HATA TONGKA PADA MASYARAKAT
BATAK TOBA : KAJIAN FOLKLOR
Skripsi Sarjana Dikerjakan O
l e h
NAMA : VALENTINA SIMALANGO NIM : 060703006
Pembiming I Pembimbing II
Drs.Sumurung Simorankir,S.H, M.Pd Drs.Jamorlan Siahaan M. Hum
NIP. 1956009111986101001 NIP. 19590717198702100478 Skripsi ini diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra USU
Untuk melenkapi salah satu Ujian Sarjana dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Batak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK
MEDAN
Disetujui oleh
Fakultas sastra
Universitas Sumatera Utara Medan
Departemen Sastra Daerah Ketua,
Drs. Baharuddin M.Hum NIP. 196001011988031007
PENGESAHAN
Diterima Oleh:
Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan , untuk
Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sastra dalam bidang ilmu Sastra Daerah pada Fakultas Satra Universitas Sumatera Utara, Medan
Pada : Tangal : Hari :
Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Dekan
NIP.19650909 199403 1004 Prof. Wan Syaifuddin, Ph.D
No. Nama Tanda Tangan
1. Drs. Baharuddin M.Hum ……….
2. Drs. Warisman M.Hum ……….
3. Drs. Sumurung Simorangkir,S.H, M.Pd ……….
4. Drs. Jamorlan Siahaan M.Hum ……….
KATA PENGANTAR
Segala kerendahan hati dan puji syukur terhadap Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat dan Kasih- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini
sebagai tugas akhir dalam menempuh pendidikan di Fakultas Sastra USU. Dan akhirnya
pula penulis dapat mencapai cita-cita yang sangat penulis harapkan dari kecil, yaitu dapat
memberikan suatu kebangaan yang tak bisa tertandingi dengan sesuatu apapun kepada
orangtuaku tercinta yang telah bersusah paya mendidik anak-anaknya agar dapat menjadi
generasi penerus bangsa yang beriman dan taat kepada Tuhan Yesus Kristus.
Untuk memperoleh gelar sarjana bukanlah hal yang gampang, selama
bertahun-tahun penulis berusaha belajar keras agar bisa tamat dari Fakultas Sastra tercinta ini
sesuai dengan target yang penulis harapkan, walaupun begitu banyak tantangan dan
rintangan yang penulis harus hadapi namun penulis tetap berusaha dan bersemangat
selalu di dalam menggapai suatu gelar yang sangat berarti sebagai suatu kebrhasilan dari
suatu usaha yang tidak sia-sia. Dan skripsi ini merupakan suatu upaya untuk
merealisasikan ilmu yang penulis dapat selama belajar di Fakultas Sastra USU khususnya
di Program Studi Bahasa dan Sastra Batak. Adapun judul yang penulis bahas dalam
penyusunan tugas akhir ini adalah ; Hata Tokka (takhyul) pada Masyarakat Batak Toba.
Penulis juga menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekuranganya. Oleh
sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, Juli 2010 Penulis,
Valentina Simalango 060703006
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini dari lubuk hati yang paling dalam penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof.Dr.Syaifuddin,Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara, Medan
2. Bapak Drs.Baharuddin Purba, M.Hum selaku ketua Departemen Sastra Daerah,
serta semua staff pengajar yang telah bersusah payah mendidik penulis selama
menyelesaikan studi.
3. Bapak Drs.Warisman Sinaga M.Hum sebagai Sekretaris DepartemenSastra
Daerah di Fakultas Sastra USU Medan.
4. Bapak Drs.Sumurung Simorangkir S.H. M.Pd sebagai dosen wali sekaligus
sebagai dosen pembimbing I yang memberikan pemikiran serta perhatian dan
sentiasa bermurah hati membimbing penulis selama belajar di Fakultas Sastra.
5. Bapak Drs.Jamorlan Siahaan M.Hum sebagai pembimbing II yang telah
memberikan masukan dan mau meluangkan waktu dan pemikiran untuk
membimbing penulis dalam studi.
6. Teristimewa kepada kedua orangtua penulis E. Simalango dan R. Sinaga yang
telah bersusah payah membesarkan penulis. Terima kasih atas nasehat-nasehat
yang telah diberikan kepada penulis serta doa-doanya.
7. Teristimewa juga kepada Tulang dan Nantulang Daniel , Pnt.Ir. Alusdin Sinaga
dan Dr. Dumaria Situmorang yang selalu mendidik, membimbing, dan juga
memberikan pengajaran akan pertumbuhan iman, sungguh pengorbanan yang
sangat mulia.
8. Keluarga besar Simalango, kakak-kakakku Ervinna dan Julia serta adek-adekku
Rut beserta keluarga, Melina, Ester, Samuel, Andreas, Gabriel, dan Pardomuan.
Terima kasih atas doa-doanya.
9. Terkhusus juga buat para sepupu-sepupuku yang menemani hari-hari penulis di
10.Untuk kakak-kakak senior yang senantiasa memberikan masukan dan dorongan
kepada penulis, stambuk ’03, stambuk’05 k’friska dll dan juga kepada adek-adek
junior stambk’07, ’ 08. dan’09. Terima kasih atas dukungannya.
11.Untuk temen-teman seangkatan satambk’ 06 Winda, Bob, Aspiner, Irwan, Elin,
dan juga anak-anak Melayu.
Akhirnya, penulis hanya dapat memohon kiranya Tuhan Yesus Kristus
melimpahkan berkat, Kasih dan Anugrah-Nya kepada mereka yang penulis sebutkan
diatas, tanpa bantuan dan doa dari mereka penulis sulit untuk berbuat.
Tuhan Beserta kita
Amin.
Medan, Juli 2010 Penulis,
Valentina Simalango 060703006
ABSTRAK
Dalam penelitian ini, membahas hata tongka (takhyul) yang terdapat di
Kabupaten Samosir, khususnya di Kecamatan Gorat pallombuan. Masalah penelitian ini,
menggunakan metode deskriptif. Peneliti mengakui bahwa masyarakat Batak toba masih
mempercayai hata tongka (takhyul) oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk
mengkaji dan menganalisisnya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi skripsi ini menjadi lima bagian
yakni: pada bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri atas, latarbelakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan anggapan dasar.
Pada bab kedua yang merupakan kajian kepustakaan yang terdiri atas pengertian hata,
kepustakaan yang relevan, dan teori yang digunakan. Pada bab ketiga merupakan
metodogi penelitian yang terdiri atas metode dasar, sumber data penelitian, lokasi
penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.
Pada bab keempat yang merupakan hasil dan pembahasan dan pada bab kelima terdiri
atas kesimpulan dan saran.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……….... i
UCAPAN TERIMA KASIH………. ii
DAFTAR ISI………... v
BAB I PENDAHULUAN………. 1
1.1 Latar Belakang Masalah……… 1
1.2 Rumusan Masalah………..…… 7
1.3 Tujuan Penelitian………...…… 7
1.4 Manfaat Penelitian……….………… 8
1.5 Anggapan dasar……… 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA………...…… 10
2.1 Pengertian Hata………….………..…….. 10
2.2 Kepustakaan yang Relevan……… ….… .12
2.3 Teori yang Digunakan………. 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN………... 15
3.1 Metodologi Penelitian………... 15
3.2 Metode Dasar………..….. 15
a. Lokasi Penelitian……… 17
b. Sumber Data Penelitian………. 17
c. Instrumen Penelitian……….… 17
3.3 Metode Pengumpulan Data………... 17
3.4 Metode Analisis Data……… 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………....….19
4.1 Jenis-jenis hata tongka pada masyarakat Batak Toba…………...19
4.1.1 Hata tongka tu poso-poso (Takhyul untuk anak bayi)… 19 4.1.2 Hata tongka tu dak-danak (Takhyul untuk anak-anak)... 21
4.1.3 Hata tongka tu boru-boru (Takhyul bagi Perempuan).... 25
4.1.4 Hata tongka tu baoa (Takhyul bagi Lelaki)….………. . 30
4.1.5 Hata tongka tu boru-boru nadenggan pamatangna (Takhyul bagi wanita hamil)………..………. 33
4.1.6 Hata tongka molo mangan (Takhyul saat makan)….…. 36 4.1.7 Hata tongka molo modom (Takhyul saat tidur)……... 38
4.1.8 Hata tongka di harangan (Takhyul di hutan)……….... 40
4.2 Fungsi Hata tongka pada masyarakat Batak Toba...… 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………..… 46
5.1 Kesimpulan………..…… 46
5.2 Saran………...…… 49
DAFTAR INFORMAN…… ……… 50
DAFTAR PUSTAKA……… 52
Proposal Skripsi
HATA TONGKA PADA MASYARAKAT BATAK TOBA :
KAJIAN FOLKLOR
Dikerjakan
O
L E H
VALENTINA SIMALANGO NIM 060703006
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
DEPARTEMEN SASTRA DAERAH
PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK
MEDAN
ABSTRAK
Dalam penelitian ini, membahas hata tongka (takhyul) yang terdapat di
Kabupaten Samosir, khususnya di Kecamatan Gorat pallombuan. Masalah penelitian ini,
menggunakan metode deskriptif. Peneliti mengakui bahwa masyarakat Batak toba masih
mempercayai hata tongka (takhyul) oleh sebab itu, penulis merasa tertarik untuk
mengkaji dan menganalisisnya.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis membagi skripsi ini menjadi lima bagian
yakni: pada bab pertama merupakan pendahuluan yang terdiri atas, latarbelakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan anggapan dasar.
