• Tidak ada hasil yang ditemukan

Partisipasi Masyarakat Kampung Kota Dalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan Permukiman (Kasus: Permukiman Kampung Kota Di Bandung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Partisipasi Masyarakat Kampung Kota Dalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan Permukiman (Kasus: Permukiman Kampung Kota Di Bandung)"

Copied!
376
0
0

Teks penuh

(1)

xvi

UNTUK MENINGKATKAN

KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN

(KASUS: PERMUKIMAN KAMPUNG KOTA DI BANDUNG)

SRI HANDAYANI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

i

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul:

PARTISIPASI MASYARAKAT KAMPUNG KOTA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN

(Kasus: Permukiman Kampung Kota Di Bandung)

adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan Tinggi manapun. Bahan rujukan dan sumber informasi yang berasal atau dikutip pada karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2008

(3)

ii

Settlement Quality Environment (Case: Urban Village Settlement in Bandung City). Under a Team of Advisors with Basita Ginting as Chairman; Prabowo Tjitropranoto; Margono Slamet as Member of the Advisory Commitee

Most low-income comers and urban settlers live in urban villages, some of which are squats and slums. Remaining their growth uncontrolled will result in low community health, high vulnerability to fire hazard, irregular order of land use, and high risk to flood. Eviction does not really solve the problem. It tends to take aside humanity, not to mention evictee’s tendency to squat other locations as a result of it. It is imperative that the condition be revised in avoidance of deteriorating environment.

An effective model of empowerment is required to build urban villager’s awareness in constructing quality environment as a prerequisite for quality life. The society potency should be explored so that its members participate optimally in improving the quality of their settlement. This in turn will achieve quality settlement and quality life for the settlers themselves.

This research aim at (1) Identifying the physical characteristics of urban village settlement and identifying the capital social, (2) Explain and analyzing the perception on environmental quality and the motivation to increase environment facility condition, (3) Identifying level of requirement of house and settelemnt. (4) Analyzing the characteristics of community participation in improving environment quality and Analyzing the factors which may influence community participation in improving settlement quality, (5) Arranging a right empowerment strategy for the community to develop the quality of its settlement.

Conducted in several urban villages in Bandung, the research selects four (4) loci as area samples. They are Arjuna sub-district, Cikawao sub-district, Kebon Pisang sub-district, and Cibangkong sub-district. The data was collected along April 2006 through August 2006, using closed-questionnaire interview and observation. The quantitative data is examined by Spearman’s rank correlation test, which is further tested with regression analysis and path analysis.

The research shows: some individual characteristics and the physical characteristics of urban village settlement which influence modal social. The factors are educational level, occupation, outcome, availability and condition of facilities and basic facilities of settlement area. Some factors which directly result in the participation to improve environment quality are the perception on environment quality and the motivation to increase environment facility condition.

Considering the aforementioned results, the endeavor to improve settlement quality should be emphasized on correcting society perception on environment quality which will generate society motivation to make better environment quality, by which the participation to increase environment quality grows.

(4)

iii

Kampung Kota Di Bandung). Komisi Pembimbing: Basita Ginting (Ketua), Prabowo Tjitropranoto dan Margono Slamet (Anggota)

Pendatang dan penduduk kota yang berpenghasilan rendah sebagian besar tinggal di permukiman kampung kota. Penggusuran tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah, selain tidak manusiawi, para pemukim kembali menyerobot tempat lain sehingga hilang satu tumbuh yang baru. Dikhawatirkan apabila kondisi ini tidak segera diperbaiki maka kawasan kampung kota akan semakin memburuk kualitasnya. Dalam kaitan dengan hal tersebut perlu dicari model pemberdayaan yang efektif agar masyarakat permukiman kampung kota memahami kualitas lingkungan yang baik dan dapat mendukung terbentuknya kehidupan yang lebih berkualitas, baik kualitas hidup maupun kualitas lingkungan.

Tujuan penelitian adalah untuk: (1) Mengidentifikasi karakteristik fisik permukiman kampung kota dan menganalisis modal sosial masyarakatnya; (2) Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang kualitas lingkungan dan menganalisis motivasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, (3) Mengidentifikasi tingkat kebutuhan akan rumah dan permukiman pada masyarakat permukiman kampung kota; (4) Mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman kampung kota dan menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhinya; dan (5) Menyusun strategi pemberdayaan yang sesuai dengan masyarakat kampung kota sehinga dapat meningkatkan kualitas lingkungan permukimannya.

Penelitian dilakukan di empat kelurahan di Kota Bandung. Pemilihan sampel lokasi dilakukan secara purposif dengan melihat keberadaan faktor-faktor penyebab menurunnya kualitas lingkungan. Lokasi terpilih adalah Kel. Arjuna, Kel. Cikawao, Kel. Kebon Pisang dan Kel. Cibangkong. Pengambilan sampel responden dilakukan secara random. Jumlah sampel penelitian ditentukan berdasarkan Metode Slovin dengan kesalahan sampling yang dapat diterima sebesar 5% sehingga jumlah keseluruhan sampel adalah 240 KK yang diambil secara random dari masing-masing lokasi penelitian yaitu sebanyak 60 KK. Data dikumpulkan antara bulan April sampai dengan Agustus 2006 dengan menggunakan angket tertutup, wawancara mendalam, FGD dan observasi.

Penelitian berbentuk explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan dan pengaruh antar variabel penelitian melalui pengujian hipotesis dengan uji statistik. Pendekatan kualitatif dilakukan dalam upaya menjelaskan substansi hasil uji statistik yang didapat.

(5)

iv

kualitas lingkungan yang buruk, ditandai dengan persepsi yang tidak tepat/tidak sesuai dengan standar kualitas rumah dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak huni. Motivasi meningkatkan kualitas lingkungan tinggi, namun terkendala oleh kemampuan yang rendah. Kebutuhan akan rumah pada masyarakat kampung kota berada pada kategori pemenuhan kebutuhan untuk: (a) fisiologis (survival needs or phisiological); (b) rasa aman (safety and security needs) dan (c) kebutuhan sosial (social needs or affiliation needs). Partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan dicirikan dengan: (a) sikap proaktif masyarakat masih rendah yang ditandai dengan buruknya perlakuan warga terhadap sarana prasarana lingkungan permukiman; (b) partisipasi dalam kegiatan meningkatkan kualitas lingkungan berada pada kategori cukup yang ditandai dengan ikut sertanya masyarakat pada kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang diprakarsai oleh tokoh masyarakat atau organisasi masyarakat.

Faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap partisipasi adalah: (a) persepsi tentang kualitas lingkungan, (b) motivasi meningkatkan kualitas lingkungan dan (c) peran tokoh masyarakat/organisasi masyarakat untuk menggerakkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan peningkatan kualitas lingkungan. Untuk meningkatkan aspek-aspek tersebut diperlukan inovasi sosial yang berbasis masyarakat sehingga dapat merubah diri dari kondisi tidak tahu (kurang pengetahuan), tidak mau (kurang motivasi) dan tidak mampu (tidak terampil) menuju masyarakat yang tahu, mau dan mampu untuk meningkatkan kualitas diri, rumah dan lingkungan permukiman kampungnya. Strategi proses penyadaran masyarakat menggunakan penyuluhan permukiman dengan asas tribina (tridaya): bina warga untuk memberdayakan warga guna mencapai solusi sosial, bina lingkungan untuk solusi arsitektural dan bina usaha untuk memberdayakan masyarakat guna mencnapai kebedayaan dalam hal finansial.

(6)

v

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak mengindahkan kepentingan yang wajar IPB

(7)

vi

UNTUK MENINGKATKAN

KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN

(KASUS: PERMUKIMAN KAMPUNG KOTA DI BANDUNG)

SRI HANDAYANI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

vii

Penguji pada Ujian Tertutup Dr. Ir. Rillus Kinseng

(9)

viii Kota di Bandung)

Nama

NRP

:

:

Sri Handayani

P 016010041

Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN)

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA Ketua Komisi

Prof. Dr. H. R. Margono Slamet Anggota Komisi

Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, MSc Anggota Komisi

Diketahui

Ketua Departemen

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(10)

ix

(almarhum) dan Chajati (almarhumah). Pendidikan SD – SMA ditempuh di Bandung. Tahun 1991 lulus sebagai sarjana Jurusan Pendidikan Arsitektur IKIP Bandung. Kesempatan untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 1996 pada Program Studi Administrasi Pendidikan yang diselesaikan pada bulan Februari 1999. Pada bulan September 2001 penulis diterima sebagai mahasiswa di Sekolah Pasca Sarjana IPB pada PS. Ilmu Penyuluhan Pembangunan dan memperoleh beasiswa pendidikan dari Depertemen Pendidikan Nasional (BPPS Dikti) pada tahun 2002.

Penulis bekerja sebagai dosen pada tahun 1992 di Politeknik Industri dan Niaga Bandung dan kemudian mengabdi di almamaternya Universitas Pendidikan Indonesia pada Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur hingga saat ini. Bidang Keahlian yang ditekuni penulis adalah Arsitektur Lingkungan dan Permukiman.

