• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus, Richardson 1846) Yang Didaratkan di PPP Labuan Banten

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus, Richardson 1846) Yang Didaratkan di PPP Labuan Banten"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

POLA REPRODUKSI IKAN SWANGGI (

Priacanthus tayenus

,

Richardson 1846) YANG DIDARATKAN DI PPP

LABUAN BANTEN

CHRISTINE PRETI BALLERENA

SKRIPSI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

Pola Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus, Richardson 1846) Yang Didaratkan di PPP Labuan Banten

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2012

(3)

RINGKASAN

Christine Preti Ballerena. C24080045. Pola Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus, Richardson 1846) Yang Didaratkan di PPP Labuan, Banten. Dibawah bimbingan Dr.Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. dan Ir. Nurlisa A. Butet, M.Sc.

Ikan swanggi (Priacanthus tayenus) merupakan salah satu ikan yang banyak didaratkan di PPP Labuan, Banten dan merupakan ikan hasil tangkapan yang berasal dari perairan di sekitar Selat Sunda. Ikan swanggi termasuk kedalam kelompok ikan karang demersal yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis penting. Ketersediaan data yang terbatas serta upaya penangkapan yang kurang tepat dapat mempengaruhi keberadaannya di perairan. Sebagai sarana dalam mendukung pengelolaan dibutuhkan penelitian dasar sehubungan informasi reproduksi ikan swanggi khususnya di perairan Selat Sunda. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji aspek reproduksi ikan swanggi mengenai ukuran pertama kali matang gonad, musim pemijahan, pola pemijahan dan potensi reproduksi.

Pengambilan contoh ikan swanggi dilakukan setiap bulan selama delapan bulan mulai Maret sampai Oktober 2011 dengan interval waktu pengambilan contoh yaitu setiap satu bulan sekali. Metode pengambilan contoh yang digunakan adalah pengambilan contoh acak sederhana (PCAS). Analisis aspek reproduksi dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, bagian Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSPi), departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP).

Hasil penelitian menunjukkan faktor kondisi ikan jantan berkisar pada 1.37-2.07 sedangkan ikan betina berkisar pada 0.87-1.14. Nisbah kelamin antara ikan jantan dengan betina adalah 1:1.05. Ikan-ikan yang matang gonad ditemukan hampir disetiap bulan pengamatan kecuali pada bulan April dan Juli. Ikan swanggi betina matang gonad pada ukuran panjang 173 mm dan jantan pada ukuran 156 mm. Indeks kematangan gonad ikan jantan berkisar pada 0.09-0.40, sedangkan pada ikan betina berkisar pada 0.38-4.92. Berdasarkan analisis diameter telur ditemukan lebih dari satu modus serta persentase ukuran diameter telur yang berbeda-beda setiap bulannya sehingga diduga pemijahan ikan swanggi bersifat sebagian. Fekunditas ikan swanggi berkisar 10.676-835.805 butir. Puncak pemijahan terjadi pada bulan Maret dan September.

(4)

POLA REPRODUKSI IKAN SWANGGI (

Priacanthus tayenus,

Richardson 1846) YANG DIDARATKAN DI PPP

LABUAN BANTEN

CHRISTINE PRETI BALLERENA C24080045

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Pola Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus,

Richardson 1846) Yang Didaratkan di PPP Labuan Banten Nama : Christine Preti Ballerena

NIM : C24080045

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I

Dr.Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. NIP. 19580705 198504 1 001

Pembimbing II

Ir. Nurlisa A.Butet, M.Sc. NIP. 19651208 199011 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan,

Dr.Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP. 19660728 199103 1 002

(6)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pola Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus, Richardson 1846) Yang Didaratkan di PPP Labuan Banten; disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada Maret sampai Oktober 2011 dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada komisi pembimbing yaitu Bapak Dr.Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. selaku dosen pembimbing pertama dan Ibu Ir. Nurlisa A. Butet, M.Sc. selaku dosen pembimbing kedua yang telah membimbing serta memberikan saran, bimbingan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini. Namun demikian penulis mengharapkan bahwa hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk berbagai pihak khususnya dalam upaya pengelolaan ikan swanggi dimasa yang akan datang.

Bogor, Juli 2012

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr.Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc. dan Ir. Nurlisa A. Butet, M.Sc. masing-masing selaku ketua dan anggota komisi pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan arahan, saran, dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Dr.Ir. Ridwan Affandi DEA selaku dosen penguji tamu, Ir. Agustinus Samosir M.Phil. selaku ketua komisi pendidikan S1, dan Dr. Ir. Achmad Fachrudin, M.Si selaku anggota komisi pendidikan S1 yang telah banyak memberikan saran dan masukan.

3. Prof.Dr.Ir. Mennofatria Boer DEA dan Dr. Yonvitner S.Pi., M.Si. atas dukungan, motivasi, dan pengarahan yang diberikan selama penulis bergabung dalam penelitian di Labuan Banten.

4. Taryono Kodiran S.Pi., M.Si. selaku pembimbing akademik atas semua saran, bimbingan, dan motivasi yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan S1.

5. Keluarga tercinta yaitu bapak, mama, dan Thomas atas doa, motivasi, dan kasih sayangnya.

6. Seluruh staf Tata Usaha MSP, staf Laboratorium Biologi Perikanan, staf Laboratorium Model dan Simulasi serta seluruh civitas MSP yang telah membantu dalam memperlancar proses penelitian serta penulisan skripsi ini. 7. Rekan seperjuangan tim Swanggi (Ayu, Rizal, Tilla) dan teman-teman tim

Labuan atas suka duka, dukungan, dan kerjasama selama penulis menyelesaikan penelitian dan skripsi ini.

8. Teman-teman MSP 44, MSP 45, MSP 46, Seroja Community (Dea, Putu, Nidya, Sri) dan Jehovah Witnesses Bogor Barat Congregation atas kebersamaannya dan dukungannya selama ini.

9. Sudharmono, Isamudin, dan Arrahmy Febrina atas semangat dan dukunganya. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 20 Januari 1990 dari pasangan Bapak Tefanus Suwaji dan Ibu Wahida. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal ditempuh di SDN Kaliabang Tengah III, Bekasi Utara (2002), SMPN 5 Bekasi (2005), dan SMAN 1 Parakan, Temanggung (2008).

Tahun 2008 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Iktiologi (2010/2011), Biologi Perikanan (2010/2011), Metode Statistika (2011/2012), Dinamika Populasi (2011/2012), Planktonologi (2011/2012), Toksikologi Lingkungan (2011/2012), Ekotoksikologi Perairan (2011/2012) dan Pengkajian Stok Ikan (2011/2012) serta aktif sebagai anggota Club Cinta Lingkungan (2008/2009), dan pengurus Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (2009/2010) pada divisi Hubungan Luar dan Dalam.

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan dan Manfaat ... 2

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus ... 3

2.1.1. Klasifikasi dan tata nama ... 3

2.1.2. Karakter biologi ... 4

2.1.3. Distribusi ... 4

2.2. Alat Tangkap ... 5

2.2.1. Jaring insang dasar (bottom gillnet) ... 5

2.2.2. Cantrang ... 5

2.3. Aspek Biologi Reproduksi ... 5

2.3.1. Faktor kondisi ... 5

2.3.2. Nisbah kelamin ... 6

2.3.3. Tingkat kematangan gonad ... 7

2.3.4. Indeks kematangan gonad ... 8

2.3.5. Ukuran pertama kali matang gonad ... 9

2.3.6. Waktu pemijahan ... 10

2.3.7. Fekunditas ... 10

2.3.8. Pola pemijahan ... 12

2.3.9. Potensi reproduksi ... 13

2.4. Karakteristik Perairan Selat Sunda... 13

2.5. Pengaruh Lingkungan Dalam Reproduksi Ikan ... 13

2.6. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan ... 14

3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian ... 16

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 16

3.3. Metode Kerja ... 17

3.3.1. Pengumpulan ikan contoh ... 17

3.3.2. Analisis laboratorium ... 17

3.3.2.1. Pengukuran panjang dan bobot ikan contoh ... 17

3.3.2.2. Pembedahan ikan contoh dan penimbangan gonad ... 17

3.3.2.3. Penentuan jenis kelamin ... 17

(10)

x

3.3.2.5. Penghitungan jumlah telur ... 19

3.3.2.6. Pengukuran diameter telur ... 19

3.4. Analisis Data ... 21

3.4.1. Sebaran frekuensi panjang ... 21

3.4.2. Hubungan panjang bobot ... 21

3.4.3. Faktor kondisi ... 22

3.4.4. Nisbah kelamin ... 23

3.4.5. Indeks kematangan gonad ... 23

3.4.6. Penentuan ukuran ikan pertama kali matang gonad ... 24

3.4.7. Fekunditas ... 24

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ... 26

4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan ... 26

4.1.2. Kondisi perikanan Swanggi di PPP Labuan ... 26

4.1.3. Hubungan panjang bobot ... 27

4.1.4. Faktor kondisi ... 28

4.1.5. Nisbah kelamin ... 30

4.1.6. Tingkat kematangan gonad ... 32

4.1.7. Indeks kematangan gonad ... 36

4.1.8. Faktor kondisi, TKG, dan IKG ... 39

4.1.9. Ukuran pertama kali matang gonad ... 42

4.1.10. Fekunditas ... 43

4.1.11. Pola pemijahan ... 44

4.1.12. Potensi reproduksi ... 46

4.2. Pembahasan ... 46

4.3. Alternatif Pengelolaan ... 55

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 57

5.2. Saran ... 57

DAFTAR PUSTAKA ... 58

(11)