Pada bab kedua yang merupakan kajian kepustakaan yang terdiri atas pengertian hata,
kepustakaan yang relevan, dan teori yang digunakan. Pada bab ketiga merupakan
metodogi penelitian yang terdiri atas metode dasar, sumber data penelitian, lokasi
penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.
Pada bab keempat yang merupakan hasil dan pembahasan dan pada bab kelima terdiri
atas kesimpulan dan saran.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan
berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan
masih berkisar pada sastra lisan saja. Sastra itu sebagian tersimpan didalam ingatan
orang-orang yang mempunyai keahlian khusus dalam menceritakan sastra tersebut, yang
jumlahnya semakin berkurang karena dimakan usia.
Sastra sebagian lisan merupakan bagian dari folklor. Folklor adalah sebagian
kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun-temurun diantara macam
kolektif apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda-beda, baik dalam bentuk
lisan maupun contoh-contoh yang disertai dengan gerak, isyarat atau alat pembantu
pengingat (mnemonic device), (Danandjaya. 1991: 2)
Folklor sebagian lisan, boleh dinyatakan folklor campuran. Di dalamnya ada yang
berupa lisan (verbal) dan bukan lisan (gerak, materal). Karena itu, teori penelitian yang
digunakanpun sebenarnya fleksibel. Sastra tidak dapat dilepaskan dari budaya karena
sastra merupakan suatu fenomena yang hidup berkembang dalam bermasyarakat. Untuk
kebudayaan yang secara universal meliputi: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi
sosial, sistem peralatan, dan tekhnologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi, dan
kesenian, (Koentjaranigrat, 980 : 217). Kepercayaan rakyat, atau yang sering disebut
“takhyul” adalah tidak berdasarkan logika sehingga secara ilmiah tidak dapat
menghina, maka folklor modern lebih mempergunakan istilah kepercayaan rakyat (folk
belief). Dalam kehidupan masyarakat Batak kata takhyul ini sering diartikan dengan
kata-kata larangan yang disebut dengan hata tongka. Kebiasaan – kebiasaan masyarakat
Batak Toba adalah dengan memakai hata tongka di dalam mengucapkan sebuah larangan
yang seharusnya tidak diucapkan dan dilakukan.
Dapat dinyatakan bahwa kebudayaan meliputi segala bentuk tingkah laku, karya
manusia, pikiran dan cita-citanya yang dipelajari dan diteruskan dari generasi ke generasi
lainya. Meskipun terdapat kemampuan kreasi kebudayaan di zaman modern ini, namun
tidak dapat disangkal bahwa kebudayaan sekarang ini mempunyai koherensi yang padu
dengan kebudayaan yang leluhur masyarakat pemilik suatu kebudayaan itu sendiri.
Kebudayaan pada satu sisi dapat dilihat sebagai suatu penyelesaian kelompok atas
berbagai persoalan hidup manusia yang pola pada hubungan manusia yang satu dengan
yang lain, dan manusia pada lingkungannya. Penerusan pola dapat diungkapkan
dengan berbagai cara atau sistem transformasi budaya yang vertikal yang dapat
dilaksanakan melalui sastra sebagian lisan. Suku-suku di Indonesia pada umumnya
mempunyai nilai budaya yang tersendiri termasuk suku Batak yang mendiami daerah
Sumatera Utara.
Nilai budaya yang dimaksud dipandang suatu sistem yang hidup dan dianut oleh
masyarakat. Dalam masyarakat yang sedang membangun seperti halnya Indonesia saat
ini, berbagai bentuk Sastra Daerah itu tidak mustahil akan terabaikan dan mungkin lama
kelamaan akan hilang tanpa bekas. Diakui bahwa ada diantara Sastra Daerah itu tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat sekarang ini. Namun banyak
yang luhur, pengalaman jiwa yang berharga dan sebagainya. Semuanya itu masih dapat
dimanfaatkan pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang. Karya sastra dapat
berguna karena memancarkan pengalaman jiwa yang tinggi, hebat, agung sehingga dapat
bermanfaat dalam memberikan pengalaman jiwa kepada penikmatnya.
Dalam kaitan ini, kita dapat berkiblat pada pendapat Brunvand ( Suwardi Endaswara, 2009 : 20) yang memberikan ciri folklor sebagai berikut :
a. bersifat lisan ( oral ) b. bersifat tradisional
c. keberadaanya sering memiliki varian atau versi d. selalu anonim
e. cendrung memiliki formula atau rumus yang jelas
Ciri-ciri tersebut menandakan bahwa folklor memang sebuah budaya asli. Namun,
perlu diresapi bahwa ciri tersebut seringkali juga untuk menjebak. Maksudnya, jika hanya
berpegang pada aspek lisan.
Adapun ciri-ciri pengenal utama folklor menurut Danandjaya (1991:3) yaitu: a. Penyebaran dan pewarisanya biasanya secara lisan, yakni disebarkan
melalui tutur kata dari mulut (atau dengan suatu contoh yang disertai dengan gerak,/isyarat, dan alat pembantu pengingat) dari suatu generasi ke generasi selanjutnya.
b. Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama.
c. Folklor ada (exist) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh cara penyebaranya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (penambahan atau pengisisn unsur-unsur baru pada bahan folklor degan mudah dapat mengalami perubahan. d. Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui
orang lagi
e. Folklor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola
f. Folklor biasanya mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama suatu kolektif.
g. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.
Ciri pengenal ini terutana berlaku bagi foklor lisan dan sebagian lisan. h. Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini
diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.”
Sebagian kekayaan sastra berlandaskan ciri-ciri folklor yang disebutkan diatas,
sastra daerah khususnya kepercayaan rakyat tak hanya berfungsi sebagai alat hiburan
belaka, melainkan juga dapat menjadi alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, proyeksi
keinginan terpendam, dan alat untuk memelihara atau menurunkan buah pikiran suatu
suku atau bangsa pemilik sastra itu. Dalam kaitan itu, amat mungkin penelitian folklor
dalam rangka menggali budaya nusantara sebagai lambang kebudayaan nasional.
Menggali folklor Nusantara dapat dimanfaatkan sebagai upaya menemukan nilai-nilai
pemersatu budaya bangsa. Keinginan semacam ini pun boleh-boleh saja. Hal ini dilandasi
asumsi bahwa kebudayaan nasional Indonesia sudah mempunyai aspek kebudayaan yang
dapat mempengaruhi perilaku bangsa Indonesia yakni, aspek tata kelakuan .
Suatu kebudayaan dapat dilestarikan dengan menghubungkan dengan karya
sastra. Kebudayaan suatu suku bangsa dapat dilihat dari segi kesusastraanya, sebab sastra
merupakan bagian dari kebudayaan. Hal ini berkaitan dengan karya sastra sebagai
penuangan ekspresi jiwa. Sastra mampu juga sebagai wadah penyampaian, penuangan
ide-ide pengarang mengenai kehidupan manusia. Karya sastra tersebut diciptakan
berdasarkan kenyataan sosial selanjutya dituangkan dalam pemakaian bahasa-bahasa
yang indah.
Dari sekian pola atau sistem yang hidup dan berlangsung adalah sastra. Sastra
yang trampil kepermukaan adalah untuk mengisi pranata lainya. Sastra memiliki nilai
budaya yang tercermin dalam pemberian arti berbagai jenis perilaku atau tindakan antar
individu maupun golongan. Karya sastra menggunakan bahasa sebagai mediumnya,
manusia, misalnya berusaha untuk memahami diri sendiri, orang lain, dan kemudian
menggunakan bahasa untuk menghasilkan sebuah pemikiran. Karya sastra bukan hanya
mengungkapkan kenyataan saja, melainkan juga nilai-nilai yang lebih tinggi atau lebih
agung dari sekedar kenyataan hidup, misalnya menceritakan tentang keagungan atau
kebesaran Tuhan. Karya sastra itu sendiri bukanlah semata-mata tiruan hidup, tetapi
merupakan merupakan penafsiran tentang alam dan kehidupan
Folklor sebagian Batak Toba misalnya, sastra daerah sebagian lisan daerah Batak
Toba yang kalau dilihat dari isi dan kegunaanya sangat bermanfaat bagi masyarakat. Tapi
sangat disayangkan sekali bahwa sastra sebagian lisan yang terdapat di daerah Batak
Toba hampir punah, bukan hanya itu saja faktor penyebab punahnya sastra sebagian lisan
diantaranaya adalah masyarakat yang menceritakanya hanya orang-orang yang sudah tua
usianya dan jumlahnya sangat sedikit. Ada juga yang beranggapan bahwa sastra sebagian
lisan itu tidak perlu dikembangkan lagi karena zaman semakin berkembang.
Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa segala sesuatunya yang tidak
modern, apalagi yang bersifat pribumi, termasuk sastra sebagian lisan dan sastra lama
kurang mendapat perhatian. Diakui bahwa ada diantara sastra daerah itu yang tidak sesuai
lagi dengan kebutuhan dan keadaan masyarakat sekarang ini. Namun banyak diantara
sastra daerah itu yang mengandung ide yang besar, buah pikiran yang luhur, pengalaman
jiwa yang berharga, dan sebagainya. Semuanya itu masih dimanfaatkan pada masa
sekarang dan pada masa yang akan datang. Karya sastra dapat berguna karena
memancarkan pengalaman jiwa kepada penikmatnya. Dengam demikian fungsi karya
sastra adalah menyenangkan dan berguna (Badrun,1983:20). Harus kita ketahui juga
menentukan fungsi karya sastra adalah tergantung dari sikap kita dalam menempatkan
karya sastra sebagai karya imajinatif.
Latar belakang takhyul dapat bertahan terus sampai saat ini, dapat diberikan contoh sebagai berikut :
Disebabkan oleh cara berfikir yang salah, prelideksi (kegemaran) serta psikologi umat manusia untuk percaya kepada yang gaib-gaib ritus peralihan hidup, teori keadaan dapat hidup terus (survival), perasaan ketidaktentuan, akan tujuan yang sangat didambakan, ketakutan akan hal-hal yang tidak normal atau penuh resiko dan takut akan kematian pemodernisasian takhyul, serta pengaruh kepercayaan bahwa tenaga gaib dapat tetap hidup berdampingan dengan ilmu pengetahuan dan agama. Brunvand (dalam Danandjaya 1968:191).
Jika kita meninjau suatu masyarakat, maka akan terlihatlah pada kita di dalam
masyarakat tersebut terdapat kelompok-kelompok manusia yang dari individu-individu
sebagai anggota masyarakat, yang mana sudah tentu tiap individu itu akan saling
berhubungan satu sama lainya.
Dengan mengetahui struktur sosial dari suatu masyarakat, maka dapat pula kita
ketahui organisasi masyarakat yang berlaku di dalam suatu masyarakat pula. Baik
organisasi masyarakat tersebut maupun struktur sosial dari suatu suku bangsa akan
berlangsung hidup tidak berobah, sedangkan individu yang bergerak didalamnya sudah
tentu akan berubah dan berganti. Hubunganya dengan budaya sangat berkaitan erat
karena sebagian dari kebudayaan yang tercermin di dalam kehidupan masyarakat Batak
yang menghargai dasar filsafatnya.
Sejarah kebudayaan dan pergolakan suku bangsa Batak, jelas sekali termasuk
salah satu bagian daripada sejarah kebudayaan dan pergolakan bangsa Indonesia. Tetapi
sayang dewasa ini sejarah dan kebudayaan daripada masing-masing suku bangsa
tergali atau tersusun, diantaranya selain karena akibat politik kolonialisme Belanda dulu,
juga karena akibat revolusi kemerdekaan Indonesia pada masa-masa yang lalu.
Sejarah kebudayaan dan pergolakan masing-masing suku bangsa Indonesia,
memang mempunyai titik-titik perbedaan juga sesuai dengan asal usulnya, situasi dan
kondisi yang dialami dan dilaluinya dalam peredaran zaman beberapa abad yang telah
lampau.
Sistem sosial pada masyarakat Batak di desa Gorat Pallombuan berdasarkan
perundang-undangan formal seperti yang telah tercantum dalam Pancasila dan
Undang-Undang Dasar1945 dan juga masyarakat Batak di desa Gorat Pallombuan tentang
hukum-hukum yang ada dalam agama serta adat istiadat yang dijunjung tinggi oleh masyarakat
Batak Toba. Sistem sosial yang sesuai dengan perundang-undangan digunakan pada
masyarakat Batak di desa Gorat Pallombuan, setelah Indonesia menjadi sebuah Negara
yang merdeka dari penjajah pada tanggal 17 Agustus 1945. Oleh karena itu, masyarakat
Batak Toba khususnya di desa Gorat Pallombuan, berdasarkan penelitian yang dilakukan
penulis, bahwa sosial dan budaya masih ada dan masih sampai sekarang. Manakala
sistem sosial budaya dari satu masyarakat mempunyai identitas tersendiri, yang meliputi :
a. Sistem pemerintahan
b. Sistem kepercayaan dan agama
c. Sistem kekerabatan
d. Sistem adat istiadat
1.2 Rumusan Masalah
Masalah merupakan suatu bentuk keterangan yang memerlukan suatu jawaban,
pertanyaan atau kalimat yang kiatnya menarik atau mengugah perhatian. Rumusan pokok
permasalahan sebenarnya merupakan batasan-batasan dari ruang lingkup topik yang
diteliti.
Adapun masalah yang dibahas dalam skripsi ini adalah:
1. Jenis-jenis hata tongka pada masyarakat Batak Toba
2. Fungsi hata tongka pada masyarakat Batak Toba
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah dan perumusan masalah maka tujuan yang
akan dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui jenis-jenis hata tongka pada masyarakat Batak Toba
2. Untuk mengetahui fungsi hata tongka pada masyarakat Batak Toba
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menambah informasi kepada pembaca tentang salah satu sastra
sebagian lisan yang terdapat di Samosir
2. Sebagai alternatife dalam menyampaikan ajaran-ajaran moral yang
sekarang ini sudah semakin menipis
3. Mengetahui adanya hata tongka (takhyul) di Samosir
4. Untuk menambah wawasan, khususnya mengenai kebudayaan pada
5. Mengajak segenap lapisan masyarakat Batak Toba untuk tetap sadar
bahwa suatu saat sastra daerah itu akan punah jika tidak ada kesadaran
untuk melestarikanya.
6. Bagi generasi muda khususnya suku Batak Toba, penelitian ini untuk
menggungah hati mereka dalam pengenalan kembali tentang hata
tongka sebagai suatu kebudayaan.
7. Bagi masyarakat awam (masyarakat yang kurang/tidak mengetahui
adat suku batak Toba) dengan adanya penelitian ini maka akan tertarik
untuk mengenal hata tongka pada masyarakat Batak Toba lebih dalam.
1.5
Anggapan Dasar
Anggapan Dasar ini merupakan titik tolak pemikiran untuk penyelidikan tertentu
yang sebenarnya dapat diterima tanpa perlu dibuktikan lagi ( Anwarsyah, 1993).
Anggapan dasar atau asumsi merupakan pokok pikiran yang menjadi landasan atau yang
dijadikan titik tolak dalam mendekati masalah.
Landasan ini perlu ditegakkan agar mempunyai dasar yang pokok untuk
mendapatkan informasi mengenai berbagai hal yang diinginkan bagi masyarakat maupun
suku-suku lain.
Salah satu pelaksanaan atau kebiasaan yang dilakukan masyarakat Batak Toba dalam
kehidupan sehari-hari adalah dengan menggunakan hata tongka (kata larangan)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Untuk mencapai hasil penelitian yang objektif penulis berusaha menjelaskan
variabel-variabel atau kata-kata kunci yang berhubungan dengan penelitian ini. Variabel
– variabel tersebut yaitu tentang pengertian hata, kepustakaan yang relevan, dan teori
yang digunakkan.
2.1 Pengertian hata
“Hata” lah yang memengang peranan yang sebesar-besarnya dalam adat istiadat
Batak. Filsafat Batak pertama tentang “hata” (kata) berbunyi :
“Tali ihot ni hoda,
Hata ihot ni jolma.”
Artinya : Tali pengikat kuda, kata pengikat manusia.
Maksudnya : Dalam peradatan harus hati-hati mengeluarkan kata, karena kata-kata
yang keluar dari mulut kita mengikat benar. Oleh sebab itu, peranan “hata” sangatlah
berpengaruh di daam kehidupan bermasyarakat. Kata itulah yang menentukan bagaimana
cara untuk tetap berbicara dengan benar dan sopan karena kata yang keluar dari mulut
manusia tidak mungkin dapat dikembalikan ketempatnya semula.
Berhubung dengan pentingnya “hata” itu dalam pekerjaan “adat” atau di dalam
kehidupan bermasyarakat Batak Toba, maka tidak banyak orang yang suka menjadi “raja
parhata”, karena disamping mempunyai kecerdasan memahami arti dan tujuan kata-kata
macam kiasan yang bukan hanya membuat kata-katnya menjadi indah, tetapi juga
mepertajam yang dikatakanya. Selain itu harus mempunyai perbendaharaan “umpama
dan umpasa” ( pepetah dan perumpamaan) yang cukup dan dapat mematahkan
perlawanan pihak lawan bicara.
