• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Lama Hari Rawat Dalam Terjadinya Luka Dekubitus pada Pasien Immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Lama Hari Rawat Dalam Terjadinya Luka Dekubitus pada Pasien Immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN LAMA HARI RAWAT DALAM TERJADINYA LUKA DEKUBITUS PADA PASIEN IMMOBILISASI

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN

SKRIPSI Oleh Suheri 081121022

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Judul : Gambaran Lama Hari Rawat Dalam Terjadinya Luka Dekubitus pada Pasien Immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan

Peneliti : Suheri

NIM : 081121022

Jurusan :Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2009

Tanggal Lulus : 30 Desember 2009 Pembimbing

Cholina T. Siregar, M.Kep, Sp.KMB NIP. 19770726 200112 2 001

Penguji I

Ikhsanuddin, A. Hrp. S.Kp. MNS NIP. 19740824 200212 1 002 Penguji II

Erniyati, S.Kp, MNS

NIP. 19671208 199903 2 001

Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara telah Menyetujui Skripsi ini sebagai bagian dari persyaratan kelulusan Sarjana Keperawatan (S.Kep)

Medan, 30 Desember 2009 Pembantu Dekan I

Erniyati, S.Kp, MNS

(3)

Prakata

Alhamdulillah rasa syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan kesempatan bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Lama Hari Rawat Dalam Terjadinya Luka Dekubitus pada Pasien Immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan”.

Ucapan terimakasi saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimibingan dan dukungan dalam proses penyelesaian Skripsi ini, sebagai berikut :

1. Ibu Cholina T. Siregar, M.Kep, Sp.KMB selaku pembimbing skripsi.

2. Bapak Dr. Dedi Ardinata M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Direktur RSUP Haji Adam Malik Medan.

5. Bapak Drs. Palas Tarigan, Apt. selaku Kepala Instalasi Litbang RSUP Haji Adam Malik Medan.

6. Penguji I Bapak Ikhsanuddin, A. Hrp. S.Kp. MNS dan Penguji II Ibu Erniyati, S.Kp, MNS serta Staf Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. 7. Ayanda H. Sumantri dan Ibunda Nafsiah Br. Purba tercinta yang menjadi

motivasi dalam hidup penulis yang selalu berdoa, menyayangi, memberi dorongan baik moril maupun materil, Abangku (Darmansyah, Rahmadhan Helmi) dan Adikku (Andrian), keluarga besar penulis.

8. Teman-teman seangkatan ekstensi Jalur-B Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara stambuk 2008 dan seluruh sahabat penulis.

(4)

Akhirnya penulis mengharapankan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peningkatan pengetahuan dan pengembangan profesi keperawatan.

Medan, Desember 2009

(5)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Prakata ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Skema ... viii

Daftar Tabel ... ix

4.1 Bagi Praktek Keperawatan ... 5

4.1 Bagi Ilmu Keperawatan ... 5

4.1 Bagi Peneliti Keperawatan ... 5

BAB 2 Tujuan Pustaka 1. Luka Dekubitus ... 6

1.1. Pengertian Luka Dekubitus ... 6

1.2. Faktor Resiko Luka Dekubitus ... 7

1.3. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Luka Dekubitus ... 9

1.4. Patogenesis Luka Dekubitus ... 16

1.5. Klasifikasi Luka Dekubitus ... 17

1.6. Komplikasi Luka Dekubitus ... 18

1.7. Tempat Terjadinya Luka Dekubitus ... 20

1.8. Pengkajian Luka Dekubitus ... 20

2. Immobilisasi ... 26

2.1. Pengertian Immobilisasi ... 26

(6)

2.3. Tingkat Immobilisasi ... 30

2.4. Efek Samping Immobilisasi ... 31

3. Lama Hari Rawat ... 33

3.1. Pengertian Lama Hari Rawat ... 33

3.2. Waktu Terjadinya Luka Dekubitus ... 35

BAB 3 Kerangka Penelitian 1. Kerangka Penelitian ... 37

2. Defenisi Operasional ... 38

BAB 4 Metode Penelitian 1. Desain Penelitian ... 39

5.1. Kuesioner Demografi ... 41

5.2. Kuesioner Evaluasi Lama Rawat ... 41

6. Validitas dan Realibilitas ... 41

7. Pengumpulan Data... 42

8. Analisa Data ... 43

BAB 5 Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Hasil Penelitian ... 44

1.1. Karakteristis Responden ... 44

1.2. Gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan .. 45

(7)

BAB 6 Kesimpulan dan Rekomendsi

1. Kesimpulan ... 49

2. Rekomendasi ... 50

2.1. Rekomendasi terhadap praktek keperawatan ... 50

2.2. Rekomendasi terhadap pendidikan keperawatan ... 50

2.3. Rekomendasi terhadap peneliti selanjutnya ... 50

2.4. Rekomendasi terhadap rumah sakit ... 50

Daftar Pustaka ... 51

Lampiran-Lampiran ... 53

1. Lembar Persetujuan Responden ... 53

2. Instrumen Penelitian ... 54

3. Hasil Analisa Data ... 57

4. Surat Selesai Penelitian ... 60

(8)

DAFTAR SKEMA

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengkajian Resiko Luka Dekubitus ... 21 Tabel 2. Kerangka Operasional Penelitian ... 38 Tabel 5.1. Distribusi frekuensi berdasarkan 45 responden menurut usia,berat

badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan diagnosa di ruang rawat RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan Agustus s/d September 2009. ... 44 Tabel 5.2. Distribusi frekuensi responden menurut lama hari rawat dalam

(10)

Judul : Gambaran Lama Hari Rawat Dalam Terjadinya Luka Dekubitus pada Pasien Immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan

Peneliti : Suheri

NIM : 081121022

Jurusan :Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2009

ABSTRAK

Lama hari rawat pada pasien immobilisasi dalam mendapat perawatan memiliki resiko tinggi terjadi luka dekubitus. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada kondisi kesehatan secara keseluruhan dan tingkat immobilisasi yang dialami.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 45 orang responden. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan format evaluasi. Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan statistik deskriptif, kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi 88,8% muncul luka dekubitus dengan rata-rata lama hari rawat pada hari ke lima perawatan dan pada hari pertama responden mendapat perawatan di rumah sakit luka dekubitus tidak muncul sama sekali. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan acuan bagi perawat dan rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien immobilisasi dengan perawatan kulit yang terencana dan konsisten.

(11)

Judul : Gambaran Lama Hari Rawat Dalam Terjadinya Luka Dekubitus pada Pasien Immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan

Peneliti : Suheri

NIM : 081121022

Jurusan :Sarjana Keperawatan (S.Kep) Tahun Akademik : 2009

ABSTRAK

Lama hari rawat pada pasien immobilisasi dalam mendapat perawatan memiliki resiko tinggi terjadi luka dekubitus. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada kondisi kesehatan secara keseluruhan dan tingkat immobilisasi yang dialami.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan jumlah sampel sebanyak 45 orang responden. Sampel diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan format evaluasi. Data yang telah terkumpul dianalisa dengan menggunakan statistik deskriptif, kemudian hasil analisa data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi 88,8% muncul luka dekubitus dengan rata-rata lama hari rawat pada hari ke lima perawatan dan pada hari pertama responden mendapat perawatan di rumah sakit luka dekubitus tidak muncul sama sekali. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan acuan bagi perawat dan rumah sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien immobilisasi dengan perawatan kulit yang terencana dan konsisten.

(12)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Perawatan kulit yang tidak terencana dan konsisten dapat mengakibatkan terjadinya gangguan integritas kulit (Hoff, 1989). Gangguan integritas kulit dapat diakibatkan oleh tekanan yang lama, iritasi kulit, atau immobilisasi dan berdampak akhir timbulnya luka dekubitus.

Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (National Pressure Ulcer Advisory Panel, 1989). Margolis (1995) juga mengatakan bahwa luka dekubitus merupakan kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berlebihan. Luka dekubitus berkembang dari permukaan luar kulit ke lapisan dalam (Margolis, 1995). Namun menurut hasil penelitian saat ini, luka dekubitus juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti fascia dan otot walaupun tanpa adanya kerusakan pada permukaan kulit yang dikenal dengan istilah injuri jaringan bagian dalam (Deep Tissue Injury) (Van Rijswijk, 1999).

(13)

dan malnutrisi ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri, serta mengalami gangguan tingkat kesadaran (Potter & Perry, 2006).

Pasien yang mengalami penurunan mobilitas, gangguan fungsi neurologi, penurunan persepsi sensorik, ataupun penurunan sirkulasi beresiko terjadi dekubitus Margolis (1995). Pasien dengan immobilisasi yang berlangsung lama berpotensi besar untuk mengalami dekubitus (Roah, 2000). Menurut Potter & Perry (2005), ada empat faktor resiko penyebab dekubitus yaitu gangguan input sensorik, gangguan fungsi motorik, perubahan tingkat kesadaran, gips, traksi, alat ortotik, dan peralatan lain. Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan jaringan subkutan lebih sensitif terhadap iskemia jaringan akibat tidak adanya darah secara lokal atau penurunan aliran darah akibat obstruksi mekanika (Pires & Muller, 1991).

(14)

Penelitian Cooney & Reuler (1991), di Amerika Serikat ada sekitar 70% pasien yang mengalami luka dekubitus di rumah sakit terjadi pada minggu pertama sampai minggu ke dua selama di rawat.

Sabandar (2008) mengatakan tanda-tanda luka dekubitus terjadi akibat posisi pasien yang tidak berubah (immobilisasi) dalam jangka waktu lebih dari 6 jam selama masa perawatan berlangsung.

Angka prevalensi pada tempat perawatan jangka panjang berada pada retang 23% (Langemo et al, 1989), 5% (McKnight, 1992), dan 3,5% (Skelskey, 1994). Luka dekubitus juga terjadi dengan frekuensi yang cukup tinggi pada pasien-pasien neurologis oleh karena immobilisasi yang lama dan berkurangnya kemampuan sensorik (Potter & Perry, 2006). Insiden luka dekubitus pada penderita dengan trauma medulla spinalis mencapai 25-85% (Sabandar, 2008).

Tingginya angka kejadian dekubitus dapat mempengaruhi lama perawatan dan biaya perawatan rumah sakit (The Agency for Health Care Policy and Research, 1994). Maklebust (1987) mengatakan munculnya luka dekubitus

mengakibatkan meningkatnya biaya asuhan keperawatan sebesar 50% dan sulit untuk menentukan biaya pengobatan yang diperlukan pasien. Tingginya biaya asuhan keperawatan ini diperkirakan antara $5000 - $27000 perorang, tergantung tingkat keparahan luka dekubitus yang dialami (Maklebust, 1987; Stotts, 1988; Bryant, 1992).

(15)

Berdasarkan data yang diperoleh dari kepala Instalasi Rindu A, Rindu B, dan IPI RSUP Haji Adam Malik Medan pada tanggal 1 Juni 2009, terdapat pasien immobilisasi yang berjumlah 451 pasien pada bulan Februari s/d April 2009 yang berada di ruang rawat inap yaitu RA1 berjumlah 37 pasien, RA2 berjumlah 25 pasien, RA3 berjumlah 9 pasien, RA4 berjumlah 110 pasien, RB2 berjumlah 48 pasien, RB3 berjumlah 63 pasien, dan ICU dewasa berjumlah 159 pasien.

Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti bersama pegawai ruangan rawat inap yang bersangkutan pada tanggal 1 Juni 2009 diperoleh data 6 pasien immobilisasi mengalami luka dekubitus derajat 1 dan 2 yang berada di ruang rawat inap RA1 berjumlah 1 pasien, RA3 berjumlah 1 pasien, RA4 berjumlah 2 pasien, RB2 berjumlah 1 pasien, dan RB3 berjumlah 1 pasien di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Melihat permasalahan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan.

2. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan?

3. Tujuan Penelitian

(16)

4. Manfaat Penelitian

4.1. Bagi Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan bagi perawat mengenai gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai standar yang telah yang ditentukan.

4.2. Bagi Ilmu Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu keperawatan khususnya dalam melakukan perawatan pasien immobilisasi.

4.3. Bagi Peneliti Lanjutan

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Luka Dekubitus

1.1. Pengertian Luka Dekubitus

Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang didefinisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008). NPUAP (1989) mengatakan dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan permukaan eksternal dalam jangka waktu lama. Terjadi gangguan mikrosirkulasi jaringan lokal dan mengakibatkan hipoksia jaringan. Jaringan memperoleh oksigen dan nutrisi serta membuang sisa metabolisme melalui darah. Beberapa faktor yang menggangu proses ini akan mempengaruhi metabolisme sel dan fungsinya serta kehidupan dari sel. Tekanan mempengaruhi metabolisme sel dengan cara mengurangi atau menghilangkan sirkulasi jaringan yang menyebabkan iskemi jaringan.

Iskemia jaringan adalah tidak adanya darah secara lokal atau penurunan aliran darah akibat obstruksi mekanika (Pires & Muller, 1991). Penurunan aliran darah menyebabkan daerah tubuh menjadi pucat. Pucat terlihat ketika adanya warna kemerahan pada pasien berkulit terang. Pucat tidak terjadi pada pasien berkulit pigmennya gelap (Potter & Perry, 2005).

(18)

yang dibutuhkan untuk menutup kapiler misalnya jika tekanan melebihi tekanan kapiler normal yang berada pada rentang 16 sampai 32 mmHg (Maklebust, 1987).

Setelah periode iskemi, kulit yang terang mengalami satu atau dua perubahan hiperemi. Hiperemia reaktif normal (kemerahan) merupakan efek vasodilatasi lokal yang terlihat, respons tubuh normal terhadap kekurangan aliran darah pada jaringan dibawahnya, area pucat setelah dilakukan tekanan dengan ujung jari dan hiperemia reaktif akan menghilang dalam waktu kurang dari satu jam. Kelainan hyperemia reaktif adalah vasodilatasi dan indurasi yang berlebihan sebagai respons dari tekanan. Kulit terlihat berwarna merah muda terang hingga merah. Indurasi adalah area edema lokal dibawah kulit. Kelainan hiperemia reaktif dapat hilang dalam waktu antara lebih dari satu jam hingga dua minggu setelah tekanan dihilangkan (Pires & Muller, 1991).

Ketika pasien berbaring atau duduk maka berat badan berpindah pada penonjolan tulang. Semakin lama tekanan diberikan, semakin besar resiko kerusakan kulit (Potter & Perry, 2005). Tekanan menyebabkan penurunan suplai darah pada jaringan sehingga terjadi iskemi. Apabila tekanan dilepaskan akan terdapat hiperemia reaktif, atau peningkatan aliran darah yang tiba-tiba ke daerah tersebut. Hyperemia reaktif merupakan suatu respons konpensasi dan hanya efektif jika tekanan di kulit dihilangkan sebelum terjadi nekrosis atau kerusakan. 1.2. Faktor Resiko Luka Dekubitus

Menurut Potter & Perry (2005), ada berbagai faktor yang menjadi predisposisi terjadi luka dekubitus pada pasien yaitu :

(19)

Pasien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan berisiko tinggi mengalami gangguan integritas kulit daripada pasien yang sensansinya normal. Pasien yang mempunyai persepsi sensorik yang utuh terhadap nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan tekanan atau nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika pasien sadar dan berorientasi, mereka dapat mengubah posisi atau meminta bantuan untuk mengubah posisi.

b. Gangguan Fungsi Motorik

Pasien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri berisiko tinggi terjadi dekubitus. Pasien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi, tidak mampu mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Hal ini meningkatkan peluang terjadi dekubitus. Pada pasien yang mengalami cedera medulla spinalis terdapat gangguan motorik dan sensorik. Angka kejadian dekubitus pada pasien yang mengalami cedera medula spinalis diperkirakan sebesar 85%, dan komplikasi luka ataupun berkaitan dengan luka merupakan penyebab kematian pada 8% populasi ini (Reuler & Cooney, 1981).

c. Perubahan Tingkat Kesadaran

(20)

menjadi bingung. Beberapa contoh adalah pada pasien yang berada di ruang operasi dan untuk perawatan intensif dengan pemberian sedasi.

d. Gips, Traksi, Alat Ortotik, dan Peralatan Lain

Gips dan traksi mengurangi mobilisasi pasien dan ekstremitasnya. Pasien yang menggunakan gips beresiko tinggi terjadi dekubitus karena adanya gaya friksi eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit. Gaya mekanik kedua adalah tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu ketat dikeringkan atau jika ekstremitasnya bengkak.