xi

DAFTAR TABEL

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus, Richardson 1846) ... 3

2. Peta lokasi penangkapan ikan swanggi ... 17

3. Alur pikir tahapan penelitian secara sederhana ... 20

4. Komposisi hasil tangkap ikan demersal kecildi Labuan (Sumber: Wulandari 2012) ... 27

5. Hubungan panjang bobot betina (a) dan jantan (b) ... 27

6. Faktor kondisi betina berdasarkan selang kelas panjang ... 28

7. Faktor kondisi jantan berdasarkan selang kelas panjang ... 29

8. Faktor kondisi betina berdasarkan bulan pengamatan ... 29

9. Faktor kondisi jantan berdasarkan bulan pengamatan ... 30

10. Nisbah kelamin berdasarkan bulan pengamatan ... 30

11. Nisbah kelamin total ... 31

12. Nisbah kelamin TKG IV sampai VI ... 32

13. Tingkat kematangan gonad betina berdasarkan bulan pengamatan ... 32

14. Tingkat kematangan gonad jantan berdasarkan bulan pengamatan ... 33

15. Tingkat kematangan gonad betina berdasarkan selang kelas panjang ... 34

16. Tingkat kematangan gonad jantan berdasarkan selang kelas panjang ... 35

17. Indeks kematangan gonad bulanan ... 37

18. Indeks kematangan gonad rata-rata berdasarkan bulan pengamatan betina (a) dan jantan (b) ... 38

19. Faktor kondisi, Indeks kematangan gonad, dan Tingkat kematangan gonad ikan swanggi (P.tayenus) betina ... 40

20. Faktor kondisi, Indeks kematangan gonad, dan Tingkat kematangan gonad ikan swanggi (P.tayenus) jantan ... 41

21. Ukuran matang gonad ikan swanggi berdasarkan selang kelas panjang betina (a) dan jantan (b) ... 42

22. Ukuran matang gonad teoritis betina (a) dan jantan (b) ... 43

23. Hubungan fekunditas dengan panjang dan bobot ... 44

(13)

xiii

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Tingkat kematangan gonad ikan swanggi P. tayenus secara morfologi

(TKG I-V) ... 63

2. Alat dan Bahan yang digunakan ... 64

3. Sebaran frekuensi panjang ... 65

4. Hubungan panjang bobot ... 65

5. Faktor kondisi per selang kelas ... 67

6. Faktor kondisi per bulan ... 67

7. Proporsi kelamin per bulan ... 68

8. Proporsi kelamin total ... 68

9. Proporsi kelamin TKG IV-VI ... 68

10. Uji Chi-Square ... 69

11. Tingkat kematangan gonad per bulan ... 69

12. Tingkat kematangan gonad per selang kelas panjang ... 71

13. Indeks kematangan gonad per bulan ... 72

14. Ukuran pertama kali matang gonad (King 2006) ... 73

15. Fekunditas ... 74

(15)

1.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan salah satu pelabuhan perikanan pantai di Indonesia yang cukup berkembang dan memiliki potensi perikanan yang besar. PPP Labuan terletak di Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. PPP Labuan memiliki potensi perikanan yang besar. Potensi tersebut ditunjukkan dengan hasil tangkapan rata-rata mencapai 500 ton/tahun atau 1.40 ton/hari di TPI Labuan 1 dan sebesar 1529 ton/tahun atau 4.20 ton/hari di TPI Labuan 2, dengan hasil tangkapan berupa ikan pelagis dan demersal (DKP 2009).

Salah satu jenis ikan demersal yang didaratkan di PPP Labuan, Banten adalah ikan swanggi (Priacanthus tayenus). Ikan swanggi merupakan ikan karang demersal dengan karakteristik khusus berwarna merah muda, memiliki mata besar, dan pada sirip perut terdapat bintik berwarna ungu kehitam-hitaman (FAO 1999). Menurut data statistik perikanan PPP Labuan, produksi tangkapan ikan swanggi dari awal tahun 2011 sampai saat ini menduduki posisi kelima dari total produksi tangkapan ikan demersal di PPP Labuan Banten, yaitu sebesar 4376.70 kg atau sekitar 4.90% (Wulandari 2012). Hal tersebut dikarenakan musim penangkapan yang terjadi setiap hari sepanjang tahun (Sukamto 2010) sehingga keberadaan ikan swanggi hampir selalu ada setiap harinya di PPP Labuan, Banten.

Berdasarkan IUCN (2001) in fishbase (2011), status ikan swanggi di perairan adalah belum terevaluasi. Ikan swanggi merupakan ikan ekonomis dan ekologis penting. Bernilai ekonomis karena banyak diperjualbelikan dipelelangan dengan harga jual rata-rata Rp 13.000,00 /kg. Ikan swanggi juga dikatakan bernilai ekologis karena merupakan salah satu ikan karang yang berperan dalam struktur trofik (Powell 2000). Berdasarkan CMFRI (2001) ikan Priacanthidae merupakan ikan predator pemakan zooplankton, dan dominasi makanannya berupa udang-udangan yang berasal dari kelas krustasea. Sehingga keberadaannya sangat berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem di perairan.

(16)

karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam pengelolaan agar sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan kelestariannya dapat tetap dipertahankan di perairan.

1.2. Rumusan Masalah

Pelabuhan Perikanan Pantai Labuan, Banten merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang potensial dengan sumberdaya ikan. Salah satunya adalah ikan swanggi (Priacanthus tayenus). Ikan swanggi adalah ikan karang demersal yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis penting, serta merupakan salah satu ikan yang banyak didaratkan di PPP Labuan, Banten.

Ketersediaan informasi mengenai ikan swanggi masih terbatas, khususnya mengenai aspek reproduksi. Tanpa informasi tentang aspek reproduksi kegiatan penangkapan dapat dilakukan secara terus menerus. Misalnya penggunaan alat tangkap yang dapat menangkap berbagai jenis ukuran ikan, maupun musim penangkapan yang dapat dilakukan kapan saja. Sehingga dikhawatirkan dapat berdampak terhadap kelestariannya dimasa yang akan datang.

Aspek reproduksi yang dimaksud pada penelitian ini terbatas pada pola reproduksi yang mencakup penentuan ukuran pertama kali matang gonad, musim pemijahan, pola pemijahan, dan potensi reproduksi ikan swanggi yang dilakukan berdasarkan analisis data pendukung seperti faktor kondisi, nisbah kelamin, Tingkat Kematangan Gonad (TKG), Indeks Kematangan Gonad (IKG), dan diameter telur.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) mengenai ukuran pertama kali matang gonad, musim pemijahan, pola pemijahan, dan potensi reproduksi.

(17)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus

2.1.1. Klasifikasi dan tata nama

Menurut Richardson (1846) in Starnes (1988) taksonomi ikan swanggi

Priacanthus tayenus (Gambar 1) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces

Subkelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Subordo : Percoidei Famili : Priacanthidae Genus : Priacanthus

Spesies : Priacanthus tayenus

Nama FAO : Purple-spotted bigeye

Nama Lokal : Ikan Swanggi, Ikan Raja Gantang, Ikan Mata Goyang, Ikan Mata Besar

(18)

belakangan banyak didaratkan di pelabuhan perikanan sebagai salah satu hasil tangkapan yang bersifat komersial. CMFRI (1991) menyatakan bahwa kandungan gizi yang tinggi mengakibatkan permintaan akan ikan swanggi meningkat dan menjadikan ikan ini sebagai ikan komoditas ekspor.

2.1.2. Karakter biologi

Ikan swanggi (Priacanthus tayenus) merupakan ikan karang demersal dari famili Priacanthidae. Karakteristik ikan swanggi adalah mata besar dengan lapisan pemantul cahaya (Reflektif layer), memiliki sisik kasar (Powell 2000), dan bersifat diurnal (Gollani et al. 2011), badan agak tinggi, memanjang, dan tipis secara lateral, memiliki gigi kecil, dan panjang total maksimum mencapai 35 cm (FAO 1999).

Tulang saring insang pada lengkung insang pertama berjumlah 21-24. Duri sirip punggung terdiri dari 10 jari-jari keras dan 11-13 jari- jari lemah. Duri sirip ekor terdiri dari 3 jari-jari keras dan 12-14 jari- jari lemah. Jari sirip dada berjumlah 17-19 jari-jari lemah. Sisik-sisik menutupi bagian badan, kepala, dan dasar sirip ekor (FAO 1999).

Warna tubuh, kepala, dan iris mata adalah putih kemerah-merahan atau putih keperak-perakan, sirip berwarna merah muda, sedangkan ciri utama yang menjadi pembeda terhadap jenis Priacanthus lainnya adalah ikan swanggi (Priacanthus tayenus) memiliki sirip perut dengan bintik kecil ungu kehitam-hitaman dalam membran dengan 1 atau 2 titik besar yang berada di dekat perut (FAO 1999).

