• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Investigasi Kelompok Terhadap Kemampuan Penalaran Matematika Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Investigasi Kelompok Terhadap Kemampuan Penalaran Matematika Siswa"

Copied!
197
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Azi Brahmastha

NIM: 109017000067

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk menganalisis perbedaan kemampuan penalaran matematika siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif investigasi kelompok dan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Bae Kudus Jawa Tengah pada tahun ajaran 2013/2014 dengan metode penelitian kuasi eksperimen dengan posttest only control group design. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh indikator kemampuan penalaran matematika tertinggi pada kelas eksperimen adalah kemampuan penalaran menganalisis situasi matematika rata-rata kemampuan menganalisis matematika pada kelas eksperimen adalah 2,80 sedangkan pada kelas kontrol adalah 2,59. Dan hasil pengujian hipotesis diperoleh thitung = 3,22 dan ttabel = 1,67 maka thitung > ttabel. Disimpulkan bahwa kemampuan penalaran matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif investigasi kelompok lebih tinggi dibandingkan kemampuan penalaran matematika siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional.

(6)

ii

Learning Model of Group Investigation toward Students’ Ability in Math Reasoning. (A Quasi Experiment in SMAN 1 Bae Kudus Jawa Tengah)

The aim of this research is to analyze the difference of students’ ability in math reasoning between the ones that are taught with a cooperative learning model of group investigation by using problems and the ones that are taught with conventional learning. This reserach was done in SMAN 1 Bae Kudus Jawa Tengah year 2013/2014 by using quasi experiement research method with posttest only control group design. Based on the reseach result, the highest indicator of ability in math reasoning in experiment class was the ability of reasoning in analyzing math situation. The average ability in math analyzing in experiment class was 2.80, as for control class, it is 2.59. The hypothesis test result was gained tobserve=3.22 and ttable=1.67, therefore it is gained that tobserve>ttable. It can

be concluded that students’ ability in math reasoning which its learning used the cooperative learning model of group investigation used a higher problem compared to the students’ ability in math reasoning which its learning used conventional learning.

(7)

iii

skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W. Penyelamat umat, pemberi syafaat.

Selama penulisan skripsi, penulis menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan penulis sangat terbatas. Namun, berkat dorongan serta masukan yang positf dari berbagai pihak sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu pennulis mengucapkan terima kepada:

1. Ibu Dr. Nurlena Rifa’i, Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Kadir, M. Pd., Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.

3. Bapak Abdul Muin S.Si., M.Pd., Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Otong Suhyanto, M.Si., Dosen Pembimbing Akademik Kelas B

angkatan 2009 Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta sebagai Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan, kesabaran, pengarahan, waktu, nasihat dan semangat dalam penulisan skripsi ini. 5. Ibu Dr. Gelar Dwirahayu, M.Pd, Dosen Pembimbing I yang selalu

memberikan bimbingan, kesabaran, pengarahan, waktu, nasihat dan semangat dalam penulisan skripsi ini.

(8)

iv

8. Bapak Kepala Sekolah SMA N 1 Bae Kudus Jawa Tengah, yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

9. Bapak Drs. Edi Djatmiko dan Bapak H. Sugihardjo M.Pd sebagai guru pamong di SMAN 1 Bae Kudus Jawa Tengah tempat penulis mengadakan penelitian yang telah memberikan bimbingan dan berbagai pengalaman. 10.Siswa dan siswi kelas XI SMA N 1 Bae, Khususnya Kelas XI-IPA 5 dan

XI-IPA-6 yang telah bekerja sama selama penulisan mengadakan peneltian. 11.Keluarga tercinta. Ayahanda Eko Priyono S.Pd dan Ibu yang paling saya sayangi Muryantin yang tak henti-hentinya mendoakan, memberikan suport, selalu memberikan semangat dalam pembuatan skripsi ini. Serta kakaku yang super bawel Radiya Wira Buwana S.Pd dan Bayu Purbosetyo yang mau direpotkan dalam segala hal, serta adik Nindiyo Kirono.

12.Dua sahabat yang super istimewa Aninda Nuzulia Hapsari (ijul) dan Ummu Aiman (maman) yang selalu mendukung dalam pembuatan skripsi sebagai cambuk semangat.

13.Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan ’09 Kelas A, B, dan C terutama Nurmalianis Cantik, Puji, Ega, Lina Marlina, Mbake Janul, Indah, Bunga, om Ilham yang selalu memberikan motivasi, memberikan bantuan, doa dan semangat selama penulisan skripsi ini. 14.Arhis Dwi Prabowo mahasiswa UMJ jurusan PGSD dan Mas Reza selaku

teman satu kost yang selalu membantu memberikan suport dan memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi. Dan mendukung dalam pembuatanya.

15.Om Dier, Pak Irsal, dan Pak Andri Pemberi motivasi dari Group 20D yang selalu memberi wejangan yang sangat berharga.

(9)

v

saran yang membangun dari berbagai pihak sangat dibutuhkan demi kesempurnaan penulis dimasa datang. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan bremanfaat bagi yang membacanya

Ciputat, Juli 2014

(10)

vi

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 8

C.Pembatasan Masalah ... 8

D.Perumusan Masalah... 8

E. Tujuan Penelitian... 9

F. Manfaat Penelitian... 9

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 11

A.Landasan Teori ... 11

1. Kemampuan Penalaran Matematika ... 11

2. Pembelajaran Kooperatif Investigasi Kelompok ... 19

3. Pembelajaran Konvesional ... 24

B.Hasil Penelitian Yang Relevan ... 27

C.Kerangka Berpikir ... 29

(11)

vii

D.Teknik Pengumpulan Data ... 34

E. Instrumen Penelitian ... 34

1. Validitas Instrumen ... 36

2. Uji Reliabilitas ... 37

3. Taraf Kesukaran ... 38

4. Pengujian Daya Pembeda ... 40

F. Teknik Analisis Data ... 42

a.Uji Normalitas ... 42

b. Uji Homogenitas ... 43

c. Uji Hipotesis ... 44

G.Hipotesis Statistik ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A.Deskripsi Data ... 48

1. Kemampuan Penalaran Matematika Siswa ... 49

a. Kelompok Eksperimen ... 49

b. Kelompok Kontrol ... 51

c. Perbandingan Kemampuan Penalaran Matematika Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 53

B.Analisis data ... 58

1. Uji Normalitas Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siswa... 58

a.Uji Normalitas Kelompok Eksperimen ... 59

b.Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 59

(12)

viii

Kontrol ... 63

2.Analisis Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siswa ... 70

E. Keterbatasan Penelitian ... 82

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

A.Kesimpulan... 83

B.Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(13)

ix

Tabel 3.2 Kisi-kisi Intstrumen Tes Kemampuan Penalaran

Matematika Siswa ... 35

Tabel 3.3 Rubrik Penilaian Penalaran Secara Umum ... 36

Tabel 3.4 Rekapitulasi Perhitungan Tryout Instrumen ... 41

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas Eksperimen... 49

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas Kontrol ... 51

Tabel 4.3 Perbandingan Kemampuan Penalaran Matematika Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 53

Tabel 4.4 Perbandingan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol Berdasar Indikator Penalaran ... 56

Tabel 4.5 Rangkuman Hasil Uji Normalitas ... 60

Tabel 4.6 Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ... 61

(14)

x

Gambar 4.1 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Siswa

Kelas Eksperimen ... 50

Gambar 4.2 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Siswa Kelas Kontrol... 52

Gambar 4.3 Grafik Perbedaan Kemampuan Penalaran Matematika siswa Antara Kelas Eksperimen dan Komtrol ... 55

Gambar 4.4 Skor Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 58

Gambar 4.5 Grafik Uji Perbedaan Penalaran Matematika Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol ... 62

