• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendalian Kualitas Ikan Tenggiri di PPI Karangsong Kabupaten Indramayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengendalian Kualitas Ikan Tenggiri di PPI Karangsong Kabupaten Indramayu"

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

HOTNAIDA SARAGIH

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengendalian Kualitas Ikan Tenggiri di PPI Karangsong Kabupaten Indramayu adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi.

Bogor, Juli 2012

(3)

PPI Karangsong, Kabupaten Indramayu. Dibimbing oleh MUSTARUDDIN dan TRI WIJI NURANI.

Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Karangsong merupakan salah satu pangkalan pendaratan ikan di Kabupaten Indramayu. Hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Karangsong sangat beragam dan berlimpah. Jenis alat tangkap yang banyak digunakan ialah gillnet millenium, dengan hasil tangkapan ikan tenggiri yang merupakan komoditas penting dan bernilai ekonomis. Pengoperasian alat tangkap gillnet memerlukan waktu sekitar 30 sampai 45 hari. Lama waktu yang diperlukan dalam melakukan penangkapan akan mempengaruhi mutu ikan. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengamati penanganan yang diterapkan oleh nelayan kapal gillnet dalam menentukan kualitas ikan di PPI Karangsong. Metode penelitian yang digunakan yaitu studi kasus, melalui pengamatan organoleptik, analisis peta kendali p, diagram pareto dan diagram sebab akibat. Berdasarkan hasil pengamatan nilai rata-rata uji organoleptik ikan tenggiri berkisar 6 sampai 7. Nilai tersebut menunjukkan ikan masih segar dan layak untuk dikonsumsi. Proses penanganan ikan tenggiri di kapal gillnet masih dalam batas pengendalian. Hal ini terlihat pada diagram peta kendali dimana kriteria ikan tidak segar masih berada pada batas kendali atas atau masih dalam batas toleransi. Kriteria ikan tidak segar yang paling banyak ditemukan yaitu insang rusak dan berlendir (35,71%), daging perut agak lembek (21,42%) serta mata merah (16,67%).

(4)

ABSTRACT

HOTNAIDA SARAGIH, C44080016. Quality Control of Mackerel fish in PPI Karangsong, Indramayu. Supervised by MUSTARUDDIN and TRI WIJI NURANI.

PPI Karangsong is one of the ports that has in Indramayu. The catch which is put ashore on ppi karangsong very diverse and abundant. Many types of fishing gear used are gillnet millennium, with the catch of mackerel is an important commodity and has economic value. Operation of gillnet gear will take approximately 30 to 45 days. Long time required in making the arrest will affect the quality of fish. The purpose of this study was to observe the handling applied by fishermen aboard a gillnet in determining the quality of fish in the PPI Karangsong. The method which was used in this research is case study, with organoleptic observations, control p chart analysis, pareto diagrams and diagram of cause and effect. The results of observations conducted in PPI Karangsong, the average value of test organoleptic was range from 6 to 7. These values indicated that the fish is still good and worthy to be consumed. The process of handling mackerel fish on gillnet ship was still within the bounds of the control. This could be seen on diagram of the control chart, proportion of unfresh fish was still in the control limits. The criteria of unfresh fish which was discovered were broken and slimy gills (35,71%), Flesh of the abdomen that was somewhat pulpy (21,42%), and red eyes (16,67%).

(5)

© Hak Cipta IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan, karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

PENGENDALIAN KUALITAS IKAN TENGGIRI DI PPI

KARANGSONG, KABUPATEN INDRAMAYU

HOTNAIDA SARAGIH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Nama mahasiswa : Hotnaida Saragih

Nrp : C44080016

Program studi : Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Disetujui Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Dr. Mustaruddin, S.TP NIP : 19750205 200701 1 002

Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si NIP : 19650624 198903 2 002

Diketahui

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP : 19621223 198703 1 001

(8)

PRAKATA

Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Judul yang dipilih dalam penelitian dilaksanakan di PPI Karangsong pada bulan Januari sampai Februari 2012 ini adalah Pengendalian Kualitas Ikan Tenggiri di PPI Karangsong, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini diharapkan dapat membantu untuk mewujudkan hasil perikanan yang memiliki kualitas yang lebih baik. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1) Dr. Mustaruddin S.TP dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M,Si atas arahan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi ini;

2) Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si, selaku dosen penguji dan Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si selaku Komisi Pendidikan Departemen PSP. 3) Bapak Ono Surono selaku Kepala KPL Mina Sumitra dan Ibu Elly

Suprihatin selaku Administratur yang telah membantu dan memberikan data selama penelitian.

4) Bapak Rusmadi manager TPI Karangsong yang telah membantu dan mengizinkan pelaksanaan penelitian ini.

5) Kedua orangtuaku, kakak, abang dan adik-adikku yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, nasehat dan doanya hingga saat ini.

6) Teman-teman PSP 45, PSP 43, PSP 44, PSP 46 dan PSP 47 yang telah memberikan motivasi dan dukungan serta persahabatan hingga saat ini. 7) Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu

persatu.

Bogor, Juli 2012

(9)

Penulis lahir di Saribudolok, Sumatera Utara pada tanggal 16 September 1990 dari Bapak Jariaman Saragih dan Ibu Minaria Sipayung. Penulis merupakan anak keenam dari enam bersaudara. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari SD Swasta GKPS Saribudolok pada tahun 1996-2002, SLTP Negeri 1 Silimakuta tahun 2002-2005, dan SMA Negeri 1 Silimakuta pada tahun 2005-2008. Pada tahun 2008 penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

(10)

ix

2.3.1 Perubahan-perubahan yang terjadi setelah ikan mati ... 8

2.3.2 Pembusukan oleh mikroba ... 8

2.8 Teknik Pengawasan Kualitas Ikan secara Statistik ... 16

(11)

x

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu ... 22

4.2 Kondisi Umum PPI Karangsong ... 22

4.2.1 Demografi desa ... 23

4.2.2 Kependudukan ... 23

4.2.3 Mata pencaharian masyarakat Desa Karangsong ... 24

4.2.4 Kondisi sosial ekonomi ... 25

4.2.5 Kondisi lingkungan dan geofisik ... 25

4.3 Keadaan Perikanan Tangkap PPI Karangsong ... 26

4.4 Unit Penangkapan Ikan ... 29

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum mengenai Hasil Tangkapan yang didaratkan di PPI Karangsong ... 31

5.2 Gambaran Umum Ikan Tenggiri di PPI Karangsong ... 31

5.3 Operasi Penangkapan Ikan dan Hasil Tangkapan ... 34

5.3.1 Operasi penangkapan ikan ... 34

5.3.2 Hasil tangkapan ... 35

5.4 Penanganan Ikan Tenggiri ... 35

5.4.1 Penanganan ikan tenggiri di atas kapal ... 35

5.4.2 Penanganan ikan di TPI ... 38

5.5 Pemasaran Ikan Tenggiri di PPI Karangsong ... 43

5.6 Analisis Peta Kendali p Mutu Ikan Tenggiri ... 45

5.7 Analisis Diagram Pareto Mutu Ikan Tenggiri ... 47

5.8 Analisis Diagram Sebab Akibat Mutu Ikan Tenggiri ... 50

5.9 Pembahasan ... 54

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 58

(12)
(13)

xii

1 Daerah penyebaran ikan tenggiri ... 13

2 Spesifikasi dan nilai organoleptik ikan tenggiri ... 15

3 Luas, jumlah penduduk dan kepadatan jiwa Desa Karangsong ... 23

4 Jenis-jenis mata pencaharian masyarakat Desa Karangsong ... 24

5 Penggunaan lahan Desa Karangsong Kecamatan Indramayu ... 26

6 Jumlah armada penangkapan di PPI Karangsong 2008-2009 ... 27

7 Jumlah nelayan PPI Karangsong tahun 2009 ... 28

8 Volume dan nilai produksi lelang tangkapan di PPI Karangsong ... 28

9 Volume dan nilai hasil tangkapan ikan tenggiri di PPI Karangsong tahun 2011 ... 29

10 Total produksi ikan tenggiri yang didaratkan di PPI Karangsong dari tahun 2007-2011 ... 32

11 Perhitungan peta kendali p untuk ikan tenggiri... 46

12 Check sheet ketidaksesuaian atau cacat pada ikan tenggiri ... 48

(14)

xiii

Halaman

1 Ikan tenggiri ... 12

2 Ilustrasi diagram pareto ... 21

3 Diagram tulang ikan (fishbone) ... 21

4 Kapal gillnet yang dioperasikan di PPI Karangsong ... 33

5 Penanganan ikan tenggiri di atas kapal ... 36

6 Pengangkutan ikan tenggiri dari palka ke atas dek kapal ... 40

7 Penyortiran ikan dan pencucian ikan ... 41

8 Pengangkatan ikan tenggiri ke TPI ... 41

9 Penimbangan ikan tenggiri ... 42

10 Keadaan ikan tenggiri di TPI sebelum pelelangan ... 42

11 Ikan yang disusun dalam cool box yang diberi es curah ... 43

12 Rantai pemasaran ikan tenggiri tipe pertama ... 44

13 Rantai pemasaran ikan tenggiri tipe kedua ... 44

14 Rantai pemasaran ikan tenggiri tipe ketiga ... 45

15 Bagan kendali p pada ikan tenggiri ... 47

16 Diagram pareto untuk tipe cacat pada ikan tenggiri... 49

(15)

xiv

1 Peta lokasi penelitian PPI Karangsong ... 64

2 Layout PPI Karangsong ... 65

3 Stuktur organisasi dan nama dan jabatan KPL Mina Sumitra ... 66

4 Spesifiksai dan nilai organoleptik ikan tenggiri ... 67

5 Pengamatan organoleptik ikan tenggiri di PPI Karangsong ... 69

6 Keadaan PPI Karangsong ... 74

7 Pengamatan organoleptik ... 75

(16)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perikanan merupakan sektor yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan pangan saat ini. Sumberdaya perikanan Indonesia yang berlimpah dan beranekaragam sangat perlu untuk dikembangkan dalam usaha perikanan karena masih banyak produk perikanan yang belum dimanfaatkan secara optimal. Provinsi Jawa Barat merupakan pusat produksi perikanan yang masih bisa dikembangkan. Sejak dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan dan diterapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang memberikan kewenangan lebih kepada daerah untuk melaksanakan pembangunan perikanan sesuai dengan potensi perikanan di daerah masing-masing.

