• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Penderita Cutaneous Larva Migrans di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2008-2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Karakteristik Penderita Cutaneous Larva Migrans di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2008-2012"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA CUTANEOUS LARVA MIGRANS DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2008-2012

Oleh : Nurma Sheila

100100146

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA CUTANEOUS LARVA MIGRANS DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2008-2012

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh : NURMA SHEILA

100100146

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Karakteristik Penderita Cutaneous Larva Migrans di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2008-2012

NAMA : Nurma Sheila

NIM : 100100146

Pembimbing Penguji I

dr. Sunna Vyatra Hutagalung, MS dr. Djohan, Sp.KK NIP. 19810403 200604 2 002 NIP. 19691014 199803 1 001

Penguji II

dr. Anita Rosari Dalimunthe, M.Ked(PD), Sp.PD NIP.

Medan, Januari 2014 Dekan Fakultas Kedokteran

Universita Sumatera Utara

Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH NIP. 195402201980111001

(4)

ABSTRAK

Cutaneous larva migrans (CLM) merupakan kelainan kulit berupa peradangan yang disebabkan oleh invasi larva cacing tambang. Di dunia

diperkirakan 574-740 juta orang terinfeksi cacing tambang. Di berbagai daerah di

Indonesia, prevalensi infeksi cacing tambang berkisar 30-50%. Terjadinya CLM

dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor perilaku, faktor

lingkungan, dan faktor sosial demografi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita

CLM di RSUP Haji Adam Malik Medan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif

dengan desain cross-sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien CLM di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008-2012. Sampel penelitian

diambil dengan metode total sampling.

Hasil penelitian dari 5 orang penderita CLM didapatkan 100% laki-laki,

40% pada usia >25 tahun, 100% bertempat tinggal di daerah urban, 40% pelajar,

60% tamat SD, 100% terjadi pada cuaca hujan.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa CLM umumnya terjadi

pada laki-laki dan pada cuaca hujan. Selain itu, sedikitnya jumlah sampel

menunjukkan CLM masih jarang terjadi di Kota Medan atau masih sedikitnya

penderita CLM yang mau berobat ke rumah sakit.

Kata Kunci : Cutaneous Larva Migrans, Karakteristik

(5)

ABSTRACT

Cutaneous larva migrans (CLM) is an inflammatory skin disorder caused by hookworm larvae invasion. In the world, it is estimated that 574-740 million people are infected by hookworm. In Indonesia, the prevalence of hookworm infection ranges from 30-50%. CLM can be affected by various factors, including behavioral factors, environmental factors, and socio-demographic factors.

The goal of this study is to determine the characteristics of patients with CLM in Haji Adam Malik General Hospital Medan. This study is a descriptive study with cross-sectional design. The population in this research were all patients with CLM in Haji Adam Malik General Hospital Medan from 2008 until 2012. Samples were taken by total sampling method.

The result of this study with 5 patients shows that 100% are men, 40% at age >25 years, 100% lived in urban areas, 40% are students, 60% are primary school graduates, 100% occurred in rainy weather.

Based on these results, it can be concluded that CLM generally occurs in men and in rainy weather. In addition, small amount of samples show that CLM is still rare in Medan or there are only few CLM patients who want to come to the hospital to be treated.

Keywords : Cutaneous Larva Migrans, Characteristic

(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga Karya Tulis Ilmiah yang

berjudul “Karakteristik Penderita Cutaneous Larva Migrans di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2008-2012” berhasil diselesaikan. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak dalam bidang kesehatan.

Terima kasih yang tidak terhingga kepada kedua orang tua penulis, Ir.

Maimun Saleh dan Nurasiah Sakim yang telah membesarkan dengan penuh kasih

sayang dan tiada bosan-bosannya mendoakan serta memberikan semangat kepada

penulis dalam menyelesaikan karya tulis dan pendidikan.

Penelitian ini bisa diselesaikan akhirnya atas dukungan dari banyak pihak,

kepada mereka penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya,

diantaranya:

1. dr. Sunna Vyatra Hutagalung, MS selaku Dosen Pembimbing yang telah

smemberi banyak arahan dan masukan kepada penulis sehingga karya tulis

ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. dr. Djohan, Sp.KK dan dr. Anita Rosari Dalimunthe, M.Ked(PD), Sp.PD

selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak kritik dan saran yang

membangun terhadap penelitian ini

3. Pihak RSUP H. Adam Malik yang telah memberikan izin untuk penelitian

ini

4. Kedua adik penulis (Nirwan Algifari dan Nadia Sri Akyla) dan saudara

penulis (Hidayati) untuk dukungan moril dan materiil serta semangat yang

tak pernah padam

5. Sahabat-sahabat penulis, Avicena Hustatiningtyas, Nelfi Disya Amalia

Lubis, Rahmi Silviyani, dan Dwi Meutia Indriati yang selalu ada dalam

susah maupun senang serta menyemangati saya dengan semangat yang tak

pernah padam

(7)

6. Para sahabat dan saudara yang telah memberikan bantuan baik tenaga

maupun waktu yang tidak ternilai terutama dalam proses survey dan

pengambilan data yaitu, Desy Handayani dan Dwi Rustika Lestari

7. Teman-teman PHBI FK USU yang telah memberikan semangat, nasihat

dan dukungan kepada penulis

8. Semua pihak yang telah memberikan bantuan secara langsung maupun

tidak langsung

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan penelitian ini.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua, memberi informasi dan

manfaat dalam pengembangan ilmu kedokteran.

Medan, Desember 2013

Penulis

Nurma Sheila

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan Umum ... 3

1.3.2. Tujuan Khusus ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Cutaneous Larva Migrans ... 4

2.1.1. Definisi ... 4

2.1.2. Epidemiologi ... 4

2.1.3. Faktor Risiko ... 5

2.1.4. Etiologi ... 8

2.1.5. Morfologi ... 8

(9)

2.1.6. Siklus Hidup ... 9

2.1.7. Patogenesis ... 10

2.1.8. Gejala Klinis ... 11

2.1.9. Diagnosis ... 12

2.1.10. Diagnosis Banding ... 13

2.1.11. Pengobatan ... 13

2.1.12. Pencegahan ... 15

2.1.13. Prognosis ... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 17

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 17

3.2. Definisi Operasional... 17

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 21

4.1. Jenis Penelitian ... 21

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

4.3.1. Populasi ... 21

4.3.2. Sampel ... 21

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 22

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 22

4.4.1. Metode Pengolahan Data ... 22

4.4.2. Analisis Data ... 22

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 23

5.1. Hasil Penelitian ... 23

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 23

(10)

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel ... 23

5.2. Pembahasan ... 26

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

5.1. Kesimpulan ... 30

5.2. Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31 LAMPIRAN

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin ... 23

5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Usia ... 24

5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Tempat Tinggal ... 24

5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Pekerjaan ... 25

5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Pendidikan ... 25

5.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Cuaca ... 26

(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Bagian kepala Ancylostoma caninum ... 9

2.2. Larva filariform (larva stadium tiga) cacing tambang ... 9

2.3. Siklus hidup cacing tambang ... 10

2.4. Gambaran klinis CLM ... 12

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti

Lampiran 2 Ethical Clearance

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 Data Curah Hujan BMKG Daerah Medan dan Sekitarnya Tahun

2008-2012

Lampiran 5 Hasil Sensus Penduduk Kota Medan Tahun 2010

Lampiran 6 Data Induk

Lampiran 7 Hasil Uji Statistik

(14)

DAFTAR SINGKATAN

CLM Cutaneous Larva Migrans

CDC Centers for Disease Control andPrevention

RSUP Rumah Sakit Umum Pusat

BMK Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

SPSS Statistic Package for Social Science

(15)

 

CURRICULUM VITAE

Nama : Nurma Sheila

NIM : 100100146

Tempat, Tanggal Lahir : Medan, 6 Maret 1994

Agama : Islam

Alamat : Jl. Ringroad Setiabudi Komp. Taman Perkasa Indah No D10 Medan

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat Email : akarintegral@yahoo.com Riwayat Pendidikan :

1. TK Perwanis Medan 1998 – 1999 2. SD Sutomo 1 Medan 1999 – 2005

3. SMP Sutomo 1 Medan 2005 – 2008

4. SMA Sutomo 1 Medan 2008 – 2010

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2010 – sekarang

Riwayat Organisasi : 1. PHBI FK USU 2010 – 2013 2. PEMA FK USU 2010 – 2012

3. KAM Rabbani FK USU 2011 – 2013

(16)

 

(17)

 

(18)

 

(19)

 