Selama mengikuti pendidikan S3 penulis menekuni bidang ilmu yang terkait dengan penyuluhan pembangunan yang sekaligus juga terkait dengan arsitektur lingkungan dan permukiman. Hal tersebut mengantarkannya mendapatkan hibah penelitian dari Dirjen Dikti. Beberapa diantaranya adalah: Sikap dan Perilaku Masyarakat Kampung Kota di Bandung (Penelitian Fundamental Dikti 2006); Desain Gang Kampung Kota yang Mengakomodasi Aktivitas Sosial Kultural Masyarakatnya (Penelitian Fundamental Dikti 2007); dan Transformasi Penanganan Permukiman Kumuh: Upaya Perbaikan Kualitas Hidup dan Lingkungan (Hibah Bersaing Dikti 2007). Artikel yang berjudul Partisipasi Masyarakat Permukiman Kampung Kota dalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan akan diterbitkan pada jurnal Invotec bulan Aril 2008 merupakan karya ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi penulis.

(11)

xvi

UNTUK MENINGKATKAN

KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN

(KASUS: PERMUKIMAN KAMPUNG KOTA DI BANDUNG)

SRI HANDAYANI

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

i

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul:

PARTISIPASI MASYARAKAT KAMPUNG KOTA UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN

(Kasus: Permukiman Kampung Kota Di Bandung)

adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada Perguruan Tinggi manapun. Bahan rujukan dan sumber informasi yang berasal atau dikutip pada karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Februari 2008

(13)

ii

Settlement Quality Environment (Case: Urban Village Settlement in Bandung City). Under a Team of Advisors with Basita Ginting as Chairman; Prabowo Tjitropranoto; Margono Slamet as Member of the Advisory Commitee

Most low-income comers and urban settlers live in urban villages, some of which are squats and slums. Remaining their growth uncontrolled will result in low community health, high vulnerability to fire hazard, irregular order of land use, and high risk to flood. Eviction does not really solve the problem. It tends to take aside humanity, not to mention evictee’s tendency to squat other locations as a result of it. It is imperative that the condition be revised in avoidance of deteriorating environment.

An effective model of empowerment is required to build urban villager’s awareness in constructing quality environment as a prerequisite for quality life. The society potency should be explored so that its members participate optimally in improving the quality of their settlement. This in turn will achieve quality settlement and quality life for the settlers themselves.

This research aim at (1) Identifying the physical characteristics of urban village settlement and identifying the capital social, (2) Explain and analyzing the perception on environmental quality and the motivation to increase environment facility condition, (3) Identifying level of requirement of house and settelemnt. (4) Analyzing the characteristics of community participation in improving environment quality and Analyzing the factors which may influence community participation in improving settlement quality, (5) Arranging a right empowerment strategy for the community to develop the quality of its settlement.

Conducted in several urban villages in Bandung, the research selects four (4) loci as area samples. They are Arjuna sub-district, Cikawao sub-district, Kebon Pisang sub-district, and Cibangkong sub-district. The data was collected along April 2006 through August 2006, using closed-questionnaire interview and observation. The quantitative data is examined by Spearman’s rank correlation test, which is further tested with regression analysis and path analysis.

The research shows: some individual characteristics and the physical characteristics of urban village settlement which influence modal social. The factors are educational level, occupation, outcome, availability and condition of facilities and basic facilities of settlement area. Some factors which directly result in the participation to improve environment quality are the perception on environment quality and the motivation to increase environment facility condition.

Considering the aforementioned results, the endeavor to improve settlement quality should be emphasized on correcting society perception on environment quality which will generate society motivation to make better environment quality, by which the participation to increase environment quality grows.

(14)

iii

Kampung Kota Di Bandung). Komisi Pembimbing: Basita Ginting (Ketua), Prabowo Tjitropranoto dan Margono Slamet (Anggota)

Pendatang dan penduduk kota yang berpenghasilan rendah sebagian besar tinggal di permukiman kampung kota. Penggusuran tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah, selain tidak manusiawi, para pemukim kembali menyerobot tempat lain sehingga hilang satu tumbuh yang baru. Dikhawatirkan apabila kondisi ini tidak segera diperbaiki maka kawasan kampung kota akan semakin memburuk kualitasnya. Dalam kaitan dengan hal tersebut perlu dicari model pemberdayaan yang efektif agar masyarakat permukiman kampung kota memahami kualitas lingkungan yang baik dan dapat mendukung terbentuknya kehidupan yang lebih berkualitas, baik kualitas hidup maupun kualitas lingkungan.

Tujuan penelitian adalah untuk: (1) Mengidentifikasi karakteristik fisik permukiman kampung kota dan menganalisis modal sosial masyarakatnya; (2) Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang kualitas lingkungan dan menganalisis motivasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, (3) Mengidentifikasi tingkat kebutuhan akan rumah dan permukiman pada masyarakat permukiman kampung kota; (4) Mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman kampung kota dan menganalisis faktor apa saja yang mempengaruhinya; dan (5) Menyusun strategi pemberdayaan yang sesuai dengan masyarakat kampung kota sehinga dapat meningkatkan kualitas lingkungan permukimannya.

Penelitian dilakukan di empat kelurahan di Kota Bandung. Pemilihan sampel lokasi dilakukan secara purposif dengan melihat keberadaan faktor-faktor penyebab menurunnya kualitas lingkungan. Lokasi terpilih adalah Kel. Arjuna, Kel. Cikawao, Kel. Kebon Pisang dan Kel. Cibangkong. Pengambilan sampel responden dilakukan secara random. Jumlah sampel penelitian ditentukan berdasarkan Metode Slovin dengan kesalahan sampling yang dapat diterima sebesar 5% sehingga jumlah keseluruhan sampel adalah 240 KK yang diambil secara random dari masing-masing lokasi penelitian yaitu sebanyak 60 KK. Data dikumpulkan antara bulan April sampai dengan Agustus 2006 dengan menggunakan angket tertutup, wawancara mendalam, FGD dan observasi.

Penelitian berbentuk explanatory research yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan dan pengaruh antar variabel penelitian melalui pengujian hipotesis dengan uji statistik. Pendekatan kualitatif dilakukan dalam upaya menjelaskan substansi hasil uji statistik yang didapat.

(15)

iv

kualitas lingkungan yang buruk, ditandai dengan persepsi yang tidak tepat/tidak sesuai dengan standar kualitas rumah dan lingkungan permukiman yang sehat dan layak huni. Motivasi meningkatkan kualitas lingkungan tinggi, namun terkendala oleh kemampuan yang rendah. Kebutuhan akan rumah pada masyarakat kampung kota berada pada kategori pemenuhan kebutuhan untuk: (a) fisiologis (survival needs or phisiological); (b) rasa aman (safety and security needs) dan (c) kebutuhan sosial (social needs or affiliation needs). Partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan dicirikan dengan: (a) sikap proaktif masyarakat masih rendah yang ditandai dengan buruknya perlakuan warga terhadap sarana prasarana lingkungan permukiman; (b) partisipasi dalam kegiatan meningkatkan kualitas lingkungan berada pada kategori cukup yang ditandai dengan ikut sertanya masyarakat pada kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang diprakarsai oleh tokoh masyarakat atau organisasi masyarakat.

Faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap partisipasi adalah: (a) persepsi tentang kualitas lingkungan, (b) motivasi meningkatkan kualitas lingkungan dan (c) peran tokoh masyarakat/organisasi masyarakat untuk menggerakkan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan peningkatan kualitas lingkungan. Untuk meningkatkan aspek-aspek tersebut diperlukan inovasi sosial yang berbasis masyarakat sehingga dapat merubah diri dari kondisi tidak tahu (kurang pengetahuan), tidak mau (kurang motivasi) dan tidak mampu (tidak terampil) menuju masyarakat yang tahu, mau dan mampu untuk meningkatkan kualitas diri, rumah dan lingkungan permukiman kampungnya. Strategi proses penyadaran masyarakat menggunakan penyuluhan permukiman dengan asas tribina (tridaya): bina warga untuk memberdayakan warga guna mencapai solusi sosial, bina lingkungan untuk solusi arsitektural dan bina usaha untuk memberdayakan masyarakat guna mencnapai kebedayaan dalam hal finansial.

(16)

v

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2007

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak mengindahkan kepentingan yang wajar IPB

(17)

vi

UNTUK MENINGKATKAN

KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN

(KASUS: PERMUKIMAN KAMPUNG KOTA DI BANDUNG)

SRI HANDAYANI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor

pada Program Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(18)

vii

Penguji pada Ujian Tertutup Dr. Ir. Rillus Kinseng

(19)

viii Kota di Bandung)

Nama

NRP

:

:

Sri Handayani

P 016010041

Program Studi : Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN)

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA Ketua Komisi

Prof. Dr. H. R. Margono Slamet Anggota Komisi

Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, MSc Anggota Komisi

Diketahui

Ketua Departemen

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

(20)

ix

(almarhum) dan Chajati (almarhumah). Pendidikan SD – SMA ditempuh di Bandung. Tahun 1991 lulus sebagai sarjana Jurusan Pendidikan Arsitektur IKIP Bandung. Kesempatan untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 1996 pada Program Studi Administrasi Pendidikan yang diselesaikan pada bulan Februari 1999. Pada bulan September 2001 penulis diterima sebagai mahasiswa di Sekolah Pasca Sarjana IPB pada PS. Ilmu Penyuluhan Pembangunan dan memperoleh beasiswa pendidikan dari Depertemen Pendidikan Nasional (BPPS Dikti) pada tahun 2002.

