PERBANDINGAN KADARASAM LEMAK BEBAS MINYAK
SAWIT MENTAH TERHADAP BEBERAPA PRODUK YANG
DIHASILKAN DALAM PROSES PEMURNIAN ( REFINERY)
DAN FRAKSINASIDI PT. SMART Tbk
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memproleh Ahli Madya
ARYO WIBOWO 122401122
PROGRAM STUDI D - 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Perbandingan Persentase Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit Mentah terhadap produk yang Dihasilkan Setelah Melalui Proses Pemurnian dan Pemisahan
Kategori : Tugas Akhir Nim : 122401122
Progarm Studi : Diploma III Kimia Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera utara
Di Setujui di : Medan, Juli 2015
Disetujui Oleh :
Program Studi D3 Kimia
Ketua, Pembimbing,
Dra. Emma Zaidar Nasution , M.Si Prof.Basuki Wirjoesentono, PhD, MS 195512181987012001 NIP.196811101999031001
Disetujui Oleh
Departermen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PERBANDINGAN KADARPERSENTASE ASAM LEMAK
BEBAS MINYAK SAWIT MENTAH TERHADAP BEBERAPA
PRODUK YANG DIHASILKAN DALAM PROSES
PEMURNIAN ( REFINERY) DAN FRAKSINASI DI PT.
SMART Tbk
KARYA ILMIAH
Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya saya sendiri , kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing masing disebutkan sumbernya
Medan , 12 Maret 2015
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim Asalamualaikum Wr Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang maha pemurah dan Lagi Maha Penyayang , selawat beriringan salam saya ucapkan pada kehadirat nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini, sebagai syarat untuk meraih gelar Ahli Madya pada program Diploma 3 Kimia di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
Selama penulisan tugas akhir ini penulis banyak mendapat dorongan , bantuan serta motivasi dari semua pihak . Untuk itu , dengan segala kerendahan diri penulis banyak mengucapkan terimah kasih kepada :
1. Ayahanda Sunaryo dan Ibunda Sujilah beserta Erwin Syahputra dan Dedi Irawan yang telah memberi dukungan moral, material dan kasih sayang yang berlebih kepada saya.
2. Bapak Prof.Dr Basuki Wirjosentono,PhD, MS sebagai dosen pembimbing yang telah sabar memberikan petunjuk dan bimbingan kepada saya.
3. Ibu Dr. Rumondang Bulan MS sebagai ketua Departemen Kimia FMIPA USU
4. Ibu Dra. Emma Zaidar Nst MSc sebagai ketua progarm studi D3 Kimia FMIPA USU.
5. Ibu Dr. Mellisa Tjeng MM, Bapak Nazli, Bapak Winston , bang anshari ginting, bang rocky, bang beny, bang diaz, kakak maya dann seluruh karyawan PT. SMART Tbk yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada saya .
6. Seluruh Dosen dan Staff pengajar FMIPA USU
7. Teman – teman satu PKL penulis yaitu Annu’man Ahmad Junaidi Harahap, Nur Hasanah Nasution, Putri Mardhani, maya,shanti,magdalena yang memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Teman - teman saya Nadjhan Abdi, Iman Hakiki, Ahmad Zaini, Abdullah, dan teman angkatan D3 kimia 2012 yang telah memberikan semangat serta motivasi kepada penulis sehingga tugas akhir ini dapat diselesaikan.
Akhir kata penulis mengucapkan terimah kasih kepada semuanya dan berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi yang membaca.Wassalamualaikum Warrahmatullah Wabarrakatu.
Medan, Juni 2015 Penulis,
PERBANDINGAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS MINYAK
SAWIT MENTAH TERHADAP BEBERAPA PRODUK YANG
DIHASILKAN DALAM PROSES PEMURNIAN ( REFINERY)
DAN FRAKSINASI DI PT. SMART Tbk
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian Perbandingan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit Mentah Terhadap beberapa produk yang dihasilkan Setelah Melalaui Proses Pemurnian (Refenery) dan Pemisahan (Fraksinasi) menggunakan metode Titrasi Alkalimetri di PT Smart Tbk Medan - Belawan. Dari percobaan diproleh persen kadar CPO (Crude Palm Oil), RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil), PFAD (Palm Fatty Acid Distilate), RBDPOL (Refined Bleached Deodorized Palm Olein), RBDPST (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin ) masing – masing 4.216 %, 0.050 %, 91.74 % , 0,054 %, 0.0416 %. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa persen kadar Asam Lemak Bebas CPO (Crude Palm Oil) setelah melalui proses Pemurnian dan Fraksinasi memiliki perbandingan 40 : 1 : 920 : 1 : 1 dimana persen kadar Asam Lemak Bebas tertinggi terjadi pada PFAD (Palm Fatty Acid Distilate) dan penuirunan terendah terjadi pada produk RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)
COMPARISON OF LEVEL OF FREE FATTY ACID CRUDE
PALM OIL TO SOME PRODUCTS in RESULTINGIN THE
PROCESS OF REFINERY AND FRACTIONATION IN PT.
SMART Tbk
ABSTRACT
Have done research Comparison of Level of Free Fatty Acid Crude Palm Oil to some products resulting in the process refenery and fractionation. processusing titration Alkalimetrymethod in PT Smart Tbk Medan - Belawan. From the research obtained percent levels of CPO (Crude Palm Oil), RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm oil), PFAD (Palm Fatty Acid Distilate), RBDPOL (Refined Bleached Deodorized Palm Olein), RBDPST (Refined Bleached Deodorized Palm stearin) respectively 4,216%, 0.050%, 91.74%, 0.054%, 0.0416%. From the results of the study showed that the percent of Free Fatty Acid levels of CPO (Crude Palm Oil) after going through the process of purification and fractionation has a ratio of 40 : 1 : 920 : 1 : 1 where the percent of Free Fatty Acid levels highest in PFAD (Palm Fatty Acid Distilate ) and the lowest RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil).