Karena itu semuanya, banyak orang yang sebenarnya mempunyai hak dan kewajiban
bertindak atau berfungsi sebagai “raja parhata” menyerahkan haknya itu kepada
saudaranya yang lain yang dianggapnya cukup matang dalam hal itu. Terlebih-lebih pada
zaman dahulu kala kepandaian berbicara itu sangat besar artinya dalam masyarakat Batak
yang dapat mengungkap identitas dari anggota masyarakat tersebut.
Didalam acara adat hata tongka juga dapat berperan penting didalam mengajarkan
setiap norma-norma dan ajaran moral yang berkaitan didalam kehidupan bermasyarakat.
Adakalanya sering terlontar dari raja parhata dikarenakan agar melarang seseorang itu
jangan melakukan tindakan yang semena-mena dan memperhatikan peraturan yang ada
didalam acara adat tersebut. Karena dengan mengucapkan hata tongka tersebut
masyarakat akan lebih percaya akan terjadinya sesuatu yang akan membuat dirinya
berada dalam masalah atau ketidaktenangan bagi diri.
Rasa ketidaktenangan yang dialami oleh masyarakat yang masih mempercayai akan
timbulnya berbagai konflik yang akan melanda setiap kegiatan dan aktivitas mereka
melalui kekuatan-kekuatan alam yang memaksa dirinya untuk dapat terus bertahan.
Dikarenakan juga melalui hata tongka tersebut masyarakat akan tersadar akan pentingnya
didalam menjaga kelestarian hidup dan mematuhi segala peraturan yang terdapat didalam
menjalankan sebuah upacara adat karena adat adalah salah satu bahagian dari kebudayaan
2.2 Kepustakaan yang Relevan
Pengertian Folklor:
Menurut Budiman (dalam Ginting 1979 : 13) berpendapat sebagai berikut:
“Sebagian dari kebudayaan yang tersebut dan diwariskan secara turun – temurun
dan tradisional diantara anggota – anggota kelompok apa saja, dalam versi yang
berbeda – beda baik dalam bentuk lisan, maupun contoh yang disertai dengan
perbuatan.”
Melalui folklor dapat diketahui kebudayaanya masyarakat pada waktu berkenaan
(zamanya) baik dari segi pikiran, latar belakang masyarakat, maupun konsepnya serta
keinginan mereka. Juga melalui folklor masyarakat lama menyampaikan bagaimana
leluhur nenek moyang dahulu. Pikiran dan perasaanya tidak menggambarkan secara
terbuka seperti sekarang namun disampaikan dengan cara tersirat dan halus sekali.
Begitulah pribadi masyarakat dulu yang banyak menampilkan nilai – nilai kehidupan
yang menyangkut moral dan sebagainya.
James Dananjaya (1984 : 21) memetik pendapat Jan Harold Brunvand membagi folklor dalam tiga kelompok besar yaitu: ”
a. Folklor lisan adalah folkor yang bentuknya mmang murni lisan. Contohnya; bahasa rakyat, ungkapan tradisional, prtanyaan tradisional, cerita prosa rakyat dan lain sebagainya.
c. Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun pembuatanya diajarkan secara lisan. Contohnya ; arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adapt, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional.”
2.3 Teori yang digunakan
Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (yunani), berarti kebulatan alam
atau realitas. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keteranganya,
yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian.
Teori merupakan prinsip dasar yang terwujud dan berlaku secara umum dan
memperoleh seorang penulis untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Teori
diperlukan untuk membimbing atau memberi arah sehingga dapat menjadi tuntutan kerja
bagi penulis.
Di dalam meneliti masalah ini dibutuhkan suatu landasan teori, yaitu landasan
berupa hasil perenungan yang mendalam, tersistem dan terstruktur terhadap gejala –
gejala alam yang berfungsi sebagai pengarah dalam kegiatan penelitian.Teori merupakan
landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberikan
jawaban terhadap masalah yang digarap. Dengan landasan teori yang kuat niscaya segala
masalah akan dapat terselesaikan dengan baik. Pemahaman tentang folklor sebahagian
lisan adalah folklor yang bukan merupakan gabungan unsur lisan dan unsur bukan lisan.
Kepercayaan rakyat atau yang sering disebut “takhyul” adalah kepercayaan yang
oleh orang berpendidikan barat dianggap sederhana bahkan pandir tidak berdasarkan
logika sehingga secara logika tidak dapat di pertanggungjawabkan.
Menurut Danandjaya (dalam Poewadarminta, 1976 : 996) mengatakan kata
modern lebih senang menggunakan istilah kepercayaan rakyat (folk belief) atau
keyakinan berarti hanya khayalan belaka (sesuatu yang hanya diangan-angan saja yang
sebenarnya tidak ada).
Folklor mempunyai fungsi tertentu. Menurut Willam R Bascom (dalam Danandjaya 1986 : 19) fungsi folklor adalah :
a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif
b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dalam lambang-lambang kebudayaan c. Sebagai alat pendidikan anak
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian berasal dari kata metode yang artinya cara yang tepat untuk
melakukan sesuatu, dan logis yaitu ilmu atau pengetahuan. Jadi metodologi artinya cara
melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu
tujuan. (Naburko,1997).
Metode penelitian adalah upaya untuk menghimpun data yang diperlukan dalam
penelitian. Dengan kata lain metodologi penelitian akan memberikan jawaban atau
petunjuk terhadap pelaksanaan penelitian atau bagaimana penelitian ini dilaksanakan.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh kebenaran atau membuktikan kebenaran
terhadap suatu objek permasalahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptif, yaitu penulis akan memaparkan sesuatu dengan keadaan sebenarnya.
Sehingga pembaca dapat merasakan apa yang penulis paparkan sesuai dengan gambaran,
pemaparan penulis tentang kajian yang dilakukan.
3.2 Metode dasar
Metode dasar ialah metode yang digunakan dalam hal proses pengumpulan data,
sampai pada tahap analisis dengan mengekspletasi pada pokok permasalahan untuk
mendapatkan suatu hasil yang baik sesuai dengan apa yang diharapkan. (Simanjuntak,
Dasar pemikiran (takhyul) hata tokka ini adalah kepercayaan kepada kekuatan
sakti (Koentjanigrat, 1967:265). Hubungan yang menyebabkan suatu asosiasi misalnya
persamaan waktu, persamaan wujud, totalitas dan bagian dan persamaan bunyi.
Secara harafiah, penelitian deskriptif adalah penelitian yang bermaksud dengan
memaparkan atau mendeskripsikan secara rinci tentang kepercayaan rakyat pada
masyarakat Batak Toba secara objektif apa adanya. Metode ini mencapai penelitian
dalam upaya pengumpulan atau penganalisaan data.
Berhubung “takhyul” adalah semacam ungkapan trdisional, maka ia termasuk
juga dalam folklor, tetapi berbeda dengan ungkapan tradisional lainya (seperti bahasa
rakyat, peribahasa, teke-teki, sajak, nyanyian rakyat, cerita rakyat dan sebagainya).
Takhyul berdasarkan asumsi atas kesadaran dan bukan kesadaran mengenai
syarat(condition) dan akibat-akibat, sebab dan akibat dalam dunia kehidupan sehari-hari
walaupun asumsi itu tidak ilmiah, aspek kepercayaan takhyul dan aspek perbuatan
takhyul sangat luas persebaranya di semua lapisan masyarakat.
Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga seringkali kelihatanya
kasar terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak foklor
merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manifestasinya.
Oleh Hand (dalam Danandjaya, 1986 : 155 – 156), kepercayaan rakyat atau yang sering disebut dengan takhyul di sekitar lingkaran hidup manusia dibagi lagi kedalam tujuh kategori.
a. Lahir, masa bayi, dan masa kanak-kanak b. Tubuh manusia, dan Obat-obatan rakyat c. Rumah dan pekerjaan rumah tangga d. Mata pencaharian, dan hubungan sosial e. Perjalanan dan perhubungan
a. Lokasi Penelitian
Lokasi yang ditetapkan oleh penulis dalam meneliti adalah di desa Gorat
Pallombuan Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir. Alasan mengapa penulis memilih
lokasi ini adalah karena pada masyarakat setempat masih mempercayai hata tongka
(takhayul) tersebut, dan memudahkan penulis dalam melakukan penelitian.
b. Sumber data penelitian
Sumber data yang diperoleh dalam pendeskripsian ini yang menjadi sumber data
penelitian ini adalah orang-orang tua yang masih mengingat atau mengetahui hata tongka
tersebut. Adapun syarat sebagai nara sumber penulis adalah dipilih yang berumur
minimal lima puluh tahun ke atas yang memahami hata tongka tersebut. Sumber data
yang diperoleh juga diambil dari kutipan-kutipan buku yang ada relevansinya dengan
skripsi ini.
c. Instrumen penelitian
Alat atau fasilitas yang digunakan penulis dalam mengumpulkan data agar pekerjaan
lebih mudah dengan hasil yang lebih baik. Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah daftar wawancara, alat-alat tulis seperti: buku, pulpen dan daftar kuisoner.
