• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Domba Ekor Tipis (Ovis aries) Jantan yang Digemukkan dengan Pemberian Biskuit Daun Jagung dan Rumput Lapang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Domba Ekor Tipis (Ovis aries) Jantan yang Digemukkan dengan Pemberian Biskuit Daun Jagung dan Rumput Lapang"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Performance of Male Thin-Tailed sheep Fattened with Feeding Leaf Corn Biscuit and Forage Biscuit

Sobri, Y. Retnani, L. Khotijah

Corn plant waste is one of alternative feed source that has big potential to produce various low cost and useful feed product. One of technology that can be used is pressing technology in to biscuit. Biscuit is a kind of food product that is made by heating and pressing result in flat and thin form. This experiment aimed to study performance of Thin-Tailed sheep that given leaf corn biscuit and forage feeding by testing feed consumption value, daily weight gain, feed conversion, and income over feed cost. This experiment used Randomized Complete Design with 3 treatments and 3 replications. The treatments were R1 = biscuit (100% of field grass) + concentrate, R2 = biscuit (50% of field grass + 50% of corn leaf) + concentrate, R3 = biscuit (100% of corn leaf) + concentrate. The experiment was conducted for 10 weeks with the adaptation period for 2 weeks. The variables that measured were daily weight gain, dry matter intake, and feed conversion. The variable of Income over feed cost uses descriptive analysis. The result showed that significantly affect to dry matter intake (P<0.05), while feeding did not affect to body weight gain, and feed conversion. The highest profit was found in the R3.

(2)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan akan produk peternakan dari tahun ke tahun meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan masyarakat dan semakin membaiknya kesadaran gizi masyarakat. Tingginya permintaan produk peternakan tidak diiringi oleh perkembangan dan pertumbuhan industri peternakan. Industri peternakan di Indonesia kenyataannya belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Salah satu

sumber pasokan daging untuk kebutuhan masyarakat berasal dari domba. Pada tahun 2010 sumbangan daging domba terhadap total produksi daging yang berasal dari ruminansia baru mencapai 7,6% (Direktorat Jendral Peternakan, 2011), sehingga pengembangan domba perlu digalakkan sebagai salah satu upaya mengurangi impor daging sapi. Selain untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, usaha pengembangan ternak domba juga membuka peluang untuk memenuhi peluang pasar luar negeri.

Ternak domba di Indonesia memiliki prospek yang baik di masa yang akan datang, mengingat daging domba seperti halnya daging sapi dan daging ayam bisa diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, agama dan kepercayaan di Indonesia.

Ternak domba mudah dikembangkan dengan sistem pemeliharaan yang relatif mudah dilakukan, siklus reproduksi relatif singkat, dan domba merupakan ternak yang lebih tahan terhadap berbagai penyakit daripada ternak lainnya.

Data statistik pada tahun 2009 menunjukkan bahwa populasi ternak domba di Indonesia mencapai 10.198.766 ekor, Jawa Barat adalah provinsi yang memiliki populasi domba tertinggi yaitu 5.770.661 ekor atau 56,58% dari populasi domba nasional. Produksi daging domba di Jawa Barat sebesar 34.400 ton/tahun atau pemotongan sekitar 1.720.000 ekor domba, merupakan yang tertinggi di seluruh Indonesia (Direktorat Jendral Peternakan, 2011). Pemotongan ternak domba mengalami peningkatan saat hari raya Idul Adha.

(3)

2 ketersediaan hijauan pada musim kemarau, dan d) belum dilakukannya pengolahan/ penyimpanan hijauan berlebih pada musim hujan. Hijauan pakan adalah bahan makanan utama bagi ternak ruminansia yang berasal dari tanaman berupa dedaunan dan batang lunak. Hijauan salah satunya dapat berasal dari limbah pertanian yang banyak diproduksi pada musim-musim panen, apabila tidak dimanfaatkan akan menimbulkan penumpukan sampah yang merugikan bagi manusia.

Limbah pertanian yang dimanfaatkan pada penelitian ini adalah jerami jagung (daun jagung). Sumbangan limbah pertanian, terutama jerami jagung terasa sangat bermanfaat dalam mendukung perkembangan populasi ternak ruminansia. Data dari Badan Pusat Statistik (2011) menunjukkan produksi jagung di Indonesia mencapai 18.327.636 ton dengan luasan panen 4.131.676 ha, maka dapat diperkirakan produksi jagung per ha yaitu 4,4 ton/ha. Basymeleh (2009), melaporkan bahwa limbah tanaman jagung terdiri atas 50% batang, 20% daun, 20% tongkol, 10% klobot.

Kendala yang dihadapi dalam penggunaan limbah tanaman jagung sebagai pakan ternak yaitu sifatnya yang mudah busuk dan bulky menyulitkan dalam penanganan baik pada saat transportasi maupun penyimpanan, sehingga memerlukan teknologi dalam penanganannya. Teknologi pengolahan pakan diperlukan untuk membuat bahan menjadi awet, mudah disimpan, dan mudah diberikan. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan dalam rangka meningkatkan manfaat limbah tanaman jagung adalah dengan memanfatkannya sebagai sumber pakan komersil dalam bentuk biskuit. Teknologi pengolahan pakan dalam bentuk biskuit dengan bentuk yang kompak diharapkan dapat langsung diberikan kepada ternak ruminansia.