HASIL SENSUS PENDUDUK KOTA MEDAN TAHUN 2010

KECAMATAN KELURAHAN JUMLAH PENDUDUK

Medan Selayang Sempakata Beringin

Padang bulan selayang II Padang bulan selayang I Tanjung sari Asam kumbang 10.947 8.347 20.855 10.308 32.390 15.470 Medan Tuntungan Baru Ladang Bambu

Sidomulyo Lau Cih Namu Gajah Kemenangan Tani Simalingkar B Simpang Selayang Tanjung Selamat Mangga 3.836 1.804 2.227 1.941 5.255 5.511 18.215 11.746 30.407

Percut Sei Tuan Amplas Kenangan Tembung

Sumber rejo timur Sei rotan Medan estate Laut dendang 8.475 22.138 50.932 24.937 25.474 15.440 15.054

Medan Sunggal Sunggal Tanjung Rejo Babura

Simpang Tanjung Sei Sikambing B Lalang 30.536 31.041 9.189 859 23.102 18.017

(20)

 

DATA INDUK

NAMA TANGGAL UMUR ALAMAT JK

PENDI-DIKAN

PEKER-JAAN

Tomy

Siahaan

15-10-2008 11

tahun

Jl. Jamin ginting

gg. Perdamean

no. 593

L Tamat SD Pelajar

Muhtar

Silalahi

19-3-2009 49

tahun

L. P.mus XII No.

4 Simalingkar

L S1 PNS

Andrew

Hutagalung

14-01-2010 14

tahun

Bandar Setia

Tembung Percut

Sei Tuan

L Tamat SD Pelajar

Abidin 18-5-2010 72

tahun

Sunggal Medan L Tamat SD Petani

Raditya 23-8-2011 9

bulan

P. Mutiara Biru

blok F no. 3

Medan

PR Tidak

tamat SD

Belum

sekolah

(21)

 

HASIL UJI STATISTIK

Statistics

Jenis Kelamin Kategori Usia Pekerjaan

Tingkat

Pendidikan

N Valid 5 5 5 5

Missing 0 0 0 0

Statistics

Tempat tinggal Cuaca

N Valid 5 5

Missing 0 0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 5 100.0 100.0 100.0

Kategori Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid <6 tahun 1 20.0 20.0 20.0

6-11 tahun 1 20.0 20.0 40.0

12-17 tahun 1 20.0 20.0 60.0

>25 tahun 2 40.0 40.0 100.0

Total 5 100.0 100.0

(22)

 

Pekerjaan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Belum sekolah 1 20.0 20.0 20.0

Pelajar 2 40.0 40.0 60.0

Petani 1 20.0 20.0 80.0

Pegawai Kantor 1 20.0 20.0 100.0

Total 5 100.0 100.0

Tingkat Pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Tidak tamat SD 1 20.0 20.0 20.0

Tamat SD 3 60.0 60.0 80.0

Sarjana dan Pasca sarjana 1 20.0 20.0 100.0

Total 5 100.0 100.0

Tempat tinggal

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Urban 5 100.0 100.0 100.0

Cuaca

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Hujan 5 100.0 100.0 100.0

(23)

31  

DAFTAR PUSTAKA

Abdulla, F. & Selim, M.M., 1998. A New Therapeutic Modality For Cutaneous Larva Migrans. The Gulf Journal of Dermatology, 5(2): 54-55.

Africa, C.M., 1932. Studies on Experimental Creeping Eruption in the Philippines. Philipp J Sci, 48: 89-101.

Aisah, S., 2010. Creeping Eruption. In: Djuanda, A., Hamzah, M., and Aisah, S., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 125-126.

Bava, J., Gonzalez, L.G., Seley, C.M., López, G.P. & Troncoso, A., 2011. A Case Report of Cutaneous Larva Migrans in Argentina. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, 1(1): 81-82.

Brenner, M.A. & Patel, M.B., 2003. Cutaneous Larva Migrans: The Creeping Eruption. Cutis, 72: 111-115.

Caumes, E., 2006. It's Time to Distinguish The Sign "Creeping Eruption" from The Syndrome "Cutaneous Larva Migrans". Dermatology, 213: 179-181. Caumes, E. & Danis, M., 2004. From Creeping Eruption to Hookworm-Related

Cutaneous Larva Migrans. Lancet Infectious Diseases, 4: 659-660.

Centers for Disease Control and Prevention, 2012. Parasites - Zoonotic Hookworm. Availaible form: http://www.cdc.gov/parasites/zoonotichook worm/ [Accessed 20 April 2013].

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2013. Parasites - Hookworm. Available from: www.cdc.gov/parasites/hookworm [Accessed 21 April 2013].

Donaldson, A.W., Steele, J.H. & Scatterday, J.E., 1950. Creeping Eruption in the Southeastern Unites States. Proccedings of the 87th Annual Meeting of The American Veterinary Association, Section of Public Health, 83-89.

DPDx, 2010. Image Library: Hookworm. Available from: http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/ImageLibrary/Hookworm_il.htm

[Ac-cessed 25 Mei 2013].

(24)

32  

Eckert, J., 2005. Larva Migrans Externa or Cutaneous Larva Migrans. In: Bienz, K.A. Medical Microbiology. New York: Thieme Medical Publisher, 602. Feldmeier, H. & Schuster, A., 2011. Mini Review: Hookworm-related Cutaneous

Larva Migrans. Eur J Clin Microbiol Infect Dis, 31(6): 915-918.

Friedli A., Saurat J.H., Harms M., 2002. Serpiginous ganglion cyst of the foot mimicking cutaneous larva migrans. J Am Acad Dermato, 47: 266–267. Gutiérrez, Y., 2000. Diagnostic Patology of Parasitic Infections: With Clinical

Correlations. Edisi ke-2. New York : Oxford University Press, 343-352. Gyapong, J.O., Chinbuah, M.A. & Gyapong, M., 2003. Inadvertent Exposure of

Pregnant Women to Ivermectin and Albendazole During Mass Drug Administration for Lymphatic Filariasis. Trop Med Int Healt, 8: 1093–1101. Heukelbach, J. & Feldmeier, H., 2008. Epidemiological and Clinical

Characteristics Of Hookworm-related Cutaneous Larva Migrans. Lancet Infectious Diseases. 8: 302-309.

Heukelbach, J., Gomide, M., Araújo, F.Jr., Pinto, N.S., Santana, R.D., Brito, J.R. & Feldmeier, H., 2007. Cutaneous Larva Migrans and Tungiasis in International Travelers Exiting Brazil: An Airport Survey. J Travel Med, 14: 374-380.

Heukelbach, J., Jackson, A., Ariza, L. & Feldmeier, H., 2008. Prevalence and Risk Factors of Hookworm-related Cutaneous Larva Migrans in a Rural Community in Brazil. Annual Tropical Medicine Parasitology, 31: 493-498. Heukelbach, J., Mencke, N. & Feldmeier, H., 2002. Cutaneous Larva Migrans and

Tungiasis: The Challenge to Control Zoonotic Ectoparasitoses Associated with Poverty. Trop Med Int Health, 7: 907–910.

Heukelbach, J., Wilcke, T. & Feldmeier, H., 2004. Cutaneous Larva Migrans (Creeping Eruption) in an Urban Slum in Brazil. International Journal of Dermatology, 43: 511-515.

Hochedez, P. & Caumes, E, 2007. Hookworm-related cutaneous larva migrans. J Travel Med, 14: 326–333.

(25)

33  

Juzych, L.A., 2012. Cutaneous Larva Migrans. Available form: http://emedicine.medscape.com/article/1108784-overview. [Accessed 20 April 2013].

Kourilova, P., Hogg, K.G. & Kolarova, L., 2004. Cercarial Dermatitis Caused by Bird Schistosomes Comprises both Immediate and Late Phase Cutaneous Hypersensitivity Reactions. Journal of Immunology. 172: 3766-3774.

Lutvi, H., 2012. Analisis Faktor Risiko Kejadian Creeping Eruption di Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

Natadisastra, D. & Agoes, R., 2009. Cutaneous Larva Migrans (Creeping Eruption). In: Parasitologi Kedokteran: Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 275-276.

Palgunadi, B.U., 2010. Cutaneous Larva Migrans. Jurnal Ilmiah Kedokteran, 2(1): 31-33.

Peel, M.C., Finlayson, B.L., McMahon, T.A., 2007. Updated World Map Of The Koppen-Geiger Climate Classification. Hydrol. Earth Syst. Sci., 11: 1633-1644.

Robson, N.Z. & Othman, S., 2008. A Case of Cutaneous Larva Migrans Acquired from Soiled Toilet Floors in Urban Kuala Lumpur. Med J Malaysia, 4: 331-332.

Sakai, R., Higashi, K., Ohta, M., Sugimoto, Y., Ikoma, Y. & Horiguchi, Y., 2006. Creeping Hair: An Isolated Hair Burrowing in the Uppermost Dermis Resembling Larva Migrans. Dermatology, 213: 242-244.