Peralatan ortotik seperti penyangga leher digunakan pada pengobatan pasien yang mengalami fraktur spinal servikal bagian atas. Luka dekubitus merupakan potensi komplikasi dari alat penyangga leher ini. Sebuah studi yang dilakukan Plaiser et. al (1994) mengukur jumlah tekanan pada tulang tengkorak dan wajah yang diberikan oleh empat jenis penyangga leher yang beda dengan subjek berada posisi telentang dan upright (bagian atas lebih tinggi). Hasilnya menunjukkan bahwa pada beberapa penyangga leher, terdapat tekanan yang menutup kapiler. Perawat perlu waspada terhadap resiko kerusakan kulit pada klien yang menggunakan penyangga leher ini. Perawat harus mengkaji kulit yang berada di bawah penyangga leher, alat penopang (braces), atau alat ortotik lain untuk mengobservasi tanda-tanda kerusakan kulit.

1.3. Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Luka Dekubitus

(21)

antaranya gaya gesek, friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer, obsitas, kekeksia, dan usia.

a. Gaya Gesek

(22)

b. Friksi

Friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan saat kulit digeser pada permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur (AHCPR, 1994). Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi mempengaruhi epidermis atau lapisan kulit bagian atas, yang terkelupas ketika pasien mengubah posisinya. Seringkali terlihat cedera abrasi pada siku atau tumit (Wysocki & Bryant, 1992). Karena cara terjadi luka seperti ini, maka perawat sering menyebut luka bakar seprei “sheet burns” (Bryant et al, 1992). Cedera ini dapat terjadi pada pasien gelisah, pasien yang gerakannya tidak terkontrol, seperti kondis kejang, dan pasien yang kulitnya diseret daripada diangkat dari permukaan tempat tidur selama perubahan posisi (Maklebust & Sieggreen, 1991). Tindakan keperawatan bertujuan mencegah cedera friksi antara lain sebagai berikut: memindahkan klien secara tepat dengan menggunakan teknik mengangkat yang benar, meletakkan benda-benda di bawah siku dan tumit seperti pelindung dari kulit domba, penutup kulit, dan membran transparan atau balutan hidrokoloid untuk melindungi kulit, dan mengunakan pelembab untuk mempertahankan hidrasi epidermis.

c. Kelembaban

Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan terjadinya kerusakan integritas kulit. Akibat kelembaban terjadi peningkatkan resiko pembentukan dekubitus sebanyak lima kali lipat (Reuler & Cooney, 1981). Kelembaban menurunkan resistensi kulit terhadap faktor fisik lain seperti tekanan atau gaya gesek.

(23)

dan utuh. Untuk itu perawat harus memasukkan higienis dalam rencana perawatan. Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi dari sistem yang mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah, dan inkontinensia. Beberapa cairan tubuh seperti urine, feses, dan drainase luka menyebabkan erosi kulit dan meningkatkan resiko terjadi luka akibat tekanan pada pasien.

d. Nutrisi Buruk

Pasien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan penurunan jaringan subkutan yang serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan diantara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan meningkat pada jaringan tersebut. Malnutrisi merupakan penyebab kedua hanya pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi, patogenesis, dekubitus yang tidak sembuh (Hanan & Escheele, 1991). Pasien yang mengalami malnutrisi mengalami defisiensi protein dan keseimbangan nitrogen negatif dan tidak adekuat asupan vitamin C (Shekleton & Litwack, 1991). Status nutrisi buruk dapat diabaikan jika pasien mempunyai berat badan sama dengan atau lebih dari berat badan ideal. Pasien dengan status nutrisi buruk biasa mengalami hipoalbuminenia (level albumin serum dibawah 3 g/100 ml) dan anemia (Natlo, 1983; Steinberg 1990).

(24)

protein visceral, tapi albumin merupakan prediktor malnutrisi yang terbaik untuk semua kelompok manusia (Hanan & Scheele, 1991).

Level total protein juga mempunyai korelasi dengan luka dekubitus. Level total protein dibawah 5,4 g/100 ml menurunkan tekanan osmotik koloid, yang akan menyebabkan edema interstisial dan penurunan oksigen ke jaringan (Hanan & Scheele, 1991). Edema akan menurunkan toleransi kulit dan jaringan yang berada dibawahnya terhadap tekanan, friksi dan gaya gesek. Selain itu, penurunan level oksigen meningkatkan kecepatan iskemi yang menyebabkan cedera jaringan.

Nutrisi buruk juga mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit. Pada pasien yang mengalami kehilangan protein berat, hipoalbuminemia menyebabkan perpindahan volume cairan ekstra sel kedalam jaringan sehingga terjadi edema. Edema dapat meningkatkan risiko terjadi dekubitus di jaringan. Suplai darah pada suplai jaringan edema menurun dan produk sisa tetap tinggal karena terdapatnya perubahan tekanan pada sirkulasi dan dasar kapiler (Shkleton & Litwalk,1991).

e. Anemia

Pasien anemia berisiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa nutrisi dan oksigen serta mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu metabolisme sel dan menggangu penyembuhan luka.

f. Kakesia

(25)

kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini meningkatkan resiko luka dekubitus pada pasien. Pada dasarnya pasien kakeksia mengalami kehilangan jaringan adipose yang berguna untuk melindungi tonjolan tulang dari tekanan. g. Obesitas

Obesitas dapat mengurangi dekubitus. Jaringan adipose pada jumlah kecil berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari tekanan. Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adipose memperoleh vaskularisasi yang buruk, sehingga jaringan adipose dan jaringan lain yang berada dibawahnya semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemi.

h. Demam

Infeksi disebabkan adanya patogen didalam tubuh. Pasien infeksi biasa mengalami demam. Infeksi dan demam meningkatkan kebutuhan metabolik tubuh, membuat jaringan yang telah hipoksia (penurunan oksigen) semakin rentan mengalami cedera akibat iskemi (Skheleton & Litwack,1991). Selain itu demam menyebabkan diaporesis (keringatan) dan meningkatkan kelembaban kulit, yang selanjutnya yang menjadi predisposisi kerusakan kulit pasien.

i. Gangguan Sirkulasi Perifer

Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan mengalami kerusakan iskemia. Ganguan sirkulasi pada pasien yang menderita penyakit vaskuler faskuler, pasien syok, atau yang mendapatkan pengobatan sejenis vasopresor.

j. Usia

(26)

mempunyai potensi besar untuk mengalami dekubitus Karena barkaitan dengan perubahan kulit akibat bertambahnya usia, kecedrungan lansia yang lebih sering berbaring pada satu posisi oleh karena itu immobilisasi akan memperbesar resiko terjadinya luka dekubitus pada lansia. Immobilisasi berlangsung lama hampir pasti dapat menyebabkan dekubitus (Roah, 2000). Menurut Pranaka (1999), ada tiga faktor penyebab dekubitus pada lansia yaitu:

1. Faktor kondisi fisik lansia itu sendiri (perubahan kulit, status gizi, penyakit-penyakit neurologik, pembuluh darah dan keadaan hidrasi atau cairan tubuh). 2. Faktor perawatan yang diberikan oleh petugas kesehatan.