2.1.3. Distribusi

Ikan swanggi (Priacanthus tayenus) merupakan ikan predator epibenthic

(19)

Distribusi ikan swanggi di dunia meliputi wilayah pesisir utara Samudera Hindia dari Teluk Persia bagian Timur serta wilayah Pasifik Barat dari Australia bagian Utara dan Pulau Solomon bagian utara sampai Provinsi Taiwan di China (FAO 1999).

2.2. Alat Tangkap

2.2.1. Jaring insang dasar (bottom gillnet)

Jaring insang dasar (bottom gillnet) yaitu alat tangkap yang terbuat dari bahan jaring, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata jaring yang sama atau dapat dikatakan bersifat selektif. Ukuran per pieces yaitu panjang 50 m sebelum diikat dan 37.50 m setelah diikat, lebar 2.94 m sebelum diikat dan 1.94 m setelah diikat. Kapal bottom gillnet termasuk ke dalam kelompok kapal dengan metode pengoperasian static gear. Ada dua jenis kapal yang digunakan dalam pengoperasian bottom gillnet, yaitu motor tempel (12-25 PK), dan kedua adalah motor dalam (6,5-18 PK) (Subani & Barus 1989).

2.2.2. Cantrang

Cantrang dapat diklasifikasikan menurut cara pengoperasiannya, bentuk konstruksi, dan fungsinya. Cantrang mempunyai banyak kemiripan dengan pukat harimau. Menurut Subani & Barus (1989) cantrang, dogol, dan payang diklasifikasikan ke dalam alat tangkap “Danish Seine” berbentuk panjang dan digunakan untuk menangkap ikan-ikan demersal terutama udang-udangan. Daerah penangkapan (fishing ground) cantrang tidak jauh dari pantai. Berdasarkan Budiman (2006) alat tangkap cantrang bersifat non selektif karena memiliki kaki jaring dengan ukuran mata jaring yang berbeda-beda. Alat tangkap cantrang dioperasikan dengan kapal berukuran 8.50 – 11 m x 1.50 – 2.50 m x 1 – 1.50 m dengan kekuatan mesin 18 – 27 PK.

2.3. Aspek Biologi Reproduksi 2.3.1. Faktor kondisi

(20)

mempengaruhi kondisi ikan. Apabila faktor kondisi kurang baik dapat diindikasikan bahwa populasi terlalu padat, atau sebaliknya jika kondisi baik hal tersebut memungkinkan terjadi pengurangan populasi sehingga menyebabkan meningkatnya ketersediaan makanan (Effendie 1979).

Faktor kondisi dapat mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain indeks relatif penting makanan (IP) dan indeks kematangan gonad (IKG). Berdasarkan Effendie (2002) peningkatan faktor kondisi dapat berhubungan dengan perubahan makanan ikan yang berasal dari ikan pemakan plankton menjadi ikan karnivora. Selain itu, khususnya pada ikan betina faktor kondisi yang tinggi dikarenakan ikan sedang mengisi gonadnya dengan cell sex dan mencapai puncak sebelum pemijahan selanjutnya energi yang diperoleh digunakan untuk pertumbuhan, maka IKG tinggi dapat mengindikasikan musim pemijahan (Harahap & Djamali 2005 in Triana 2011), namun pada saat makanan berkurang cadangan lemak digunakan oleh ikan sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan sehingga mengakibatkan penurunan faktor kondisi.

2.3.2. Nisbah kelamin

Nisbah kelamin didefinisikan sebagai perbandingan jumlah ikan jantan dengan ikan betina dalam suatu populasi (Effendie 2002). Suatu populasi ideal memiliki proporsi kelamin 1:1 artinya proporsi jantan sebanding dengan proporsi betina dengan persentase 50% jantan dan 50% betina (Ball & Rao 1984 in Adisti 2010).

Nisbah kelamin bervariasi menurut jenis ikan di dalam kelompok umur dan ukuran, sehingga dapat mencerminkan hubungan antara jenis ikan tersebut dengan lingkungannya (Sulistiono et al. 2001a). Rahardjo (2006) menyatakan bahwa nisbah kelamin di daerah tropis seperti Indonesia bersifat variatif dan menyimpang dari 1:1. Kondisi ideal tersebut sering menyimpang kerena beberapa faktor, baik yang bersifat eksternal maupun internal. Menurut Effendie (2002) faktor eksternal berupa ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai makanan sedangkan faktor internal berupa tingkah laku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas, dan pertumbuhannya.

(21)

waktu melakukan ruaya pemijahan, populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan jantan dan betina dalam kondisi yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina (Sulistiono et al. 2001b). Sebab menurut Nikolsky (1963) ikan betina lebih aktif mencari makanan untuk menutrisi tubuhnya agar perkembangan gonad dapat berkembang dengan baik dan menghasilkan telur yang baik pula. Namun pada suatu kondisi, intensitas ruaya dapat berkurang jika terjadi heterogenitas lingkungan sehingga yang terjadi adalah optimalisasi habitat (Jennings et al. 2001). Kelestarian suatu populasi dapat dipertahankan jika rasio antara ikan jantan dengan betina adalah sama atau ikan betina lebih banyak jumlahnya di perairan (Purwanto et al. 1986 in Sulistiono et al. 2001b). Sebab menurut Saputra et al. (2009) keseimbangan perbandingan jumlah individu antara jantan dan betina akan mengakibatkan peluang pembuahan sel telur oleh spermatozoa sampai menjadi individu baru akan semakin besar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sivakami et al. (2001) selama periode pengambilan contoh yang dilakukan dari bulan Januari sampai dengan Desember tahun 1996 sampai dengan 1999 diketahui bahwa dominasi

Priacanthus hamrur betina melimpah pada setiap bulan pengambilan contoh kecuali April, Juli, dan Desember, sedangkan berdasarkan Premalatha (1997) nisbah kelamin dari ikan Priacanthus hamrur di pantai barat daya India didominasi oleh ikan betina setiap bulannya, kecuali Juli.

2.3.3. Tingkat kematangan gonad

Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah (Effendie 2002). Tingkat Kematangan Gonad ini diperlukan untuk beberapa tujuan antara lain menentukan perbandingan antara ikan yang masak gonadnya dengan yang belum dari stok yang di perairan, ukuran ikan matang gonad, waktu pemijahan, lama saat pemijahan, jumlah pemijahan dalam satu tahun dan sebagainya (Effendie 1979). Misalnya, ikan Priacanthus hamrur dewasa yang diteliti umumnya sekitar 80% telah matang gonad selama periode pengamatan bulan Maret sampai dengan April (Premalatha 1997).

(22)

gonad untuk ikan betina sekitar 5-10% dari bobot tubuh sedangkan ikan jantan sekitar 10-25% dari bobot tubuh (Effendie 2002).

Persentase komposisi tingkat kematangan gonad pada setiap saat dapat digunakan untuk menduga waktu pemijahan. Ikan yang mempunyai satu musim pemijahan yang pendek dalam satu tahun akan memiliki persentase tingkat kematangan gonad yang tinggi pada setiap akan mendekati musim pemijahan, sedangkan ikan yang mempunyai musim pemijahan sepanjang tahun pada setiap pengambilan contoh akan memiliki persentase komposisi tingkat kematangan gonad yang tidak sama (Effendie 2002). Tingkat kematangan gonad memiliki hubungan dengan garis tengah telur, maupun waktu. Menurut Effendie (1979) semakin meningkat kematangan gonad, maka garis tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar pula.

Menurut Keown & Brian (1984) perubahan kematangan gonad pada setiap spesies ikan berbeda-beda, hal tersebut sebanding dengan perubahan morfologi,

tingkah laku maupun fisiologi ikan tersebut. Oleh karena itu menurut Yustina & Arnentis (2002) ikan dengan panjang dan bobot yang sama belum tentu

mempunyai Tingkat Kematangan Gonad (TKG) yang sama.

Ruaya pemijahan (spawning migration) terjadi lebih dahulu daripada kematangan gonadnya namun umumnya perkembangan secara seksual terjadi selama fase migrasi tersebut. Sistem endrokin memiliki peranan utama dalam kontrol secara fisiologi dan didukung oleh perubahan yang terjadi pada lingkungan (Keown & Brian 1984). Semakin tinggi TKG maka panjang dan bobot tubuhpun semakin tinggi. Hal ini disebabkan oleh lingkungan dimana ikan tersebut hidup (Yustina & Arnentis 2002). Berdasarkan Sivakami et al. (2001) in Sivakami et al. (2005) puncak rekruitmen Priacanthus hamrur terdapat pada bulan Mei dan Juni, sehingga pada bulan tersebut terdapat ikan-ikan baru di di daerah penangkapan yang sedang mengalami fase pematangan gonad.