Salah satu PPI yang memiliki pendapatan dan hasil tangkapan yang besar di Kabupaten Indramayu adalah PPI Karangsong. Hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Karangsong beranekaragam, mulai ikan yang memiliki nilai ekonomis penting dan non ekonomis. Hasil tangkapan yang dominan yang terdapat di PPI Karangsong yaitu tongkol, tenggiri, cakalang, tuna, kakap, remang dan masih banyak jenis lainnya yang digemari konsumen untuk memenuhi kebutuhan pangan. Peningkatan permintaan konsumen terhadap produk perikanan diperlukan juga peningkatan produktivitas dari pelabuhan. Kenyataan di lapangan peningkatan produktivitas perikanan untuk memenuhi kebutuhan konsumen tidak diiringi dengan peningkatan kualitas atau mutu ikan segar. Tuntutan permintaan akan ikan yang besar membuat nelayan atau pihak pelabuhan kurang memperhatikan pengawasan terhadap kualitas dan kesegaran ikan. Nelayan hanya memikirkan ikan terjual habis dan kembali melakukan operasi penangkapan.

(17)

Karangsong mengakibatkan penanganan ikan kurang diperhatikan, sehingga berdampak terhadap penurunan mutu ikan terutama ikan tenggiri yang merupakan komoditas penting.

Ikan tenggiri merupakan salah satu produk perikanan yang memiliki nilai ekonomis yang penting yang terdapat di PPI Karangsong, dengan ketersediaan yang melimpah dan harga yang relatif stabil. Ikan tenggiri adalah ikan yang banyak digemari baik untuk pasar lokal maupun untuk ekspor. Penanganan yang tidak tepat dan penanganan yang lama akan menyebabkan kemunduran mutu ikan, karena cepat busuk. Kualitas ikan perlu dijaga untuk mempertahankan harga ikan di pasar lokal. Bukan untuk pasar lokal saja tujuan peningkatan kualitas ikan agar ikan bisa menembus pasar internasional atau ekspor. Seperti yang kita ketahui bahwa masyarakat belum paham arti pentingnya kualitas ikan. Kualitas ikan bagi masyarakat PPI Karangsong belum menjadi perhatian yang utama dikarenakan oleh beberapa faktor. Perlunya peningkatan kualitas dan kesegaran ikan yaitu untuk jaminan keamanan mutu pangan. Produk aman adalah produk yang terhindar dari histamin dan bakteri penyebab bahaya pangan. Faktor tersebut antara lain rendahnya kesadaran dan pengetahuan nelayan dalam penanganan ikan yang menghasilkan produk perikanan yang berkualitas. Berdasarkan pemasalahan di atas maka penulis perlu melakukan penelitian mengenai “Pengendalian Kualitas Ikan Tenggiri di PPI Karangsong Kabupaten Indramayu” agar kualitas ikan tenggiri di PPI Karangsong memiliki kualitas yang baik, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan setempat dan pemerintah PPI Karangsong umumnya.

1.2 Tujuan

Tujuan dilaksanakan penelitian ini yaitu:

1) Menentukan tingkat pengendalian kualitas ikan tenggiri yang didaratkan di PPI Karangsong apakah masih dalam kendali atau diluar kendali;

2) Menentukan kualitas ikan tenggiri secara organoleptik;

3) Menentukan faktor utama penyebab kemunduran kualitas ikan tenggiri; 4) Menentukan tingkat ketidaksesuaian ikan tenggiri berdasarkan kriteria

(18)

1.3 Manfaat Penelitian

(19)

2.1 Kualitas

Pengendalian mutu adalah kegiatan terpadu mulai dari pengendalian standar mutu bahan dan standar proses produksi, yang dimaksud barang (jasa) yang dihasilkan sesuai dengan spesifikasi mutu yang direncanakan. Mutu suatu produk adalah suatu kondisi fisik, sifat, dan kegunaan suatu barang yang dapat memberikan kepuasaan konsumen secara fisik maupun psikologis, sesuai dengan nilai uang yang dikeluarkan (Prawirosentono, 2007).

Menurut Gaspersz (2005), berdasarkan definisi dari kualitas, baik yang konvensional maupun yang strategik pada dasarnya kualitas mengacu kepada pengertian pokok berikut:

1) Kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun keistimewaan attraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu; dan

2) Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

Berdasarkan pengertian dasar tentang kualitas di atas, tampak bahwa kualitas selalu berfokus pada pelanggan (customer focused quality), dengan demikian produk-produk didesain, diproduksi, serta pelayanan diberikan untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Kualitas mengacu kepada segala sesuatu yang menentukan kepuasan pelanggan, suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi (dihasilkan) dengan cara yang baik dan benar.

2.1.1 Manajemen kualitas

(20)

dari suatu organisasi dengan menggunakan semua sumberdaya manusia dan modal yang tersedia.

Manajemen kualitas sebagai semua aktivitas dari fungsi manajemen secara keseluruhan yang menentukan kebijakan kualitas, tujuan-tujuan dan tanggung jawab serta mengimplementasikannya melalui alat-alat seperti perencanaan kualitas dan peningkatan kualitas (ISO 8402). Tanggung jawab untuk manajemen kualitas ada pada semua level manajemen, tetapi harus dikendalikan oleh manajemen puncak (top management) dan implementasinya harus melibatkan semua anggota organisasi. Meskipun manajemen kualitas dapat didefinisikan dalam berbagai versi, namun pada dasarnya manajemen kualitas berfokus pada perbaikan terus-menerus untuk memenuhi kepuasan pelanggan. Manajemen kualitas berorientasi pada proses yang mengintegrasikan semua sumberdaya manusia, pemasok-pemasok dan para pelanggan, di lingkungan perusahaan. Hal ini berarti bahwa manajemen kualitas merupakan kemampuan atau kapasibilitas yang melekat pada sumberdaya manusia serta merupakan proses yang dapat dikontrol dan bukan suatu kebetulan belaka (Gaspersz, 2005).

2.1.2 Dimensi mutu produk

Menurut Prawirosentono (2004), sifat khas mutu suatu produk yang andal harus mempunyai dimensi karena harus memberi kepuasan dan nilai manfaat yang besar bagi konsumen dengan melalui berbagai cara. Dimensi dan spesifikasi mutu produk dapat dibagi sebagai berikut:

1) Kinerja (Performance), kinerja suatu produk harus dicantumkan pada labelnya;

2) Keistimewaan (Types of Features), produk yang bermutu harus memepunyai keistimewaan khusus dibanding dengan produk lainnya;

3) Kepercayaan dan waktu, produk yang mempunyai kinerja yang konsisten baik dalam batas-batas perawatan normal;

4) Mudah dirawat dan diperbaiki, produk yang memenuhi kemudahan untuk diperbaiki atau dirawat. Dimensi ini memberikan citra tersendiri pada mutu produk tersebut;

(21)

6) Penampilan dan citra etis, presepsi konsumen atas suatu produk

2.1.3 Arti penting kualitas ikan

Kualitas ikan perlu dijaga mutunya, sehingga produk perikanan bisa menembus pasar lokal maupun ekspor. Selain itu, kualitas juga penting dalam menjamin keamanan mutu bagi konsumen. Menurut Nurani (2011), penerapan sistem manajemen mutu pada kegiatan usaha penangkapan ikan, mendesak untuk segera dilakukan, dalam upaya mewujudkan jaminan mutu dan keamanan produk-produk perikanan. Persyaratan mengenai jaminan mutu pangan dan keamanan hasil perikanan diatur melalui Keputusan Mentri Kelautan dan Perikanan RI nomor KEP. 01/MEN/2007. pada Kepmen tersebut telah tersirat dengan jelas persyaratan jaminan mutu dan keamanan pangan produk-produk perikanan, mulai dari proses produksi, pengolahan dan industri. Kegiatan perikanan bukanlah pada peningkatan pemanfaatan melainkan dari sisi kualitas lebih penting untuk diutamakan.