Biskuit pakan sumber serat merupakan pakan alternatif untuk mengganti hijauan pakan pada saat musim kemarau dan untuk memenuhi kebutuhan pakan sumber serat sepanjang tahun.

Tujuan

(4)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Tanaman Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L.) termasuk dalam famili rumput-rumputan (Graminea). Jagung merupakan tanaman asli Benua Amerika (Purwono dan Purnamawati, 2008). Tanaman jagung di Indonesia sudah dikenal sejak 400 tahun yang lalu, yang pertama kali dibawa oleh bangsa Portugis dan Spanyol. Tanaman jagung termasuk jenis tumbuhan semusim (annual). Susunan tubuh (morfologi) tanaman jagung terdiri atas akar, batang, daun, bunga, dan buah. Panjang batang berkisar antara 60-300 cm, tergantung pada tipe jagung. Daun jagung tumbuh melekat pada buku-buku batang. Jumlah daun tiap tanaman bervariasi antara 8-48 helai. Ukuran daun berbeda-beda, yaitu panjang antara 30-150 cm dan lebar mencapai 15 cm (Purwono dan Purnamawati, 2008).

Jagung banyak digunakan di bidang peternakan sebagai pakan unggas sedangkan limbahnya sebagai pakan ruminansia. Limbah tanaman jagung berpotensi bagi ternak dan sudah banyak diberikan sebagai pakan ternak. Limbah jagung

mempunyai kualitas pakan yang rendah sehingga tidak akan mencukupi kebutuhan pertumbuhan ternak kecuali jika diberi tambahan suplemen pada pakannya. Data statistik pada tahun 2009 menunjukkan bahwa populasi ternak domba di Indonesia mencapai 10.198.766 ekor, Jawa Barat adalah provinsi yang memiliki populasi domba tertinggi yaitu 5.770.661 ekor atau 56,58% dari populasi domba nasional. Produksi daging domba di Jawa Barat sebesar 34.400 ton/tahun atau pemotongan sekitar 1.720.000 ekor domba, merupakan yang tertinggi di seluruh Indonesia (Direktorat Jendral Peternakan, 2011).

Ada beberapa macam limbah tanaman jagung dan produk samping industri berbasis jagung (Umiyasih dan Wina, 2008). Di Indonesia, dikenal istilah lokal untuk beberapa limbah tanaman jagung dan industri jagung, yaitu:

(5)

4 2) Jerami jagung atau brangkasan, yaitu bagian batang dan daun jagung yang telah dipanen tongkol jagungnya. Jerami jagung ada yang segar dan ada yang kering. Jerami jagung kering yaitu bagian batang dan daun jagung yang dibiarkan kering di ladang dan dipanen pada saat tongkol dipetik, jerami jagung seperti ini umumnya dijumpai di daerah penghasil benih atau jagung untuk keperluan industri pakan. Jerami jagung segar yaitu bagian batang dan daun jagung yang dipanen masih dalam keadaan hijau yang dihasilkan dari produksi jagung untuk keperluaan pangan.

3) Klobot jagung atau kulit buah jagung, yaitu kulit di luar buah jagung yang biasanya dibuang. Kulit jagung manis sangat potensial untuk dijadikan silase karena kadar gulanya cukup tinggi (Anggraeny et al., 2005).

4) Tongkol jagung atau janggel, yaitu bagian dari buah jagung setelah biji jagung dirontokkan (Rohaeni et al., 2006).

Limbah jagung dengan proporsi terbesar adalah batang jagung (stover) dengan kecernaan bahan kering in vitro terendah. Kulit jagung merupakan limbah dengan proporsi terkecil tetapi mempunyai kecernaan lebih tinggi dibanding limbah lainnya. Basymeleh (2009), melaporkan bahwa limbah tanaman jagung terdiri atas 50% batang, 20% daun, 20% tongkol, 10% klobot. Daun jagung memiliki nilai kecernaan bahan kering in vitro sebesar 58% dengan kandungan protein kasar sekitar 10% dan daun jagung mempunyai palatabilitas yang tinggi (Umiyasih dan Wina, 2008).

Rumput Lapang

Rumput lapang adalah campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang

umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah. Rumput lapang banyak ditemukan di sekitar sawah, ladang, pegunungan, tepi jalan, dan semak-semak. Rumput lapang mudah diperoleh, murah, dan mudah diolah karena tumbuh liar tanpa pembudidayaan, akan tetapi rumput ini memiliki kualitas yang rendah untuk pakan ternak (Wiradarya, 1989).