Sáez-de-Ocariz, M.M., McKinster, C.D., Orozco-Covarrubias, L., Tamayo-Sánchez L. & Ruiz-Maldonado R., 2002. Treatment of 18 Children with Scabies or Cutaneous Larva Migrans Using Ivermectin. Clin Dermatol, 27: 264–267.

Schuster, A., Lesshafft, H., Talhari, S., Oliveira, S.G.D., Ignatius, R., Feldmeier, H., 2011. Life Qulity Impairment Caused by Hookworm-Related Cutaneous

Larva Migrans in Resource-Poor Communities in Manaus, Brazil. PLoS Neglected Tropical Diseases, 5(11): 1-9.

(26)

34  

Shulman, S.T., Phair, J.P. & Sommers, H.M., 1994. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi. Edisi ke-4. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 341. Soo, J.K., Vega-Lopez, F., Steven, H.P. & Chiodini P.L., 2003. Cutaneous Larva

Migrans and BeyondA Rare Association. Travel Med Infect Dis, 1:41-43. Supali, T., Margono, S.S., Alisah, N.A., 2009. Cacing Tambang (Hookworm). In:

Sutanto, I., Ismid, I.I., Sjarifuddin, P.K., Sungkar, S. (ed), Buku Ajar Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 12-24.

Tolan Jr, R.W., 2013. Pediatric Cutaneous Larva Migrans. Available form: http://emedicine.medscape.com/article/998709-overview [Accessed 25 Mei 2013]

Tremblay A., MacLean J.D., Gyorkos T. & Macpherson D.W., 2000. Outbreak of cutaneous larva migrans in a group of travellers. Trop Med Int Health, 5: 330–334.

Vano-Galvan, S.,Gil-Mosquera, M., Truchuelo, M. & Jaén, P.,2009. Cutaneous Larva Migrans: A Case Report. Cases Journal, 2: 112.

Vega-Lopez, F. & Hay, R.J., 2004. Parasitic Worms and Protozoa. In: Burns, T., Breatnach, S., Cox, N. & Griffiths, C., eds. Rook’s Textbook of Dermatology. United Kingdom: Blackwell Science Ltd.

Wahyuni, A.S, 2007. Statistika Kedokteran Disertai Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Bamboedoea Communication.

Weller, P.F. & Leder, K., 2012. Cutaneous Larva Migrans (Creeping Eruption). Available from: http://www.uptodate.com/contents/cutaneous-larva-migrans-creeping-eruption [Accessed 21 April 2013].

(27)

17  

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

3.2. Variabel dan Definisi Operasional Variabel pada penelitian ini antara lain : 1. Penderita cutaneous larva migrans

a. Definisi operasional : pasien yang didiagnosis menderita CLM di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2008-2012 dan tercatat di rekam medis

b. Cara ukur : observasi c. Alat ukur : rekam medis

d. Hasil pengukuran : CLM dan bukan CLM e. Skala pengukuran : nominal

2. Usia

a. Definisi operasional : umur penderita CLM yang tercatat di rekam medis

b. Cara ukur : observasi

c. Alat ukur : rekam medis

d. Hasil pengukuran dikelompokkan sebagai berikut :

 Usia

 Jenis kelamin

 Pekerjaan

 Tempat tinggal

 Pendidikan terakhir

 Bulan dan tahun berobat

Cutaneous larva migrans

(28)

18  

 ≤25 tahun

 >25 tahun

e. Skala pengukuran : interval

3. Jenis kelamin

a. Definisi operasional : jenis kelamin penderita CLM yang tercatat di rekam medis

b. Cara ukur : observasi c. Alat ukur : rekam medis

d. Hasil pengukuran : laki-laki dan perempuan e. Skala pengukuran : nominal

4. Pekerjaan

a. Definisi operasional : aktivitas utama penderita CLM yang tercatat di rekam medis

b. Cara ukur : observasi c. Alat ukur : rekam medis

d. Hasil pengukuran dikelompokkan sebagai berikut :

 Belum sekolah

 Pelajar

 Ibu rumah tangga

 Pekerjaan dengan banyak riwayat kontak dengan tanah/pasir

(petani, nelayan, pemburu, tukang kebun, dan penambang pasir)

 TNI/POLRI

 Pegawai atau karyawan kantor

 Belum atau tidak bekerja

e. Skala pengukuran : nominal 5. Tempat tinggal

a. Definisi operasional : tempat tinggal penderita CLM yang tercatat di rekam medis dan dikategorikan menjadi rural (pedesaan) dan urban (perkotaan)

(29)

19  

b. Cara ukur : observasi c. Alat ukur : rekam medis d. Hasil pengukuran :

 Rural : jumlah penduduk <2500 orang

 Urban : jumlah penduduk ≥2500 orang

e. Skala pengukuran : nominal

6. Tingkat Pendidikan

a. Definisi operasional : pendidikan formal terakhir yang ditempuh penderita CLM yang tertulis pada rekam medis

b. Cara ukur : observasi c. Alat ukur : rekam medis

d. Hasil pengukuran dikelompokkan sebagai berikut :

 Tidak Tamat SD

 Tamat SD

 Tamat SMP

 Tamat SMA

 Diploma

 Sarjana dan pascasarjana e. Skala pengukuran : ordinal

7. Bulan dan tahun berobat

a. Definisi operasional : Bulan dan tahun saat penderita CLM berobat ke rumah sakit yang tertulis pada rekam medis dan dihubungkan dengan cuaca pada bulan dan tahun tersebut di daerah tempat tinggal penderita berdasarkan data dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)

b. Cara ukur : observasi c. Alat ukur : rekam medis

d. Hasil pengukuran dikelompokkan berdasarkan klasifikasi cuaca

Koppen-Geiger (Peel et al, 2007), yaitu:

(30)

20  

 Cuaca kemarau : curah hujan <60mm2 selama 3 dasarian berturut-turut (1 bulan)

 Cuaca hujan : curah hujan >100mm2 selama 3 dasarian

berturut-turut (1 bulan)

 Cuaca pancaroba : curah hujan tinggi, namun tidak memenuhi persyaratan definisi cuaca hujan

e. Skala pengukuran : nominal

(31)

21  

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif untuk mengetahui karakteristik penderita CLM di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008-2012. Desain penelitian yang digunakan adalah studi cross sectional.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Rekam Medik RSUP Haji Adam Malik. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan pertimbangan bahwa rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pusat rujukan di Sumatera Utara.

4.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama dua bulan, yaitu mulai bulan Juli 2013 sampai dengan bulan Agustus 2013.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang didiagnosis menderita CLM di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008-2012.

4.3.2. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling yaitu metode penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden/sampel. Dalam penelitian ini, sampel adalah seluruh pasien yang didiagnosis menderita CLM di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008-2012 dan tercatat dalam rekam medis.

(32)

22  

4.4. Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu rekam medis pasien CLM di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008-2012.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara tertentu:

1. Editing

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data. 2. Coding

Data yang telah terkumpul dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer.

3. Entry

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program komputer Statistic Package for Social Science (SPSS).

4. Cleaning

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam computer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

5. Saving

Penyimpanan data untuk siap dianalisis (Wahyuni, 2008).

4.5.2. Analisis Data

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah statistika deskriptif, yaitu analisis univariat. Data yang diperoleh dari hasil pengumpulan data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, kemudian dibahas dengan menggunakan teori dan kepustakaan yang ada.

(33)

23  

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik (RSUP HAM) Kota Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, kelurahan

Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan Kategori Kelas A. Selain itu, RSUP Haji Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk Wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Dalam penelitian ini didapatkan sampel penderita CLM di RSUP H. Adam Malik selama tahun 2008-2012 sebanyak 5 orang. Dari keseluruhan sampel tersebut, karakteristik sampel yang diamati adalah jenis kelamin, usia, tempat tinggal, pekerjaan, tingkat pendidikan, dan cuaca.

