari semua pihak yang terus membantu dan selalu memberikan dorongan akhirnya semua rintangan dapat teratasi. Untuk itu peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelasikan penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir dalam bentuk moril maupun materil. Oleh karena itu, peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:
iii
perkuliahan.
3. Ibu Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku sekretaris Prodi Kesejahteraan Sosial yang telah banyak memberikan arahan serta informasi kepada peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Ahmad Zaky, M.Si selaku Dosen Pembimbing untuk skripsi ini yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan ilmu sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Seluruh Dosen Prodi Kesejahteraan Sosial yakni Ibu Siti Napsiyah Arieffuzzaman, MSW, Ibu Ellies Sukmawati, M.Si, Ibu Nurhayati Nurbus, Bapak Ismet Firdaus, M.Si yang telah memberikan berbagai ilmu dan pengetahuan khususnya tentang ilmu Kesejahteraan Sosial.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan ilmu yang berharga kepada peneliti dari awal hingga akhir perkuliahan.
7. Pimpinan serta staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas kepustakaan kepada peneliti.
8. Ketua serta pengurus Yayasan Keluarga Anaklangit yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan penelitian dan telah banyak memberikan informasi serta bantuan saran dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Yang terhormat dan tersayang kedua orang tua peneliti Ayahanda Suwandi dan Ibunda Sukarmi, semoga Allah SWT senantiasa menganugerahkan nikmat dan keselamatan dunia maupun akhirat sebagai balasan atas cinta dan kasih sayang yang tak terhingga dan semangat sehingga penulis selalu bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
iv
memberikan banyak motivasi bagi peneliti agar segera mendapatkan gelar sarjana ini.
12.Sahabat senasib dan sepenanggungan yakni Aisyah Rahma Utami, Annisa Elfa, Eka Puji Septiani, Ira Rahmawati, Nurmila Afrilianida, Tria Anjarwati, Khusnul Fadilah dan Saila Arimy yang telah memberikan banyak sekali cerita, canda tawa, motivasi, saran dan semangat yang tiada henti bagi peneliti. Terimakasih karena kalian telah ada dan akan selalu ada, di hati peneliti.
13.Teman-teman Prodi Kesejahteraan Sosial angkatan 2012 yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang juga memberikan kehidupan baru sejak awal kuliah, saling menyemangati dan saling mendukung. Terimakasih atas suka duka yang telah kita lalui bersama.
14.Yoga Lesmana, S.Kom.I, orang yang telah memberikan banyak pelajaran hidup bagi peneliti, Terimakasih banyak.
Peneliti ucapkan terimakasih sekali lagi atas terselesaikannya skripsi ini. Tak lupa juga peneliti memohon maaf atas segala kesalahan yang pernah peneliti lakukan. Semoga hasil dari penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tangerang, Agustus 2016
v
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9
D. Metodologi Penelitian ... 11
E. Sistematika Penelitian ... 24
BAB II LANDASAN TEORI A. Evaluasi Program ... 26
1. Pengertian Evaluasi Program ... 26
2. Tujuan Evaluasi Program ... 28
3. Model-model Evaluasi Program ... 29
4. Indikator Evaluasi Program ... 34
B. Pendidikan Non Formal ... 37
1. Pengertian Pendidikan ... 37
2. Tujuan Pendidikan ... 39
3. Klasifikasi Pendidikan ... 40
4. Pendidikan Non Formal... 42
5. Tujuan Pendidikan Non Formal ... 43
6. Karakteristik Pendidikan Non Formal ... 44
7. Jenis dan Isi Pendidikan Non Formal ... 45
vi
Kesejahteraan Sosial ... 54
C. Anak Jalanan ... 56
1. Pengertian Anak Jalanan ... 56
2. Karakteristik Anak Jalanan ... 58
3. Faktor Penyebab Anak Turun ke Jalan ... 60
4. Model Penanganan Anan Jalanan ... 62
5. Indikator Kesejahteraan Keluarga ... 65
BAB III GAMBARAN UMUM A. Profil Rumah Belajar Yayasan Keluarga Anaklangit ... 70
1. Sejarah Singkat ... 70
2. Lokasi Rumah Belajar ... 73
3. Fasilitas dan Prasarana Belajar ... 73
4. Data Anak Didik ... 74
B. Tujuan, Visi dan Misi ... 74
C. Ruang Lingkup Kegiatan Organisasi ... 75
D. Divisi dan Unit Layanan Khusus ... 77
E. Staf dan Struktur Organisasi ... 78
F. Bentuk Program dan Pendampingan ... 81
G. Kerjasama dan Jaringan Organisasi ... 86
BAB IV HASIL EVALUASI A. Evaluasi Konteks ... 89
1. Tujuan Program ... 90
2. Konteks Program ... 91
B. Evaluasi Input ... 94
vii
C. Evaluasi Proses ... 117
D. Evaluasi Hasil ... 126
1. Perubahan Perilaku Anak Didik ... 127
2. Keberlanjutan Program ... 133
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 145
B. Saran ... 148
DAFTAR PUSTAKA ... 151
viii
Tabel 1 Rancangan Penelitian ... 15
Tabel 2 Tinjauan Pustaka... 21
Tabel 3 Desain Evaluasi Program Pendidikan Non Formal ... 33
Tabel 4 Pendekatan dan Penanganan Anak Jalanan ... 65
Tabel 5 Fasilitas dan Prasarana Belajar ... 69
Tabel 6 Jumlah Anak Didik Yayasan Keluarga Anaklangit ... 70
Tabel 7 Hasil temuan dan Analisis Evaluasi Konteks ... 94
Tabel 8 Latar Belakang Anak Didik/Informan ... 96
Tabel 9 Hasil temuan dan Analisis Evaluasi Input ... 114
Tabel 10 Hasil temuan dan Analisis Evaluasi Proses ... 124
Tabel 11 Hasil temuan dan Analisis Evaluasi Produk (Hasil) ... 136
ix
Gambar 1 Struktur Organisasi Yayasan Keluarga Anaklangit ... 80
Gambar 2 Latihan kegiatan Seni Tari Tradisional oleh Paud Cikal Klangit... 104
Gambar 3 Rangkaian barang bekas yang menjadi alat musik Perkusi... 107
Gambar 4 Rangkaian Paralon, Drum, Panci sebagai alat musik perkusi ... 107
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah amanah dan anugerah dari Allah SWT. Dalam diri seorang anak terdapat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Disamping itu anak sebagai tunas, potensi dan generasi penerus bangsa memiliki peran penting dalam upaya menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara di masa depan. Agar kelak setiap anak mampu memikul tanggung jawab maka perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan berakhlak mulia. Untuk itu perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya guna mendapat perlindungan dari kekerasan dan eksploitasi.