(6)

5 tergantung pada musim dan pola tanam yang dilakukan oleh petani. Ketersediaan bahan hijauan di daerah tropis biasanya berlebih pada musim hujan namun kekurangan pada musim kering. Keadaan iklim membuat rumput alam tumbuh subur pada musim hujan dan kualitasnya lebih baik daripada musim kering karena pada musim kering rumput cepat menjadi tua sehingga kualitasnya menjadi rendah (Hasanuddin et al., 2002). Komposisi zat makanan rumput lapang berdasarkan bahan kering menurut Herman (2003) dan Furqaanida (2004) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering

Zat Makanan Herman (2003) Furqaanida (2004)

Kadar (%)

Protein Kasar 9,08 7,75

Lemak Kasar 1,16 1,34

Serat Kasar 35,20 31,46

Beta-N 45,44 50,93

Keterangan: Beta-N = bahan ekstrak tanpa nitrogen

Teknologi Pakan

Teknologi pakan belum banyak dikenal dibandingkan dengan teknologi pangan, karena ilmu yang mendasari teknologi pakan belum semaju teknologi pangan, akan tetapi dengan kemajuan industri pangan teknologi pakan pun mulai berkembang. Teknologi pakan mencakup semua teknologi mulai dari penyediaan bahan pakan sampai ransum diberikan kepada ternak. Ketidakmampuan industri peternakan dalam negeri memenuhi kebutuhan domestik dipengaruhi oleh keterbatasan sebagai berikut: 1) penguasaan teknologi, baik dibidang produksi atau penanganan pasca panen; 2) kemampuan permodalan peternakan; 3) kualitas sumber daya manusia; 4) ketersediaan pakan (Suryana, 2000).

(7)

6 Telah diketahui bahwa biaya pakan dapat mencapai 70% dari biaya produksi ternak, sehingga akan mempengaruhi pendapatan peternak dan menentukan harga jual produk ternak (daging, susu, atau telur). Kendala dalam peningkatan produksi ternak adalah ketersediaan pakan dalam jumlah dan kualitas yang memadai serta harga yang terjangkau (Adawiah et al., 2006). Langkanya sumber pakan pada saat musim kemarau karena kekeringan sehingga rumput sulit tumbuh merupakan salah satu kendala. Disamping itu pada saat musim hujan juga dirasakan ada kendala yaitu terganggunya upaya penyediaan pakan. Kondisi ini menuntut adanya terobosan teknologi yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. (Budiarsana et al., 2005).

Transportasi hijauan atau limbah pertanian sering menjadi kendala dalam penyediaan pakan ternak ruminansia. Sumber hijauan atau limbah pertanian sering kali terdapat di suatu daerah yang bukan kantong ternak, sehingga bahan pakan tersebut harus diangkut dari daerah sumber hijauan ke sentra ternak. Hal ini membutuhkan suatu teknologi, karena limbah pertanian atau hijauan bersifat bulky

(kamba) dan kadar airnya tinggi sehingga menyulitkan transportasi/ distribusi hijauan tersebut. Teknologi pengolahan pakan sudah diterapkan pada limbah pertanian untuk memperpanjang masa simpan. Beberapa teknologi pengolahan pakan yang telah dikenal antara lain adalah pembuatan hay, pellet, silase, fermentasi, dan wafer (Umiyasih dan Wina, 2008). Wafer pakan adalah salah satu bentuk pakan ternak yang merupakan modifikasi bentuk cube, dalam proses pembuatannya mengalami pemadatan dengan tekanan dan pemanasan dalam suhu tertentu (Noviagama, 2002).

Biskuit Pakan

Biskuit adalah sejenis makanan yang dibuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, melalui proses pemanasan dan pencetakan (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Secara umum biskuit dapat diartikan sebagai produk yang berasal dari serealia yang dipanggang hingga kadar airnya berkurang menjadi 5%. Kata biskuit pada dasarnya sama dengan cookies tetapi memiliki arti yang berbeda berdasarkan cara pembuatannya. Bahan pembentuk biskuit dapat dibagi menjadi dua yaitu bahan pengikat atau pembentuk tekstur yang kompak dan bahan pelembut atau perapuh tekstur (Herdiansyah, 2005).

(8)

7 digunakan atas dasar prinsip bentuk menyerupai biskuit pangan yang dibuat dari bahan serat terutama hijauan. Biskuit pakan digunakan sebagai pengganti hijauan segar agar ruminansia dapat memanfaatkan serat ketika jumlah dan kualitas hijauan menurun (Firki, 2010).

Biskuit pakan diproduksi melalui proses pemanasan dan pengempaan dengan suhu dan tekanan dalam waktu tertentu. Pemanasan biskuit termasuk ke dalam proses dry heating yaitu pemanasan yang dilakukan tanpa penambahan minyak atau lemak. Teknik pemasakan biskuit dengan cara meletakkan bahan adonan ke dalam mesin pencetak dengan elemen panas yang terletak di bagian bawah. Pemindahan panas yang terjadi terdiri dari tiga mekanisme, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi (Retnani, 2010). Penekanan dalam proses pencetakan biskuit pakan bertujuan untuk merekatkan bahan perekat molases dengan bahan pakan hijauan karena penekanan dilakukan untuk menciptakan ikatan antara permukaan bahan perekat dan bahan yang direkat (Wati, 2010).

Biskuit pakan memiliki warna hijau kecoklatan. Warna coklat pada biskuit pakan disebabkan adanya reaksi browning karena pemanasan mesin biskuit, sedangkan aroma harum yang timbul pada biskuit pakan disebabkan adanya molases dalam campuran formulasi biskuit pakan (Aisyah, 2010). Bentuk biskuit pakan yang tipis dan kompak diharapkan dapat: (1) memberikan nilai tambah karena dapat memanfaatkan limbah pertaniaan dan perkebunan, (2) memudahkan dalam penanganan, penyimpanan, dan transportasi, (3) menurunkan biaya transportasi karena adanya proses penekanan sehingga meningkatkan ukuran berat per volume

bahan hijauan pakan, (4) menggunakan teknologi yang sederhana dengan proses operasi yang mudah.