2.1.4 Kualitas ikan

Menurut Adawyah (2006), ikan yang baik adalah ikan yang masih segar. Ikan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau, rasa, maupun teksturnya dengan kata lain, ikan segar adalah:

1) Ikan yang baru saja ditangkap dan belum mengalami proses pengawetan ikan maupun pengolahan lebih lanjut; dan

2) Ikan yang belum mengalami perubahan fisika maupun kimia atau yang masih mempunyai sifat sama ketika ditangkap.

Ikan segar dapat diperoleh jika penanganan dan sanitasi yang baik, semakin lama ikan dibiarkan setelah ditangkap tanpa penanganan yang baik akan menurunkan kesegarannya.

Faktor-faktor yang menentukan mutu ikan segar dipengaruhi antara lain: 1) Cara penangkapan ikan;

2) Pelabuhan perikanan;

(22)

2.2 Parameter Kesegaran Ikan

Menurut Adawyah (2006), parameter untuk menentukan kesegaran ikan terdiri atas faktor-faktor fisika, sensoris/organoleptik/kimiawi, dan mikrobiologi. Kesegaran ikan dapat dilihat dengan metode lainnya dengan melihat kondisi fisik yaitu sebagai berikut:

1) Kenampakan luar

Ikan yang masih segar mempunyai kenampakan cerah dan tidak suram. Keadaan itu dikarenakan belum banyak perubahan biokimia yang terjadi. Metabolisme dalam tubuh ikan masih berjalan sempurna. Pada ikan tidak ditemukan tanda-tanda perubahan warna, tetapi secara berangsur warna makin suram, karena timbulnya lendir sebagai akibat berlangsungnya proses biokimiawi lebih lanjut dan berkembangnya mikroba.

2) Lenturan daging ikan

Daging ikan segar cukup lentur jika dibengkokkan dan segara akan kembali ke bentuk semula apabila dilepaskan. Kelenturan itu disebabkan karena belum terputusnya pengikat pada daging, sedangkan pada ikan busuk jaringan pengikat banyak mengalami kerusakan dan daging selnya banyak yang rusak, sehingga daging ikan kehilangan kelenturan.

3) Keadaaan mata

Parameter ini merupakan yang paling mudah untuk dilihat. Perubahan kesegaran ikan akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kecerahan matanya.

4) Keadaan daging

Kualitas ikan ditentukan oleh dagingnya. Ikan yang masih segar, berdaging kenyal, jika ditekan dengan telunjuk atau ibu jari maka bekasnya akan segera kembali. Daging ikan yang belum kehilangan cairan daging kelihatan basah dan pada permukaan tubuh belum terdapat lendir yang menyebabkan kenampakan ikan menjadi suram/kusam dan tidak menarik.

5) Keadaan insang dan sisik

(23)

darah terhenti, bahkan sebaliknya dapat teroksidasi sehingga warnanya berubah menjadi merah gelap. Sisik ikan dapat menjadi parameter kesegaran ikan, untuk ikan bersisik jika sisiknya masih melekat kuat, tidak mudah dilepaskan dari tubuhnya berarti ikan itu masih bagus.

2.3 Perubahan Mutu Ikan Segar

2.3.1 Perubahan-perubahan yang terjadi setelah ikan mati

Otot ikan hidup bersifat elastis dan kendur. Setelah tubuh ikan mulai kaku akibat kematian, seluruh badan ikan menjadi tidak elastis dan keras. Dimulainya proses tersebut bergantung pada suhu ikan, khususnya perbedaan antara suhu air dan suhu penyimpanan. Semakin besar perbedaan suhu air dan tempat penyimpanan, semakin cepat ikan kaku begitu pula sebaliknya.

2.3.2 Pembusukan oleh mikroba

Aktivitas mikroba merupakan penyebab utama kerusakan sebagian besar makanan hasil laut segar dan beberapa makanan hasil laut yang mengalami pengawetan kering. Mikroorganisme yang dikaitkan dengan produk-produk perikanan secara umum mencerminkan populasi mikroba dalam lingkungan akuatik ikan-ikan tersebut. Pada saat penangkapan otot ikan steril, tetapi telah terkontaminasi oleh bakteri-bakteri permukaan tubuh ikan dan bakteri-bakteri usus dan bakteri-bakteri yang berasal dari air, peralatan dan manusia selama penanganan dan pemprosesan. Mikroorganisme ditemukan di permukaan luar tubuh ikan (kulit dan insang) dan usus ikan yang hidup dan baru ditangkap.

2.3.3 Perubahan rasa

Rasa daging ikan berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan konsumen. Ikan laut segar hampir tidak mengeluarkan bau, karena hanya mengandung sedikit volatil. Setelah ditangkap ikan masih sama seperti karakteristik aslinya namun sedikitnya jumlah volatil tidak serta merta dapat dihubungkan dengan kesegaran ikan sebagaimana anggapan pelanggan.

2.3.4 Perubahan tekstur

(24)

(connective tissu) yang rendah dan jaringan silang (cross-linking) yang lebih rendah. Perubahan tekstur daging ikan terjadi terutama karena berubahnya jaringan penghubung oleh protease endogen.

2.3.5 Perubahan warna

Masalah lain yang berkenaan dengan mutu yang dihadapi oleh industri makanan hasil laut adalah perubahan warna produk perikanan. Warna merah pada kulit sebagian besar ikan memudar selama penyimpanan atau beku yang disebabkan oleh oksidasi pigmen carotenoid. Tingkat pudarnya warna kulit ikan bergantung pada ikan, ketersediaan oksigen, dan suhu ruang penyimpanan. Memudarnya warna carotenoid dapat terjadi karena:

1) Otot oksidasi ikatan ganda yang terkonjungsi;

2) Radikal bebas yang terlepas selama oksidasi lemak yang bergabung bersama carotenoid untuk membentuk lemak hidroperoksida; dan

3) Aktivitas enzim.

2.4 Proses Kemunduran Ikan

Proses kemunduran mutu ikan dapat disebabkan dari berbagai faktor yaitu penanganan ikan yang tidak tepat setelah ikan ditangkap, bakteri pembusuk, suhu dan higienitas. Penanganan ikan di Indonesia hanya diberi es untuk memperlambat proses kemunduran mutu ikan. Secara kronologis, pembusukan ikan berjalan melalui empat tahapan sebagai berikut (Murniyati dan Sunarman 2000):

1) Hiperaemia

Setelah ikan mati, berbagai proses perubahan fisik, kimia, biokimia, dan mikrobiologi terjadi dengan cepat. Semua proses perubahan ini akhirnya mengarah pada pembusukan. Lendir ikan terlepas dari kelenjar-kelenjarnya di dalam kulit, membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan.

2) Rigor mortis

(25)

(1) Suhu lingkungan

Suhu lingkungan yang rendah akan memperpanjang masa rigor mortis yang berarti dapat memperpanjang tingkat kesegaran ikan, sehingga pascapanen ikan harus menerapkan prinsip rantai dingin.

(2) Cara ikan mati

Ikan yang mati dengan cara dibunuh langsung, segera setelah ditangkap akan mempunyai masa rigor yang lebih lama. Hal ini berkaitan dengan kandungan glikogen yang ada pada tubuh ikan, apabila mati dalam keadaan stres maka kandungan glikogennya akan cepat habis.

(3) Kandungan glikogen setelah ikan mati

Kandungan glikogen yang ada pada ikan setelah mati dapat menunjukkan lamanya proses rigor mortis jika kandungan glikogen dalam tubuh ikan semakin lama habis, maka masa rigor akan semakin lama. Ikan yang bergerak cepat banyak mengeluarkan tenaga sebelum mati sehingga akan menurunkan kandungan glikogen dalam daging. Hal ini menyebabkan fase rigor mortis akan cepat datang dan waktunya lebih singkat. Ikan yang mengalami stress sebelum mati maka datangnya rigor akan lebih awal dan perkembangannya lebih cepat dibandingkan yang tidak mengalami stress.

3) Autolisis

Autolisis adalah proses penguraian protein dan lemak oleh enzim (protease dan lipase) yang terdapat di dalam daging ikan. Daging ikan yang terdiri atas protein menyebabkan proses autolisis dapat juga disebut proteolisis. Autolisis berperan dalam bermacam-macam tingkat pembusukan secara keseluruhan dan sebagai media pertumbuhan bakteri (FAO 1995a). Proses penguraian jaringan secara enzimatis (autolisis) berjalan dengan sendirinya setelah ikan mati dengan mekanisme yang kompleks. Beberapa enzim yang berperan dalam proses ini, antara lain: katepsin (dalam daging), enzim tripsin, kemotripsin, dan pepsin (dalam organ pencernaan) serta enzim dari mikroorganisme yang ada pada tubuh ikan.

4) Pembusukan oleh bakteri

(26)

Bakteri merusak ikan lebih parah daripada kerusakan yang diakibatkan oleh enzim. Sejumlah bakteri bersarang pada permukaan tubuh, insang dan di dalam perutnya. Bakteri itu secara bertahap memasuki daging ikan, sehingga penguraian oleh bakteri mulai berlangsung intensif setelah selesainya rigor mortis yaitu setelah daging menjadi lunak dan celah-celah seratnya terisi cairan.