Dalam masa pertumbuhannya anak membutuhkan perawatan, perlindungan serta kasih sayang, seperti tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak yang berbunyi: “anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus
jalanan adalah anak yang menghabiskan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan kehidupan sehari-harinya dijalanan.2
Fenomena anak jalanan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kota-kota besar di Indonesia, termasuk di Kota Tangerang. Anak jalanan sudah menjadi bagian dari komunitas kota, dan telah menyatu dengan kehidupan jalanan di sebagian besar daerah perkotaan Indonesia. Banyak faktor yang menjadikan seorang anak memilih menjadi anak jalanan. Kesulitan ekonomi dalam keluarga atau kemiskinan merupakan faktor utama yang selama ini dijadikan alasan seorang anak terjun menjadi anak jalanan.3 Membantu perekonomian keluarga dengan cara mencari nafkah di jalanan merupakan solusi yang banyak dipilih oleh anak. Berdasarkan hasil kajian di lapangan, secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam tiga kelompok. Pertama, children on the
street, yakni anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja anak
di jalan, namun masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka di jalanan diberikan kepada orang tuanya. Kedua, children of the street, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh di jalanan, baik secara sosial maupun ekonomi. Beberapa dari mereka masih mempunyai hubungan dengan orang tuanya, tetapi frekuensi pertemuan mereka
2
Brosur Pusat Pengembangan Pelayanan Sosial Anak Jalanan (P3SA) atau Social Development Center for Children.
3 Setiawan, H.H. “Anak Jalanan di Kampung Miskin Perkotaan” jurnal diakses pada 21
tidak menentu. Ketiga, children from families of the street, yakni anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.4
Idealnya seorang anak yang berusia di bawah 18 tahun masih menjadi tanggungan orangtua atau kerabatnya. Orangtua wajib memenuhi kebutuhan anaknya agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Hal ini telah diamanatkan dalam undang-undang perlindungan anak Nomor 23 tahun 2002 Bab III yang mengatur tentang hak dan kewajiban anak. Pada pasal 4 dijelaskan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Pada pasal 26 ayat 1 dijelaskan bahwa orangtua memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak serta menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya.5 Akan tetapi hingga saat ini masih banyak anak-anak yang berada di jalanan untuk mencari nafkah dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Fenomena seperti inilah yang sering ditemukan di jalanan dan masih menjadi permasalahan yang belum terpecahkan oleh Dinas Sosial setempat.
Berdasarkan data dari Kabid Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Kota Tangerang jumlah anak jalanan tercatat sebanyak 400 anak pada tahun 2014.6
4
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak Edisi Revisi (Jakarta: Kencana, 2010), h.201.
5
UUD nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
6
Namun dalam praktiknya, ternyata pemenuhan hak atas pendidikan menjadi sulit bahkan cenderung tidak terlaksana dengan baik. Pendidikan formal seringkali sulit dijangkau oleh masyarakat perekonomian menengah ke bawah karena biayanya yang relatif mahal. Hal seperti ini menyulitkan anak jalanan untuk menjangkau pendidikan formal tersebut. Dalam hal ini negara melalui Undang-Undang nomor 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menegaskan bahwa guna memenuhi hak-hak warga negara akan suatu pendidikan khususnya anak jalanan, dapat dilaksanakan melalui sistem pendidikan non formal.7
Pendidikan non formal diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan non formal berfungsi untuk mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian. Pendidikan non formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
7
Sejalan dengan tujuan untuk mendidik dan mengembangkan potensi anak jalanan, Rumah Belajar Keluarga Anaklangit merupakan sebuah Yayasan di kota Tangerang yang memiliki kepedulian lebih terhadap anak-anak yang secara sosial dan ekonomi terpinggirkan dari hiruk pikuk kehidupan kota. Yayasan ini memiliki sebuah tujuan yaitu menjadikan anak jalanan sebagai anak Indonesia yang cerdas, kreatif, mandiri, dan berbudi mulia. Sehingga dapat menghapus stigma masyarakat tentang anak jalanan yang malas dan hanya bertumpu pada rasa kasihan dari orang lain atau pengguna jalan, akan tetapi menjadikan masyarakat bangga pada mereka sebagai anak jalanan yang memiliki prestasi.
Kegiatan yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Anaklangit ini terdiri dari dua jenis yaitu pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal ini dilakukan dengan menyekolahkan anak-anak jalanan yang masih ingin melanjutkan pendidikan di sekolah umum dengan bantuan beasiswa. Sedangkan pendidikan nonformal dilakukan dengan memberikan berbagai pelatihan dan keterampilan hidup (life skill) bagi anak-anak jalanan tersebut, seperti pelatihan daur ulang sampah (recycle robotic), seni tari, perkusi, teater, dan berbagai pelatihan pengembangan kemandirian ekonomi kreatif.
Anaklangit ini merupakan yayasan yang pertama berdiri dan menjadi pelopor dibentuknya yayasan sosial yang lain di Kota Tangerang. Sudah banyak prestasi dan apresiasi yang diberikan kepada Yayasan Keluarga Anaklangit salah satunya yaitu pada program daur ulang sampah, meskipun begitu masih ada saja kendala-kendala yang dihadapi oleh yayasan ini seperti masalah infrastruktur yang belum memadai, atau tenaga pengajar yang masih kurang. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian untuk mengevaluasi program yang ada di Yayasan Keluarga anaklangit dimana nantinya penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk membantu pengelola Yayasan dalam mengambil sebuah keputusan. Maka dari itu peneliti mengambil judul “Evaluasi Program Pendidikan Non Formal melalui Rumah Belajar bagi Anak Jalanan di
Yayasan Keluarga Anaklangit Kota Tangerang”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan penelitian di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah “Evaluasi Program Pendidikan Non Formal melalui Rumah Belajar bagi Anak Jalanan di Yayasan Keluarga Anaklangit Kota Tangerang”.
Dari permasalahan utama ini, peneliti selanjutnya merumuskan beberapa sub permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana evaluasi program pendidikan non formal melalui rumah belajar di Yayasan Keluarga Anaklangit menggunakan model Evaluasi Context,
Input, Process, Product (CIPP)?
2. Apa saja manfaat dan perubahan yang dirasakan oleh anak didik setelah mengikuti program pendidikan non formal di Yayasan Keluarga Anaklangit?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
b. Untuk menjelaskan apa saja manfaat dan perubahan yang dirasakan oleh anak didik setelah mengikuti program pendidikan di Yayasan Keluarga Anaklangit.
2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mahasiswa mengenai permasalahan kesejahteraan sosial terutama kesejahteraan anak jalanan serta metode penanganannya. Dan juga sebagai bahan rujukan untuk study mengenai evaluasi-evaluasi program yang bergerak pada bidang sosial dan pendidikan.
b. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan-masukan kepada Yayasan Keluarga Anaklangit sebagai bahan evaluasi dan perencanaan program, serta untuk menyajikan masukan bagi pengambilan keputusan tentang modifikasi, perbaikan maupun pengembangan program.
c. Manfaat Sosial
D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek alamiah dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi.8 Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak.9
Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data yang pasti, yaitu data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekadar terlihat dan terucap tetapi data yang mengandung makna dibalik yang terlihat dan terucap tersebut. oleh karena itu, pengumpulan data dilakukan secara triangulasi yang menggunakan berbagai sumber dan berbagai teknik pengumpulan data secara simultan agar memperoleh data yang pasti.
2. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian evaluasi. Jenis penelitian evaluasi adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan suatu program dan menilai apakah program telah
8
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2009) Cet.5, h1.
9
dilaksanakan sesuai rencana.10 Jenis penelitian evaluasi juga digunakan untuk mengetahui efektifitas program dan hambatan-hambatan yang terdapat di dalamnya melalui rangkaian informasi yang diperoleh evaluator yang diharapkan dapat membantu para pengambil keputusan untuk menetapkan apakah program akan dihentikan, diperbaiki, dimodifikasi, diperluas atau ditingkatkan.11 Jadi manfaat metode evaluasi adalah untuk memberikan rekomendasi pelaksanaan program yang lalu dan untuk memperbaiki pelaksanaan program yang akan dilaksanakan selanjutnya.12
Penelitian ini menggunakan model evaluasi yang dikemukakan oleh Daniel Stufflebeam, dkk (1967) yaitu model evaluasi Context Input Process
Product (CIPP). Model ini menjelaskan evaluasi terhadap konteks, evaluasi
terhadap masukan, evaluasi terhadap proses dan terakhir evaluasi terhadap hasil.13
Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan, maka dalam penelitian ini digambarkan tentang bagaimana evaluasi program pendidikan non formal melalui rumah belajar di Yayasan Keluarga Anaklangit Kota Tangerang.
10
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Rosdakarya, 2007), Cet Ke-2, h.158.
11
Djuju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h.24.
12
Wirawan, Evaluasi Teori Model Standar Aplikasi dan Profesi (Jakarta: Rajawali Press 2011), h.16.
13
3. Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2016 sampai dengan bulan Juli 2016, sedangkan lokasi penelitian dilaksanakan di Yayasan Keluarga Anaklangit, Jl Akses Tanah Gocap, Karawaci Hilir, Kota Tangerang.
4. Teknik Pemilihan Informan
Teknik yang digunakan oleh peneliti untuk pemilihan informan dalam penelitian ini adalah teknik snowball sampling dimana teknik pemilihan informan mula-mula jumlahnya sedikit, kemudian dari informan ini selanjutnya dipilih orang-orang tertentu yang dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan penelitian, dan begitu seterusnya hingga data yang didapatkan sudah mencapai tingkat jenuh. Teknik ini juga disebut sebagai teknik bola salju karena diibaratkan seperti bola salju yang menggelinding semakin lama semakin besar.14 Konsep sampel dalam penelitian kualitatif berkaitan erat dengan bagaimana memilih informan, misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan mempermudah peneliti menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti. Yang terpenting disini bukan jumlah informannya, melainkan potensi dari setiap kasus untuk dapat memberikan pemahaman secara teoritis mengenai aspek yang dipelajari.15
14
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alfabeta, 2009), Cet ke-5, h.53.
15
Dalam penelitian ini, informan penelitian adalah satu orang ketua Yayasan Keluarga Anaklangit, dua orang pengurus program rumah belajar, dan tiga orang anak didik rumah belajar. Ketua Yayasan Keluarga Anaklangit dipilih sebagai informan karena merupakan orang yang paling mengetahui tentang Yayasan Keluarga Anaklangit dari awal berdiri hingga saat ini, serta dianggap mengetahui tentang keseluruhan program-program yang dijalankannya dan mengetahui kondisi anak didik Anaklangit. Pengurus atau koordinator program dipilih sebagai informan karena dianggap paling memahami tentang masing-masing program yang dijalankannya, program yang akan peneliti fokuskan dalam penelitian ini adalah program pendidikan non formal khususnya pelatihan keterampilan seni tari dan perkusi. Tiga anak didik dipilih dari 66 anak didik mulai dari tingkat PAUD sampai dengan SMA yang mengikuti program rumah belajar. Tiga anak didik yang akan dipilih adalah satu anak dari tingkat SMP dan dua anak dari tingkat SMA. Ketiga anak didik tersebut juga dipilih karena merupakan anak didik yang aktif dan memiliki prestasi sejak dibukanya program rumah belajar hingga saat ini, sedangkan banyak anak didik yang keluar masuk dan tidak mau menetap untuk mengikuti program rumah belajar. Orang-orang tersebut dipilih oleh peneliti karena orang-orang tersebut kredibel dan memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Tabel 1
Rancangan Penelitian
No. Informan Informasi yang dicari Jumlah
Metode
Gambaran umum mengenai rumah belajar di Yayasan Anaklangit dan program-program apa saja yang diberikan kepada anak-anak jalanan Kota Tangerang, tujuan didirikannya Yayasan Klangit, strategi dan proses pembelajaran, hasil pembelajaran, serta pengaruh program yang diperoleh anak didik.
Pendekatan, metode, teknik dan media pembelajaran yang diterapkan kepada andik, hasil pembelajaran yang mencakup perubahan perilaku andik, masukan lain meliputi dana belajar, fasilitas dan alat, jejaring dll, hambatan-hambatan yang terjadi pada proses belajar.
2 Wawancara bebas terhadap kegiatan-kegiatan yang ada, perubahan yang dirasakan setelah mengikuti program pendidikan non formal di rumah belajar, prestasi yang diraih setelah mengikuti program belajar, dan hubungan antara andik dengan pengajar.
3 Wawancara bebas terstruktur,
5. Sumber Data
Menurut Lofland seperti yang dikutip oleh Moleong, sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui perekaman video/audio tape. Pencatatan sumber data utama melalui wawancara dan pengamatan merupakan hasil usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya.16 Walaupun dikatakan sebelumnya bahwa sumber di luar kata dan tindakan merupakan sumber kedua, namun hal itu tidak bisa diabaikan. Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi.17
Data yang diperoleh dalam penelitian evaluasi program pendidikan non formal melalui rumah belajar di Yayasan Keluarga Anaklangit ini bersumber dari data primer dan data sekunder.
a. Data Primer, yaitu berupa data yang diperoleh secara langsung dari informan penelitian melalui serangkaian wawancara dan observasi. Data primer ini diperoleh dari Ketua Yayasan Keluarga Anaklangit, Ketua Divisi Program Rumah Belajar, dan juga Anak didik yang mengikuti Program di Rumah Belajar.
16
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Rosdakarya, 2007), Cet Ke-2, h.112.
17
b. Data Sekunder, yaitu berupa catatan atau dokumen yang diambil dari buku, skripsi, jurnal, artikel, buku elektronik, koran, majalah, berita atau internet yang berkaitan dengan penelitian.
6. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak pada observasi partisipatif (participant observation) dimana peneliti ikut melibatkan diri dalam kegiatan sehari-hari masyarakat yang diteliti untuk dapat melihat dan memahami gejala-gejala yang ada,18 selain itu peneliti juga melakukan wawancara tak terstruktur atau wawancara mendalam (in depth
interview) dan studi dokumentasi/kepustakaan.19 Untuk memperoleh data yang
diinginkan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Observasi
Nasution (1988) menyatakan bahwa, observasi adalah dasar dari semua ilmu pengetahuan. Istilah observasi berasal dari bahasa latin yang
berarti “melihat” dan “memperhatikan”.20
Observasi merupakan salah satu cara penelitian pada ilmu-ilmu sosial, cara ini bisa menghemat biaya dan dapat dilakukan oleh seorang individu dengan menggunakan indera
18
M. Djunaidi Ghony & Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-ruzz Media, 2012), h. 166.
19
Prof. Dr. Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian (Bandung: CV Alfabeta, 2003), h.186.