3.3 Metode pengumpulan data
Dalam peengumpulan dan memperoleh data penulis mnggunakan beberapa metode
yaitu dari tinjauan pustaka maupun studi lapangan atau deskriptif.
1. Metode Pustaka yaitu penulis berusaha mencari buku-buku bahan acuan dari
2. Metode Lapangan/deskriptif
a. Metode Observasi atau pengamatan yaitu melakukan penelitian untuk
memperoleh data dengan langsung ke lapangan.
b. Metode Interview (wawancara) yaitu metode yang dilakukan untuk
mendapatkan keterangan lebih lanjut yang penulis perlukan. Untuk dapat
mengumpulkan data yang diperlukan menggunakan daftar wawancara
langsung.
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah metode atau cara-cara si peneliti dalam mengolah data
yang mentah sehingga menjadi data yang cermat, atau akurat dan ilmiah.
Pada dasarnya analisis adalah kegiatan untuk memanfaatkan data sehingga dapat
diperoleh suatu kebenaran atau ketidakbenaran. Dalam analisis diperlukan imajinasi dan
kreatifitas sehingga diuji kemampuan peneliti dalam menalar sesuatu.
Untuk menganalisis data penelitian ini, penulis menggunakan langkah-langkah
sebagai berikut:
• Mengidentifikasi data – data yang diperoleh dari lapangan
• Data yang diperoleh akan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Jenis – jenis hata tongka (takhyul) pada masyarakat Batak Toba
4.1.1 Hata Tongka tu Poso-poso
Hata tongka pada poso-poso ini muncul dikarenakan rasa ketakutan yang sangat
mendalam yang dialami oleh para orang tua yang masih mempercayai akan
kekuatan duniawi yang dapat mencelakakan diri sianak atau yang menganggap
kehidupan mereka yang masih berdampingan dengan ritus peralihan hidup.
1 Dang boi surion obuk ni poso-poso na baru tubu
/Tidak boleh menyisir rambut anak yang baru lahir/
Supaya kepala si bayi tidak kesakitan karena umumnya anak yang baru
lahir masih dalam keadaan lemah dan seluruh tubuhnya yang masih rentan
akan disekelilingnya. Oleh sebab itu, terutama kapala sangat tidak bisa
disentuh oleh benda keras seperti sisir karena bisa menyebabkan kesakitan
pada diri si bayi. Jadi, Mungkin ini hal yang paling ditakuti sehingga
masih diyakini sampai sekarang.
2 Dang boi jomuron abit ni poso-poso botari
/Tidak boleh menjemur pakaian anak baru lahir pada sore hari/
Dahulu diyakini akan menyebabkan sakit pada si bayi karena bisa disentuh
oleh makhluk halus padahal, karena sudah mau menjelang malam
dikwatirkan akan kehilangan atau terkena hujan yang menyebabkan
menjadi kotor kembali.
3 Dang boi dipapasson abit/lampin ni poso-poso nabaru tubu
Dulu diyakini jika dilempar-lempar akan menyebabkan kecekukan bagi si
bayi tersebut.
4 Dang boi balga soara i bege poso-poso na baru tubu
/Tidak boleh besar suara di dengar anak yang baru lahir/
Karena si bayi tersebut masih dalam keadaan lemah yang membuat dirinya
tidak terbiasa untuk mendengarkan suara-suara yang keras.
5 Dang boi marhassa poso-poso na so marngingi
/Anak yang baru lahir tidak boleh bercermin/
Karena belum mengetahui apa-apa maka dia akan terkejut melihat dirinya
sendiri di cermin itu dan merasa itu adalah temanya yang membuat dirinya
akan selalu berkhayal.
6 Dang boi di dokkon momok tu poso-poso na baru tubu, annon gabe kurus
/Pada anak bayi tidak boleh dibilang gendut, nanti menjadi kurus/
Agar tidak terjadi yang tidak diinginkan jika kelak ia akan menjadi besar
nantinya.
7 Dang boi manggotil baba ni poso-poso, annon dang olo mangan
/Tidak boleh mencubit mulut anak bayi, nanti tidak mau makan/
Peringatan juga kepada kita bahwa jika kita mencubit mulutnya takutnya
karena si bayi masih rentan akan lingkunganya mulutnya akan luka yang
menyebabkan dia merasa kesakitan untuk makan.
8 Dang boi baennon poso-poso i tot, annon marsahit
/Tidak boleh ditaro di atas lutut, nanti penyakitan/
Rasa ketakutan yang mendalam pada diri manusia jika ditaruh dilutut akan
menyebabkan dia jatuh dan akhirnya jatuh.
/Tidak boleh memakan sisa dari makanan anaknya, nanti menjadi pelawan/
Agar tidak membuang-buang makanan karena sangat sulit untuk
memperolehnya.
10 Dang boi i umma tikki modom apalagi ulu na dohot pusar, annon pendek umur
/Jika tidur tidak boleh dicium apalagi kepala dan pusatnya, nanti umurnya tidak panjang/
Agar si bayi tersebut tidak terganggu dari tidurnya yang membuat dirinya
menjadi cenggeng.
11 Dang boi mangombbus baba na, annon gabe bisu
/Tidak boleh meniup mulutnya, nanti jadi bisu/
Jika kita meniup mulut si bayi dia tidak akan tahan akan hembusan yang
membuat dirinya merasa tenggelam dan sulit untuk bicara.
12 Dang boi mamereng poso-poso sian atas ni ulu na, annon mata na juling
/Tidak boleh melihatnya dari atas kepala, nanti matanya kerong/
Ada betulnya juga jika dia keseringan melihat keatas maka matanya akan
terbiasa dengan yang aneh-aneh seperti matanya akan juling.
4.1.2 Hata Tongka tu Dakdanak
Hata tongka digunakan untuk anak-anak agar mereka lebih menghormati atau
lebih menghargai akan kehidupan dan tatakrama yang berlaku didalam kehidupan
bermasyarakat. Kemunculan hata tongka ini pada anak-anak karena
ketidakpatuhan mereka akan perintah-perintah dari orang tua mereka yang
mengharuskan si orang tua mengucapkan hata tongka agar sianak memahami dan
mempergunakan hata tongka tersebut sianak lebih takut karena berhubungan
dengan kemistikan dunia.
1. Dang boi manghunduli battal, annon baroan panggul
/Dilarang duduk di atas bantal, nanti pantat berbisul/
Supaya kita jangan menduduki bantal karena bantal tersebut tempat untuk
kepala di saat tidur.
2. Dang boi tuduon halibitongan, annon ponggol jari-jari na
/Tidak boleh menunjuk pelangi, nanti patah jari-jarinya/
Keyakinan bagi masyarakat jika menunjuk sesuatu sangat dilarang karena
diyakini disetiap tempat itu adalah keramat.
3. Dang boi mangaraut sisilon borngin, annon gelleng umurna
/Dilarang memotong kuku waktu malam, nanti jadi pendek umur/
Keterbatasan akan alat penerangan pada jaman dahulu yang menyebabkan
dilarangnya untuk melakukan sesuatu terutama dalam memotong kuku
agar tidak terjadi sesuatu hal yang dapat mencelakakan diri seperti
terpotongnya jari-jari tangan.
4. Dang boi mamiol-miol i jabu borngin, annon ro ulok
/Dilarang bersiul dalam rumah, nanti ular masuk/
Karena keusikan dari siulan tersebut yang menyebabkan ular dapat
menghampiri, karena ular sangat sensitif akan bunyi atau suara-suara yang
dapat menganggu dirinya.
5. Dang boi i pajulur dila, annon dila matappul
/Tidak boleh menjulur lidah, nanti lidah terpotong/
Supaya tidak melakukan hal-hal yang dapat membuat orang lain merasa
6. Dang boi mangallang ulu ni dekke, annon gabe oto
/Tidak boleh makan kepala ikan, nanti menjadi bodoh/
Keyakinan bagi masyarakat setempat tidak diperbolehkanya memakan
kepala ikan karena dianggap dapat berpengaruh kedalam otak.
7. Dang boi manudu kuburan, annon jari bengkok
/Tidak boleh menunjuk makam, nanti jari bengkok/
Keyakinan bagi masyarakat agar jangan menunjuk-nunjuk kesembarang
tempat karena dianggap masih keramat.
8. Dang boi mangan i na golap, annon i dokkon mangan dohot begu
/Tidak boleh makan dalam gelap, nanti dikatakan makan dengan iblis/
Karena ditempat gelap itu diidentikkan sama dengan hantu-hantu yang
berkeliaran makanya dianggap sangat tidak wajar jika makan di tempat
yang gelap.