Penulis bekerja sebagai dosen pada tahun 1992 di Politeknik Industri dan Niaga Bandung dan kemudian mengabdi di almamaternya Universitas Pendidikan Indonesia pada Jurusan Pendidikan Teknik Arsitektur hingga saat ini. Bidang Keahlian yang ditekuni penulis adalah Arsitektur Lingkungan dan Permukiman.

Selama mengikuti pendidikan S3 penulis menekuni bidang ilmu yang terkait dengan penyuluhan pembangunan yang sekaligus juga terkait dengan arsitektur lingkungan dan permukiman. Hal tersebut mengantarkannya mendapatkan hibah penelitian dari Dirjen Dikti. Beberapa diantaranya adalah: Sikap dan Perilaku Masyarakat Kampung Kota di Bandung (Penelitian Fundamental Dikti 2006); Desain Gang Kampung Kota yang Mengakomodasi Aktivitas Sosial Kultural Masyarakatnya (Penelitian Fundamental Dikti 2007); dan Transformasi Penanganan Permukiman Kumuh: Upaya Perbaikan Kualitas Hidup dan Lingkungan (Hibah Bersaing Dikti 2007). Artikel yang berjudul Partisipasi Masyarakat Permukiman Kampung Kota dalam Meningkatkan Kualitas Lingkungan akan diterbitkan pada jurnal Invotec bulan Aril 2008 merupakan karya ilmiah yang merupakan bagian dari disertasi penulis.

(21)

x

memberi kesempatan dan kekuatan sehingga penulisan disertasi yang bertajuk: Partisipasi Masyarakat Kampung Kota untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan Permukiman (kasus permukiman kampung kota di Bandung) ini dapat menemukan bentuknya seperti yang sekarang.

Terimakasih kepada Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen selaku Ketua Komisi Pembimbing, yang telah banyak memberikan masukan dalam diskusi-diskusi untuk penyelesaian penelitian ini. Terimakasih yang tulus untuk Prof. Dr. H. R. Margono Slamet selaku anggota komisi pembimbing yang memberi ide-ide segar untuk sempurnanya penelitian ini. Kepada Dr. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc., selaku anggota komisi, ucapan terimakasih yang tak putus-putusnya atas semangat, dan motivasi yang tiada henti kepada penulis untuk tetap menyelesaikan penelitian serta masukan-masukan yang telah diberikan sehingga disertasi ini dan terwujud dengan lebih baik. Insya Allah.

Kepada responden penelitian dan pejabat kelurahan beserta jajarannya serta ketua RT dan RW di lokasi penelitian, terimakasih setulusnya untuk partisipasinya membantu kelancaran proses penelitian ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebut satu per satu hingga penelitian ini dapat diselesaikan.

Kepada keluarga yang telah memberikan dukungan moril, materil dan motivasi yang tidak putus-putusnya, terimakasih yang tak terhingga atas pengertian yang telah diberikan selama ini

Dalam disertasi ini tentunya masih ditemui berbagai kelemahan, untuk itu penulis mengharapkan masukan dan kritik demi tercapainya kualitas penelitian yang lebih baik di masa mendatang. Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan, ilmu arsitektur lingkungan & perilaku, untuk masyarakat pemerhati masalah sosial dan masyarakat pada umumnya yang tertarik dengan permukiman kampung kota dan aspek yang terkait di dalamnya.

(22)

xi

RINGKASAN ………... iii RIWAYAT HIDUP ……….. ix KATA PENGANTAR ... x DAFTAR ISI ... xi DAFTAR TABEL ... xiii DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……… xv

PENDAHULUAN

Latar Belakang …………... 1 Masalah Penelitian ... 2 Tujuan Penelitian ... 5 Kegunaan Penelitian ... 5 Novelty Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Permukiman Kampung Kota ... 7 Rumah dan Permukiman ... 11 Standar Rumah dan Permukiman Sehat/Layak huni……… 14

Kebutuhan Akan Rumah ………. 19

Modal Sosial ……… 23

Partisipasi Masyarakat dalam Peningkatan kualitas permukiman …... 29 Masyarakat dan Pembangunan yang Berpusat pada Masyarakat ……… 34 Penyuluhan sebagai Sarana Perubahan Perilaku Masyarakat... 41

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 51

Kerangka Berpikir Penelitian ... 52 Hipotesis Penelitian dan Model Hubungan antar Variabel ………... 61

METODE PENELITIAN 63

Rancangan Penelitian ... 63

Lokasi, Populasi dan Sampel ………... 64

(23)

xii

Variabel Penelitian ... 69 Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 69 Teknik Analisis Data ... 74

HASIL DAN PEMBAHASAN 77

Tinjauan Lokasi Penelitian ……….. 77

Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 81 Karakteristik Fisik Lingkungan Permukiman ... 81 Karakteristik Individu... 90 Modal Sosial Masyarakat ... 98 Persepsi dan motivasi meningkatkan kualitas lingkungan ... 107 Tingkat kebutuhan akan rumah dan lingkungan permukiman ………….. 111 Partisipasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan ... 119 Hasil Pengujian hipotesis ………. 125 Faktor-faktor yang mempengaruhi modal sosial masyarakat ………... 125 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan motivasi meningkatkan

kualitas lingkungan ……… 129

Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan rumah ………... 133 Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi meningkatkan kualitas

lingkungan ... 137 Strategi Gerakan Masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan …… 139 Pola Penyelenggaraan Penyuluhan Permukiman dengan asas tribina ……… 144

KESIMPULAN DAN SARAN 156

Keimpulan ... 156 Saran ... 159 DAFTAR PUSTAKA ... 161 GLOSSARY ... 164

(24)

xiii

2 Jenis Partisipasi 34

3 Ciri-ciri Pendekatan Partisipatif 37

4 Model Praktek Intervensi Komunitas menurut Rothman Tropman 39

5 Bentuk praktek di masyarakat menurut Glen 40

6 Standar Rumah dan Permukiman Sehat 52

7 Tingkatan Modal Sosial 53

8 Hirarki Kebutuhan akan Rumah 54

9 Tingkatan Partisipasi Masyarakat 55

10 Ciri-ciri Masyarakat Aktif 56

11 Metode Penelitian dan Lingkup kajian 63

12 Hasil Uji Reliabilitas 68

13 Variabel dan Indikator Karakteristik Individu 70

14 Variabel dan Indikator Karakteristik Lingkungan Fisik Permukiman 70

15 Variabel dan Indikator Modal Sosial Masyarakat 71

16 Variabel dan Indikator Persepsi dan Motivasi meningkatkan kualitas lingk. 72

17 Variabel dan Indikator Kebutuhan akan rumah 73

18 Variabel dan Indikator Partisipasi meningkatkan kualitas lingkungan 73

19 Teknik analisis data 76

20 Faktor penyebab terjadikanya kekumuhan pada lokasi penelitian 77

21 Karakteristik Fisik Lingkungan Permukiman 81

22 Karakteristik individu 91

23 Modal sosial masyarakat 98

24 Persepsi tentang kualitas lingkungan 107

25 Motivasi meningkatkan kualitas lingkungan 110

26 Tingkat kebutuhan akan rumah dan lingkungan 111

27 Kondisi fisik rumah dan ketersediaan ruang 114

28 Partisipasi meningkatkan kualitas lingkungan permukiman 120 29 Perlakuan dan kegiatan masyarakat terhadap jalan lingkungan 122 30 Nilai Korelasi antara karakteristik individu dan karakteristik fisik

permukiman dengan modal sosial

125

31 Nilai Korelasi antara karakteristik individu, karakteristik lingkungan dan

modal sosial 129

32 Nilai korelasi antara karakteristik individu, karakteristik lingkungan, modal sosial, persepsi dan motivasi dengan tingka kebutuhan akan rumah 133 33 Nilai korelasi antara variabel terikat dengan partisipasi meningkatkan

kualitas lingkungan 138

34 Aspek-aspek pembinaan masyarakat untuk penyuluhan permukiman dalam rangka mewujudkan masyarakat aktif untuk gerakan meningkatkan kualitas lingkungan kampung kota

144

35 Pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan secara berkelanjutan

(25)

xiv

2 Diagram Pembangunan Perumahan 23

3 Pengaruh lingkungan terhadap perilaku manusia 42

4 Model Environmental Learning 45

5 Posisi perilaku terhadap lingkungan 45

6 Kedudukan penelitian dalam permasalahan permukiman kampung kota 51

7 Hirarki kebutuhan manusia menurut Maslow 54

8 Tingkatan Partisipasi Masyarakat 55

9 Konsep Inovasi Sosial 57

10 Kerangka Pikir Penelitian 59

11 Model Hipotetis Penelitian 60

12 Lokasi Penelitian 78

13 Kel. Kebon Pisang Kec. Sumur Bandung 79

14 Kel. Arjuna Kec. Cicendo Bandung 79

15 Kel. Cibangkong Kec. Batununggal Bandung 80

16 Kel. Cikawao Kec. Lengkong Bandung 80

17 Tipe permukiman kampung kota dilihatdari akses lingkungan sekitarnya 82 18 Diagram proses pembentukan permukiman kampung kota 83