3. Faktor kebersihan tempat tidur, alat tenun yang kusut dan kotor atau peralatan medik yang menyebabkan lansia terfiksasi pada suatu sikap tertentu.

Skema 1. Etiologi Luka Dekubitus

↓ Mobilitas

↑ Tekanan arteriolar

(27)

1.4. Patogenesis Luka Dekubitus

Tiga elemen yang menjadi dasar terjadi dekubitus yaitu:

1. Intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis, 1930) 2. Durasi dan besarnya tekanan (Koziak, 1959)

3. Toleransi jaringan (Husain, 1953)

Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antara waktu dengan tekanan (Stortts, 1988). Semakin besar tekanan dan durasinya, maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka.

Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi, pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmHg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan trombosis (maklebust, 1987). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif, karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (maklebust, 1995).

(28)

karena adanya gravitasi (Berecek, 1975). Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradien tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolisme sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan. 1.5. Klasifikasi Luka Dekubitus

Salah satu cara yang paling dini untuk mengklasifikasikan dekubitus adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan. Sistem ini pertama kali dikemukakan oleh Shea (1975) sebagai suatu cara untuk memperoleh metode jelas dan konsisten untuk menggambarkan dan mengklasifikasikan luka dekubitus. Sistem tahapan luka dekubitus berdasarkan gambaran kedalaman jaringan yang rusak (Maklebust, 1995). Luka yang tertutup dengan jaringan neukrotik seperti eschar tidak dapat dimasukkan dalam tahapan hingga jaringan tersebut dibuang dan kedalaman luka dekubitus dapat di observasi. Peralatan ortopedi dan braces dapat mempersulit pengkajian dilakukan (AHCPR, 1994).

Ada beberapa sistem tahapan yang berbeda digunakan klinik (AHCPR, 1992). Penting dicatat bahwa untuk setiap sistem tahapan ini menggunakan defenisi yang berbeda. Oleh karena itu luka dekubitus yang sama dapat mempunyai nomor tahapan yang berbeda, tergantung sistem tahapan yang digunakan.

(29)

(Maklebust & Seggreen, 1991). Bennett (1995) menyatakan saat mengkaji pasien berkulit gelap, memerlukan pencahayaan yang sesuai untuk mengkaji kulit secara akurat. Dianjurkan berupa cahaya alam atau halogen. Hal ini mencegah muncul warna biru yang dihasilkan dari sumber lampu pijar pada kulit berpigmen gelap, yang dapat mengganggu pengkajian yang akurat. Menurut NPUAP (1995) ada perbandingan luka dekubitus derajat I sampai derajat IV yaitu :

I. Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi luka kulit yang diperbesar. Kulit tidak berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi indikator.

II. Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan atau dermis. Luka superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang dangkal.

III. Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan atau nekrotik yang mungkin akan melebar ke bawah tapi tidak melampaui fascia yang berada di bawahnya. Luka secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

(30)

Gambar 1. Derajat Luka Dekubitus menurut NPUAP (1995)

Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV

Dekubitus tidak berkembang dari derajat I sampai ke derajat IV (NPUAP, 1995). Maklebust (1995) peringatan klinik untuk di ingat walaupun sistem tahapan menggunakan urutan nomor untuk menggambarkan dekubitus, tetapi tidak berarti ada perkembangan tingkat keperahan luka dekubitus.

Luka nekrotik diklasifikasikan dengan luka hitam, luka disertai eksudat dan debris berserat kuning diklasifikasikan dengan luka kuning, dan luka pada fase penyembuhan aktif dan bersih disertai dengan granulasi berwarna merah muda hingga merah dan jaringan epitel diklasfikasikan dengan luka merah. Luka dapat memiliki warna yang bercampur contohnya 25% kuning dan 75% merah (Krasner, 1995).

1.6. Komplikasi Luka Dekubitus

(31)

a. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik yang aerobik maupun anaerobik.

b. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteitis, osteomielitis dan arthritis septik.

c. Septikemia. d. Anemia.

e. Hipoalbuminemia. f. Kematian.

1.7. Tempat Terjadinya Luka Dekubitus

Beberapa tempat yang paling sering terjadi dekubitus adalah sakrum, tumit, siku, maleolus lateral, trokanter besar, dan tuberostis iskial (Meehan, 1994). Menurut Bouwhuizen (1986) menyebutkan daerah tubuh yang sering terkena luka dekubitus adalah :

a. Pada penderita pada posisi terlentang: pada daerah belakang kepala, daerah tulang belikat, daerah bokong dan tumit.

b. Pada penderita dengan posisi miring: daerah pinggir kepala (terutama daun telinga), bahu, siku, daerah pangkal paha, kulit pergelangan kaki dan bagian atas jari-jari kaki.

c. Pada penderita dengan posisi tengkurap: dahi, lengan atas, tulang iga, dan lutut.

1.8. Pengkajian Luka Dekubitus

(32)

etiologi. Oleh karena itu, pengkajian awal pasien luka dekubitus memiliki beberapa dimensi.

a. Ukuran Perkiraan

Pada saat seseorang masuk ke rumah sakit perawatan akut dan rehabilitasi, rumah perawatan, program perawatan rumah, fasilitas perawatan lain maka pasien harus dikaji risiko terjadi luka dekubitus (AHCPR, 1992). Pengkajian resiko luka dekubitus harus dilakukan secara sistematis (NPUAP, 1989) seperti Tabel 1. Pengkajian Resiko Luka Dekubitus

No Langkah Pengkajian Keterangan

1. Identifikasi risiko terjadi pada pasien:

a. Paralisis atau immobilisasi yang disebabkan oleh alat-alat yang membatasi gerakan pasien

b. Kehilangan sensorik c. Gangguan sirkulasi

d. Penurunan tingkat kesadaran, sedasi, atau anastesi e. Gaya gesek, friksi

f. Kelembaban: inkontinensia, keringat, drainase luka dan muntah.

g. Malnutrisi h. Anemia i. Infeksi j. Obesitas k. Kakeksia

(33)

m. Lanjut usia n. Adanya dekubitus

2. Kaji kondisi kulit di sekitar daerah yang mengalami penekanan pada area sebagai berikut:

a. Hiperemia reaktif normal b. Warna pucat

c. Indurasi

d. Pucat dan belang-belang

e. Hilangnya lapisan kulit permukaan f. Borok, lecet, atau bintil-bintik

3. Kaji daerah tubuh pasien yang berpotensi mengalami tekanan:

a. Lubang hidung b. Lidah, bibir

c. Tempat pemasangan intervena d. Selang drainase

e. Kateter foley

4. Observasi posisi yang lebih disukai pasien saat berada di atas tempat tidur atau kursi.

5. Observasi mobilisasi dan kemampuan pasien untuk melakukan dan membantu dalam mengubah posisi.

(34)

c. Skala Barden

7. Pantau lamanya waktu daerah kemerahan

8. Dapatkan data pengkajian nutrisi yang meliputi jumlah serum albumin, jumlah protein total, jumlah hemoglobin, dan persentasi berat badan ideal.

9. Kaji pemahaman pasien dan keluarga tentang resiko dekubitus.

Keuntungan dari instrumen perkiraan adalah meningkatkan deteksi dini perawat pada pasien berisiko maka intervensi yang tepat diberikan untuk mempertahankan intergritas kulit. Pengkajian ulang untuk resiko luka dekubitus harus dilakukan secara teratur (AHCPR, 1992). Sangat dianjurkan menggunakan alat pengkajian yang tervalidasi untuk jenis populasi pasien tertentu.

b. Kulit

Perawat harus mengkaji kulit terus-menerus dari tanda-tanda munculnya luka pada kulit klien. Klien gangguan neurology, berpenyakit kronik dalam waktu lama, penurunan status mental, dan dirawat di ruang ICU, berpenyakit enkologi, terminal, dan orthopedi berpotensi tinggi terjadi luka dekubitus.

