• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Tutupan Lahan di Provinsi Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Tutupan Lahan di Provinsi Lampung"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penginderaan jauh merupakan teknik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh dari alat, tanpa menyentuh/kontak langsung dengan objek, wilayah atau fenomena yang dikaji. Objek yang diambil berupa gejala di permukaan bumi atau ruang angkasa terbatas pada objek yang tampak, yaitu objek permukaan bumi (atmosfer, biosfer, hidrosfer dan litosfer) yang tidak terlindungi oleh objek lain. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh menjadi bagian yang sangat penting dalam pemetaan penutupan dan pengunaan lahan yang berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer.

(2)

1.2Tujuan

Menganalisis perubahan tutupan lahan dan mengidentifikasi dinamika perubahan dalam kurun waktu satu tahun dan dua tahun menggunakan citra ALOS PALSAR multiwaktu tahun 2007, 2008 dan tahun 2009 dengan resolusi spasial 50 m di Provinsi Lampung.

1.3Manfaat

1. Memberikan informasi tentang perubahan tutupan lahan di Provinsi Lampung 2. Sebagai data pelengkap untuk perubahan tutupan lahan yang tidak dapat

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan tehnik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh dari alat, tanpa menyentuh/kontak langsung dengan objek, wilayah atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer 1990). Berdasarkan sumber energi elektromagnetik yang digunakan, penginderaan jauh dibedakan menjadi dua yaitu penginderaan jauh pasif dan pengideraan jauh aktif. Penginderaan jauh pasif merupakan suatu sistem yang menggunakan sumber energi yang telah ada (reflektansi energi matahari dan/atau radiasi dari objek secara langsung), sedangkan penginderaan jauh aktif merupakan suatu sistem yang menggunakan sumber energi buatan (microwave). Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Beberapa sensor yang menggunakan sistem penginderaan jauh pasif diantaranya MESSR, IRS, JERS-1, OPS dan potret udara, sedangkan sensor yang menggunakan sistem penginderaan jauh aktif adalah radar, seperti RADARSAT, ERS-1, JERS-1, ALOS PALSAR.

2.2RADAR (Radio Detecting and Ranging)

(4)

merupakan rekaman pantulan energi atau emisi yang memiliki arti yang berbeda berdasarkan kepekaan spektral detektor atau film yang digunakan. Tekstur dikaitkan dengan frekuensi perubahan rona, yang menghasilkan satu kesimpulan mengenai derajat kekasaran atau kehalusan dari kenampakan citra. Bentuk mencerminkan bentuk umum atau kerangka mengenai objek. Ukuran atau dimensi suatu objek merupakan kunci penting untuk identifikasi objek yang bentuknya sama dan dapat digunakan sebagai standar perbandingan. Asosiasi atau lokasi objek dalam hubungannya dengan objek lain yang berguna dalam memberikan informasi atau petunjuk tentang objek tersebut apabila karakteristik lainnya tidak dapat mengidentifikai objek tersebut (LO 1996).

Menurut JICA dan Fakultas Kehutanan IPB (2010), sebuah sistem radar mempunyai tiga fungsi sebagai berikut:

1. Sensor memancarkan gelombang microwave (radio) ke bidang permukaan tertentu,

2. Sensor tersebut menerima beberapa bagian dari energi yang dipancarkan balik (backscatter) oleh permukaan,

3. Sensor ini dapat menangkap kekuatan (detection, amplitude) dan perbedaan waktu (ranging, phase) dari pancar balik gelombang energi.

SAR (Synthetic Aperture Radar) merupakan sebuah sistem radar yang mengindera secara menyamping dan dapat menghasilkan citra resolusi tinggi. SAR mengindera sepanjang jalurnya dan dapat mengakumulasi data dan melalui cara ini, sebuah jalur permukaan bumi di iluminasi baik secara parallel maupun searah dengan jalur terbangnya. Dari data sinyal yang terekam, selanjutnya diproses untuk menghasilkan citra radar. Jarak yang menyamping tersebut disebut

dengan “range”, sehingga dikenal near range (sapuan dekat) yaitu yang terdekat dengan nadir (titik di bawah sensor radar) dan far range (sapuan jauh) yaitu jarak terjauh dari sensor radar. Jarak yang searah jalur disebut dengan azimuth. SAR menggunakan proses sinyal dijital untuk memfokuskan sinar dan membuat resolusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dapat diperoleh oleh radar konvensional (Fakultas Kehutanan IPB 2011).

(5)

radar menentukan bentangan yang terpencar oleh atmosfer. Daya tembus pulsa radar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu daya tembus terhadap atmosfer dan daya tembus terhadap permukaan (Salman 2011). Polarisasi merupakan arah rambat dari gelombang mikro aktif yang dipancarkan dan ditangkap oleh sensor radar. Sinyal radar dapat ditransmisikan dan diterima dalam bentuk polarisasi yang berbeda. Satu sinyal radar dapat ditransmisikan pada bidang datar (H) ataupun tegak lurus (V), sinyal tersebut dapat pula diterima pada bidang datar atau tegak lurus. Ada empat kemungkinan kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda, yaitu HH, HV, VH, dan VV. Polarisasi paralel atau searah merupakan kombinasi HH dan VV.

Kekasaran atau bentuk umum objek-objek yang ada di permukaan bumi akan mempengaruhi bentuk pantulan pulsa radar. Secara umum Lillesand & Kiefer (1990) membagi bentuk pantulan pulsa radar menjadi tiga, yaitu pantulan baur, pantulan sempurna dan pantulan sudut.

Gambar 1 Bentuk pantulan radar dari berbagai macam permukaan menurut Lillesand & Kiefer (1990) Baur (a); Sempurna (b); Sudut (c).

(6)

gelombang yang diterima sensor sangat sedikit. Objek-objek yang memantul secara sempurna antara lain permukaan air dan permukaan tanah yang diperkeras (Lillesand & Kiefer 1990), sedangkan pantulan sudut dihasilkan dari permukaan halus yang bersudut siku-siku (Gambar 1c).

Permukaan bumi yang dikenai pancaran radar akan memberikan pancar balik (backscatter) yang antara lain bergantung pada sudut dari objek dengan arah pancarnya, atau biasa disebut sudut pandang lokal (local incident angle). Sudut ini bergantung pada slope bentang alam yang ada dalam wilayah yang sedang diindera, sehingga besaran sudut ini akan menentukan besaran kecerahan (tone) dari pikselnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR dapat dikelompokan kedalam dua kelompok besar, yaitu sistem sensor dan target objeknya. Dari sistem sensor terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR (Fakultas Kehutanan IPB 2011), yaitu:

1. Panjang gelombang microwave yang digunakan (band X, C, S, L dan P) 2. Polarisasi (HH, HV, VV, VH)

3. Sudut pandang dan orientasi 4. Resolusinya

Faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR dari sistem target adalah :

1. Kekasaran, ukuran dan orientasi objek termasuk didalamnya biomassa

2. Konstanta dielektrik (antara lain dapat berupa kelembaban atau kandungan air) 3. Sudut kemiringan atau slope dan orientasinya (sudut pandang lokal, local

incident angle).

2.3 ALOS PALSAR

(7)

sedangkan PALSAR merupakan sensor SAR. Untuk dapat bekerja dengan ketiga jenis sensor diatas, ALOS dilengkapi dengan dua teknologi yang lebih maju. Pertama, teknologi yang mampu mengerjakan data dalam kapasitas yang sangat besar dengan kecepatan tinggi, dan selanjutnya kapasitas untuk menentukan posisi satelit dengan ketinggian yang lebih tepat.

Tabel 1 Keterangan umum ALOS

Uraian Keterangan

Alat Peluncuran Roket H-IIA

Tempat Peluncuran Pusat Ruang Angkasa Tanagashima Berat Satelit 4000 Kg

Power 7000 W

Waktu Operasional 3-5 Tahun

Orbit Sun-Synchronous Sub-Recurr Orbit Recurrent Period 46 Hari Sub Cycle 2 hari

Tinggi Lintasan 692 km diatas Ekuator

Inklinasi 98,2°

Sumber: JAXA 2006

PALSAR merupakan sensor gelombang mikro aktif menggunakan frekuensi L-band. Sensor ini memberikan kinerja yang lebih tinggi daripada sensor SAR (Synthetic Apertur Radar) pada satelit JERS-1. Mode PALSAR ScanSAR memiliki memiliki tambahan untuk resolusi tinggi konvensionil sehingga memungkinkan untuk melakukan pengamatan permukaan bumi dengan cakupan area yang cukup luas yaitu 250 sampai 350 km yang lebih luas 3 sampai 5 kali dari ukuran citra SAR konvensionil. ScanSAR mode dapat menghasilkan cakupan citra seluas 350 km dengan polarisasi tunggal secara horisontal (HH) maupun vertikal (HV).