19 Akses masuk permukiman kampung kota 84

20 Rendahnya kualitas prasarana lingkungan permukiman kampung kota 85 21 Ketiadaan ruang bermain anak di permukiman kampung kota 87 22 Rendahnya kualitas sarana lingkungan di permukiman kampung kota 88 23 Sampah yang bertumpuk saat TPA Leuwi Gajah longsor 89 24 Fasilitas tempat daur ulang sampah di kelurahan Cibangkong 90

25 Pekerjaan yang banyak digeluti warga kampung kota 93

26 Kepadatan bangunan dan kepadatan penduduk di kampung kota 95 27 Kondisi rumah-rumah yang ditempati penyewa pedagang 97 28 Hubungan akrab antar tetangga di permukiman kampung kota 99

29 Rendahnya ketaatan terhadap aturan formal 102

30 Kemeriahan pesta 17 Agustus di permukiman kampung kota 105 31 Kondisi di dalam rumah-rumah warga di kampung kota 115 32 Kondisi rumah dilihat dari arah luar bangunan rumah di kampung kota 116 33 Ketersediaan ruang pada rumah-rumah di kampung kota 117 32 Meningkatkan rumah untuk menyiasati keterbatasan lahan 118 35 Invasi lahan terhadap ruang gang milik publik oleh masyarakat 122 36 Hasil analisis jalur faktor-faktor yang mempengaruhi modal sosial 126

37 Ruang gang tempat warga kampung bersosialisasi 128

38 Hasil analisis jalur faktor yang mempengaruhi persepsi dan motivasi 130 39 Hasil analisis jalur faktor yang mempengaruhi kebutuhan akan rumah 134

40 Keeratan relasi mutual di kampung kota 137

41 Hasil analisis jalur faktor-faktor yang berpengaruh langsung terhadap

(26)

xv

2 Peta pelayanan air bersih 168

3 Peta penanganan air limbah 169

(27)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lebih dari satu milyar penduduk dunia hidup dalam kondisi perumahan di

bawah standar dan kemungkinan situasi ini akan semakin bertambah buruk di masa

yang akan datang (WHO SEARO, 1986; Komisi WHO mengenai Kesehatan dan

Lingkungan, 2001). Di Indonesia permasalahan di bidang permukiman saat ini

menjadi permasalahan yang semakin rumit. Dari sisi kualitas, pembangunan

perumahan dan permukiman di Indonesia masih tertinggal dibanding dengan negara

lain. Menurut Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index-UNDP),

yang memasukan faktor perumahan sebagai salah satu indikator, Indonesia menempati

urutan 112 dari 175 negara. Pada tahun 2000 tercatat 10.065 lokasi permukiman

kumuh dengan luas 47.393 ha yang dihuni oleh sekitar 17,2 juta jiwa dan sekitar 14,5

juta unit rumah (28,22%) kualitasnya tidak layak huni. (Direktur Bintek 2004)

Kompleksnya masalah perumahan dan permukiman di perkotaan dikarenakan

kebutuhan perumahan di kota sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan padatnya

penduduk kota, dan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi. Ketika

pada tahun 2000 diperkirakan terdapat 6.100 juta penduduk dunia, PBB

memperkirakan 75% dari jumlah tersebut tinggal di perkotaan.

Indonesia sebagai negara berkembang memiliki masalah permukiman yang

lebih kompleks dibanding dengan kota di negara maju, karena karakteristik kota-kota

di negara berkembang berbeda dengan kota-kota yang sudah maju. Di Indonesia,

urbanisasi didorong oleh ketiadaan lapangan kerja di pedesaan, padahal kota sendiri

belum mampu menyediakan lapangan kerja bagi warganya. Sementara itu daya

dukung lahan serta prasarana di perkotaan tidak sebanding dengan pertumbuhan akibat

urbanisasi tersebut. Hal ini menyebabkan kota-kota dihuni oleh para pendatang yang

tidak memiliki pekerjaan dan akhirnya terperangkap dalam perekonomian informal

dengan penghasilan rendah.

Banyaknya masyarakat berpenghasilan rendah di kota memunculkan berbagai

kendala bagi pengadaan rumah di perkotaan, yang antara lain adalah: pertama, tingkat

penyediaan rumah yang layak dan terjangkau masyarakat banyak menjadi sulit untuk

diwujudkan. Masyarakat, swasta, maupun pemerintah kota belum mampu

(28)

dalam hal ini masyarakat berpenghasilan rendah. Pemerintah dan swasta baru mampu

memenuhi sekitar 15% dari permintaan sekitar 1,6 juta unit per tahun (data Collier

International, disampaikan oleh Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional, pada

Lokakarya Nasional bidang Perumahan dan Permukiman di Jakarta, 2002).

Kedua, terjadi penurunan kualitas lingkungan akibat belum memadainya

pelayanan di lingkungan permukiman yang ditandai dengan meningkatnya lingkungan

kumuh setiap tahunnya. Pada saat ini luas lingkungan kumuh di Indonesia telah

mencapai 47.500 hektar, yang tersebar di 10.000 lokasi (Sugandhy, 2002).

Ketiga, kemampuan masyarakat berpenghasilan rendah dalam memenuhi

kebutuhan perumahannya sangat rendah. Diperkirakan sekitar 65% rumah tangga tidak

mampu membeli rumah sederhana dengan harga yang paling rendah sekalipun. Kredit

perumahan tanpa subsidi baru hanya dapat dijangkau oleh 25% populasi yang

berpendapatan tinggi. Kondisi ini membuat kelompok masyarakat berpenghasilan

rendah di perkotaan hanya mampu mengakses lingkungan permukiman kampung kota,

yang banyak diantara lingkungan permukiman tersebut, telah mengalami penurunan

kualitas, yang dicirikan oleh minimnya sarana prasarana permukiman sehingga pada

gilirannya menghambat potensi produktivitas para penghuninya.

Lingkungan permukiman kampung kota yang mengalami penurunan kualitas,

cenderung berubah menjadi permukiman kumuh akibat daya dukung yang melebihi

kapasitas, seperti kepadatan rumah dan penduduk yang tinggi. Perkembangan

permukiman kampung kota yang menjurus menjadi permukiman kumuh dan tidak

terkendali sesungguhnya merupakan ancaman serius bagi kesehatan dan kesejahteraan

kota sehingga perlu dilakukan upaya penanganan permukiman kampung kota yang

dilakukan dengan partisipasi semua pihak yaitu masyarakat, pihak swasta, pemerintah

dan lembaga-lembaga pendidikan atau LSM sebagai pendamping masyarakat agar

partisipasi dapat berjalan maksimal. Berdasarkan kondisi tersebut maka penelitian

dengan topik Partisipasi Masyarakat Kampung Kota untuk Meningkatkan Kualitas

Permukiman dirasa perlu dan mendesak untuk dilakukan.

Masalah Penelitian

Permasalahan menurunnya kualitas lingkungan permukiman kampung kota

(29)

saja. Jika ditelusuri lebih jauh banyak faktor yang saling berkaitan dalam masalah

tersebut. Mulai dari kebijakan pemerintah kota, urbanisasi, ketidakdisiplinan

masyarakat, ketidakadilan, dan berbagai masalah lain yang harus diurai satu persatu.

Karenanya permasalahan yang berkenaan dengan kualitas lingkungan permukiman

kampung kota menjadi masalah yang multi dimensi. Seringkali persoalan ini

dihadapkan pada hal-hal yang dilematis antara batas hak yang dimiliki warga kota,

terutama masyarakat berpenghasilan rendah di satu sisi, dan masalah umum perkotaan

sebagai sistem pengelolaan kota yang mengedepankan aspek tata ruang kota yang

lebih teratur dan terkendali di sisi yang lainnya.

Kota Bandung dengan kepadatan 125 orang per hektar – jauh di atas standar

PBB yang menetapkan kepadatan maksimun 60 orang per hektar – memiliki banyak

permukiman kampung kota yang diantaranya mengalami penurunan kualitas

lingkungan. Dari 139 kelurahan yang ada di Kota Bandung, 60 kelurahan

dikategorikan sebagai permukiman agak kumuh, 43 dikategorikan sebagai kumuh, dan

19 dikategorikan sebagai sangat kumuh. Kelurahan yang dikategorikan tidak kumuh

hanya berjumlah 17 kelurahan saja. Sebagian berada di pusat-pusat kota, dan sebagian

lagi berada di sekitar lokasi industri. Hal ini cukup merisaukan pihak pemerintah kota

mengingat jumlah dan penyebaran permukiman kumuh tersebut cukup tinggi.