(35)

orthopedi lain. Jumlah pemerikasaan tekanan tergantung jadwal pemakaian alat respons kulit terhadap tekanan eksternal.

Ketika hiperemia ada maka perawat harus mencatat lokasi, ukuran, dan warna lalu mengkaji ulang area tersebut setelah satu jam. Apabila terlihat kelainan hiperemia reaktif maka perawat dapat menandai area tersebut agar pengkajian ulang menjadi lebih mudah. Tanda peringatan dini lain yang menunjukkan kerusakan jaringan akibat tekanan adalah lecet atau bintil-bintil pada area yang menanggung beban berat tubuh dan mungkin disertai hiperemia. Pires & Muller (1991) melaporkan bahwa tanda dini akibat tekanan yang sering diabaikan pada klien yang tidak mengalami trauma adalah borok di area yang menanggung beban berat badan. Semua tanda-tanda ini merupakan indikator dini gangguan integritas kulit, tapi kerusakan kulit yang berada di bawahnya mungkin menjadi lebih progesif. Pengkajian taktil memungkin perawat menggunakan teknik palpasi untuk memperoleh data lebih lanjut mengenai indurasi dan kerusakan kulit maupun jaringan yang di bawahnya.

Perawat melakukan palpasi pada jaringan disekitarnya untuk mengobservasi area hiperemi, mengkaji adanya pucat dan kembali ke warna kulit normal pada klien berkulit terang. Selain itu, perawat mempalpasi indurasi, mencatat indurasi di sekitar area yang cedera dalam ukuran millimeter atau sentimeter. Perawat juga mencatat perubahan suhu di sekitar kulit dan jaringan (Pires & Muller, 1991).

(36)

Permukaan tubuh yang paling terbebani berat badan ataupun tekanan merupakan area berisiko tinggi terjadi dekubitus (Helt, 1991).

c. Mobilisasi

Pengkajian meliputi pendokumentasikan tingkat mobilisasi pada integritas kulit. Pengkajian mobilisasi juga harus memperoleh data tentang kualitas tonus dan kekuatan otot. Klien yang mempunyai rentang gerak yang adekuat untuk bergerak secara mandiri ke bentuk posisi yang lebih terlindungi.

Mobilisasi harus dikaji sebagai bagian dari data dasar. Jika pasien memiliki tingkat kemandirian mobilisasi maka perawat harus mendorong pasien agar sering mengubah posisinya dan melakukan tindakan untuk menghilangkan tekanan yang dialaminya. Frekuensi perubahan posisi berdasarkan pengkajian kulit yang terus menerus dan dianggap sebagai perubahan data.

d. Status Nutrisi

(37)

e. Nyeri

Sampai saat ini, hanya sedikit tulisan atau penelitian yang dilakukan tentang nyeri dan luka dekubitus. AHCPR (1994) telah merekomendasi pengkajian dan manajemen nyeri termasuk dalam perawatan pasien luka dekubitus. Selain itu AHCPR (1994) menegaskan perlunya penelitian tentang nyeri pada pasien luka dekubitus. Salah satu studi yang pertama kali menghitung pengalaman nyeri pasien yang dirawat di rumah sakit karena luka dekubitus telah dilakukan oleh Dallam et al (1995). Pada studi ini 59,1% pasien melaporkan adanya nyeri dengan menggunakan skala analog visual, 68,2% melaporkan adanya nyeri akibat luka dekubitus dengan menggunakan skala urutan nyeri faces. Berlawanan dengan banyaknya nyeri yang dilaporkan, obat-obatan nyeri yang telah digunakan klien sebesar 2,3%. Beberapa implikasi praktik yang disarankan para peneneliti (Dallam et al, 1995) adalah menambah evaluasi tingkat nyeri pasien ke dalam pengkajian dekubitus, yaitu pengontrolan nyeri memerlukan pengkajian ulang yang teratur untuk mengevaluasi efektifitas, dan bahwa program pendidikan diperlukan untuk meningkatkan sensitifitas pemberi pelayanan kesehatan terhadap nyeri akibat luka dekubitus.

2. Immobilisasi

2.1. Pengertian Immobilisasi

(38)

bergerak bebas yang disebabkan oleh kondisi dimana gerakan terganggu atau dibatasi secara terapeutik (Potter & Perry, 2006). Menurut Garrison (2004) keadaan immobilisasi adalah suatu pembatasan gerak atau keterbatasan fisik dari anggota badan dan tubuh itu sendiri dalam berputar, duduk dan berjalan, hal ini salah satunya disebabkan oleh berada pada posisi tetap dengan gravitasi berkurang seperti saat duduk atau berbaring.

Dalam hubunganya dengan perawatan pasien, maka immobilisasi adalah keadaan dimana pasien berbaring lama di tempat tidur, tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktifitas). Immobilisasi pada pasien tersebut dapat disebabkan oleh penyakit yang dideritanya misalnya terjadi trauma fraktur pada ekstermitas atau menderita kecacatan (Asmadi, 2008).

Immobilisasi merupakan salah satu faktor dalam perkembangan luka dekubitus, yang diakibatkan oleh paralisis, anestesia, nyeri, maupun melalui sedasi (Morison, 2003). Faktor eksaserbasi lainnya termasuk inkontinensia, malnutrisi, dan hilangnya fungsi sensoris akibat paraplegia atau hemiparesis. Terdapat hubungan yang kuat anatara inkontinesia dan luka dekubitus (Exton & Smith, 1987). Urine dapat menyebabkan maserasi dan ekskoriasi kulit, serta abrasi superfisial akibat gesekan menjadi jauh lebih mudah terjadi. Malnutrisi tidak secara langsung menyebabkan luka dekubitus, tetapi malnutrisi merupakan faktor eksaserbasi yang sangat penting di dalam perkembangan dekubitus (Agarwal et al, 1985).

(39)

1. Immobilitas fisik, merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan, seperti pada pasien dengan hemiplegia yang tidak mampu mempertahankan tekanan di daerah paralysis sehingga tidak dapat mengubah posisi tubuhnya untuk mengurangi tekanan.

2. Immobilisasi intelektual, merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir, seperti pada pasien yang mengalami kerusakan otak akibat suatu penyakit.

3. Immobilisasi emosional, keadan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri. Sebagai contoh, keadan stress berat dapat disebabkan karena bedah amputasi ketika seseorang mengalami sebagian anggota tubuhnya, atau kehilangan sesuatu yang paling dicintai.

4. Immobilisasi sosial, keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Immobilisasi

Menurut Tarwoto & Wartonah (2004), faktor-faktor yang mempengaruhi kurangnya pergerakan atau immobilisasi adalah sebagai berikut :

a. Gangguan Muskuloskletal

(40)

b. Gangguan Kardiovaskuler

Beberapa kasus kardiovaskuler yang dapat berpengaruh terhadap mobilitas fisik seseorang antara lain: postural hipotensi, vasodilatasi, dan peningkatan valsalva maneuver.

c. Gangguan Sistem Pernafasan

Beberapa keadaan gangguan respirasi yang dapat berpengaruh terhadap mobilitas seseorang antara lain penurunan gerak pernafasan, bertambahnya sekresi paru, atelektasis, dan hipostatis pneumonia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi menurut Kozier (1995), antara lain: a. Gaya Hidup

Gaya hidup seseorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan diikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat.

b. Proses Penyakit dan Injury

(41)

c. Kebudayaan

Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas, misalnya pasien setelah operasi dilarang bergerak karena kepercayaan kalau banyak bergerak nanti luka atau jahitan tidak jadi.

d. Tingkat Energi

Seseorang melakukan mobilisasi jelas membutuhkan energi atau tenaga. Orang yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan orang dalam keadaan sehat.

e. Usia dan Status Perkembangan

Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan seorang remaja dan juga pada lansia.