(9)

8 kemudahan dalam penanganan biskuit pakan karena bentuknya yang padat kompak sehingga memudahkan dalam penyimpanan dan transportasi (Wati, 2010).

Domba

Ternak domba termasuk dalam phylum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, subfamili Cuprinae, famili Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis aries (Damron, 2006). Menurut Freer dan Dove (2002), domba merupakan ternak yang pertama kali didomestikasi, dimulai dari daerah Kaspia, Iran, India, Asia Barat, Asia Tenggara dan Eropa sampai ke Afrika. Di Indonesia, domba dikelompokkan menjadi (1) domba Ekor Tipis (Javanese thin tailed), (2) domba Ekor Gemuk (Javanese fat tailed), dan domba Priangan atau domba Garut (Salamena, 2003). Salah satu bangsa domba yang banyak dipelihara di Indonesia adalah domba Ekor Tipis (Arifin et al., 2007).

Karakteristik domba Ekor Tipis diantaranya bertubuh kecil; warna bulunya putih dan biasanya memiliki bercak hitam di sekeliling matanya, selain itu pola warna belangnya bervariasi mulai dari bercak, belang dan polos; dan domba betina umumnya tidak bertanduk, sedangkan domba jantan bertanduk kecil dan melingkar (Mulyono, 1999). Domba Ekor Tipis termasuk golongan domba kecil dengan bobot potong sekitar 20-30 kg, sedangkan betinanya adalah 15-20 kg. Menurut Purbowati et al. (2005), bobot dewasa domba Ekor Tipis dapat mencapai 30-40 kg pada jantan dan 20-25 kg pada betina dengan persentase karkas berkisar antara 44%-49%. Domba Ekor Tipis termasuk ternak yang telah lama dipelihara oleh peternak karena domba ini memiliki toleransi tinggi terhadap bermacam-macam hijauan pakan ternak

serta daya adaptasi yang baik terhadap berbagai keadaan lingkungan sehingga memungkinkan dapat hidup dan berkembangbiak sepanjang tahun (Purbowati et al., 2005).

(10)

9 tiga kali, sekali beranak dapat mencapai dua ekor; dan (3) modal kecil dan dapat dijadikan sebagai tabungan.

Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi (voluntary feed intake) adalah jumlah pakan yang dikonsumsi apabila bahan pakan tersebut diberikan ad libitum. Konsumsi merupakan faktor esensial yang merupakan dasar untuk hidup dan menentukan produksi, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi dapat ditentukan kadar suatu zat makanan dalam pakan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (Parakkasi, 1999). Menurut Tillman et al. (1991), konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, dimana zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan tersebut. Jumlah pakan yang layak diberikan perlu diperkirakan, karena pemberian pakan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit akan merugikan. Pemberian pakan yang baik adalah sesuai dengan kebutuhan nutrisi tubuh domba yang digunakan dalam proses metabolismenya (Hasanah, 2006). Kebutuhan harian zat makanan ternak domba berdasarkan NRC (1985) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kebutuhan Zat Makanan Harian Ternak Domba

BB

Keterangan : BB = bobot badan, PBB = pertambahan bobot badan, BK = bahan kering, PK = protein kasar, Ca = calcium, P = phosphor.

(11)

10 Konsumsi Bahan Kering

Kebutuhan ternak akan zat-zat gizi bervariasi antar spesies ternak dan umur fisiologis yang berlainan. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi pakan adalah keadaan fisiologis ternak, makanan yang diberikan dan lingkungan tempat hewan tersebut dipelihara. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan zat gizi antara lain adalah jenis kelamin, tingkat produksi, keadaan lingkungan serta aktivitas fisik ternak (Hasanah, 2006). Keadaan lingkungan dapat mempengaruhi tingkat konsumsi, konsumsi akan menurun pada keadaan suhu panas dan akan meningkat dalam keadaan suhu dingin. Kandungan air pakan akan mempengaruhi jumlah konsumsi pada ternak. Sifat bahan pakan yang dicerminkan oleh organoleptik seperti penampakan, bau, rasa, tekstur, dan temperaturnya dapat menimbulkan rangsangan dan daya tarik ternak untuk mengkonsumsinya (Yusmadi et al., 2008).

Kebutuhan bahan kering per ekor per hari untuk domba Indonesia dengan bobot badan 10-20 kg adalah 3,1%-4,7% dari bobot badan untuk pertambahan bobot badan harian 50-100 g (Haryanto dan Djajanegara, 1993). Menurut NRC (1985) domba dengan bobot badan 10-20 kg membutuhkan BK 0,5-1 kg.

Konsumsi dan nilai gizi makanan meningkat dengan penambahan konsentrat dalam pakan. Pakan tanpa konsentrat akan menunjukkan konsumsi bahan kering yang rendah. Domba yang setiap hari diberi pakan hijauan berupa rumput gajah kering udara dan konsentrat menghasilkan konsumsi bahan kering harian berkisar 651 g/ekor/hari (Rianto et al., 2006). Arifiyanti (2002) dalam penelitiannya

menyatakan konsumsi bahan kering domba yang diberi pakan hijauan berupa rumput lapang dan konsentrat adalah 646±12,8 g/ekor/hari.