Jika pertumbuhan lingkungan permukiman kampung kota ini dibiarkan tidak

terkendali, maka kualitasnya akan menurun, derajat kesehatan masyarakat akan

rendah, mudah menyebabkan kebakaran, memberi peluang kriminalitas, tidak

teraturnya tata guna tanah dan sering menimbulkan banjir. Penggusuran permukiman

kampung kota tidak sepenuhnya menyelesaikan masalah, selain tidak manusiawi, para

pemukim kembali menyerobot tanah terbuka lainnya sehingga hilang satu tumbuh

yang baru. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya warga kampung kota dalam

mengelola sumber daya yang terdapat dalam permukimannya. Sebagian besar warga

kampung kota masih belum memiliki akses yang cukup kepada sumber daya yang ada

untuk dapat dimanfaatkan menopang kehidupannya. Oleh karenanya sudah saatnya

lingkungan permukiman kampung kota yang mengalami penurunan kualitas ini

memperoleh sentuhan program penataan dengan memberdayakan masyarakat

penghuninya agar dapat berpartisipasi aktif meningkatkan kualitas lingkungan

(30)

Berkenaan dengan hal tersebut perlu dicari cara pandang lain untuk

menempatkan masyarakat berpenghasilan rendah, yang hanya dapat mengakses

perumahan di permukiman kampung kota, untuk dapat lebih menghargai hidup dan

lingkungannya. Dengan cara menumbuhkan kesadaran akan adanya kebutuhan,

motivasi dan keinginan untuk mandiri sehingga dapat menolong dirinya sendiri dan

selanjutnya akan dapat mengelola lingkungan kampungnya dengan baik. Diharapkan

dengan partispasi aktif warga kampung kota untuk bersama-sama memelihara dan

mengelola lingkungan kampung, akan tercipta kualitas permukiman kampung kota

yang lebih baik dan sehat yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup

warga dan juga kualitas lingkungan hidup.

Agar masyarakat yang mendiami permukiman kampung kota dapat

berpartisipasi meningkatkan kualitas lingkunganya, perlu dicari model pemberdayaan

yang sesuai dengan karakteristik sosial warga kampung kota, agar mereka dapat

memahami standar kualitas lingkungan yang baik dan dapat mendukung terbentuknya

kehidupan yang lebih berkualitas dengan mengenali potensi yang dimilikinya baik

potensi fisik kampung maupun potensi sosial masyarakat yang tumbuh dalam pola

bermukim kampung kota. Mengacu kepada hal tersebut maka permasalahan utama

dalam penelitian ini adalah: Bagaimana strategi pemberdayaan masyarakat

kampung kota untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman?

Bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor,

diantaranya adalah: pengetahuan, kemauan, dan kemampuan, Dengan memperhatikan

faktor-faktor tersebut maka permasalahan umum di atas dirinci sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik masyarakat permukiman kampung kota, baik karakteristik

fisik permukiman maupun karakteristik modal sosial masyarakat?

2. Bagaimana persepsi masyarakat tentang kualitas lingkungan dan bagaimana

motivasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan permukiman?

3. Bagaimana tingkat kebutuhan akan rumah dan lingkungan permukiman pada

masyarakat di permukiman kampung kota?

4. Bagaimana partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan

faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?

5. Bagaimana strategi yang tepat untuk menggerakkan masyarakat kampung kota

(31)

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dirinci sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi karakteristik fisik lingkungan permukiman kampung kota dan

menganalisis karakteristik modal sosial masyarakatnya.

2. Mengidentifikasi persepsi masyarakat tentang kualitas lingkungan dan

menganalisis motivasi masyarakat untuk meningkatkan kualitas lingkungan

permukiman kampung kota

3. Mengidentifikasi tingkat kebutuhan akan rumah dan permukiman pada masyarakat

di permukiman kampung kota.

4. Mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi masyarakat untuk meningkatkan

kualitas lingkungan pemukiman kampung kota dan menganalisis faktor apa saja

yang mempengaruhinya.

5. Menyusun strategi pemberdayaan yang sesuai dengan modal sosial yang dimiliki

masyarakat kampung kota untuk dapat meningkatkan kualitas lingkungan

permukiman

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk khasanah ilmu

pengetahuan serta bahan kajian bagi pembuat kebijakan dalam membuat keputusan

yang berkenaan dengan penanganan permukiman kampung kota di masa mendatang.

Secara terinci penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat:

Bagi pengembangan ilmu pengetahuan

1. Pengidentifikasian karakteristik modal sosial masyarakat kampung kota dan

faktor-faktor fisik lingkungan permukiman yang mendukungnya memungkinkan

hadirnya penjelasan yang memadai mengenai keterkaitan modal sosial yang

terbentuk dengan karakteristik fisik lingkungan kampung kota. Hasil penelitian ini

dapat menjadi landasan bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan

pemberdayaan masyarakat di permukiman kampung kota. Secara umum hal ini

adalah setitik sumbangan pengetahuan bagi kajian ilmu arsitektur dan lingkungan

2. Penelitian ini berupaya merumuskan strategi gerakan partisipatif warga kampung

kota yang sesuai dengan modal sosial masyarakatnya untuk meningkatkan kualitas

lingkungan permukiman yang diharapkan dapa berlaku pada permukiman

(32)

dan modal sosial yang relatif sama. Hal ini diharapkan menjadi bahan pemikiran

bagi ilmu penyuluhan pembangunan.

Manfaat praktis

1. Bagi masyarakat di permukiman kampung kota untuk membantu mengetahui, menggali dan menemukan potensi yang sebetulnya dimiliki namun seringkali tidak

disadari dan diabaikan

2. Bagi pemerintah dan pengambil kebijakan, sebagai panduan dalam mempertemukan pendekatan top down dan bottom up dalam melakukan

penanganan permukiman kampung kota yang banyak terdapat di kota-kota besar di

Indonesia, dan untuk menentukan prioritas kegiatan yang bisa dilakukan guna

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan permukiman

3. Bagi pihak swasta agar dapat berpartisipasi dengan tepat sasaran dan dapat menyesuaikan program-program kerjasama dengan warga kampung untuk

memperbaiki kondisi rumah dan lingkungan permukiman yang berprinsip pada

kerjasama yang adil dan berkelanjutan.

4. Bagi lembaga penelitian dan lembaga penyuluhan, strategi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai kerangka acuan penyelenggaraan proses pendidikan yang

bertujuan memberikan penyadaran pada warga akan pentingnya kualitas rumah

dan lingkungan yang baik, agar masyarakat tahu, mau dan mampu mengubah

perilakunya ke arah yang lebih mendukung terciptanya kualitas rumah dan

lingkungan yang sehat dan layak huni dengan berbasis pada partisipasi masyarakat

Novelty Penelitian

Novelty penelitian atau kebaruan dalam penelitian ini antara lain adalah:

1. Pada program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan SPS IPB, pernelitian ini

adalah yang pertama dalam mengkaji permasalahan permukiman kampung kota.

2. Untuk penelitian sejenis yang mengkaji tentang partisipasi masyarakat, penelitian

ini yang pertama menghadirkan strategi partisipatif masyarakat untuk gerakan

meningkatkan kualitas lingkungan yang didasarkan pada upaya perubahan perilaku

warganya dengan latar belakang karakteristik modal sosial yang dimiliki

masyarakat kampung kota dengan menggunakan responden yang berasal dari 4

(33)

TINJAUAN PUSTAKA

Permukiman Kampung Kota

Permukiman Kampung kota adalah bagian dari kota yang memiliki ciri-ciri

tersendiri bila dibandingkan dengan kawasan kota lainnya. Secara harfiah kampung

kota adalah lingkungan permukiman desa yang terletak di dalam wilayah kota.

Kampung kota adalah lingkungan permukiman yang khas Indonesia dan ditandai oleh

ciri kehidupan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan yang erat.

Permukiman kampung kota sudah menggejala sejak pemerintahan Hindia

Belanda. Menurut Wiryomartono (1999) definisi yang tepat untuk kampung kota

adalah permukiman pribumi yang masih meneruskan tradisi kampung halamannya,

sekalipun tinggal di kota. Permukiman kampung kota merupakan permukiman yang

tumbuh di kawasan urban tanpa perencanaan infrastruktur dan jaringan ekonomi kota.

Apabila dikaji berdasarkan strukturnya, kampung kota merupakan salah satu

elemen pembentuk kota. Secara fisik kondisi kampung kota saat ini pada umumnya

buruk. Hal ini terutama dipicu masalah kepadatan dan tidak terorganisirnya struktur

fisik lingkungan kampung kota tersebut. Ketiadaan struktur formal teritorialitas ini

sering dikaitkan dengan permukiman ilegal. Dengan kata lain tidak terstrukturnya

permukiman kampung kota dikarenakan tidak adanya penataan ruang yang didukung

oleh infrastruktur yang terprogram secara formal.