DAFTAR ISI
2.1Sejarah Minyak Kelapa Sawit 5 2.2Minyak Sawit Mentah ( CPO ) 7
2.3Minyak dan Lemak 8
2.3.1 Reaksi – Raeaksi yang terjadi pada minyak dan lemak 10 2.4Kandungan Asam Lemak Minyak Sawit 13 2.5 Proses Pengolahan Minyak Sawit Mentah ( CPO ) 14 2.5.1 Proses Pemurniaan Minyak Sawit Mentah (Refenery) 15 2.5.2 Proses Pemisahan Minyak Sawit Mentah ( Fraksinasi ) 24 2.6 Standar Mutu Minyak Sawit 27 2.7 Parameter Mutu Minyak Sawit 28
2.8 Titrasi Alkalimetri 35
Bab III Metode Penelitian
3.1Metode 37
3.2Alat dan Bahan 37
3.3Prosedur 37
Bab IV Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Analisa 43
4.2 Pembahasan 45
Bab V Kesimpulan dan Saran
5.1Kesimpulan 47
5.2Saran 47
DAFTAR TABEL
Table Halaman
Tabel 2.1 Analisis Giji minyak kelapa, kelapa, kacang tanah, dan wijen 8 Tabel 2.2 Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam tiga jenis Minyak Nabati 14 Tabel 2.3 Titik leleh dari asam lemak 25 Tabel 2.4 4 PORAM (Palm Oil Refiner Association Malaysia) Standart
PERBANDINGAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS MINYAK
SAWIT MENTAH TERHADAP BEBERAPA PRODUK YANG
DIHASILKAN DALAM PROSES PEMURNIAN ( REFINERY)
DAN FRAKSINASI DI PT. SMART Tbk
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian Perbandingan Kadar Asam Lemak Bebas Minyak Sawit Mentah Terhadap beberapa produk yang dihasilkan Setelah Melalaui Proses Pemurnian (Refenery) dan Pemisahan (Fraksinasi) menggunakan metode Titrasi Alkalimetri di PT Smart Tbk Medan - Belawan. Dari percobaan diproleh persen kadar CPO (Crude Palm Oil), RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil), PFAD (Palm Fatty Acid Distilate), RBDPOL (Refined Bleached Deodorized Palm Olein), RBDPST (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin ) masing – masing 4.216 %, 0.050 %, 91.74 % , 0,054 %, 0.0416 %. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa persen kadar Asam Lemak Bebas CPO (Crude Palm Oil) setelah melalui proses Pemurnian dan Fraksinasi memiliki perbandingan 40 : 1 : 920 : 1 : 1 dimana persen kadar Asam Lemak Bebas tertinggi terjadi pada PFAD (Palm Fatty Acid Distilate) dan penuirunan terendah terjadi pada produk RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil)
COMPARISON OF LEVEL OF FREE FATTY ACID CRUDE
PALM OIL TO SOME PRODUCTS in RESULTINGIN THE
PROCESS OF REFINERY AND FRACTIONATION IN PT.
SMART Tbk
ABSTRACT
Have done research Comparison of Level of Free Fatty Acid Crude Palm Oil to some products resulting in the process refenery and fractionation. processusing titration Alkalimetrymethod in PT Smart Tbk Medan - Belawan. From the research obtained percent levels of CPO (Crude Palm Oil), RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm oil), PFAD (Palm Fatty Acid Distilate), RBDPOL (Refined Bleached Deodorized Palm Olein), RBDPST (Refined Bleached Deodorized Palm stearin) respectively 4,216%, 0.050%, 91.74%, 0.054%, 0.0416%. From the results of the study showed that the percent of Free Fatty Acid levels of CPO (Crude Palm Oil) after going through the process of purification and fractionation has a ratio of 40 : 1 : 920 : 1 : 1 where the percent of Free Fatty Acid levels highest in PFAD (Palm Fatty Acid Distilate ) and the lowest RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil).
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi berbagai bahan pangan fungsional. Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 nm/tahun kisaran suhu 22 – 32℃. lahan perkebunan kelapa sawit di indonesia telah memproduksi minyak sawit mentah Crude Palm Oil (CPO) dengan kapasitas minimal 6 ton per tahun dan merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah manusia. (Ketaren.S, 1986)
Diantara jajaran minyak nabati utama di dunia, antara lain minyak kedelai, bunga matahari, lobak, zaitun dan kelapa. Munculnya minyak sawit dalam pemasaran dengan cepat dan pesat mampu mengisi dan bersaing dengan minyak nabati lain. Bahkan keberadaanya mampu mendesak pemasaran minyak kedelai. Dengan melihat kemampuanya dalam merebut pasaran dunia dengan cepat, tentunya ada hal – hal khusus yang menjadi keunggulan minyak sawit dibandingkan dengan minyak nabati lainya.dapat dicatat bahwa ada keunggulan penting yang dimiliki minyak sawit antaralain :
2. Sosok tanamanya cukup tangguh, terutama jika terjadi perubahan musim bila dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lain yang umumnya berupa tanaman semusim.
3. Keluasan dalam keragaman kegunaan baik bidang pangan maupun non pangan.
(Tim Penulis, 1997)
Hasil produksi minyak sawit di indonesia masih lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan domestik. Sementara, industri minyak sawit di indonesia masih di dominasi oleh industri kilang minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) dan minyak inti sawit (Palm Kernel Oil), serta produk antara berupa Refined Bleached Deodorized (RBDPO) dan stearin (Pratomodan .N, 2007).
Dalam industri minyak sawit terdapat parameter mutu bahan baku dan hasil proses pemurnian dan fraksinasi seperti Asam Lemak Bebas, Bilangan Iodine, Beta Karoten, Dobi, Bilangan Peroksida, Warna dan lain – lain dimana dari setiap parameter haruslah sesuai spesifikasi yang ditentukan ataupun yang disepakati sesuai kontrak perusahaan dan apabila bahan baku diluar spesifikasi parameter mutu maka bahan baku harus didaur ulang kembali untuk mendapatkan speksifikasi yang sesuai. Bedasarkan dari uraian tersebut maka penulis tertarik untuk menganalisa kadar Asam Lemak sebagai syarat tugas akhir D – 3 Kimia yang berjudul “Perbandingan Persentase kadar Parameter Mutu Asam Lemak Bebas Minyak Sawit Mentah Setelah Melalui Proses Pemurnian dan Pemisahan”
1.2. Permasalahan
Adapun yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah :
Berapakah perbandingan kadar persen Asam Lemak Bebas minyak sawit mentah setelah melalui proses pemurnian dan pemisahan apakah telah memenuhi standar PORAM ( Palm Oil Refiner Association Malaysia) atau tidak
1.3Pembatasan masalah
Penelitian ini dibatasi dengan hanya menentukan Persen kadar asam lemak bebas produk minyak sawit yang dihasilkan pada proses pemurniaan dan pemisahan.
1.4 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
memenuhi standar PORAM ( Palm Oil Refiner Association Malaysia) atau tidak
2. mengetahui pada tahap mana penurunan asam lemak bebas terbanyak terjadi dalam proses pemurnian dan pemisahan
1.5Manfaat
1. Memberi wawasan terhadap hasil perbandingan persentase kadar asam lemak bebas minyak sawit mentah terhadap beberapa produk yang dihasilkan dalam proses pemurnian dan pemisahan.