2.3.4. Indeks kematangan gonad

(23)

Sejalan dengan pertumbuhan gonad, maka gonad yang dihasilkan akan semakin bertambah besar dan berat hingga batas maksimum ketika terjadi pemijahan (Effendie 2002), semakin bertambah panjang dan bobot tubuh maka TKG semakin besar, IKG meningkat dan fekunditas semakin besar (Yustina & Arnentis 2002).

Indeks Kematangan Gonad (IKG) yang besarnya kurang dari 20% mengindikasikan bahwa ikan tersebut dapat memijah lebih dari satu kali setiap tahun (Pulungan et al. 1987 in Yustina & Arnentis 2002), dan ikan yang hidup di perairan tropis dapat memijah sepanjang tahun dengan IKG lebih kecil saat ikan tersebut matang gonad (Pulungan et al. 1994 in Yustina & Arnentis 2002).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sivakami et al. (2001) di India terhadap ikan satu genus Priacantus tayenus yaitu Priacanthus hamrur diketahui bahwa Indeks Kematangan Gonad (IKG) bernilai maksimum terdapat pada bulan Juni 3.07% untuk jantan dan 4.01% untuk betina.

2.3.5. Ukuran pertama kali matang gonad

Ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu bagian penting dalam siklus reproduksi. Ikan dengan spesies sama dan tersebar pada lintang yang perbedaannya lebih dari lima derajat memiliki ukuran pertama kali matang gonad yang berbeda-beda (Effendie 2002). Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad merupakan salah satu cara untuk mengetahui perkembangan populasi dalam suatu perairan, seperti pendugaan saat ikan akan memijah, baru memijah atau sudah selesai memijah. Ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad dapat digunakan sebagai indikator ketersediaan stok reproduktif (Budimawan et al. 2004).

(24)

yang belum saatnya matang gonad akan mengalami matang gonad lebih awal (Jennings et al. 2001).

Berdasarkan Sivakami et al. (2001) pada spesies satu genus dari

Priacanthus tayenus yaitu Priacanthus hamrur yang diteliti disepanjang pantai India, diketahui bahwa umur ikan tersebut matang gonad pertama kali untuk ikan jantan sebanyak 53.50% berada pada selang kelas panjang 171-180 mm dan sebesar 58% berada pada selang kelas panjang 181-190 mm, sedangkan pada ikan betina diketahui umur ikan matang gonad pertama kali sebesar 47.57% berada pada selang kelas panjang 182-190 mm dan sekitar 50% berada pada selang kelas panjang 191-200 mm. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Premalatha pada tahun 1994 sampai 1996 di sepanjang pantai barat daya India ikan Priacanthus hamrur yang matang gonad memilki ukuran panjang rata-rata 175 mm untuk jantan dan 190 mm untuk betina.

2.3.6. Waktu pemijahan

Perkembangan diameter telur semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kematangan gonad saat mendekati pemijahan (Suhono 2005). Waktu pemijahan ikan yang pendek ditunjukkan dari ovarium ikan yang mengandung telur ikan masak berukuran sama dan sebaliknya waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus diketahui dari ukuran telur ikan yang berbeda di dalam ovarium (Hoar 1957

in Suhono 2005). Menurut Sivakami et al. (2001) ikan Priacanthus hamrur yang diteliti disepanjang pantai India yaitu di wilayah Cochin mengalami musim pemijahan pada bulan April sampai Juli, dengan dominasi ikan yang ditemukan adalah ikan betina, sedangkan ikan Priacanthus macracanthus memiliki musim pemijahan pada bulan November sampai Februari.

2.3.7. Fekunditas

Fekunditas adalah jumlah telur yang potensial dihasilkan didalam ovarium ikan pada suatu siklus reproduksi. Jumlah telur yang diproduksi dapat bervariasi (Hartman & Northcote 2004). Analisis fekunditas diperlukan untuk mengestimasi kelimpahan telur tahunan dan deskripsi life history (Jennnings et al. 2001).

(25)

Ikan yang hidup pada habitat dengan ancaman predator yang tinggi akan memiliki fekunditas tinggi sebagai bentuk upaya untuk mempertahankan regenerasi keturunannya, sedangkan ikan yang hidup di habitat yang sedikit predator maka

telur yang dikeluarkan akan sedikit atau fekunditas rendah (Sjafei et al. 1993) in Novitriana et al. (2004).

Warjono (1990) mengemukakan bahwa variasi fekunditas disebabkan oleh adanya kelompok ikan yang baru memijah dan sudah memijah, sehingga produksi telur cenderung lebih tinggi daripada ikan yang baru memijah. Selain itu, variasi fekunditas tersebut juga disebabkan adanya penyebaran produksi telur yang tidak merata. Sedangkan Nikolsky (1969) in Effendie (2002) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fekunditas yaitu :

(1) Kelompok umur atau ukuran yang menyebabkan fekunditas berfluktuasi, fekunditas relatif maksimum terjadi pada golongan ikan muda sedangkan ikan tua kadang-kadang tidak memijah sepanjang tahun.

(2) Perbedaan makanan dan respon terhadap perbaikan makanan.

(3) Pertumbuhan individu yang mengakibatkan fekunditas meningkat karena kematangan gonad yang lebih awal dari individu yang tumbuh lebih cepat. (4) Kandungan makanan dan predator.

(5) Kondisi lingkungan, yaitu ikan yang bersifat migran memiliki fekunditas yang lebih tinggi dibandingkan ikan yang tidak beruaya.

Fekunditas dibagi menjadi beberapa definisi antara lain fekunditas total dan fekunditas relatif. Fekunditas total adalah jumlah telur dari generasi tahun tersebut yang akan dikeluarkan tahun itu pula, sedangkan fekunditas relatif adalah jumlah telur per satuan bobot atau panjang (Effendie 2002).

Jika dilakukan pendugaan hubungan antara fekunditas dengan panjang maupun bobot dapat dihasilkan dua kemungkinan yaitu koefisien korelasi positif yang kuat maupun yang rendah. Berdasarkan Dennison & Bulkley (1972) in

(26)

digunakan tidak sesuai untuk menjelaskan hubungan fekunditas dengan panjang (Senta & Tan 1975 in Brojo & Sari 2002); (Rahardjo 2006). Oleh karena itu menurut Brojo et al. (2001) jika nilai koefisien keeratan rendah maka dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan erat antara fekunditas dengan panjang maupun dengan bobot.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sivakami et al. (2001) di sepanjang pantai India dari tahun 1996 sampai 1999 fekunditas Priacanthidae berkisar pada 155.800 – 722.313 butir. Serta berdasarkan Premalatha (1997) di pantai barat daya India fekunditas ikan Priacanthus dari spesies Priacanthus macracanthus rata-rata adalah 109.411 butir.

2.3.8. Pola pemijahan

Pola pemijahan untuk setiap spesies ikan berbeda-beda. Pemijahan yang berlangsung dalam waktu singkat disebut pemijahan total (total spawner) sedangkan pemijahan yang berlangsung dalam waktu yang panjang disebut dengan pemijahan sebagian (partial spawner) (Effendie 2002).

Menurut Phrabu (1959) in Effendie (2002) pemijahan pada spesies yang periodik dibagi menjadi empat macam pola pemijahan. Tipe A yaitu pemijahan hanya berlangsung satu kali dalam satu tahun dan dalam waktu yang pendek. Kelompok telur yang matang dalam ovari dapat dibedakan dalam kelompok telur stok. Tipe B dicirikan dengan pemijahan hanya berlangsung selama satu kali dalam setahun dalam waktu lama, lebih lama dari tipe A. Tipe C yaitu pemijahan berlangsung selama dua kali setahun, dan Tipe D yaitu pemijahan sepanjang tahun namun terputus-putus. Sivakami et al. (2001) memperlihatkan bahwa ikan Priacanthidae yaitu Priacanthus hamrur merupakan ikan yang memiliki pola pemijahan terputus-putus. De Jong (1940) in Effendie (2002) mengemukakan bahwa untuk pemijahan yang bersifat sebagian sebelum terjadi pemijahan didapatkan dua kelompok telur yang berpisah. Sesudah berpijah didapatkan selain kelompok stok telur yang umum ada pula sekelompok telur yang berukuran lebih besar yang sedang mengalami tahap pematangan dan akan dikeluarkan dalam pemijahan berikutnya.

(27)

pemijahannya dikategorikan masa pemijahan yang panjang atau lama, sedangkan ikan Priacanthus macracanthus yang diteliti memiliki masa pemijahan yang pendek atau singkat, hal ini diperlihatkan dengan ditemukannya satu ukuran telur atau dapat dikategorikan kedalam bentuk pemijahan total.

2.3.9. Potensi reproduksi

Potensi reproduksi dapat diduga berdasarkan fekunditas (Effendie 2002). Pendugaan besar ataupun kecilnya fekunditas dapat dipengaruhi oleh ukuran diameter telur. Diameter telur berukuran 0.6-1.1 mm memiliki fekunditas berkisar 100.000-300.000 butir, dan dapat dikatakan memiliki fekunditas besar. Maka semakin banyak fekunditas yang dihasilkan dapat diprediksi potensi reproduksi dari suatu spesies semakin besar (Yustina & Arnentis 2002).