Gambar 4.6 Peneliti Melakukan Identifikasi Awal Materi ... 64

Gambar 4.7 Siswa dalam Kelompok Menentukan Tugas Kerja ... 65

Gambar 4.8 Siswa dalam Kelompok Melakukan Investigasi ... 66

Gambar 4.9 Contoh Gambar Hasil Laporan Investigasi Siswa ... 67

Gambar 4.10 Salah Seorang Siswa Memberikan Hasil Investigasi ... 68

Gambar 4.11 Hasil Jawaban Indikator Pertama Pada Kelas Eksperimen ... 71

Gambar 4.12 Hasil Jawaban Indikator Pertama Pada Kelas Kontrol ... 72

Gambar 4.13 Hasil Jawaban Indikator Kedua Pada Kelas Eksperimen ... 73

Gambar 4.14 Hasil Jawaban Indikator Kedua Pada Kelas Kontrol ... 74

Gambar 4.15 Kesalahan Pertama Siswa Pada Soal Indikator Kedua ... 76

Gambar 4.16 Kesalahan Kedua Siswa Pada Soal Indikator Kedua ... 76

Gambar 4.17 Kesalahan Ketiga Siswa Pada Soal Indikator Kedua ... 77

Gambar 4.18 Kesalahan Keempat Siswa Pada Soal Indikator Kedua ... 77

Gambar 4.19 Hasil Jawaban Indikator Ketiga Pada Kelas Eksperimen ... 79

Gambar 4.20 Hasil Jawaban Indikator Ketiga Pada Kelas Kontrol ... 79

Gambar 4.21 Hasil Jawaban Indikator Keempat Pada Kelas Eksperimen ... 81

(15)

xi

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 110

Lampiran 4 Lembar Investigasi ... 124

Lampiran 5 Kisi-kisi Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siswa ... 138

Lampiran 6 Soal Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Pokok Bahasan Turunan Suatu Fungi ... 139

Lampiran 7 Kunci Jawaban Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Pokok Bahasan Turunan Suatu Fungsi .... 140

Lampiran 8 Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siswa ... 144

Lampiran 9 Perhitungan Uji Validitas Isi dengan Metode Pearson ... 145

Lampiran 10 Perhitungan Uji Reliabilitas ... 146

Lampiran 11 Hasil Uji Validitas Isi dan Reliabilitas Excel ... 147

Lampiran 12 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ... 148

Lampiran 13 Hasil Uji Taraf Kesukaran Menggunakan Software Excel ... 149

Lampiran 14 Perhitungan Uji Daya Pembeda ... 150

Lampiran 15 Hasil Uji Daya Pembeda Menggunakan Software Excel ... 151

Lampiran 16 Rekapitulasi Hasil Uji Instrumen ... 152

Lampiran 17 Daftar Kelompok Kelas Eksperimen ... 153

Lampiran 18 Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelompok Eksperimen ... 154

Lampiran 19 Hasil Tes Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelompok Kontrol ... 155

(16)

xii

Lampiran 22 Perhitungan Data Kemampuan Penalaran Matematika Siswa

Berdasarkan Indikator Penalaran ... 162

Lampiran 23 Uji Normalitas Hasil Post Test Kelompok Eksperimen ... 164

Lampiran 24 Uji Normalitas Hasil Post Test Kelompok Kontrol ... 165

Lampiran 25 Perhitungan Uji Homogenitas ... 166

Lampiran 26 Perhitungan Uji Hipotesis... 167

Lampiran 27 Rubrik Penilaian Kemampuan Penalaran ... 169

Lampiran 28 Tabel Nilai Koefisien Korelasi “r” Product Moment dari Pearson ... 170

Lampiran 29 Tabel Luas Di Bawah Kurva Normal ... 171

Lampiran 30 Tabel Nilai Kritis Distribusi F ... 172

Lampiran 31 Tabel Nilai Kritis Distribusi t ... 174

Lampiran 32 Uji Referensi ... 175

(17)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah disetiap jenjangnya. Pembelajaran Matematika dimulai dari pendidikan yang mendasar untuk anak yang memulai pembelajaran, dan juga diajarkan sebagai matakuliah yang wajib didapat setiap mahasiswa pada jenjang kuliah sebagai matakuliah wajib Matematika dasar. Berbeda dengan ilmu lainya, dalam pembelajaran Matematika, pengajarannya menggunakan beberapa bahasa Matematika yang tidak terdapat dipelajaran lain, seperti penggunaan tabel, grafik maupun beberapa sistem persamaan dan pertidaksamaan yang hanya terdapat pada Matematika. Dalam mempelajari Matematika tersebut dengan adanya bahasa Matematika yang berbeda pengajaran dengan pembelajaran pelajaran lain sebenarnya terdapat tujuan untuk mempelajari Matematika tersebut.

Menurut Standar Isi Mata Pelajaran Matematika untuk satuan pendidikan dasar dan menengah. Tujuan pembelajaran Matematika di sekolah agar siswa memiliki kemampuan berikut:

1. Memahami konsep maematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyatan Matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

(18)

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.1

Dalam tujuan pembelajaran Matematika tersebut terdapat sebuah poin tentang penalaran. Tujuan dari pembelajaran Matematika salah satunya diharapkan agar siswa dapat memiliki kemampuan penalaran. Sehingga dengan adanya pembelajaran Matematika diharapkan penalaran siswa semakin meningkat karena sesuai dengan tujuan dari pembelajaran Matematika.

Dalam bukunya Erman Suherman Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer disebutkan bahwa Matematika itu merupakan ilmu deduktif yang tidak menerima generalisasi yang didasarkan kepada observasi (induktif) tetapi generalisasi yang didasarkan pada pembuktian secara deduktif.2Dimana dalam memperoleh sebuah kesimpulan pembelajaran Matematika tidak diperbolehkan diadakan pembuktian secara langsung terhadap sebuah teori, misalkan terdapat sebuah teori yang mengatakan bahwa penjumlahan dua buah bilangan negatif akan menghasilkan bilangan positif. Dalam pencarian kesimpulan tersebut tidak dibenarkan untuk membuktikan secara langsung dengan memberikan dua contoh bilangan negatif secara langsung kemudian ditambahkan agar menghasilkan bilangan positif. Namun dalam pencarian kesimpulan dari sebuah teori tersebut diperoleh dengan cara deduktif dengan memikirikan sesuatu yang umum dengan mengibaratkan bilangan ganjil pertama adalah 2m + 1 dan bilangan ganjil kedua adalah 2n + 1. Pernyataan umum tersebut dapat dikhususkan dengan memisalkan m dan n diganti dengan sebuah bilangan bulat. Sehingga dapat disimpulkan dari penjumlahan tersebut diperoleh 2(m + n +1) merupakan bilangan genap.

Dalam hal ini sebenarnya siswa diajarkan untuk menyimpulkan sebuah pernyataan dari sebuah teorema untuk menguji kebenarannya bukan dengan sistem percobaan. Namun siswa diharapkan untuk melakukan proses berpikir berusaha untuk menghubung-hubungkan fakta yang telah siswa dapat untuk

1

Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. (Yogyakarta: DEPDIKNAS, 2008), h 9

2

(19)

tepat dengan berpikir secara deduktif. Hal ini sesuai dengan tujuan dalam pembelajaran Matematika yang didalamnya membahas tentang penalaran untuk memperolah sebuah generalisasi. Namun dalam kenyataannya penalaran siswa SMA tentang Matematika di Indonesia sendiri dapat dikatagorikan dalam golongan rendah hal itu terdapat penelitian yang mendasari bahwa penalaran siswa SMA termasuk rendah.

Tabel 1.1

Tabel hasil penelitian penalaran dan koneksi3

Tabel tersebut adalah hasil penelitian dari Yanto Permana dan Utari Sumarmo dalam meneliti tingkat penalaran dan koneksi dengan menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah. Dari tabel tersebut dapat diperoleh keterangan bahwa dalam sebuah pembelajaran Matematika yang sebelumnya menggunakan metode konvensional diperoleh skor presentase 63,7%. Padahal sebelumnya peneliti menetapkan nilai presentase apabila dibawah 65% maka dinyatakan masuk dalam katagori kurang. Sehingga untuk penalaran dari tabel tersebut dapat disimpulakan

3

(20)

kurang pada saat pembelajaran hanya dengan memberi perlakuan secara konvensional.