2. Memberi wawasan dalam dalam analisa Asam Lemak Bebas pada miyak sawit
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1Sejarah Minyak Kelapa Sawit
Tanaman Kelapa Sawit ( Elaesis Guineesis Jacq) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Didatangkan ke indonesia oleh pemerintah hindia belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam ditepi – tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke – 19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit bedasarkan tumbuhan seleksi dari bogor dan Deli, maka dikenalilah jenis sawit “Deli Dura”.
Pada tahun 1911, kelapa sawit dimulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang belgia, yang lalu ditakuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama kali berlokasi di Pantai timur Sumatea Utara ( Deli ) dan Aceh
pada tahun 1948 / 1949. Padahal pada tahun 1940 indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.
Setelah belanda dan jepang meninggalkan indonesia, pada tahun 1957, pemerintah mengambil alih perkebunan dengan alasan politik dan keamanan. Pemerintah menempatkan perwira – perwira militer di setiap jenjang manajemen perkebunan yang bertujuan mengamankan jalannya produksi. Pemerintah juga membentuk BUMIL ( buruh militer) yang merupakan wadah kerja sama antara buruh perkebunan dengan militer. Perubahan manajemen dalam perkebunan dan kondisi sosial politik serta keamanan dalam negri yang tidak , menyebabkan produksi kelapa sawit mengalami penurunan. Pada periode tersebut posisi indonesia sebagai pemasok minyak sawit dunia terbesar tergeser oleh malaysia.
2.2 Minyak Sawit Mentah ( CPO )
Minyak Sawit Mentah atau sering dikenal dengan istilah CPO ( Crude Palm Oil) adalah minyak yang diproleh dari ekstraksi. Untuk mendapatkan produk – produk akhir minyak tesebut, diperlukan teknologi proses – proses rafinasi dan fraksinasi. Dengan proses fraksinasi akan diproleh Olein dan Stearin yang dapat menambah diservisifikasi produk minyak sawit (Seto,S 2001). Menurut perkiraan, kurang lebih 90 % dari produk minyak sawit dunia dipergunakan sebagai bahan pangan. Melihat jumlah yang cukup besar terssebut, tak mengherankan jika produsen minyak nabati yang lain tersaingi. Minyak sawit dipergunakan sebagai produk pangan yang biasanya dihasilkan melalui proses fraksinasi, rafinasi dan hidrogenasi. CPO indonesia sebagian besar di fraksinasi sehingga dihasilkan fraksi Olein dan fraksi Stearin padat. Frasksi olein itulah yang dimanfaatkan sebagai minyak goreng.
Tabel 2.1 Analisis Giji minyak kelapa sawit, kelapa, kacang tanah dan wijen
Zat Makanan Minyak kelapa sawit
Minyak kelapa
Minyak kacang tanah
Minyak wijen
Kalori 900 886 900 900
Air (g) 0 0 0 0
Protein (g) 0 1 0 0
Lemak (g) 100 98 100 100
Karbohidrat(g) 0 0 0 0
Mineral 0 1 0 0
Kalsium 0 3 0 0
Fosfor 0 0 0 0
Besi 0 0 0 0
Vitamin A ( SI) 60.000 0 0 0
Vitamin B1 (mg) 0 0 0 0
Vitamin C ( mg) 0 0 0 0
( Mangoensoekarjo, S. 2008)
2.3Minyak dan Lemak
Lemak dan minyak dalam pengelolahan makanan berfungsi sebagai media penghantar panas sewaktu menggoreng makanan, kemudian sebagai bahan untuk memperbaiki tekstur dan cita rasa makanan. Lemak ditambahkan pada pembuatan kue, misalnya akan memperbaiki tekstur kue itu disamping cita rasa nya menjadi lebih lezat serta sebagai penambah kandungan energi dalam makanan.( Oenzil, FG.1995 ). Lemak dan minyak sebagai bahan pangan dibagi menjadi dua golongan yaitu 1. Lemak yang siap dikomsumsi tanpa dimasak
(edible fat comsumed uncooked) misalnya mentega, margarin, serta lemak yang digunakan dalam kembang gula, 2. Lemak yang siap dimasak bersama bahan pangan, atau dijadikan sebagai medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan misalnya minyak goreng, shorthening, dan lemak Babi. Kadang - kadang untuk tujuan ini dapat juga digunakan mentega dan margarin. Lemak atau minyak yang ditambahkan ke dalam bahan pangan perlu memenuhi persyaratan atau sifat – sifat tertentu. Sebagi contoh ialah persyaratan dan sifat – sifat lemak yang digunakan untuk pembuatan mentega atau margarin berbeda dengan persyaratan minyak yang dijadikan shorthening, minyak goreng atau lemak yang digunakan untuk pembuatan kembang gula.
Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber dan pelarut bagi vitamin – vitamin A, D, E dan K.
Proses kerusakan lemak berlangsung sejak pengolahan sampai siap dikomsumsi. Terjadinya peristiwa ketengikan ( rancidity ) tidak hanya terbatas pada bahan pangan berkadar lemak tinggi , tetapi juga dapat terjadi pada bahan pangan berkadar lemak rendah. Sebagai contoh, biskuit yang terbuat dari tepung gandum tanpa penambahan mentega putih ( shorthening) akan menghasilkan bau yang tidak enak pada penyimpanan jangka panjang disebabkan ketengikan oleh oksidasi padahal kadar lemaknya lebih kecil dari 1 persen. Contoh pangan berlemak yang kerusakan mutu cita rasanya terutama disebabkan oleh lemak yang terdapat di dalamnya, antara lain bahan pangan yang mengandung minyak nabati , lemak hewani, mentega putih, minyak goreng, minyak salad dan dressing, obat – obatan yang mengandung minyak ikan, biskuits dan pastris, tepung dari biji – bijian, susu, lemak susu, karamel, keripik kentang, ikan asin yang dibekukan. Disamping kegunaanya sebagai bahan pangan, lemak dan minyak berfungsi sebagai bahan pembuat sabun, bahan pelumas, sebagai obat – obatan, sebagai mengkilap cat. Produksi dunia dari minyak dan lemak pada tahun 1976 diperkirakan sekitar 47,9 juta ton, dan kira – kira 2,2 juta ton atau 5 persen lebih tinggi daripada produksi dunia pada tahun 1975.( Ketaren.S, 2005)
2.3.1 Reaksi – Reaksi yang terjadi pada minyak dan Lemak
1. Reaksi Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisis, minyak atau lemak akan berubah menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa ini ini dapat menyebabkan di kerusakan minyak atau lemak dan ini dapat terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan dan bau tengik pada minyak tersebut.