2.4. Karakteristik perairan Selat Sunda

Perairan Selat Sunda merupakan perairan yang unik karena dipengaruhi oleh karakteristik oseanik Samudera Hindia dan sifat perairan dangkal Laut Jawa. Keberadaan Gunung Krakatau berpengaruh terhadap material pirokiastik. Topografi dasar laut Selat Sunda dengan sifat alamnya akan memberikan karakteristik jenis ikan yang hidup di dalamnya. Kondisi perairan sekitar Selat Sunda di Pasauran, Kabupaten Serang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kondisi fisik lingkungan disekitar perairan Selat Sunda

Parameter Kisaran Keterangan

Suhu 27-31oC Umumnya 29oC atau lebih

Kecepatan arus air 3-25 m/menit Umumnya kurang dari 15 m/menit

Salinitas 29-31o/oo Umumnya 30

o

/oo

Kecerahan 3.50-13.0 m Kedalaman maksimum sechi disk dapat

terlihat dari permukaan. Umumnya adalah

6-10 m.

Sumber :Yusfiandani (2004)

2.5. Pengaruh Lingkungan Dalam Reproduksi Ikan

(28)

reproduksi. Faktor lingkungan yang dimaksud adalah ketersediaan makanan dan kemampuan untuk menghasilkan energi saat ikan berada dalam fase menuju tahap kematangan gonad.

Menurut Taylor & Francis (2009) reproduksi merupakan tahap yang kritis, maka tahap pematangan gonad merupakan sebuah proses yang kompleks bahwa pemijahan yang terjadi pada suatu musim tertentu harus memiliki ketersediaan makanan yang cukup sampai tahap pemijahan selesai. Selain ketersediaan makanan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap reproduksi ikan adalah lama pencahayaan, suhu, curah hujan, arus dan tekanan. Peningkatan kematangan gonad dipengaruhi kenaikan suhu yaitu suhu meningkat mempengaruhi perkembangan gonad, sedangkan pada suhu rendah gonad sulit berkembang.

2.6. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan

Menurut FAO (1995) in Sondita (2010), pengelolaan perikanan adalah suatu proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya dan implementasi dari aturan-aturan di bidang perikanan dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas sumber, dan pencapaian tujuan perikanan lainnya. Tujuan tersebut antara lain melestarikan sumberdaya hayati ikan dengan menjaga produktivitas sumberdaya hayati, dan memastikan keberadaan sumberdaya ikan karena kegiatan perikanan yang muncul sebagai akibat adanya sumberdaya ikan tersebut. Sutono (2003) menyebutkan beberapa pendekatan pengelolaan sumberdaya perikanan, yaitu:

(1) Pengaturan musim penangkapan

Pengaturan musim penangkapan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada sumberdaya ikan untuk berkembang biak. Maka dibutuhkan pengetahuan tentang sifat biologi ikan misalnya pola reproduksi dan musim pemijahan.

(2) Penutupan daerah penangkapan

(29)

penting dari beberapa siklus hidup ikan antara lain daerah berpijah (spawning ground) dan daerah asuhan (nursery ground).

(3) Selektifitas alat tangkap

Pendekatan selektifitas alat tangkap bertujuan untuk mempertahankan struktur umur atau ukuran ikan dalam suatu stok pada suatu daerah.

(4) Pelarangan alat tangkap

Pendekatan pelarangan alat tangkap didasarkan pada adanya penggunaan bahan atau alat berbahaya dalam menangkap ikan baik bagi ekosistem perairan maupun berbahaya bagi yang menggunakan.

(5) Kuota penangkapan

Pengelolaan sumberdaya perikanan dengan pendekatan kuota penangkapan adalah upaya pembatasan jumlah ikan yang boleh ditangkap (JTB).

(6) Pengendalian upaya penangkapan

Pendekatan pengendalian upaya penangkapan didasarkan pada hasil tangkapan maksimum agar dapat menjamin kelestarian sumberdaya ikan tersebut. Pengendalian upaya penangkapan dapat dilakukan dengan membatasi jumlah alat tangkap, jumlah armada, maupun jumlah trip penangkapan.

Maka dalam menentukan batas upaya penangkapan diperlukan data time series

(30)

3.

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian

Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama kali matang gonad, musim pemijahan, sifat pemijahan ikan swanggi. Pemijahan ikan swanggi dapat terjadi secara sebagian atau total. Maka untuk mengetahui hal tersebut dilakukan pengamatan faktor kondisi, Tingkat Kematangan Gonad (TKG), Indeks Kematangan Gonad (IKG), dan diameter telur. Pengamatan tersebut juga dilakukan untuk mengetahui potensi reproduksi. Ikan swanggi yang diamati merupakan ikan hasil tangkapan yang berasal dari Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan Banten.

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

[image:30.595.109.492.477.716.2]

Penelitian ini dilakukan selama delapan bulan mulai Maret sampai dengan Oktober 2011. Waktu pengambilan contoh dilakukan satu kali setiap bulan. Ikan contoh diambil dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) Labuan, yaitu TPI Labuan 1 dan TPI Labuan 3 yang merupakan hasil tangkapan nelayan yang melaut di perairan Selat Sunda. Adapun peta lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2.

(31)

3.3. Metode Kerja

3.3.1. Pengumpulan ikan contoh

Pengambilan contoh ikan swanggi dilakukan dengan metode pengambilan contoh acak sederhana (PCAS). Pengambilan contoh acak sederhana merupakan suatu teknik dalam mengambil contoh yang paling sederhana dari suatu populasi, dengan asumsi semua contoh memiliki peluang yang sama untuk terambil, dan tiap anggota populasi bersifat homogen.

3.3.2. Analisis laboratorium

3.3.2.1. Pengukuran panjang dan bobot ikan contoh

Ikan contoh yang telah diambil dari TPI Labuan, Banten selanjutnya diukur panjang totalnya dan ditimbang bobot tubuhnya. Pengukuran panjang total dilakukan dengan cara mengukur jarak antara ujung kepala terdepan (ujung rahang

terdepan) sampai dengan ujung sirip ekor yang paling belakang (Affandi et al. 2002). Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan penggaris

yangmemiliki skala terkecil 1 mm. selanjutnya dilakukan penimbangan bobot tubuh ikan dengan menggunakan timbangan digital yang memiliki skala terkecil 0.0001 gram.

3.3.2.2. Pembedahan ikan contoh dan penimbangan gonad

Pembedahan ikan dilakukan dengan menggunakan alat bedah, yang dimulai dari bagian anus sampai dengan tutup insang. Pembedahan ikan ini dilakukan untuk mendapatkan gonad ikan swanggi. Seluruh gonad yang didapatkan kemudian dibersihkan dan dikeringkan menggunakan tisu, selanjutnya ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Namun pada bulan Mei terjadi kehilangan data bobot gonad sehingga besarnya nilai IKG bulan Mei tidak dapat diketahui.

3.3.2.3. Penentuan jenis kelamin

(32)

demikian dapat diduga keberhasilan pemijahan dengan melihat rasio jumlah antara ikan jantan dengan betina di perairan.

3.3.2.4. Pengamatan struktur morfologis organ gonad

[image:32.595.104.511.249.742.2]

Tingkat kematangan dan perkembangan gonad ikan dapat ditentukan secara morfologis sesuai dengan Sivakami et al. (2001) seperti yang tercantum pada Tabel 2. Setelah dilakukan pengamatan morfologis, gonad TKG III sampai TKG VI diawetkan dengan menggunakan formalin 4%.

Tabel 2. Perkembangan tingkat kematangan gonad (TKG)

TKG Kondisi Morfologi Gonad Jantan Morfologi Gonad Betina I Tidak Masak Tipis berbentuk segitiga

anterior runcing, ukuran gonad kecil, gonad belum

berhasrat bereproduksi

Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh,

ukuran kecil, belum berhasrat reproduksi, warna merah muda

terang, licin, transparan, dan berbentuk kupu-kupu II Pemasakan I Ukuran testes lebih besar,

transparan, berbentuk segitiga. Jika diraba kasar. Membesar di ujung anterior

Gonad kecil ukurannya, telur belum dapat dibedakan dengan

mata biasa, berwarna kekuningan, sudah lebih besar

dari TKG I III Pemasakan II Testes berubah dari

transparan ke warna putih kekuningan (cream), testes

mulai membesar

Telur-telur dapat dibedakan oleh mata biasa pertambahan

berat gonad berjalan dengan cepat, runcing dibagian posterior, penuh dibagian tengah, berwarna jingga cerah

IV Masak I Produk seksual masak,

testes makin pejal, tebal, buram, dan kasar

Gonad mencapai berat yang maksimum, tetapi produk seksual tersebut belum keluar

bila perutnya ditekan, tak tembuh cahaya, jingga, tebal,

kasar, sudah dapat diidentifikasi, ukuran

membesar

V Masak II Testes berwarna

keputihan, lunak, dan berbentuk

segitiga

Produk seksual keluar bila perut ditekan perlahan, berat gonad turun dengan cepat dari awal pemijahan sampai selesai,

lunak, ukuran membesar, mudah diidentifikasi VI Dewasa Testes berisi sperma sisa,

ukuran lebih besar daripada TKG V, dengan warna

keputihan, dan lunak

Gonad seperti kantung kempis, dan berisi beberapa telur sisa,

lebih lunak, berwarna merah pudar, mulai kisut VII Tahap atresia Warna pudar, berkerut,

ukuran menyusut

Gonad berbentuk kecil, telur belum dapat dibedakan oleh mata biasa,ukuran menyusut,

berwarna kemerahan

(33)

3.3.2.5. Penghitungan jumlah telur

Penghitungan jumlah telur ovari dilakukan pada TKG III sampai TKG VI. Hal tersebut dikarenakan pada TKG I dan TKG II butir telur belum terlihat jelas dan belum dapat dipisahkan. Metode yang digunakan dalam menganalisis fekunditas yaitu metode gabungan (gravimetrik dan volumetrik). Metode gabungan dilakukan dengan menimbang gonad betina yang memiliki TKG III sampai TKG VI.