Dari rendahnya nilai penalaran Matematikatersebut pastilah terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi. Proses pembelajaran sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah peranan guru yang sangat bepengaruh dalam mendorong terjadinya proses belajar secara optimal. Ketepatan pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru juga yang mempengaruhi pembelajaran tersebut. Namun pendekatan yang dilakukan guru di Indonesia pada umumnya berpusat pada guru.

Pembelajaran yang berpusat kepada guru atau sering dikenal dengan pembelajaran konvensional, merupakan sebuah pembelajaran yang dalam penyampaianya semua bergantung pada guru tersebut dan seolah-olah siswa hanya sebagai pendengar saja dalam proses kegiatan belajar mengajar. Kebanyakan dalam praktik pembelajaran konvensional, rutinitas pengajaran yang dilakukan guru dari awal pertama kali siswa tersebut belajar sampai berakhirnya pembelajarankegiatan yang dilakukan guru kesehariannya sudah dapat ditebak. Meliputi membahas pekerjaan rumah pertemuan sebelumnya, menjelaskan materi yang sesuai pada buku paket serta memberikan contoh soal, memberikan kepada siswanya latihan soal yang mirip dengan contoh yang guru sampaikan. Akibat dari sistem pembelajaran tersebut siswa merasakan dirinya menjadi kurang berkembang dikarenakan sistem pembelajaran yang konvensional.

(21)

masalah yang dapat menghambat perkembangan kemampuan dari siswa itu sendiri. Apabila seorang siswa diberikan contoh soal dari materi yang dipelajari tetapi guru belum pernah memberikan contoh soal yang sama, siswa akan kesusahan dalam mengerjakan soal tersebut. Hal itu dikarenakan kebiasaan siswa hanya bisa menyelesaikan soal-soal yang telah diajarkan oleh guru saja. Padahal dalam pembelajaran Matematika sangat diperlukan kemampuan bernalar karena banyaknya masalah dalam Matematika yang dapat dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan hal tersebut, pembelajaran secara konvensional dapat membelenggu perkembangan kemampuan bernalar siswa dikarenakan siswa yang kurang aktif dalam sistem pembelajaran. Oleh karena itu,diperlukan model pembelajaran lain yang mampu mengasah kemampuan bernalar siswa. Model pembelajaran yang sesuai adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu sama lainya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasahh pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.4

Dalam pembelajaran kooperatif tidak seperti pembelajaran konvensional dimana guru adalah tokoh utama dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif ini berjalan sebaliknya, siswa dalam pembelajaran ini adalah tokoh utama dalam pembelajaran. Siswa berperan aktif lebih banyak dibanding guru dalam pembelajaran. Guru dalam hal ini hanya sebagai sarana pembantu, pemberi sebuah ruang, dan sebagai fasilitator kepada para siswa dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang dalam proses belajarnya dibagi dalam kelompok-kelompok heterogen dalam setiap pembelajaranya. Hal ini dilakukan agar siswa dapat saling berinteraksi dalam

4

(22)

kelompoknya antara sesama siswa dalam satu kelompok.Siswa dituntut untuk saling bekerja sama kepada kelompoknya sehingga siswa dapat menyumbangkan pikiran aktifnya. Siswa dapat bereksplorasi dan siswa dapat mengemukakan pendapatnya dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif selain adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok, adapula terjadi persaingan antar kelompok lain yang tujuannya sebagai pemacu suatu kelompok untuk melakukan pembelajaran lebih aktif. Namun persaingan ini merupakan persaingan agar siswa pada suatu kelompok melakukan pembelajaran lebih serius untuk menjadi lebih baik.

Pembelajaran dengan menggunakan sistem kelompok bertujuan agar terjadi interaksi dalam setiap kelompok tersebut. Diharapkan agar setiap siswa antarkelompok melakukan diskusi, saling bertukar pikiran dalam kelompok. Menyelesaikin sebuah tugas yang diberikan oleh guru secara berkelompok dan setiap siswa berkontribusi dalam penyelesaian tugas tersebut. Terdapat sebuah pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan dalam sistem berkelompok, yaitu model pembelajaran kooperatif investigasi kelompok. Dalam pembelajaran investigasi kelompok siswa dalam setiap kelompok dianjurkan untuk menyelidiki dari suatu topik.

Shlomo Sharan mengatakan bahwa penyelidikan dalam kelompok meminta siswa untuk menggunakan semua keterampilan interpersonal dan keterampilan meneliti yang berlaku dalam metode pembelajaran kooperatif yang lain dan untuk merencanakan pembelajaran secara spesifik. Siswa juga bekerja sama dalam menjalankan penyelidikan mereka dan merencanakan bagaimana cara mengintgrasikan dan menyajikan temuan-temuan mereka dan bersama-sama dengan guru, mereka bekerja sama mengevaluasi upaya-upaya akademis dan interpersonal mereka.5

Dalam pembelajaran investigasi kelompok dilakukan dengan cara setiap kelompok akan diberikan berbagai macam masalah Matematika. Masalah Matematika ini meliputi sebuah permasalahan Matematika yang menantang untuk

5

(23)

dalam menyelesaikan masalah tersebut. Siswa dituntut untuk menginvestigasi masalah secara bersama-sama dan menggunakan segala pengetahuan yang dimiliki oleh siswa secara berkelompok. Siswa juga diharapkan untuk saling membantu dalam kelompok apabila terdapat anggota kelompok yang masih belum mengerti dalam menyelesaikan masalah. Hal ini diharapkan agar penyelesaian dari masalah tersebut diperoleh dari hasil argumentasi para siswa sendiri bukan dari pemberian guru, sehingga siswa semakin berkembang dalam proses pembelajaran.

Atas dasar penjelasan akan rendahnya tingkat penalaran matematis dari siswa SMA dan banyaknya pembelajaran yang berdasarkan konvensional dimana pembelajaran berpusat kepada guru, peneliti ingin melakukan sebuah penelitian penggunaan sebuah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif yang peneliti gunakan adalah model pembelajaran kooperatif investigasi kelompok, karena dalam model pembelajaran kooperatif investigasi kelompok siswa dituntut untuk belajar secara mandiri untuk menginvestigasi suatu topik. Dalam model pembelajaran investigasi kelompok kali ini, peneliti memberikan beberapa masalah Matematika yang menantang yang bertujuan untuk mengasah kemampuan dari siswa sendiri.

Atas dasar uraian yang telah dipaparkan, peneliti menggunakan model pembelajaran kooperatif grup investigasi dimana dalam sebuah kelas di bagi menjadi grup heterogen.Namun sebelumnya, guru memfasilitasi siswa terlebih dahulu untuk memperoleh informasi awal. Setiap kelompok beranggotakan 4-5 orang namun berbeda dengan grup investigasi biasanya yang menyajikan subbab untuk diinvestigasi. Dalam grup investigasi ini, siswa disajikan masalah Matematika untuk diinvestigasi dengan kelompok. Setelah tahap itu, investigasi berakhir kelompok dipersilahkan mempresentasikannya di hadapan guru dan teman-teman lainnya.

(24)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini diidentifikasikan sebagai berikut :

1. Rendahnya kemampuan penalaran Matematika siswa SMA

2. Kurangnya peranan guru dalam mendukung peningkatan kemampuan penalaran Matematika siswa SMA.

3. Pembelajaran Matematikayang cenderung masih berpusat pada guru.

4. Pendekatan atau model pembelajaran Matematika yang kurang mendorong siswa untuk berinteraksi secara aktif.

C. Pembatasan Masalah.

Untuk memperjelas pemahaman tentang variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini, maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut :

1. Dalam penelitian ini menggunakan model pembelajaran kooperatif investigasi kelompok.

2. Dalam penelitian ini akan diteliti kemampuan penalaran Matematika dari siswa dalam materi diferensial.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana kemampuan penalaranMatematika siswa SMA yang diajarkan

dengan pembelajaran kooperatif investigasi kelompok?