O CH2 – O – C
R1CH2OH
O O O CH – O – C + 3HOH CH – OH + 3R – C – OH + 3R – C – OH R2
O CH2OH
CH2 – O – C
R3
Trigliserida Gliserol Asam Lemak
( Ketaren.S,1986 )
2. Reaksi Oksidasi
aldehid bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan Peroxida Value (PV) hanya indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik.
3. Reaksi Hidrogenasi
Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi Hidrogenasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan hidrogen dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan cara penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras tergantung pada derajat kejenuhanya. Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara molekul – molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh asam lemak yang tidak jenuh, yaitu pada ikatan rangkap, membentuk radikal kompleks antara hidrogen, nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan suatu tingkat kejenuhan yang lebih tinggi. Radikal assiam lemak dapat terus bereaksi dengan hidrogen, membentuk asam lemak yang jenuh.
4. Esterifikasi
kaproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap. (Ketaren,1986)
2.4Kandungan Asam Lemak Minyak Sawit
Asam lemak merupakan senyawa pembangun berbagai lipida, termasuk lipida sederhana, fosfogliserida, glikolipida, ester kolestrol, lilin dan lain – lain. Telah diisolasi lebih dari 70 macam asam lemak dari berbagai sel dan jaringan. Semuanya berupa hidrokarbon dengan ujungnya berupa gugus karboksil. Rantai ini bisa jenuh atau bisa juga mengandung ikatan rangkap. Bahkan ada beberapa asam lemak yang mempunyai 2, 3, 4, 5, 6 ikatan rangkap. Perbedaanya sifat asam lemak justru terletak pada rantai serta jumlah dan posisi ikatan rangkapnya. Asam lemak yang terdapat pada hewan dan tumbuhan umumnya ialah asam lemak dengan jumlah atom karbon genap yaitu antara 14 – 22, sedangkan asam lemak yang banyak dijumpai mempunyai jumlah atom karbon sebanyak 16 dan 18 asam lemak jenuh. ( Girindra.A,1993 )
padat, sedangkan pada suhu yang sama minyak inti sawit berbentuk cair.( Tim Penulis.1997).
Berikut tabel kandungan asam lemak minyak sawit :
Tabel 2.2 Komposisi Beberapa Asam Lemak dalam tiga jenis Minyak Nabati
Asam Lemak Jumlah atom C Minyak Sawit Minyak inti Sawit
Sumber : Majalah Sasaran No.4.Tahun I.1986
2.5 Proses Pengolahan Minyak Sawit Mentah ( CPO )
mentah ( Crude Palm Oil ). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan kandungan air di dalam minyak. Untuk memproleh minyak yang bermutu baik, minyak dan lemak kasar ( CPO) ini harus dimurnikan kembali dari bahan – bahan atau kotoran yang terdapat didalamnya. (Tim Penulis.1997 )
adapun Proses pengolahan minyak sawit mentah pada intinya terjadi melalui 2 tahap yaitu Tahap pemurnian (Refenery) dan Tahap pemisahan (Fraksinasi)
2.5.1 Proses Pemurnian Minyak Sawit Mentah ( Refenery )
tahapan pemurnian. Tujuan utama qpemurnian minyak sawit adalah merubah minyak sawit kasar menjadi minyak sawit yang berkualitas secara efisien dengan membuangg kotoran – Kotoran yang tidak diinginkan sampai pada tingkat yang dapat diterima. Hal ini berarti juga bahwa kerugiaan pada komponen yang diinginkan diusahakan tetap minimal ( Iyung P.2006).
Tahapan pemurnian meliputi 4 Tahap antara lain Degumming, Netralisasi, Bleaching, dan Deodorization.
1. Degumming
Degumming merupakan Proses pemisahan getah atau lendir – lendir yang terdiri yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak. Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidraasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak kemudian disusul dengan proses pemusingan (sentrifusi). Caranya ialah dengan melakukan uap air panas ke dalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi sehingga bagian lendir terpisah dari air.
Pada waktu proses sentrifusi berlangsung, ditambahkan bahan kimia yang dapat menyerap air misalnya asam mineral pekat atau garam dapur (NaCL). Suhu minyak pada waktu proses sentrifusi berkisar antara 32 – 50 oC, dan pada suhu tersebut kekentalan minyak akan berkurang sehingga gum mudah terpisah dari minyak. Proses pemisahan gum perlu dilakukan sebelum proses netralisasi dengan alasan :
lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun (Soap Stock) dari minyak.
2. Netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dalam minyak, sehingga mengurangi rendemen trigliserida.
2. Netralisasi
Minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainya sehingga membentuk sabun ( Soap Stock). Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de – asidifkasi.
a. Netralisasi dengan Basa ( NaOH)
Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan dengan cara netralisasi lainya. Selain penggunaanya kaustik soda, membantu dalam mengurangi zat warna dazn kotoran yang berupah getah dan lendir dalam minyak. Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut :
O O
R – C + NaOH R – C + H2O
OH ONa
Asam lemak bebas sabun air
protein, resin dan suspensi dalam minyak yang tidak dapat hilangkan dengan proses pemisahan gum. Komponen dalam minyak berupa sterol, klorofil, Vitamin E dan karotenoid hanya sebagian kecil dapat dikurangi dengan proses netralisasi. Netralisasi menggunakan kaustik soda akan menyabunkan sejumlah kecil trigliserida. Molekul mono dan dan digliserida lebih mudah bereaksi dengan persenyawaan alkali. Reaksi penyabunan mono dan digliserida dalam minyak terjadi sebagai berikut :
O
CH2– O – C – R1 CH2 - OH O
CH ( OH) + NaOH CH (OH) + R1– C
CH2OH CH2 - OH ONa
Monogliserida gliserol Sabun
O CH2– O – C – R1
O CH2 - OH O CH – O - C – R2 + 2NaOH CH (OH) + R1 – C
CH2OH CH2 - OH ONa
O
R2 – C
ONa Digliserida gliserol sabun
dinyatakan dalam refining faktor, yaitu perbandingan antara kehilangan total karena netralisasi dan jumlah asam lemak bebas dalam lemak kasar. Sebagai contoh ialah netralisasi minyak kasar yang mengandung 3 persen asam lemak bebas, menghasilkan minyak netral dengan rendemen sebesar 94 persen, maka akan mengalami kehilangan total sebesar 94 – 100 persen .