Ciri-ciri permukiman kampung kota

Permukiman kampung kota sering kali disebut sebagai permukiman sektor

informal karena banyak dihuni oleh orang-orang dengan pekerjaan yang bergerak di

bidang informal. Lingkungan permukiman kampung kota sebagai suatu lingkungan

fisik arsitektural sering digambarkan sebagai lingkungan yang miskin struktur, tidak

teratur, dan terkesan kumuh. Hal itu terjadi, karena selain permukiman ini seringkali

tidak tersentuh pola kebijakan tata ruang kota, sehingga akses masyarakat terhadap

berbagai kepentingannya kurang terakomodasi. Di sisi lain kesadaran masyarakat dan

latar belakang masyarakat itu sendiri seringkali kurang memahami pentingnya

lingkungan permukiman yang berkualitas bagi mereka, baik secara fisik maupun

sosial. Ciri-ciri permukiman kampung kota yang lebih sering disorot karena dianggap

(34)

a. Tingginya kepadatan penduduk menyebabkan kurangnya ruang untuk fungsi sosial

Hal ini mengakibatkan rendahnya ketersediaan ruang terbuka bagi sarana

berinteraksi antar warga. Akibatnya tidak jarang fasilitas umum beralih fungsi

menjadi pendukung fungsi sosial yang diperlukan masyarakat.

b. Tingkat ketersediaan fasilitas umum dan fasilitas sosial yang rendah.

Kurangnya fasilitas sosial karena kepadatan penduduk yang tinggi mengakibatkan

diversifikasi fungsi gang/jalan di kampung kota yang sekaligus menjadi tempat

untuk meletakkan properti dan tempat bersosialisasi warga masyarakat.

c. Kurangnya infrastruktur

Tingginya kepadatan bangunan di kampung-kampung perkotaan tidak jarang

mengakibatkan minimnya lahan yang tersedia bagi sarana infrastruktur. Kondisi

ini merupakan salah satu ciri rendahnya kualitas suatu lingkungan permukiman

d. Tataguna lahan yang tidak teratur

Pemanfaatan lahan hendaknya direalisasikan sesuai rencana peruntukannya. Hal

ini merupakan strategi untuk mencapai keteraturan tata guna lahan. Pemanfaatan

lahan secara tidak teratur dapat mengakibatkan tumpang tindihnya fungsi lahan

yang pada akhirnya akan mempengaruhi keberlanjutan fungsi ruang secara luas.

e. Kondisi rumah yang kurang sehat

Hunian yang kurang memadai mengakibatkan kondisi yang tidak sehat bagi

penghuninya. Jendela-jendela tidak lagi berfungsi sebagai bukaan untuk

memasukkan sinar matahai dan udara ke dalam hunian tetapi beralih fungsi

sebagai tempat jemuran karena hunian tidak lagi memiliki lahan kosong.

Sebagai suatu komunitas, kampung kota dapat mempertahankan kelestariannya

karena berinteraksi dengan struktur bagian kota lainnya dengan fungsi-fungsi spesifik

yang terdapat di dalamnya. Kampung kota berfungsi sebagai perantara kehidupan kota

dengan keluarga yang hidup di kampung, yang dilakukan antara lain dengan

pertukaran sumber daya antara komunitas dengan masyarakat kota pada umumnya

Menurut Wiryomartono (1999) terdapat dua pokok masalah dan potensi yang

berkaitan dengan kehidupan bermukim masyarakat kampung kota yaitu:

Pertama, Kenyataan umum menunjukkan bahwa masyarakat kampung kota

pada umumnya adalah para penduduk asli ketika daerah tersebut masih belum masuk

(35)

pertanian. Penduduk pada kawasan kampung kota memiliki kemampuan adaptasi

yang lebih tinggi terhadap segala bentuk dan struktur ruang hidup. Hal ini merupakan

potensi untuk menghasilkan bentuk ruang tinggal yang tidak platonis. Dengan

demikian proses pembangunan struktur fisiknya pun tidak dapat dilakukan dengan

massal tetapi lahir spontan untuk nilai aksesibilitas yang efektif. Secara arsitektural,

lingkungan tempat tinggal di permukiman kampung kota merupakan suatu kesatuan

dalam ketidak teraturan. Dari keadaan tersebut dibutuhkan metode perencanaan dan

perancangan lingkungan binaan untuk bermukim secara partisipatif. Metode

partisipatif pada masyarakat kampung kota bukanlah sekedar kebutuhan untuk

menciptakan rasa saling memiliki tetapi secara eksistensial mampu membangun

pengertian bahwa mereka hidup dalam satu Labenswelt (dunia hidup) yang menjadi

home mereka selama mungkin.

Kedua, sejak modernisasi pertanian di pedesaan terus berlangsung, Indonesia

menghadapi suatu abad yang dampak dan pengaruhnya sama seperti yang terjadi di

Eropa Barat dan Amerika Utara yaitu globalisasi ekonomi/telekomunikasi. Masyarakat

kampung-kota yang semula tradisional agraris dalam kebiasaan hidupnya, tidak lagi

bisa bertahan dari proses perubahan karena ada dan berlangsungnya modernitas.

Perubahan-perubahan ini bukan hanya dapat dianggap sebagai krisis, tetapi juga

peluang yang akan mampu membentuk kerjasama sosial ekonomi dan kultural antara

sektor modern dan sektor informal (kampung-kota). Kampung-kota itu sendiri

merupakan bagian dari kota, walaupun dengan ciri-ciri tersendiri bila dibandingkan

dengan kota lain yang lebih formal dan terorganisir ruang hidupnya. Sebagai

sub-sistem dari kota, kampung kota dengan sifat komunitasnya adalah:

‰ Sistem perantara antara makro sistem masyarakat dengan mikro sistem keluarga

‰ Terdiri dari penduduk yang dapat diidentifikasi dengan jelas, karena memiliki rasa kebersamaan dan kesadaran sebagai warga suatu kesatuan

‰ Mengembangkan dan memiliki suatu keteraturan sosial dan spatial, yang

ditumbuhkan dari komunitas itu sendiri (disamping ketentuan oleh kota).

‰ Menunjukkan differensiasi dalam fungsi-fungsi, sehingga bukan merupakan

wilayah hunian saja namun di dalamnya terdapat warung, bengkel, salon, dsb.

‰ Menyesuaikan diri dengan lingkungan yang lebih luas melalui pertukaran sumber

(36)

‰ Menciptakan dan memelihara berbagai bentuk organisasi dan kelembagaan, yang akhirnya memenuhi kebutuhan makrosistem masyarakat dan mikrosistem

keluarga.

Kampung kota selama ini selalu disebut sebagai permukiman sektor informal

karena banyak dihuni oleh masyarakat dengan penghasilan tidak tetap. Namun dugaan

ini tidak sepenuhnya benar karena saat ini pegawai negeri, dan wiraswasta ekonomi

kecil (home industry), merupakan populasi yang tak dapat diabaikan jumlahnya.

Penyebab terjadinya penurunan kualitas permukiman kampung kota

LPM ITB (1998) mengidentifikasi bahwa faktor penyebab timbulnya

penurunan kualitas permukiman kampung di kota Bandung adalah:

1) Terbatasnya kemampuan ekonomi masyarakat.

Masyarakat berpendapatan rendah menggunakan lahan untuk kegiatan

permukiman dan usaha yang kurang mempertimbangkan aspek legalitas tanah

sehingga menimbulkan ketidakteraturan penggunaan lahan yang diperburuk oleh

rendahnya kualitas prasarana akibat terbatasnya kemampuan masyarakat.

2) Dampak kegiatan eksternal dan internal kawasan.

Buruknya sistem drainase, alami maupun buatan, mendorong terbentuknya

kekumuhan yang diperparah oleh pembuangan limbah yang relatif tinggi dan

rendahnya kemampuan penduduk dalam mengantisipasi permasalahan lingkungan.

Faktor kegiatan eksternal, seperti industri-industri besar yang menghasilkan limbah

dalam jumlah besar dan kurang terkelola, memperberat beban fisik lingkungan

3) Dampak faktor eksternal.

Permukiman kumuh timbul akibat pertumbuhan pesat penduduk dan kegiatannya

yang tidak mampu ditampung oleh sumberdaya yang ada

4) Keterbatasan sumber daya lahan.

Kekumuhan disebabkan oleh keterbatasan lahan dalam menampung permukiman,

ini terjadi khususnya di tepi sungai. Permukiman kumuh ini membatasi fungsi

sungai sebagai bagian sistem drainase

Kurniasih (2007) membagi penurunan kualitas lingkungan permukiman dengan

a. Sebab kumuh, adalah kondisi kemunduruan atau kerusakan lingkungan hidup

dilihat dari: (1) segi fisik, yaitu gangguan yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alam

(37)

oleh manusia sendiri seperti kepadatan bangunan, lalulintas, sampah dan

sejenisnya

b. Akibat kumuh: kumuh adalah akibat perkembangan dari gejala-gejala yang antara

lain: (1) kondisi perumahan yang buruk, (2) penduduk yang terlalu padat, (3)

fasilitas lingkungan yang kurang memadai, (4) tingkah laku menyimpang, (5)

budaya kumuh, (6) apatis dan isolasi.

Sebab dan akibat kumuh ini memunculkan lingkungan permukiman kumuh,

yaitu kawasan dimana rumah dan kondisi hunian masyarakat di kawasan tersebut

sangat buruk. Rumah maupun sarana dan prasarana lingkungan yang ada tidak sesuai

dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan, kepadatan bangunan,

persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi maupun persyaratan

kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan fasilitas sosial lainnya.