20
penglihatan yaitu mata untuk melihat data dan menilai lingkungan yang diamati.
Dalam observasi ini, peneliti turun ke lapangan dan ikut terlibat dengan kegiatan yang dilakukan Rumah Belajar Yayasan Keluarga Anaklangit guna memperoleh data dan informasi yang konkret dari gejala-gejala yang diamati oleh peneliti, yang selanjutnya data tersebut menjadi objek penelitian yang akan peneliti tuliskan dalam penelitian ini. Peneliti juga melakukan pengamatan terhadap kegiatan-kegiatan non formal yang dilaksanakan setiap harinya di Rumah Belajar Yayasan Keluarga anaklangit ini.
b. Wawancara
Wawancara didefinisikan sebagai diskusi antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu.21 Wawancara yang dilakukan dengan lebih dari satu partisipan disebut sebagai focus group. Dengan wawancara peneliti dapat memperoleh banyak data yang berguna bagi penelitiannya. Pada proses wawancara ini peneliti melakukan wawancara dengan delapan orang informan, diantaranya satu orang ketua Yayasan Keluarga Anaklangit, dua orang pengurus rumah belajar, dan tiga orang anak jalanan binaan (anak didik). Dalam wawancara ini, peneliti berusaha memperoleh informasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada ke-enam informan tersebut. Wawancara ini dilakukan secara mendalam sehingga
21
peneliti dapat menggali dan mengetahui secara lengkap informasi yang dibutuhkan.
c. Studi Kepustakaan/Dokumentasi
Dokumen adalah segala sesuatu materi dalam bentuk tertulis yang dibuat oleh manusia. Dokumen yang dimaksud adalah segala catatan baik berbentuk catatan dalam kertas (hardcopy) maupun elektronik (softcopy). Dokumen dapat berupa buku, artikel media massa, catatan harian, manifesto, undang-undang, blog, halaman web, foto, dan lainnya.22 Dalam penelitian ini, peneliti memperoleh data melalui pengumpulan dokumen-dokumen yang dimiliki Yayasan Keluarga Anaklangit seperti buku, brosur, arsip, foto dsb.
7. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini proses analisis data dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan dan selama peneliti berada dilapangan. Analisis data sebelum peneliti memasuki lapangan dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian fokus penelitian ini bersifat sementara, dan akan berkembang setelah peneliti masuk ke lapangan dan selama berada di lapangan. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum
22
memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu diperoleh data yang dianggap kredibel.23
Setelah peneliti mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, langkah selanjutnya adalah mengolah dan menganalisa data dengan menggunakan metode deskriptif analitis, yaitu data yang sudah terkumpul selanjutnya peneliti jabarkan dengan memberikan analisa-analisa untuk kemudian peneliti ambil kesimpulan akhir, agar peneliti mengetahui bagaimana Evaluasi Program Pendidikan Non Formal melalui Rumah Belajar bagi Anak Jalanan di Yayasan Keluarga Anaklangit.
8. Teknik Keabsahan Data
Untuk menguji keabsahan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.24
Teknik triangulasi dapat dilakukan dengan cara:25
a. Membandingkan data hasil wawancara subjek penelitian dengan pengamatan dilapangan. Peneliti membandingkan data hasil wawancara antara informan dengan hasil temuan pengamatan lapangan (observasi) tentang program
23
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods) (Bandung: Alfabeta, 2011) Cet. Ke-1, h.334.
24
Ibid., h.327.
25
pendidikan non formal melalui rumah belajar bagi anak jalanan di Yayasan Keluarga Anaklangit.
b. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang lain. Peneliti membandingkan jawaban yang diberikan oleh ketua divisi rumah belajar dengan jawaban dari anak didik yang mengikuti program rumah belajar di Yayasan Keluarga Anaklangit. c. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang berkaitan
dengan masalah yang sedang diteliti. Wawancara tersebut untuk pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data yang diperoleh. Peneliti membandingkan hasil wawancara informan dengan data dokumen yang berada di Yayasan Keluarga Anaklangit.
9. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian skripsi ini, peneliti mengadakan studi kepustakaan terhadap skripsi-skripsi terdahulu dengan tujuan untuk memastikan bahwa penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Adapun setelah peneliti mengadakan suatu kajian kepustakaan, peneliti menemukan beberapa skripsi yang memiliki judul atau tema yang hampir sama dengan peneliti, yaitu:
Tabel 2
Tinjauan Pustaka (Literature Review)
Judul Skripsi Peneliti Pembahasan
Evaluasi Program Bimbingan Keterampilan Menjahit untuk Anak Putus Sekolah di PSBR Bambu Apus Jakarta Timur
Pinasti Septhian (1110054100028)
Kesejahteraan Sosial
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
sekolah di PSBR Bambu Apus, Jakarta Timur.
- Perbedaan skripsi ini dengan skripsi peneliti adalah dari segi variabel, objek penelitian, dan di PSBR Bambu Apus Jaktim, sedangkan skripsi peneliti Miskin di Yayasan Ibnu Sina Maleo Bintaro.
- Skripsi ini membahas tentang bagaimana evaluasi
pelaksanaan program sekolah gratis bagi keluarga miskin di Yayasan Ibnu Sina Maleo Bintaro.
mengambil lokasi di Bintaro yang diambil adalah di rumah baca di kota Depok, sedangkan peneliti mengambil lokasi Rumah belajar Yayasan Keluarga Anaklangit Kota Tangerang.
“Evaluasi Program Pendidikan Non Formal melalui Rumah Belajar
bagi Anak Jalanan di Yayasan Keluarga Anaklangit Kota Tangerang” membahas bagaimana evaluasi program pendidikan non formal melalui rumah belajar bagi anak jalanan yang ada di Yayasan Keluarga Anaklangit Tangerang.
sehingga dapat diperbaiki dikemudian hari. Hal inilah yang belum pernah ada pada skripsi sebelumnya dan menjadi perbedaan signifikan dari penelitian ini.
10. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang disusun oleh Hamid Nasuhi, Ismatu Ropi, Oman Fathurahman, M.Syairozi Dimiyati, Netty Hartati dan Syopiansyah Jaya Putra yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality
Development and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, cetakan ke-2 tahun 2007.
E. Sistematika Penelitian
Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, secara sistematis penulisannya dibagi ke dalam lima bab, yang terdiri dari sub-sub bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut.
BAB I Pendahuluan
Meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodologi Penelitian, Tinjauan Pustaka dan Sistematika Penelitian.
BAB II Landasan Teori
pertama Evaluasi Program, kedua Pendidikan Non Formal, ketiga Rumah Belajar dan keempat Anak Jalanan.