JICA dan Fakultas Kehutanan IPB (2010) menjelaskan bahwa dalam PALSAR resolusi tinggi dapat diperoleh dengan berbagai cara:

a. Resolusi ke arah range dapat ditingkatkan dengan sistem beam yang lebih lebar dan pengulangan waktu yang lebih pendek.

b. Resolusi ke arah azimuth dapat ditingkatkan dengan beam yang lebih sempit dan pengulangan waktu yang lebih panjang.

(8)

d. Secara umum, target merupakan objek yang dihasilkan dari sejumlah scatter dan menyebabkan speckle.

e. Sinyal yang diterima merupakan jarak antara target dengan radar.

Prinsip geometri PALSAR dan karakteristik utama PALSAR disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 2.

Gambar 2 Prinsip geometri PALSAR. Tabel 2 Karakteristik utama PALSAR

Mode Fine mode ScanSAR mode Polarimetry

Frekuensi 1270 Mhz (L-Band)

Lebar Kanal 24/14 MHz

Polarisasi HH/VV/HH+HV

atau VV+VH HH atau VV HH+HV+VH+VV

Resolusi Spasial 10 m (2 look)/20 m

(4look) 100 m (multi look) 30 m

Lebar Cakupan 70 km 250 – 350 km 30 km

Incidence Angle 8 – 60 derajat 14 – 43 derajat 8 – 30 derajat NE Sigma 0 < - 23dB (70 km) <- 25 dB <- 29 dB

<- 25 dB (60 km)

Panjang bit 3 bit / 5 bit 5 bit 3 bit / 5 bit

Ukuran Antena AZ: 8,9 m × EL: 2,9 m

Sumber: JAXA 2006

2.4 Penggunaan Citra ALOS PALSAR untuk identifikasi Tutupan Lahan

(9)

yaitu: badan air, vegetasi jarang, vegetasi sedang dan vegetasi rapat. Penelitian Bainnaura (2010) melakukan penelitian dengan menggunakan citra komposit HH-HV-HH/HV resolusi 50 m di Kabupaten Bogor dan Sukabumi mampu mengidentifikasi adanya 12 kelas tutupan lahan, yaitu: badan air, bandara, hutan lahan kering, kebun campuran, perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit, perkebunan teh, pertanian lahan kering, perumahan, sawah, semak belukar dan tanah terbuka. Penelitian Puminda (2010) di Yogyakarta dan Jawa Tengah dengan menggunakan citra komposit yang sama (HH-HV-HH/HV) mampu mengklasifikasikan obyek dalam 8 (delapan) kelas, yaitu badan air, hutan tanaman pinus, kebun campuran, pertanian lahan kering, hutan tanaman jati, lahan terbangun, sawah dan kebun kelapa.

Selanjutnya Maharani (2011) menggunakan citra komposit HH-HV-HH/HV resolusi 50 m di Kabupaten Tuban, Blora, Rembang dan Bojonegoro mampu mengidentifikasi adanya 7 kelas tutupan lahan (permukiman, sawah, kebun campuran, pertanian lahan kering, lahan terbuka, badan air, dan hutan tanaman jati). Salman (2011) berhasil mengklasifikasikan 11 kelas tutupan lahan yang dilakukan di Provinsi Bali dengan citra, komposit dan resolusi yang sama. Kesebelas tutupan lahan tersebut, yaitu badan air, bandara, hutan lahan kering, hutan mangrove, kebun campuran, lahan terbuka, padang rumput, permukiman, pertanian lahan kering, sawah, tambak.

2.5 Perubahan Tutupan Lahan

Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesand & Kiefer 1990). Burley (1961) diacu dalam Lo (1995) menyebutkan bahwa penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan. Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Secara umum ada tiga kelas data yang mencakup penutupan lahan, yaitu: Struktur fisik yang dibangun oleh manusia, fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian dan kehidupan binatang dan tipe pembangunan.

(10)
(11)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Waktu dan Tempat

Penelitian lapang dilaksanakan pada tanggal 10 - 18 Agustus 2012 dengan daerah penelitian Provinsi Lampung. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

3.2 Alat Dan Data

3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan yaitu: GPS, kompas, alat tulis , tally sheet, Suunto, kamera digital sebagai peralatan di lapangan. Untuk analisis data, digunakan satu unit peralatan komputer dengan software Erdas Imagine 9.1, ArcView 3.2 ArcGis 10, Microsoft Excel 2003, dan Microsoft Word 2003.

3.2.2 Data

Data yang digunakan dalam penelitian yaitu: Citra ALOS PALSAR resolusi 50 m kombinasi RGB HH-HV-HH/HV tahun 2007, 2008 dan tahun 2009. Peta Rupa Bumi Indonesia tahun 2009, Peta administrasi Lampung, data sekunder dan data observasi lapang.

3.3 Metode Pengolahan Data

3.3.1 Pra-Pengolahan Data Citra.

Citra ALOS PALSAR yang digunakan sudah terkoreksi secara geometrik. Rektifikasi bertujuan agar citra memiliki koordinat yang sama dengan peta berdatum WGS 84 serta sistem koordinat UTM.

3.3.1.1 Pembuatan Citra Sintesis (Synthetic Band)

(12)

(synthetic band). Penambahan band sintetis yang memberikan variasi informasi lebih banyak adalah rasio HH-HV (HH/HV).

3.3.1.2Interpretasi Visual

Interpretasi visual merupakan suatu kegiatan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi obyek-obyek permukaan bumi yang tampak pada citra, dengan cara mengenalinya atas dasar karakteristik spasial, spektral dan temporal. Elemen yang digunakan dalam interpretasi terdiri atas rona, warna, bentuk, ukuran, tekstur, pola, situs dan asosiasi.

Interpretasi visual dilakukan untuk mendapatkan gambaran awal dalam mengidentifikasi pola sebaran, penentuan jumlah kelas penutupan lahan dan tipe penutupan lahan serta perubahan penutupan lahan yang ada di Provinsi Lampung. Pengetahuan mengenai penutupan lahan ini dibangun melalui data lapangan dan data sekunder yang telah dikumpulkan. Data lapangan yang dimaksud adalah data berupa foto dan koordinat serta hasil wawancara titik-titik hasil pemeriksaan lapangan serta data yang berasal dari data sekunder Laboratorium Fisik Remote Sensing dan GIS.

3.3.1.3Analisis Perubahan Tutupan Lahan secara Visual

Analisis perubahan tutupan lahan secara visual dimaksudkan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dari tahun 2007 sampai tahun 2009 yaitu dengan cara mengoverlaykan hasil klasifikasi tutupan lahan tahun sebelumnya dengan tahun yang berikutnya. Analisis perubahan terbagi menjadi dua periode yaitu perubahan periode satu tahun yaitu tahun 2007 - 2008 dan tahun 2008 - 2009 dan periode dua tahun yaitu tahun 2007 - 2009.

3.3.2 Pengolahan Citra

3.3.2.1Identifikasi Obyek di Lapang

(13)

3.3.3 Analisis Perubahan Penutupan Lahan

(14)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian terletak di Propinsi Lampung yang terdiri dari empat belas Kabupaten. Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Lampung Barat, Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Timur, Lampung Utara, Mesuji, Pesawaran, Pringsewu, Tanggamus, Tulang Bawang, Tulang Bawang Barat, Way Kanan, Kota Bandar Lampung dan Kota Metro. Adapun kondisi umum Provinsi Lampung berdasarkan letak geografis, topografi, iklim, tanah, demografi, dan tutupan lahannya adalah sebagai berikut:

4.1Letak Geografi

Provinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung memiliki areal dataran seluas 35.288,35 km2 termasuk pulau-pulau yang terletak pada bagian sebelah ujung tenggara Pulau Sumatra. Secara geografis Provinsi Lampung terletak pada 105°45'-103°48' Bujur Timur dan 3°45'-6°45' Lintang Selatan. Batas wilayah Provinsi Lampung yaitu :

Batas Utara : Provinsi Sumatra Selatan dan Bengkulu Batas Selatan : Selat Sunda

Batas Timur : Laut Jawa

Batas Barat : Samudra Indonesia

4.2Topografi

Kondisi topografi Lampung dapat diklasifikasikan menjadi 5 unit topografi (Jhon 2011) antara lain sebagai berikut :

1. Daerah berbukit sampai bergunung, daerah ini meliputi bukit barisan dengan puncak tonjolan berada pada Gunung Tanggamus, Gunung Pasawaran dan Gunung Rajabasa dengan kemiringan berkisar 25% dan ketinggian rata-rata 300 m di atas permukaan laut. Puncak-puncak lainnya ialah bukit pugung, bukit pesagi, sekincau yang terdapat dibagian utara dengan ketinggian rata-rata 1500 m. Daerah-daerah tersebut ditutupi vegetasi hutan primer dan sekunder. 2. Daerah berombak sampai bergelombang dengan kemiringannya antara 8%

(15)

Daerah ini meliputi Gedong Tataan, Kedaton, Sukoharjo dan Pulau Panggung di Kabupaten Lampung Selatan dan Kalirejo, Bangunrejo di Kabupaten Lampung Tengah.