Refining faktor = kehilangan total (%)
asam lemak bebas dalam minyak (%)
Makin kecil nilai refining factor maka efisiensi netralisasi makin tinggi. Pemakaian larutan kaustik soda dengan konsentrasi tinggi, akan bereaksi sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih konsentrasi dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam lemak bebas dalam minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan rendemen yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik.
b. Netralisasi dengan Natrium Karbonat ( Na2CO3)
Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah karena trigliserida tidak ikut tersabunkan, sehingga nilai refining faktor dapat diperkecil. Suatu kelemahan dari pemakaian senyawa ini adalah karena sabun yang terbentuk sukar dipisahkan. Hal ini disebabkan karena CO2yang dibebaskan dari karbonat
netralisasi minyak menggunakan natrium karbonat dilakukan dibawah suhu 50oC, sehingga seluruh asam lemak bebas yang bereaksi dengan natrium karbonat akan membentuk sabun dan asam karbonat, dengan reaksi sebagai berikut :
O O R - C + Na2CO3R – C + H2CO3
OH ONa
Asam lemak bebas sabun asam karbonat
Pada pemanasan asam karbonat yang terbentuk akan terurai menjadi gas CO2 dan H2O. Gas CO2yang dibebaskan akan membentuk busa dalam sabun yang
terbentuk dan mengapungkan partikel sabun diatas permukaan minyak. Gas tersebut dapat dihilangkan dengan cara mengalirkan uap panas atau dengan cara menurunkan tekanan udara diatas permukaan minyak dengan pompa vakum. Keuntungan netralisasi menggunakan natrium karbonat adalah sabun yang terbentuk bersifat pekat dan mudah dipisahkan, serta dapat dipakai langsung untuk pembuatan sabun bermutu baik. Kelemahanya adalah karena cara tersebut sukar dilaksanakan dalam praktek, dan disamping itu untuk minyak semi drying oil seperti yang minyak kedelai, sabun yang terbentuk sukar disaring karena adanya busa yang disebabkan oleh gas CO2.
c. Netralisasi minyak dalam bentuk miscella
sesuai dengan titik didih pelarut. Sabun yang terbentuk dapat dipisahkan dengan menambahkan garam sedangkan minyak netral dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan.
d. Netralisasi dengan Etanol Amin dan Amonia
Etanol amin dan amonia dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak bebas. Pada proses ini asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa penyabunan trigliserida, sedangkan amonia yang digunakan dapat diproleh kembali dari Soap stock dengan caara penyulingan dalam ruangan vakum.
Tekanan vakum NH3 Sabun ( Soap stock)
Asam lemak bebas
e. Netralisasi dengan cara penyulingan
Proses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah proses penguapan asam lemak bebas, langsung dari minyak tanpa mereaksikan dengan larutan basa, sehingga asam lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling terlebih dahulu dipanaskan dalam alat penukar kalor. Selanjutnya minyak tersebut dialirkan secara kontinu kedalam alat penyuling, dengan letak horizontal.
f. Netralisasi dengan pelarut organik
tidak larut dalam piridine, sedangkan asam lemak bebas tetap larut sempurna. Minyak dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara dekantasi, sedangkan pelarut dipisahkan dari asam lemak bebas dengan cara penyulingan. Dengan menggunakan alkohol sebagai pelarut, maka kelarutan trigliserida dalam alkohol akan bertambah besar dengan bertambahnya kadar asam lemak bebas, sehingga pemisahan antara asam lemak bebas dari trigliserida lebih sukar dilakukan.
(Ketaren,S.2005)
3. Pemucatan (Bleaching)
meyerap sabun, ion logam, penyebab oksidasi , menguraikan peroksida, mengurangi warna dan menyerap senyawa minor. (Iyung P,2006)
4. Deodorisasi
Dedorisasi adalah suatu tahap proses pemurniaan minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum. Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang digunakan untuk bahan pangan. Beberapa jenis minyak yang baru di ekstrak mengandung flavor yang baik untuk tujuan bahan pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi misalnya lemak susu, lemak cokelat, dan minyak olive. Dalam penggunaan minyak dan lemak diperusahaan pembuatan margarine dibutuhkan minyak dan lemak yang tidak mempunyai rasa dan bau. Oleh karena itu sering perlu dilakukan penghilangan bau dan cita rasa yang ada. Penghilangan dengan uap sangat banyak digunakan, yaitu perlakuan minyak atau lemak dengan uap akan menguapkan bahan – bahan pembentuk cita rasa dan bau dari lemak bersama – sama dengan uap.(Buckle, 1987)
temperatur tinggi secara thermal merusak pigmen karotenoid. Manfaat pemberian uap langsung menjamin pembuangan sisa asam lemak bebas, aldehida dan keton yang bertanggung jawab terhadap bau dan aroma yang tidak diinginkan. Berat molekul yang lebih rendah dari asam lemak yang menguap akan naik kedalam kolom dan disedot kedalam sistem vakum. Dan kemudian asam lemak akan didinginkan dan dimasukan kedalam tangki timbun dengan temperatur 60 – 80 oC sebagai PFAD ( Palm Fatty Acid Distillate) yang merupakan produk samping dari proses penghilangan ALB.
Setelah proses deodorisasi sempurna, minyak harus cepat didinginkan dengan mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak turun menjadi lebih kurang 84 oC dan selanjutnya ketel dibuka dan minyak dikeluarkan dari ketel. Asam lemak bebas yang dapat menguap dan peroksida akan berkurarang dan jumlah yang tertinggal lebih kurang 0,015 - 0,030 persen. Fraksi tidak tersabunkan yang terdiri dari klorofil, vitamin E, hidrokarbon ( terutama squelene dan sterol) akan berkurang sebanyak kira – kira 60 persen dari jumlah fraksi tidak tersabunkan. Produk akhir dari dari deodorizer yaitu RBDPO. Kemudian RBDPO disaring melalui saringan pengendapan lain untuk menghasilkan minyak yang lebih murni. Setelah itu RBDPO akan dialirkan melalui pendingin RBDPO dan PHE untuk memindahkan panasnya MKS yang baru masuk pretreatment. RBDPO kemudian dipompa ke tangki timbun dengan temperatur 50 – 80 oC .