(12)

11 dicerna berarti lebih cepat aliran digesta dan menyebabkan tersedia kembali ruangan untuk penambahan pakan.

Konsumsi Protein Kasar

Protein merupakan unsur penting dalam tubuh hewan dan diperlukan terus menerus untuk memperbaiki sel dalam proses sintesis (NRC, 1985). Fungsi dari protein antara lain untuk membangun dan memelihara protein jaringan dan organ tubuh, menyediakan energi dalam tubuh, menyediakan sumber lemak badan dan menyediakan asam amino (Tillman et al., 1991). Protein berfungsi sebagai zat pembangun atau pertumbuhan, zat pengatur dan mempertahankan daya tahan tubuh (Hasanah, 2006).

Purbowati et al. (2007) menyatakan bahwa konsumsi PK sejalan dengan konsumsi bahan keringnya, karena konsumsi nutrient tersebut dipengaruhi oleh konsumsi BK dan kandungan pakan tersebut. Arifin et al. (2007) menyatakan hal yang sama bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi PK adalah konsumsi BK dan kandungan PK dalam ransum. Haryanto dan Djajanegara (1992) menyatakan bahwa, kebutuhan protein kasar untuk domba dengan bobot badan sebesar 10-20 kg dengan pertambahan bobot badan 50-100 g/ekor/hari membutuhkan protein kasar sebesar 73,7-135,8 g/ekor/hari, sedangkan menurut NRC (1985), domba dengan bobot badan 10-20 kg membutuhkan protein 127-167 g/hari untuk pertambahan bobot badan sebesar 200-250 g/ekor/hari.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan (PBB) berhubungan erat dengan pertumbuhan.

(13)

12 Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain konsumsi total protein yang diperoleh setiap hari, jenis kelamin, umur, genetik, lingkungan, kondisi fisiologis ternak dan tata laksana pemeliharaan (NRC, 1985). Menurut Tomaszewska et al. (1993) bahwa laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan, dan genetik, dimana bobot badan awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa. Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan (Hardianto, 2006). Peningkatan dan penurunan konsumsi pakan dan zat makanan biasanya diikuti dengan peningkatan dan penurunan bobot tubuh setiap minggunya (Hasanah, 2006). Hal yang hampir serupa juga diungkapkan Rianto et al. (2006), yang menyatakan konsumsi energi dan protein yang tinggi menghasilkan laju pertumbuhan yang cepat sehingga meningkatkan PBB. Hermawan (2009) menyatakan bahwa ransum yang memiliki nilai nutrien tinggi dan tingkat palatabilitas yang baik dapat dengan cepat meningkatkan pertambahan bobot badan ternak selama penggemukan. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa kandungan protein yang tinggi dalam ransum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, sedangkan kandungan serat kasar yang tinggi dalam pakan akan menurunkan bobot badan.

Mawati et al. (2004) menyatakan dalam usaha peternakan domba, pertambahan bobot badan merupakan hal penting karena akan mempengaruhi bobot potongnya oleh karena itu untuk mencapai bobot potong maksimal diperlukan pemberian pakan tambahan berupa konsentrat selain pakan hijauan. Rianto et al. (2006) yang menguji produktivitas domba dengan pakan hijauan dan konsentrat

secara ad libitum mendapatkan hasil pertambahan bobot badan sebesar 44 gram/hari. Arifin et al. (2006) pada penelitian yang memberikan rumput gajah dan pakan tambahan kepada ternak domba memberikan hasil pertambahan bobot badan sebesar 40,62 g/ekor/hari. Hasil penelitian Tarmidi (2004) yang menggunakan konsentrat, limbah tebu, dan rumput raja sebagai pakan yaitu berkisar 49,64-71,43 g/ekor/hari.

(14)

13 11,76% dan 14,99%. Menurut Rianto et al. (2006), konsumsi energi dan protein yang tinggi pada domba menghasilkan laju pertumbuhan yang cepat sehingga meningkatkan pertambahan bobot badan harian.

Konversi Pakan

Konversi pakan adalah jumlah pakan yang dikonsumsi untuk meningkatkan satu kilogram bobot badan, berdasarkan konversi pakan maka dapat diketahui tingkat efisiensi penggunaan pakan untuk pertumbuhan ternak sebagai konsekuensinya efisiensi produksi dapat diperhitungkan (Elita, 2006). Semakin baik kualitas pakan yang dikonsumsi ternak, akan diikuti dengan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi dan makin efisien penggunaan pakannya.

Menurut Sinaga dan Silalahi (2002) nilai konversi yang tinggi menunjukkan pakan tersebut kurang efisien untuk diubah menjadi daging, dan sebaliknya semakin rendah nilai konversi ransum menunjukkan pakan tersebut sangat efisien untuk diubah menjadi daging. Yunita (2008) dalam penelitiannya menyatakan domba yang diberi pakan ransum komplit dan rumput Brachiaria humidicola akan menghasilkan nilai rataan konversi pakan sebesar 16,67. Konversi pakan standar NRC (1985), untuk ternak domba yang bernilai empat. Menurut Yunita (2008), perbedaan iklim di Indonesia yang beriklim tropis dengan standar NRC yang didasarkan dengan iklim subtropis merupakan salah satu penyebab perbedaan standar nilai konversi pakan, kebutuhan nutrisi di daerah tropis cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan subtropis.