3. Daerah dataran alluvial dengan kemiringan 0% sampai 3% dan ketinggian daerah ini antara 25 m sampai 75 m dari permukaan laut. Daerah ini sangat luas meliputi Lampung Tengah sampai mendekati pantai sebelah timur yang merupakan bagian hilir (down stream) dari sungai-sungai yang besar seperti Way Sekampung, Way Tulang Bawang, dan Way Mesuji.

4. Daerah dataran rawa pasang surut dengan ketinggian 0,5 m sampai 1 m.

5. Daerah river basin meliputi River Basin Tulang Bawang, Seputih, Sekampung, Semangka dan Way Jepara.

Sungai-sungai yang mengalir di Provinsi Lampung yaitu sungai Way Sekampung, Way Semaka, Way Seputih, Way Jepara, Way Tulang Bawang dan Way Mesuji.

4.3Iklim

(16)

4.4Tanah

Jenis tanah di provinsi Lampung terdiri dari 11 jenis dan podsolik merah kuning (PMK) merupakan jenis dominan sekitar 1522.336 ha kemudian latosol dan andosol. Jenis tanah tersebut antara lain adalah aluvial hidromorf, aluvial, assosiasi alluvial dan glei humus, hidromorf kelabu, regosol, andosol, renzina, podsolik coklat, latesit air tanah, latosol, assosiasi latosol dan podsolik merah kuning (Jhon 2011).

Sedimen–sedimen vulkanis menutupi lembah–lembah Suah, Gedong Surian dan Way Lima. Pada bagian utara lapisan sedimen ini mengalami pelipatan yang menghasilkan lapisan minyak bumi didalam 4 seri lapisan Palembang. Lapisan sedimen sebelah timur tertutup endapan tuffa masam dari debu gunung api di Bukit Barisan yang membentuk dataran peneplain di bagian timur Lampung.

Terdapat Sukadana bosalt yang merupakan ”Plateau” dan singkapannya tidak

merata.

4.5Tutupan Lahan

Keadaan penutupan lahan Provinsi Lampung pada tahun 2008 berdasarkan hasil penafsiran citra yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan diketahui bahwa luas daratan yang masih berupa hutan (berhutan) adalah sebesar 7,1% atau seluas 236,4 ribu ha dan daratan yang bukan berupa hutan (nonhutan) sebesar 91,4% atau seluas 3.058,8 ribu ha. Penutupan lahan yang berupa hutan didominasi oleh hutan lahan kering, sedangkan hutan rawa-rawa dan hutan mangrove luasnya relatif lebih kecil. Penutupan lahan nonhutan adalah penutupan lahan selain vegetasi hutan, yaitu berupa semak/belukar, belukar rawa, savana, perkebunan, sawah, lahan pertanian, pemukiman, pemukiman, tambak, tanah terbuka, dan lain-lain.

(17)

keseluruhannya mencapai 2.246,5 ribu ha atau sekitar 73,5%, sedangkan penutupan lahan yang berupa perkebunan diprediksi seluas 132,9 ribu ha. Luas areal yang digunakan untuk pemukiman di Provinsi Lampung diprediksi mencapai 232,8 ribu ha.

4.6Sosial Ekonomi Masyarakat

Pada tahun 2007, jumlah penduduk Provinsi Lampung tercatat sebesar 7.289.767 jiwa. Selama tahun 1990-2000 laju pertumbuhan penduduk mencapai 0,98%; dan pada tahun 2000-2006 mengalami penurunan dari menjadi 0,84 %. Secara administratif Provinsi Lampung di bagi menjadi 11 Kabupaten/Kota. Pada tahun 2005 terdapat 86 Desa, 174 Kelurahan, dan 180 Kecamatan, sedangkan tahun 2008 terdapat 2.153 Desa, 174 Kelurahan, dan 204 Kecamatan (Agung 2011).

(18)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Kelas Tutupan Lahan di Provinsi Lampung

Perubahan kelas tutupan lahan yang akan digunakan pada tahap analisis perubahan lahan adalah hasil klasifikasi citra ALOS PALSAR dan data pengamatan di lapangan. Data lapangan yang diambil yaitu berupa titik koordinat dan gambar tutupan lahan. Titik pengamatan diambil secara purposive dengan titik awal secara random atau acak. Pengambilan titik pengamatan difokuskan pada areal yang terdeteksi perubahan tutupan lahan yaitu lahan terbuka, perkebunan karet, kebun tebu dan kebun nanas. Selain itu untuk memastikan pengamat juga mengambil titik pengamatan untuk kelas tutupan lahan lainnya.

Titik pengamatan yang diambil yaitu 91 titik dari 100 titik pengamatan yang direncanakan sebelumnya. Titik pengamatan tersebut terdiri dari 40 titik pengamatan untuk areal yang mengalami perubahan dan 51 titik untuk memastikan tutupan lahan yang telah diklasifikasikan pada citra ALOS PALSAR. Kendala yang terjadi di lapangan yaitu aksebilitas atau sulitnya menuju titik pengamatan sehingga pada saat di lapangan ada beberapa titik pengamatan yang diubah yaitu titik pengamatan yang digunakan untuk memastikan tutupan lahan, sedangkan titik pengamatan di areal yang mengalami perubahan tetap diamati. Pengamatan dilakukan di sekitar Lampung Selatan, Lampung Timur, Pringsewu, Metro, Way Jepara dan Bandar Lampung.

(19)

sawah, semak/belukar rawa, dan tambak. Lahan terbuka pada klasifikasi tersebut merupakan areal perkebunan yaitu perkebunan tebu dan nanas yang telah dipanen serta perkebunan karet yang telah ditebang.

(20)

Tabel 3 Deskripsi masing-masing kelas tutupan lahan

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan

Hutan lahan kering Seluruh kenampakan hutan yang berada pada ketinggian tertentu, perbukitan dan pegunungan baik hutan primer ataupun sekunder

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur

merbau panjang

Ukuran : sedang-besar

Tekstur : warna ( halus ); topografi (kasar)

Pola : tidak teratur dan mengelompok Merbau Panjang Site : datar dan bergelombang

Asosiasi : aksesnya sulit, banyak vegetasi dan ekosistemnya alami

Hutan tanaman Seluruh kawasan hutan tanaman baik baik di dataran rendah ataupun tinggi.

Tone/warna:

Bentuk : persegi panjang Ukuran : sedang-besar Tekstur : warna ( halus ) Pola : teratur dan mengelompok Site : datar dan bergelombang

(21)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Asosiasi : ada jaringan jalan dan aksesnya

mudah Hutan rawa Merupakan tipe ekosistem hutan

yang dipengaruhi faktor edafik berupa genangan air. Biasanya dibedakan menjadi hutan rawa dan hutan rawa gambut

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur Ukuran : sedang-besar

Tekstur : warna (kasar); terrain (halus)

Pola : tidak teratur dan mengelompok

Site : datar Way Kambas

Asosiasi : dekat dengan badan air/dipengaruhi oleh keberadaan air

Kebun campuran Seluruh kawasan yang ditanami tanaman tahunan dan dengan tanaman beranekaragam jenis.

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur Ukuran : sedang

Tekstur : warna (kasar); terrain (halus) Pola : tidak teratur dan mengelompok Site : datar (bisa di daerah miring) Asosiasi : dekat dengan permukiman, ada akses jalan, beraneka ragam jenis tanaman

(22)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Kebun nanas Suatu lahan usaha pertanian

yang luas berupa tanaman nanas, biasanya terletak di daerah tropis atau subtropis, yang digunakan untuk menghasilkan komoditi perdagangan (pertanian) dalam skala besar.

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : sedang-besar

Tekstur : warna (kasar); terrain

(halus-sedang-besar) PT. Great Giant Pineapple Pola : agak teratur dan mengelompok

Site : datar

Asosiasi : terdapat akses jalan perkebunan, skala besar, ada industrinya

Kebun tebu Suatu lahan usaha pertanian yang luas berupa tanaman tebu, biasanya terletak di daerah tropis atau subtropis, yang digunakan untuk menghasilkan komoditi perdagangan

(pertanian) dalam skala besar.