2.5.2 Proses pemisahan minyak sawit mentah ( fraksinasi )
padat (stearin) dan fraksi cair (Olein). Fraksinasi bertujuan untuk memisahkan fraksi stearin dan olein bedasarkan titik leleh kedua fraksi tersebut. Berikut tabel yang menunjukan titik leleh dari beberapa asam lemak yang terkandung dalam minyak
Tabel 2.3 Titik leleh dari asam lemak
Asam Lemak Titik Leleh (oC)
Proses ini dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama proses kristalisasi dengan cara mengatur suhu dan tahap kedua yaitu pemisahan fraksi cair dan padat. Menurut Choo et al., (1989), fraksinasi minyak kelapa sawit dapat menghasilkan olein sebesar 70 – 80 persen dan stearin 20 – 30 persen. Olein merupakan triasigliserol yang bertitik cair rendah dan mengandung asam oleat dengan kadar yang lebih tinggi dibandingkan dengan stearin. Olein dan stearin mempunyai komposisi asam lemak yang berbeda. Kandungan karotenoid dalam fraksi olein dapat meningkat 10 – 20 persen. (Hamilton, 1995).
Pemisahan olein dan stearin dalam minyak sawit cukup sulit karena minyak memiliki viskositas yang tinggi. Metode yang biasa digunakan dalam proses pemisahan stearin dan olein yaitu dry fractination ( fraksinasi kering ) ,
lanza fractionation ( fraksinasi deterjen ) dan solvent fracktination ( fraksinasi
Menurut moran dan rajah(1994), fraksinasi kering (dry fractionation)biasa dilakukan secara semi kontinyu pada minyak yang dimurnikan. Proses ini tidak membutuhkan bahan kimia tetapi minyak dihomogenkan pada suhu 70oC sehingga kemungkinan akan terjadi kerusakan karotenoid. Fraksinasi kering bisanya menghasilkan olein sebanyak 70 – 75 persen.
Lanza fractination ( fraksinasi deterjen) biasanya dilakukan pada minyak
sawit kasar. Minyak didinginkan pada crystalizer ( pengkristal) dengan pendingin air untuk mendapatkan kristal dan gliserida dengan titik leleh tinggi. Ketika suhu yang diinginkan tercapai, masa yang mengkristal dicampur dengan larutan deterjen yang mengandung 0,5 persen natrium laurel sulfat dan MgSO4 sebagai elektrolit. Pemisahan berlangsung dalam suspensi cair. Kemudiaan dilakukan sentrifugasi agar fraksi olein dan stearin terpisah. Fraksi olein kemudian dicuci dengan air panas untuk menghilangkan sisa deterjen lalu dikeringkan dengan vacum dryer ( pengering vakum). Olein yang diproleh mencapai 80 persen (Moran dan Rajah, 1994).
bedasarkan titik cairnya (Moran dan Rajah,1994). Pada saat penurunan suhu, fraksi stearin yang memiliki titik leleh tinggi (48 – 50oC) lebih mudah membeku, sedangkan fraksi olein yang memiliki titik leleh rendah (18 – 20 oC) tetap berbentuk cair dan sebagian besar karotenoid yang larut minyak ikut terlarut kedalam fraksi olein ( gunstone dan noris, 1983 ). Fraksi olein bewarna merah sedangkan fraksi stearin bewarna kuning pucat. Warna merah pada olein disebabkan kandungan karotenoid yang terlarut di dalamnya sedangkan fraksi stearin hanya sedikit mengandung karotenoid.
2.6 Standar Mutu Minyak sawit
TABEL 2.4 PORAM ( Palm Oil Refiner Association Malaysia) Standart Spesification FFA for Processed Palm Oil
FFA ( Free Faty Acid) Crude Palm Oil (CPO)
Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO)
Palm Fatty Acid Distilate (PFAD)
Refined Bleached Deodorized Palm Olein (RBDPOL)
Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPST)
5,0% max 0,1% max
70% min. 0,1% max
0,2 % max
Kebutuhan minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan non pangan masing – masing berbeda. Oleh karena itu keaslian , kemurniaan, maupun higienisnya yang harus diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor . faktor - faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pasca panen, atau kesalahan selama pemrosesan. (Tim penulis, 1997)
2.7 Parameter mutu minyak sawit
Ada beberapa parameter mutu yang mempengaruhi kualitas mutu dari minyak sawit antara lain sebagai berikut :
Asam lemak bebas dalam kosentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan . tingginya asam lemak bebas mengakibatkan rendemen minyak turun, untuk itulah perlu dilakukan usaha pencegahan terbentuknya ALB dalam minyak sawit.
Kenaikan kadar ALB dimulai ditentukan mulai saat tandan dipanen dan diolah di pabrik. Kenaikan ALB disebabkan oleh adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit adalah Gliserol dan ALB dimana reaksi ini dapat dipercepat dengan adanya faktor panas, air, keasaman, dan katalis. Semakin lama reaksi ini berlangsung maka akan semakin banyak ALB yang terbentuk (satyawibawa, 1992)
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan kadar asam lemak bebas
a. Pemanenan buah yang tidak tepat waktu
b. Keterlambatan dalam pengumpulan dan pengangkutan buah c. Pemupukan buah yang terlalu lama
d. Proses hidrolisa selama pemrosesan pabrik
Berikut reaksi terbentuknya asam lemak bebas pada minyak dalam reaksi hidrolisis :
O CH2 – O – C
R1CH2OH
O O O CH – O – C + 3HOH CH – OH + 3R – C – OH + 3R – C – OH R2
O CH2OH
CH2 – O – C
R3
Dengan tingginya kadar ALB jelas dapat mempengaruhi kualitas dari minyak sawit antara lain :
1.Meningkatkan kadar kolestrol dalam darah
Pada dasarnya minyak kelapa sawit terdiri dari sejumlah besar asam lemak tidak jenuh yang mengandung fitosterol. Asam lemak bebas dalam minyak kelapa sawit dihitung sebagai asam Palmitat yang merupakan asam lemak jenuh yang mengandung kolestrol. Semakin besar kadar ALB yang terdapat dalam minyak kelapa sawit maka akan semakin besar pula kolestrol didalamnya, sehingga dapat jenis meningkatkan kadar kolestrol didalam darah. Jenis minyak yang mengandung asam lemak jenuh dalam kosentrasi yang tinggi dapat menimbukan gangguan kesehatan , terutama gejala penebalan pembuluh darah arteri dan pengentalan darah dalam pembuluh darah (Satyawibawa, 1992)
2. Menimbulkan ketengikan minyak sawit
mengandung asam lemak yang tidak dapat menguap, dengan jumlah atom C lebih besar dari 14.