[image:33.595.106.509.632.719.2]

Berdasarkan data-data tersebut dapat dibuat karakteristik subjek penelitian sebagai berikut :

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 2

Laki-laki Perempuan

5 0

100 0

Total 5 100

(34)

24  

[image:34.595.107.509.197.284.2]

Dari tabel 5.1. dapat dilihat bahwa seluruh penderita CLM pada sampel berjenis kelamin laki-laki (100%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 2

≤25 tahun >25 tahun

3 2

60 40

Total 5 100

Dari tabel 5.2., dapat dilihat bahwa kelompok usia terbanyak yang menjadi sampel adalah kelompok usia ≤25 tahun yaitu sebanyak 3 sampel (60%),

[image:34.595.107.509.409.494.2]

kemudian diikuti oleh kelompok usia >25 tahun yaitu sebanyak 2 sampel (40%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Tempat Tinggal No Tempat Tinggal Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 2 Rural Urban 0 5 100 0

Total 5 100

Dari tabel 5.3. dapat dilihat bahwa seluruh penderita CLM pada sampel bertempat tinggal di daerah urban (100%). Hal ini dapat dilihat dari jumlah penduduk di semua daerah tempat tinggal sampel menurut hasil sensus penduduk yang berjumlah >2.500 orang.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 2 3 4 Belum sekolah Pelajar

Ibu rumah tangga

Pekerjaan dengan banyak

1 2 0 1 20 40 0 20

[image:34.595.107.509.640.750.2]
(35)

25  

5 6 7

riwayat kontak dengan tanah (petani,nelayan,dll) TNI/POLRI Pegawai kantor Tidak bekerja 0 1 0 0 20 0

Total 5 100

[image:35.595.109.511.425.598.2]

Dari tabel 5.4., dapat dilihat bahwa jenis pekerjaan terbanyak yang menjadi sampel adalah pelajar yaitu sebanyak 2 sampel (40%), kemudian diikuti oleh kelompok belum sekolah, pekerjaan dengan banyak riwayat kontak dengan tanah (petani, nelayan, dll) dan pegawai kantor masing-masing sebanyak 1 sampel (20%). Tidak dijumpai sampel pada kelompok ibu rumah tangga, TNI/POLRI, dan tidak bekerja.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Pendidikan

No Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 2 3 4 5 6

Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Diploma

Sarjana dan pascasarjana

1 3 0 0 0 1 20 60 0 0 0 20

Total 5 100

Dari tabel 5.5., dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan terbanyak yang menjadi sampel adalah tamat SD yaitu sebanyak 3 sampel (60%), kemudian diikuti oleh kelompok tidak tamat SD dan sarjana, masing-masing sebanyak 1 sampel (20%). Tidak dijumpai sampel pada kelompok tamat SMP, tamat SMA, dan diploma.

(36)
[image:36.595.105.515.135.242.2]

26  

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Cuaca

No Cuaca Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 2 3 Cuaca kemarau Cuaca hujan Cuaca pancaroba 0 5 0 0 100 0

Total 5 100

Dari tabel 5.6., dapat dilihat bahwa semua kejadian CLM terjadi pada cuaca hujan (100%), dimana curah hujan pada bulan-bulan kejadian CLM menurut data BMKG pada studi ini >100 mm2 selama 1 bulan.

5.2. Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Penderita CLM Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin pada tabel 5.1. diketahui bahwa penderita dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 5 orang (100%), sedangkan tidak terdapat penderita dengan jenis kelamin perempuan pada sampel (0%).

Penelitian yang dilakukan pada wisatawan yang akan keluar dari Brazil menunjukkan CLM lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan, yaitu sebanyak 75,2% pada laki-laki dan 24,8% pada perempuan (Heukelbach et al, 2007). Penelitian lain di Manaus juga menunjukkan CLM lebih banyak pada laki-laki (69,2%) dibandingkan perempuan (30,8%) (Schuster et al, 2011). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan pada penderita CLM di RSUP Haji Adam Malik pada studi ini. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di tempat lain di Brazil yang menunjukkan bahwa 663 (55,9%) penderita CLM adalah perempuan, sedangkan 522 (44,1%) penderita adalah laki-laki, walaupun perbedaan yang didapati tidak terlalu signifikan (Heukelbach et al, 2004)

Penelitian yang dilakukan pada wisatawan Jerman yang baru berlibur dari luar negeri juga menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu signifikan terhadap penderita CLM berdasarkan jenis kelamin. Pada penelitian tersebut didapati sebanyak 54 (55,1%) penderita adalah laki-laki, sedangkan sebanyak 44 (44,9%) adalah perempuan (Jelinek et al, 1994)

(37)

27  

Hal ini mungkin berkaitan dengan kebiasaan dan tingkat higinitas yang berbeda pada laki-laki dan perempuan. Pada musim hujan khususnya, perempuan cenderung tinggal di rumah, melakukan pekerjaan rumah tangga, mengobrol dengan teman-teman, atau merawat adik-adik, sedangkan laki-laki cenderung bermain sepak bola tanpa alas kaki di tanah umum yang luas, dimana anjing dan kucing berkeliaran di sekitarnya (Heukelbach et al, 2007). Namun, kebiasaan dan tingkat higinitas yang berbeda dari masing-masing individu dapat menyebabkan

hasil yang berbeda dari tiap penelitian.

5.2.2. Karakteristik Penderita CLM Berdasarkan Usia

Berdasarkan karakteristik usia pada tabel 5.2. diketahui bahwa penderita CLM terbanyak pada kelompok usia ≤25 tahun yaitu sebanyak 3 orang (605)

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian di Barbados yang dilakukan oleh Tremblay et al (2000) juga menunjukkan CLM lebih banyak terjadi pada usia yang lebih muda. Selain itu, penelitian lain di Brazil menunjukkan pada musim kemarau, insiden CLM terbanyak terjadi pada kelompok usia 5-9 tahun (47%), sedangkan pada musim hujan insiden CLM terbanyak terjadi pada kelompok usia ≤4 tahun (51,1%) (Heukelbach et al, 2007). Hal ini berkaitan dengan kebiasaan anak kecil yang jarang menggunakan alas kaki saat keluar rumah.

5.2.3. Karakteristik Penderita CLM Berdasarkan Tempat Tinggal

Berdasarkan tabel 5.3. diketahui bahwa seluruh penderita CLM pada sampel bertempat tinggal di daerah urban (100%).

Pada studi ini, pengelompokan urban dan rural masih dibuat berdasarkan definisi urban dan rural menurut Paul H. Landis, yaitu rural adalah daerah dengan jumlah penduduk kurang dari 2500 orang. Kemudian, dari alamat pasien yang didapat dari rekam medis, dilihat ke hasil sensus penduduk Indonesia 2010 untuk mendapatkan jumlah penduduk pada daerah tersebut.

Hasil yang didapat pada studi ini mungkin disebabkan karena

pengelompokan tempat tinggal pada penelitian ini masih berdasarkan pembagian

(38)

28  

menurut jumlah penduduk, sehingga tidak dapat mencerminkan pembagian tempat tinggal berdasarkan definisi rural dan kota secara agrarisnya.

5.2.4. Karakteristik Penderita CLM Berdasarkan Pekerjaan

Berdasarkan tabel 5.4. diketahui bahwa penderita CLM terbanyak pada kelompok dengan pekerjaan sebagai pelajar yaitu sebanyak 2 orang (40%). Hal ini mungkin dikarenakan CLM umumnya lebih banyak terjadi pada penderita dengan

usia yang lebih muda (Tremblay et al, 2000).

Literatur lain mengatakan orang yang pekerjaannya sering kontak dengan tanah atau pasir tersebut dapat meningkatkan risiko terinfeksi larva CLM. Hal ini disebabkan larva infektif penyebab CLM banyak terdapat pada tanah atau pasir yang lembab (Aisah, 2000). Namun pada studi ini didapati bahwa hanya 1 kasus CLM (20 %) yang ditemukan pada pekerja dengan banyak riwayat kontak dengan tanah (petani,nelayan,dll). Adanya perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian terdahulu mungkin disebabkan karena sedikitnya jumlah penderita yang menjadi sampel dalam penelitian ini sehingga sampel yang ada kurang representatif terhadap populasi. Hal lain yang juga turut menjadi pertimbangan adalah, walaupun RSUP H. Adam Malik adalah merupakan pusat rujukan di Sumatera, masyarakat mungkin lebih memilih berobat ke pusat pelayanan kesehatan yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya untuk pengobatan CLM yang dalam keseharian memang bukanlah tergolong kasus emergensi dan jarang memerlukan rujuk khusus. Selain itu, membawa penderita anak berobat ke RSUP H. Adam Malik akan lebih sulit/merepotkan bagi orangtua suspek penderita CLM bila domisilinya tergolong jauh dari rumah sakit tersebut, Di sisi lain, kurang lengkapnya rekam medis dan masih banyaknya petugas kesehatan yang masing sering salah mendiagnosis CLM juga menyebabkan sedikitnya jumlah sampel.

5.2.5. Karakteristik Penderita CLM Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan tabel 5.5. diketahui bahwa penderita CLM terbanyak pada

kelompok pendidikan tamat SD yaitu sebanyak 3 orang (60%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian di Brazil yang menunjukkan bahwa dari 354 orang dengan

(39)

29  

tingkat pendidikan rendah yang diperiksa, didapati 51 orang (14,4%) menderita CLM, sedangkan dari 760 orang dengan tingkat pendidikan tinggi yang diperiksa, didapati 94 orang (12,4%) menderita CLM, walaupun perbedaan yang didapati tidak terlalu signifikan (p value = 0,34) (Heukelbach et al, 2007).