Income Over Feed Cost

Analisis ekonomi sangat penting dalam usaha peternakan domba, karena tujuan akhir usaha adalah untuk mendapatkan keuntungan. Analisis dapat berarti pemeriksaan. Salah satu perhitungan yang dapat digunakan adalah Income Over Feed Cost (IOFC) yaitu pendapatan yang diterima setelah dikurangi biaya pakan selama pemeliharaan (Mulyaningsih, 2006).

(15)

14 transaksi jual beli hewan ternak, dengan mengetahui jumlah pendapatan yang diterima maka seorang peternak dapat mengetahui apakah biaya pakan yang dikeluarkan selama pemeliharaan ternak cukup ekonomis atau tidak (Kamesworo, 2010). Selisih keuntungan yang relatif kecil, dalam suatu usaha penggemukan akan memiliki arti/nilai yang berharga (Hardianto, 2006).

(16)

15 MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Lokasi Pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pemeliharaan ternak dilakukan di peternakan Mitra Tani Farm (MT Farm), Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Waktu Pelaksanaan penelitian mulai dari bulan Juni hingga November 2010.

Materi

Ternak

Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sembilan ekor domba Ekor Tipis jantan dengan rataan bobot badan awal 17,58±1,60 kg (koefisien keseragaman = 9,1%) dan umur ternak domba rata-rata 8-9 bulan. Ternak ini berasal dari peternakan domba di daerah Ciampea dan Leuwiliang, Bogor. Salah satu ternak domba penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Pakan

Bahan pakan yang digunakan yaitu biskuit yang terbuat dari daun jagung dan rumput lapang serta konsentrat yang diperoleh dari KPS Bogor. Daun jagung dan rumput lapang diperoleh dari Desa-desa sekitar Kampus Dramaga Institut Pertanian Bogor. Bahan yang digunakan dalam penyusunan konsentrat adalah dedak padi, pollard, bungkil kopra, tetes, onggok, vitamin mix, kapur, garam, dan urea.

Kandang dan Peralatan

(17)

16 Gambar 1. Ternak domba dan Kandang Penelitian

Prosedur

Pembuatan Biskuit

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembuatan biskuit limbah tanaman jagung dan rumput lapang yaitu sebagai berikut:

1. Hijauan (rumput lapang dan daun jagung) dipotong terlebih dahulu dengan mesin chopper dengan ukuran 5 cm, kemudian dijemur pada sinar matahari sampai mencapai kadar air kurang dari 14 %.

2. Hijauan tersebut kemudian digiling kasar menggunakan hammermill, lalu masing-masing bahan dicampur sesuai dengan formula yang sudah ditentukan dan ditambahkan molasses sebanyak 5% dan diaduk sampai homogen dengan mesin mixer.

3. Bahan-bahan dimasukkan ke dalam cetakan mesin biskuit kapasitas produksi 8,6

kg/jam selama 10 menit dengan diameter cetakan biskuit sebesar 7 cm dan tebal 5 cm. Suhu pembuatan biskuit pakan sekitar 90 ºC dengan menggunakan suhu elemen mesin biskuit pakan sebesar 105 ºC dan tekanan yang digunakan sekitar 300 kg/cm3.

4. Setelah biskuit terbentuk, ketebalan biskuit menipis 2 cm hingga 1 cm akibat adanya pengepresan, lalu dikondisikan sampai dingin dengan cara menyimpannya di udara terbuka (suhu kamar) kemudian dikemas dengan menggunakan karung.

(18)

17 a) b) Gambar 2. Bahan Biskuit Pakan Penelitian a) Rumput Lapang dan b) Daun Jagung

Gambar 3. Mesin Biskuit Pakan

Pemeliharaan Domba

Penempatan ternak dalam petak kandang dilakukan secara acak sesuai dengan macam pakan perlakuan. Sebelum penelitian ternak diberi waktu untuk adaptasi terhadap lingkungan kandang dan pakannya selama 14 hari dengan ransum percobaaan kemudian masing-masing ternak ditimbang bobot badannya untuk mendapatkan data bobot badan awal.

Jumlah pakan yang diberikan kepada ternak menggunakan pedoman NRC (1985) untuk domba penggemukan, yaitu kebutuhan bahan kering (BK) pakan sebanyak 5% bobot badan. Imbangan konsentrat dan biskuit pakan yang diberikan adalah 70:30. Pemberian biskuit dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 dan pemberian konsentrat dilakukan siang hari pukul 12.00, sedangkan pemberian air minum ad libitum. Sisa biskuit pakan dan konsentrat ditimbang keesokan harinya untuk

mengetahui konsumsinya. Penimbangan bobot badan domba selama penelitian dilakukan setiap minggu yaitu pada pagi hari sebelum pemberian pakan.

Pengatur Suhu Elemen Pencetak

Biskuit

(19)

18 Rancangan dan Analisis Data

Perlakuan

Perlakuan dalam penelitian ini adalah pemberian pakan yang terdiri dari:

R1 : Biskuit (rumput lapang 100%) + konsentrat

R2 : Biskuit (rumput lapang 50% + daun jagung 50%) + konsentrat R3 : Biskuit (daun jagung 100%) + konsentrat

Model Matematika

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (Steel dan Torrie, 1993) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan dengan model matematika sebagai berikut :

Yij = μ + τi + εij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-I dan ulangan ke-j

μ = Nilai rataan umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Error perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam dan apabila ada penyaruh nyata antar perlakuan akan dilanjutkan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1993). Karakteristik biskuit pakan dan Income Over Feed Cost dianalisis secara deskriptif.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati yaitu konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian, konversi pakan dan income over feed cost.