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : sedang-besar

Tekstur : warna (kasar); terrain

(23)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Pola : teratur dan mengelompok

Site : datar

Asosiasi : terdapat akses jalan perkebunan, skala besar, ada industrinya

Kebun karet Seluruh area yang ditanami tanaman karet yang dikelola dengan pola tanaman tertentu

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : sedang-besar

Tekstur : warna (kasar), terrain

(halus-sedang-kasar)

Pola : teratur dan mengelompok Gedung Tataan Site : datar (elevasi < 500 mdpl)

Asosiasi : terdapat akses jalan perkebunan, skala besar, ada industrinya

Kebun sawit Seluruh area yang ditanami tanaman sawit yang dikelola dengan pola tanaman tertentu

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : kecil-besar

(24)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan terrain (halus-sedang-kasar)

Pola : teratur dan mengelompok

Site : datar (elevasi < 500 mdpl dan curah hujan cukup)

Asosiasi : terdapat akses jalan perkebunan, skala besar, ada industrinya

Semak/belukar rawa Merupakan tumbuhan alami berupa rumput, perdu dan pohon kecil untuk belukar rawa ada unsur airnya

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur Ukuran : kecil

Tekstur : warna ( halus ) Pola : tidak teratur Site : datar

Asosiasi : akses jalan susah, jauh dari permukiman Tanjung bintang Padang rumput Kenampakan non hutan berupa

padang alang‐ alang dan terkadang sedikit semak atau pohon dengan luasan tertentu

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur Ukuran : kecil-sedang

Tekstur : warna ( halus ), terrain (halus)

(25)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Site : datar

Asosiasi : masuk wilayah way kambas dan akses gajah

Pertanian lahan kering Semua aktivitas pertanian di lahan kering seperti tegalan dan lading

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur Ukuran : kecil-sedang

Tekstur : warna (kasar), terrain (halus-sedang-kasar)

Pola : tidak teratur dan mengelompok

Site : datar (lokasinya sulit menyalurkan air) Singkong Asosiasi : dekat dengan akses jalan dan

permukiman Sawah Semua aktivitas pertanian lahan

basah yang dicirikan oleh pola pematang

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : kecil-sedang

Tekstur : terrain (halus ), warna

(26)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Pola : teratur dan mengelompok

Site : datar

Asosiasi : dekat dengan akses jalan dan permukiman serta air Permukiman Permukiman adalah bagian dari

lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal dan bekerja

Tone/warna:

Bentuk : poligon tidak teratur dan kadang kotak persegi

Ukuran : kecil-sedang

Tekstur : terrain (halus), warna

(halus-sedang-kasar) Pasir Sakti

Pola : tidak teratur dan mengelompok Site : datar

Asosiasi : dekat dengan jaringan jalan dan aksebilitas mudah

Badan air Semua kenampakan perairan, termasuk laut, sungai, danau, waduk, terumbu karang, padang lamun, dll. Kenampakan tambak, sawah dan rawa digolongkan tersendiri

Tone/warna:

Bentuk : deliniasi bisa garis, bulat dan poligon

(27)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Ukuran : kecil-besar

Tekstur : warna (halus ), topografi (halus)

Pola : tidak teratur Site : datar

Asosiasi : danau, sumber mata air, sungai Lahan terbuka Seluruh kenampakan lahan

terbuka tanpa vegetasi (singkatan batuan puncak gunung, kawah vulkan, gosong pasir, pasir pantai), lahan terbuka bekas kebakaran dan lahan terbuka yang ditumbuhi alang-alang/rumput

Tone/warna:

Bentuk : deliniasi poligon tidak teratur Ukuran : kecil

Tekstur : warna (halus-kasar ), topografi

(halus-kasar) Tanjung Bintang Pola : tidak teratur

Site : datar, pada perkebunan lahan tampak warna biru

(28)

Objek Definisi Elemen Interpretasi Foto Lapangan Segala kenampakan badan air

dengan pola budidaya perikanan

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : kecil

Tekstur : warna (kasar ), topografi (halus)

Pola : teratur dan tidak teratur Pasir Sakti Site : datar

Asosiasi : dekat dengan pantai Bandar udara Kenampakan bandara yang

berukuran besar dan memungkinkan untuk didelineasi tersendiri

Tone/warna:

Bentuk : kotak persegi Ukuran : kecil

Tekstur : warna (halus ), topografi (halus)

Pola : teratur Sumber: Anastasia Gustriani

Site : datar , lapangan luas

(29)

5.2 Analisis Perubahan Tutupan Lahan

(30)
[image:30.842.104.702.75.459.2]
(31)
[image:31.842.82.694.73.456.2]
(32)
[image:32.842.95.696.70.454.2]
(33)

5.2.1 Analisis Perubahan Tutupan Lahan Kurun Waktu 1 Tahun

Analisis perubahan tutupan lahan dalam kurun waktu satu tahun pada penelitian ini yaitu pada tahun 2007 - 2008 dan tahun 2008 - 2009. Perubahan tutupan lahan baik periode tahun 2007 - 2008 maupun periode tahun 2008 - 2009 memiliki perubahan tutupan lahan yang sama. Berdasarkan hasil analisis perubahan tutupan lahan sebelum ke lapangan dideteksi terdapat enam perubahan tutupan lahan yang terjadi di Provinsi Lampung yaitu lahan terbuka menjadi kebun tebu, lahan terbuka menjadi kebun nanas, lahan terbuka menjadi karet, kebun tebu menjadi lahan terbuka, kebun nanas menjadi lahan terbuka dan perkebunan karet manjadi lahan terbuka. Namun berdasarkan matrik perubahan dan hasil pengamatan di lapangan, perubahan tutupan lahan yang terjadi di Provinsi Lampung yaitu terdapat lima perubahan antara lain lahan terbuka menjadi kebun tebu, lahan terbuka menjadi kebu nanas, kebun tebu menjadi lahan terbuka, kebun nanas menjadi lahan terbuka dan perkebunan karet manjadi lahan terbuka. Hasil analisis perubahan tutupan lahan pada tahun 2007 - 2008 adalah sebagai berikut:

1. Lahan terbuka

Perubahan tutupan lahan pada lahan terbuka terjadi di areal perkebunan. Pada lahan terbuka terdapat dua kelas tutupan lahan yang berubah menjadi kelas tutupan lahan lainnya yaitu lahan terbuka menjadi kebun nanas dan lahan terbuka menjadi kebun tebu. Lahan terbuka memiliki penampakan visual yang jelas berdasarkan ronanya bila dibandingkan dengan tutupan kelas sekitarnya yaitu berwana biru dan kemerah mudaan. Penyebab terjadinya perubahan tutupan lahan menjadi kebun nanas dan kebun tebu yaitu adanya penanaman kembali dari masing-masing vegetasi tersebut setelah selesai panen. Pola tanam untuk tanaman nanas yaitu 12 - 24 bulan sedangkan untuk tanaman tebu yaitu 12 - 14 bulan dan lebih dari 14 bulan tergantung bibit yang digunakan.

(34)

tutupan lahan sebelum pengamatan di lapangan dapat dideteksi adanya perubahan tutupan lahan terbuka menjadi perkebunan karet. Namun pada saat dilapangan lahan terbuka tersebut sebenarnya telah ditanami karet pada akhir tahun 2005 atau awal tahun 2006 di wilayah Jati Agung perbatasan Bandar Lampung dan Lampung Selatan, sehingga perubahan dari lahan terbuka menjadi perkebunan karet tidak terjadi di Provinsi Lampung. Penampakan tanaman karet yang berumur 1-2 tahun pada cita Alos Palsar resolusi 50 m menyerupai lahan terbuka, hal itu disebabkan karena secara visual penampakan yang dominan adalah tanah kosong yang berada di sekitar tanaman karet yang masih kecil.

Gambar 6 Perubahan lahan terbuka menjadi kebun tebu.

[image:34.595.106.510.66.769.2]

Gambar 7 Perubahan lahan terbuka menjadi kebun nanas.

(35)
[image:35.595.108.516.77.732.2]

Gambar 9 Karet umur 3 tahun (a) dan karet umur 5 tahun (b). 2. Kebun nanas

[image:35.595.112.520.89.239.2]

Kebun nanas terletak di daerah Lampung tengah yang dimiliki oleh PT. Great Giant Pineapple (GGP). Topografi kebun nanas berada pada ketinggian 46 mdpl dan kemiringan 4º 59’ (Didin 2009) . Perubahan tutupan lahan dari kebun nanas menjadi lahan terbuka disebabkan adanya kegiatan pemanenan di areal perkebunan PT. Great Giant Pineapple. Penampakan visual terutama unsur rona tampak jelas berwarna biru dan kemerah mudaan dibanding sekitarnya yang berwana hijau karena masih terdapat vegetasi nanasnya. Pertumbuhan nanas sampai siap panen di PT. Great Giant Pineapple antara 12 - 24 bulan, tergantung dari bibit nanas yang ditanam. Topografi nanas yang relatif agak miring membuat penampakan polanya tidak begitu teratur dibandingkan dengan kebun tebu. Perubahan kebun nanas menjadi lahan terbuka yaitu seluas 13.859,6 ha.

Gambar 10 Perubahan kebun nanas menjadi lahan terbuka. 3. Kebun tebu

(36)

tampak halus karena terdiri dari vegetasi yang memiliki ketinggian yang relatif sama dan berada pada daerah yang datar. Pertumbuhan tebu mulai dari penanaman sampai siap panen memakan waktu sekitar 12 - 24 bulan. Penanaman tebu umumnya dilakukan pada bulan April hingga Oktober. Pada tahun 2008 sebagian areal yang sebelumnya terdapat vegetasi tebu dilakukan pemanenan sehingga pada citra tahun 2008 terlihat seperti lahan terbuka.