Hal ini mungkin berkaitan dengan tingkat kesadaran masyarakat berpendidikan rendah yang masih jarang menggunakan alas kaki saat keluar rumah. Namun, di sisi lain, masih banyak masyarakat berpendidikan tinggi yang

juga masih jarang menggunakan alas kaki saat sedang berlibur di pantai. Sehingga, tidak terdapat perbedaan yang berarti pada angka kejadian CLM antara masyarakat berpendidikan rendah dan tinggi bila dikumulatifkan untuk kasus-kasus yang muncul sepanjang tahun. Begitu pun, ada kemungkinan peningkatan jumlah kasus pada masyarakat berpendidikan tinggi terutama hanya pada musim liburan, tidak sepanjang tahun.

5.2.6. Karakteristik Penderita CLM Berdasarkan Cuaca

Berdasarkan tabel 5.6. diketahui bahwa seluruh kejadian CLM pada penelitian ini terjadi pada cuaca hujan (100%). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian di Brazil yang menunjukkan bahwa angka kejadian CLM meningkat 2,6 kali lipat pada musim hujan dibandingkan musim panas (Heukelbach et al,

2007).

Peningkatan angka kejadian CLM di cuaca hujan dikarenakan telur dan larva cacing tambang penyebab CLM bertahan lebih lama di tanah yang basah dibandingkan di tanah yang kering. Selain itu, hujan menyebabkan telur dan larva dapat tersebar secara luas (Heukelbach dan Feldmeier, 2008).

(40)

30  

BAB 6

KESIMPULAN & SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa :

1. Seluruh penderita CLM pada sampel berjenis kelamin laki-laki (100%) 2. Kelompok usia penderita CLM paling banyak adalah >25 tahun, yaitu

sebanyak 2 orang (40%)

3. Seluruh penderita CLM pada sampel bertempat tinggal di daerah urban (100%)

4. Jenis pekerjaan paling banyak pada penderita CLM adalah pelajar, yaitu sebanyak 2 orang (40%)

5. Tingkat pendidikan paling banyak pada penderita CLM adalah tamat SD, yaitu sebanyak 3 orang (60%)

6. Semua kejadian CLM terjadi pada cuaca hujan (100%)

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu:

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai karakteristik CLM dengan menggunakan data dari pusat-pusat pelayanan kesehatan di tingkat dasar (misalnya puskesmas, praktek dokter umum) agar data yang diperoleh lebih informatif (oleh karena kasus CLM jarang yang dirujuk ke rumah sakit) sehingga karakteristik pasien CLM dapat diketahui dengan lebih baik.

2. Bagi RSUP H. Adam Malik Medan khususnya bagian rekam medik sebaiknya dapat melengkapi dan meningkatkan kualitas data rekam medik

pasien, sehingga dapat memberikan data yang lebih akurat bagi penelitian selanjutnya.

(41)

4  

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cutaneous Larva Migrans 2.1.1. Definisi

Cutaneous larva migrans (CLM) merupakan kelainan kulit yang merupakan peradangan yang berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan

progresif, disebabkan oleh invasi cacing tambang yang berasal dari kucing dan anjing, yaitu Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum, dan Ancylostoma ceylanicum (Aisah, 2010). Selama beberapa dekade, istilah CLM dan creeping eruption sering disamaartikan. Perbedaannya adalah, CLM menggambarkan sindrom, sedangkan creeping eruption menggambarkan gejala klinis. Creeping eruption secara klinis diartikan sebagai lesi yang linear atau serpiginius, sedikit menimbul, dan kemerahan yang bermigrasi dalam pola yang tidak teratur (Caumes, 2006).

Penyakit yang menimbulkan gejala berupa creeping eruption tapi tidak disebabkan oleh parasit non-larva tidak disebut sebagai CLM, misalnya seperti pada dracunculiasis, loiasis, skabies, schistosomiasis, ataupun onchocerciasis

(Kourilova, 2004; Caumes, 2004 dalam Heukelbach dan Feldmeier, 2008).

2.1.2. Epidemiologi

CLM terjadi di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia, terutama di daerah yang lembab dan terdapat pesisir pasir. Di Amerika Serikat, penyakit ini sebagian besar terjadi di negara bagian tenggara, terutama Florida, tetapi dapat juga ditemukan secara sporadik di negara bagian lain (Donaldson et al, 1950 dalam Gutiérrez, 2000). Kasus CLM telah dilaporkan di Jerman, Prancis, Inggris, Selandia Baru, dan Amerika Serikat (Feldmeier dan Schuster, 2011).

CLM endemik di masyarakat kurang mampu di negara berkembang, seperti Brazil, India, dan Hindia Barat. Sebuah studi di Manaus, Brazil,

menunjukkan prevalensi CLM pada anak-anak selama musim hujan berkisar 9,4%. Di daerah perkumuhan di Timur Laut Brazil, didapati lebih dari 4% dari

(42)

5  

keseluruhan populasi dan 15% pada anak-anak menderita CLM (Feldmeier dan Schuster, 2011).

Di negara-negara berpenghasilan tinggi, CLM terjadi secara sporadis atau dalam bentuk epidemi yang kecil. Kasus sporadis biasanya berhubungan dengan kondisi iklim yang tidak umum seperti musim semi atau hujan yang memanjang. Penyakit ini sering muncul pada daerah dimana anjing dan kucing tidak diberikan antihelmintes secara teratur (Heukelbach et al, 2008).

Secara geografis, distribusi CLM mencerminkan distribusi geografi

Ancylostoma braziliense. Sebagian besar kasus yang dilaporkan adalah wisatawan yang sering berkunjung ke daerah pantai. Ancylostoma braziliense endemik pada anjing dan kucing, sering ditemukan di sepanjang Pantai Atlantik Amerika Utara bagian tenggara, Teluk Meksiko, Laut Karibia, Uruguay, Afrika (Afrika Selatan, Somalia, Republik Kongo, Sierra Leone), Australia, dan Asia. Penyakit ini tidak muncul setelah terpapar pantai yang tidak terdapat Ancylostoma braziliense, misalnya Pantai Pasifik Amerika Serikat dan Meksiko (Soo et al, 2003).

2.1.3. Faktor Risiko 1. Faktor perilaku

Adapun faktor perilaku yang mempengaruhi kejadian CLM antara lain : a) Kebiasaan tidak menggunakan alas kaki

Adanya bagian tubuh yang berkontak langsung dengan tanah yang terkontaminasi akan mengakibatkan larva dapat melakukan penetrasi ke kulit sehingga menyebabkan CLM (Abdulla dan Selim, 1998). b) Pengobatan teratur terhadap anjing dan kucing

Penyebab utama CLM adalah larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing (Aisah, 2010). Perawatan rutin anjing dan kucing, termasuk de-worming secara teratur dapat mengurangi pencemaran lingkungan oleh telur dan larva cacing tambang (CDC, 2012).

c) Berlibur ke daerah tropis atau pesisir pantai

Kondisi biogeografis yang hangat dan lembab menyebabkan banyak terdapat larva penyebab penyakit ini di daerah tropis (Brenner dan

(43)

6  

Patel, 2003). Selain itu, kebiasaan wisatawan untuk berjalan di pesisir pantai tanpa menggunakan sandal dan berjemur di pasir tanpa menggunakan alas menyebabkan banyaknya laporan kejadian CLM dari wisatawan yang baru berlibur ke pantai (Heukelbach dan Feldmeier, 2008). Sebuah penelitian pada wisatawan international yang baru meninggalkan Brazil bagian Timur Laut di bandara menunjukkan bahwa semua wisatawan yang menderita CLM telah

mengunjungi pantai selama liburannya (Heukelbach et al, 2007).

2. Faktor lingkungan

Adapun faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian CLM antara lain : a) Keberadaan anjing dan kucing

Anjing dan kucing merupakan hospes definitif dari cacing

Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, dan Ancylostoma caninum. Tinja anjing dan kucing yang terinfeksi dapat mengandung telur cacing Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum dan

Ancylostoma caninum. Telur tersebut dapat berkembang menjadi stadium larva yang infektif (filariform) pada tanah dan pasir yang terkontaminasi. Larva filariform dari cacing tersebut apabila kontak dengan kulit manusia, dapat menembus kulit dan menyebabkan CLM (Supali et al, 2009).

b) Cuaca atau iklim lingkungan

Ada variasi musiman yang berbeda pada kejadian CLM, dengan puncak kejadian selama musim hujan. Telur dan larva bertahan lebih lama di tanah yang basah dibandingkan di tanah yang kering dan dapat tersebar secara luas oleh hujan yang deras. Selain itu, iklim yang lembab juga mengakibatkan peningkatan infeksi cacing tambang di anjing dan kucing sehingga pada akhirnya meningkatkan jumlah tinja yang terkontaminasi dan risiko infeksi pada manusia (Heukelbach dan

Feldmeier, 2008).