Asam lemak bebas yang dapat menguap, dengan jumlah atom karbon C4, C6, C8, dan C10, menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak dalam bahan pangan yang berlemak. Asam lemak ini pada umunya terdapat dalam lemak susu dan minyak nabati misalnya minyak inti sawit. Asam lemak juga dapat mengakibatkan karat dan warna gelap jika lemak dipanaskan dalam besi
(Ketaren, 1986)
Besarnya kandungan asam lemak bebas dinyatakan dengan bilangan Asam dimana Bilangan asam adalah ukuran dari dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung bedasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran dari asam lemak berikut perhitungan kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak atau lemak :
%FFA = V.titrasi N NaOH (BM /10)
Berat Sampel
Dimana : BM CPO dan Turunanya 256 (Asam Palmitat) BM PKO Dan Turunanya 200 (Asam Laurat)
Sumber: AOCS ca5a - 40
2.Bilangan peroksida
.Bilangan peroksida adalah sebuah indeks dari sejumlash lemak atau minyak yang sudah mengalami oksidasi. Bilangan peroksida bermanfaat untuk menentukan kualitas lemak atau minyak setelah proses dan penyimpanan. Ketika lemak dan minyak dan lemak disimpan, minyak dan lemak akan mengalsami perubahan yang mana mempengaruhi nilai jualnya. Telah diketahui selama banyak tahun lemak dan minyak secara lambat menagkap oksigen selama periode waktu minyak akan berubah menjadi tengik ( Meyer L.H, 1973). Proses oksidasi yang intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna . keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak sawit semakin menurun. Dari anka oksidasi ini dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga dapat pula dilihat kemampuan minyak sawit untuk menghasilakan barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lebih lama (Tim Penulis , 1997)
3. Bilangan Iodine
Bilangan Iodine = (V B−Vsp )N nat .tio x 12.69
gr Sampel
Dimana VB : Volume Blanko
Vsp : Volume N2S2O3 terpakai
N nat.tio : Normalitas N2S2O3
sumber :
4. Dobi
Selain analisa dari FFA , M & I sendiri tidak cukup untuk mewakili kualitas CPO. Memasukkan DOBI dalam analisa memberikan sebuah indikasi baik bagi proses pengolahan CPO dari estate ke akhir pengolahan ( mill ) sampai ke refineri. DOBI adalah perbandingan numerik dari spectrophotometric penyerapan 446 nm dengan 269 nm. Metode ini pertama kali dilakukan oleh Dr. P.A.T. Swoboda dari Palm Oil Research Institute of Malaysia ( Sekarang menjadi Malaysian Palm Oil Board). Metodenya adalah melarutkan palm oil ke dalam hexane dan kemudian ditentukan penyerapannya dengan menggunakan spectrophotometer. Penyebab utama sehingga DOBI rendah adalah :
1. Tingginya persentase buah berwarna hitam ( kurang matang ) dan terlalu matang
2. Tertundanya proses pengolahan, terutama pada saat musim hujan dan efeknya tertundanya pengangkutan buah sawit ke pabrik, sehingga mengakibatkan restan di kebun
3. Kontaminasi CPO dengan kondensate rebusan
4. Kontaminasi CPO dengan jeleknya oksidasi di oil sludge
5. Waktu perebusan buah yang panjang dan suhu tinggi
6. Pemanasan CPO lebih ( > 55 oC ) di storage tank dengan waktu yang panjang
tertundanya proses pengolahan (buah restan), Tingginya temperatur crude oil pada Station Klarifikasi.
7. Tandan buah warna hitam sebelah kiri mempunyai minyak dengan DOBI yang sangat rendah.
8. Tandan buah ditengah mempunyai minyak dengan DOBI yang sangat tinggi.
9. Minyak yang diambil dari buah hitam mempunyai DOBI < 1,5, sedangkan tandan buah dengan kematangan yang tinggi mempunyai DOBI > 3,5.
Berikut perhitungan dobi yaitu
Dobi = ���� 446
���� 269
dimana���� 446 : besar absorbsi pada panjang gelombang 446
���� 269 : besar absorbsi pada panjang gelombang 269
sumber :
Dobi yang tinggi akan membuat lebih baik harga jual CPO di pasaran domestik dan internasional. Disamping itu pula menunjukkan proses pengolahan dari kebun – pabrik – refineri berlangsung dengan baik. Adanya sinergi ini menunjukkan kualitas tim kerja dari kebun – pabrik – refineri terjaga dengan baik. Dan ke semuanya bermuara pada nilai jual perusahaan sebagai perusahaan yang mengedepankan kualitas standar internasional.
5.β – karoten
β – karoten sering disebut anti xerophtalmia karena defisiensi β – karoten
kanker, mencegah proses penuaan diri, meningkatkan imunitas tubuh, dan mengurangi terjadinya peenyakit degenerative. ( Muhilal,1991 ) tubuh manusia
mempunyai kemampuan mengubah sejumlah besar β – karoten menjadi Vitamin
A (Retinal ), sehingga β – karoten ini disebut provitamin A yang dibuat secara sintetis. Pendekatan yang terbaik untuk mencesigah defisiensi Vitamin A adalah
dengan menghimbau agar suplementasi β – karoten dosis tinggi dilakukan pada diet Intake inarno, 1997)
β – karoten
=
383 ���� � 446�� ������
�
0.25
dimana���� 446 : besar absorbsi pada panjang gelombang 446
2.8Titrasi Alkalimetri
Alkalimetri merupakan cara penetralan jumlah basa terlarut atau kosentrasi larutan basa melalui titrimetri. Metode alkalimetri merupakan reaksi penetralan asam dengan basa. Titrasi asam basa menetapkan beraneka ragam zat yang bersifat asam dengan basa, baik organik maupun anorganik. Banyaknya contoh dalam analitiknya dapat diubah secara kimia menjadi asam atau basa dan kemudian ditetapkan dengan titrasi (Underwood, 2002)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 MetodeTitrasi alkalimetri AOCS ca5a - 40
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
- Beaker Glass 100 ml
- Gelas Ukur 100 ml Buret Digital
- Erlenmeyer 250 ml
- Hot Plate
- Neraca analitik
- Sendok spatula 3.2.2 Bahan
- NaOH 0,1074
- NaOH 0,0216
- Indikator PP 1 %
- Sampel : CPO, RBDPO, PFAD, RBDPOL,RBDPST
- Isopropil alkohol
3.3 Prosedur
3.3.1 Kadar Asam Lemak Bebas
- Ditimbang sampel dengan teliti
CPO : 7,05 gr RBDPST : 28,2 gr RBDPO : 28,2 gr RBDPOL : 28,2 PFAD : 3,525 gr