Gambar 11 Perubahan kebun tebu menjadi lahan terbuka. 4. Perkebunan karet

(37)
[image:37.595.108.513.85.839.2] [image:37.595.109.516.102.257.2]

Gambar 12 Perubahan kebun karet menjadi lahan terbuka.

Gambar 13 Lahan terbuka tahun 2012 (a) dan karet umur 3 tahun (b).

Analisa perubahan tutupan lahan kurun waktu satu tahun juga dilakukan pada tahun 2008 - 2009. Seperti halnya perubahan tutupan lahan tahun 2007-2008, pada tahun 2008 - 2009 juga terdapat lima perubahan tutupan lahan. Perubahan tersebut yaitu lahan terbuka menjadi kebun tebu, lahan terbuka menjadi kebu nanas, kebun tebu menjadi lahan terbuka, kebun nanas menjadi lahan terbuka dan perkebunan karet manjadi lahan terbuka. Lahan terbuka menjadi kebun nanas dan kebun tebu dapat disebabkan adanya pola tanam satu tahun dan dua tahun pada masing-masing tanaman tersebut. Pola tanam dua tahun disebabkan karena bibit yang digunakan memiliki waktu panen 24 bulan untuk tanaman nanas dan lebih dari 14 bulan untuk tanaman tebu.

(38)
[image:38.842.15.809.84.546.2]

Tabel 4 Matriks perubahan tutupan lahan tahun 2007 - 2008 Kelas

tutupan lahan

Tahun 2008

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 5287,6

2 59,8

3 394842

4 50765

5 3664,3

6 393553

7 31317 13859,6

8 50273 60446,5

9 7341,3 6093,8 8884,38

10 45625,4

11 2306,59 88528

12 114613

13 183804

14 1121052

15 550289

16 180681

17 43505,6

Keterangan :

1. Badan air 5. Hutan tanaman 9. Lahan terbuka 13. Permukiman 17. tambak 2. Bandara 6. Kebun campuran 10. Padang rumput 14. Pertanian lahan kering 3. Hutan lahan kering 7. Kebun nanas 11. Perkebunan karet 15. Sawah

(39)
[image:39.842.18.804.89.544.2]

Tabel 5 Matriks perubahan tutupan lahan tahun 2008 - 2009 Kelas

tutupan lahan

Tahun 2009

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 5287,6

2 59,8

3 394842

4 50765

5 3664,3

6 393553

7 32933 5725,66

8 47513 8853,5

9 11667 56303 16791,3

10 45625,4

11 14021,9 75242

12 114613

13 183804

14 1121052

15 550289

16 180681

17 43505,6 Keterangan :

1. Badan air 5. Hutan tanaman 9. Lahan terbuka 13. Permukiman 17. Tambak 2. Bandara 6. Kebun campuran 10. Padang rumput 14. Pertanian lahan kering

3. Hutan lahan kering 7. Kebun nanas 11. Perkebunan karet 15. Sawah

(40)

5.2.2 Analisis Perubahan Tutupan Kurun Waktu 2 Tahun

Seperti halnya analisis perubahan tutupan lahan kurun waktu satu tahun, maka analisis perubahan tutupan lahan kurun waktu dua tahun juga menggunakan matrik perubahan yang tersaji pada Tabel 6. Analisa perubahan tutupan lahan kurun waktu 2 tahun yaitu terjadi pada tahun 2007 - 2009. Perubahan tutupan lahan baik periode satu tahun maupun dua tahun memiliki perubahan yang sama. Perubahan tersebut adalah lahan terbuka menjadi kebun tebu, lahan terbuka menjadi kebun nanas, kebun tebu menjadi lahan terbuka, kebun nanas menjadi lahan terbuka dan perkebunan karet manjadi lahan terbuka.

Adapun penjelasan dari masing-masing kelas yang mengalami perubahan sebagai berikut :

1. Lahan terbuka

Perubahan kelas lahan terbuka menjadi kelas tutupan lahan lainnya dalam kurun waktu dua tahun terdapat dua perubahan. Perubahan tersebut yaitu lahan terbuka menjadi kebun nanas dan lahan terbuka menjadi kebun tebu. Seperti halnya perubahan tutupan lahan tahun 2007 - 2008 lahan terbuka menjadi kebun nanas dan kebun tebu disebabkan adanya pola tanam dua tahun tergantung bibit yang digunakan. Sebagian kecil bibit yang digunakan pada perkebunan nanas di PT. Great Giant Pineaple adalah bibit crown yang berasal dari mahkota dimana memiliki pertumbuhan nanas sampai siap panen yaitu 24 bulan, sedangkan untuk kebun tebu di PT. Gunung Madu Plantation sebagian arealnya menggunakan varitas dalam yang memiliki masak optimal pada umur lebih dari 14 bulan. Perubahan lahan terbuka menjadi kebun nanas yaitu seluas 6.676,8 ha dan kebun tebu seluas 8.081,74 ha.

(41)
[image:41.595.57.520.57.834.2]

Gambar 14 Perubahan lahan terbuka menjadi kebun nanas.

Gambar 15 Perubahan lahan terbuka menjadi kebun tebu.

Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009

Gambar 16 Penampakan perkebunan karet pada citra ALOS PALSAR.

(42)

2. Kebun nanas

Perkebunan nanas terbesar di Lampung yaitu dimiliki oleh PT. Great Giant Pineaple. Perubahan tutupan lahan pada areal kebun nanas terjadi di PT. Great Giant Pineaple seluas 7.254,1 ha. Perubahan tutupan lahan tersebut yaitu kebun nanas menjadi lahan terbuka. Perubahan kebun nanas menjadi lahan terbuka disebabkan adanya kegiatan pemanenan nanas yang berumur 2 tahun. Pertumbuhan nanas tersebut bergantung pada bibit yang digunakan oleh PT. Great Giant Pineaple. PT. Great Giant Pineaple menggunakan tiga jenis bibit yaitu

sucker, macro section dan crown (Didin 2009). Bibit sucker diperoleh dari anakan induk tanaman nanas yang telah dipanen dan dibiarkan selama empat bulan, sedangkan bibit macro section adalah bibit yang berasal dari tunas yang tumbuh di batang yang dipotong-potong kemudian ditumbuhkan di pembibitan, setelah 3 - 5 bulan bibit tersebut siap ditanam. Berbeda halnya dengan bibit crown yang berasal dari mahkota dimana pertumbuhan nanas sampai siap panen yaitu 24 bulan.

Gambar 18 Perubahan kebun nanas menjadi lahan terbuka. 3. Kebun tebu

(43)
[image:43.595.106.510.77.804.2]

pada bulan berikutnya. Pemanenan dilakukan ketika tingkat kematangan dari tebu tersebut sudah optimal. Waktu tanaman tebu siap panen atau matang tergantung varietasnya yaitu varietas genjah masak optimal pada < 12 bulan, varitas sedang masak optimal pada 12 - 14 bulan dan varitas dalam masak optimal pada > 14 bulan. Perubahan dari kebun tebu menjadi lahan terbuka yaitu seluas 14.984,8 ha.

Gambar 19 Perubahan kebun tebu menjadi lahan terbuka. 4. Perkebunan karet

[image:43.595.117.507.194.316.2]

Berbeda halnya dengan tanaman tebu dan nanas yang merupakan tumbuhan musiman atau berumur pendek, pohon karet memiliki pertumbuhan yang relatif lama. Perubahan perkebunan karet menjadi lahan terbuka seluas 16.125,9 ha. Hal ini disebabkan karena adanya kegiatan penebangan pada pohon karet yang sudah tidak produktif mengeluarkan getahnya. Masa produktif pohon karet antara umur 25 - 35 tahun. Teknik penebangan yang dilakukan yaitu menggunakan system mekanik. Jarak tanam di perkebunan karet yaitu 5 x 6 meter dan pohon karet siap disadap pada saat berumur 5 - 6 tahun, namun adapula kebun karet milik rakyat yang disadap pada saat umur 4 - 5 tahun. Penampakan visual pada citra sama halnya dengan lahan terbuka pada tahun 2007 ataupun tahun 2008.

(44)
[image:44.595.105.526.98.224.2]

(45)
[image:45.842.0.830.72.563.2]

Tabel 6 Matriks perubahan tutupan lahan tahun 2007 - 2009 Kelas

tutupan lahan

Tahun 2009

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 5287,6

2 59,8

3 394842

4 50765

5 3664,3

6 393553

7 37922 7254,1

8 95734 14984,8

9 6676,8 8081,7 7027,5

10 45625,4

11 16125,9 75242

12 114613

13 183804

14 1121052

15 550289

16 180681

17 43505,6

Keterangan :

1. Badan air 5. Hutan tanaman 9. Lahan terbuka 13. Permukiman 17. tambak 2. Bandara 6. Kebun campuran 10. Padang rumput 14. Pertanian lahan kering 3. Hutan lahan kering 7. Kebun nanas 11. Perkebunan karet 15. Sawah

(46)

Perubahan tutupan lahan kurun waktu 2 tahun yaitu tahun 2007 - 2009 yang dapat diamati di Provinsi Lampung yaitu lima perubahan sama seperti halnya perubahan tutupan lahan kurun waktu 1 tahun. Oleh karena itu untuk kegiatan monitoring perubahan tutupan lahan manggunakan citra Alos Palsar resolusi 50 m sebaiknya menggunakan kurun waktu dua tahun. Hal tersebut dilihat dari berbagai pertimbangan baik dari segi biaya yang dikeluarkan maupun dari waktu yang diperlukan untuk mengolah data perubahan tersebut.