BAB III Gambaran Umum Lembaga
Menguraikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian, terdiri dari latar belakang, profil, sejarah, visi dan misi, ruang lingkup kegiatan lembaga, divisi-divisi atau unit layanan khusus lembaga, staf dan struktur lembaga, sarana dan prasarana lembaga, dan jaringan kemitraan lembaga.
BAB IV Analisis Temuan Lapangan
Merupakan hasil temuan lapangan dari analisis dan pengumpulan data mengenai evaluasi program pendidikan non formal melalui rumah belajar bagi anak jalanan yang dilakukan oleh Yayasan Keluarga Anaklangit dalam upaya mengembangkan potensi dan prestasi anak Jalanan di Kota Tangerang.
BAB V Penutup
26
LANDASAN TEORI
A. Evaluasi Program
1. Pengertian Evaluasi Program
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia kata evaluasi berarti penilaian.26 Evaluasi adalah pengidentifikasian keberhasilan atau kegagalan suatu rencana kegiatan atau program. Evaluasi berusaha mengidentifikasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi pada pelaksanaan atau penerapan program.27
Terdapat sejumlah definisi evaluasi yang diperoleh dari para ahli. Ralph Tyler mengemukakan bahwa evaluasi adalah proses untuk menentukan sejauhmana tujuan pendidikan dapat dicapai, dan upaya mendikumentasikan kecocokan antara hasil belajar peserta didik dengan tujuan program. Cronbach, Alkin dan Stufflebeam menjelaskan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan memperoleh, dan menyediakan informasi bagi pembuatan keputusan. Popham, Provus dan Rivlin menjelaskan bahwa evaluasi adalah kegiatan membandingkan data tentang penampilan orang-orang dengan standar yang telah diterima umum. Malcolm dan Provus, sebagai pencetus gagasan Discrepancy Evaluation, menjelaskan bahwa evaluasi adalah kegiatan unutk mengetahui perbedaan antara apa yang ada
26
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), h.238.
27
dengan suatu standar yang telah ditetapkan serta bagaimana menyatakan perbedaan antara keduanya.
Paulson dalam bukunya “A Strategy for Evaluation Design” yang dikutip oleh Grotelueschen mengemukakan bahwa, “Evaluation as a process of examining certain objects or events in the light of specific value standards for the purpose of making adaptive decisions.” Menurut Paulson evaluasi program adalah proses pengujian berbagai objek atau peristiwa tertentu dengan menggunakan ukuran-ukuran nilai khusus dengan tujuan untuk menentukan keputusan-keputusan yang sesuai.28
Sejalan dengan pengertian di atas, Mugiadi menjelaskan bahwa evaluasi program adalah upaya pengumpulan informasi mengenai suatu program, kegiatan atau proyek. Informasi tersebut berguna bagi pengambilan keputusan, antara lain untuk memperbaiki program, menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan suatu kegiatan, atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau kegiatan. Informasi yang dikumpulkan harus memenuhi persyaratan ilmiah, praktis, tepat guna, dan sesuai dengan nilai yang mendasari dalam setiap pengambilan keputusan.
Berdasarkan berbagai pengertian sebagaimana dikemukakan diatas maka evaluasi program dapat didefinisikan sebagai kegiatan sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data sebagai
28
masukan untuk pengambilan keputusan. Dalam pengertian ini data adalah fakta, keterangan, atau informasi yang darinya dapat ditarik generalisasi.
2. Tujuan Evaluasi Program
Tujuan umum evaluasi program pendidikan luar sekolah atau pendidikan non formal adalah menyediakan atau menyajikan data sebagai masukan bagi pengambilan keputusan tentang program tersebut. Tujuan umum dapat dijabarkan dalam berbagai tujuan khusus evaluasi program pendidikan non formal. Tujuan-tujuan khusus tersebut adalah untuk29
a. Memberikan masukan bagi perencanaan program
b. Menyajikan masukan bagi pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tindak lanjut, perluasan, atau penghentian program
c. Memberi masukan bagi pengambilan keputusan tentang yang modifikasi atau perbaikan program
d. Memberi masukan yang berkenaan dengan faktor pendukung dan penghambat program
e. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan (pengawasan, supervisi, dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola, dan pelaksana program
f. Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program pendidikan Nonformal.
29
3. Model-model Evaluasi Program
Model evaluasi ialah model desain evaluasi yang dibuat oleh ahli-ahli atau pakar-pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya. Model-model ini dianggap model standar atau dapat dikatakan merek standar dari pembuatannya. Penamaan model evaluasi bervariasi. Sara M. Steele menamakannya pendekatan (approach) dan Arthur Burman menggunakan istilah format. Model evaluasi program terdiri atas enam kategori yaitu model evaluasi terfokus untuk pengambilan keputusan, model evaluasi terhadap unsur-unsur program, model evaluasi jenis data dan aktivitas program, model evaluasi proses pelaksanaan program, model evaluasi pencapaian tujuan program, dan model evaluasi hasil dan pengaruh program.30
Beberapa model evaluasi yang populer dan banyak dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja pelaksanaan evaluasi program adalah model evaluasi CIPP, model evaluasi UCLA, model Brinkerhoff, dan model Stake atau Countenance.31 Tetapi pada dasarnya ke-empat model evaluasi ini memiliki kategori yang sama yaitu untuk mengevaluasi sejauh mana pencapaian tujuan program. Dalam penelitian ini akan digunakan Model Evaluasi CIPP yang dikemukakan oleh Stufflebeam untuk mengukur
30
Djuju Sudjana, Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h.81.
31
keberhasilan atau kegagalan program yang nantinya akan membantu para
stakeholder dalam membuat keputusan di masa mendatang.
Stufflebeam adalah ahli yang mengusulkan pendekatan yang berorientasi kepada pemegang keputusan (a decision oriented evaluation
approach structured) untuk menolong administrator membuat keputusan. Ia
merumuskan evaluasi sebagai “suatu proses menggambarkan, memperoleh
dan menyediakan informasi yang berguna untuk menilai alternatif keputusan.”
Ia membuat pedoman kerja untuk melayanai para manajer dan administrator menghadapi empat macam keputusan pendidikan dan membagi evaluasi menjadi empat macam, yaitu.32
1) Contextevaluation (Evaluasi Konteks)
Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program. Stufflebeam dalam Hamid Hasan menyebutkan, tujuan evaluasi konteks adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan. Dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan ini, evaluator akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan.33 Dalam hal ini, Suharsimi Arikunto memberikan contoh pengajuan pertanyaan evaluasi konteks sebagai berikut:
a) Kebutuhan apa saja yang belum terpenuhi oleh program? b) Tujuan pengembangan apa yang belum tercapai oleh program?
32
Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program Pendidikan dan Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h.14.
33
c) Tujuan pengembangan apakah yang dapat membantu mengembangkan masyarakat?
d) Tujuan-tujuan manakah yang paling mudah dicapai?
e) Apakah konteks program sudah sesuai dengan tujuan program?