- Dipanaskan sampel hingga mencair pada hot plate
- Dimasukan 50 ml alkohol netral kedalam erlenmeyer 250 ml
- Dihomogenkan
- Ditambahkan 3 tetes indikator PP 1 %
- Dititrasi dengan larutan NaOH
CPO : NaOH 0,1074 N RBDPST : NaOH 0,0216 N
RBDPO : NaOH 0,0216 N RBDPOL : NaOH 0,0216 N
PFAD : NaOH 0,1074 N
- Dicatat volume NaOH yang terpakai
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Tabel 4.1.1 Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Pada CPO (Crude Palm Oil )
Tabel 4.1.2 Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Pada RBDPO (Refined Bleached deodorized Palm Oil )
Tabel 4.1.3 Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Pada PFAD (Palm Fatty Acid Distilate )
No Hari Ke Berat
Tabel 4.1.2 Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Pada RBDPOL (Refined Bleached deodorized Palm Olein )
No Hari Ke Berat
Tabel 4.1.2 Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Pada RBDPST (Refined Bleached deodorized Palm Stearin )
4.2 Perhitungan
%FFA = �.������� ����� (��/10)
����� ������
Dimana : BM CPO dan Turunanya 256 (Asam Palmitat) BM PKO Dan Turunanya 200 (Asam Laurat)
A.Untuk Sampel CPO CPO hari I
%FFA = 10,97 � 0.1074 (256/10)
5.027,05
= 4,28 CPO hari ke II
% FFA = 11,78 � 0.1074 (256/10)
7,12
= 4,55
CPO hari ke III
% FFA = 10,99 � 0.1074 (256/10)
7,08
= 4,27
CPO hari ke IV % FFA =
10,77 � 0.1074 �256 10� 7,15
= 3.08
CPO hari ke V
% FFA = 9,96 � 0.1074 (256/10)
7,13
% FFA = 2,76 � 0.0216 (256/10)
rata – rata = 4,28+4,55+4,27+4,14+3,84
5
= 4,216
rata – rata = 0,044+0,055+0,045+0,052+0,054
5
= 0,050 c.Untuk PFAD
rata – rata = 89,25+93,74+90,28+ 92,59,052+92,84
5
= 91,74 d.Untuk RBDPOL
rata – rata = 0,047+0,057+0,057+0,055+0,054
5
= 0,054 e.Untuk RBDPST
rata – rata = 0,040+0,043+0,042+0,041+0,042
5
= 0,0416 G.Perbandingan Persentase
% CPO : % RBDPO : % PFAD : % RBDOL : % RBDPST 4,216 : 0,050 : 91,74 : 0,054 : 0,0416 = 40 : 1 : 920 : 1 : 1
4.3 Pembahasan
Dari hasil penelitian diproleh perbandingan persen kadar asam lemak bebas pada beberapa hasil produk dari proses pemurnian (Refenery) dan Pemisahan minyak (Fraksinasi) pada minyak sawit mentah yaitu CPO ( Crude Palm Oil ) 4,216 %, RBDPO ( Refined Bleached Deodorized Palm Oil) 0,05 %, RBDPOL (Refined Bleached Palm Olein) 91,74 %, RBDPST (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin ) 0,0416 % dengan perbandingan masing – masing 40 : 1 : 920 : 1 : 1
Grafik 4.2 Hasil Analisa Kadar Asam Lemak Bebas Pada produk Minyak Sawit dalam prosess refenery
Grafik 4.2.2 Hasil analisa Kadar Asam lemak Bebas Pada Produk Hasil Fraksinasi
Dari kedua grafik dapat dilihat bahwa penurunan Kadar Asam Lemak Bebas terbesar terjadi pada proses refenery pada produk RBDPO ( Refined
BleachedDeodorized Palm Oil ) ini diproleh karena produk RBDPO diproleh
setelah melewati proses Netralisasi dimana proses Netralisasi merupakan Proses penghilangan sejumlah Asam Lemak Bebas Minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainya sehingga membentuk sabun (Ketaren.S, 2005)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari penelitian yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Perbandingan kadar persentase Asam lemak bebas pada minyak sawit terhadap beberapa produk yang dihasilkan dalam proses pemurnian (Refinery) dan frakinasi adalah CPO ( Crude Palm Oil ) 4,216 %, RBDPO ( Refined Bleached Deodorized Palm Oil) 0,05 %, PFAD ( Palm
Fatty Acid Distillate ) 91,74 %, RBDPOL (Refined Bleached Palm Olein )
0,054 % RBDPST (Refined Bleached Deodorized Palm Stearin ) 0,0416 % dengan perbandingan masing – masing 40 : 1 : 920 : 1 : 1 bedasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa produk – produk yang dihasilkan PT. Smart Tbk telah memenuhi standar PORAM ( Palm Oil Refiner Association
Malaysia )
2. RBDPO ( Refined Bleached Deodorized Palm Oil) merupakan produk yang dihasilkan setelah melewati proses netralisasi dimana pada tahap ini terjadi penurunan asam lemak bebas secara drastis karena netralisasi merupakan suatu tahapan Proses penghilangan sejumlah Asam Lemak Bebas Minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainya sehingga membentuk sabun
5.2SARAN
1. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dilakukan analisa untuk parameter minyak sawit yang lain seperti bilangan peroksida, betakaroten, dobi, bilangan iodin dan lain – lain.
2. Diharapkan dapat menggunakan perbandingan spesifikasi parameter mutu lain sebagai perbandingan.
3. Diharapkan lebih teliti dalam melakukan titrasi alkalimetri agar diproleh hasil yang maksimal
Buckle, K.A. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia.
Choo et al.1989. Palm Oil Carotenoid. Chemistry and technology. Proc. Of Int. Plm Oil Cont. Porim, Kuala Lumpur.
Girindra, A. 1993. Biokimia I. Jakarta : PT Gramedia.
Hamilton, R. I. 1995. Development in Oil and Fats. New york : Chapman and hall.
Mangoensoekarjo, S. 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Meyer, L. H. 1973. Food Chemistry. New Delhi : Affilited East – West Press. Moran, D.P.J and Rajah, K.K. 1994. Fat in Foods Product. New york : Chapmann
and Hall.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan Kedua. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Oenzil, F. 1995. Ilmu Giji, Pencemaran, Penyerapan, dan detoksikasi zat giji. jakarta
Penulis, T.1997. Kelapa Sawit. Jakarta : Penebar Swadaya. Rivai, 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI – Press.
Satyawibawa, I. 1992. Kelapa Sawit Usaha Budidaya. Cetakan Keempat. Jakarta: Penebar Swadaya
Seto, S. 2001. Pangan dan Giji. Bogor : Institute Pertanian Bogor.
Sudarmadji, S. 1996. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Cetakan Pertama. Edisi II. Yogyakarta : Liberty.