Pengamatan pendahuluan terhadap butir telur diduga bahwa ukuran diameter telur yang dimiliki tidak sama, oleh karena itu contoh telur diambil berdasarkan tiga bagian berbeda yaitu sub gonad dibagian anterior, sub gonad bagian median, dan sub gonad bagian posterior, kemudian setiap sub gonad ditimbang bobotnya. Sub gonad contoh yang didapat diencerkan dalam cawan petri sampai 10 cc. Sebanyak 1cc dari contoh tersebut diambil menggunakan pipet tetes dan dipindahkan ke dalam cawan petri baru untuk dihitung jumlah telur dengan menggunakan jarum.

3.3.2.6. Pengukuran diameter telur

Pengukuran diameter telur dilakukan pada telur yang telah mencapai TKG III sampai TKG VI. Contoh telur diambil berdasarkan tiga bagian berbeda yaitu sub gonad dibagian anterior, sub gonad bagian median, dan sub gonad bagian posterior. Contoh telur dari masing-masing sub gonad tersebut diambil secara acak sederhana sebanyak 50 butir, selanjutnya contoh telur disusun pada gelas obyek secara teratur, dan diamati di bawah mikroskop yang sudah dilengkapi dengan mikrometer okuler dengan perbesaran 4 x 10.

(34)

Keterangan :

[image:34.595.108.533.85.636.2]

Tidak dikaji pada penelitian ini

Gambar 3. Alur pikir tahapan penelitian secara sederhana Pola reproduksi Ikan contoh

Hubungan panjang dan bobot

Faktor kondisi Pengukuran panjang dan

bobot

Pembedahan ikan

Pengamatan dan pengukuran organ ikan

Gonad ikan

Penentuan jenis kelamin

Pengamatan struktur morfologi

Penimbangan bobot gonad

Perhitungan jumlah telur

Pengukuran diameter telur

TKG IKG Fekunditas Sebaran

diameter telur

Kaitkan dengan waktu

Kaitkan dengan ukuran

Kaitkan dengan tempat

Pola pertumbuhan

Potensi reproduksi Nisbah

kelamin

Kesesuaian habitat Tempat

pemijahan

Ukuran matang gonad

(35)

3.4. Analisis Data

3.4.1. Sebaran frekuensi panjang

Data panjang yang diperoleh dari pengukuran panjang ikan ditabulasikan menjadi beberapa kelompok ukuran berdasarkan kelas ukuran panjang total ikan. Tujuan analisis data berdasarkan sidik frekuensi panjang untuk menentukan umur terhadap kelompok-kelompok panjang tertentu. Analisis tersebut bermanfaat dalam pemisahan suatu distribusi frekuensi panjang yang kompleks ke dalam sejumlah kelompok ukuran (Sparre & Venema 1999). Sebaran frekuensi panjang pada analisis pola reproduksi ini dilakukan untuk mempermudah dalam pengelompokan ukuran baik dalam analisis TKG, IKG, dan Faktor kondisi. Sehingga interpretasi terhadap kondisi biologis tersebut didasarkan pada selang kelas ukuran panjang.

Frekuensi setiap selang kelas dan batas kelas panjang sebelumnya ditentukan terlebih dahulu. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui pergeseran modus setiap bulan, sehingga dapat diprediksi kecepatan pertumbuhan populasinya. Perhitungan secara matematis dilakukan dengan menggunakan bantuan software Ms. Excel, melalui perhitungan data analysis pada tools tersebut. Rumus matematis analisis sebaran frekuensi panjang berdasarkan ukuran panjang yaitu sebagai berikut (Walpole 1993):

(1) Menentukan wilayah kelas, r = pb-pk (r = wilayah kelas, pb = panjang tertinggi, pk = panjang terpendek)

(2) Menentukan jumlah kelas 1 + 3,32 log N (N = jumlah data)

(3) Menghitung lebar kelas, L = (L = lebar kelas, r = wilayah kelas) (4) Memilih ujung bawah kelas interval

(5) Menentukan frekuensi jumlah masing-masing selang kelas yaitu jumlah frekuensi dibagi jumlah total dikalikan 100.

3.4.2. Hubungan panjang bobot

(36)

Analisis data hubungan panjang bobot mengacu pada Effendi (2002) berdasarkan persamaan allometrik (allometric growth model), berikut adalah rumus matematisnya :

W = aLb Keterangan :

W : bobot tubuh ikan (gram) L : panjang tubuh ikan (mm) a : intersep

b : slope (kemiringan)

Nilai b digunakan untuk menduga pola pertumbuhan kedua parameter yang dianalisis. Adapun hipotesis yang digunakan adalah :

(1) Bila b = 3 maka disebut isometrik (pertumbuhan panjang sama dengan pertubuhan berat).

(2) Bila b ≠ 3 maka disebut allometrik, yaitu :

b > 3 disebut allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan) b < 3 disebut allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan)

Analisis hubungan panjang-bobot ini dilakukan dengan bantuan software Ms. Excel.

3.4.3. Faktor kondisi

Faktor kondisi (K) adalah suatu keadaan yang menyatakan kemontokan ikan dan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Effendie 2002) :

Keterangan :

K(t,s,f) : faktor kondisi

W : bobot tubuh ikan contoh (gram) L : panjang total ikan contoh (mm) a : konstanta

b : intercept

(37)

3.4.4. Nisbah kelamin

Nisbah kelamin dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah jantan dan betina dari ikan contoh, sehingga dapat diketahui rasio keduanya. Analisis untuk mengetahui keseimbangan nisbah kelamin ikan jantan dan betina dirumuskan sebagai berikut (Effendie 2002) :

Pj (%) =

x 100

Keterangan :

Pj : nisbah kelamin (Jantan/betina)

A : jumlah jenis ikan tertentu (Jantan/betina) B : jumlah total individu ikan yang ada (ekor)

Rasio antara ikan jantan dan betina dari suatu populasi ikan tersebut kemudian diuji kembali dengan menggunakan uji Chi-square (X2) (Steel & Torrie 1993

in Adisti 2010), analisis ini dilakukan dengan bantuan software Ms. Excel, sehingga dapat diketahui keseimbangan populasi. Berikut adalah rumus dari uji Chi-square :

Χ2 =

Keterangan : Χ2

: nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya menghampiri sebaran Khi-Kuadrat

oi : jumlah frekuensi ikan jantan dan betina yang teramati ei : jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan betina Hipotesis yang digunakan adalah :

H0 = 0 ; Proporsi jantan dan betina ideal di perairan H1 ± 0 ; Proporsi jantan dan betina tidak ideal di perairan 3.4.5. Indeks kematangan gonad

Indeks kematangan gonad dapat diukur dengan membandingkan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan (Effendie 2002) :

IKG (%) = x 100

Keterangan :

(38)

3.4.6. Penentuan ukuran ikan pertama kali matang gonad

Pendugaan ukuran pertama kali ikan matang gonad dilakukan untuk mengetahui umur ikan swanggi di Selat Sunda pertama kali matang gonad. Pendugaan ini dilakukan dengan memisahkan kelompok belum matang gonad (TKG I, II, dan III) dan kelompok yang matang gonad (TKG V), kemudian dibuat grafik berdasarkan selang kelas.

Metode lain untuk menduga ukuran pertama kali ikan matang gonad dapat dilakukan dengan pendekatan teoritis berdasarkan perhitungan 50% matang gonad dari proporsi pada kurva logistik (King 2006). Persamaan pada metode King tersebut adalah sebagai berikut :

P =

Keterangan :

P : proporsi matang gonad L : rata-rata panjang

Lm : ukuran pertama kali matang gonad 3.4.7. Fekunditas

Fekunditas ikan atau jumlah telur masak sebelum dikeluarkan saat ikan memijah dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Effendie 2002) berikut :

F =

Keterangan :

F : fekunditas gabungan (butir) G : berat gonad (gram)

V : volume pengenceran (ml) X : jumlah telur tiap ml (butir) Q : berat telur contoh (gram)

Fekunditas dapat dihubungkan dengan panjang tubuh maupun bobot tubuh (Effendie 2002). Hubungan antara fekunditas dengan panjang dapat dirumuskan sebagai berikut :

(39)

Sedangkan hubungan fekunditas dengan bobot dirumuskan sebagai berikut : F = aWb

Keterangan :

F : fekunditas total (butir) a : konstanta

(40)

4.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan

PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan oleh pemerintah untuk memfasilitasi kegiatan masyarakat maupun nelayan dalam kegiatan perikanan. Lokasi PPP Labuan berada pada titik koordinat 06°24’30’’LS dan 105°49’15’’BT (Kartika 2007).