2. Bagaimana kemampuan penalaran maematika siswa SMA yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional ?

(25)

Berdasarkan perumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui kemampuan penalaran matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif investigasi kelompok.

2. Mendeskripsikan hasil dari kemampuan penalaran siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif investigasi kelompok.

3. Mengetahui kemampuan penalaran matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

4. Mendeskripsikan hasil dari kemampuan penalaran siswa yang diajarkan dengan pembelajaran kooperatif investigasi kelompok.

5. Mengetahui perbedaan kemampuan penalaranMatematika antara siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif investigasi kelompok dan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.

6. Mendeskripsikan perbedaan kemampuan penalaran Matematika antara siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif investigasi kelompok dan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagi guru

Bagi para guru mata pelajaran Matematika, model pembelajaran kooperatif investigasi kelompokdapatdigunakan sebagai pilihan dalam inovasi pengajaran Matematika dikelas terutama dalam meningkatkan kemampuan penalaran Matematika siswa.

2. Bagi peneliti

(26)

3. Bagi sekolah

Penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana perbaikan mutu sekolah dalam upaya meningkatkan mutu sekolah terutama dalam bidang pendidikan Matematika.

4. Bagi peneliti selanjutnya

(27)

11

LANDASAN TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Landasan Teoretis

1. Kemampuan Penalaran Matematika

Dalam Standar Isi pelajaran Matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa tujuan mata pelajaran Matematika di sekolah adalah agar siswa mampu:

a. Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepatdalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyatan Matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam dalam mempelajari Matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.1

1

(28)

Berdasarkan pemaparan dari kelima tujuan pembelajaran Matematika di atas, terdapat tujuan kedua dari pembelajaran Matematika yakni penalaran, penalaran merupakan salah satu komponen penting dalam Matematika. Penalaran merupakan salah satu tujuan dari pembelajaran Matematika. Artinya jika seseorang mengerjakan Matematika maka ia tidak terlepas dari aktivitas bernalar. Setiap penyelesaian persoalan dalam Matematika memerlukan penalaran.2 Karena dalam pengerjaan soal-soalMatematika terdapat berbagai macam proses berpikir. Dalam proses tersebut terjadi penarikan kesimpulan dari berbagai fakta-fakta yang diperoleh dari sumber yang relevan.

Menurut Sumarmo, terdapat beberapa indikator penalaran matematik dalam pembelajaran Matematika antara lain, siswa dapat:

a. Menarik kesimpulan logis;

b. Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat, dan hubungan; c. Memperkirakan jawaban dan proses solusi;

d. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik; e. Menyusun dan menguji konjektur;

f. Merumuskan lawan contoh (counter example);

g. Mengikuti anturan inferensi; memeriksa validitas argumen; h. Menyusun argumen yang valid;

i. Menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan meggunakan induksi Matematika.3

Sementara dalam jurnalnya, Fajar Shadiq menjelaskan dalam dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/204, bahwa penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukan siswa dalam melakukan penalaran dan mengomunikasikan gagasan Matematika. Menurut dokumen tersebut, dan hal ini

2

Gelar Dwirahayu, Pengaruh Pendekatan Analogi terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematika siswa SMP. (Algoritma, Vol.1 No.1 juni 2006), h.57

3

(29)

menunjukan penalaran dan komunikasi antara lain adalah:

a) Menyajikan pernyataan Matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram;

b) Mengajukan dugaan (conjectures); c) Melakukan manipulasi Matematika;

d) Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi;

e) Menarik kesimpulan dari pernyataan; f) Memeriksa kesahihan suatu argumen;

g) Menemukan pola atau sifat gejala matematis untuk membuat generalisasi.4 Sumarmomengatakan, penalaran adalah terjemahan istilah reasoning yang didefinisikan sebagai proses pencapaian kesimpulan logis berdasarkan fakta dan sumber yang relevan. Penalaran dapat dikelompokkan atas penalaran induktif dan penalaran deduktif. Sumarmo mendefinisikan penalaran induktif sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat umum atau khusus berdasarkan data yang teramati dan penalaran deduktif sebagai penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati.5 Maksud dari hal ini adalah pengelempokan penalaran itu sendiri dapat dikelompokkan dalam dua kategori yakni dalam kategori penalaran induktif adalah sebuah pemikiran menggeneralisasikan sebuah fakta umum untuk menjadikannya beberapa hal khusus yang lebih spesifik, serta dalam kategori deduktif adalah menggeneralisasikan beberapa fakta khusus yang ditemukan untuk menuju suatu kesimpulan umum.

4

Fadjar Shadiq, Kemahiran Matematika, Diklat Instruktur Pengembangan Matematika SMA Jenjang Lanjut. (Yogyakarta: DEPDIKNAS, 2009), h. 14

5

(30)

Menurut Utari Sumarmo terdapat 9 indikator dalam mengukur kemampuan penalaran Matematika, sedangkan menurut Fajar Shadiq terdapat 7 indikator dalam mengukur kemampuan penalaran Matematika. Dalam penelitian ini akan dikerucutkan dari dua sumber indikator kemampuan penalaran menjadi empat indikator dalam pelaksanaannya, yaitu tiga indikator yang berasal dari pendapat Utari Sumarmo dan sebuah indikator yang berasal dari Fajar Shadiq. Keempat indikator tersebut adalah mengikuti aturan inferensi; membuktikan kesahihan suatu argumen, melakukan manipulasi Matematika, menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi Matematika, dan memperikarakan jawaban dan proses solusi.

Indikator yang pertama dalam penelitian ini adalah mengikuti aturan inferensi Matematika; membuktikan kesahihan suatu argumen. Maksud dari indikator tersebut adalah kemampuan penalaran Matematika yang ditujukan kepada siswa agar mereka dapat melakukan pembuktian terhadap sebuah argumen yang tersedia. Siswa dituntut untuk membuktikan kebenaran dari argumen yang tersedia. Dalam pembuktian tersebut tersajikan beberapa informasi awal yang diberikan agar siswa dapat memberikan inferensi atau komentar terhadap informasi-informasi awal yang disajikan untuk menuju langkah membuktikan kebenaran suatu argumen. Sementara, indikator kedua dalam penelitian ini yaitu melakukan manipulasi Matematika, dalam indikator melakukan manipulasi Matematika merupakan kemampuan penalaran yang diberikan kepada siswa agar dapat menyelesaikan masalah Matematika dengan cara memanipulasi masalah tersebut dengan segala cara untuk menuju jawaban yang dikehendaki. Dalam indikator melakukan manipulasi Matematika diberikan sebuah masalah yang rumit kepada siswa agar diselesaikan terlebih dahulu dengan mereka bernalar untuk memecahkan masalah dengan berbagai cara.

(31)

dipahami dalam aturan-aturan Matematika,sehingga siswa dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan bantuan pola dan hubungan Matematika yang telah mereka dapatkan. Untuk indikator yang terakhir dalam penelitian ini adalah memperkirakan jawaban dan proses solusi, pada indikator terakhir merupakan indikator penalaran yang mengukur kemampuan penalaran siswa agar mereka dapat menyimpulkan cara penyelesaian dari masalah yang disajikan. Dari penyimpulan cara menyelesaikan jawaban siswa dapat memperkirakan jawaban yang diberikan pada masalah yang disajikan pula.

Dalam buku karangan Sartono Wirodikromo terdapat soal yang didalamnya telah dikhususkan untuk mengukur penalaran Matematika dari siswa dalam materi turunan fungsi. Dalam soal tersebut diberikan masalah yang didalamnya terdapat kemampuan untuk mengukur penalaran siswa dalam hal megikuti aturan inferensi membuktikan kesahihan sebuah argumen dan memperkirakan jawaban dan proses solusi.