2) Input evaluation (Evaluasi Masukan)
Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan serta bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi masukan meliputi sumber daya manusia, sarana dan peralatan pendudukung, dana atau anggaran dan berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan. Dalam hal ini pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan pada tahap evaluasi masukan ini adalah: a) Apakah program/layanan yang diberikan kepada klien berdampak
jelas pada perkembangannya?
b) Berapa orang klien yang menerima program/layanan tersebut?
c) Apakah sarana dan prasarana sudah cukup memadai seperti yang dibutuhkan?
d) Sejauh apa kualifikasi yang dimiliki oleh para staff untuk memberikan layanan tersebut?
3) Process evaluation (Evaluasi Proses)
dimonitor, dikontrol dan diperbaiki. Menurut Suharsimi Arikunto, evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” (what) kegiatan
yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk
sebagai penanggungjawab program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai.34 Oleh stufflebeam diusulkan pertanyaan-pertanyaan untuk proses sebagai berikut:
a) Apa yang dilakukan?
b) Seberapa baik itu dilakukan?
c) Hambatan apa saja yang dihadapi selama pelaksanaan program? d) Siapa penanggungjawab program?
e) Kapan program akan selesai?
4) Product evaluation (Evaluasi Hasil)
Evaluasi produk merupakan penilaian yang dilakukan guna melihat ketercapaian/keberhasilan suatu program dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Pada tahap evaluasi inilah seorang evaluator dapat menentukan atau memberikan rekomendasi kepada evaluan apakah suatu program dapat dilanjutkan, dikembangkan/dimodifikasi, atau bahkan dihentikan. Pada tahap evaluasi ini diajukan pertanyaan evaluasi sebagai berikut:
a) Apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan sudah tercapai?
b) Apakah dampak jangka panjang yang diperoleh penerima program?
34
c) Apakah tujuan pelayanan pada penerima program telah sesuai dengan yang diharapkan?
d) Apakah pelayanan program yang diberikan memberikan perubahan pada penerima program?
Berdasarkan teori di atas, maka peneliti membuat alur kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 3
Desain Evaluasi Program Pendidikan Non Formal melalui Rumah Belajar bagi Anak Jalanan
4. Indikator Evaluasi Program
Dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang digungakan untuk suatu proses evaluasi, Feurstein seperti yang dikutip oleh Isbandi Rukminto Adi, mengajukan beberapa indikator yang perlu untuk dipertimbangkan. Indikator dibawah ini adalah Sembilan indikator yang paling sering digunakan dalam mengevaluasi suatu kegiatan35.
1) Indikator ketersediaan (indicators of availability). Indikator ini melihat apakah unsur yang seharusnya ada dalam suatu proses itu benar-benar ada. Misalnya dalam suatu program pembangunan sosial yang menyatakan bahwa diperlukan satu tenaga kader lokal yang terlatih untuk menangani 10 rumah tangga, maka perlu di cek apakah tenaga kader yang terlatih tersebut benar-benar ada.
2) Indikator relevansi (indicators of relevance). Indikator ini menunjukan seberapa relevan ataupun tepatnya sesuatu yang teknologi atau layanan yang ditawarkan. Misalnya, pada suatu program pemberdayaan perempuan pedesaan dimana diperkenalkan kompor teknologi terbaru, tetapi ternyata kompor tersebut lebih banyak menggunakan minyak tanah ataupun kayu dibandingkan dengan kompor yang biasa mereka gunakan. Berdasarkan keadaan tersebut maka teknologi yang lebih baru ini dapat dikatakan kurang relevan untuk diperkenalkan bila dibandingkan dengan kompor yang biasa mereka gunakan.
35
3) Indikator keterjangkauan (indicators of accessibility). Indikator ini
melihat apakah layanan yang ditawarkan masih berada dalam „jangkauan‟
pihak-pihak yang membutuhkan. Misalnya saja, puskesmas (pusat kesehatan masyarakat) yang didirikan untuk melayani suatu masyarakat desa berada pada posisi yang strategis, dimana sebagian besar warga desa dapat dengan mudah datang ke puskesmas. Atau apakah suatu posko bencana alam berada dalam jangkauan korban bencana tersebut.
4) Indikator Pemanfaatan (Indicators of Utilisation). Indikator ini melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah disediakan oleh pihak pemberi layanan, dipergunakan (dimanfaatkan) oleh kelompok sasaran. Misalnya saja, seberapa banyak pasangan usia subur yang memanfaatkan layanan jasa puskesmas dalam meningkatkan KB mandiri. Atau, berapa banyak anak jalanan yang mengikuti kegiatan baca tulis dari sekian banyak anak jalanan yang belum bisa membaca dan menulis.
5) Indikator Cakupan (Indicators of Coverage). Indikator ini menunjukkan proporsi orang-orang yang membutuhkan sesuatu dan menerima layanan tersebut. Misalnya saja, proporsi orang yang menerima bantuan dana kemanusiaan untuk mengatasi masalah kemiskinan dari sekian banyak orang-orang miskin di suatu desa.
syarat dalam hal keramahan, keresponsifan, dan sikap empati terhadap klien ataupun kualitas dari tangibles yang ada dalam proyek tersebut. 7) Indikator Upaya (Indicators of Efforts). Indikator ini menggambarkan
berapa banyak upaya yang sudah „ditanamkan‟ dalam rangka mencapai tujuan yang sudah diterapkan. Misalnya, berapa banyak sumber daya manusia dan sumber daya material yang dimanfaatkan dalam membangun sarana transportasi antar desa.
8) Indikator Efisiensi (Indicators of Efficiency). Indikator ini menunjukkan apakah sumber daya dan aktifitas yang dilaksanakan guna mencapai tujuan dimanfaatkan secara tepat guna (efisien) atau tidak memboroskan sumber daya yang ada dalam upaya mencapai tujuan. Misalnya saja, suatu layanan yang bisa dijalankan dengan baik hanya dengan menggunakan 4 tenaga lapangan, tidak perlu dipaksakan untuk mempekerjakan 10 tenaga lapangan dengan alasan untuk menghindari terjadinya pengangguran. Bila hal ini dilakukan maka yang terjadi adalah pengangguran terselubung (underemployment).
B. Pendidikan Nonformal 1. Pengertian Pendidikan
Kata pendidikan sering diartikan bermacam-macam. Dalam kehidupan sehari-hari kata pendidikan diartikan dengan lembaga pendidikan dan adakalanya diartikan dengan hasil pendidikan.
Menurut Dictionary of Education; (1) “The Aggregate of all the process by which a person develops ability, attitudes, and other forms of
behavior of practical values, in the society in which his lives; (2) The social
process by which people are subjected to the influence of a selected and
controlled environment (especially that of the school) so that they may obtain social competence and optimum individual development” (Crow & Crow,
1960:53).
Berdasarkan kamus pendidikan tersebut, pendidikan diartikan:
1) Serangkaian proses seseorang/anak mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya yang bernilai/berguna di masyarakat.
2) Proses sosial dimana orang-orang atau anak-anak dipengaruhi dengan lingkungan yang (sengaja) dipilih dan dikendalikan (misalnya oleh guru di sekolah) sehingga mereka memperoleh kemampuan-kemampuan sosial dan perkembangan individual yang optimal.36
Sementara itu beberapa ahli yang lain memiliki pandangan yang berbeda-beda tentang definisi pendidikan. Menurut Lengeveld mendidik ialah
36
mempengaruhi anak dalam upaya membimbingnya agar menjadi dewasa.37 Usaha membimbing haruslah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja. Oleh karena itu pendidikan hanya terdapat dalam pergaulan yang disengaja antara orang dewasa dengan anak yang diarahkan kepada tujuan pendidikan.