Kondisi curah hujan rata-rata tahunan di PPP Labuan adalah sebesar 1.814 mm, sedangkan hari hujan rata-rata tahunan sebesar 101 hari. Musim hujan pada umumnya jatuh pada bulan Januari, Februari, Maret, November, dan Desember dengan curah hujan rata-rata 374 mm/bulan. Musim kemarau jatuh pada bulan April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, dan Oktober dengan curah hujan 209 mm/bulan (Kartika 2007).

PPP Labuan terdiri dari TPI 1 dan TPI 3 yang berada di muara sungai Cipunteun, serta TPI 2 yang berada di tepi pantai terbuka. Jenis kapal motor yang dioperasikan di TPI 1 dan TPI 3 berukuran 0-5 GT dan 5-10 GT yang merupakan pelabuhan bagi armada kapal obor, rampus, dan cantrang, sementara kapal motor yang dioperasikan di TPI 2 berukuran lebih dari 10 GT karena merupakan pelabuhan bagi armada kapal purse seine, dengan operasi penangkapan terjadi sepanjang tahun baik musim barat maupun musim peralihan. Kondisi daerah penangkapan yang terhalang oleh pulau-pulau kecil membantu nelayan melakukan operasi penangkapan karena terlindung dari pengaruh gelombang (Kartika 2007).

4.1.2. Kondisi perikanan Swanggi di PPP Labuan

(41)
[image:41.595.106.490.50.807.2]

Gambar 4. Komposisi hasil tangkap ikan demersal kecil di Labuan (Sumber: Wulandari 2012)

Daerah penangkapan ikan swanggi adalah di sekitar pulau-pulau kecil misalnya Pulau Liwungan, Pulau Sebesi, Pulau Panaitan, dan Pulau Papole. Penangkapan ikan swanggi menggunakan alat tangkap cantrang yang dioperasikan dengan kapal motor berukuran 6-24 GT dan jaring rampus menggunakan kapal motor berukuran 2-6 GT. Cantrang memiliki ukuran mata jaring bagian kantong adalah 1.5–3 inchi dan ukuran mata jaring bagian selambar adalah 8 inchi, sedangkan ukuran mata jaring rampus 2 inchi.

4.1.3. Hubungan panjang bobot

Hubungan panjang dan bobot dianalisis untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan swanggi (Priacanthus tayenus). Panjang dan bobot memiliki hubungan keeratan yang digambarkan oleh r (koefisien korelasi) dan R2 (koefisien determinasi). Gambar 5 merupakan grafik pola pertumbuhan ikan swanggi (Priacanthus tayenus).

(a) (b)

Gambar 5. Hubungan panjang bobot betina (a) dan jantan (b) 24.70%

23.43% 23.04%

13.70%

8.25% 6.89% Kue

Kurisi Kuniran Kapasan Swanggi Jolod

W= 0.00013L2.56

R² = 0.85

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00

0 100 200 300

bobot (g

ra

m

)

panjang (mm)

W = 0.001L2.05

R² = 0.90

0.00 50.00 100.00 150.00 200.00

0 100 200 300

bobot (g

ra

m)

(42)

Berdasarkan grafik diatas didapatkan persamaan hubungan panjang dan bobot untuk ikan swanggi betina adalah W = 0.00013L2.56 dan ikan swanggi jantan adalah W = 0.001L2.05. Nilai b pada ikan swanggi betina sebesar 2.56 sedangkan pada ikan swanggi jantan sebesar 2.05, keduanya menunjukkan besarnya nilai b yang kurang dari 3, Setelah dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji t, diketahui bahwa nilai b ≠ 3, hal ini memaksudkan bahwa pola pertumbuhan ikan swanggi betina dan jantan bersifat allometrik negatif yang artinya pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan bobot.

Koefisien determinasi pada ikan betina sebesar 0.85, artinya variabel panjang ikan betina dapat menjelaskan bobot sebesar 85% dan pada ikan jantan sebesar 0.90 artinya variabel panjang ikan jantan dapat menjelaskan bobot sebesar 90%, sedangkan besarnya r (koefisien korelasi) panjang dan bobot untuk ikan betina sebesar 0.92 dan untuk ikan jantan sebesar 0.95. Nilai koefisien korelasi tersebut yang nilainya lebih besar dari 0.8 ini baik pada ikan swanggi betina maupun jantan menunjukkan bahwa hubungan antara panjang dan bobot adalah sangat erat.

4.1.4. Faktor kondisi

Faktor kondisi merupakan suatu keadaan yang menyatakan kemontokan ikan (Lagler 1961 in Effendie 1979). Berikut adalah grafik faktor kondisi ikan swanggi betina dan jantan berdasarkan selang kelas ukuran panjang (Gambar 6).

Gambar 6. Faktor kondisi betina berdasarkan selang kelas panjang 0

0.4 0.8 1.2 1.6 2

F

aktor

kondis

i

(43)

Gambar 7. Faktor kondisi jantan berdasarkan selang kelas panjang

Berdasarkan grafik faktor kondisi diatas diketahui bahwa faktor kondisi rata-rata ikan swanggi jantan lebih tinggi dibandingkan dengan ikan swanggi betina. Faktor kondisi rata-rata terbesar ikan swanggi betina terletak pada kisaran panjang 181-199 mm dengan nilai 1.05 dan ikan swanggi jantan berada pada kisaran panjang 162-180 mm dengan nilai 1.75.

[image:43.595.90.512.57.829.2]

Selain faktor kondisi rata-rata ikan swanggi yang diamati berdasarkan selang kelas ukuran panjang, Berikut ini disajikan grafik faktor kondisi rata-rata swanggi betina dan jantan berdasarkan bulan pengamatan (Gambar 8 dan Gambar 9).

Gambar 8. Faktor kondisi betina berdasarkan bulan pengamatan 0

0.4 0.8 1.2 1.6 2

F

aktor

kondis

i

selang kelas panjang (mm)

0 0.5 1 1.5 2 2.5

F

aktor

kondis

i

(44)

Gambar 9. Faktor kondisi jantan berdasarkan bulan pengamatan

Berdasarkan grafik di atas dapat diketahui bahwa ikan swanggi betina dan ikan swanggi jantan mengalami fluktuasi terhadap faktor kondisi, pada ikan swanggi betina dan ikan swanggi jantan faktor kondisi rata-rata tertinggi terdapat pada bulan Juli, untuk ikan swanggi betina faktor kondisi rata-rata sebesar 1.15 dan pada ikan swanggi jantan sebesar 2.01.

4.1.5. Nisbah kelamin

Nisbah kelamin hasil tangkapan merupakan perbandingan antara jumlah ikan jantan dan betina. Di bawah ini merupakan proporsi hasil tangkapan ikan contoh pada ikan swanggi (Priacanthus tayenus) disetiap bulan pengamatan dan proporsi total ikan swanggi selama delapan bulan pengamatan.

Gambar 10. Nisbah kelamin berdasarkan bulan pengamatan

0 0.5 1 1.5 2 2.5

F

aktor

kondis

i

Bulan Pengamatan

0% 20% 40% 60% 80% 100%

P

ropor

si j

enis

Bulan Pengamatan

(45)

Berdasarkan Gambar 10 terdapat variasi komposisi hasil tangkapan antara betina dan jantan berdasarkan waktu pengamatan, yaitu selama delapan bulan. Ikan betina lebih dominan tertangkap dibandingkan ikan jantan. Persentase tertinggi hasil tangkapan ikan betina terdapat pada bulan Maret sebesar 83.08% dan terendah terdapat pada bulan September sebesar 24%. Persentase tertinggi hasil tangkapan ikan jantan terdapat pada bulan September sebesar 76% dan terendah pada bulan Maret sebesar 16.92%. Sedangkan proporsi kelamin ikan swanggi secara total, dengan jumlah ikan contoh 478 ekor diperlihatkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Nisbah kelamin total

Proporsi hasil tangkapan di atas didasarkan pada total ikan contoh yang diambil selama delapan bulan pengamatan, dapat terlihat bahwa ikan betina lebih banyak tertangkap dibandingkan dengan ikan jantan, dengan proporsi ikan betina sebesar 51.26% atau sekitar 245 ikan dan ikan jantan sebesar 48.75% atau sekitar 233 ekor dari 478 jumlah ikan contoh total. Nisbah kelamin ikan swanggi secara total antara jantan dengan betina adalah 1: 1.05. Selain nisbah kelamin yang diamati berdasarkan bulan pengamatan, dan secara total. berikut ini disajikan nisbah kelamin atau proporsi hasil tangkapan ikan swanggi pada TKG IV sampai TKG VI (mature

dan ripe) (Gambar 12).