(44)

7  

c) Tinggal di daerah dengan keadaan pasir atau tanah yang lembab

Telur Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, dan

Ancylostoma caninum dikeluarkan bersama tinja anjing dan kucing. Pada keadaan lingkungan yang lembab dan hangat, telur akan menetas menjadi larva rabditiform dan kemudian menjadi larva filariform yang infektif. Larva filariform inilah yang akan melakukan penetrasi ke kulit dan menyebabkan CLM (CDC, 2012).

3. Faktor demografis

Adapun faktor demografis yang mempengaruhi kejadian CLM antara lain : a) Usia

CLM paling sering terkena pada anak berusia ≤4 tahun. Hal ini disebabkan karena anak pada usia tersebut masih jarang menggunakan alas kaki saat keluar rumah. Pada penelitian tersebut juga didapatkan bahwa usia merupakan faktor demografis yang hubungannya paling signifikan dengan kejadian CLM (p<0,0001) (Heukelbach et al,2008). b) Pekerjaan

Larva infektif penyebab CLM terdapat pada tanah atau pasir yang lembab. Orang yang pekerjaannya sering kontak dengan tanah atau pasir tersebut dapat meningkatkan risiko terinfeksi larva CLM. Pekerjaan yang memiliki risiko teinfeksi larva penyebab CLM diantaranya petani, nelayan, tukang kebun, pemburu, penambang pasir dan pekerjaan lain yang sering kontak dengan tanah atau pasir (Aisah, 2010).

c) Tingkat pendidikan

Suatu penelitian tentang prevalensi dan faktor risiko CLM di Brazil menunjukkan, dari 1114 penduduk pedesaan, didapati 23 dari 354 (6,5%) penduduk dengan tingkat pendidikan rendah menderita CLM, sedangkan pada penduduk dengan tingkat pendidikan tinggi, didapati

34 dari 760 (4,5%) orang menderita CLM (Heukelbach et al,2008).

(45)

8  

2.1.4. Etiologi

Penyebab utama CLM adalah larva cacing tambang dari kucing dan anjing (Ancylostoma braziliense, Ancylostoma ceylanicum, dan Ancylostoma caninum) dan Strongyloides. Penyebab lain yang juga memungkinkan yaitu larva dari serangga seperti Hypoderma dan Gasterophilus (Eckert, 2005). Di Asia Timur, CLM umumnya disebabkan oleh Gnasthostoma sp. pada babi dan kucing. Pada beberapa kasus ditemukan Echinococcus, Dermatobia maxiales, Lucilia caesar

(Aisah, 2010).

Di epidermis, larva Ancylostoma brazilense akan bermigrasi dan menyebabkan CLM selama beberapa minggu sebelum larva tersebut mati. Di sisi lain, larva Ancylostoma caninum dan Ancylostoma ceylanicum dapat melakukan penetrasi yang lebih dalam dan menimbulkan gejala klinis yang lain seperti enteritis eosinofilik. (CDC, 2012)

2.1.5. Morfologi

Ancylostoma caninum mempunyai tiga pasang gigi (Supali et al, 2009). Panjang cacing jantan dewasa Ancylostoma caninum berukuran 11-13 mm dengan bursa kopulatriks dan cacing betina dewasa berukuran 14-21 mm. Cacing betina meletakkan rata-rata 16.000 telur setiap harinya (Palgunadi, 2010).

Morfologi Ancylostoma braziliense mirip dengan Ancylostoma caninum, tetapi kapsul bukalnya memanjang dan berisi dua pasang gigi sentral. Gigi sebelah lateral lebih besar, sedangkan gigi sebelah medial sangat kecil. Selain itu, pada

Ancylostoma braziliense juga terdapat sepasang gigi segitiga di dasar bukal kapsul. Cacing betina berukuran 6-9 mm dan cacing jantan berukuran 5-8 mm. Cacing betina dapat mengeluarkan telur 4.000 butir setiap hari (Palgunadi, 2010). Morfologi Ancylostoma ceylanicum juga hampir sama dengan A. braziliense dan

A. caninum, hanya saja pada rongga mulut A. ceylanicum terdapat terdapat dua pasang gigi yang tidak sama besarnya (Supali et al, 2009).

(46)

9  

[image:46.595.226.399.111.306.2]

Sumber : DPDx, 2010

Gambar 2.1. Bagian kepala Ancylostoma caninum

Sumber : DPDx, 2010

Gambar 2.2. Larva filariform ( larva stadium tiga) cacing tambang

2.1.6. Siklus Hidup

Telur keluar bersama tinja pada kondisi yang menguntungkan (lembab, hangat, dan tempat yang teduh). Setelah itu, larva menetas dalam 1-2 hari. Larva rabditiform tumbuh di tinja dan/atau tanah, dan menjadi larva filariform (larva stadium tiga) yang infektif setelah 5 sampai 10 hari. Larva infektif ini dapat bertahan selama 3 sampai 4 minggu di kondisi lingkungan yang sesuai. Pada kontak dengan pejamu hewan (anjing dan kucing), larva menembus kulit dan

dibawa melalui pembuluh darah menuju jantung dan paru-paru. Larva kemudian

[image:46.595.180.444.354.543.2]
(47)

10  

menembus alveoli, naik ke bronkiolus menuju ke faring dan tertelan. Larva mencapai usus kecil, kemudian tinggal dan tumbuh menjadi dewasa. Cacing dewasa hidup dalam lumen usus kecil dan menempel di dinding usus. Beberapa larva ditemukan di jaringan dan menjadi sumber infeksi bagi anak anjing melalui

transmammary atau transplasenta. Manusia juga dapat terinfeksi dengan cara larva filariform menembus kulit. Pada sebagian besar spesies, larva tidak dapat berkembang lebih lanjut di tubuh manusia dan bermigrasi tanpa tujuan di

epidermis. Beberapa larva dapat bertahan pada jaringan yang lebih dalam setelah bermigrasi di kulit (CDC, 2012).

[image:47.595.150.498.302.570.2]

Sumber : CDC, 2012

Gambar 2.3. Siklus hidup cacing tambang

2.1.7. Patogenesis

Telur pada tinja menetas di permukaan tanah dalam waktu 1 hari dan berkembang menjadi larva infektif tahap ketiga setelah sekitar 1 minggu. Larva dapat bertahan hidup selama beberapa bulan jika tidak terkena matahari langsung dan berada dalam lingkungan yang hangat dan lembab. Kemudian jika terjadi kenaikan suhu, maka larva akan mencari pejamunya. Setelah menempel pada manusia, larva merayap di sekitar kulit untuk tempat penetrasi yang sesuai.

(48)

11  

Akhirnya, larva menembus ke lapisan korneum epidermis. Larva infektif mengeluarkan protease dan hialuronidase agar dapat bermigrasi di kulilt manusia (Heukelbach dan Feldmeier, 2008). Selanjutnya, larva bermigrasi melalui jaringan subkutan membentuk terowongan yang menjalar dari satu tempat ke tempat lainnya (Shulmann et al, 1994 dalam Palgunadi, 2010).

Pada hewan, larva mampu menembus dermis dan melengkapi siklus hidupnya dengan berkembang biak di organ dalam. Pada manusia, larva tidak

memiliki enzim kolagenase yang cukup untuk menembus membran basal dan menyerang dermis, sehingga larva tersebut tidak dapat melanjutkan perkembangan siklus hidupnya. Akibatnya, selamanya larva terjebak di jaringan kulit penderita hingga masa hidup dari cacing ini berakhir (Juzych, 2012; Palgunadi, 2010).

2.1.8. Gejala Klinis

Pada saat larva masuk ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas di tempat larva melakukan penetrasi. Rasa gatal yang timbul terutama terasa pada malam hari, jika digaruk dapat menimbulkan infeksi sekunder (Natadisastra & Agoes, 2009). Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Perkembangan selanjutnya, papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa sentimeter (Aisah, 2010). Pada stadium yang lebih lanjut, lesi-lesi ini akan lebih sulit untuk diidentifikasi, hanya ditandai dengan rasa gatal dan nodul-nodul (Vega-Lopez dan Hay, 2004).