Konsumsi Pakan. Konsumsi pakan merupakan jumlah yang dihitung setiap hari dengan cara menghitung pakan yang diberikan dikurangi sisa pakan (g/ekor/hari). Konsumsi diperhitungkan sebagai jumlah makanan yang diberikan pada ternak, dan

(20)

19 pokok dan untuk keperluan produksi ternak. Jumlah zat makan yang dikonsumsi dihitung dari konsumsi pakan dikali kadar zat makanan dibagi 100.

Konsumsi Pakan Segar (g/hari) = pakan yang diberikan – sisa pakan

KBK = konsumsi pakan segar (g/ekor/hari) x kadar bahan kering dalam pakan (%) KPK = konsumsi BK pakan (g/ekor/hari) x kadar protein kasar dalam BK pakan (%) Keterangan: KBK : Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari)

KPK : Konsumsi Protein Kasar (g/ekor/hari)

Pertambahan Bobot Badan (g/ekor/hari). Pertambahan bobot badan domba dapat diketahui dengan penimbangan bobot badan hidup.

PBB (g/ekor/hari) = bobot badan akhir (g) – bobot badan awal (g) lama penggemukan (70 hari)

Konversi Pakan. Konversi pakan merupakan jumlah pakan yang dikonsumsi untuk mendapatkan bobot badan tertentu dan dalam waktu tertentu. Konversi pakan yaitu jumlah pakan yang dikonsumsi tiap harinya terhadap pertambahan bobot badan hariannya.

Konversi Pakan = konsumsi BK (g/ekor/hari)

PBB (g/ekor/hari)

Income Over Feed Cost (IOFC). IOFC adalah pendapatan yang didapat setelah dikurangi biaya pakan selama penggemukan.

IOFC (Rp/ekor/lama penggemukan) = (harga jual – harga beli domba) – biaya pakan

(21)

20 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Biskuit Pakan

Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan biskuit dalam bidang pangan karena adanya persamaan dalam proses pemanasan dan pencetakan. Penekanan dalam proses pencetakan biskuit pakan bertujuan untuk merekatkan bahan perekat molases dengan bahan pakan hijauan karena penekanan dilakukan untuk menciptakan ikatan antara permukaan bahan perekat dan bahan yang direkat (Wati, 2010).

Biskuit pakan yang diproduksi mempunyai bentuk tipis dan kompak sehingga dapat memudahkan dalam penanganan. Berdasarkan bahan kering pakan, bobot pengangkutan pakan hijauan berupa biskuit pakan dapat memuat lebih banyak sampai lima kali lipat daripada hijauan segar berupa rumput lapang. Hal ini karena berat biskuit pakan yang dihasilkan sekitar 20% dari berat bahan pakan yang digunakan dan juga karena proses pengempaan membuat massa jenis biskuit pakan

menjadi lebih besar (0,44 g/cm3) daripada sebelum dicetak (0,18 g/cm3). Biskuit pakan yang digunakan pada penelitian mempunyai umur simpan yang lama, sehingga dapat mengatasi ketersediaan pakan khususnya hijauan pakan saat musim kemarau. Aisyah (2010) menyatakan bahwa biskuit pakan yang disimpan selama sembilan minggu tidak mengalami kerusakan fisik berupa warna dan aroma. Bentuk biskuit pakan perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.

R1 R2 R3 Gambar 4. Biskuit Pakan Perlakuan R1 = biskuit 100% rumput lapang, R2 = biskuit

50% rumput lapang + 50% daun jagung, dan R3 = biskuit 100% daun jagung

(22)

21 menyatakan bahwa sifat pakan yang dicerminkan oleh organoleptik seperti penampakan, bau, rasa, tekstur, dan temperaturnya dapat menimbulkan rangsangan dan daya tarik ternak untuk mengkonsumsinya. Karakteristik biskuit daun jagung dan rumput lapang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik Biskuit Daun Jagung dan Rumput Lapang

Biskuit Pakan Warna Aroma Kepadatan Tekstur

R1 Hijau Kecoklatan Harum Kompak Kasar

R2 Hijau Kecoklatan Harum Kompak Kasar

R3 Hijau Harum Remah Kasar

Keterangan : R1 : 100% rumput lapang

R2 : 50% rumput lapang + 50% daun jagung R3 : 100% daun jagung

Karakteristik fisik biskuit pakan setiap perlakuan secara umum memiliki warna hijau kecoklatan, aroma harum, tekstur kasar, dan bentuk kompak tetapi biskuit daun jagung pada perlakuan ketiga memiliki warna lebih hijau dan bertekstur halus (remah) dibandingkan biskuit perlakuan lainnya. Tekstur biskuit yang kasar menurut Retnani (2010), disebabkan terdapatnya kandungan serat yang tinggi. Kandungan zat makanan biskuit pakan dan konsentrat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Zat Makanan Biskuit dan Konsentrat

Pakan BK (%) Nutrien (%BK)

Abu PK SK LK Beta-N TDN*

Biskuit R1 89,60 10,42 12,89 41,34 0,21 35,14 52,57

Biskuit R2 87,20 9,79 14,51 31,90 0,20 43,60 54,69

Biskuit R3 87,60 8,84 16,12 29,45 1,04 44,55 57,03

Konsentrat 81,00 19,47 17,29 18,70 3,26 41,28 63,06 Keterangan: Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Institut Pertanian Bogor (2010).