Pertanyaan

1) Diketahui fungsi trigonometri

Tunjukan bahwa f’(x) = -1{1+f2(x)}6

2) Tentukan batas-batas nilai a agar fungsi selalu turun untuk semua nilai x bilangan real.7

1) Dari f(x) diperoleh

6

Sartono Wirodikromo, Matematika Untuk SMA Kelas XI Semester 2, (Jakarta:Erlangga,2010) h. 131

7

(32)

Sehingga

2)

Syarat agar fungsi tersebut selalu adalah f’(x) < 0 Sehingga

Dalam fungsi kurva agar fungsi selalu turun maka D < 0

--- +++ ---

-5 7

Untuk a = -6  (bernilai +) Untuk a = 0  (bernilai -) Untuk a = 8  (bernilai +)

(33)

untuk menarik sebuah kesimpulan. Telah disediakan fakta awal sebuah fungsi, dari fakta awal yang disediakan diharapkan siswa untuk melakukan kemampuan penalarannya menggunakan data awal tersebut menuju dalam pembuktian argumen yang dikehendaki. Sementara dalam penyelesaian soal kedua tersaji soal tentang penalaran untuk mengukur kemampuan memperkirakan proses penyelesaian dari soal untuk menuju jawaban yang dikehendaki. Dalam soal tersebut terdapat langkah untuk memperkirakan saat dimana fungsi turun dan terdapat langkah untuk mempergunakan cara yang tepat dalam penyelesaian masalah. Pada penyelesaian soal ini juga terdapat langkah untuk memperkirakan interval yang dikehendaki dengan cara mempermisalkan jawaban pada garis bilangan sehingga melatih kemampuan penalaran untuk memperkirakan jawaban yang tepat.

Soal dan jawaban yang dipaparkan diatas merupakan dua soal yang didalamnya mengandung kemampuan penalaran dalam penyelesaianya. Sementara untuk dua kemampuan lainnya terdapat contoh soal yang berasal dari buku lembar kerja siswa kelas XI-IPA Matematika yang didalamnya tersaji kemampuan penalaran dalam penyelesaiannya.

Pertanyaan:

1) Tentukan turunan pertama dari fungsi .

(34)

Jawaban

1)

Maka

2)

Persamaan di titik (1, -5) adalah sehingga gradien yang dimiliki = 4

Maka

Diperoleh a = 2. Pada persamaan tersebut jika terletak pada x = 1 maka y = -5,

sehingga

(35)

penyelesaianya. Pada soal pertama diberikan sebuah fungsi yang didalamnya terdapat perintah untuk mencari turunan fungsi, namun terdapat bagian “

”, untuk penyelesaian bentuk tersebut bisa diselesaikan dengan aturan pembagian. Tapi dapat dilakukan penurunan lebih mudah dengan memanipulasi fungsi untuk menjadi sederhana agar proses penurunannya menjadi lebih mudah. Pada akhir penyelesaian soal terdapat langkah manipulasi pula agar jawaban yang diperoleh menjadi bentuk jawaban yang sederhana. Untuk penyelesaian soal kedua disajikan masalah yang dalam penyelesaiannya diperlukan analisis terlebih dahulu. Dalam analisis pada soal terakhir diberikan keterangan awal sebagai fakta terdapat persamaan garis singgung pada titik (1,-5) adalah penyelesaian dalam hal ini merupakan kemampuan pada penalaran yang diharapkan untuk menghubungkan hal tersebut dalam analisis yang dilakukan untuk memperoleh hal yang dimaksud.

Berdasarkan uraian diatas, dari dua sumber indikator Matematikamaka telah dikerucutkan beberapa indikator kemampuan penalaran matematik yang akan digunakan dalam penelitian ini, meliputi:

a. Melakukan manipulasi Matematika;

b. Mengikuti aturan inferensi; memeriksa kesahihan suatu argumen;

c. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi Matematika; d. Memperkirakan jawaban dan proses solusi.

2. Pembelajaran Kooperatif Investigasi Kelompok

(36)

maupun secara kelompok. Karena siswa bekerja dalam suatu tim, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan di antara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan keterampilan-keterampilan proses kelompok dan pemecahan masalah.8 Dalam hal ini pengaruh pembelajaran secara kooperatif selain dapat meningkatkan kemampuan akademis siswa, juga dapat meningkatkan keadaan sosialis dari siswa tersebut. Dengan adanya pembelajaran dengan sistem berkelompok siswa akan lebih banyak melakukan interaksi dengan siswa lainya dan mengurangi pembelajaran individual. Pembagian secara heterogon juga selain dapat mempengaruhi keadaan sosialis siswa yang berkembang, dapat juga mempengaruhi meningkatkan kemampuan akademik dari siswa yang memiliki kemampuan akademik kurang. Dengan penggabungan kelompok secara heterogen maka dapat dipertemukan satu kelompok dimana siswa dengan katagori akademik diatas rata-rata bertemu dengan siswa yang memiliki kemampuan akademik kurang. Dalam pembelajaran kelompok kooperatif seperti ini siswa yang memiliki kemampuan akademik kurang diharapkan dapat lebih agresif untuk melakukan eksplorasi dalam kelompoknya dengan bantuan dari temannya. Sehingga tercipta saling interaksi antar angota kelompok.

Model pembelajaran kooperatif merupakan serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Terdapat empat hal penting dalam model kooperatif, yakni: (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2) adanya aturan main (role) dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar dalam kelompok, (4) adanya kompetensi yang harus dicapai oleh kelompok.9

8

Triyanto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif Konsep, Landasan dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Penidikan (KTSP). (Jakarta: Kencana, 2009), h.57

9

(37)

memenuhi beberapa kriteria yang telah dijelaskan. Dalam pembelajaran kooperatif ini sendiri pembelajaran diharuskan bersifat kelompok, dimana dalam kelompok tersebut telah terbagi berbagai beberapa siswa yang telah ditentukan untuk berlangsungnya pembelajaran secara kooperatif. Setelah terbentuknya kelompok sebagai syarat awal dari pembelajaran kooperatif, dalam pembelajaran tersebut ditentukan pemilihan penggunaan aturan role play dari salah satu pembelajaran kooperatif. Hal ini bertujuan agar pelaksanaan pembelajaran bisa tersusun rapi sehingga proses pembelajaran dari awal sampai berakhir bisa berjalan dengan efektif dan efisien. Dalam pembelajaran yang berlangsung guru memberikan motivasi semangat dan sebagai fasilitator dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif. Hal ini bertujuan agar dalam melaksanakan pembelajaran siswa tidak meremehkan proses pembelajaran. Pemberian motivasi ini diharapkan siswa melakukan proses belajar dalam sistem berkelompok yang dilaksanakan dan tidak menganggapnya main-main.

Pembelajaran kooperatif mewadahi bagaimana siswa dapat bekerja sama dalam kelompok karena tujuan kelompok adalah tujuan bersama. Situasi kooperatif merupakan bagian dari siswa untuk mencapai tujuan kelompok, siswa harus merasakan bahwa mereka akan mencapai tujuan, maka siswa lain dalam kelompoknya memiliki kebersamaan, artinya tiap anggota kelompok bersikap kooperatif dengan sesama anggota kelompoknya.10 Dari hal tersebut disebutkan bahwa tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah mencapai sebuah tujuan bersama, sehingga siswa dalam tiap kelompoknya saling berkolaborasi, bekerja sama, membantu satu sama lain, apabila terdapat beberapa bagian yang kurang dipahami oleh sebagian anggota kelompoknya.