Kelima perubahan tersebut baik kurun waktu 1 tahun dan 2 tahun terjadi di areal perkebunan, sedangkan perubahan tutupan lahan lainnya tidak dapat diamati. Hal ini disebabkan karena perubahan yang terjadi merupakan perubahan drastis bukan perubahan yang gradual. Perubahan drastis yaitu perubahan yang terjadi pada areal tidak bervegetasi menjadi areal bervegetasi, sedangkan perubahan gradual memiliki perubahan secara bertahap misalkan dari hutan menjadi belukar kemudian menjadi semak dan akhirnya menjadi lahan terbuka. Perubahan drastis yang dapat diamati di Provinsi Lampung menggunakan citra Alos Palsar resolusi 50 m yaitu dari lahan terbuka menjadi areal bervegetasi maupun sebaliknya dari areal bervegetasi menjadi lahan terbuka.

(47)

coklat, pisang, kelapa, belinjo dan ada beberapa jenis tanaman kehutanan seperti

Akasia mangium, Antocephalus cadamba dan Paraserianthes falcataria.

(48)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1 Kesimpulan

1. Penutupan lahan di Provinsi Lampung dapat diklasifikasikan ke dalam 17 kelas yaitu badan air, bandara, hutan lahan kering, hutan rawa, hutan tanaman, kebun campuran, kebun nanas, kebun tebu, lahan terbuka, padang rumput, perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit, permukiman, pertanian lahan kering, sawah, semak/belukar rawa, dan tambak. Lahan terbuka pada klasifikasi tersebut merupakan areal perkebunan tebu, nanas dan karet yang telah dipanen ataupun ditebang.

2. Pola perubahan yang dapat diamati baik dalam kurun waktu satu tahun maupun dua tahun adalah perubahan drastis yaitu lahan terbuka menjadi kebun tebu, lahan terbuka menjadi kebun nanas, kebun tebu menjadi lahan terbuka, kebun nanas menjadi lahan terbuka dan perkebunan karet menjadi lahan terbuka, sehingga penggunaan citra ALOS PALSAR multiwaktu resolusi 50 m yang baik digunakan untuk kegiatan monitoring perubahan tutupan lahan adalah citra ALOS PALSAR kurun waktu dua tahun.

6. 2 Saran

1. Perlu adanya pengamatan lebih lanjut mengenai perubahan tutupan lahan pada hutan tanaman dan perkebunan karet dengan menggunakan citra ALOS PALSAR multiwaktu resolusi 50 m dalam kurun waktu tiga tahun.

(49)

APLIKASI CITRA ALOS PALSAR MULTIWAKTU

RESOLUSI 50 m DALAM IDENTIFIKASI PERUBAHAN

TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI LAMPUNG

RISKA DWI NURJAYANTI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Agung R. 2011. Kondisi Umum Provinsi Lampung Dalam RP JMD 2010-2012. [terhubung berkala] http://ratuagung78.blogspot.com/2011/04/kondisi-umum-provinsi-lampung-dalam.html [9 November 2012]

Badan Perwakilan Pemerintah Provinsi Lampung. 2010. Kondisi Geografis Lampung. [terhubung berkala] http://www.visit bplhdlampung.com [9 November 2012]

Bainnaura A. 2010. Aplikasi Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m Untuk Identifikasi Tutupan Lahan (Studi kasus: Kabupaten Bogor-Sukabumi) [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB.

Didin. 2009. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakseragaman Ukuran Buah Nenas (Ananas comosus L.Mes) [Skripsi]. Bogor: Departemen Agroforestry dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB.

Gustriani, A. 2011. Overlay Bandara Udara Radin Inten II. [terhubung berkala] http://lampung.tribunnews.com/2011/06/29/overlay-bandara-ganggujadwal-penerbangan [4 November 2012]

Jhon. 2011. Profil Lampung. [terhubung berkala] http://www.visit lampung/profil-lampung.html [9 November 2012]

Hermawan I. 2008. Deteksi Perubahan Tutupan Lahan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu [Skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

JAXA. 2006. PALSAR : Phased Array type L-band Synthetic Aperture Radar. http://www.eorc.jaxa.jp/ALOS/en/about/palsar.htm (24 Februari 2011).

(51)

Kumar M. 2003. Digital Image Processing. Satellite Remote Sensing And GIS Aplications in Agricultural Meteorology. pp. 81-102.

Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Remote Sensing and Image Interpretation diterjemahkan oleh Dulbahri et al. Tahun 1999. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

LO, CP. 1996. Penginderaan Jauh Terapan. Bambang P, penerjemah. Depok: Universitas Indonesia. Terjemahan dari: Applied Remote Sensing.

Maharani RS. 2011. Aplikasi Citra Alos Palsar Resolusi 50 M dan Citra Alos Avnir-2 Resolusi 50 M dalam Identifikasi Tutupan Lahan di Kabupaten Tuban, Blora, Rembang, dan Bojonegoro [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, IPB.

Nurhayati. 2010. Analisis Karateristik Iklim untuk Optimalisasi Produksi Kedelai di Provinsi Lampung. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika.

PT. Gunung Madu Plantation. 2011. Kebun Tebu PT. Gunung Madu Plantations. [terhubung berkala] http://www.panoramio.com [4 November 2012]

Puminda AE. 2010. Identifikasi Tutupan Lahan dengan Citra ALOS PALSAR Resolusi 50 m dan 12,5 m (Studi Kasus di Propinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, IPB.

Riswanto E. 2009. Evaluasi Akurasi Klasifikasi Penutupan Lahan Menggunakan Citra ALOS PALSAR Resolusi Rendah Studi Kasus di Pulau Kalimantan [Skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, IPB.

Salman F. 2011. Evaluasi Manual Penafsiran Visual Citra Alos Palsar Dalam Mengidentifikasi penutupan Lahan Menggunakan Citra Alos Palsar Resolusi 50 M [Skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

(52)

APLIKASI CITRA ALOS PALSAR MULTIWAKTU

RESOLUSI 50 m DALAM IDENTIFIKASI PERUBAHAN

TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI LAMPUNG

RISKA DWI NURJAYANTI

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(53)

APLIKASI CITRA ALOS PALSAR MULTIWAKTU

RESOLUSI 50 m DALAM IDENTIFIKASI PERUBAHAN

TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI LAMPUNG

RISKA DWI NURJAYANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

(54)

RINGKASAN

RISKA DWI NURJAYANTI. Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan di Provinsi Lampung. Dibimbing Oleh M. BUCE SALEH.

Perubahan penutupan lahan merupakan keadaan suatu lahan yang karena manusia mengalami kondisi yang berubah pada waktu yang berbeda (Lillesand & Kiefer 1990). Perubahan tutupan lahan memiliki dinamika perubahan yang berbeda antara tutupan lahan yang satu dengan yang lainnya, sehingga diperlukan monitoring yang berkelanjutan untuk mengamati perubahan tersebut. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh menjadi bagian yang sangat penting dalam pemetaan penutupan dan penggunaan lahan serta perubahan tutupan lahan yang berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer. Penggunaan citra optik LANDSAT dan SPOT di Indonesia memiliki kendala dari tutupan awan, sehingga untuk mereduksi kendala tersebut digunakan sistem penginderaan jauh aktif (radar) yang memiliki kemampuan beroperasi pada siang dan malam hari tanpa terpengaruh cuaca. Pada tahun 2006, pemerintah Jepang meluncurkan satelit ALOS (Advanced Land Observing Sattelite) yang membawa sensor radar (JICA 2011). Salah satu jenis sensornya yaitu PALSAR (Phased Array Type L-band Shynthetic Aperture Radar) yang beroperasi setiap tahunnya, sehingga dapat digunakan untuk pemantauan perubahan tutupan lahan.

Penelitian ini memiliki tujuan menganalisis perubahan tutupan lahan dan mengidentifikasi dinamika perubahan dalam kurun waktu satu tahun yaitu tahun 2008 dan tahun 2008-2009 serta kurun waktu dua tahun yaitu tahun 2007-2009 dengan menggunakan citra ALOS PALSAR multiwaktu resolusi spasial 50 m di Provinsi Lampung. Penelitian lapang dilaksanakan pada tanggal 10-18 Agustus 2012 di Provinsi Lampung. Metode yang digunakan adalah analisis perubahan tutupan lahan secara visual kombinasi RGB HH-HV-HH/HV skala 1:50.000 dan matriks perubahan tutupan lahan.