2.3. Tingkat Immobilisasi

Menurut Braden & Bergstrom (1989), dalam skala Braden tingkat mobilisasi terbagi atas empat tingkatan yaitu:

1. Tidak terbatas: Melakukan perubahan posisi yang bermakna dan sering tanpa bantuan.

2. Agak terbatas: Sering melakukan perubahan kecil pada posisi tubuh dan ekstremitas secara mandiri tetapi memiliki derajat keterbatasan.

3. Sangat terbatas: kadang-kadang melakukan perubahan kecil pada posisi tubuh dan ekstremitas tapi tidak mampu melakukan perubahan yang sering.

(42)

2.4. Efek Samping Immobilisasi

Potter & Perry (2005), menyatakan ada pengaruh fisiologis yang ditimbulkan oleh keadaan immobilisasi yaitu apabila ada perubahan immobilisasi maka setiap sistem tubuh akan beresiko terjadi gangguan. Tingkat keparahan dari gangguan tersebut tergantung pada umur pasien, dan kondisi kesehatan secara keseluruhan, serta tingkat immobilisasi yang dialami. Ada tujuh perubahan yang terjadi yaitu: perubahan metabolik, perubahan sistem respiratori, perubahan sistem kardiovaskuler, perubahan sistem muskuloskletal, perubahan sistem integumen, perubahan eliminasi urine, dan perubahan psikososial.

Menurut Asmadi (2008), ada beberapa masalah yang dapat ditimbulkan akibat immobiliosasi fisik ini antara lain:

a. Sistem Integumen

Immobilisasi yang lama dapat menyebabkan kerusakan integritas kulit, seperti abrasi dan luka dekubitus. Hal tersebut disebabkan oleh karena pada immobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang lain, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang buruk.

b. Sistem Kardivaskuler

(43)

c. Sistem Respirasi

Immobilisasi menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernafasan. Akibat immmobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot yang dapat menyebabkan proses metabolisme terganggu. Terjadinya penurunan kadar hemoglobin dapat menyebabkan penurunan aliran oksigen dari alveoli ke jaringan, sehingga mengakibatkan anemia. Penurunan ekspansi paru dapat terjadi karena tekanan yang meningkat oleh permukaan paru. Pasien immobilisasi beresiko tinggi mengalami kompikasi paru-paru. Komplikasi paru-paru yang paling umum adalah etelektasis dan pneumonia hipostatik.

d. Sistem Perkemihan

Immobilisasi menyebabkan perubahan pada eliminasi urine. Dalam kondisi normal urine mengalir dari pelvis renal masuk ke ureter lalu ke bladder yang disebabkan adanya gaya gravitasi. Namun pada posisi terlentang, ginjal dan ureter berada pada posisi yang sama sehingga urine tidak dapat melewati ureter dengan baik (urine menjadi statis). Akibatnya urine banyak tersimpan dalam pelvis renal. Kondisi ini resiko tinggi terjadinya infeksi saluran kemih dan batu ginjal.

e. Sistem Muskuloskletal

(44)

yang kemudian menyebabkan osteoporosis. Selain terjadi atropi otot, immobilisasi juga dapat menyebabkan pemendekan serat otot dan gangguan mobilisasi sendi. f. Sistem Neurosensoris

Dampak terhadap sistem neurosensoris tampak nyata pada pasien immobilisasi yang dipasang gips akibat fraktur. Pemasangan gips pada ekstremitas dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan menimbulkan gangguan saraf pada bagian distal dari gips. Hal tersebut dapat menyebabkan pasien tidak dapat menggerakkan bagian anggota tubuh yang distal dari gips, mengeluh terjadi sensasi yang berlebihan atau berkurang dan timbul rasa nyeri yang hebat.

g. Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku akibat immobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional tinggi, depresi, perubahan siklus tidur, menurunnya koping mekanisme dan menurunya perhatian serta kemampuan terhadap pemeliharaan kebersihan diri serta perubahan status emosional biasa terjadi bertahap.

3. Lama Hari Rawat

3.1. Pengertian Lama Hari Rawat

(45)

Lama hari rawat secara signifikan berkurang sejak adanya pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan diagnosa yang tepat (Edward, 1992). Untuk menentukan apakah penurunan lama hari rawat itu meningkatkan efisiensi atau perawatan yang tidak tepat, dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut berhubungan dengan keparahan atas penyakit dan hasil dari perawatan.

Menurut Edward (1992), Peratuaran untuk menghitung hari pasien, kontrak pulang dan (normal) hari keluar dan menentukan lama rawat. Ada dua metode logis untuk menghitung lama hari rawat :

1. Retrospektif : Tanggal keluaran dikurang tanggal masuk dikurang total (normal) hari keluar.

2. Progessif : Jumlah hari pasien (termasuk kontrak hari keluar) dijumlahkan ke tanggal.

(46)

3.2. Waktu Terjadinya Luka Dekubitus

Menurut suatu penelitian di Amerika ada sekitar 70% pasien yang mengalami luka dekubitus di rumah sakit terjadi pada minggu pertama sampai minggu ke dua salama di rawat (Cooney & Reuler, 1991). Menurut Kadir (2007) luka dekubitus terjadi dalam dua minggu pertama dalam perawatan. Sabandar (2008) mengatakan tanda-tanda luka dekubitus terjadi akibat posisi pasien yang tidak berubah (immobilisasi) dalam jangka waktu lebih dari 6 jam.

Menurut Yuniarti (2007), jika aliran darah, nutrisi dan oksigenasi terhambat lebih dari 2 – 3 jam, maka kulit akan mati yang dimulai pada lapisan kulit paling atas (epidermis). Daniel et al (1981) menyatakan bahwa iskmia primer terjadi pada otot dan kerusakan jaringan kulit terjadi sesuai dengan kenaikan besar dan lamanya tekanan.

Menurut Kadir (2007), tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg – 33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila pasien immobilisasi pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60–70 mmHg dan di daerah tumit mencapai 30–45 mmHg. Keadaan ini dapat menimbulkan perubahan degeneratif secara mikroskopik pada semua lapisan jaringan mulai dari kulit sampai tulang. Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis jaringa n kulit.

(47)
(48)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi. Pada penelitian ini fokus yang akan diteliti mencakup variabel lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus.

Skema 2. Kerangka penelitian gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi.

Pemantauan lama hari rawat (6 hari perawatan)

Faktor yang mempengaruhi : a. Gaya gesek

b. Friksi c. Kelembaban d. Nutrisi buruk e. Anemia f. Kakesia g. Obesitas h. Demam

i. Gangguan sirkulasi perifer j. Usia

(49)

Keteranngan :

Diteliti :

Yang tidak diteliti :

Hubungan yang mempengaruhi :

2. Defenisi Operasional

Untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka di bawah ini dijelaskan secara operasional beberapa istilah berikut:

Tabel 2. Kerangka Operasional Penelitian

(50)

BAB 4

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan.

2. Populasi dan Sampel 2.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah pasien immobilisasi rawat inap di RA1, RA2, RA3, RA4, RB2, RB3, dan ICU dewasa RSUP Haji Adam Malik Medan yang berjumlah 451 orang pada bulan Februari s/d April 2009.

2.2. Sampel

Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling, dimana pengambilan sampel secara purposive sesuai dengan pertimbangan peneliti sendiri sehingga mewakili populasi. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Arikunto (2006) yang menyatakan bahwa bila subjeknya lebih dari 100 maka dapat diambil antara 10 – 15%. Maka peneliti mengambil 10% dari 451 orang sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini 45 orang.

Sampel yang diambil mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sesuai dengan kriteria inklusi yang ditetapkan yaitu:

a. Pasien immobilisasi.

(51)

c. Bersedia menjadi responden penelitian.

3. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di ruang rawat inap RA1, RA2, RA3, RA4, RB2, RB3, dan ICU dewasa RSUP Haji Adam Malik pada bulan Agustus s/d September 2009. Adapun pertimbangan pemilihan lokasi penelitian karena di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik berdasarkan informasi dari bagian Instalasi Litbang bahwa penelitian yang menyangkut tentang gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi belum pernah dilakukan, merupakan rumah sakit pendidikan, lokasi rumah sakit yang strategis, dan memiliki pasien immobilisasi yang di rawat inap.