2.5 Tenggiri

Tenggiri termasuk ikan pelagis yang hidup di permukaan laut. Salah satu dari sifat ikan pelagis besar ini adalah suka bergerombol sehingga penyebarannya pada suatu perairan tidak merata. Pada umumnya densitas (ton/km2) ikan pelagis di perairan yang lebih dangkal atau dekat dengan permukaan lebih tinggi dibandingkan dengan densitas dilaut yang lebih dalam kecuali di daerah upwelling yang merupakan daerah yang subur akibat pengangkatan zat hara ke permukaan. Kelimpahan stok ikan, yaitu banyaknya ikan di suatu perairan sangat dipengaruhi terutama oleh habitat, struktur komunitas, dan tingkat pengusahaannya (Martosubroto et al, 1991) diacu dalam Mutakin (2001).

Menurut Saanin (1984) taksonomi ikan tenggiri diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Chordata

Sub filum : Vertebrata Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi

Sub ordo : Scombridae Famili : Scombridae

Sub famili : Scombrinae Genus : Scomberomorus

(27)

Gambar 1 Ikan tenggiri (Scomberomorus sp)

Ikan tenggiri banyak hidup di perairan pelagis. Menurut Nybaken (1992) vide Mutakin (2001), seluruh daerah terbuka merupakan daerah pelagis. Organisme pelagis adalah organisme yang hidup di lautan terbuka yang lepas dari dasar laut. Kawasan pelagis dapat dibagi menjadi dua zona, yakni zona neuritik mencakup masa air yang terletak di atas paparan benua dan zona oseanik mencakup perairan terbuka. Kedalaman zona neuritik dapat mencapai 100 – 150 meter, yaitu zona yang ditembus sinar matahari disebut dengan zona epipelagis. Ada dua jenis ikan yang hidup di kawasan pelagis, yakni ikan holopelagis dan ikan mezopelagis. Ikan holopelagis adalah ikan yang menghabiskan seluruh hidupnya di daerah epipelagis, seperti jenis cucut, tuna, tembang, tenggiri dan lemuru. Ikan mezopelagis adalah ikan yang berada di meropelagis yang menghabiskan sebagian hidupnya di kawasan epipelagis, seperti dolpin dan kacangan.

(28)

Tabel 1 Daerah penyebaran ikan tenggiri (Scomberomorus sp.)

Seluruh perairan Seluruh Pantai Utara Jawa dan Madura, Selatan Jawa Tengah, Selatan Bali, sebelah Utara

- Perairan Teluk Palu, Sulawesi Bagian Selatan - Sebagian Perairan Sulawesi Utara dan perairan

sekitar pantai Maluku dan

Papua

Seluruh perairan - Sebagian Pantai Barat Halmahera - Perairan Selatan Pulau Seram

- Hampir semua Perairan Pantai Barat Pulau Papua sampai sekitar daerah Kepala Burung Sumber : Martosubroto et al, 1991

2.6 Unit Penangkapan Ikan 2.6.1 Alat tangkap jaring insang

Menurut Martasuganda (2002) jaring insang (gillnet) adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring berbentuk empat persegi panjang dimana ukuran mata jaring (mesh size) sama. Jumlah mata jaring ke arah horizontal (mesh length/ML) jauh lebih banyak dari jumlah mata jaring ke arah vertikal (mesh depth/MD). Menurut Ramdhan (2008), alat tangkap gillnet yang dipakai nelayan Karangsong untuk menangkap ikan adalah gillnet millenium. Gillnet millenium adalah modifikasi dari jaring insang yang ada pada umumnya, hal ini dapat dilihat dari kontruksi alat tangkap yang mengalami perkembangan pada jaring polyamide monofilament dengan serat pilihan 8-12 ply.

2.6.2 Nelayan dan kapal gillnet

(29)

kecepatan bukanlah suatu faktor yang penting karena alat tangkap ini bekerja secara statis melainkan stabilitas kapal yang lebih tinggi diperlukan agar saat pengoperasian alat tangkap dapat berjalan dengan baik (Rahman, 2005).

2.6.3 Kegiatan penangkapan ikan

Kegiatan penangkapan ikan bagi nelayan Karangsong mengalami beberapa kendala diantaranya faktor permodalan, musim tangkapan, daerah penangkapan nelayan dan jenis armada yang digunakan. Terkait dalam hal permodalan, masyarakat nelayan Karangsong sebagian besar bekerjasama dengan pihak pemilik modal (juragan), hal ini dilakukan oleh sebagian besar nelayan pencari ikan disebabkan adanya keterbatasan modal, baik permodalan yang bersumber untuk keperluan logistik pelayaran maupun modal untuk memiliki sarana alat tangkap karena mahalnya harga sarana alat tangkapnya. Kerjasama permodalan dalam kegiatan penangkapan ikan antara nelayan pencari ikan dan pemilik modal membuat ketidakberdayaan sebagian nelayan Karangsong, karena dalam sistem bagi hasil pendapatan yang berlangsung cenderung merugikan bagi pihak nelayan. Beberapa kendala lainya (musim tangkapan dan jenis armada alat yang digunakan) juga dapat berpengaruh pada hasil pendapatan nelayan Karangsong (Omat, 2008).

2.7 Kualitas Hasil Tangkapan

Ikan yang baik adalah ikan yang masih segar, sehingga disukai oleh konsumen. Penanganan dan sanitasi yang baik sangat diperlukan untuk tetap menjaga kesegaran ikan, makin lama berada di udara terbuka maka makin menurun kesegarannya. Kesegaran ikan merupakan tolak ukur ikan itu baik atau jelek. Ikan dikatakan segar apabila perubahan-perubahan biokimiawi, mikrobiologik, dan fisikawi belum menyebabkan kerusakan berat pada ikan.

Menurut Hadiyiwoto (1993) ikan digolongkan menjadi empat kelas mutu yaitu: 1) Prima (kesegaran ikan masih baik sekali)

2) Advanced (kesegaran ikan masih baik) 3) Sedang (kesegaran ikan sudah mulai mundur)

(30)

Tabel 2 Spesifikasi ikan segar

No Spesifikasi Nilai

1 Mata

Cerah, bola mata menonjol, kornea jernih. 9

Cerah, bola mata rata, kornea jernih. 8

Agak keruh, bola mata rata, pupil agak keabu-abuan, kornea agak keruh. 7

Bola mata agak cekung, pupil berubah keabu-abuan, kornea agak keruh. 6

Bola mata agak cekung, pupil keabu-abuan, kornea agak keruh. 5

Bola mata cekung, pupil mulai berubah menjadi putih susu, kornea keruh. 3

Bola mata sangat cekung, kornea agak kuning. 1

2 Insang

Warna merah cemerlang, tanpa lendir. 9

Warna merah kurang cemerlang, tanpa lendir. 8

Warna merah agak kusam, tanpa lendir. 7

Merah agak kusam, sedikit lendir. 6

Mulai ada diskolorasi, merah kecoklatan, sedikit lendir, tanpa lendir. 5

Warna coklat merah, lendir tebal. 3

Warna merah coklat ada sedikit putih, lendir tebal. 1

3 Lendir permukaan badan

Lapisan lendir jernih, transparan, mengkilat cerah. 9

Lapisan lendir jernih, transparan, cerah, belum ada perubahan warna. 8

Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan. 7

Lapisan lendir mulai agak keruh, warna agak putih, kurang transparan. 6

Lendir tebal menggumpal, mulai berubah warna menjadi putih, keruh. 5

Lendir tebal menggumpal, berwarna putih kuning. 3

Lendir tebal menggumpal, warna kuning kecoklatan. 1

4 Daging (warna daging dan kenampakan)

Sayatan daging sangat cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut dan daging utuh.

9

Sayatan daging cemerlang spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut utuh.

8

Sayatan daging kurang sedikit kurang cemerlang, spesifik jenis, tidak ada pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut daging utuh.

7

Sayatan daging mulai pudar, banyak pemerahan sepanjang tulang belakang, dinding perut agak lunak.

5

Sayatan daging kusam, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut lunak.

3

Sayatan daging kusam sekali, warna merah jelas sekali sepanjang tulang belakang, dinding perut sangat lunak.

1

5 Bau

Bau sangat segar, spesifik jenis. 9

Segar, spesifik jenis. 8

Netral 7

Bau amoniak mulai tercium, sedikit bau asam. 5

Bau amoniak kuat, ada bau H2S, bau asam jelas dan busuk. 3

Bau busuk jelas 1

6 Tekstur

Padat, elastik bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang.

(31)

No Spesifikasi Nilai Agak padat, elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari

tulang belakang.

8

Agak padat, agak elastis bila ditekan dengan jari, sulit menyobek daging dari tulang belakang.

7

Agak lunak, kurang elastis bila ditekan dengan jari, agak mudah menyobek daging dari tulang belakang.

5

Lunak, bekas jari terlihat bila ditekan, mudah menyobek daging dari tulang belakang.

3

Sangat lunak, bekas jari tidak hilang bila ditekan, mudah sekali menyobek daging dari tulang belakang.