9. Dang boi marmeam manang haluar botari, annon i massuki begu
/Dilarang bermain atau keluar rumah waktu senja, nanti disurukkan hantu/
Karena diyakini pada sore hari para hantu-hantu berkeliaran dan dapat
menganggu setiap aktifitas manusia.
10. Dang boi maridi tonga arian
/Tidak boleh mandi pada tengah hari/
Karena teriknya matahari yang menyebabkan sakitnya kepala atau
membuat demam yang dapat mengundang penyakit.
11. Dang boi tangis i juma
/Tidak boleh menangis di ladang/sawah/
Keyakinan bagi masyarakat setempat yang sangat melarang anaknya untuk
12. Dang boi mangarat abit, annon ngingi margilok
/Tidak boleh mengigit baju, nanti giginya berulat/
Tanda larangan agar jangan selalu mengigit baju karena kelihatan sangat
tidak nyaman jika dipandang oleh orang lain.
13. Dang boi kossing tindang, annon i tarik begu
/Tidak boleh kencing berdiri, nanti di tarik hantu/
Karena keyakinan masyarakat akan keramatnya disetiap tempat yang
menyebabkan kewaspadaan jika melakukan sesuatu hal yang dapat
membahayakan diri.
14. Dang boi mangallang utok-utok ni babi, annon ubanon
/Tidak boleh makan otak babi, nanti ubanan/
Diyakini sangat berpengaruh jika memakan otak dari babi tersebut yang
menyebabkan munculnya keanehan didalam diri.
15. Dang boi huttion tangan, annon hatop mate natua-tuana
/Tidak boleh menjunjung tangan, nanti cepat mati orang tua/
Keyakinan bagi masyarakat setempat agar jangan mengangkat dan
menjunjung tangan karena dapat menyebabkan kematian bagi orang tua.
16. Dang boi mangan martopi
/Tidak boleh makan sambil pakai topi/
Karena sangat tidak nyaman jika makan sambil pakai topi karena
kelihatanya sangat jelek sekali.
17. Dang boi mangalakai sipanganon
Karena sangat tidak sopan jika melangkahi makanan yang membuat kita
menjadi tidak menghargai jerih payah orang tua kita.
18. Dang boi i dege topi
/Tidak boleh memijak topi/
Karena topi tersebut dipake diatas kepala maka tidak sopan jika dipijak.
4.1.3 Hata Tongka tu Boru-boru
Hata tongka pada perempuan muncul karena ketakutan para orang tua yang
mempunyai anak perempuan untuk dapat menjaga kebersihan dirinya dan
lingkunganya agar dapat memberikan citra dan warna bagi keluarganya. Karena
kebanyakan anak perempuan belum tentu bisa untuk dapat menguasai dirinya dan
masih mudah terpengaruh akan hal-hal yang tidak diinginkan. Oleh sebab itu,
dengan menggunakan hata tongka perempuan lebih mengerti akan kehidupan
yang sebenarnya.
1. Dang boi mancabut ngingi borgin
/Tidak boleh mencabut gigi pada malam/
Agar tidak salah cabut, karena pada jaman dahulu belum adanya listrik
karena masih menggunakan api yang dinamai teplok jadi sepenuhnya
masih gelap ditakutkan akan salah cabut oleh sebab itu, tidak
diperbolehkan untuk mencabut gigi pada malam hari.
2. Dang boi marende i pudi, annon kawin tu namatua
/Tidak boleh menyanyi di dapur, nanti menikah sama orang yang tua/
Agar kita tidak terlalu keasyikan menyanyi dan melupakan pekerjaan
bekerja seperti, masakan gosong ataupun api akan menyambar
kemana-mana yang menyebabkan kebakaran.
3. Dang boi marfoto tolu halak, annon hatop mate
/Tidak boleh berfoto tiga orang, nanti cepat meninggal/
Diyakini jika berfoto berjumlah ganjil akan menyebabkan kematian.
4. Dang boi manghunduli losung, annon baroan
/Tidak boleh duduk di lesung, nanti kurapan/
Karena lesung itu tempat untuk menumbuk makanan tarutama untuk
menumbuk beras agar menjadi tepung. Jadi lesung itu tidak boleh di
duduki.
5. Dang boi marsuri tonga borngin, annon i jonoki begu
/Tidak boleh menyisir rambut malam hari, nanti didekati hantu/
Keyakinan bagi masyarakat setempat jika suka menyisir rambut malam
hari dapat mengundang datangnya hantu untuk membantu menyisirnya
karena menurut mitos kebanyaan hantu itu mempunyai rambut panjang.
6. Dang boi mambuat suga i pat borgin
/Tidak boleh mengambil duri di kaki malam hari/
Karena jika diambil akan menjadi lebih masuk kedalam daging karena
belum adanya penerangan pada jaman dulu, walaupun ada tetapi tidak
seperti pada saat ini.
7. Dang boi simanjujung tu baba ni pittu molo modom
/Tidak boleh kepala mengarah ke pintu pada saat tidur/
Keyakinan bagi masyarakat setempat jika mengarah ke pintu akan
mendapat nasib sial didalam kehidupanya.
8. Dang boi mangalakkai ubat
Diyakini jika dilangkahi maka tidak akan berkhasiat/berguna lagi jika
dipergunakan lagi.
9. Dang boi manigat hutu borngin
/Tidak boleh mencari kutu pada malam hari/
Karena belum adanya penerangan pada saat itu yang menyebabkan
dilarangnya untuk mencari kutu karena masih keadaan gelap.
10.Dang boi manapu borgin
/Tidak boleh menyapu rumah pada malam hari/
Karena dapat menghalangi datang orang/tamu masuk ke dalam rumah dan
diyakini juga membuat rezeki akan menjauh.
11. Dang boi hundul i tangga ni jabu
/Tidak boleh duduk di tangga rumah/
Ini juga dapat menghalangi datangnya tamu yang berkunjung ke dalam
rumah karena tangga adalah perantara keluar masuknya orang.
12. Dang boi mangan huhut mardalan, annon marsahit
/Tidak boleh makan sambil jalan-jalan, nanti penyakitan/
Agar makanan tersebut tidak jatuh atau bertebaran kemana-mana yang
menyebabkan makananya jadi terbuang-buang.
13.Dang boi mamakke abit narara, annon i allang ronggur
/Tidak boleh memakai baju warna merah, nanti dimakan petir/
Mungkin karena kecerahan atau terlalu bercahanya baju merah yang
menyebabkan mudahnya untuk disambar petir.
14. Dang boi mamereng bunga na dapdap, annon olo gabe halimataon
/Tidak boleh melihat bunga yang berduri, nanti sakit mata/
Karena bunga tersebut kebanyakan duri yang akhirnya membuat mata jadi
15.Unang martukko isang, annon hatop monding natua-tua i
/Jangan bertekkuk dagu, nanti orang tua cepat meninggal/
Diyakini hingga pada saat ini dapat menyebabkan hal-hal yang tidak
diinginkan.
16.Molo makkail dang boi boanon hepeng, annon bage dang dapotan dekke
/Pada waktu memancing tidak boleh bawa uang, nanti tidak dapat ikan/
Karena mungkin tidak akan diperdulikanya lagi uang yang berada di
kantong karena keasyikan memancing, yang akhirnya membuat orang lain
dapat mengambilnya.
17.Dang boi madoltak tataring, olo ninna bage hassit ulu
/Tidak bisa memukul tungku, nanti sakit kepala/
Mungkin karena kelengkingan suara dari tungku yang kita pukul
menyebabkan kepala kita jadi terasa sakit untuk mendengarkanya.
18.Dang boi hundulan goni na marisi boras, unang hassit butuha
/Tidak boleh duduk di atas beras, nanti sakit perut/
Janganlah kita kiranya menduduki beras karena beras itu adalah makanan
yang paling pokok dan yang sangat kita butuhkan.
19.Dang boi dohonon goar ni natoras niba, olo gabe malala baba
/Tidak boleh menyebutkan nama orang tua, nanti meleleh mulut/
Seharusnya pun kita tidak boleh menyebut-nyebut nama orang tua kita,
karena kita harus menghormatinya sebagai orang tua kita.
20.Dang boi manggusting obuk borngin, olo ro begu
/Tidak boleh memotong rambut malam hari, nanti kedatangan hantu/
Karenanya agar tidak salah potong yang mengakibatkan ketidakpuasan
akan pekerjaan yang dilakukan berhubung juga karena belum didukung
21.Dang boi allangon ulu ni manuk, annon hatop ubanon
/Tidak boleh makan kepala ayam, nanti cepat ubanan/
Keyakinan masyarakat untuk tidak diperbolehkan memakan kepala ayam
agar tidak berakibat buruk.
22.Dang boi somal mamburai, annon gabe latapon
/Tidak boleh selalu menghina atau mengejek, nanti bibirnya pecah-pecah/
Agar jangan sering mengejek orang agar mulut tidak terbiasa untuk
mengucapkan kata-kata yang kotor.