10

(38)

Deutsch mengidentifikasikan tiga struktur tujuan: kooperatif, dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu memberi kontribusi pada pencapaian tujuan anggota yang lain; kompetitif , dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu menghalangi pencapaian tujuan anggota yang lain; dan individualistik dimana usaha berorientasi tujuan dari tiap individu tidak memiliki konsekuensi apapun bagi pencapaian tujuan anggota lain.11 Dalam pembelajaran kooperatif sebenarnya tujuan utama dari pembelajaran secara kelompok guru bertujuan untuk mengajarkan kepada siswanya untuk bersikap saling kooperatif terhadap satu kelompoknya saling membantu. Antar siswa saling belajar untuk dapat membantu keberhasilan teman satu kelompoknya, sehingga para siswa saling mendorong pembelajaran satu sama lain. Selain itu dalam pembelajaran kooperatif biasanya guru memberikan sebuah penghargaan terhadap kelompok terbaik dalam pembelajaran kooperatif yang dilaksanakan, sehingga antar tiap kelompok terjadilah sebuah kompetisi untuk lebih baik dari kelompok lainya. Dalam kompetisi ini siswa dalam tiap kelompoknya mengeksplorasi seluruh kemampuan akademik yang dimilikinya untuk lebih baik dari kelompok lain.

Terdapat berbagai macam model dalam pembelajaran kooperatif. Dimana setiap model tersebut memiliki jenis dan karakter yang saling berbeda anatara satu model dengan model yang lain. Terdapat salah satu model dalam pembelajaran kooperatif yakni model pembelajran kooperatif tipe investigasi kelompok.Model ini pertama kali dikembangkan oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan dipertajam oleh Sharam dari Universitas Tel Aviv.12Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas dengan menggunakan teknik koopertif Investigasi kelompok adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi (pokok bahasan)

11

Robert E. Slavin,Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik Terj. Dari Cooperative learning: theor, research and practice oleh Nurlita Yusron, (Bandung: Nusa Media, 2005) , h 34

12

(39)

Selanjutnya setiap kelompok mempresentasikan atau memamerkan laporanya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar informasi temuan mereka.13

Implementasi strategi belajar kooperatif Investigasi Kelompok dalam pembelajaran, secara umum dibagi menjadi enam langkah, yaitu: (1) mengidentifikasi topik dan mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok; (2) merencanakan tugas-tugas belajar; (3) melaksanakan investigasi; (4) menyiapkan laporan akhi; (5) mempresentasikan laporan akhir; (6) evaluasi.14

Pembelajaran kooperatif investigasi kelompok seperti halnya dengan pembelajaran-pembelajaran lainya. Dalam model pembelajaran ini bermula guru melakukan langkah identifikasi terhadap topik yang akan dibahas dalam pembelajaran yang dilakukan dikelas, pada model pembelajaran kooperatif investigasi merupakan pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok. Pada tahapan selanjutnya guru melakukan pengelompokan terhadap siswa yang berada dikelas untuk menjadi beberapa bagian kelompok. Dalam pengelompokan yang telah dilakukan siswa diberikan otoritas terhadap kelompoknya untuk memberikan tugas kepada setiap anggota kelompoknya. Dalam setiap kelompoknya menentukan pembagian kerja yang akan dilaksanakan pada kegiatan pembelajaran, dan menentukan susunan keanggotaan pada kelompok agar lebih mudah bagi kelompok dalam melaksanakan tahapan investigasi. Pada tahapan selanjutnya adalah melaksanakan investigasi, dalam tahapan ini setiap kelompok diberikan guru sebuah media yang digunakan dalam pembelajaran yang dapat digunakan dalam investigasi untuk menyelesaikan masalah. Dalam langkah investigasi siswa saling bekerja sesuai daftar kerja yang telah ditentukan sebelumnya dan saling membantu untuk bagian yang belum dimengerti, hal ini bertujuan agar dalam proses investigasi berjalan dengan lancar.

13

Rusman, op.cit., h.220 14

(40)

Setelah melakukan investigasi setiap siswa dalam kelompok menuliskan hasil yang telah siswa investigasi dalam laporan yang dipergunakan untuk dipresentasikan didepan kelas pada tahapan selanjutnya. Presentasi dilakukan bertujuan untuk memberikan paparan tentang hasil investigasi yang telah dilakukan salah satu kelompok. Setelah tahap presentasi berakhir berlanjut pada evaluasi yang dilakukan oleh guru terhadap materi yang dianggap masih membuat siswa belum paham.

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan sebuah pembelajaran yang menjadi masalah dalam pendidikan sekarang ini. Dikarenakan kurang efektifnya pembelajaran ini, dimana pembelajaran masih berpusat pada guru sebagai poros dalam proses pembeelajaran yang mengakibatkan siswa menjadi pasif dalam proses pembelajaran. Tapi walau bagaimana juga pembelajaran secara konvensiional masih banyak ditemui dikabanyakan sekolah dalam proses pembelajaranya. Dalam hal ini pembelajaran konvensional yang dilaksanakan disekolah ini yaitu pembelajaran menggunakan strategi pembelajaran ekspositori.

Strategi pembelajaran ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat mmenguasai materi pelajaran secara normal. Strategi pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher centered approach). Dikatakan demikian, sebab dalam strategi ini guru memegang peran yang sangat dominan. Melalui strategi ini guru menyampaikan materi pembelajaran secara tersetruktur dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan itu dapat dikuasai siswa dengan baik.15 Pembelajaran secara ekspositori mengakibatkan siswa tidak berkembang dikarenakan tuntutan dari guru semua materi diberikan secara langsung dan sudah

15

(41)

pemberian umpan balik terhadap pembelajaran sangatlah kurang dikarenakan pembelajaran berpusat kepada guru.

Ada beberapa langkah dalam penerapan strategi ekspositori yaitu:

1) Persiapan (preparation), pada tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pelajaran.

2) Penyajian (presentasion), dalam langkah penyajian merupakan langkah penyampaian materi pelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. 3) Menghubungkan (corelation), langkah menghubungkan materi pelajaran

dengan penglaman siswa atau dengan hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitanya dalam struktur pengetahuan yang telah dimilikinya

4) Menyimpulkan (generalization), tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang disajikan.

5) Penerapan (aplication), langkah ini merupakan langkah yang sangat penting untuk kemampuan siswa. Dalam langkah ini guru akan dapat mengumpulkan informasi tentang penguasaan dan pemahaman materi pelajaran oleh siswa.16 Pada pembelajaran ekspositori dikarenakan pembelajaran ini merupakan sebuah pembelajan yang dalam prakteknya terjadi hanya satu arah, mengakiatkan siswa susah berkembang. Pembelajaran dengan penggunaan strategi ekspositori biasanya hanya berhasil pada siswa yang memiliki kemampuan audio dan visual yang baik. Apabila diterapkan kepada siswa yang dalam proses belajarnya bersifat kinestetik siswa akan susah beradaptasi dikarenakan siswa dengan karakter ini merupakan siswa yang lebih suka mempraktekan apa yang telah dipelajari. Hal tersebut bertentangan dengan pembelajaran ekspositori dimana didalam pembelajaran guru bertindak sebagai pusat pembelajaran.

16

(42)

Berikut terdapat beberapa perbedaan dalam pembelajaran kooperatif dan pembelajaran konvensional:

1) Dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif, sedangkan pada pembelajaran konvensionalguru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menguntungkan diri pada kelompok. 2) Dalam pembelajran kooperatif terdapat akuntabilitas individual yang mengukur

penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggota nya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan berbeda dalam pembelajaran konvensional Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah satu seorang anggota kelompo sedangkan

anggota kelompok lainya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”. 3) Dalam pembelajaran kooperatif kelompok belajar heterogen, baik dalam

kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantua dan siapa yang memberikan bantuan sedangkan pada pembelajaran konvensional kelompok belajar biasanya homogen.