1

Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2006

Menurut SNI 01-2729-1992 kesegaran ikan berdasarkan nilai organoleptik digolongkan dalam tiga kategori yaitu segar, agak segar dan tidak segar. Ikan dikatakan segar apabila mempunyai nilai organoleptik 7 sampai 9, untuk ikan kurang segar mempunyai nilai organoleptik antara 4 sampai 6 sedangkan ikan tidak segar mempunyai nilai organoleptik antara 1 sampai 3.

2.8 Teknik Pengawasan Kualitas Secara Statistik

Nasution (2004) mengatakan bahwa tujuan pengawasan kualitas secara statistik adalah untuk menunjukkan tingkat reabilitas sampel dan bagaimana cara mengawasi resiko. Pengawasan kualitas secara statistik mengandung dua penggunaan umum yaitu:

1) Untuk mengawasi pelaksanaan kerja sebagai operasi-operasi individual selama pekerjaan sedang berlangsung; dan

2) Untuk memutuskan apakah diterima atau ditolak sejumlah produk yang telah diproduksi.

2.8.1 Peta kendali p

(32)

2.8.2 Diagram pareto

Nasution (2004) menyatakan diagram pareto digunakan untuk membandingkan berbagai kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, dari yang paling besar disebelah kiri ke yang paling kecil di sebelah kanan. Susunan tersebut akan membantu kita untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian-kejadian atau sebab-sebab kejadian yang dikaji untuk mengetahui masalah utama dalam sebuah proses. Diagram pareto tersebut suatu kegiatan akan lebih efektif dengan memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampak yang paling besar terhadap kejadian daripada meninjau berbagai sebab pada suatu ketika.

Kegunaan diagram pareto adalah sebagai berikut:

1) Menunjukkan prioritas sebab-sebab kejadian atau persoalan yang perlu ditangani;

2) Diagram pareto dapat membantu atau memusatkan perhatian pada persoalan utama yang harus ditangani dalam upaya perbaikan;

3) Menunjukkan hasil upaya perbaikan setelah dilakukan tindakan korektif berdasarkan prioritas;

4) Menyusun data menjadi informasi yang lebih berguna.

2.8.3 Diagram sebab akibat

Menurut Nasution (2004), diagram sebab akibat adalah suatu pendekatan terstuktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan yang terjadi. Adapun langkah-langkah penggunaan diagram sebab akibat adalah sebagai berikut:

1) Menggambarkan diagram sebab akibat;

2) Tetapkan penyebab-penyebab pada cabang yang sesuai; 3) Bertanya mengapa pada setiap penyebab yang mungkin; 4) Menginterpretasikan diagram sebab akibat tersebut;

(33)

3.1 Tempat dan Waktu

Tempat dilaksanakannya penelitian adalah tempat pangkalan pendaratan ikan (TPI) di PPI Karangsong, Kabupaten Indramayu. Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2012.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan atas dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dengan cara mengamati langsung proses pendaratan ikan di PPI Karangsong kemudian mencatat semua data-data yang dibutuhkan untuk diolah lebih lanjut. Data primer yang dimaksud meliputi pengamatan organoleptik, menghitung tipe cacat serta jumlah cacatnya dan wawancara nelayan mengenai penanganan ikan yang dilakukan oleh nelayan untuk menjaga kualitas ikan di atas kapal maupun setelah didaratkan.

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau yang dikumpulkan dari beberapa pihak atau orang lain yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada yang mendukung data primer. Data sekunder diperoleh dari pihak pelabuhan tersebut, data produksi ikan yang didaratkan di PPI Karangsong jumlah nelayan dan jumlah armada penangkapan ikan yang ada di PPI Karangsong.

3.3 Metode Pengambilan data

3.3.1 Wawancara

Wawancara adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab langsung kepada objek yang diteliti yaitu nelayan yang ada di PPI Karangsong. Wawancara dilakukan khusus untuk nelayan gillnet yang menangkap ikan tenggiri. Wawancara yang dilakukan mengenai penanganan ikan tenggiri di atas kapal yang dilakukam oleh nelayan gillnet.

3.3.2 Pengamatan (Observasi)

(34)

mengambil 10% dari total keseluruhan keranjang, kemudian diambil lagi 10% dari total jumlah ekor per keranjang. Pengambilan ikannya dari bagian atas, tengah dan bawah. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan uji organoleptik, menghitung jumlah cacat dan tipe cacat ikan tenggiri.

3.4 Analisis Data 3.4.1 Peta kendali p

Pengendalian kualitas ikan tenggiri di PPI Karangsong dianalisis dengan menggunakan peta kendali p. Peta kendali p digunakan untuk menghitung jumlah proporsi cacat dalam suatu proses. Sistem pengendalian dengan menggunakan peta kendali yaitu untuk mengetahui apakah suatu produk masih dalam batas kendali atau telah berada diluar batas kendali, sehingga memerlukan perbaikan-perbaikan yang sesuai dengan tipe cacat pada ikan. Keseluruhan tipe cacat akan dinyatakan dalam persentase. Ikan dikatakan cacat apabila nilai dari pengamatan organoleptiknya kurang dari 6. Standar ikan yang baik adalah warna ikan yang cemerlang, tubuh ikan kenyal, insang ikan berwarna merah. Tujuan pembuatan peta kendali adalah untuk menetapkan apakah setiap titik berada normal atau tidak normal pada sebuah grafik (Ishikawa,1989).

Menurut Nasution (2004), garis batas kendali atas (BKA) dan batas kendali bawah (BKB) dapat ditentukan besarnya dan letaknya dengan menggunakan teknik pengawasan kualitas diagram kontrol proporsi p untuk mengukur atribut. Jika diinginkan probabilitas produk dalam kontrol sebesar 99,73% misalnya, maka besarnya garis sentral (p) adalah sebagai berikut:

p =

BKA = p + 3

BKB = p – 3 Dimana: q = 1 – p

(35)

3.4.2 Pareto

Diagram pareto digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi tipe-tipe yang tak sesuai. Diagram ini digunakan untuk menggambarkan tingkat kepentingan relatif antara berbagai faktor. Melalui diagram ini dapat diketahui faktor dominan. Masalah yang paling banyak terjadi ditunjukkan oleh grafik batang pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri, dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukkan oleh grafik batang terakhir yang terendah. Fungsi diagram ini untuk memusatkan perhatian nelayan pada faktor-faktor dominan penyebab mundurnya kualitas ikan, sehingga dapat melakukan perbaikan proses penanganan. Diagram pareto dapat digunakan sebagi alat interpretasi untuk:

1) Untuk menghitung persentase frekuensi untuk setiap kategori dan frekuensi kumulatif;

2) Memfokuskan perhatian pada berita kritis dan penting melalui pembuatan rangking terhadap masalah-masalah atau penyebab dalam bentuk yang signifikan;

3) Menentukan frekuensi relatif dan urutan penting masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari masalah yang ada.

Menurut Crocker et al (2007) proses pembuatan diagram pareto dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Penyebab yang mungkin suatu persoalan dicari menggunakan diagram tulang ikan;

2) Informasi untuk persoalan tertentu dikumpulkan dengan penyebab yang terlihat;

3) Beri nama sumbu X dan Y. Biasanya jumlah, persentase ditempatkan pada sumbu Y, kategori penyebab atau gejala ditempatkan pada sumbu X;

4) Penyebab atau gejala yang mempunyai frekuensi terbesar digambar pertama. 5) Proses ini terus dilakukan sampai semua penyebab digambarkan pada grafik

batang;

(36)

Gambar 2 Ilustrasi diagram pareto

3.4.3 Diagram tulang ikan (fishbone)

Diagram tulang ikan atau fishbone diagram adalah salah satu metode di dalam meningkatkan kualitas. Sering juga diagram ini disebut dengan cause effect diagram. Diagram sebab-akibat dapat digunakan untuk mengetahui sebab dan akibat dalam bentuk yang nyata, dimana sebab=faktor, dan akibat= karakteristik mutu (Ishikawa 1989). Diagram sebab-akibat digunakan dipergunakan untuk menemukan penyebab timbulnya persoalan serta apa akibatnya. Diagram sebab-akibat digunakan untuk menemukan penyebab timbulnya persoalan serta apa akibatnya.

Gambar 3 Diagram fishbone Cabang

Ranting

……… ………..

(37)

4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu

Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107°52'-108°36' BT dan 6°15'-6°40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai dengan kemiringan tanahnya rata-rata 0–2. Batas administratif Kabupaten Indramayu adalah:

1) Sebelah Utara, berbatasan dengan Laut Jawa;

2) Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, Sumedang dan Cirebon;

3) Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Subang;

4) Sebelah Timur, berbatasan dengan Laut Jawa dan Kabupaten Cirebon.

Luas total Kabupaten Indramayu yang tercatat seluas 204.011 Ha. Luas ini terbagi menjadi 31 kecamatan dan 310 desa, dari kecamatan yang ada terdapat 11 kecamatan yang merupakan pesisir, yaitu Kecamatan Krangkeng, Karangampel, Juntinyuat, Balongan, Indramayu, Sindang, Cantigi, Arahan, Losarang, Kandanghaur, dan Sukra. Luas seluruh kecamatan pesisir Kabupaten Indramayu adalah 68.703 km2 atau 35% luas kabupaten dengan garis pantai 114,1 km dan 37 desa pesisir.