Rumah dan Permukiman

Menurut Undang-undang RI No. 4 Tahun 1992. Rumah adalah struktur fisik

yang terdiri dari ruangan, halaman dan area sekitarnya yang digunakan sebagai tempat

tinggal dan sarana pembinaan keluarga. World Health Organization (WHO)

merumuskan definisi rumah sebagai struktur fisik atau bangunan untuk tempat

berlindung dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta

keadaan sosialnya baik, untuk kesehatan keluarga dan individu (Komisi WHO

Mengenai Kesehatan Lingkungan, 2001)

Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa rumah bukan hanya bangunan

fisik yang merupakan tempat berlindung dan beristirahat untuk memenuhi kebutuhan

fisiologis manusia namun rumah juga adalah sebuah tempat dimana

kebutuhan-kebutuhan dasar pada hirarki yang lebih tinggi dapat dipenuhi. Rumah sesungguhnya

merupakan sarana pembinaan keluarga untuk menumbuhkan kehidupan yang sehat

secara fisik, mental dan sosial seperti yang diungkapkan oleh Hayward (1987) yang

dikutip Budihardjo (1998) mengenai konsep tentang rumah, yaitu: (a) Rumah sebagai

pengejawantahan diri: rumah sebagi simbol dan pencerminan tata nilai selera pribadi

penghuni, (b) Rumah sebagai wadah keakraban: rasa memiliki, kebersamaan,

kehangatan, kasih dan rasa aman tercakup dalam konsep ini, (c) Rumah sebagai

(38)

dunia luar, dari tekanan dan ketegangan kegiatan rutin, (d) Rumah sebagai akar dan

kesinambungan: dalam konsep ini rumah atau kampung halaman dilihat sebagai

tempat untuk kembali pada akar dan menumbuhkan rasa kesinambungan dalam

untaian proses ke masa depan, (e) Rumah sebagai wadah kegiatan utama sehari-hari,

(f) Rumah sebagai pusat jaringan sosial dan (g) Rumah sebagai struktur fisik

Fungsi rumah sebagai wadah untuk pemenuhan kebutuhan dasar manusia,

menurut Budiharjo (1998) dalam bukunya Arsitektur Perumahan Perkotaan, memiliki

tiga fungsi utama, yaitu: (1) Rumah sebagai tempat tinggal, dimana seseorang

bermukim untuk mencari ketenangan, lahir maupun batin; (2). Rumah sebagai

mediator antara manusia dengan dunia yang memungkinkan terjadinya suatu

dialektika antara manusia dengan dunianya. Dari keramaian dunia, manusia menarik

diri ke dalam rumahnya dan tinggal dalam ketenangan, untuk kemudian keluar lagi

menuju dunia luar, bekerja, dan berkarya. (3) Rumah sebagai arsenal, dimana manusia

mendapatkan kekuatannya kembali, setelah melalukan pekerjaan yang melelahkan.

Dalam rumah manusia makan, minum, dan tidur untuk memperoleh kembali

kekuatannya.

Johan Silas (2002) mengatakan bahwa fungsi rumah yang diangankan sejak

jaman nenek moyang manusia, masih tetap sama yaitu sebagai terminal peralihan

antara kehidupan alami dengan kehidupan privat. Selanjutnya dikatakan bahwa rumah

yang baik akan melindungi penghuninya secara badaniah dan rohaniah. Namun

demikian rumah juga perlu menjadi perangsang timbulnya gagasan hidup (inspirator)

menuju ke keadaan yang lebih baik

Sejalan dengan perkembangan sosial kultural manusia, rumah sebagai suatu

objek individual tidak terpisahkan dari permukiman/perumahan sebagai objek

komunitas. Pengertian permukiman secara jelas dan rinci dapat ditemukan dalam

Undang-undang Nomor 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman yang

mengatakan bahwa Permukiman mengandung pengertian sebagai bagian dari

lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun

perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian

dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Dalam permukiman perlu ada prasarana dan sarana lingkungan serta utilitas

(39)

Prasarana lingkungan pemukiman adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan yang

memungkinkan lingkungan pemukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Prasarana utama ini meliputi jaringan jalan, jaringan pembuangan air limbah dan

sampah, jaringan saluran air hujan, jaringan pengadaan air bersih, jaringan listrik,

telepon, gas, dan sebagainya. Jaringan primer prasarana lingkungan adalah jaringan

utama yang menghubungkan antara kawasan pemukiman atau antara kawasan

pemukiman dengan kawasan lainnya. Jaringan sekunder prasarana lingkungan adalah

jaringan cabang dari jaringan primer yang melayani kebutuhan di dalam satu satuan

lingkungan pemukiman.

Sarana lingkungan pemukiman adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk

penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Contoh

sarana lingkungan pemukiman adalah fasilitas pusat perbelanjaan, pelayanan umum,

pendidikan dan kesehatan, tempat peribadatan, rekreasi dan olah raga, pertamanan,

pemakaman. Utilitas lingkungan umum mengacu pada sarana penunjang untuk

pelayanan lingkungan pemukiman, meliputi jaringan air bersih, listrik, telepon, gas,

transportasi, dan pemadam kebakaran. Utilitas umum membutuhkan pengelolaan

profesional dan berkelanjutan oleh suatu badan usaha.

Sehubungan dengan bahasan mengenai rumah dan fungsi rumah, maka

permukiman sebagai tempat dimana rumah-rumah berada, memiliki tiga fungsi utama

yaitu: (1) tempat perlindungan secara fisik (phisical shelter), (2) setting (tempat) yang

membentuk hubungan antara struktur di dalam (keluarga) dan ketetanggaan dimana

setiap anggota keluarga dan komunitas melakukan aktivitas keseharian, dan (3) suatu

pengelompokkan keluarga ke dalam komunitas yang lebih besar.

Bagi komunitas, perumahan merepresentasikan aspirasi kolektif yang

dipengaruhi oleh proses sosial ekonomi. Rumah juga dapat mengeskpresikan gaya

hidup penghuni yang dipengaruhi oleh aspek psikologis sosial, ekonomi, dan

keseimbangan estetik.

Atas dasar itu, maka kualitas rumah dan permukiman menjadi sangat penting

dalam mewadahi kebutuhan dan aspirasi penghuni dalam fungsinya memenuhi

kebutuhan fisik, mental dan sosial penghuni dan warganya dengan baik.

Apabila pengertian permukiman dikaji sesuai dengan konteks yang dibahas

(40)

bermukim manusia yang menunjukkan suatu tujuan tertentu. Dengan demikian

permukiman seharusnya memberikan kenyamanan kepada penghuninya termasuk

orang yang datang ke tempat tersebut.

Standar rumah dan perumahan sehat/layak huni

Rumah sehat/layak huni

Rumah dan permukiman yang sehat merupakan salah satu sarana untuk

mencapai derajat kesehatan yang optimum. Untuk memperoleh rumah yang sehat

ditentukan oleh tersedianya sarana sanitasi rumah dan perumahan. Sanitasi tersebut

antara lain ventilasi, suhu, kelembaban, kepadatan hunian, penerangan alami,

konstruksi bangunan, sarana pembuangan sampah, sarana pembuangan kotoran

manusia, dan penyediaan air bersih (Azwar, 1990)

Menurut American Public Health Association (APHA) rumah dikatakan sehat

apabila: (1) memenuhi kebutuhan fisik dasar seperti temperatur lebih rendah dari udara

di luar rumah, penerangan yang memadai, ventilasi yang nyaman, dan kebisingan

antara 44 – 45 dbA; (2) memenuhi kebutuhan kejiwaan; (3) melindungi penghuninya

dari penularan penyakit menular yaitu memiliki penyediaan air bersih, sarana

pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah, dan memenuhi syarat

kesehatan, serta (4) melindungi penghuninya dari kemungkinan terjadinya kecelakaan

dan bahaya kebakaran seperti fondasi rumah yang kokoh, tangga yang tidak curam,

bahaya kebakaran karena arus pendek listrik, keracunan, bahkan dari ancaman

kecelekaaan lalulintas.

Komponen yang harus dimiliki rumah sehat menurut Ditjen Cipta Karya,

(1997) adalah: (1) fondasi yang kuat untuk meneruskan beban bangunan ke tanah

dasar, memberi kestabilan bangunan dan merupakan konstruksi penghubung antara

bangunan dengan tanah; (2) lantai kedap air dan tidak lembab, tinggi minimum 10 cm

dari pekarangan dan 25 cm dari badan jalan, bahan kedap air untuk rumah panggung

dapat terbuat dari papan atau anyaman bambu; (3) memiliki jendela dan pintu yang

berfungsi sebagai ventilasi dan masuknya sinar matahari dengan luas minimum 10%

luas lantai; (4) dinding rumah kedap air yang berfungsi untuk mendukung atau

menyangga atap, menahan angin dan air hujan, melindungi dari panas dan debu dari

(41)

dan menyerap panas terik matahari minimum 2,4 m. dari lantai, bisa dari bahan papan

anyaman bambu, tripleks atau gipsum serta (6) atap rumah yang berfungsi sebagai

penahan panas sinar matahari serta melindungi masuknya debu, angin dan air hujan.