48.74% 51.26%

jantan

(46)

Gambar 12. Nisbah kelamin TKG IV sampai VI

Berdasarkan Gambar 12 ikan swanggi betina matang gonad banyak tertangkap pada bulan Maret dan sedikit ditemukan pada bulan April dan Juli. Ikan swanggi jantan matang gonad banyak tertangkap pada bulan September dan sedikit ditemukan pada bulan Oktober. Pada bulan Oktober komposisi proporsi hasil tangkapan ikan swanggi betina dengan jantan yang matang gonad adalah sama yaitu 50%. Nisbah kelamin ikan swanggi yang telah matang gonad antara jantan dengan betina sebesar 1: 1.29.

4.1.6. Tingkat kematangan gonad

Tingkat kematangan gonad adalah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah (Effendie 2002). Berikut ini merupakan diagram tingkat kematangan gonad ikan swanggi berdasarkan bulan pengamatan (Gambar 13 dan Gambar 14).

Gambar 13. Tingkat kematangan gonad betina berdasarkan bulan pengamatan 0

20 40 60 80 100

P

ropor

si j

enis (%

)

Bulan pengamatan

Betina

Jantan

0% 20% 40% 60% 80% 100%

F

re

kue

nsi

re

latif

Bulan pengamatan

TKG VII

TKG VI

TKG V

TKG IV

TKG III

TKG II

(47)

Gambar 14. Tingkat Kematangan Gonad jantan berdasarkan bulan pengamatan Berdasarkan Gambar 13 dan Gambar 14 terlihat bahwa TKG yang ditemukan bervariasi. Ikan swanggi betina pada bulan Maret didominasi oleh TKG IV sebesar 46.29%, pada bulan April didominasi oleh TKG I sebesar 50%, pada bulan Mei didominasi oleh TKG III sebesar 33.33%, pada bulan Juni didominasi oleh TKG II sebesar 30.21%, pada bulan Juli sebesar 100% didominasi oleh TKG I, pada bulan Agustus sebesar 87.5% didominasi oleh TKG I, pada bulan September sebesar 33.33% didominasi oleh TKG V, dan pada bulan Oktober sebesar 68.57% didominasi oleh TKG I.

Ikan swanggi jantan pada bulan Maret didominasi oleh TKG II sebesar 36.36%, pada bulan April didominasi oleh TKG I sebesar 61.11%, pada bulan Mei didominasi oleh TKG I sebesar 41.38%, pada bulan Juni didominasi oleh TKG II sebesar 40%, pada bulan Juli didominasi oleh TKG I sebesar 59.18%, pada bulan Agustus didominasi oleh TKG I sebesar 43.33%, pada bulan September didominasi oleh TKG II sebesar 31.58%, dan pada bulan Oktober didominasi oleh TKG I sebesar 80%. Maka berdasarkan grafik tersebut diindikasikan bahwa pemijahan dapat terjadi setiap bulan kecuali pada bulan April dan Juli, dengan musim puncak pemijahan terjadi pada bulan Maret dan September. Selain diamati secara keseluruhan. Berikut merupakan diagram tingkat kematangan gonad ikan swanggi berdasarkan selang kelas panjang (Gambar 15 dan Gambar 16).

0% 20% 40% 60% 80% 100%

F

re

kue

nsi

re

latif

Bulan Pengamatan

TKG VII

TKG VI

TKG V

TKG IV

TKG III

TKG II

(48)
[image:48.595.102.510.81.590.2]

Gambar 15. Tingkat kematangan gonad betina berdasarkan selang kelas panjang 0% 20% 40% 60% 80% 100%

Maret Juli

0% 20% 40% 60% 80% 100%

April Agustus

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Mei September

0% 20% 40% 60% 80% 100% 1 0 5 -1 2 3 1 2 4 -1 4 2 1 4 3 -1 6 1 1 6 2 -1 8 0 1 8 1 -1 9 9 2 0 0 -2 1 8 2 1 9 -2 3 7 2 3 8 -2 5 6 2 5 7 -2 7 5 2 7 6 -2 9 4

(49)
[image:49.595.103.515.77.561.2]

Gambar 16. Tingkat kematangan gonad jantan berdasarkan selang kelas panjang Gambar 15 dan Gambar 16 memperlihatkan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) ikan swanggi berdasarkan selang kelas ukuran panjang yang diamati selama pengamatan. Terlihat bahwa pada umumnya semakin panjang ukuran ikan maka TKG semakin meningkat. Ikan swanggi betina pada bulan Maret berada pada selang kelas 143 mm-199 mm. Dominasi TKG betina terdapat pada TKG IV, sedangkan pada selang kelas yang lebih besar yaitu 181-199 mm dominasi TKG terdapat pada TKG V, demikian juga yang terdapat pada ikan swanggi jantan pada bulan Maret berada pada kisaran panjang 200-237 mm. Selang kelas 200-218 mm didominasi

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Maret Juli

0% 20% 40% 60% 80% 100%

April Agustus

0% 20% 40% 60% 80% 100%

Mei September

0% 20% 40% 60% 80% 100% 1 0 5 -1 2 3 1 2 4 -1 4 2 1 4 3 -1 6 1 1 6 2 -1 8 0 1 8 1 -1 9 9 2 0 0 -2 1 8 2 1 9 -2 3 7 2 3 8 -2 5 6 2 5 7 -2 7 5 2 7 6 -2 9 4

(50)

oleh TKG IV dan pada selang kelas 219-237 mm didominasi oleh TKG V. Ikan swanggi betina pada bulan April berada pada selang kelas 124 mm-199 mm, sedangkan pada ikan swanggi jantan memperlihatkan bahwa pada bulan April berada pada kisaran panjang 124-218 mm, pada bulan Mei baru beberapa persen saja dari ikan swanggi betina yang matang gonad, yaitu yang sudah berada pada TKG IV maupun V, sedangkan pada ikan swanggi jantan diselang kelas panjang 238-294 mm telah mengalami matang gonad. Ikan swanggi betina pada bulan Juni berada pada selang kelas 162 mm-237 mm dan ditemukan TKG yang telah matang gonad, sedangkan pada ikan swanggi jantan pada selang kelas tertentu ditemukan TKG IV yaitu pada selang kelas 200-218 mm. Ikan swanggi betina pada bulan Juli berada pada selang kelas 105-161 mm, semua TKG berada pada fase I, atau tidak masak. Ikan swanggi betina pada bulan Agustus berada pada selang kelas 124-142 mm dan beberapa telah matang gonad, demikian halnya dengan ikan swanggi jantan. Ikan swanggi betina pada bulan September berada pada selang kelas 162-237 mm. Selang kelas yang lebih kecil yaitu 162-180 mm dominasi TKG betina terdapat pada TKG IV, sedangkan pada selang kelas yang lebih besar yaitu 219-237 mm, dominasi TKG terdapat pada TKG VI, demikian juga yang terdapat pada ikan swanggi jantan pada

bulan September berada pada kisaran panjang 200-294 mm. Selang kelas 200-218 mm didominasi oleh TKG III dan pada selang kelas 276-294 mm

didominasi oleh TKG VII. Ikan swanggi betina pada bulan Oktober berada pada selang kelas 124-199 mm. Pada bulan Oktober selang kelas matang gonad pertama kali untuk ikan swanggi betina adalah 163-161 mm, demikian juga yang terdapat pada ikan swanggi jantan kisaran panjang 143-180 mm ditemukan TKG V dengan persentase sebesar 6.68%.

4.1.7. Indeks kematangan gonad

(51)
[image:51.595

Gambar

Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan swanggi
Tabel 2. Perkembangan tingkat kematangan gonad (TKG)
Gambar 3. Alur pikir tahapan penelitian secara sederhana
Gambar 4.  Komposisi hasil tangkap ikan demersal kecil di Labuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ukuran pertama kali matang gonad ikan kembung dapat dilihat pada Tabel 7 yang menunjukkan bahwa ikan betina baik untuk ikan kembung lelaki maupun perempuan mengalami matang gonad

Data nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad, waktu pemijahan, potensi reproduksi dan tipe pemijahan ikan diperlukan untuk digunakan sebagai dasar pengelolaan

Kelompok umur didapatkan sebanyak 3 kelompok, sementara penelitian yang dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai Tegalsari, ikan swanggi memiliki sebaran frekuensi

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji aspek reproduksi ikan kuniran ( Upeneus moluccensis ) di perairan Selat Sunda, Labuan meliputi proporsi kelamin, ukuran

Berdasarkan nilai tumpang tindih relung makanan menunjukkan bahwa ikan swanggi memiliki jenis makanan yang relatif sama antara ikan jantan dengan ikan betina

Berdasarkan grafik di atas diperoleh nilai dari ukuran pertama kali tertangkap untuk ikan Swanggi selama penelitian adalah sebesar 182 mm.. Untuk menduga ukuran ikan tersebut

Ikan yang mempunyai satu musim pemijahan yang pendek dalam satu tahun akan memiliki persentase tingkat kematangan gonad yang tinggi pada setiap akan mendekati

Tujuan penelitian ini adalah mengkaji aspek reproduksi ikan baronang ( Siganus guttatus ) meliputi nisbah kelamin, ukuran pertama kali matang gonad, tipe pemijahan,