Lesi tidak hanya berada di tempat penetrasi. Hal ini disebabkan larva dapat bergerak secara bebas sepanjang waktu. Umumnya, lesi berpindah ataupun bertambah beberapa milimeter perhari dengan lebar sekitar 3 milimeter. Pada

CLM, dapat dijumpai lesi tunggal atau lesi multipel, tergantung pada tingkat keparahan infeksi (CDC, 2012),

(49)

12  

Pada infeksi percobaan dengan 50 larva, didapati gejala mulai muncul beberapa menit setelah tusukan, diikuti dengan munculnya papul-papul setelah 10 menit. Beberapa jam kemudian, bercak awal mulai digantikan oleh papul kemerahan. Papul-papul kemudian bergabung membentuk erupsi eritematopapular, yang kemudian akan menjadi vesikel yang sangat gatal setelah 24 jam. Lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok mulai muncul 5 hari setelah infeksi (Africa, 1932 dalam Gutiérrez, 2000).

CLM biasanya ditemukan pada bagian tubuh yang berkontak langsung dengan tanah atau pasir (CDC, 2012). Tempat predileksi antara lain di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, dan paha (Aisah, 2010).

Pada kondisi sistemik, gejala yang muncul antara lain eosinofilia perifer (sindroma Loeffler), infiltrat pulmonar migratori, dan peningkatan kadar imunoglobulin E, namun kondisi ini jarang ditemui (Vano-Galvan et al, 2009).

[image:49.595.224.437.401.583.2]

Sumber : Tolan Jr, 2013 Gambar 2.4. Gambaran klinis CLM

2.1.9. Diagnosis

Diagnosis CLM ditegakkan berdasarkan gejala klinisnya yang khas dan disertai dengan riwayat berjemur, berjalan tanpa alas kaki di pantai atau aktivitas lainnya di daerah tropis, biopsi tidak diperlukan (Vano-Galvan et al, 2009).

Prosedur invasif jarang digunakan untuk mengindentifikasi parasit pada CLM. Hal ini disebabkan karena ujung anterior lesi tidak selalu menunjukkan

(50)

13  

tempat dimana larva berada. Pada pemeriksaan lab, eosinofilia mungkin ditemukan, namun tidak spesifik. Dalam sebuah penelitian di Jerman pada wisatawan dengan CLM, hanya pada 8 (20%) dari 40 orang didapatkan eosinofilia. Namun, peningkatan kadar eosinofil dapat mengindikasikan perpindahan larva cacing ke visceral, tetapi ini termasuk komplikasi yang jarang terjadi (Heukelbach dan Feldmeier, 2008).

CLM yang disebabkan oleh Ancylostoma caninum dapat dideteksi dengan ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay). Sekarang ini, mikroskop epiluminesens telah digunakan untuk memvisualisasikan pergerakan larva, namun sensitivitas metode ini belum diketahui (Heukelbach dan Feldmeier, 2008).

2.1.10. Diagnosis Banding

Jika ditinjau dari terowongan yang ada, CLM harus dibedakan dengan skabies. Pada skabies, terowongan yang terbentuk tidak sepanjang pada CLM. Namun, apabila dilihat dari bentuknya yang polisiklik, penyakit ini sering disalahartikan sebagai dermatofitosis. Pada stadium awal, lesi pada CLM berupa papul, karena itu sering diduga dengan insects bite. Bila invasi larva yang multipel timbul serentak, lesi berupa papul-papul sering menyerupai herpes zoster stadium awal (Aisah, 2010).

Diagnosis banding yang lain antara lain dermatitis kontak alergi, dermatitis fotoalergi (Robson dan Othman, 2008), loiasis, myasis, schistosomiasis, tinea korporis (Heukelbach dan Feldmeier, 2008), dan ganglion kista serpiginius (Friedli et al, 2002). Kondisi lain yang bukan berasal dari parasit yang menyerupai CLM adalah tumbuhnya rambut secara horizontal di kulit (Sakai et.al, 2006).

2.1.11. Pengobatan

Menurut Heukelbach dan Feldmeier (2008), obat pilihan utama pada CLM adalah ivermectin. Dosis tunggal (200 µg/kg berat badan) dapat membunuh larva

secara efektif dan menghilangkan rasa gatal dengan cepat. Angka kesembuhan dengan dosis tunggal berkisar 77% sampai 100%. Dalam hal kegagalan

(51)

14  

pengobatan, dosis kedua biasanya dapat memberikan kesembuhan. Ivermectin kontradiksi pada anak-anak dengan berat kurang dari 15 kg atau berumur kurang dari 5 tahun dan pada ibu hamil atau wanita menyusui. Namun, pengobatan off-label pada anak-anak dan ibu hamil sudah pernah dilakukan dengan tanpa adanya laporan kejadian merugikan yang signifikan (Saez-de-Ocariz et al, 2002; Gyapong

et al, 2004 dalam Heukelbach dan Feldmeier, 2008).

Dosis tunggal ivermectin lebih efektif daripada dosis tunggal albendazol,

tetapi pengobatan berulang dengan albendazol dapat dilakukan sebagai alternatif yang baik di negara-negara dimana ivermectin tidak tersedia. Oral albendazol (400 mg setiap hari) yang diberikan selama 5-7 hari menunjukkan tingkat kesembuhan yang sangat baik, dengan angka kesembuhan mencapai 92-100%. Karena dosis tunggal albendazol memiliki efikasi yang rendah, albendazol dengan regimen tiga hari biasanya lebih direkomendasikan. Jika diperlukan, dapat dilakukan pendekatan alternatif dengan dosis awal albendazol dan mengulangi pengobatan (Heukelbach dan Feldmeier, 2008).

Tiabendazol (50 mg per kg berat badan selama 2-4 hari) telah digunakan secara luas sejak laporan mengenai efikasinya pada tahun 1963. Namun, tiabendazol yang diberikan secara oral memiliki toleransi yang buruk. Selain itu, penggunaan tiabendazol secara oral sering menimbul efek samping berupa pusing, mual muntah, dan keram usus. Karena penggunaan ivermectin dan albendazol secara oral menunjukkan hasil yang baik, penggunaan tiabendazol secara oral tidak direkomendasikan (Heukelbach dan Feldmeier, 2008).

Penggunaan tiabendazol secara topikal pada lesi dengan konsentrasi 10-15% tiga kali sehari selama 5-7 hari terbukti memiliki efektivitas yang sama dengan pengguaan ivermectin secara oral. Penggunaan secara topikal didapati tidak memiliki efek samping, tetapi memerlukan kepatuhan pasien yang baik. Tiabendazol topikal terbatas pada lesi multipel yang luas dan tidak dapat digunakan pada folikulitis. Ivermectin dan albendazol adalah gabungan yang menjanjikan untuk penggunaan topikal, terutama untuk anak-anak, namun data

efikasi untuk penggunaan ini masih terbatas. Infeksi sekunder harus ditangani dengan antiobiotik topikal (Heukelbach dan Feldmeier, 2008).

(52)

15  

Cara terapi lain ialah dengan cryotherapy yakni menggunakan CO2 snow (dry ice) dengan penekanan selama 45 detik sampai 1 menit, dua hari berturut-turut. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan menggunakan nitrogen liquid dan penyemprotan kloretil sepanjang lesi. Akan tetapi, ketiga cara tersebut sulit karena sulit untuk mengetahui secara pasti dimana larva berada. Di samping itu, cara ini dapat menimbulkan nyeri dan ulkus. Pengobatan dengan cara ini sudah lama ditinggalkan (Aisah, 2010).

2.1.12. Pencegahan

Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kejadian CLM antara lain: - Mencegah bagian tubuh untuk berkontak langsung dengan tanah atau pasir

yang terkontaminasi (Heukelbach dan Feldmeier, 2008)

- Saat menjemur pastikan handuk atau pakaian tidak menyentuh tanah (Heukelbach dan Feldmeier, 2008)

- Melakukan pengobatan secara teratur terhadap anjing dan kucing dengan antihelmintik (Bava et al, 2011)

- Hewan dilarang untuk berada di wilayah pantai ataupun taman bermain (Bava et al, 2011)

- Menutup lubang-lubang pasir dengan plastik dan mencegah binatang untuk defekasi di lubang tersebut (Tremblay et al, 2000 dalam Heukelbach dan Feldmeier, 2008)

- Wisatawan disarankan untuk menggunakan alas kaki saat berjalan di pantai dan menggunakan kursi saat berjemur (Tremblay et al, 2000 dalam Heukelbach dan Feldmeier, 2008)

Akan tetapi, pada masyarakat yang kurang mampu, keterbatasan finansial mengakibatkan sulitnya masyarakat untuk memberikan pengobatan yang teratur terhadap anjing dan kucing. Sehingga pada akhirnya, pemberantasan cacing tambang pada binatang hanya bisa dilakukan dengan cara melakukan pengontrolan yang terintegrasi antara pihak kesehatan masyarakat, antropologis

medis, dokter hewan, dan masyarakat (Heukelbach, Mencke, dan Feldmeier, 2002).