4.2 Kondisi Umum PPI Karangsong

(38)

pelabuhan nusantara karena ukuran kapal dan banyaknya hasil tangkapan menjadi salah satu faktor utamanya. Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Karangsong memiliki tempat pembuatan kapal dan perbaikan kapal. Pembuatan kapal di PPI Karangsong sebagian besar berukuran lebih dari 20 GT yang dilengkapi dengan freezer, tetapi masih didominasi kapal yang masih menggunakan es curah sebagai pengawet hasil tangkapan.

4.2.1 Demografi desa

Desa Karangsong terletak di Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat. Batas desa wilayah Karangsong adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Desa Pabean Udik Sebelah Selatan : Desa Tambak Sebelah Timur : Laut Jawa

Sebelah Barat : Kelurahan Paoman

Desa Karangsong merupakan desa dengan tipologi desa pesisir atau pantai dengan wilayah yang langsung berbatasan dengan Laut Jawa. Desa Karangsong merupakan desa pantai atau pesisir yang letaknya berada di daratan rendah dengan ketinggian 0,5 meter sampai 2,0 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan 2000 mm/tahun, dan bersuhu udara rata-rata 27°C.

4.2.2Kependudukan

Penduduk yang menetap di Desa Karangsong sebagian besar adalah penduduk asli. Jumlah penduduk Desa Karangsong sekitar 4.510 jiwa, dengan komposisi laki – laki 2.261 jiwa dan perempuan 2.249 jiwa. Tabel 3 menyajikan data luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk.

Tabel 3 Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Desa Karangsong

No Uraian Jumlah

1 Luas wilayah (km²) 3,91 km²

2 Jumlah penduduk (jiwa) 4.510 jiwa

a. Laki-laki 2.261 jiwa

b. Perempuan 2.249 jiwa

3 Jumlah kepala keluarga (KK) 1.080 KK

4 Kepadatan 1.153 per km²

(39)

4.2.3 Mata pencaharian masyarakat Desa Karangsong

Mata pencaharian masyarakat Desa Karangsong cukup bervariasi, sehingga memiliki kegiatan yang berbeda-beda dalam kehidupan sehari-harinya. Informasi lengkap terkait jenis mata pencaharian masyarakat di Desa Karangsong dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jenis-jenis mata pencaharian masyarakat Desa Karangsong

No Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) presentase (%)

1 Nelayan 769 53

2 Petani 89 6,08

3 Buruh tani 269 18,36

4 Jasa 32 2,18

5 Pertukangan 41 2,8

6 Wiraswasta/Pedagang 144 9,84

7 Pegawai Negeri Sipil 60 4,1

8 Swasta 25 1,7

9 ABRI 2 0,01

10 Pensiunan 5 0,03

Jumlah 100

Sumber: Buku potensi desa karangsong tahun 2007

Penduduk Desa Karangsong yang bergerak dibidang perikanan dan kelautan pada tahun 2008 tercatat 71.646 orang yang terdiri dari nelayan, pembudidaya air payau, pembudidaya kolam air tawar, pedagang dan pengolah hasil perikanan dan kelautan. Tingkat pendidikan pembudidaya ikan memiliki tingkat pendidikan SD (68,86%), SLTP (14,83%), SLTA (14,64%) dan perguruan tinggi (1,67%) sedangkan tingkat pendidikan nelayan (perikanan tangkap) memiliki tingkat pendidikan SD (61,98%), SLTP (26,91%), SLTA (11,03%) dan perguruan tinggi (0,08%). Kegigihan dan pengalaman dalam berusaha sudah tidak diragukan lagi, sebagai contoh nelayan mampu melaut sampai perairan diluar Kabupaten Indramayu. Produksi yang dihasilkan memberikan kontribusi lebih dari 51% terhadap total produksi tangkapan ikan di Jawa Barat.

(40)

membantu penyortiran ikan berdasarkan ukuran, spesies, jenis dan mutu ikan di pelabuhan. Upah yang didapat oleh istri nelayan yaitu berupa ikan hasil tangkapan oleh kapal tempat dia bekerja sekitar 3-5 ekor per orang.

4.2.4 Kondisi sosial ekonomi

Kondisi sosial ekonomi masyarakat di Desa Karangsong sebagian besar bekerja pada sektor perikanan (perikanan tangkap, perikanan budidaya, pengelolaan ikan) yaitu 53%. Kegiatan perikanan tangkap mendapat perhatian pemerintah dengan dibangunnya pelabuhan perikanan seperti PPI Karangsong. Merosotnya populasi ikan di pesisir merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh nelayan sedangkan petani tambak menghadapi persoalan belum adanya irigasi tambak yang memadai dan belum adanya upaya pencegahan kualitas air tambak.

Jumlah nelayan di Kecamatan Indramayu sebesar 6.080 jiwa (885 pemilik dan 5.195 buruh nelayan). Produksi ikan segar pada tahun 2008 di Kecamatan Indramayu mencapai 49.937,6 ton ikan segar. Nelayan di Kecamatan Indramayu terbagi dalam 2 golongan yaitu nelayan perahu kecil (<8 GT) dan nelayan kapal besar (>20 GT). Penangkapan ikan dengan perahu kecil menghadapi kelangkaan ikan, hasil jauh dari memadai (over fishing) karena merosotnya kondisi lingkungan dan perairan di pesisir Indramayu. Penangkapan ikan dengan menggunakan kapal besar umumnya mempunyai modal utama keahlian sebagai pelaut serta menggunakan peralatan yang memadai dan menggunakan teknologi seperti GPS, Informasi Daerah Penangkapan Ikan (IDPI). Permasalahan yang dihadapi para nelayan antara lain sulitnya modal (membangun kapal, membeli mesin, membuat peralatan penangkapan ikan).

4.2.5 Kondisi lingkungan dan geofisik

(41)

Desa Karangsong memiliki tipologi desa pesisir atau pantai dengan wilayah yang langsung berbatasan dengan Laut Jawa. Desa pantai letaknya berada di dataran rendah dengan ketinggian 0,5 meter sampai 1,0 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata 2.000 mm/tahun dan bersuhu udara rata-rata 27°C. Penggunaan lahan Desa Karangsong memiliki luas sekitar 391,45 hektar dengan penggunaan lahan seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 Penggunaan lahan desa Karangsong Kecamatan Indramayu

No Penggunaan Luas (ha)

1 Sertifikasi hak milik 158,18

2 Tanah Kas Desa

8 Sawah Irigasi tadah hujan 2,75

Jumlah 391,45

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu

4.3 Keadaan Perikanan Tangkap PPI Karangsong

(42)

Tabel 6 Jumlah armada penangkapan di PPI Karangsong 2008-2009

Armada penangkapan (unit)

Kapal Motor Motor Tempel Perahu

Tanpa penangkapan, buruh pelabuhan dan aktivitas lainnya di PPI Karangsong. Secara umum, nelayan tersebut dibagi dua jenis yaitu atas dua jenis yaitu nelayan pemilik yaitu rumah tangga perikanan (RTP) dan nelayan buruh yaitu rumah tangga buruh perikanan (RTBP). Nelayan buruh yaitu orang yang secara langsung melakukan penangkapan ikan atau sering disebut dengan ABK, sedangkan untuk nelayan pemilik yaitu orang yang memiliki armada penangkapan dan membiayai seluruh biaya operasional penangkapan ikan serta membiayai perbaikan terhadap semua alat tangkap dan armada penangkapan.

(43)

Tabel 7 Jumlah nelayan PPI Karangsong tahun 2009 Karangsong alat tangkap yang dioperasikan hanya dua yaitu gillnet dan pancing. Jumlah alat tangkap gillnet mencapai 1.031 unit sedangkan untuk alat tangkap pancing hanya mencapai 43 unit. Alat tangkap gillnet millenium dominan menangkap ikan tenggiri dan tongkol. Volume produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Karangsong mengalami peningkatan setiap tahunnya hal ini dapat dilihat pada Tabel 8, dimana data produksi lelang dan nilai produksi dihimpun dari data tahun 2006 sampai data 2011.

Tabel 8 Volume dan nilai produksi lelang tangkapan di PPI Karangsong

Tahun Produksi (ton) Nilai produksi (juta)

Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan, Indramayu

(44)

Seiring meningkatnya produksi hasil tangkapan maka nilai produksi juga meningkat selama 5 tahun terakhir.

Khusus untuk produksi ikan tenggiri pada tahun 2011, PPI Karangsong menghasilkan volume produksi sebesar 2.604,84 ton dengan nilai Rp 68.893,44 juta. Volume produksi tenggiri yang terbesar terjadi pada bulan Agustus yaitu sekitar 287,847 ton dengan nilai produksi Rp 7.105,45 juta sedangkan untuk produksi ikan tenggiri terkecil terjadi pada bulan September yaitu sekitar 116,02 ton dengan nilai sebesar Rp 4.104,88 juta (Tabel 9).