23.Dang boi hossingon api na gara, annon gabe gobbung
/Tidak boleh mengencingi api, nanti perutnya gembung/buncit/
Karena api tersebut panas yang dapat menyebabkan terkenanya hawa
panas ke badan kita yang membuat jadi gembung.
24.Dang boi hundul i tonga ni jabu, annon i laosi begu
/Tidak boleh duduk di tengah-tengah rumah, nanti di hampiri hantu/
Keyakinan masyarakat setempat agar jangan duduk ditengah-tengah
rumah yang dapat menyebabkan terhalangnya orang yang akan lewat.
25. Dang boi manuri obuk huhut mardalan, annon gabe pailahon
/Tidak boleh menyisir rambut sambil berjalan, nanti mendapat malu/
Karena jika menyisir rambut diharapkan agar selalu ditempatnya karena
jika tidak dapat membuat rambut berjatuhan dan bertebaran kemana-mana
dan dapat mengenai orang.
26.Dang boi mangan i sudut meja, annon i musui simatua
/Jangan makan di sudut meja, nanti di musuhi mertua/
Karena terlihat sangat jelek sekali bila makan di sudut meja karena dapat
menjauhi orang yang berada disekitar kita.
27.Dang boi i nganggat bibir nai toru, annon marsabbor nipi
Agar jangan suka mengigit bibir yang menyebabkan keburukan bagi diri
sendiri.
28.Dang boi manggarat sisilon, annon gok utang na
/Tidak boleh mengigit kuku, nanti terlilit hutang/
Keyakinan bagi masyarakat setempat untuk tidak diperbolehkanya
mengigit kuku karena dianggap dapat menyebabkan banyak utang dan
pendirian yang tidak tetap.
29. Dang boi marsidalian tangis, annon natua-tua pogos
/Tidak boleh berpura-pura menangis, nanti orang tua dapat musibah/
Agar kita jangan suka berpura-pura didalam hidup ini yang dapat
mengakibatkan keburukan bagi diri kita.
30.Dang boi manussi piring borngin, annon gabe sega suan-suanan
/Tidak boleh mencuci piring pada malam hari, nanti gagal panen/
Diyakini bagi masyarakat setempat agar jangan melakukan aktifitas pada
malam hari terutama untuk mencuci piring karena dianggap akan
membuang-buang makanan.
4.1.4 Hata Tongka tu baoa
Hata tongka muncul karena ketakutan orang tua yang mempunyai anak laki-laki
agar dapat menjaga kebersihan dirinya dan lingkunganya. Kekuatiran orang tua
yang mendalam kepada anak-anaknya khususnya laki-laki agar dapat menjaga
nama baik keluarga dan dapat menghargai setiap anggota keluarga. Orang tua
yang masih mempercayai kekuatan-kekuatan gaib yang menganggap kehidupan
mereka yang masih diatur oleh keadaan alam dan ritus-ritus peralihan hidup yang
Makanya diucapkan hata tongka tersebut agar mereka dapat lebih memahami
akan makna dari kehidupan.
1.
Dang boi hundul i jujung ni lindung/Tidak boleh duduk di ujung rumah/
Keyakinan pada masyarakat setempat agar jangan mendapat musibah.
2.
Namardongan saripe dang boi marbadai i juma/Suami istri tidak boleh bertengkar di ladang/
Ketakutan agar apa yang dikerjakanya tidak akan mendapat hasil yang
baik atau panennya gagal.
3.
Molo mangoppoi jabu dang boi be tukkang i manaili tu pudi/Jika memasuki rumah baru tukang tidak boleh melihat ke belakang/
Keyakinan jika menoleh ke belakang rumah yang dibangun tersebut tidak
akan bertahan lama yang membuat jadi hancur.
4.
Molo mangan dang boi iakkat piringna, annon dapotan ina-ina dua/Pada saat makan tidak boleh mengangkat piring, nanti dapat isteri dua/
Karena jika diangkat nampak tidak tetapnya pendirian seseorang tersebut
yang membuat pilihanya jadi tidak menentu.
5.
Dang boi mangan margatti pinggan, annon kawin cerai/Tidak boleh makan berganti piring, nanti kawain cerai/
Kiranya jangan suka mengganti piring agar tidak membuat bertambahnya
pekerjaan.
6.
Dang boi mekkel botarian, annon ro begu/Tidak boleh tertawa sore hari, nanti datang hantu/
Pada sore hari itu para hantu berkeliaran dimana-mana yang dapat
menggangu setiap orang terlebih kepada orang yang tertawa karena dapat
7.
Dang boi manilik na maridi, annon matana bilokkon/Tidak boleh mengintip orang mandi, nanti mata ketumbit/
Karena keseringan mengintip maka matanya akan sering mengeluarkan
airmata yang menyebabkan mata jadi ketumbit.
8.
Dang boi mamiol-miol i jabu, annon ro ulok/Tidak boleh bersiul-siul di dalam rumah, nanti datang ular/
Karena dapat mengusik ular tersebut karena dianggapnya tempat untuk dia
berteduh, karena biasanya ular suka dengan bunyi.
9.
Dang boi kossing i bara ni api, annon malala urena/Tidak boleh kencing di api, nanti buruk kemaluanya/
Karena api tersebut panas yang dapat menyebabkan terkenanya hawanya
panansnya sehingga membuat jadi buruk.
10.
Dang boi marsalimut rere, annon i mauppon aek i tao/Tidak boleh berselimut tikar, nanti digulung ombak di laut/
Kemiripan akan berselimutkan tikar seperti yang digulung ombak
makanya ditakutkan akan terjadi yang demikian.
11.
Dang boi mangalap bohi pake baju, annon i sogo i jolma/Tidak boleh mengusap muka dengan baju, nanti dibenci orang/
Karena kita memakai baju yang kita kenakan dan dengan tiba-tiba
mengusapkanya ke muka kita sangat terlihat jelek sekali makanya dapat
dibenci orang.
12.
Dang boi leleng i kamar mandi, annon hatop matua/Tidak boleh lama-lama di kamar mandi, nanti cepat tua/
Agar jangan berlama-lama di kamar mandi karena masih banyak orang
yang akan menggunakanya.
Karena akan terlihat tidak nyaman jika diihat dan dapat menganggu orang
yang akan masuk kedalam rumah.
4.1.5 Hata Tongka tu boru-boru nadeggan pamatangna
Hata tongka muncul pada wanita hamil dikarenakan kejadian yang berakibat
buruk yang akan terjadi kepada anak yang dikandungnya juga kepada dirinya.
Ketakutan yang amat mendalam yang dipercayai wanita hamil yang dapat
menganggu ketentraman jiwanya dan anaknya. Kemunculan hata tongka ini juga
agar dapat memelihara ketentraman hidup dan melakukan hal-hal yang sangat
bemanfaat bagi kelancaran persalinan yang akan dilakukan dikemudian hari.
1.
Nadeggan pamatangna dang boi mangallang pisang dempet, annon gellengna/Wanita hamil tidak boleh makan pisang dempet, nanti anaknya kembar/
Kebiasaan wanita hamil sangat banyak pantanganya terutama untuk makan pisang
dempet yang akan menyebabkan terjadi pada hal yang sama pada anaknya yang
akan lahir. Dan juga ancaman kematian ketidaksempurnaan yang dapat melanda
diri seorang perempuan hamil yang dapat berakibat dan berpengaruh kepada bayi
yang dikandungnya sehingga mereka lebih mempercayai akan
perkataan-perkataan terdahulunya.
2.
Dang boi modom tonga arian, annon balga ulu ni gelleng na/Tidak boleh tidur waktu tengah hari, nanti kepala anak akan menjadi besar/
Agar jangan suka tidur dan dapat melakukan aktifitas-aktifitas atau kegiatan untuk
3.
Dang boi maradi i toru ni jomuran, annon gelleng na oto/Tidak boleh beristirahat di bawah jemuran, nanti anak akan bodoh/
Keyakinan bagi masyarakat setempat tidak diperbolehkanya seorang wanita hamil
untuk beristirahat dibawah jemuran karena bisa menyebabkan pengaruh kepeda
anak yang dikandungnya tersebut.
4.
Dang boi mangalakkai huting na modom, annon bilokkon mata ni gelleng na/Tidak boleh melangkahi kucing yang sedang tidur, nanti mata anak selalu di penuhi kotoran/
Suatu keyakinan bagi masyarakat setempat agar jangan melakukan hal-hal yang
tidak diinginkan termasuk melangkahi kucing karena kucing masih dianggap
sebagai perantara dari roh-roh halus.
5.
Dang boi haluar tonga borgin, annon i jonoki begu/Tidak boleh keluar tengah malam, nanti di dekati hantu/
Kebiasaan pada masyarakat juga jika sudah malam akan berkeliaranya roh-roh
halus yang dapat menganggu seseorang termasuk wanita hamil.
6.
Dang boi marbadai dohot inang si matua, annon maol haluar anak na/Tidak boleh cekcok dengan ibu mertua, akan mengalami kesulitan ketika melahirkan anak/
Janganlah kiranya kita suka cekcok dengan mertua kita yang dapat menyebabkan
tidak direstuinya kita dan akhirnya membuat kesulitan untuk bersalin.