4. Pertimbangan Etik

(52)

5. Instrumen Penelitian

Dalam pengumpulan informasi dari responden, peneliti menggunakan alat pengumpulan data dalam bentuk kuesioner dan lembar format evaluasi. Lembar kuesioner berisi data demografi dan lembar format evaluasi lama hari rawat.

5.1. Kuesioner Demografi

Kuesioner data demografi pasien yang meliputi umur, berat badan, tinggi badan jenis kelamin, dan diagnosa medis. Data demografi ini digunakan untuk mengetahui karakteristik responden dan sebagai data pendukung untuk variabel penelitian.

5.2. Format Evaluasi Lama Hari Rawat

Format evaluasi ini berisikan evaluasi lama hari rawat pasien immoblisasi yang dipantau setiap hari dari mulai pertama pasien dirawat hingga 6 hari perawatan. Hal yang dipantau yaitu apakah muncul atau tidak tanda-tanda luka dekubitus.

6. Validitas dan Realibilitas

(53)

7. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung kepada responden. Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan

(Program Studi Ilmu Keperawatan FK USU)

b. Mengirim surat ijin dari permohonan izin institusi pendidikan ketempat penelitian (RSUP Haji Adam Malik Medan)

c. Peneliti mendatangi ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan untuk bertemu responden sesuai dengan kriteria yang telah dibuat sebelumnya, memberikan lembar persetujuan menjadi responden dan melakukan observasi selama enam hari dari pertama dirawat hingga hari ke enam.

d. Menjelaskan kepada calon responden atau keluarga pasien tentang prosedur yang akan dilakukan dan manfaat penelitian.

e. Peneliti meminta kesediaan responden atau keluarga pasien untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi responden dan mengikuti prosedur penelitian.

f. Setelah mendapat persetujuan responden, pengumpulan data dimulai. Adapun tahapannya yaitu:

1. Pada hari pertama mengisi kuesioner data demografi responden dan melalukan observasi terhadap responden secara terus-menerus hingga hari ke enam perawatan.

2. Menilai kejadian luka dekubitus pada responden dengan menggunakan format evaluasi.

(54)

8. Analisa Data

Setelah data terkumpul maka peneliti akan melakukan pengolahan data atau analisa data, yang secara garis besar meliputi empat langkah yaitu:

a. Persiapan yaitu mengecek kelengkapan identitas dan kelengkapan isian data. b. Tabulasi data dengan memberikan skor (scoring) terhadap item-item yang

perlu diberi skor, memberi kode terhadap item-item yang tidak di beri skor. c. Memkodifikasi data dan disesuaikan dengan teknik analisa yang digunakan.

(55)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian mengenai gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1. Hasil Penelitian

Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus s/d September 2009 di RSUP Haji Adam Malik Medan, dengan jumlah responden sebanyak 45 orang responden, didapat data sebagai berikut:

Karakteristik Responden

Tebel 5.1. menunjukkan bahwa sebagian besar responden 23 orang (51,1%) berada pada rentang usia 36 – 65 tahun (dewasa pertengahan), mayoritas responden 24 orang (53,3%) berada pada rentang berat badan 58 – 71 kg, 14 orang (31,1%) berada pada rentang tinggi badan 156 – 161 cm, dan jenis kelamin yang terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki sebanyak 25 orang (55,6%). Sementara itu berdasarkan diagnosa responden yang terbanyak yaitu stroke sebanyak 15 orang (33,3%).

Tabel 5.1. Distribusi frekuensi berdasarkan 45 responden menurut usia, berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan diagnosa di ruang rawat RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan Agustus s/d September 2009.

(56)

Berat Badan

Gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan

(57)

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi jumlah responden yang mengalami luka dekubitus menurut lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus di ruang rawat RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan Agustus s/d September 2009.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa sebanyak 45 orang responden 88,8% muncul luka dekubitus dengan rata-rata hari dalam terjadinya luka dekubitus pada hari ke lima perawatan dengan diagnosa paling banyak yaitu stroke 15 responden, sebagian besar adalah laki-laki. Hasil penelitian senada yang dikemukakan oleh Dwianti (2007) menunjukkan bahwa pada subjek yang mengalami luka dekubitus terjadi pada minggu pertama dengan diagnosa stroke terbanyak. Pasien stroke dengan gangguan mobilisasi beresiko tinggi terjadi luka dekubitus karena adanya penekanan pada bagian tubuh secara terus menerus akibat ketidakmampuan pasien didalam mengubah posisi tubuh secara mandiri. Pasien stroke dengan gangguan mobilisasi dan tirah baring lebih dari satu minggu berisiko tinggi untuk terjadi luka dekubitus.

(58)

penyataan Perry & Potter (2005) bahwa pada obesitas sedang ke berat, jaringan adipose memperoleh vaskularisasi yang buruk, sehingga jaringan lain yang berada dibawahnya semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemik. Sedangkan studi yang dilakukan oleh Kane et al (1989) mencatat adanya luka dekubitus yang terbesar pada penduduk berusia lebih dari 75 tahun.

Menurut asumsi peneliti ini dikarenakan masalah gangguan immobilisasi yang lama yang menyebabkan kerusakan integritas kulit dikarenakan pada immobilisasi tidak dapat mengubah posisi tubuh atau eksteremitas disertai dengan terjadinya gesekan, tekanan, dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, nutrisi yang buruk dan usia responden.

(59)
(60)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab 5, dapat diambil kesimpulan dan rekomendasi mengenai gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan.

1. Kesimpulan

Sebagian besar usia responden berada pada rentang usia 36 – 65 tahun (dewasa pertengahan), sedangkan berdasarkan berat badan ideal maka responden lebih banyak berada pada obesitas dan mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki, serta diagnosa yang paling banyak yaitu stroke.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 45 orang responden, dapat diambil kesimpulan tentang gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi dimana mayoritas responden 88,8 % muncul luka dekubitus dengan rata-rata lama hari rawat pada hari ke lima perawatan.

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan acuan bagi perawat dan Rumah Sakit dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien immobilisasi dengan perawatan kulit yang terencana dan konsisten.

(61)

2. Rekomendasi

Rekomendasi terhadap praktek keperawatan

Hasil penelitian ini sebaiknya digunakan sebagai acuan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien immobilisasi sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

Rekomendasi terhadap pendidikan keperawatan

Melalui institusi pendidikan perlu diinformasikan kepada mahasiswa tentang lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi sehingga mahasiswa dapat mengaplikasikannya ketika praktek di lapangan.

Rekomendasi terhadap penelitian selanjutnya

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan, dimana penelitian ini hanya memperoleh gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien immobilisasi. Untuk itu, penelitian berikutnya diharapkan meneliti faktor-faktor dalam terjadinya luka dekubitus, pencegahan luka dekubitus dan dapat dilakukan di rumah sakit yang lain.

Rekomendasi terhadap Rumah Sakit

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Alpius. (2005). Pengaruh tindakan keperawatan dengan menggunakan standar AHCPR terhadap kejadian dekubitus pada lansia yang mengalami immobilisasi di panti werda senjarawi bandung. Vol.6. No. XII. Jurnal Keperawatan UNPAD.

Allmant. (1990). Pressure ulcer. Journal Of Nursing 2001.

Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. Cetakan 13. Edisi Revisi VI. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Arwani. (2007). Ulkus dekubitus

Azwar, S. (2003). Reliabilitas & validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Brandon, J. Wilhelmi. (2006). Pressure ulcers, surgical treatment and

principles. Diakses

tanggal 2 Februari 2009.

Brunner (1997). Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.

Cooney. (1991). Pressure sore problem in the elderly. Dalam J.C. Berband, et al. The Scientific & Medical Division Of The Macmillan. London Press Ltd. Dahlan, S. (2004). Statistika untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta: Bina Mitra

Press.