4) Dalam pembelajaran kooperatif pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota sedangkan dalam pembelajaran konvesional pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinya dengan cara masing-masing

(43)

pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok sedangkan dalam pembelajaran konvensional pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dlakukan oleh gurupada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

7) Dalam pembelajaran kooperatif guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar, sedangkan dalam pembelajaran konvensional guru sering tidak memerhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

8) Pada pembelajaran kooperatif penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai), namun pada pembelajaran konvensional penekanan kebanyakan terjadi hanya pada masalah penyelesaian tugas.17

B. Penelitian yang Relevan

Sebagai penguat pengaruh model pembelajaran kooperatif investigasi kelompok menggunakan masalah Matematika terhadap penalaran siswa. Penulis mengutip penelitian yang relevan yaitu:

1) Eva Masfufah dalam skripsinya “Upaya meningkatkan kemampuan koneksi Matematika siswa dengan menggunakan model investigasi”. Yang dalam skripsinya dia mengatakan bahwa penerapan model investigasi dapat meningkatkan kemampuan koneksi Matematika siswa. Selain itu penerapan model investigasi juga dapat membantu siswa dalam memahami

17

(44)

konsep trigonometri karena siswa menggali sendiri pengetahuan tentang trigonometri. Pada penelitian yang dilakukan Eva Masfufah penggunaan model investigasi dilakukan hanya satu kali pada pertemuan pertama untuk menginvestigasi pokok-pokok bahasan materi, pada pertemuan selanjutnya siswa hanya tinggal mempresentasikan pokok bahasan yang telah diinvestigasi. Sementara pada penelitian kali ini peneliti memberikan perlakuan pada kelas eksperimen mengadakan investigasi untuk setiap pertemuanya.

2) Cucum Yusmiati dalam skripsinya “Upaya meningkatkan kemampuan

penalaran induktif siswa dengan pendekatan pembelajaran berbasis masalah”.

(45)
[image:45.612.127.504.149.667.2]

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir Penelitian Rendahnya penalaran siswa

Model Pembelajaran Kooperatif Investigasi Kelompok

Langkah:

1. Identifikasi Materi 2. Pembagian Tugas 3. Investigasi

4. Persiapan Laporan 5. Presentasi

6. Evaluasi

Kemampuan Penalaran Meningkat Latar Belakang Masalah

5 Tujuan Pembelajaran Matematika 1. Pemahaman Konsep

2. Penalaran

3. Pemecahan Masalah 4. Komunikasi

5. Sikap Terhadap Matematika

Model pembelajaran belum efektif

Pembelajaran satu arah

Masalah Penelitian

(46)

Berdasarkan kerangka berpikir diatas dapat terlihat adanya latar belakang yang mempengaruhi rendahnya penalaran dari siswa, dalam pembelajaran Matematika di sekolah terdapat 5 tujuan pembelajaran utama dalam mempelajari Matematika, yakni pemahaman konsep, penalaran, pemecahan masalah, komunikasi, dan pengaplikasian Matematika. Dihaarapkan dalam mempelajari Matematika kelima kemampuan utama Matematika dapat dimiliki siswa dalam prakteknya. Namun dalam pembelajaran masih banyak penggunaan metode pembelajaran yang masih berpusat terhadap pengajaran guru secara sepenuhnya. Siswa dididik mendapatkan sistem pembelajaran hanya menerima materi pelajaran dari guru. Siswa kesulitan dalam mengembangkan bakatnya. Apabila dihubungkan dengan Matematika pembelajaran yang berpusat kepada guru sangat tidak mendukung perkembangan akademik siswa. Terutama untuk masalah penyimpulan siswa sering kesulitan dalam menyimpulkan materi yang diberikan oleh guru. Dengan ditambahnya pemberian materi Matematika yang cakupannya masih sederhana. Guru Matematika sering menganggap bahkan melupakan kemampuan penalaran Matematika dari siswa. Akibatnya siswa kesusahan dalam menggeneralisasikan sebuah fakta Matematika.

(47)

melakukan investigasi setiap anggota kelompok mempersiapkan laporan akhir, dan kemudian mempresentasikan di depan kelas hasil yang telah dinvestigasi, lalu guru secara bersama-sama mengevaluasi untuk memberikan refleksi, menyimpulkan, ataupun menambahkan kalau ada yang kurang dari penyampaian kelompok.

Dengan melakukan pembelajaran Investigasi Kelompok siswa diharapkan untuk dapat mengksplorasi kemampuan dari dirinya. Dan siswa semakin sering menginvestigasi suatu masalah, akan sering melakukan kegiatan analisa terhadap masalah. Maka secara tidak langsung kemampuan siswa untuk menyimpulkan sebuah pernyataan dari fakta-fakta awal bisa semakin terasah. Dan mengakibatkan kemampuan penalaran Matematika siswa semakin meningkat. Dengan demikian pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif Investigasi Kelompokdiduga dapat berpengaruh terhadap kemampuan penalaranMatematika siswa.

D. Hipotesis Penelitian

(48)

32

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA N 1 Bae Kudus yang beralamat di Jl Jend. Sudirman Km. 04 Kudus. Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI semester genap pada tahun ajaran 2013/2014, yang dilakukan selama satu bulan, yaitu pada bulan Mei tahun 2014.

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian kuasi eksperimen.Karena kelompok kontrol tidak dapat sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan penelitian.1

Sementara desain penelitian yang digunakan adalah Post Test Only Control Grup Desaign. Dalam desain ini terdapat dua kelas yang dipilih secara random. Pada kelas pertama diberikan perlakuan pemberian pembelajaran kooperatif investigasi kelompok, kelas ini dinamakan dengan kelas eksperimen dan kelas yang tidak diberikan perlakuan pembelajaran kooperatif investigasi kelompok disebut dengan kelas kontrol.

1

(49)
[image:49.612.116.530.158.685.2]

Tabel 3. 1 Desain Penelitian

Kelas Treatment Test

Eksperimen X Y

Kontrol Konvensional Y

Keterangan :

X :Model pembelajaran kooperatif Investigasi Kelompok Y : Tes akhir (Posttest)

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi

Seluruh siswa kelas XI IPA SMAN 1 Bae semester genap tahunajaran 2013/2014.

2. Sampel

(50)

D. Teknik Pengumpulan Data

a. Menerapkan model pembelajaran kooperatif Investigasi Kelompok pada kelas eksperimen yaitu kelas IPA 5, sedangkan pada kelascontrol yaitu kelas XI-IPA 6 diterapkan pendekatan konvensional dengan jumlah jam pelajaran dan pokok bahasan yang sama.

b. Pemberian tes akhir untuk mengukur kemampuan penalaran matematika pada kedua kelas, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol sebagai evaluasi pembelajaran. Tes akhir berupa lima instrumen soal penalaran pada pokok bahasan turunan pada suatu fungsi.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian dengan menggunakan tes akhir (posttest). Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan bernalar yang berupa tes uraian yang terdiri dari 5 butir soal. Agar tes kemampuan bernalarini dapat digunakan. Dilakukanlah proses pengujian terhadap instrumen terlebih dahulu. Instrument tes diujicobakan terlebih dahulu kepada subjek lain diluar subjek penelitian.Instrumen tes diuji cobakan kepada siswa kelas XII-IPA-1 SMA N 1 Cileungsi. Setelah melakukan uji coba terhadap instrument yang dilaksanakan, peneliti dapat memperoleh hasil uji coba yang dari tiap butir soalnya dapat dianalisis validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda instrument.