Johan Silas (2002) menyebutkan bawah sebuah rumah disebut layak huni bila

ada keterpaduan yang serasi antara: (1) perkembangan rumah dan penghuninya,

artinya rumah bukan hasil akhir yang tetap tetapi proses yang berkembang, (2) rumah

dan lingkungan (alam) sekitarnya, artinya lingkungan rumah dan lingkungan

sekitarnya terjaga selalu baik, (3) perkembangan rumah dan perkembangan kota,

artinya kota yang dituntut makin global dan urbanized memberi manfaat positif bagi

kemajuan warga kota di rumah masing-masing, (4) perkembangan antar kelompok

warga dengan standar layak sesuai keadaan dan tuntutan masing-masing kelompok,

artinya tiap kelompok warga punya kesempatan sama untuk berkembang sesuai

dengan tuntutan yang ditetapkan sendiri. (5) standar fisik dan dukungan untuk maju

bagi penghuni, artinya standar fisik rumah tidak sepenting dan menentukan seperti

peningkatan produktivitas yang diberikannya terhadap mobilitas penghuninya.

Kaidah perancangan rumah layak huni menurut Johan Silas (2002) perlu

memperhatikan hal-hal: (1) Terdapat fleksibilitas penataan ruang, terutama bagi

masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga rumah tidak harus selalu disekat-sekat

dan terbuka peluang penggunaan ganda dan over lapping, (2) Memilih bahan

bangunan yang mudah diperoleh setempat dan sudah akrab dipakai oleh warga dengan

kesulitan konstruksi yang mudah diatasi oleh keahlian setempat, (3) Penataan ruang

yang dilakukan fleksibel dan multi guna serta tidak terkotak-kotak kecil berguna untuk

menjamin kedinamisan gerak dan berbagai aktivitas lain dari penghuni serta untuk

memberi keleluasaan aliran udara dan cahaya tinggi. Selanjutnya pola penataan ruang

yang terbuka ini juga akan memberi kesan luas sehingga tercapai rasa psikologis yang

melegakan penghuni guna merangsang produktivitas kehidupan yang tinggi. (4)

Tampilan bangunan harus serasi dengan tampilan bangunan yang lazim berlaku di

sekitarnya. Prinsip bangunan tropis dengan teritis yang lebar, teduh, dan angin mudah

lewat serta tidak tempias oleh terpaan hujan lebat merupakan dasar yang harus

diperhatikan secara sungguh-sungguh. Perlu pula memberi muatan lokal yang diambil

(42)

Permukiman sehat/layak huni

Menurut Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan (2001),

permukiman atau perumahan yang sehat adalah konsep dari perumahan sebagai faktor

yang dapat meningkatkan standar kesehatan penghuninya. Konsep tersebut melibatkan

pendekatan sosiologis dan teknis pengelolaan faktor resiko dan berorientasi pada

lokasi bangunan, kualifikasi, adaptasi, manajemen, penggunaan dan pemeliharaan

rumah dan lingkungan di sekitarnya, serta mencakup unsur-unsur apakah

permukiman/perumahan tersebut memiliki penyediaan air minum dan sarana yang

memadai untuk memasak, mencuci, menyimpan makanan, serta pembuangan kotoran

manusia maupun limbah lainnya.

Johan Silas (2002) menyebutkan kaidah perencanaan kawasan perumahan dan

permukiman yang layak perlu memperhatikan dan mempertimbangkan hal-hal berikut:

(1) penggunaan lahan yang efektif dan efisien dan terkait dengan kegiatan ekonomi

dalam arti luas, (2) orientasi bangunan/gedung perlu memperhatikan arah angin di

samping posisi dan pergerakan matahari. Jalan dan lorong terutama disearahkan

dengan aliran angin sebagai koridor angin yang menjaga kesejukan lingkungan, (3)

jalan mobil hanya disediakan sebatas kebutuhan nyata untuk keamanan dan keadaan

darurat. Parkir mobil sebaiknya terpusat sehingga jalan/lorong dijadikan sebagai taman

komunal, (4) tersedia fasilitas perumahan yang diadakan dan diselenggarakan secara

komunal, termasuk ruang terbuka hijau serta rekreasi memakai akses utama melalui

berjalan kaki dari perumahan yang ada. Sistem sarana dan prasarana harus terkait

dengan sistem kota yang lebih besar.

Prasarana lingkungan permukiman adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan

yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Prasarana utama meliputi jaringan jalan, jaringan air hujan, jaringan pengadaan air

bersih, jaringan listrik, telepon, gas dan sebagainya. Sarana lingkungan permukiman

adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan

kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Contoh sarana lingkungan permukiman adalah

fasilitas pusat perbelanjaan, pelayanan umum, pendidikan dan kesehatan, tempat

peribadatan, rekreasi dan olahraga, pertamanan, pemakaman.

Menurut Sastra (2006) kata permukiman merupakan sebuah istilah yang tidak

(43)

arti yang berbeda, yaitu: (1) Isi yang menunjuk kepada manusia sebagai penghuni

maupun masyarakat di lingkungan sekitarnya dan (2) Wadah yang menunjuk pada

fisik hunian terdiri dari alam dan elemen-elemen buatan manusia.

Kesatuan antara manusia sebagai penghuni (isi) dengan lingkungan hunian

membentuk suatu komunitas yang secara bersamaan membentuk permukiman.

Menurut Sastra (2005), elemen permukiman terdiri dari beberapa unsur yaitu alam,

manusia, masyarakat, bangunan/ rumah, dan jaringan/networks.

‰ Alam. Alam disini meliputi kondisi geologi, topografi, tanah, air, tetumbuhan, hewan dan iklim

‰ Manusia. Di dalam satu wilayah permukiman, manusia merupakan pelaku utama kehidupan di samping makhluk hidup lain seperti hewan, tumbuhan dan lainnya.

Sebagai makhluk yang paling sempurna dalam kehidupannya manusia

membutuhkan berbagai hal yang dapat menunjang kelangsungan hidupnya, baik

itu kebutuhan biologis (ruang, udara, temperatur dan lain-lain), perasaan dan

persepsi, kebutuhan emosional serta kebutuhan akan nilai-nilai moral.

‰ Masyarakat. Masyarakat merupakan kesatuan sekelompok orang (keluarga) dalam suatu permukiman yang membentuk suatu komunitas tertentu. Hal-hal yang

berkaitan dengan permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat yang mendiami

suatu wilayah permukiman adalah: (1) Kepadatan dan komposisi penduduk, (2)

Kelompok sosial, (3) Adat dan kebudayaan, (4) Pengembangan ekonomi, (5)

Pendidikan, (6) Kesehatan dan (7)Hukum dan administrasi

‰ Bangunan/Rumah. Bangunan (rumah) merupakan wadah bagi manusia (keluarga). Oleh karena itu dalam perencanaan dan pengembangannya perlu

mendapatkan perhatian khusus agar sesuai dengan rencana kegiatan yang

berlangsung di tempat tersebut. Pada prinsipnya bangunan yang bisa digunakan

sepanjang operasional kehidupan manusia bisa dikategorikan sesuai dengan fungsi

masing-masing yaitu: (1) Rumah pelayanan masyarakat (misalnya sekolah, rumah

sakit, dan lain-lain), (2)Fasilitas rekreasi (fasilitas hiburan), (3) Pusat perbelanjaan

(perdagangan) dan pemerintahan, (4) Industri dan (5) Pusat transportasi

‰ Jaringan/Networks. Jaringan atau Networks merupakan sistem buatan maupun alam yang menyediakan fasilitas untuk operasional suatu wilayah permukiman.

Gambar

Gambar 1 Prioritas perumahan
Tabel 3. Ciri-ciri Pendekatan Partisipatif
Tabel 4. Model Praktek Intervensi Komunitas menurut Rothman Tropman
Tabel 5. Bentuk Praktek di Masyarakat (community practice) menurut Glen
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adalah subsistem struktur yang berfungsi menahan beban lateral akibat pengaruh beban gempa rencana, yang runtuhnya disebabkan oleh momen lentur (bukan disebabkan oleh gaya geser)

berbagai teknik dalam seni grafis teknik inilah yang paling penulis kuasai.. dan juga dalam proses drypoint akan didapatkan efek tekstur

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara jelas mengenai aspek hukum terhadap transaksi perdagangan Narkotika di Daerah perbatasan antara Republik

(2) Proses geomorfik yang mempengaruhi terhadap perubahan garis pantai adalah angin, gelombang dan arus dengan dominasi arah dari tenggara sampai barat daya (angin dan

Multimedia adalah kombinasi dari komputer dan video (Rosch (1996) dalam M.Suyanto (2003)) atau multimedia secara umum merupakan kombinasi tiga elemen yaitu, suara, gambar dan

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam

9) Verba turunan dengan konfiks di-kan terjadi 18 kali. Konfiks ini mengindikasikan bahwa tujuan tindakan lebih penting disebutkan daripada si pelaku. Dapat dikatakan bahwa

Menyatakan bahwa “Skripsi” yang saya buat untuk memenuhi persyaratan kelulusan pada Program Studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Pendidikan Agama Islam Universitas