Hoogveld mendefinisikan bahwa mendidik adalah membantu anak supaya ia cukup cakap menyelenggarakan tugas hidupnya atas tanggung jawabnya sendiri.
SA. Branata, dkk mendefinisikan pendidikan sebagai usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaan.
Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya38
Dan berdasarkan Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar atau terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
37
Ibid., h.6.
38
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.39
Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan itu adalah usaha sadar dari orang dewasa untuk membantu dan membimbing pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara teratur dan sistematis kearah kedewasaan.
2. Tujuan Pendidikan
Dalam setiap usaha atau kegiatan tentu ada tujuan atau target sasaran yang akan dicapai. Demikian pula kegiatan/usaha pendidikan sengaja dilakukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya tidak lain adalah arah yang hendak dicapai demi terwujudnya tujuan hidup manusia yaitu hidup sesuai harkat dan martabat manusia, dengan segenap kandungannya yaitu berkembang secara optimal hakikat manusia, dimensi kemanusiaan dan pancadaya.40
Tujuan pendidikan yang diungkapkan Langeveld dibedakan menjadi beberapa macam diantaranya adalah tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum ini sering disebut tujuan akhir, tujuan total atau tujuan lengkap yang berarti tujuan yang pada akhirnya akan dicapai oleh pendidik terhadap anak didik yaitu terwujudnya kedewasaan jasmani dan rohani. Menurut Kohnstamm dan Gunning, tujuan akhir pendidikan itu ialah
39
Departemen Agama Republik Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sistem Pendidikan Nasional (Jakarta: Dirjen Binnaga Islam, 1992) h.3.
40
membentuk insan kamil atau manusia sempurna.41 Dengan demikian tujuan umum/akhir pendidikan ialah membentuk insan kamil yaitu manusia yang dewasa jasmani dan rohaninya baik aspek moral, intelektual, sosial, estetis, agama dan lain sebagainya.
Tujuan khusus merupakan pengkhususan daripada tujuan umum, karena untu menuju kepada tujuan umum itu perlu adanya pengkhususan tujuan yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi tertentu, misalnya disesuaikan dengan cita-cita pembangunan suatu masyarakat, tugas suata badan atau lembaga pendidikan, bakat dan kemampuan anak didik, kesanggupan-kesanggupan yang ada pada pendidik serta tingkat pendidikan dan sebagainya.42
3. Klasifikasi Pendidikan
Penggolongan terhadap pendidikan memiliki kriteria yang lebih umum. Kriteria ini berkaitan dengan pengertian (definisi) pendidikan sehingga terdapat perbedaan yang jelas antara pendidikan formal (termasuk pula di dalamnya pendidikan yang program-programnya bersifat Nonformal dan pendidikan yang program-programnya bersifat informal dengan pendidikan formal yang program-programnya bersifat formal). Sehubungan dengan hal ini Coombs (1973), dalam D.Sudjana (2003), membedakan pengertian ketiga jenis pendidikan sebagai berikut.43
41
H.M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.41.
42
Ibid., h.41.
43
Pendidikan formal (formal education) adalah kegiatan yang sistematis, berstruktur, bertingkat, berjenjang, dimulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi dan yang setaraf dengannya; termasuk ke dalamnya ialah kegiatan studi yang berorientasi akademis dan umum, program spesialisasi dan latihan professional, yang dilaksanakan dalam waktu yang terus menerus.
Pendidikan informal (informal education) adalah proses yang berlangsung sepanjang usia sehingga setiap orang memperoleh nilai, sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman hidup sehari-hari, pengaruh lingkungan termasuk di dalamnya adalah pengaruh kehidupan keluarga, hubungan dengan tetangga, lingkungan pekerjaan dan permainan, pasar, perpustakaan dan media massa.44 Pendidikan informal dapat menyampaikan berbagai hal yang berhubungan dengan masalah-masalah kehidupan. Dengan kata lain dalam pendidikan informal dapat diberikan keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai dan cara hidup kita pada umumnya yang semuanya itu berdasar kepada way of life dari masyarakat. Pendidikan informal juga tidak diorganisasi secara struktural dan tidak mengenal sama sekali perjenjangan kronologis menurut tingkatan umur maupun tingkatan keterampilan dan pengetahuan.45
Pendidikan Nonformal (nonformal education) ialah setiap kegiatan terorganisasi dan sistematis di luar sistem persekolahan yang mapan, dilakukan secara mandiri atau merupakan bagian penting dari kegiatan yang
44
Ibid., h.17
45
lebih luas, yang sengaja dilakukan untuk melayani peserta didik tertentu di dalam mencapai tujuan belajarnya.46
4. Pendidikan Nonformal
Pendapat para pakar pendidikan nonformal mengenai definisi pendidikan nonformal cukup bervariasi. Philip H. Coombs berpendapat bahwa pendidikan nonformal adalah setiap kegiatan pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan diluar sistem formal, baik tersendiri maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajar.47
Menurut Soelaiman Joesoef, pendidikan nonformal adalah setiap kesempatan dimana terdapat komunikasi yang terarah di luar sekolah dan seseorang memperoleh informasi, pengetahuan, latihan maupun bimbingan sesuai dengan tingkat usia dan kebutuhan hidup, dengan tujuan mengembangkan tingkat keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang memungkinkan baginya menjadi peserta-peserta yang efisien dan efektif dalam lingkungan keluarga, pekerjaan bahkan lingkungan masyarakat dan negaranya.48
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan nonformal adalah pendidikan kegiatan belajar mengajar yang diadakan di luar sekolah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan peserta didik tertentu untuk
46
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, h.17.
47
Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Nonformal (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), h.50.
48
mendapatkan informasi, pengetahuan, latihan dan bimbingan sehingga mampu bagi keluarga, masyarakat dan Negara.
Pendidikan nonformal sudah ada sejak dulu dan menyatu di dalam kehidupan masyarakat lebih tua daripada keberadaan pendidikan sekolah. Para nabi dan rasul yang melakukan perubahan mendasar terhadap kepercayaan, cara berpikir, sopan santun dan cara-cara hidup di dalam menikmati kehidupan dunia ini, berdasarkan sejarah, usaha atau gerakan yang dilakukan bergerak di dalam jalur pendidikan nonformal sebelum lahirnya pendidikan sekolah. Gerakan atau dakwah nabi dan Rasul begitu besar porsinya pembinaan yang ditujukan pada orang-orang dewasa dan pemuda. Para Nabi dan Rasul berurusan dengan pendidikan dan pembangunan masyarakat melalui pembinaan orang dewasa dan pemuda yang berlangsungnya di luar sistem persekolahan.49
5. Tujuan Pendidikan Nonformal
Ditinjau dari faktor tujuan belajar/ pendidikan, pendidikan nonformal bertanggungjawab menggapai dan memenuhi tujuan-tujuan yang sangat luas jenis, level, maupun cakupannya.