Hasil analisis secara visual citra ALOS PALSAR resolusi 50 m menampilkan 17 kelas tutupan lahan yaitu badan air, bandara, hutan lahan kering, hutan rawa, hutan tanaman, kebun campuran, kebun nanas, kebun tebu, lahan terbuka, padang rumput, perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit, permukiman, pertanian lahan kering, sawah, semak/belukar rawa, dan tambak. Pola perubahan yang dapat diamati di Provinsi Lampung adalah perubahan drastis yaitu perubahan dari lahan terbuka menjadi lahan bervegetasi atau sebaliknya dari lahan bervegetasi menjadi lahan terbuka. Perubahan tutupan lahan baik kurun waktu satu tahun maupun kurun waktu dua tahun di Provinsi Lampung memiliki perubahan yang sama berdasarkan kelas tutupan lahannya yaitu lahan terbuka menjadi kebun tebu, lahan terbuka menjadi kebun nanas, kebun tebu menjadi lahan terbuka, kebun nanas menjadi lahan terbuka dan perkebunan karet menjadi lahan terbuka.

(55)

SUMMARY

RISKA DWI NURJAYANTI. The Aplication of Multitime ALOS PALSAR Image with 50 m Resolution on the Identification of Land Cover Change in Lampung Province. Under supervision of M. BUCE SALEH.

Land cover change is a state of land in which changes occured through passing time due to human activities (Lillesand & Kiefer 1990). Land cover change has different change dynamics between one land to another, that it requires continuous monitoring to observe those changes. The use of remote sensing technology had become a very important part in the mapping of land-closure and land-use, as well as land cover changes associated with the study of vegetation, crops and soil of the biosphere. Cloud cover had posed obstacles in the use of LANDSAT and SPOT optical imagery in Indonesia. Active remote sensing systems (radar) which has the ability to one way technology to overcome the obstacles. In 2006, the Japanese government launched a satellite named ALOS (Advanced Land Observing Sattelite) that carries the radar sensor (JICA 2011). One of the sensor types is PALSAR (Phased Array Type L-band Shynthetic Aperture Radar) operating each year, so it can be used for monitoring land cover change.

This study aimed to analyze land cover change and identity the dynamics of changes in one year periods of 2007-2008 and 2008-2009, as well as the two-year period of 2007-2009 using multitime ALOS PALSAR image with spatial resolution of 50 m in Lampung province. Field research was conducted on August 10th until 18th 2012 in Lampung province. The method of this research is visual analysis of land cover change combining RGB HH-HV-HH/HV 1:50.000 scale and matrix of land cover change.

The results of the visual analysis of ALOS PALSAR imagery in 50 m resolution showed 17 land cover classes namely water, airport, dry land forest, swamp forest, plantation forest, multiplants field, pineapple field, sugarcane field, open land, savanna, rubber wood plantation, oil palm plantation, settlements, dry land farming, paddy fields, scrub / shrub wetlands, and ponds. The pattern of changes observed in Lampung province was a drastic change in which open land changed into a vegetated land or otherwise vegetated land changed into open land. Based on the type of land cover, the change of land cover in Lampung both in one year and two years periods had the similar kind of change, which was transformation from open land into sugarcane field, open land into pineapples field, sugarcane field into open land, pineapple field into open land, and rubber wood plantation into open land.

(56)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan di Provinsi Lampung adalah benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

(57)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Tutupan Lahan di Provinsi Lampung Nama : Riska Dwi Nurjayanti

NIM : E14080038

Mengetahui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS NIP. 19571005 198303 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Manajemen Hutan

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001

(58)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 10 Januari 1989 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Suharto dan Marheningsih. Penulis lulus dari SMAN 1 Jember pada tahun 2008 dan pada tahun yang sama penulis masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2008 penulis memilih Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB sebagai Mayor serta Agroforestry dari Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB sebagai minor. Pada tahun 2010 penulis mengambil minat di Laboratorium Remote Sensing Departemen Manajemen Hutan.

Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif pada salah satu organisasi kemahasiswaan di Fakultas Kehutanan IPB yaitu Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) Fakultas Kehutanan IPB sebagai sekretaris umum periode 2009 - 2011, ketua pembangunan papan panjat RIMPALA dan anggota aktif divisi panjat pohon (Tree Climbing Division) tahun 2008 - 2012. Penulis menjadi asisten mata kuliah Tehnik Inventarisasi tahun ajaran 2011 - 2012 dan asisten pembinaan sarana dan prasarana kebakaran hutan Manggala Agni tahun 2012.

Selain itu, penulis melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) jalur Sancang-Kamojang tahun 2009. Pada tahun 2010 praktek Pembinaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat dan Praktek Kerja Profesi di HPH PT. Fortuna, Kalimantan Tengah.

(59)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan kasih sayangNya sehingga skripsi yang berjudul Aplikasi Citra ALOS PALSAR Multiwaktu Resolusi 50 m dalam Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan di Provinsi Lampung dapat diselesaikan. Perubahan tutupan lahan memiliki dinamika perubahan yang berbeda-beda antara tutupan lahan yang satu dengan tutupan lahan yang lainnya, sehingga diperlukan monitoring berkelanjutan untuk pemantauan perubahan tutupan lahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan pengembangan lebih lanjut. Penulis berharap karya ini tidak mengurangi hakikat kebenaran ilmiahnya dan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

(60)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran terselesaikannya penyusunan skripsi ini, terutama kepada :

1. Orang tua penulis Bapak Suharto dan Ibu Marheningsih, kakak-adik penulis, serta keluarga besar penulis untuk dukungan dan kasih sayangnya,

2. Dr. Ir. M. Buce Saleh, MS selaku dosen pembimbing, atas segala kesabarannya telah membimbing penulis dan senantiasa menjadi Bapak yang baik bagi penulis,

3. Prof. Dr. I Nengah Surati Jaya, M.Agr, Ir. Suwarno Sutarahardja dan Dr. Dra. Nining Puspaningsih, M.Si atas bimbingannya,

4. Ibu Resti Meilani, S.Hut, MSi. selaku dosen penguji dan Ir. Ahmad Hajib, MS selaku ketua sidang pada ujian komprehensif penulis,

5. Bapak Uus Saepul M., Bapak Bejo, dan Kak Ratih atas segala bimbingan yang diberikan kepada penulis,

6. Seluruh dosen dan staf Departemen Manajemen Hutan pada khususnya serta seluruh dosen Fakultas Kehutanan IPB pada umumnya yang telah memberikan ilmu, dukungan, dan bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan IPB dengan lancar,

7. Keluarga besar Ir. Indrianto, MP atas fasilitas dan bimbingannya selama pengambilan data penelitian di Provinsi Lampung,

8. Nurani Hardikananda dan Bramas Arista Trihanggara atas bantuannya dalam pengambilan data penelitian di Provinsi Lampung,

9. Keluarga besar Rimbawan Pecinta Alam (RIMPALA) Fakultas Kehutanan IPB atas dukungan dan semangatnya,

10. Keluarga besar lab. Remote Sensing dan GIS Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan atas dukungan dan semangatnya,

11. Keluarga besar MNH khususnya MNH 45 atas segala kebersamaan dan dukungannya,

(61)

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 1.3 Manfaat Penelitian ... 2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Penginderaan jauh……….... 3

2.2 RADAR (Radio Detecting and Ranging)………... 3

2.3 ALOS PALSAR………... 6

2.4 Penggunaan Citra ALOS PALSAR untuk Identifikasi

Tutupan Lahan ………... 8

2.5 Perubahan Tutupan Lahan ………. 9 BAB III. METODOLOGI ... 11

3.1 Waktu dan Tempat ... 11 3.2 Alat dan Data ... 11 3.2.1 Alat ... 11 3.2.2 Data ... 11 3.3 Metode Pengolahan Data ... 11 3.3.1 Pra-Pengolahan Data Citra ... 11 3.3.1.1 Pembuatan Citra Sintesis (Synthetic band) ... 11 3.3.3.2 Interpretasi Visual ... 12 3.3.3.3 Analisis Perubahan Tutupan Lahan secara

(62)
(63)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

(64)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

(65)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penginderaan jauh merupakan teknik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh dari alat, tanpa menyentuh/kontak langsung dengan objek, wilayah atau fenomena yang dikaji. Objek yang diambil berupa gejala di permukaan bumi atau ruang angkasa terbatas pada objek yang tampak, yaitu objek permukaan bumi (atmosfer, biosfer, hidrosfer dan litosfer) yang tidak terlindungi oleh objek lain. Pemanfaatan teknologi penginderaan jauh menjadi bagian yang sangat penting dalam pemetaan penutupan dan pengunaan lahan yang berhubungan dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer.