(53)

16  

2.1.13 Prognosis

CLM termasuk ke dalam golongan penyakit self-limiting. Pada akhirnya, larva akan mati di epidermis setelah beberapa minggu atau bulan. Hal ini disebabkan karena larva tidak dapat menyelesaikan siklus hidupnya pada manusia (Hochedez dan Caumes, 2007). Lesi tanpa komplikasi yang tidak diobati akan sembuh dalam 4-8 minggu, tetapi pengobatan farmakologi dapat memperpendek perjalanan penyakit (Robson dan Othman, 2008).

(54)

1  

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cutaneous larva migrans (CLM) atau bisa juga disebut creeping eruption

merupakan kelainan kulit berupa peradangan yang berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dan progresif, disebabkan oleh invasi cacing tambang yang

berasal dari kucing dan anjing, yaitu Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum dan Ancylostoma ceylanicum. Invasi ini sering terjadi pada anak-anak, terutama yang sering berjalan tanpa alas kaki, atau yang sering kontak dengan tanah atau pasir. Demikian pula para petani atau tentara sering mengalami hal yang sama. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis atau subtropis yang hangat dan lembab, misalnya di Afrika, Amerika Selatan dan Barat, serta Indonesia (Aisah et al, 2010).

Di dunia diperkirakan 574.000.000-740.000.000 orang terinfeksi cacing tambang. Cacing tambang pernah tersebar secara luas di Amerika Serikat, khususnya wilayah tenggara, namun perbaikan dalam kondisi hidup telah mengurangi angka kejadian infeksi cacing tambang dalam jumlah yang besar di wilayah tersebut (CDC, 2013).

Di berbagai daerah di Indonesia, prevalensi infeksi cacing tambang berkisar 30-50%. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan seperti di perkebunan karet di Sukabumi, Jawa Barat (93,1%) dan di perkebunan kopi di Jawa Timur (80,69%). Tingginya prevalensi juga dipengaruhi oleh sifat pekerjaan. Sebagai contoh kelompok karyawan yang mengolah tanah di perkebunan teh atau karet akan terus menerus terpapar sumber kontaminasi (Supali et al, 2008).

Cacing tambang penyebab CLM tersebar di seluruh dunia. Akan tetapi, infeksi lebih sering terjadi di iklim yang hangat dan lembab, khususnya di negara-negara tropis dan subtropis Asia Tenggara, Afrika, Amerika Selatan, Karibia, dan

Amerika Serikat bagian tenggara. Larva ditemukan di pantai berpasir, kotak-kotak pasir, dan di bawah tempat tinggal. Individu yang beresiko besar meliputi

(55)

2  

wisatawan, anak-anak, dan buruh yang pekerjaannya menyebabkan kulit mereka berkontak dengan tanah yang terkontaminasi (Weller dan Leder, 2012)

CLM sering dilaporkan oleh wisatawan yang baru kembali dari daerah tropis yang memiliki tanah atau pasir di mana anjing dan kucing di tempat tersebut cenderung terinfeksi cacing tambang. Akan tetapi, CLM kemungkinan menyebabkan masalah yang signifikan bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang kurang berkembang, walaupun penyakit ini tidak dilaporkan secara teratur.

Di daerah-daerah yang kurang berkembang, anjing dan kucing sering dibiarkan bebas berkeliaran dan memiliki tingkat infeksi cacing tambang yang tinggi yang menyebabkan kontaminasi yang luas pada pasir dan tanah di sekitarnya. Survey pada penduduk pedesaan di Brazil menunjukkan prevalensi CLM selama musim hujan adalah 14,9% diantara anak-anak berusia kurang dari 5 tahun dan 0,7% di antara orang dewasa berusia 20 tahun atau lebih (CDC, 2012).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Heryantoro (2012) terhadap faktor risiko kejadian CLM di Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan bahwa faktor perilaku (berjalan tanpa alas kaki dan kontak dengan pasir), faktor lingkungan (tekstur tanah, selalu adanya kucing di lingkungan, dan keberadaan anjing atau kucing yang terinfeksi Ancylostoma sp.), dan faktor sosial demografi (umur) memiliki hubungan dengan kejadian CLM.

Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa terdapat karakteristik tertentu pada penderita CLM. Untuk itu, penulis tertarik untuk meneliti karakteristik penderita CLMdi RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008-2012.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

Bagaimana karakteristik penderita cutaneous larva migrans di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008-2012?

(56)

3  

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui karakteristik penderita cutaneous larva migrans di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008-2012.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui proporsi penderita CLM berdasarkan umur, pekerjaan, tempat

tinggal, pendidikan terakhir, serta bulan dan tahun berobat 2. Mengetahui rentang usia tersering penderita CLM

3. Mengetahui keadaan cuaca tersering yang menyebabkan CLM

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan dan informasi bagi RSUP Haji Adam Malik Medan mengenai karakteristik penderita CLM

2. Sebagai masukan dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin menggali dan memperdalam lebih jauh mengenai CLM

3. Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis mengenai CLM

(57)

ii  

ABSTRAK

Cutaneous larva migrans (CLM) merupakan kelainan kulit berupa peradangan yang disebabkan oleh invasi larva cacing tambang. Di dunia diperkirakan 574-740 juta orang terinfeksi cacing tambang. Di berbagai daerah di Indonesia, prevalensi infeksi cacing tambang berkisar 30-50%. Terjadinya CLM dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor perilaku, faktor

lingkungan, dan faktor sosial demografi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik penderita CLM di RSUP Haji Adam Malik Medan. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan desain cross-sectional. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien CLM di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2008-2012. Sampel penelitian diambil dengan metode total sampling.

Hasil penelitian dari 5 orang penderita CLM didapatkan 100% laki-laki, 40% pada usia >25 tahun, 100% bertempat tinggal di daerah urban, 40% pelajar, 60% tamat SD, 100% terjadi pada cuaca hujan.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa CLM umumnya terjadi pada laki-laki dan pada cuaca hujan. Selain itu, sedikitnya jumlah sampel menunjukkan CLM masih jarang terjadi di Kota Medan atau masih sedikitnya penderita CLM yang mau berobat ke rumah sakit.

Kata Kunci : Cutaneous Larva Migrans, Karakteristik

(58)

iii  

ABSTRACT

Cutaneous larva migrans (CLM) is an inflammatory skin disorder caused by hookworm larvae invasion. In the world, it is estimated that 574-740 million people are infected by hookworm. In Indonesia, the prevalence of hookworm infection ranges from 30-50%. CLM can be affected by various factors, including behavioral factors, environmental factors, and socio-demographic factors.

The goal of this study is to determine the characteristics of patients with CLM in Haji Adam Malik General Hospital Medan. This study is a descriptive study with cross-sectional design. The population in this research were all patients with CLM in Haji Adam Malik General Hospital Medan from 2008 until 2012. Samples were taken by total sampling method.

The result of this study with 5 patients shows that 100% are men, 40% at age >25 years, 100% lived in urban areas, 40% are students, 60% are primary school graduates, 100% occurred in rainy weather.

Based on these results, it can be concluded that CLM generally occurs in men and in rainy weather. In addition, small amount of samples show that CLM is still rare in Medan or there are only few CLM patients who want to come to the hospital to be treated.

Keywords : Cutaneous Larva Migrans, Characteristic

Gambar

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Usia
Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Pendidikan
Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi dan Persentase Berdasarkan Cuaca
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dengan 63 sampel dapat di ambil kesimpulan tentang karakteristik penderita TB paru anak di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun

Cara pengukuran hasil BMP adalah dengan analisis data rekam medis dari pemeriksaan sediaan apusan bone marrow penderita leukemia yang dirawat di RSUP Haji Adam Malik

Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari rekam medis penderita kanker paru primer Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik.. Jumlah

Tidak dilakukan percobaan kepada hewan karena pada penelitian ini hanya perlu menganalisis data rekam medis dari Instalasi Rekam Medis, RSUP Haji Adam Malik, Medan, untuk

Teknik pengambian sampel pada penelitian ini adalah total sampling yaitu dengan melihat rekam medis pasien anak dengan penyakit diare akut di RSUP Haji Adam Malik

Populasi penelitian adalah data rekam medis dari pasien ibu hamil yang melakukan persalinan dengan presentasi bokong di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2012 –

Desember 2013 dengan pengambilan data dari rekam medis penderita kanker serviks yang di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012.. Pengambilan data menggunakan metode

bulan Oktober - November 2016 di RSUP Haji Adam Malik dengan cara pencatatan data sekunder yang berasal dari rekam medis, sampel yang digunakan 43 orang.. Sampel penelitian