Dalam kapasitas inilah muncul pendidikan nonformal yang bersifat multi purpose. Ada tujuan-tujuan pendidikan nonformal yang terfokus pada pemenuhan kebutuhan belajar tingkat dasar (basic education) semacam pendidikan keaksaraan, pengetahuan alam, keterampilan vokasional,
49
pengetahuan gizi dan kesehatan, sikap sosial berkeluarga dan hidup bermasyarakat, pengetahuan umum dan kewarganegaraan, serta citra diri dan nilai hidup.
Ada juga tujuan belajar dijalur pendidikan nonformal yang ditujukan untuk kepentingan pendidikan kelanjutan setelah terpenuhinya pendidikan tingkat dasar, serta pendidikan perluasan dan pendidikan nilai-nilai hidup. Contoh program pendidikan nonformal yang ditujukan untuk mendapatkan dan memaknai nilai-nilai hidup misalnya pengajian, sekolah minggu, berbagi
latihan kejiwaan, meditasi, “manajemen qalbu”, latihan pencarian makna
hidup, kelompok hobi, pendidikan kesenian dsb. Dengan program pendidikan ini hidup manusia berusaha diisi dengan nilai-nilai keagamaan, keindahan, etika dan makna.50
6. Karakteristik Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal memiliki ciri-ciri yang berbeda dari pendidikan sekolah. Namun kedua pendidikan tersebut saling menunjang dan melengkapi. Dengan meninjau sejararah dan banyaknya aktivitas yang dilaksanakan, pendidikan nonformal memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1) Bertujuan untuk memperoleh keterampilan yang segera akan dipergunakan. Pendidikan nonformal menekankan pada belajar yang fungsional yang sesuai dengan kebutuhan dalam kehidupan peserta didik.
50
2) Berpusat pada peserta didik. Dalam pendidikan nonformal dan belajar mandiri, peserta didik berperan sebagai pengambil inisiatif dan mengontrol kegiatan belajarnya.
3) Waktu penyelenggaraannya relatif singkat, dan pada umumnya tidak berkesinambungan.
4) Menggunakan kurikulum kafetaria. Kurikulum bersifat fleksibel, dapat dimusyawarahkan secara terbuka, dan banyak ditentukan oleh peserta didik.
5) Menggunakan metode pembelajaran yang partisipatif, dengan penekanan pada belajar mandiri.
6) Hubungan pendidik dengan peserta didik bersifat mendatar. Pendidik adalah fasilitator bukan menggurui. Hubungan diantara kedua pihak bersifat informal dan akrab, peserta didik memandang fasilitator sebagai narasumber dan bukan sebagai instruktur.
7) Penggunaan sumber-sumber lokal. Mengingat sumber-sumber untuk pendidikan sangat langka, maka diusahakan sumber-sumber lokal digunakan seoptimal mungkin.51
7. Jenis dan Isi Pendidikan Nonformal
Jenis dan isi pendidikan nonformal pada dasarnya bergantung pada kebutuhan pendidikan itu sendiri.
1) Jenis pendidikan nonformal berdasarkan fungsinya adalah:
51
a. Pendidikan Keaksaraan
Jenis program pendidikan keaksaraan berhubungan dengan populasi sasaran yang belum dapat membaca dan menulis. Target dari program pendidikan keaksaraan ini adalah terbebasnya populasi sasaran dari buta baca, buta tulis, buta bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan umum.
b. Pendidikan Vokasional
Jenis program pendidikan vokasional berhubungan dengan populasi sasaran yang mempunyai hambatan dalam pengetahuan dan keterampilannya guna kepentingan bekerja atau mencari nafkah. Target dari program pendidikan vokasional ini adalah terbebasnya populasi sasaran dari ketidaktahuan atau kurangnya kemampuan didalam pekerjaan-pekerjaan yang sedang atau akan dimasukinya. c. Pendidikan Kader
Jenis program pendidikan kader berhubungan dengan populasi sasaran yang sedang atau bakal memangku jabatan kepemimpinan atau pengelola dari suatu bidang usaha di masyarakat, baik bidang usaha, bidang sosial ekonomi maupun sosial budaya. Jenis pendidikan ini diharapkan hadir tokoh atau kader pemimpin dan pengelola dari kelompok-kelompok usaha yang tersebar di masyarakat.
d. Pendidikan Umum dan Penyuluhan
menjadi lebih sadar terhadap sesuatu hal. Lingkup geraknya bisa sangat luas dari soal keagamaan, kenegaraan, kesehatan, lingkungan hukum dan lainnya.
e. Pendidikan Penyegaran Jiwa raga
Jenis program pendidikan ini berkaitan dengan pengisian waktu luang, pengembangan minat atau bakat serta hobi.52
2) Isi program pendidikan nonformal yang berkaitan dengan peningkatan mutu kehidupan seperti:
a. Pengembangan nilai-nilai etis, religi, estetis, sosial dan budaya. b. Pengembangan wawasan dan tata cara berpikir,
c. Peningkatan kesehatan pribadi, keluarga dan lingkungan.
d. Peningkatan dan pengembangan pengetahuan di dalam arti luas (sosial, ekonomi, politik, ilmu-ilmu kealaman, bahasa, sejarah dan sebagainya) e. Apresiasi seni-budaya (sastra, teater, lukis, tari, pahat dan lain
sebagainya)
Sedangkan isi program pendidikan nonformal yang berhubungan dengan keterampilan untuk meningkatkan pendapatan (income generating skill), berhubungan dengan penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dimaksudkan sebagai bekal bekerja, beka mendapat pendapatan. Seperti pertanian, perikanan, perkebunan dan lain sebagainya.53
52
Sanapiah Faisal, Pendidikan Nonformal di dalam Sistem Pendidikan dan Pembangunan Nasional h.91.
53
8. Sasaran Pendidikan Nonformal
Sesuai dengan rancangan Peraturan Pemerintah sasaran pendidikan nonformal dapat ditinjau dari beberapa aspek yaitu sebagai berikut.
1) Sasaran Pelayanan
a. Usia Pra-sekolah (0-6 tahun)
Fungsi lembaga ini mempersiapkan anak-anak menjelang mereka pergi sekolah (pendidikan formal) sehingga mereka telah terbiasa untuk hidup dalam situasi yang berbeda dengan lingkungan keluarga.
b. Usia Pendidikan Dasar (7-12 tahun)
Usia ini dilaksanakan dengan penyelenggaraan program kejar paket A dan kepramukaan yang diselenggarakan secara sesama dan terpadu. c. Usia Pendidikan Menengah (13-18 tahun)
Penyelenggaraan pendidikan nonformal usia semacam ini diarahkan untuk pengganti pendidikan, sebagai pelengkap dan penambah program pendidikan bagi mereka.
d. Usia Pendidikan Tinggi (19-24 tahun)
Pendidikan nonformal menyiapkan mereka untuk siap bekerja melalui pemberian berbagai keterampilan sehingga mereka menjadi tenaga yang produktif, siap kerja dan siap untuk usaha mandiri.