(66)

1.2Tujuan

Menganalisis perubahan tutupan lahan dan mengidentifikasi dinamika perubahan dalam kurun waktu satu tahun dan dua tahun menggunakan citra ALOS PALSAR multiwaktu tahun 2007, 2008 dan tahun 2009 dengan resolusi spasial 50 m di Provinsi Lampung.

1.3Manfaat

1. Memberikan informasi tentang perubahan tutupan lahan di Provinsi Lampung 2. Sebagai data pelengkap untuk perubahan tutupan lahan yang tidak dapat

(67)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh merupakan tehnik dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, wilayah atau fenomena dengan menganalisa data yang diperoleh dari alat, tanpa menyentuh/kontak langsung dengan objek, wilayah atau fenomena yang dikaji (Lillesand & Kiefer 1990). Berdasarkan sumber energi elektromagnetik yang digunakan, penginderaan jauh dibedakan menjadi dua yaitu penginderaan jauh pasif dan pengideraan jauh aktif. Penginderaan jauh pasif merupakan suatu sistem yang menggunakan sumber energi yang telah ada (reflektansi energi matahari dan/atau radiasi dari objek secara langsung), sedangkan penginderaan jauh aktif merupakan suatu sistem yang menggunakan sumber energi buatan (microwave). Pengumpulan data penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat pengindera atau alat pengumpul data yang disebut sensor. Beberapa sensor yang menggunakan sistem penginderaan jauh pasif diantaranya MESSR, IRS, JERS-1, OPS dan potret udara, sedangkan sensor yang menggunakan sistem penginderaan jauh aktif adalah radar, seperti RADARSAT, ERS-1, JERS-1, ALOS PALSAR.

2.2RADAR (Radio Detecting and Ranging)

(68)

merupakan rekaman pantulan energi atau emisi yang memiliki arti yang berbeda berdasarkan kepekaan spektral detektor atau film yang digunakan. Tekstur dikaitkan dengan frekuensi perubahan rona, yang menghasilkan satu kesimpulan mengenai derajat kekasaran atau kehalusan dari kenampakan citra. Bentuk mencerminkan bentuk umum atau kerangka mengenai objek. Ukuran atau dimensi suatu objek merupakan kunci penting untuk identifikasi objek yang bentuknya sama dan dapat digunakan sebagai standar perbandingan. Asosiasi atau lokasi objek dalam hubungannya dengan objek lain yang berguna dalam memberikan informasi atau petunjuk tentang objek tersebut apabila karakteristik lainnya tidak dapat mengidentifikai objek tersebut (LO 1996).

Menurut JICA dan Fakultas Kehutanan IPB (2010), sebuah sistem radar mempunyai tiga fungsi sebagai berikut:

1. Sensor memancarkan gelombang microwave (radio) ke bidang permukaan tertentu,

2. Sensor tersebut menerima beberapa bagian dari energi yang dipancarkan balik (backscatter) oleh permukaan,

3. Sensor ini dapat menangkap kekuatan (detection, amplitude) dan perbedaan waktu (ranging, phase) dari pancar balik gelombang energi.

SAR (Synthetic Aperture Radar) merupakan sebuah sistem radar yang mengindera secara menyamping dan dapat menghasilkan citra resolusi tinggi. SAR mengindera sepanjang jalurnya dan dapat mengakumulasi data dan melalui cara ini, sebuah jalur permukaan bumi di iluminasi baik secara parallel maupun searah dengan jalur terbangnya. Dari data sinyal yang terekam, selanjutnya diproses untuk menghasilkan citra radar. Jarak yang menyamping tersebut disebut

dengan “range”, sehingga dikenal near range (sapuan dekat) yaitu yang terdekat dengan nadir (titik di bawah sensor radar) dan far range (sapuan jauh) yaitu jarak terjauh dari sensor radar. Jarak yang searah jalur disebut dengan azimuth. SAR menggunakan proses sinyal dijital untuk memfokuskan sinar dan membuat resolusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang dapat diperoleh oleh radar konvensional (Fakultas Kehutanan IPB 2011).

(69)

radar menentukan bentangan yang terpencar oleh atmosfer. Daya tembus pulsa radar dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu daya tembus terhadap atmosfer dan daya tembus terhadap permukaan (Salman 2011). Polarisasi merupakan arah rambat dari gelombang mikro aktif yang dipancarkan dan ditangkap oleh sensor radar. Sinyal radar dapat ditransmisikan dan diterima dalam bentuk polarisasi yang berbeda. Satu sinyal radar dapat ditransmisikan pada bidang datar (H) ataupun tegak lurus (V), sinyal tersebut dapat pula diterima pada bidang datar atau tegak lurus. Ada empat kemungkinan kombinasi sinyal transmisi dan penerimaan yang berbeda, yaitu HH, HV, VH, dan VV. Polarisasi paralel atau searah merupakan kombinasi HH dan VV.

Kekasaran atau bentuk umum objek-objek yang ada di permukaan bumi akan mempengaruhi bentuk pantulan pulsa radar. Secara umum Lillesand & Kiefer (1990) membagi bentuk pantulan pulsa radar menjadi tiga, yaitu pantulan baur, pantulan sempurna dan pantulan sudut.

Gambar 1 Bentuk pantulan radar dari berbagai macam permukaan menurut Lillesand & Kiefer (1990) Baur (a); Sempurna (b); Sudut (c).

(70)

gelombang yang diterima sensor sangat sedikit. Objek-objek yang memantul secara sempurna antara lain permukaan air dan permukaan tanah yang diperkeras (Lillesand & Kiefer 1990), sedangkan pantulan sudut dihasilkan dari permukaan halus yang bersudut siku-siku (Gambar 1c).

Permukaan bumi yang dikenai pancaran radar akan memberikan pancar balik (backscatter) yang antara lain bergantung pada sudut dari objek dengan arah pancarnya, atau biasa disebut sudut pandang lokal (local incident angle). Sudut ini bergantung pada slope bentang alam yang ada dalam wilayah yang sedang diindera, sehingga besaran sudut ini akan menentukan besaran kecerahan (tone) dari pikselnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR dapat dikelompokan kedalam dua kelompok besar, yaitu sistem sensor dan target objeknya. Dari sistem sensor terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR (Fakultas Kehutanan IPB 2011), yaitu:

1. Panjang gelombang microwave yang digunakan (band X, C, S, L dan P) 2. Polarisasi (HH, HV, VV, VH)

3. Sudut pandang dan orientasi 4. Resolusinya

Faktor yang mempengaruhi besaran backscatter SAR dari sistem target adalah :

1. Kekasaran, ukuran dan orientasi objek termasuk didalamnya biomassa

2. Konstanta dielektrik (antara lain dapat berupa kelembaban atau kandungan air) 3. Sudut kemiringan atau slope dan orientasinya (sudut pandang lokal, local

incident angle).

2.3 ALOS PALSAR

(71)

sedangkan PALSAR merupakan sensor SAR. Untuk dapat bekerja dengan ketiga jenis sensor diatas, ALOS dil

Gambar

Gambar 3  Perubahan tutupan lahan Provinsi Lampung tahun 2007 - 2008.
Gambar 4  Perubahan tutupan lahan Provinsi Lampung tahun 2008 - 2009.
Gambar 5  Perubahan tutupan lahan Provinsi Lampung tahun 2007 - 2009.
Gambar 8  Penampakan perkebunan karet pada citra ALOS PALSAR.
+7

Referensi

Dokumen terkait

(a) Metode klasifikasi kualitatif (visual) pada citra komposit ALOS PALSAR resolusi 50 meter di wilayah barat Provinsi Jambi (Kabupaten Sarolangun, Kerinci, Tebo, Bungo

Dahlan (2005) melakukan penelitian model pendugaan kandungan karbon pada tegakan Acacia mangium dengan menggunakan citra optik yaitu Landsat ETM+ dan SPOT-5,

Terdapat 8 kelas tutupan lahan hasil dari interpretasi visual citra yaitu hutan tanaman pinus, pemukiman, badan air, pertanian lahan kering, sawah,

Hasil identifikasi tutupan lahan klasifikasi secara visual pada penelitian ini diperoleh 12 kelas tutupan lahan yaitu awan, bayangan awan, badan air, lahan terbangun,

Hasil analisis secara visual citra ALOS AVNIR-2 resolusi 50 m kombinasi RGB 3-4-2 menampilkan 8 kelas tutupan lahan, yaitu tutupan lahan badan air, pertanian lahan

Secara visual, hasil analisis menunjukkan bahwa citra ALOS PALSAR resolusi 50 m dapat diklasifikasikan dalam 14 kelas tutupan lahan dengan akurasi Kappa 83,27%, sedangkan pada

Dalam penelitan ini, sensor PALSAR digunakan untuk pendugaan distribusi biomassa di lahan bekas tambang di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung..

Perbandingan luas tutupan lahan yang dihasilkan dari citra Landsat 7 ETM+ dengan citra ALOS PALSAR hasil klasifikasi menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing (