GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN BIDAN TENTANG PENANGANAN PERDARAHAN PASCA PERSALINAN DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN KECAMATAN TANJUNG PURA TAHUN 2010
Oleh :
081000203
LATIFAHANUM KOTO
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN BIDAN TENTANG PENANGANAN PERDARAHAN PASCA PERSALINAN DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN KECAMATAN TANJUNG PURA TAHUN 2010
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan masyarakat
Oleh:
NIM : 081000203 LATIFAHANUM KOTO
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :
GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN BIDAN TENTANG
PENANGANAN PERDARAHAN PASCA PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN KECAMATAN
TANJUNG PURA TAHUN 2010
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh :
NIM. 081000203 LATIFAHANUM KOTO
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 19 Januari 2011 dan
Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
dr. Yusniwarti Yusad, M.Si
NIP. 19510520 198703 2 001 NIP. 19531018 198203 2 001
dr. Ria Masniari Lubis, M.Si
Penguji II Penguji III
Sri Rahayu Sanusi, SKM, M.Kes
NIP. 19711225 199501 2 001 NIP. 19761005 200912 2 003 Maya Fitria, SKM, M.Kes
Medan, Maret 2011 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi sesudah sesaat proses persalinan berlangsung dengan volume perdarahan melebihi 500 ml dan secara kasat mata mencapai 1000 ml yang dapat menyebabkan perubahan tanda vital, seperti mengeluh lemah, berkeringat dingin dan menggigil.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk melakukan deskripsi mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin. Populasi dalam penelitian ini mencakup seluruh bidan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin yang berjumlah 33 orang. Sampel dalam penelitian ini mencakup seluruh populasi untuk pengetahuan dan sikap. Tetapi untuk tindakan dilakukan bagi bidan yang pernah menangani kasus perdarahan pasca persalinan yaitu sebanyak 20 orang .
Hasil dari penelitian menunjukkan dari 33 bidan, sebanyak 51,5% memiliki pengetahuan baik tentang penanganan perdarahan pasca persalinan. Sebanyak 84,8% memiliki sikap baik tentang penanganan perdarahan pasca persalinan dan dari 20 orang bidan yang menangani perdarahan pasca persalinan sebanyak 5% yang melakukan 7 tindakan yang semestinya dilakukan tetapi melakukan 1 tindakan yang semestinya tidak dilakukan.
Diharapkan bagi Dinas Kesehatan Langkat agar lebih meningkatkan pengetahuan, sikap terutama tindakan bidan dalam penanganan perdarahan pasca persalinan dengan melakukan pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) serta melakukan uji kompetensi terhadap bidan dilapangan dan kepada bidan yang ada dilapangan untuk lebih banyak belajar dan berlatih
ABSTRACT
Post-parity hemorrhage is the bleeding which occurs shortly after the birth process has taken place with a noticeable volume exceeding 500 ml up to 1000 ml which can cause a change in vital signs, such as feeling weak, having a cold sweat and shivering from cold.
This study was descriptive in nature with a cross sectional approach aiming togive a description of midwives knowledge, attitude and act in handling post-parity hemorrhage at the Lokal Government Clinic of Pantai Cermin. The population in this study involved all the midwives (33 people) working at the lokal Government Clinic of Pantai Cermin. While the sample in this study involved the whole population for knowleadged attitude, act was only done for the midwives who had handled postpartum hemorrhage cases,namely as many as 20 people.
The research findings showed that out of 33 midwives, 51,5% had good attitude in handling post-parity hemorrhage. And from among the 20 midwives handling post parity hemorrhage, 5 % did seven proper acts and one improper act.
It is recommended that the Public Health Service of Langkat enhance the knowleadge,attitude and especially the act of the midwives in handling post-parity hemorrhage by conducting Normal Maternity Care (APN) training as well as testing the competency of the field and appealing to the midwives in the field for more learning and practice.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : LATIFAHANUM KOTO
Tempat/ Tanggal Lahir : Pasar Batugerigis / 22 September 1972
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Jumlah anggota Keluarga : 2 (dua) orang
Alamat : Dusun Serba Guna Desa Pematang Cengal Kecamatan
: Tanjung Pura Kabupaten Langkat
Riwayat Pendidikan
Tahun 1979 - 1985 : SD Negeri I Barus
Tahun 1985 - 1988 : SLTP Negeri I Barus
Tahun 1988 - 1991 : SPK Flora Medan
Tahun 1991 - 1992 : Program Pendidikan Bidan Dep Kes Medan
Tahun 2002 – 2004 : Akademi Kebidanan Poltekkes Medan
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Gambaran
Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Bidan Tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan Di Wilayah puskesmas pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura tahun 2010 .
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini terutama kepada ibu
dr Yusniwarti Yusad, Msi dan ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dosen
Pembimbing penulis, yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan
arahan dan bimbingna kepada penullis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D selaku Ketua Departemen Kependudukan
dan Biostatistika fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Alam Bakti Kaloko, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademi.
4. Ibu Sri Rahayu Sanusi, SKM, M.Kes dan Ibu Maya Fitria, SKM, M.kes selaku
Dosen penguji yang telah banyak memberi saran dan masukan demi
kesempurnaan skripsi ini.
5. Seluruh Dosen dan Staff Bagian kependudukan dan Biostatistik Fakultas
6. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
7. Dr Rudi Tanumiharja Selaku kepala Puskesmas Pantai Cermin yang telah
memberi izin kuliah dan Izin Penelitian kepada penulis.
8. Ayahanda (jamadin Koto) dan Ibunda (khairani tanjung) beserta adik-adikku
tercinta dan Seluruh Keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungannya
serta segala yang terbaik bagi penulis.
9. Teristimewa Untuk Suami (Awaluddin SPd) tercinta yang selama ini telah
cukup banyak berkorban untuk penulis baik itu moril maupun materi .
10. Sahabat-sahabat terbaikku: kak Juli, Elhanum, renova, Desmiati, Erni,
Mardiuli, Ana Pasca, Tika, Dian, Cory, Aan, Rida, Devina, Rafael, Neni,
Amy, tria , Ani, dan Semua teman-teman Ekstensi 08 yang selalu memberikan
doa dan motivasi bagi penulis.
11. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa
disebutkan satu persatu.
Semoga kebaikan semua pihak yang telah banyak membantu penulis mendapat
rahmat dan hidayah dari Allah SWT. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat bagi para pembaca khususnya keluarga besar Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Medan, Maret 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
2.1.2. Patofisiologiperdarahan pasca Persalinan ... 9
2.1.3. Penyebab Perdarahan Pasca Persalinan ... 11
1. Atonia Uteri ... 11
2. Robekan Jalan Lahir ... 17
3. Retensio Plasenta ... 22
2.2. Perilaku bidan ... 28
2.2.1.Pengetahuan bidan ... 29
2.2.3. Sikap bidan ... 30
3.6. Defenisi Oprasional Variabel ... 35
3.7. Aspek Pengukuran ... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 39
4.1. Gambaran Umum Puskesmas Pantai Cermin dan Wilayah Kerja... 39
4.1.1. Gambaran Umum Puskesmas Pantai Cermin ... 39
4.1.2. Demografi ... 39
4.2. Karakteristik bidan ... 41
4.2.2. Pendidikan bidan ... 42
4.2.3. Lama bekerja bidan ... 42
4.3. Pengetahuan bidan tentang perdarahan pasca persalinan ... 43
4.4. Sikap bidan tentang perdarahan pasca persalinan ... 47
4.5. Tindakan bidan tentang perdarahan pasca persalinan... 50
BAB V PEMBAHASAN ... 55
5.1. Pengetahuan bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan. 55
5.2. Sikap bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan ... 55
5.3. Tindakan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan ... 59
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 61
6.1. Kesimpulan... 61
6.2. Saran ... 62
DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN :
Lampiran 1. Surat keterangan Telah Selesai Pengumpulan Data dari Puskesmas Pantai Cermin.
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin
Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010 ... 41
Tabel 4.2 Distribusi Frekwensi Umur Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010 ... 42
Tabel 4.3 Distribusi Frekwensi Pendidikan Bidan di Wilayah Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010 ... 43
Tabel 4.4 Distribusi Frekwensi Lama Bekerja Bidan di Wilayah Puskesmas
Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010 ... 43
Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Tiap Pertanyaan Pengetahuan Bidan tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Puskesmas
Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010... 44
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Bidan tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010 ... 47
Tabel 4.7 Distribusi jawaban Tiap Pertanyaan Sikap tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Puskesmas Pantai
CerminKecamatan Tanjung Pura Tahun2010 ... 48
Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Sikap Bidan Penanganan Perdarahan
Pasca Persalinan di Wilayah Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun2010 ... 51
Tabel 4.9 Distribusi jawaban Tiap Pertanyaan Tindakan Bidan tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Puskesmas Pantai
CerminKecamatan Tanjung Pura Tahun2010 ... 52
Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Tindakan Bidan dalam Menangani Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010 ... 55
Tabel 4.11 Tabel Silang Sikap dan Pengetahuan Bidan tentang Penanganan Perdarahan pasca Persalinan di Wilayah Keja Puskesmas
ABSTRAK
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi sesudah sesaat proses persalinan berlangsung dengan volume perdarahan melebihi 500 ml dan secara kasat mata mencapai 1000 ml yang dapat menyebabkan perubahan tanda vital, seperti mengeluh lemah, berkeringat dingin dan menggigil.
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk melakukan deskripsi mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin. Populasi dalam penelitian ini mencakup seluruh bidan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin yang berjumlah 33 orang. Sampel dalam penelitian ini mencakup seluruh populasi untuk pengetahuan dan sikap. Tetapi untuk tindakan dilakukan bagi bidan yang pernah menangani kasus perdarahan pasca persalinan yaitu sebanyak 20 orang .
Hasil dari penelitian menunjukkan dari 33 bidan, sebanyak 51,5% memiliki pengetahuan baik tentang penanganan perdarahan pasca persalinan. Sebanyak 84,8% memiliki sikap baik tentang penanganan perdarahan pasca persalinan dan dari 20 orang bidan yang menangani perdarahan pasca persalinan sebanyak 5% yang melakukan 7 tindakan yang semestinya dilakukan tetapi melakukan 1 tindakan yang semestinya tidak dilakukan.
Diharapkan bagi Dinas Kesehatan Langkat agar lebih meningkatkan pengetahuan, sikap terutama tindakan bidan dalam penanganan perdarahan pasca persalinan dengan melakukan pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) serta melakukan uji kompetensi terhadap bidan dilapangan dan kepada bidan yang ada dilapangan untuk lebih banyak belajar dan berlatih
ABSTRACT
Post-parity hemorrhage is the bleeding which occurs shortly after the birth process has taken place with a noticeable volume exceeding 500 ml up to 1000 ml which can cause a change in vital signs, such as feeling weak, having a cold sweat and shivering from cold.
This study was descriptive in nature with a cross sectional approach aiming togive a description of midwives knowledge, attitude and act in handling post-parity hemorrhage at the Lokal Government Clinic of Pantai Cermin. The population in this study involved all the midwives (33 people) working at the lokal Government Clinic of Pantai Cermin. While the sample in this study involved the whole population for knowleadged attitude, act was only done for the midwives who had handled postpartum hemorrhage cases,namely as many as 20 people.
The research findings showed that out of 33 midwives, 51,5% had good attitude in handling post-parity hemorrhage. And from among the 20 midwives handling post parity hemorrhage, 5 % did seven proper acts and one improper act.
It is recommended that the Public Health Service of Langkat enhance the knowleadge,attitude and especially the act of the midwives in handling post-parity hemorrhage by conducting Normal Maternity Care (APN) training as well as testing the competency of the field and appealing to the midwives in the field for more learning and practice.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tingginya angka kematian ibu di dunia pada tahun 2000 disebabkan kehamilan
persalinan dan nifas mencapai 529.000 yang tersebar di Asia 47,8% (253.000),
Afrika 47,4% (251.000), Amerika Latin dan Caribbean 4% (22.000), dan kurang dari
1% (2.500) di negara maju (Abid, 2009).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2005 Indonesia
masih merupakan salah satu negara penyumbang AKI terbesar di dunia dan di Asia
Tenggara dengan AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (KH), sedangkan
Thailand sebesar 129 per 100.000 KH, Malaysia jauh lebih baik yaitu hanya sebesar
39 per 100.000 KH dan Singapura sudah sangat baik sekali hanya dengan AKI
sebesar 6 per 100.000 KH. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007
melaporkan AKI sebesar 228 per 100.000 KH, namun laporan WHO yang dikutip
oleh Depkes RI (2008) AKI di Indonesia disebutkan mencapai 420 per 100.000 KH.
Angka kematian ibu (AKI) di Sumatera Utara 5 (lima) tahun terakhir secara
berturut-turut adalah sebagai berikut; tahun 2002 terdapat 360 per 100.000 kelahiran
hidup, tahun 2003 terdapat 345 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2004 terdapat 330
per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2005 terdapat 315 per 100.000 kelahiran hidup
dan tahun 2006 tetap 315 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Provsu, 2009).
Berdasarkan data Depkes RI tahun 2008, secara nasional penyebab langsung
(24%), infeksi (11%), komplikasi peuperium 8% dan partus macet 5% (Depkes
RI,2008).
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa perdarahan merupakan peyumbang
terbesar proporsi penyebab kematian ibu. Walaupun angka kematian ibu telah
menurun dengan meningkatnya pelayanan kesehatan obstetri namun kematian ibu
akibat perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam penyebab kematian ibu
(Yoseph, 2008).
Hal-hal yang menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan adalah;
atonia uteri 60%, sisa plasenta 24%, retensio plasenta 17%, laserasi jalan lahir 5%,
dan kelainan darah 0,8% (Mochtar, 1998).
Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan.
Lebih dari separuh jumlah seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah
melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Walaupun
seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan setelah
persalinan, namun ia akan menderita anemia berat (Faisal, 2008).
WHO (2006) telah merekomendasikan program Making Pregnancy Safer yang
salah satu fokus penanganannya pada pencegahan perdarahan pasca persalinan.
perdarahan pasca persalinan dini seringkali dapat ditangani dengan perawatan dasar,
namun keterlambatan dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi lebih lanjut
sehingga memerlukan pelayanan yang komperhensif. Pencegahan, diagnosis dan
penanganan pada jam-jam pertama sangatlah penting untuk mengatasi perdarahan
Sebagian besar dari komplikasi itu dapat ditangani melalui penerapan teknologi
kesehatan yang ada. Dengan kata lain bahwa kematian ibu sebenarnya dapat dicegah,
namun banyak faktor yang mempengaruhi baik politis dan teknis yang membuat
teknologi kesehatan kurang diterapkan di tingkat masyarakat. Karena berbagai
alasan, termasuk ketidaktahuan dan hambatan ekonomis. Kemiskinan dan rendahnya
pengetahuan dan status sosial ekonomi, perempuan yang tidak punya andil.
Terbatasnya memperoleh informasi dan pengetahuan baru, hambatan membuat
keputusan, terbatasnya akses memperoleh pendidikan yang memadai, dan kurang
peka terhadap kebutuhan perempuan (WHO, 2001).
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan
strategi terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kesakitan
dan Kematian Bayi (AKB), bidan memberikan pelayanan yang berkesinambungan
dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan
kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan
lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya, kapan dan
dimanapun berada (Kepmenkes RI, 2007).
Menurut ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Wastidar Musbir, sebanyak 80%
penduduk Indonesia bermukim di sekitar 69.061 desa. Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
mempunyai angggota yang tersebar di seluruh Pelosok Indonesia dengan jumlah
sekitar 73.526 orang yang meliputi 30 propinsi dengan 318 cabang dan 1243 ranting,
maka diharapkan profesi bidan yang berada dekat dengan masyarakat dapat
memberikan pelayanan kesehatan yang seoptimal mungkin. Terutama pelayanan
Di Kabupaten Langkat tahun 2007 kematian ibu berjumlah 13 orang dari
22.983 persalinan dengan penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan
38,46%, eklamsia 30,76%, lain lain 30,76%. Tahun 2008 berjumlah 14 orang dari
23.086 persalinan dan penyebab kematian ibu adalah perdarahan 64,28%, eklamsia
21,42%, lain lain 14,28%, dengan penolong persalinan adalah bidan (Dinkes Langkat
2009) Sedangkan di Puskesmas Pantai Cermin tahun 2008 kematian ibu berjumlah 2
orang dari 1347 persalinan dengan penyebab kematian ibu adalah perdarahan 50%,
eklamsia 50% dan tahun 2009 terdapat 31 orang ibu bersalin yang mengalami
perdarahan dari 1.357 persalinan (2,28%) ( data laporan puskesmas Pantai Cermin,
2009).
Faktor penyebab tidak langsung kematian ibu dapat disebabkan oleh bidan
tidak memiliki kemampuan memberikan pelayanan emergensi dalam penanganan
perdarahan pasca persalinan, dari survei awal yang dilakukan terhadap bidan
Puskesmas Pantai Cermin dari 10 bidan terdapat 3 bidan yang tidak tahu tentang
tanda-tanda, penyebab perdarahan pasca persalinan, 3 orang yang memiliki sikap
kurang didalam penanganan perdarahan pasca persalinan dan 4 orang yang memiliki
tindakan yang kurang tentang penanganan perdarahan pasca persalinan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang “Gambaran pengetahuan, Sikap dan Tindakan Bidan tentang Penanganan
Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan
1.2. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut; “Bagaimana Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Bidan tentang
Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin
Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010”.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan bidan tentang
penanganan perdarahan pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin
Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan bidan tentang penanganan perdarahan
pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura.
2. Untuk mengetahui gambaran sikap bidan tentang penanganan perdarahan pasca
persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura.
3. Untuk mengetahui gambaran tindakan bidan tentang penanganan perdarahan
pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pihak Puskesmas dalam upaya peningkatan
pelayanan asuhan kebidanan, khususnya pada ibu yang mengalami perdarahan
pasca persalinan sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu.
2. Sebagai bahan masukan bagi Bidan untuk evaluasi dalam melakukan
penatalaksanaan kala IV persalinan normal sebagai upaya pencegahan terjadinya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perdarahan Pasca Persalinan.
2.1.1 Definisi Perdarahan Pasca Persalinan
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi sesudah sesaat
proses persalinan berlangsung dengan volume perdarahan melebihi dari 500 ml.
Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan volume
perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air ketuban, dan serapan pakaian
atau kain alas tidur. Oleh sebab itu operasional untuk periode pasca persalinan adalah
setelah bayi lahir. Sedangkan tentang jumlah perdarahan, disebutkan sebagai
perdarahan yang lebih dari normal dimana dapat menyebabkan perubahan tanda
vital, seperti; pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil,
hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/menit, dan kadar Hb <8 g% (Saifuddin,
2001).
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi
lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan
akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa
menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demikian secara konvensional
dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan sebagai
perdarahan pasca persalinan dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000
Definisi baru mengatakan bahwa setiap perdarahan yang dapat mengganggu
homeostasis tubuh atau mengakibatkan tanda hipovolemia termasuk dalam kategori
perdarahan pasca persalinan. Perdarahan sebanyak lebih dari 1/3 volume darah atau
1000 ml harus segera mendapatkan penanganan. Perdarahan pasca persalinan dapat
terjadi segera setelah janin lahir, selama pelepasan plasenta atau setelah plasenta
lahir (Siswosudarmo, 2008).
Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan,
persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam
masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan
serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin (Khoman, 2002).
Berdasarkan waktu kejadiannya perdarahan pasca persalinan dibagi dua
bagian, yaitu:
1. Perdarahan pasca persalinan dini (Early Post Partum haemorrhage, atau
Perdarahan Pasca persalinan Primer, atau perdarahan pasca persalinan segera).
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab
utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta,
robekan jalan lahir.
2. Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau
perdarahan pasca persalinan lambat, atau Late PPH). Perdarahan pasca persalinan
sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder
sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa
Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan pasca
persalinan adalah grandemultipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, dan
persalinan yang dilakukan dengan tindakan yakni; pertolongan kala uri sebelum
waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa dan
persalinan dengan narkosa atau persalinan yang dilakukan dengan menggunakan
anastesi yang terlalu dalam (Manuaba, 1998).
Sebagian besar kehilangan darah terjadi akibat arteriol spiral miometrium
dan vena desidua yang sebelumnya dipasok dan didrainase ruang intervilus plasenta.
Karena kontraksi pada rahim yang sebagian kosong menyebabkan pemisahan
plasenta, terjadilah perdarahan dan berlanjut hingga otot rahim berkontraksi di
sekitar pembuluh darah dan bekerja sebagai pengikat fisiologi-anatomi. Kegagalan
kontraksi rahim setelah pemisahan plasenta (atonia uteri) mengakibatkan perdarahan
yang terlalu banyak di tempat plasenta (Hacker, 2001).
2.1.2. Patofisiologi Perdarahan Pasca Persalinan
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus
masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum
spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan
menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga
perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan
menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak.
Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan
perineum (Muhaj, 2009).
Diagnosis yang dapat ditegakkan terhadap perdarahan pasca persalinan
ditandai dengan :
a. Perdarahan banyak yang terus-menerus setelah bayi lahir.
b. Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan
tekanan darah, nadi, dan napas cepat, pucat, ekstremitas dingin sampai
terjadi syok.
c. Perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta
atau laserasi jalan lahir.
d. Perdarahan setelah plasenta lahir. Perlu dibedakan sebabnya antara atonia
uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir.
e. Riwayat partus lama, partus presipitatus, perdarahan antepartum atau
penyebab lain (Mansjoer, 1999).
Perdarahan pasca persalinan juga dapat disertai dengan komplikasi
disamping dapat menyebabkan kematian. Perdarahan pasca persalinan memperbesar
kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan tubuh penderita berkurang.
Perdarahan banyak, kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat
nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut.
Gejala-gejalanya adalah astenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai
menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital,
kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi,
2.1.3 Penyebab Perdarahan Pasca Persalinan
Penyebab terjadinya perdarahan pasca persalinan adalah
1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi
dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta
menjadi tidak terkendali. Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus
sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah
kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit
dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium
akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi
(JNPK/ Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, 2007).
Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang
disebabkan oleh atonia uteri adalah;
a) uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan.
b) Kala I atau II yang memanjang.
c) Persalinan cepat (partus presipitatus).
d) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi).
e) Infeksi intrapartum.
f) Multiparitas tinggi.
g) Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam
waktu kurang dari 1 jam. Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan
pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (JNPK, 2007).
Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat dari terjadinya ;
a) Partus lama.
b) Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil; seperti pada
kehamilan kembar, hidramnion atau janin besar.
c) Multiparitas.
d) Anestesi yang dalam.
e) Anestesi lumbal.
Atonia uteri juga dapat terjadi karena salah dalam penanganan kala III
persalinan, dengan cara memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha
melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus (Wiknjosastro,
2002).
a. Diagnosis
Perdarahan pasca presalinan ditandai juga dengan timbulnya perdarahan
banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa
disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi
serta pernapasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita
hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa
mengalami gejala-gejala klinik, gejala tersebut baru tampak pada kehilangan darah
Diagnosis perdarahan pasca persalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap
persalinan - setelah anak lahir, secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III
dan 1 jam sesudahnya.
Apabila terjadi perdarahan pasca persalinan dan plasenta belum lahir, perlu
diusahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera. Jikalau plasenta sudah lahir,
perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan akibat
perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia, uterus membesar dan lembek
pada palpasi, sedangkan pada perdarahan akibat perlukaan, uterus berkontraksi
dengan baik. Dalam hal uterus berkontraksi dengan baik perlu diperiksa lebih lanjut
tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan dalam jalan lahir.
Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan
transfusi darah, seharusnya kematian karena perdarahan pasca persalinan dapat
dicegah. Tetapi kematian tidak selalu dapat dihindarkan, terutama apabila penderita
masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan darah banyak.
Perdarahan pasca persalinan merupakan sebab utama kematian dalam persalinan
(Wiknjosastro, 2002).
b. Penanganan Atonia Uteri
Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas-batas
normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila
sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan pasca persalinan,
persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada
perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio plasenta (Wiknjosastro,
Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan
penanganan kala tiga secara aktif, yaitu;
1) Menyuntikan Oksitosin; sebelum menyuntikkan oksitosin lakukakan terlebih
dahulu pemeriksaan fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal.
Selanjutnya suntikkan oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar
paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu.
2) Peregangan Tali Pusat Terkendali; peregangan tali pusat ini dilakukan dengan
memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau
menggulung tali pusat. Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian
bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan
klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva. Saat uterus kontraksi,
menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan
uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial.
Tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan mengeluarkan
plasenta; jika dengan penegangan tali pusat terkendali, tali pusat terlihat
bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk
meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah
kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada
vulva.
Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan
kembali klem hingga berjarak ± 5-10 cm dari vulva. Bila plasenta belum lepas
setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit, suntikkan ulang 10 IU
kateterisasi bila penuh, tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan
plasenta manual.
Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan
hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan
dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.
3) Masase Uterus; segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus
uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4
jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).
Kemudian dilakukan pemeriksaan kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan;
kelengkapan plasenta dan ketuban; kontraksi uterus dan perlukaan jalan lahir
(Hadijono, 2006).
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan taktil (masase) fundus uteri, maka sebaiknya segera lakukan
langkah-langkah berikut :
a. Bersihkan bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari vagina dan lubang
serviks yang dapat menghalangi uterus berkontraksi dengan baik.
b. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi,
lakukan katerisasi dengan menggunakan teknik aseptik sehingga uterus
berkontraksi secara baik.
c. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit untuk memberikan
tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga merangsang
miometrium untuk berkontraksi, jika kompresi bimanual tidak berhasil
d. Anjurkan keluarga untuk mulai membantu melakukan kompresi bimanual
eksternal.
e. Keluarkan tangan perlahan-lahan.
f. Berikan ergometrin 0,2 mg secara intramuskular (kontraindikasi hipertensi)
atau misoprostol 600-1000 mcg, sehingga dalam 5-7 menit kemudian uterus
akan berkontraksi.
g. Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc
Ringer Laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat
mungkin, sehingga dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang
selama perdarahan dan merangsang kontraksi uterus.
h. Ulang kompresi bimanual internal agar uterus berkontraksi dengan baik.
i. Rujuk segera. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit,
hal ini menunjukkan bukan atonia sederhana, sehingga ibu membutuhkan
perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan tindakan
bedah dan transfusi darah.
j. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan teruskan melakukan kompresi
bimanual internal.
k. Lanjutkan pemberian Ringer Laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 cc larutan
dengan laju 500/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga
2. Robekan Jalan Lahir
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan
bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat
dan tidak terkendali (JNPK, 2007).
Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari
perlukaan jalan lahir (Hadijono, 2006).
Cedera selama kelahiran merupakan penyebab perdarahan postpartum kedua
terbanyak ditemukan. Selama kelahiran pervaginam, laserasi pada serviks dan vagina
dapat terjadi secara spontan tetapi lebih sering ditemukan setelah penggunaan forsep
atau ekstraktor vakum.
Dinding pembuluh darah dalam jalan lahir mengembang selama kehamilan
dan dapat terjadi perdarahan yang banyak. Laserasi terutama cenderung terjadi pada t
perineum, di daerah periuretral, dan pada iskiadikus spinalis disepanjang aspek-aspek
posterolateral vagina. Serviks dapat menyebabkan laserasi pada dua sudut lateral
sementara terjadi dilatasi yang cepat dalam tahap pertama persalinan (Hacker, 2001).
a. Klasifikasi Klinis
1. Robekan perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau
dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala
janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan
dalam tengkorak janin serta melemahkan otot-otot maupun fasia pada dasar
panggul karena diregangkan terlalu lama. Robekan perineum umumnya terjadi
di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat,
sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa
lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah
panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia
suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.
Apabila mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum yang robek
dinamakan robekan perineum tingkat satu. Pada robekan tingkat dua, mukosa
vagina, komisura posterior. Kulit perineum dan otot perineum. dan pada
robekan tingkat tiga sampai pada otot spinter Sedangkan robekan tingkat
empat, bisa sampai mukosa rektum (JNPK,2007).
2. Robekan dinding vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak
seberapa sering terdapat. Mungkin ditemukan sesudah persalinan biasa, tetapi
lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, lebih-lebih apabila
kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru
terlihat pada pemeriksaan dengan spekulum. Perdarahan biasanya banyak,
tetapi mudah diatasi dengan jahitan. (Wiknjosastro, 2002).
3. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang
multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan pervaginam.
kadang-kadang sampai ke segmen bawah rahim dan membuka parametrium. Robekan
yang sedemikian dapat membuka pembuluh-pembuluh darah yang besar dan
menimbulkan perdarahan yang hebat. Robekan semacam ini biasanya terjadi
pada persalinan buatan; ekstraksi dengan forsep; ekstraksi pada letak sungsang,
versi dan ekstraksi, dekapitasi, perforasi, dan kranioklasi terutama jika
dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap (Sastrawinata, 2004).
4. Ruptura uteri
Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya,
yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan
tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian
bawah uterus. Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula.
Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas,
hal ini dinamakan kolpaporeksis. Kadang-kadang sukar membedakan antara
ruptura uteri dan kolpaporeksis. Apabila pada ruptura uteri peritoneum pada
permukaan uterus ikut robek, hal ini dinamakan ruptura uteri komplet, jika
tidak disebut ruptura uteri inkomplet. Pinggir ruptura biasanya tidak rata,
letaknya pada uterus melintang, atau membujur, miring, dan bisa agak ke kiri
atau ke kanan. Menurut cara terjadinya ruptura uteri terbagi atas; 1) Ruptur
uteri spontan, 2) Ruptur uteri traumatik, 3) Ruptur uteri pada parut uterus
b. Penanganan Robekan Jalan Lahir
Berikan anastesi lokal pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan robekan
jalan lahir atau episiotomi. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu
merasa santai.
1. Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
Lakukan penjahitan laserasi pada perineum:
1) Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat
tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi, atau jika
tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya.
2) Pastikan bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan
penjahitan sudah didisinfeksikan tingkat tinggi atau steril.
3) Setelah memberikan anastesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut
sudah di anastes, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk
secara jelas menentukan batas-batas luka. Dekatkan tepi laserasi untuk
menentukan bagaimana cara menjahitnya menjadi satu dengan mudah.
4) Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di bagian dalam
vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek
benang yang lebih pendek dari ikatan.
5) Tutup Mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah kearah cincin
himen.
6) Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu
antara jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan sebarapa dekat
jarum ke puncak luka.
7) Teruskan kearah bawah tapi tepat pada luka, menggunakan jahit jelujur,
hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak setiap jahitan
sama dan otot yang terluka telah di jahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot,
mungkin perlu untuk melakukan satu atau dua lapis jahitan terputus-putus
untuk menghentikan perdarahan dan/atau mendekatkan jaringan tubuh secara
efektif.
8) Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan
penjahitan, menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkuticuler.
Jahitan ini akan menjadi jahitan lapisan kedua. Periksa lubang bekas jarum
tetap terbuka berukuran 0,5 cm dan kurang. Luka ini akan menutup dengan
sendirinya pada saat penyembuhan luka.
9) Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar
dari belakang cincin himen.
10)Ikat benag dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang
dan sisakan sekitar 1,5 cm.
11)Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak
ada kasa atau peralatan yang tertinggal di dalam.
12)Dengan lembut masukkan jari paling kecil kedalam anus. Raba apakah ada
jahitan pada rektum. Jika ada jahitan teraba, ulangi periksa rektum enam
ada fistula rektovagina atau ibu melaporkan inkotensia alvi atau feses), ibu
segera rujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
13)Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat
tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman.
14)Nasehati ibu untuk :
- Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering.
- Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum.
- Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai
empat kali perhari.
- Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya.
Ibu harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau
mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika
daerah tersebut menjadi lebih nyeri (JNPK, 2007).
3. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Saifuddin, 2001).
Menurut tingkat perlekatannya retensio plasenta terbagi atas beberapa
bagian, antara lain adalah;
a. Plasenta adhesiva, yaitu implantasi yang kuat dari jojot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
b. Plasenta akreta, yaitu implantasi jojot korion plasenta hingga memasuki
c. Plasenta inkreta, yaitu implantasi jojot korion plasenta hingga mencapai
atau memasuki miometrium.
d. Plasenta perkreta, yaitu implantasi jojot korion plasenta yang menembus
lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh kontriksi ostium uteri (Saifuddin, 2001).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta, antara lain adalah;
a. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari
uterus; serta pembentukan constriction ring.
b. Kelainan dari plasenta dan sifat pelekatan plasenta pada uterus.
c. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus
yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan
kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu
dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta
pemberian anestesi (Faisal, 2008).
Kondisi umum yang menjadi penyebab retensio plasenta adalah :
1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih
dalam.
2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran
konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III,
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum
penuh, karena itu keduanya harus dikosongkan (Mochtar, 1998).
a. Penanganan Retensio Plasenta
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir, maka harus
diusahakan untuk mengeluarkannya (Wiknjosastro, 2002).
Setelah bayi lahir dilakukan dengan segera manajemen aktif kala III yaitu:
1. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
2.Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
3. Massase fundus uteri.
Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit sesudah bayi lahir, ulangi
penatalaksanan aktif persalinan kala tiga dengan memberikan oksitosin 10 IU
intramuskuler dan teruskan penenganagn tali pusat terkendali dengan hati-hati.
Teruskan melakukan penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir kalinya. Jika
plasenta masih tetap belum lahir, rujuk segera kerumah sakit.
Bila terjadi perdarahan, maka plasenta harus segera dilahirkan secara manual.
b. Prosedur Plasenta Manual
1) Berikan cairan IV : Nacl 0,9% atau RL dengan tetesan cepat jarum berlubang
besar (16 atau 18G) untuk mengganti cairan yang hilang sampai nadi dan
tekanan darah membaik atau kembali norma.
2) Siapkan peralatan untuk melakukan tehnik manual, yang HARUS dilakukan
secara aseptik.
4) Jelaskan kepada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada berikan diazepam 10
mg IM.
5) Cuci tangan sampai kebagian siku dengan sabun, air bersih mengalir dan
handuk bersih, gunakan sarung tangan panjang steril/DTT.
6) Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.
7) Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan
satu tangan sejajar lantai.
8) Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap
kebawah) kedalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.
9) Setelah mencapai bukaan serviks, mintak seorang asisten/penolong lain untuk
memegang klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan
fundus uteri.
10) Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga kekavum uteri
sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.
11) Bentangkan tanga obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari
merapat kejari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat).
12) Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plsenta paling bawah.
Bila plsenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebalah
atas dan disisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding
uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah (posterior ibu)
Bila di korpus depan maka pindahkan tangan kesebalah atas tali pusat
dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus
13) Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka
perluasan pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan ke
kiri sambil digeser keatas (kranial ibu) hingga semua perleketan plasenta
terlepas dari dinding uterus.
14) Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk
menilai tidak ada plasenta yang tertinggal.
15) Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah
uterus) kemudian instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat
sambil tangan dalam membawa plasenta keluar.
16) Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis) uterus
kearah dorsokranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di
dalam wadah yang telah disediakan.
17) Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lainyang
digunakan.
18) Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit.
19) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
20) Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
21) Periksa kembali tanda vital ibu.
22) Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan.
23) Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih di perlukan dan asuhan
24) Beritahukan pada ibu dan keluarga bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu
masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan.
25) Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan (JNPK, 2007).
c. Rangsang Taktil (masase) Fundus Uteri
Segera setelah plasenta lahir,Lakukan massae fundus uteri:
1) Letakkan telapak tangan pad fundus uteri.
2) Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak tidak
nyaman karena tindakan yang di berikan. Anjurkan ibu untuk menarik nafas
dalam, perlahan rileks.
3) Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada
fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam
waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri.
4) Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastiakan keduanya lengkap dan
utuh:
a. Periksa plasenta sisi maternal untuk memastikan bahwa semuanya
lengkap dan utuh (tidak ada bagian yang hilang).
b. Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk
memastikan tidak ada bagian yang hilang.
c. Periksa plasenta sisi foetal untuk memastiakan tidak adanya
kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata).
d. Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.
5) Periksa uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus
uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga
mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
6) Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan (JNPK,
2007).
2.2. Perilaku bidan
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak lain. Menurut Skiner
(1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau
reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Meskipun perilaku adalah
bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus yang berasal dari luar organisme,
namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau
faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun
stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda.
Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut
determinan perilaku dan terdiri atas dua bagian yaitu; 1) Faktor internal, merupakan
karakteristik orang yang bersangkutan dan bersifat bawaan, misalnya; tingkat
kecerdasan, emosional, dan jenis kelamin; 2) Faktor eksternal, yakni lingkungan,
baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, maupun politik. Faktor lingkungan
ini sering merupakan faktor yang dominan mempengaruhi perilaku seseorang
(Notoatmodjo, 2003).
Perilaku juga merupakan hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi
tindakan. Perilaku manusia bersifat holistik. Perilaku profesional dari bidan
mencakup:
1. Dalam melaksanakan tugasnya, berpengang teguh pada filosofi etika profesi
bidan dan asfek legal.
2. Bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan keputusan klinis yang
dibuatnya.
3. Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan
mutakhir secara berkala.
4. Menggunakan pencengahan universal untuk mencengah penularan penyakit
dan strategi penggendalian infeksi.
5. Menggunakan konsultasi rujukan yang tepat selama memberi asuhan
kebidanan.
6. Menghargai dan memanfaatkan budaya setempat sehubungan dengan
praktik kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru
lahir, dan anak.
7. Menggunakan keterampilan komunikasi.
8. Bekerjasama dengan dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan ibu dan keluarga (Atik purwandari,2008).
2.2.2 Pengetahuan Bidan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan
pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan
lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.
Pengetahuan bidan dapat diperoleh dari pendidikan atau pengamatan,
informasi yang didapat seseorang serta melalui pelatihan. Pengetahuan dapat
menambah ilmu seseorangserta merupakan proses dasar dari kehidupan manusia.
Melalui pengetahuan, manusia dapat melakukan perubahan-perubahan kualitatif
individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas yang dilakukan oleh
bidan seperti halnya dalam pelaksanaan penanganan perdarahan pasca persalinan
tidak lain adalah hasil yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan, sehingga dapat
memberikan dorongan didalam mencegah perdarahan pasca persalinan
2.2.3 Sikap Bidan
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus
tertentu.
Sikap bidan merupakan pendapat atau penilaian seseorang terhadap
cara-cara didalam penatalaksanaan penanganan perdarahan pasca persalinan. Sikap sering
diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat
seseorang setuju (mendekat) tidak setuju (menjauhi) suatu hal tetapi ada kalanya
sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak terlalu terwujud dalam suatu
Sikap mempunyai tiga komponen pokok, seperti yang di kemukakan Allport
dalam Notoatmodjo ( 2003), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga
komponen pokok yaitu :
a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek
b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh
(total attitude). Pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan
penting dalam penentuan sikap yang utuh.
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni (Notoatmodjo, 2003) :
a. Menerima (receiving) artinya bahwa orang (subjek) danmemperhatikan
stimulus yang diberikan oleh objek.
b. Merespon (responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh objek.
c. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga
(kecenderungan untuk bertindak).
d. Bertanggung jawab (responsible) yaitu yang bertanggung jaawab atas segala
sesuatu yang telah di pilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap
2.2.4 Praktek atau Tindakan Bidan
Tindakan merupakan perbuatan nyata atau aktivitas hasil dari pengaruh
faktor internal dan eksternal individu yang didukung dengan kondisi yang
memungkinkan tampilnya tindakan secara nyata.
Tindakan bidan merupakan perbuatan atau aktivitas yang dilakukan oleh
bidan didalam penanganan pertolongan persalinan yang didasarkan pada kompetensi
atau kemampuan yang dimiliki yang diperoleh dari pengalaman dan pelatihan yang
dilakukan.
Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung. Secara langsung pengukuran tindakan dilakukan dengan pengamatan, dan
secara tidak langsung dilakukan dengan wawancara. Praktek atau tindakan
mempunyai beberapa tingkatan, antara lain; 1) Persepsi, yaitu mengenal dan memilih
berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil; 2) Respons
terpimpin, yakni melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan contoh; 3)
Mekanisme, yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar
secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan; 4) Adopsi, merupakan
praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan
tersebut sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut
2.3. Variabel yang diteliti
Berdasarkan Latar Belakang, masalah, dan tujuan penelitian, maka yang
menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :
Pengetahuan
Sikap
Tindakan
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yaitu
penelitian yang melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat artinya
tiap subjek hanya diobservasi satu kali saja, dilakukan pada saat pemeriksaan dan
tidak melakukan tindak lanjut (Sastroasmoro, 2010).
Penelitian ini bertujuan melakukan deskripsi mengenai gambaran pengetahuan, sikap
dan tindakan bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung
Pura Kabupaten Langkat. Pemelihan lokasi ini dengan pertimbangan masih tingginya
perdarahan pasca persalinan yaitu 2,28% dibandingkan dengan Puskesmas Selesai
0,004% yaitu 5 orang dari 1270 persalinan dan Puskesmas Tanjung Selamat 0,003%
yaitu 3 orang dari 1027 persalinan. Pada survei awal ditemukan bidan yang memiliki
pengetahuan, sikap dan tindakan kurang tentang penanganan perdarahan pasca
persalinan.
3.2.2 Waktu Penelitian
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini mencakup seluruh bidan yang ada di wilayah
kerja Puskesmas Pantai Cermin yang berjumlah 33 orang. Sampel dalam penelitian
ini mencakup seluruh populasi untuk pengetahuan dan sikap. Tetapi untuk tindakan
dilakukan bagi bidan yang pernah menangani kasus perdarahan pasca persalinan
yaitu sebanyak 20 orang bidan .
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Cara Pengumpulan Data
1. Data primer dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner yang telah
disiapkan dan masing-masing responden diwawancarai dalam waktu yang
berbeda dengan cara mengunjungi rumah ke rumah responden.
2. Data sekunder diperoleh dari bagian administrasi Puskesmas Pantai Cermin.
3.5 Instrumen Penelitian
Instrumen pada penelitian ini berupa kuesioner yang dibuat oleh peneliti
berdasarkan tinjauan teoritis.
3.6 Definisi Operasional Variabel
a. Pengetahuan bidan adalah Segala sesuatu yang diketahui oleh bidan tentang
penanganan perdarahan pasca persalinan, meliputi pengertian, tanda tanda, cara
b. Sikap bidan adalah pandangan atau tanggapan bidan yang masih tertutup dan
belum merupakan tindakan nyata tentang penanganan perdarahan pasca
persalinan
c. Tindakan bidan adalah penanganan yang dilakukan oleh bidan kepada pasien
yang mengalami perdarahan dalam 24 jam setelah melahirkan sehingga
perdarahan tersebut dapat dihentikan meliputi tata laksana kasus, pemeriksaan
jalan lahir, manual plasenta
d. Penanganan perdarahan pasca persalinan adalah upaya yang dilakukan oleh
bidan dalam pencegahan dan penghentian perdarahan pasca persalinan.
3.7 Aspek Pengukuran
a. Pengetahuan bidan
Pengukuran pengetahuan bidan dilakukan melalui 15 pertanyaan yang bersifat
tertutup dan terdiri dari 4 pilihan (a,b,c dan d). Jawaban diukur secara skoring,
dengan nilai untuk setiap jawaban yang benar = 1 dan jawaban yang salah = 0,
sehingga total skor maksimal adalah 15 dan skor minimal adalah 0.
Selanjutnya pengetahuan dikategorikan berdasarkan; baik, cukup, dan kurang
(Pratomo, 1986).
- Baik, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak > 75%
atau skor > 11.
- Cukup, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak
- Kurang, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak
<40% atau skor < 6.
b. Sikap bidan
Pengukuran sikap bidan dilakukan melalui 15 pertanyaan yang bersifat tertutup
dan terdiri dari 5 pilihan, yaitu; Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R),
Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Jawaban diukur secara skoring dan pada pertanyaan sikap positif yakni
pertanyaan 1,2,3,4,5,6,7, dan 8 nilai untuk setiap jawaban yang diberikan;
Sangat Setuju (SS) = 5, Setuju (S) = 4, Ragu-ragu (R) = 3, Tidak Setuju (TS) =
2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 1.
Sedangkan pada pertanyaan sikap negatif yakni pertanyaan
9,10,11,12,13,14,15 dan 16 nilai untuk setiap jawaban yang diberikan; Sangat
Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Ragu-ragu (R) = 3, Tidak Setuju (TS) = 4, dan
Sangat Tidak Setuju (STS) = 5.
Sehingga total skor maksimal adalah 75 dan skor minimal adalah 15.
Selanjutnya sikap dikategorikan berdasarkan; baik dan tidak baik.
- Baik, apabila skor responden > 50% atau 39-75
- Tidak baik, apabila skor responden <
c. Tindakan bidan
50% atau 15-38
Pengukuran tindakan bidan dilakukan melalui 14 pertanyaan yang bersifat
tertutup yang terdiri dari 2 pilihan (Ya dan Tidak). Tindakan dikategorikan
semestinya dilakukan yakni pertanyaan 1,2,3,4,5,6, 7, dan 7 tindakan yang
semestinya tidak dilakukan yakni pertanyaan 8,9,10,11,12,13,14.
3.8 Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1 Pengolahan Data
Data yang sudah terkumpul diolah secara manual dan komputerisasi untuk
mengubah data menjadi informasi. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data
dimulai dari editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan. Coding, yaitu
memberikan kode numerik atau angka kepada masing-masing kategori. Data entry
yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database
komputerisasi.
3.8.2 Analisis Data
Data yang telah diolah akan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam
bentuk tabel distribusi frekwensi dan dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Umum Puskesmas Pantai Cermin dan wilayah kerja 4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Pantai Cermin
Puskesmas Pantai Cermin merupakan salah satu puskesmas yang terdapat
diwilayah Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat yang wilayah kerja
mencakup 18 desa dan 1 kelurahan. Terletak di Desa Pantai Cermin Kecamatan
Tanjung Pura Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara, dengan jarak 25 km dari
kota Stabat ibu kota Kabupaten Langkat
Wilayah kerja puskesmas Pantai Cermin merupakan daerah dataran rendah
dengan ketinggian 11 m dari permukaan laut dengan luas 5300 Ha.
Batas wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin sebagai berikut:
- Utara : Selat Malaka/Sumatera
- Timur : Kecamatan Secanggang
- Selatan : Kecamatan Hinai/Kecamatan Padang Tualang
- Barat : Kecamatan Gebang/Kecamatan Padang Tualang
4.1.2. Demografi
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin tahun 2010
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010
No Nama Desa Jumlah Penduduk
1 Desa Pulau Banyak 3326
2 Desa Pematang Cengal 9401
3 Desa Pematang Tengah 2752
4 Desa Teluk Bakung 3896
5 Desa Baja Kuning 2145
6 Desa Pematang Serai 2757
7 Desa Pantai Cermin 5501
8 Desa K Bubun 2580
9 Desa K langkat 1617
10 Kelurahan Pekan Tanjung Pura 15447
11 Desa Serapuh Asli 1257
12 Desa Pekubuan 4948
13 Desa Lalang 2007
14 Desa T Kuda 2018
15 Desa K Serapuh 2126
16 Desa P Perupuk 2634
17 Desa Suka Maju 2872
18 Desa Karya Maju 2215
19 Desa Pematang Cengal Barat 2463
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar di
wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin terdapat di Kelurahan Pekan Tanjung Pura
sebesar 15447 jiwa, sedangkan yang paling sedikit terdapat di Desa Serapuh Asli
sebesar 1257 jiwa.
4.2 Karakteristik Bidan
Karakteristik bidan meliputi umur, pendidikan, dan lama bekerja.
4.2.1 Umur bidan
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010
No Umur (tahun) n %
1 20-29 12 36,4
2 30-39 16 48,5
3 40-49 3 9,1
4 50-59 2 6,1
Jumlah 33 100,0
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa umur bidan lebih banyak
4.2.2 Pendidikan Bidan
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010
No Pendidikan N %
1 D1 Kebidanan 6 18,2
2 D3 Kebidanan 27 81,8
Jumlah 33 100,0
Dari tabel 4.3 diketahui bahwa pendidikan bidan memiliki tingkat pendidikan
D3 Kebidanan sebanyak 27 orang (81,8%) dan D1 Kebidanan sebanyak 6 orang
(18,2%). Dari 33 bidan yang ada diwilayah kerja puskesmas Pantai Cermin yang
telah mengikuti pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) sebanyak 3 orang.
4.2.3 Lama Bekerja Bidan
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010
No Lama Bekerja (tahun) N %
1 0-9 22 66,66
2 10-19 7 21,21
3 20-29 3 9,1
4 30-39 1 3,03
Jumlah 33 100,0
Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa bidan memiliki lama kerja paling
banyak adalah 0-9 tahun sebanyak 22 orang (66,66%) dan lama kerja yang paling