Tabel 9 Volume dan nilai hasil tangkapan ikan tenggiri di PPI Karangsong tahun 2011

(45)

dioperasikan di PPI Karangsong adalah jenis gillnet yang dioperasikan dengan cara dihanyutkan atau jaring insang hanyut. Jaring hanyut (Martasuganda, 2008) adalah jaring insang yang dioperasikan dengan cara dihanyutkan di permukaan perairan, kolom perairan atau dihanyutkan di dasar perairan. Alat tangkap gillnet di PPI Karangsong berbahan polyamide monofilament berwarna putih transparan, bagian umum dari gillnet millenium yaitu pelampung, badan jaring dan pemberat. Rahmdan (2008) menyebutkan badan jaring merupakan bagian yang berfungsi untuk menghadang ikan ikan secara vertikal.

2) Kapal

Kapal yang digunakan oleh nelayan Karangsong untuk melakukan operasi penangkapan ikan terdiri dari perahu motor tempel yang berukuran 5 GT, kapal motor dengan ukuran 15 GT, dan kapal motor 30 GT. Ukuran kapal 30 GT biasanya melakukan penangkapan ikan di perairan Kalimantan, Laut Natuna, perairan Sumatera dan perairan sekitar Laut Jawa. Alat bantu yang digunakan pada kapal gillnet yaitu gardan yang berfungsi proses penarikan jaring. Kapal yang digunakan untuk menangkap ikan tenggiri yaitu kapal-kapal besar yang berukuran sekitar 29 GT hal ini karena daerah operasi penangkapan ikan tenggiri yang cukup jauh dan memerlukan waktu melaut yang cukup lama.

3) Nelayan

(46)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Umum mengenai Hasil Tangkapan yang di Daratkan di PPI Karangsong

Hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Karangsong adalah ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil. Hasil tangkapan merupakan hasil dari perikanan laut. Hasil tangkapan yang paling banyak di daratkan yaitu tongkol, tenggiri, remang, kakap merah dan cucut. Hasil tangkapan didaratkan pagi hari untuk disortir dan dilelang. Sebelum melakukan pelelangan ikan, nelayan melakukan pembongkaran ikan dari palka untuk diseleksi berdasarkan jenis, ukuran dan kesegaran ikan. Aktivitas lelang terjadi setiap hari di PPI Karangsong karena hasil tangkapan yang di daratkan di TPI berlimpah dan beranekaragam.

Pendapatan tertinggi nelayan PPI Karangsong berasal dari hasil laut. Data yang diperoleh menunjukkan peningkatan nilai jual terhadap hasil tangkapan setiap tahunnya. Hasil perikanan yang berasal dari laut mengalami peningkatan 17,51% sedangkan untuk perikanan tambak meningkat 21,20%, kolam meningkat sebesar 23,13% (Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, 2008). Sumber hasil tangkapan ikan laut tercatat di KPL Mina Sumitra melalui TPI PPI Karangsong.

Menurut Omat (2008), data dan informasi hasil produksi yang diperoleh dari KPL Mina Sumitra yang didaratkan di PPI Karangsong didominasi oleh ikan jenis tongkol. Pemasaran hasil produksinya berupa jenis ikan segar maupun ikan olahan yang dipasarkan oleh bakul ikan ke beberapa wilayah, yaitu 20% untuk wilayah Indramayu dan sekitarnya dan 80% untuk wilayah Jakarta, Bandung, Subang, Cirebon, Kuningan dan Majalengka.

5.2 Gambaran Umum Ikan Tenggiri di PPI Karangsong

(47)

perusahaan-perusahaan ekspor ataupun ke restoran yang membutuhkan ikan tenggiri. Ikan tenggiri merupakan ikan yang memiliki nilai produksi yang tinggi dan relatif stabil di PPI Karangsong. Total produksi ikan tenggiri di PPI Karangsong dapat dilihat pada Tabel 10 yang dihimpun dari data tahun 2007 sampai tahun 2011.

Tabel 10 Total produksi ikan tenggiri yang didaratkan di PPI Karangsong dari tahun 2007-2011 tahun 2007-2011 di PPI Karangsong mengalami peningkatan setiap tahun. Jumlah produksi tahun 2007 sekitar 926.80 kg merupakan produksi yang terendah selama lima tahun, sedangkan nilai produksi dan produksi tertinggi dari data lima tahun terjadi pada tahun 2011. Nilai produksi mencapai Rp 68.893,44 juta, sedangkan untuk produksinya pada tahun 2011 mencapai 2.604,84 ton (Tabel 10). Kondisi perikanan ini patut dan layak untuk ditingkatkan, dengan tujuan kesejahteraan nelayan Karangsong dan untuk pembangunan daerah Karangsong umumnya.

Peningkatan produksi ikan tenggiri yang di daratkan di PPI Karangsong disebabkan oleh daerah penangkapan dengan keberadaan sumberdaya yang melimpah, arus dan gelombang sesuai dengan lingkungan hidup ikan tenggiri atau teknologi yang digunakan untuk menangkap ikan tenggiri.

(48)

Ikan segar dihasilkan melalui penanganan ikan yang baik. Penanganan ikan tersebut meliputi penanganan ikan saat tertangkap, penanganan ikan di atas kapal dan alat-alat yang digunakan untuk menjaga kesegaran dan mutu ikan sampai ikan tersebut didaratkan di TPI. Menurut Prawirosentono (2007), tujuan pengendalian mutu yaitu mengawasi pelaksanaan proses produksi agar sesuai dengan rencana. Pengendalian mutu berorientasi pada bahan baku sejak diterima, disimpan, dan dikeluarkan dari gudang bahan baku. Permasalahan mutu dapat disebabkan oleh bahan baku yang tidak sempurna, mesin dan alat produksi yang digunakan secara tidak tepat, penyimpanan yang tidak memadai, tenaga ahli dan sebagainya.

Penelitian mengenai pengendalian kualitas mutu ikan tenggiri dilakukan dengan mengamati hasil tangkapan dari kapal gillnet. Kapal gillnet yang diamati yaitu kapal motor yang berukuran 29 GT – 30 GT (Gambar 4) dengan jumlah ABK sekitar 10 – 13 orang termasuk nahkoda kapal itu sendiri. Permasalahan yang menjadi perhatian utama yaitu penanganan tenggiri di atas kapal.

Gambar 4 Kapal gillnet yang dioperasikan di PPI Karangsong

(49)

dan selama proses transportasi hingga selama pengolahan. Nelayan di PPI Karangsong sebagian besar hanya menggunakan es dan garam untuk menjaga kesegaran mutu ikan.

5.3 Operasi Penangkapan Ikan dan Hasil Tangkapan 5.3.1 Operasi penangkapan ikan

Daerah operasi penangkapan ikan tenggiri yang dilakukan oleh nelayan Karangsong yaitu di Lautan Natuna, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, perairan sekitar Karangsong dan Indramayu. Penangkapan ikan di daerah tersebut tergantung dari musim. Nelayan hanya melakukan penangkapan di satu daerah yang memiliki musim ikan yang baik. Sebelum melakukan trip penangkapan nelayan terlebih dahulu melakukan perbaikan alat tangkap, mempersiapkan semua perbekalan melaut meliputi bahan makanan, minuman untuk ABK dan lain-lain. Kebutuhan operasional untuk melakukan operasi penangkapan yaitu solar sekitar 5000-6000 liter dan es untuk mengawetkan ikan sekitar 300-400 balok es. Biaya perbekalan untuk ransum untuk sekali melaut sekitar Rp 6.000.000,00 – Rp 8.000.000,00.

Sebagian kapal di PPI Karangsong telah dilengkapi freezer sehingga tidak memerlukan kebutuhan es lagi, tetapi masih didominasi kapal yang tidak menggunakan freezer. Lama melaut membutuhkan waktu sekitar 30 sampai 40 hari termasuk perjalan ke fishing ground dan kembali ke fishing base. Dalam sekali trip biasanya nelayan gillnet melakukan setting sebanyak 20 sampai 25 kali. Musim barat, nelayan Karangsong tetap melakukan operasi penangkapan, sehingga TPI PPI Karangsong tetap melakukan aktivitas lelang seperti biasanya. Nelayan kembali ke fishing base apabila hasil tangkapan banyak dengan kata lain palka kapal telah penuh atau perbekalan mereka tidak mencukupi untuk melakukan penangkapan lagi. Waktu setting untuk alat tangkap gillnet dilakukan pada sore hari sekitar jam 16.00 sampai malam hari. Saat setting nahkoda kapal beristrahat. Selama menunggu penarikan jaring ABK kapal beristrahat, sekitar jam 02.00 dini hari penarikan jaring dilakukan oleh ABK dan juga nahkoda kapal.

(50)

ikan mengakibatkan ikan cepat busuk. Ikan yang tertangkap akan segera dimasukkan ke dalam palka dan disusun secara rapi. Ikan yang memiliki ukuran besar seperti marlin diletakkan di bagian bawah sedangkan ikan kecil dan ikan yang memiliki harga ekonomis penting diletakkan di bagian atas agar tidak rusak. Ikan yang disusun di palka kapal diberi es dan di atas es disusun ikan selapis dan diberi es lagi dan seterusnya sampai selesai.