Don, R. Revis. (2006). Pressure ulcers, nonsurgical treatment and

principles. tanggal 10 Januari 2009.

EPUAP. Pressure ulcer treatment guidelines. tanggal 20 Januari 2009.

Gentur, Sudjatmiko. (2007). Ulkus dekubitus dalam petunjuk praktis ilmu bedah plastik rekonstruksi. Jakarta: Mahameru Offset Printing.

Gillcherst, Grove Gl. (1991). Problema dermatologi pada usia lanjut. Dalam Darmojo, dkk. Buku Ajar Geriatri. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

(63)

05.pdf+reconstruction+of+pressure+ulcer&hl=id&ct=clnk&cd=13&gl=id Diakses tanggal 10 Februari 2009.

Kaplan. (1998). Fundamental of nursing: The art and science of nursing care. Philadelpia: J.B. Lippincott.

Kozier, B. (1991). Fundamental of nursing: Concepts, process and practice, 4th ed. California: Addison Wasley.

Notoadmodjo, S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Cetakan Kedua. Edisi Revisi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). Konsep penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan: Pedoman skripsi, tesis dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Mukti. (1997). Penelusuran hasil penelitian tentang intervensi keperawatan dalam pencegahan luka dekubitus pada orang dewasa. Jurnal Keperawatan Indonesia.

Morison. (2003). Manajemen luka. Jakarta: EGC.

P. Friel & P. Jhon. (1996). Kamus Kedokteran dorland. Jakrta: EGC.

Perry & Potter. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan. Edisi Keempat. Vol.2. Jakarta: EGC.

Polit, D. F. & Hunger, B. P. (1995). Nursing research: Principles and Method. 5th edition. Philadelphia: J.B.Lippincott Company.

Pranaka, K. (1999). Dekubitus. Dalam Darmojo, dkk. Buku Ajar Geriatri, Edisi Kedua. Jarkarta: Balai Penerbit FKUI.

Rijswijk L van, et al. (1998). Sequential biannual prevalence studies of pressure ulcers at Allegheny-Hahnemann University Hospital.

Roach. (2000). Introductory gerontological nursing. Philadelpia: J.B. Lippincott. Subhan, Kadir. (2007). Dekubitus.

1 Februari 2009.

Sudjana, M.A. (1992). Metodologi penelitian kesehatan. Edisi Ketiga. Bandung: Tarsito.

(64)

Wim de Jong & Sjamsuhidajat R. (2004). Buku Ajar ilmu beda. Edisi Kedua. Jakarta: EGC.

Wolper. F. Lawrence. (2001). Administrasi layanan kesehatan. Ed.2. Jakarta: EGC.

(65)

Lampiran 1 Kode :

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bernama Suheri, NIM 081121022 adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kerperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya melakukan penelitan mengenai “Gambaran Lama Hari Rawat Dalam Terjadinya Luka Dekubitus Pada Pasien Immobilisasi di RSUP Haji Adam Malik Medan”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Untuk keperluan tersebut saya mengharapkan kesedian saudara untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan mengisi lembaran demografi dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan saudara.

Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga berhak untuk membebaskan diri setiap saat tanpa ada sanksi apapun. Identitas pribadi dan semua informasi yang saudara berikan akan dirahasikan, hanya digunakan untuk keperluan penelitian ini.

Terimakasih atas partisipasi saudara dalam penilitian ini. Peneliti,

( Suheri )

Medan, September 2009 Responden,

(66)

Lampiran 2 Kode : Tanggal :

INSTRUMEN PENELITIAN Petunjuk pengisian:

1. Jawablah pertanyaan dengan memberi tanda check list (√) pada jawaban yang sesuai.

2. Semua pertanyaan harus di jawab.

3. Setiap pertanyaan di isi dengan satu jawaban.

4. Bila ada yang kurang mengerti, silakan bertanya kepada peneliti.

A. Data Demografi

Usia : Tahun

Berat Badan : Kg Tinggi Badan : Cm

(67)

B. Format Evaluasi Lama Hari Rawat Dan Kejadian Luka Dekubtus

Isilah data di bawah ini sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan pada tempat yang disediakan dengan memberi tanda check list (√).

Pemantauan Luka Dekubitus

Lama Hari Rawat

Muncul Tidak Muncul Hari ke-1 di rawat

(68)
(69)
(70)
(71)

Lampiran 5

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Suheri

Tempat/Tanggal Lahir : Desa Gajah/1 Juni 1986 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status Perawinan : Belum Kawin

Alamat Rumah : Desa Gajah Dusun IX Kec. Meranti Kab. Asahan Riwayat Pendidikan :

No. Tahun Pendidikan Jenjang Pendidikan

1. 1994 – 1999 SD Neg. No.016407 Perkebunan Simalholder Unit II Kec. Sei Balai Kab. Asahan

2. 1999 – 2001 SLTP Neg.2 Tanjung Tiram Kec. Sei Balai Kab. Asahan

3. 2001 – 2004 SMA Swasta Diponegoro Kisaran Kab. Asahan 4. 2004 – 2005 D-I Informasi Manajemen Kompoter Amik INTeL

Com Global Indo Kisaran Kab. Asahan 5. 2005 – 2008 D-III Keperawatan FK USU Medan

(72)

No

DATA MENTAH

20 orang responden muncul luka dekubitus pada hari KE-6

USIA BB BBI TB JK

10 orang responden muncul luka dekubitus pada hari KE-5

(73)

Keterangan

4 orang responden muncul luka dekubitus pada hari KE-4

No USIA BB BBI TB JK

2 orang responden muncul luka dekubitus pada hari KE-3

No USIA BB BBI TB JK

4 orang responden muncul luka dekubitus pada hari KE-2

No USIA BB BBI TB JK

(74)

3 64 70 OB 165 L

5 orang responden TIDAK MUNCUL luka dekubitus SAMPAI HARI KE-6

(75)

Frequency Table

USIA

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

(76)

JENIS KELAMIN

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

(77)

Hari

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid h2 4 10.0 10.0 10.0

h3 2 5.0 5.0 15.0

h4 4 10.0 10.0 25.0

h5 10 25.0 25.0 50.0

h6 20 50.0 50.0 100.0

Gambar

Tabel 1. Pengkajian Resiko Luka Dekubitus
Tabel 2. Kerangka Operasional Penelitian
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi berdasarkan 45 responden menurut usia, berat badan, tinggi badan, jenis kelamin, dan diagnosa di ruang rawat RSUP Haji Adam Malik Medan, pada bulan Agustus s/d September 2009
Gambaran lama hari rawat dalam terjadinya luka dekubitus pada pasien
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan Usia, Lama rawatan, Luas luka bakar, Penyebab (etiologi), Trauma inhalasi, Albumin dan Sepsis merupakan faktor-faktor resiko yang mempengaruhi mortalitas pada

Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya luka kaki diabetik diantaranya adalah lamanya penderita menderita diabetes melitus, luka kaki diabetes terutama terjadi

Bagaimanakah gambaran Mean Platelet Volume (MPV) pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 yang rawat inap di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan Tahun

Poerwati, E 2013, Determinan Lama Rawat Inap Pasien Balita dengan Diare , vol.. 27, Jurnal

telah memotivasi penulis untuk melaksanakan dan menyelesaikan penelitian yang berjudul “Gambaran Mean Platelet Volume pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang Rawat Inap di

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian flebitis pada pasien yang dipasang infus sebanyak 61,7% terjadi flebitis dengan rata-rata lama hari pemasangan infus pada hari ke

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian flebitis pada pasien yang dipasang infus sebanyak 61,7% terjadi flebitis dengan rata-rata lama hari pemasangan infus pada hari ke

Hubungan Faktor Resiko Diabetes Mellitus dan Lama Operasi dengan Kejadian Infeksi Luka Operasi Orthopaedi Kriteria Bersih di RSUP H Adam Malik. Ichsan Fahmi 1