7.
Dang boi manappul manuk, annon gelleng na roa/Tidak boleh memukul ayam, nanti anak menjadi jelek/
Suatu keyakinan bagi masyarakat setempat agar jangan melakukan hal-hal yang
aneh agar tidak terjadi kepada anak yang di kandungnya.
8.
Dang boi manihasi jolma na i bereng, annon gelleng na tubu songon na di tihasi naiSuatu keyakinan bagi masyarakat setempat agar jangan melakukan hal-hal yang
aneh agar tidak berakibat/berpengaruh kepada anak yang dikandungnya.
9. Dang boi lungunon, annon gelleng na murah tangison
/Tidak boleh bersedih, nanti anaknya cengeng/
Sebaiknya didalam kehidupan jangan melakukan sesuatu yang dianggap
pura-pura agar jangan terjadi didalam kehidupan yang sebenarnya.
10.Dang boi manuruk sibbur, annon marsahit-sahit
/Tidak boleh kena gerimis, nanti sakit-sakitan/
Karena memang air hujan itu tidak baik bagi kehidupan karena air hujan tersebut
mengandung zat-zat asam yang membuat sakit.
11.Dang boi hundul i jolo tangga, annon maol partus
/Tidak boleh duduk di depan tangga, nanti akan sulit melahirkan/
Agar tidak terhalang orang yang akan masuk ke dalam rumah, karena rumah
masyarakat dahulu itu mempunyai tangga yang disebut dengan rumah panggung.
12.Amang-amang na dang boi manappul bona ni pisang, annon mate ianakkon na
/Seorang suami tidak boleh memotong pohon pisang, nanti anaknya mati/
Karena jaman dulu terjadi kisah yang saling bersamaan kejadianya diwaktu si
isteri melahirkan ketepatan suaminya menebang pohon pada saat itu pula si bayi
tersebut meninggal oleh karena itu dianggap sebagai keyakinan yang benar-benar
terjadi.
13.Dang boi mardalani i joloni jabu, annon ihuthon begu
/Tidak boleh jalan-jalan di depan rumah, nanti diikuti hantu/
Biasanya roh-roh halus itu sangat berkeliaran di rumah-rumah yang dapat
menganggu setiap para penghuninya.
14.Dang boi mamereng/magihuthon pesta ni na monding
Suatu ketakutan bagi wanita hamil yang akan mengikuti upacara-upacara
pemakaman karena dikwatirkan akan berakibat pada perkembangan pada anak
yang di kandung.
15.Unang langkai abor marduri
/Jangan melangkahi tanda larangan yang berduri/
Pada jaman dulu masyarakat setempat jika ingin membuat wilayah kekuasaan
sendiri sering membuat perbatasan dan kebanyakan yang dibuatnya adalah yang
berduri sambil membuat mantra pada perbatasan tersebut yang membuat orang
lain tidak berani untuk melewatinya.
4.1.6 Hata Tongka molo mangan
Hata tongka ini muncul disebabkan oleh ketidakpatuhan terkhusus kepada
anak-anak yang agar dapat mengahargai jerih payah orang tua yang sudah bersusah
payah untuk mendapatkan sesuap nasi. Karena sering kali jika sudah merasa
kenyang maka nasi yang sisa akan terbuang sia-sia. Hata tongka ini juga
mengajarkan agar kita dapat menghargai setiap apa yang kita peroleh didalam
hidup seperti makanan, tempat tinggal,dan lain sebagainya, juga untuk
mengajarkan sopan santun agar lebih menghargai dan menghormati orang yang
bersusah payah mendapatkanya dan terkhusus kepada orang tua.
1. Dang boi mangan indahan sian toru ni rere
/Tidak boleh memakan nasi dari bawah tikar/
Karena tikar itu termasuk yang kotor yang sering dipijak dan diduduki jadi jika
ada sisa makanan yang terjatuh tidak diperbolehkan untuk memakanya kembali
2. Dang boi mangan huhut modom, annon maol ro pangarahutna
/Tidak boleh makan sambil tidur, nanti payah dapat rezeki/
Seharusnya memang kita pun makan jangan sambil tertidur karena akan
menyebabkan kemalasan bagi diri kita yang akhirnya akan membuat rejeki
menjauh dari kita.
3. Dang boi mangan sian balanga, annon dapotan gelleng songon na matua
/Tidak boleh makan dari kuali, nanti dapat anak berparas seperti orang tua/
Karena terlihat sangat jelek bila kita makan dari kuali karena kuali itu tempat
untuk memasak makanan.
4. Dang boi mangan pinggan matupik, annon dapotan gelleng babana peol)
/Tidak boleh makan dalam pinggan sumbing, nanti dapat anak yang sumbing/
Janganlahlah kita makan pakai piring yang sudah buruk termasuk yang sudah
sumbing yang akhirnya akan membuat makanan jadi berjatuhan.
5. Dang boi mangan pinggan dua, annon marsaripe dua
/Tidak boleh makan dalam pinggan dua, nanti akan beristri dua/
Keterbatasan jumlah piring pada waktu dulu yang membuat tidak terbaginya
untuk yang lain, akhirnya dikatakan jangan berpiring dua agar tidak mendapat
isteri dua.
6. Dang boi mangan i seddok, annon maol pangarahutan
/Tidak boleh makan di senduk, nanti payah rejeki/
Seharusnya tidak boleh makan di sendok karena tidak akan mendapat kepuasan
dalam memakan makanan tersebut.
7. Dang boi mangan huhut tiddang, annon gabe marsahit-sahit
/Tidak boleh makan sambil berdiri, nanti penyakitan/
Seharusnya juga jika kita makan haruslah duduk dengan sopan agar makanan
8. Dang boi sae mangan tor modom, annon butuha na balga
/Tidak boleh tidur selepas makan, nanti perut buncit/
Karena kebiasaan orang yang sudah kenyang akan mengundang untuk tidur yang
menyebabkan perut akan cepat besar karena tidak ada pergerakan.
9. Dang boi i allang indahan na tinggal, annon gelleng na darangon
/Tidak boleh makan nasi sisa, nanti anaknya akan kudisan/
Peringatan agar kita memakan habis makanan kita karena memperoleh makanan
tersebut sangat sulit diperoleh.
10.Dang boi mangan botari, annon i rimppu mangan dohot begu
/Tidak boleh makan pada sore hari, nanti disangka makan dengan hantu/
Pada masyarakat tradisional yang masih mempercayai ilmu-ilmu gaib pada sore
hari waktunya mereka untuk memberi makan roh-roh halus tersebut jadi mereka
tidak boleh bersamaan makan dengan roh-roh tersebut.
11.Molo mangan dang di basuh pinggan, annon leleng mandapot rokkap
/Bila makan, pinggan tidak dicuci, nanti lama dapat jodoh/
Keyakinan masyarakat dahulu tidak boleh mencuci piring sesudah makan karena
dianggap akan menjauh rejekinya dan akan selalu bernasib sial.
12. Dang boi di allang rungkung ni manuk, annon tundu-tuduon
/Tidak boleh dimakan leher ayam, nanti tukang ngantuk/
Kebiasaan masyarakat dahulu tidak memperbolehkan untuk memakan leher ayam
karena dianggap berbahaya bagi keselamatan jiwa yang memakanya.
4.1.7 Hata Tongka molo modom
Hata tongka ini muncul dikarenakan ketidaktentuan didalam melakukan suatu
kegiatan atau pekerjaan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Agar
untuk mengajarkan etika dan sopan santun agar tidak melakukan hal-hal yang
dapat mencelakakan dirinya sendiri. Ajaran juga agar dapat memahami arti dari
sebuah letak dimana kita sering selalu lalai akan keberadaan kita sendiri. Pada
saat tidur pun kita dituntut untuk dapat mengerti akan posisi kita dan jika kita
salah dapat menyebabkan ketidaktenangan didalam hidup dan selalu ditimpa
berbagai masalah atas keyakinan yang dianut oleh setiap masyarakat yang masih
mempercayainya.
1. Dang boi modom i jolo ni pittu, annon ilakkai begu
/Tidak boleh tidur di depan pintu, nanti di langkahi hantu/
Karena pintu itu sebagai perantara keluar masuknya orang-orang atau tamu, jadi
sangat dilarang untuk tidur di depan pintu karena dapat menyebabkan
terhalangnya tamu masuk ke dalam rumah.
2. Dang boi modom i hau, annon i dongani begu
/Tidak boleh tidur di atas pohon, nanti di temani hantu/
Pada masyarakat tradisional masih meyakini bahwa di dalam pohon besar
bersemayam roh-roh halus yang masih mereka sembah sebagai pemberi berkat
bagi mereka yang meyakininya jadi, sangat dilarang untuk tidur di pohon agar
roh-roh tersebut tidak terganggu.
3. Dang boi ti