5.3.2 Hasil tangkapan

Hasil tangkapan ekomomis penting yang didaratkan di PPI Karangsong yaitu ikan-ikan pelagis besar seperti tenggiri, tuna, cakalang , tongkol dan untuk ikan demersal besar yaitu kakap. Hasil tangkapan sampingan yaitu hiu, pari, remang, layaran atau marlin. Ukuran ikan yang tertangkap yang di daratkan di PPI Karangsong khusus tenggiri adalah ikan yang layak tangkap, rata-rata panjang ikan tenggiri yang didaratkan berukuran 60 sampai 105 cm dengan bobot 3 sampai 10 kg.

Menurut Dinas Perikanan Kelautan Kabupaten Indramayu (2005), jumlah hasil tangkapan yang didaratkan dan dilelang di PPI Karangsong untuk setiap bulannya cukup stabil. Hasil tangkapan yang di daratkan per hari sekitar 21,74 ton. Data yang diperoleh dari Koperasi Perikanan Laut (KPL) Mina Sumitra bahwa hasil tangkapan yang didaratkan di TPI PPI Karangsong yaitu layang, bawal hitam, kembung, selar, tembang, tongkol, talang-talang, lemuru, layaran, tenggiri, cumi-cumi, alamko, gatet, mayung, remang, cucut, pari, kakap putih, blidah, kakap merah, dan ikan campur. Jenis hasil tangkapan yang di daratkan di TPI PPI Karangsong yang paling dominan adalah ikan tenggiri dan tongkol yang juga merupakan ikan yang bernilai ekonomis penting, dimana harga untuk tenggiri relatif stabil dan mahal.

5.4 Penanganan Ikan Tenggiri

5.4.1 Penanganan ikan tenggiri di atas kapal

(51)

Gambar 5 Penanganan ikan tenggiri di atas kapal

Penyimpanan ikan ke dalam palka yang dilakukan nelayan kurang baik, karena penyimpanan hasil tangkapan tidak dipisahkan berdasarkan jenis, ukuran dan tingkat kesegaran ikan. Kondisi ini dikarenakan nelayan PPI Karangsong tidak memiliki pengetahuan akan pentingnya menjaga mutu ikan. Nelayan hanya mengutamakan penangkapan ikan sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan mutu ikan. Penyimpanan ikan ke dalam palka dilakukan secara berlapis, ikan disusun diberi es lalu di atas es tersebut disusun ikan diberi es begitu seterusnya sampai palka kapal penuh. Berbeda dengan kapal yang dilengkapi freezer, ikan terlebih dahulu dimasukkan ke palka satu dimana palka satu berfungsi sebagai pembeku ikan. Ikan yang beku di palka satu dimasukkan ke palka dua untuk didinginkan. Ikan tersebut juga disusun rapi sama halnya seperti kapal yang tidak menggunakan freezer. Penanganan di atas kapal yang harus diperhatikan oleh nelayan selain pengesan, kebersihan wadah dan tempat untuk menyimpan ikan juga perlu diperhatikan. Penggunaan es bertujuan menurunkan suhu ikan, selain itu juga memperlambat proses pembusukan dan mencegah terjadinya kerusakan (kemunduran mutu) ikan yang disebabkan oleh aktivitas enzim dan pertumbuhan bakteri (Nujanah dan Abdullah, 2010). Hal ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi bakteri sehingga kerusakan dapat dihindari (Hadiwoyoto, 1993).

Menurut DKP (2008), pengendalian penurunan kualitas ada 3 cara utama untuk memperlambat penurunan kualitas pada ikan yaitu:

1) Kehati-hatian dalam penanganan; 2) Kebersihan; dan

3) Menjaga produk agar tetap dingin.

Ikan Tenggiri

Hauling ikan ke atas kapal

Penyimpanan ikan ke palka

(52)

Pentingnya kehati-hatian dalam penanganan tidak dapat dipungkiri karena adanya bakteri pembusuk dapat masuk melalui sayatan dan abrasi yang terjadi selama penanganan, sehingga mempercepat pembusukan. Penanganan akan menjamin kualitas produk yang lebih besar dan tinggi. Kebersihan bertujuan untuk menghilangkan lendir dan membuang isi perut, sumber-sumber pencemaran bakteri yang utama hilang sedangkan higienis menjamin bahwa ikan tidak akan tercemar dari sumber-sumber luar. Hal yang paling penting yaitu menjaga produk agar tetap dingin karena dengan penurunan suhu maka dapat memperlambat proses kemunduran kualitas ikan.

Menurut DKP (2008), penanganan ikan yang tepat di atas kapal yaitu: 1) Persiapan ikan sebelum penyimpanan, dilakukan pendinginan ikan

mungurangi suhu dan pengeluaran isi perut ikan untuk mengurangi resiko pembusukan oleh aktivitas bakteri dan enzim;

2) Penyortiran, untuk jenis ikan yang diolah penting untuk dipisahkan dan ikan kecil juga harus dipisahkan dengan ikan yang besar;

3) Pengeluaran isi perut, tujuan pengeluaran isi perut untuk menyingkirkan bagian utama penyebab pembusukan. Pengeluaran isi perut digunakan dengan pisau yang bersih dan tajam menghasilkan potongan yang bersih; 4) Pengeluaran darah, untuk spesies berdaging putih menghasilkan filet yang

lebih putih untuk konsumen;

5) Pencucian, ikan harus dicuci setelah pengeluaran isi perut dengan menggunakan air laut atau air tawar. Pencucian bertujuan untuk menyingkirkan sisa-sisa darah dan isi perut dan beberapa bakteri dari kulit, membersihkan lapisan lendir yang ada pada ikan.

(53)

5.4.2 Penanganan ikan di TPI pengangkut dengan cara dipikul. Ikan tersebut ditimbang kemudian diletakkan di lantai TPI untuk dilelang.

Penyortiran ikan dilakukan oleh ibu-ibu nelayan sedangkan untuk pembongkaran dan pengangkutan ikan dilakukan oleh ABK kapal itu sendiri. Ikan tenggiri merupakan salah contoh ikan yang mendapat penanganan paling utama. Ikan yang pertama disortir dan dilelang adalah ikan ekonomis penting. Penanganan ikan di TPI yaitu pembongkaran, pencucian ikan dan penyortiran ikan. Penanganan ikan yang dilakukan kurang baik. Pembongkaran dilakukan dengan menggunakan alat bantu gancu yang dapat melukai tubuh ikan, sehingga mengakibatkan cacat pada ikan dan berdampak pada turunnya harga ikan tersebut. Penyortiran ikan yang dilakukan kurang baik. Ikan disortir di lantai dek kapal yang kotor. Ikan yang selesai disortir dimasukkan ke dalam keranjang dengan cara dilempar hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada daging ikan. Kerusakan pada daging ikan akan menyebabkan cacat fisik, hal tersebut mengakibatkan bakteri akan mudah masuk ke dalam tubuh ikan, sehingga penurunan kualitas ikan akan semakin cepat terjadi. Serangan bakteri menyebabkan berbagai perubahan pada ikan. Ikan akan berlendir lebih pekat, amis, matanya tebenam, serta insang berubah warna dengan susunan yang tidak teratur.

Menurut Anonymous (2012), penanganan ikan di pangkalan pendaratan ikan (PPI) memiliki tahapan sebagai berikut:

1) Mengeluarkan ikan dari palka ke atas dek;

2) Menaikkan ikan dari dek kapal ke atas demaga pembongkaran;

3) Membawa ikan dari dermaga pembongkaran ke tempat pelelangan ikan (TPI) atau ke tempat penyimpanan sementara di lokasi PPI;

4) Membawa ikan dari gudang TPI; dan

Gambar

Tabel 2  Spesifikasi ikan segar
Tabel 6  Jumlah armada penangkapan di PPI Karangsong 2008-2009
Gambar 5  Penanganan ikan tenggiri di atas kapal
Gambar 6  Pengangkutan ikan tenggiri dari palka ke atas dek kapal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kedua jenis cucut tersebut merupakan sebagian jenis dengan ukuran tubuh yang relatif kecil (100-120 cm), karena itu walaupun ikan yang didaratkan berukuran kecil

Penentuan kualitas ikan tongkol abu-abu pada penyimpanan yang berbeda yaitu suhu ruang, suhu dingin dan suhu beku selama 18 hari dengan pengamatan setiap hari untuk uji

Dengan demikian kelima variabel yaitu fasilitas penanganan diatas kapal dan di TPI, cara penanganan di TPI, serta waktu transit ikan yang tertangkap dengan purse seine

Dengan demikian kelima variabel yaitu fasilitas penanganan diatas kapal dan di TPI, cara penanganan di TPI, serta waktu transit ikan yang tertangkap dengan purse

Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kemunduran mutu fillet ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) pada penyimpanan suhu chilling dengan perlakuan cara kematian yaitu

dalam melakukan penanganan ikan tuna di atas kapal. c) Cara mematikan ikan tuna masih kurang tepat. Pengamatan yang dilakukan ikan tuna hasil tangkapan dimatikan

Saluran pemasaran Ikan Kakap Merah yang berawal dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Karangsong Kabupaten Indramayu dimulai dengan nelayan yang menjual hasil

Hasil Tugas Akhir ini yaitu standar bahan baku kemasan yang digunakan dalam pengemasan produk ikan layur beku didasarkan pada SNI 01-4110.3-2006 Ikan Beku-Bagian 3: Penanganan dan