(51)
[image:51.612.98.546.181.540.2]

Tabel 3. 2

Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Penalaran Matematika Siswa

No Indikator Penalaran Indikator Operasional Soal

1

Mengikuti aturan inferensi, memeriksa kesahihan suatu argumen

Menggunakan aturan turunan aljabar untuk

membuktikan sebuah argumen 1

Menggunakan aturan turunan trigonometri

untuk membuktikan sebuah argument 2

2

Menggunakan pola dan hubungan untuk

menganalisis situasi matematika

Menggunakan aturan turunan fungsi untuk menyelesaikan masalah matematika yang berhubungan dengan persamaan garis singggung

4

3 Melakukan manipulasi matematika

Melakukan manipulasi matematika untuk menentukan turunan suatu fungsi dengan aturan dalil rantai

3 4 Memperkirakan jawaban

dan proses solusi

Memperkirakan nilai suatu variabel untuk

menentukan fungsi naik dan fungsi turun 5 Dalam pengambilan data pada pengujian terhadap posttest untuk mengukur kemampuan penalaran pada siswa. Diperlukan penskoran terhadap hasil jawaban dari siswa untuk setiap butir soalnya. Dalam penskoran pada penelitian ini menggunakan

kriteria penskoran yang dimodifikasi dari “Charles dan Randall” seperti pada tabel (Lampiran 27 halaman 169)2

2

(52)
[image:52.612.113.523.241.663.2]

Tabel 3.3

Rubrik Penilaian Kemampuan Penalaran Secara Umum

Skor Kriteria

3 Semua aspek pertanyaan dijawab dengan benar dan jelas/ lengkap 2 Hampir semua aspek dari pertanyaan dijawab dengan benar 1 Hanya sebagian aspek dari pertanyaan dijawab dengan benar 0 Tidak ada jawaban atau menarik kesimpulan salah

1. Validitas Instrumen

Data evaluasi yang baik sesuai dengan kenyataan disebut data valid. Agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat untuk mengevaluasinya harus valid. Tes disebut valid apabila memiliki tingkat ketepatan yang tinggi dalam mengungkap aspek yang hendak diukur.

Pengujian validitas dilakukan menggunakan rumus Product Moment:3

Keterangan :

: Koefisien antara variabel X dan variabel Y

: Banyaknya siswa : Skor item soal : Skor total

3

(53)

Untuk mengetahui valid atau tidaknya butir soal, maka harus mengetahui hasil perhitungan yang dibandingkan dengan Product Moment pada Jika hasil perhitungan maka soal tersebut valid. Jika hasil penelitian

maka soal tersebut dinyatakan tidak valid. Dari 5 butir soal instrumen tes

penalaran yang diuji cobakan terhadap 28 siswa diperoleh soal yang diuji cobakan valid semua. (Lampiran 9 halaman 145)

2. Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas ialah tes yang berhubungan dengan konsistensi hasil tes. Suatu instrumen dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data jika telah diuji reabilitasnya. Untuk mengukur reliabilitas instrumen

Tes hasil belajar matematika digunakan rumus Alpha Cronbach, yaitu :4

Keterangan :

: Koefisien reliabilitas

: Banyaknya butir soal yang valid : varians skor tiap-tiap item soal : Varians skor total

Sedangkan untuk menghitung varians skor digunakan rumus:

4

(54)

0,80 < ≤ 1,00 Derajat reliabilitas sangat baik 0,60 < ≤ 0,80 Derajat reliabilitas baik 0,40 < ≤ 0,60 Derajat reliabilitas cukup 0,20 < ≤ 0,40 Derajat reliabilitas rendah 0,00 < ≤ 0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah

Dari hasil pengujian reliabilitas terhadap instrumen soal penalaran terhadap matematika. Diperoleh nilai r11 = 0,656 berada diantara kisaran mulai 0,60 < ≤0,80, maka dari 5 butir soal yang valid memiliki derajat reliabilitas baik. (Lampiran 10 halaman 146)

3. Taraf Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkanya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauanya.5 Bilangan yang menunjukan sukar, sedang, mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficultyindex).

5

(55)

dengan:6

Keterangan :

: Tingkat Kesukaran

: Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar : Jumlah seluruh siswa peserta tes.

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:7

Soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar

Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang

Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah

Dalam Pengujian untuk mengetaui tingkat kesukaran pada instrumen tes penalaran matematika siswa yang akan digunakan dalam penelitian, diperoleh dari 5 soal yang valid kelima soal tersebut berkatagori mudah (Lampiran 12 halaman 148)

6

Ibid, h 208 7

(56)

4. Daya Pembeda

Daya pembeda soal, adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah).8Untuk mengetahui daya pembeda tiap butir soal digunakan rumus :9

Keterangan :

:Indeks daya pembeda suatu butir soal

: Jumlah skor yang diperoleh siswa kelompok atas pada tiap item soal : Jumlah skor yang diperoleh siswa kelompok bawah pada tiap item

soal

: Banyak siswa pada kelompok atas :Banyak siswa pada kelompok bawah

: Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar Klasifikasi Daya Pembeda10

D : 0,00 – 0,20 : jelek (poor)

D : 0,20 – 0,40 : cukup (satisfactory)

8

Ibid., h 211 9

Ibid., h.213. 10

(57)

D : 0,70 – 1,00 : baik sekali (excellent)

D : negatif, semuanya tidak baik. Jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sebaiknya dibuang saja

[image:57.612.108.541.234.572.2]

Dari perhitungan untuk mencari besar nilai daya pembeda untuk tiap soal dalam instrumen soal penalaran matematika siswa yang akan digunakan. Terdapat 4 soal dengan daya pembeda cukup yaitu pada soal nomor 1, 3, 4 dan 5. Sementara untuk soal nomor 2 memiliki daya pembeda baik. (lampiran 14 halaman 150)

Tabel 3. 4

Rekapitulasi Perhitungan Try Out Instrumen

Soal

Validitas TingkatKesukaran Daya Pembeda

Keterangan Ket r hit. Kriteria P Kriteria DP

1 Valid 0,676 Mudah 0,797 Cukup 0,303 Pakai 2 Valid 0,810 Mudah 0,702 Baik 0,424 Pakai 3 Valid 0,614 Mudah 0,726 Cukup 0,212 Pakai 4 Valid 0,595 Mudah 0,797 Cukup 0,212 Pakai 5 Valid 0,532 Mudah 0,702 Cukup 0,212 Pakai

Relabilitas 0,656

(58)

F. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif yaitu suatu teknik analisis yang penganalisisannya dilakukan dengan perhitungan, karena berhubungan dengan angka, yaitu dari hasil tes kemampuan penalaran matematika yang diberikan. Penganalisisannya dilakukan dengan membandingkan hasil tes kelas kontrol yang dalam pembelajarannya menggunkan pendekatan konvensional dengan kelas eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif Investigasi Kelompok.

Dari data yang telah didapat, kemudian dilakukan perhitungan statistik deskriptif dengan membuat distribusi frekuensi, hitungan mean, median, modus, varians, simpangan baku, ketajaman dan kemiringan (kurtosis). Kemudian dilakukan uji prasyarat analisis dengan uji Chi-kuadrat dan uji Fisher.Setelah itu dilakukan uji statistik inferensia dengan melakukan analisis perbandingan antara kedua kelas tersebut untuk mengetahui kontribusi pembelajaran kooperatif Investigasi Kelompok terhadap kemampuan penalaran siswa. Perhitungan statistik yang digunakan yaitu:

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti brasal dari distribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini, pengujian normalitas menggunakan uji kecocokan Chi-Square, adapun prosedur pengujian adalah sebagai berikut:11

a. Menentukan hipotesis

H0 = Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. H1 = Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. b.

Gambar

Gambar 2.1
Tabel 3. 1
Tabel 3. 2
Tabel 3.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

[r]

Untuk mengetahui tingkat erosi aktual berdasarkan metode USLE di hulu DAS Padang melalui pendekatan kemiringan lereng, vegetasi dan erodibilitas dan untuk mengetahui faktor

Pembabatan hutan di Indonesia berdasarkan situs kompasiana yang diakses 20 April 2015, setiap tahun sekitar 1.3 juta hektare hutan mengalami kerusakan(FAO, 2012),

Untuk mempermudah dan merancang sistem ini maka dibuat menggunakan suatu bagan diagram yaitu DFD, ERD, Normalisai serta program yang mendukung. Dengan menggunakan Microsoft Accees

Sehingga dengan jumlah hasil panen yang tinggi serta kualitas buah yang bagus, maka dapat diperoleh keuntungan.Namun, ada beberapa hal yang sangat berpengaruh terhadap produksi

Anu ngabédakeun ieu panalungtikan jeung panalungtikan nu saméméhna nya éta, lian ti nangtukeun téks adegan paguneman, prinsip jeung maksim omongan dina