(23)

22 Konsumsi Pakan

Konsumsi Bahan Kering

Domba mengkonsumsi makanan sesuai dengan tingkat kebutuhannya untuk dapat mencapai tingkat penampilan yang optimal. Hasil rataan konsumsi bahan kering harian domba pada penelitian berkisar antara 631,8-841,4 g/ekor/hari atau 3,6%–4,8% dari bobot badan dengan rasio hijauan berkisar antara 22%-28% dan konsentrat 72%-78%. Konsumsi tersebut menunjukkan bahwa rata-rata bahan kering yang dikonsumsi oleh ternak telah mencukupi kebutuhan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Haryanto dan Djajanegara (1993) bahwa kebutuhan bahan kering per ekor per hari untuk domba Indonesia dengan bobot badan 10-20 kg adalah 3,1%-4,7% dari bobot badan untuk pertambahan bobot badan harian 50-100 g. Menurut NRC (1985) domba dengan bobot badan 10-20 kg membutuhkan BK 5% dari bobot badan atau berkisar antara 0,5-1,0 kg. Rataan konsumsi bahan kering pakan pada penelitian disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan Konsumsi Bahan Kering Harian Domba

Perlakuan Konsumsi Bahan Kering (g/ekor/hari) Biskuit Pakan Konsentrat Total

R1 143,6±15,4 521,3±55,1 664,9±47,6a

R2 167,9±70,0 580,4±13,2 748,3±82,1ab

R3 230,5±12,4 581,6±2,1 812,1±14,2b

Keterangan : Superskrip a dan b pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) R1 : Biskuit (100% rumput lapang) + konsentrat

R2 : Biskuit (50% rumput lapang + 50% daun jagung) + konsentrat R3 : Biskuit (100% daun jagung) + konsentrat

(24)

23 Perlakuan R3 memiliki nilai konsumsi BK total terbaik, hal ini karena kandungan nutrien terutama protein yang tinggi (Tabel 3) dalam kandungan biskuit daun jagung daripada perlakuan lainnya dan memiliki struktur pakan yang halus. Selain itu menurut Umiyasih dan Wina (2008), daun jagung mempunyai palatabilitas yang tinggi. Biskuit daun jagung dengan struktur pakan yang halus akan memudahkan mikroorganisme di dalam rumen untuk mencerna lebih cepat, sehingga rumen pun lebih cepat kosong, hal tersebut menyebabkan tingkat konsumsi pakan domba meningkat (Mulyaningsih, 2006). Tillman et al. (1991) menambahkan semakin banyak bahan yang dapat dicerna berarti lebih cepat aliran digesta dan menyebabkan tersedia kembali ruangan untuk penambahan pakan.

Jumlah konsumsi bahan kering harian pada penelitian ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Arifiyanti (2002) dalam penelitiannya menyatakan bahwa konsumsi bahan kering domba yang diberi pakan hijauan rumput lapang dan konsentrat adalah 646,0±12,8 g/ekor/hari. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian biskuit pakan sebagai sumber serat dapat menggantikan pemberian rumput lapang dalam ransum domba. Grafik konsumsi bahan kering total mingguan dapat dilihat pada Gambar 5.

(25)

24 Grafik konsumsi bahan kering total mingguan menunjukkan bahwa konsumsi domba setiap perlakuan secara umum meningkat tetapi tidak di setiap minggunya, hal ini berlaku pada seluruh perlakuan. Meningkatnya konsumsi bahan kering dari minggu awal hingga minggu akhir turut dipengaruhi oleh pertambahan bobot badan setiap domba, sesuai dengan pernyataan Elita (2006), bahwa semakin besar bobot badan maka kapasitas saluran pencernaan akan semakin meningkat sehingga mampu menampung pakan dalam jumlah lebih banyak atau dengan kata lain konsumsinya akan meningkat.

Menurunnya rataan konsumsi bahan kering total yang terjadi pada setiap perlakuan di minggu ke-2 karena saat itu ada ternak yang mengalami gangguan keropeng pada mulutnya (Orf) dan diare, lima hari kemudian ternak kembali sehat setelah diobati.

Konsumsi Protein Kasar

Protein merupakan zat makanan yang sangat penting bagi pertumbuhan, sehingga defisiensi protein dapat mengganggu pertumbuhan. Protein berfungsi sebagai zat pembangun atau pertumbuhan, zat pengatur dan mempertahankan daya tahan tubuh (Hasanah, 2006). Rataan konsumsi protein kasar total perhari dari masing-masing perlakuan berkisar dari 108,7±8,5 g/ekor/hari hingga 137,7±2,3 g/ekor/hari. Rataan nilai konsumsi protein kasar harian domba bisa dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Konsumsi Protein Kasar Harian Domba

Perlakuan Rataan Konsumsi Protein Kasar (g/ekor/hari) Biskuit Pakan Konsentrat Total

R1 18,5±2,0a 90,1±9,5 108,7±8,5a

R2 24,4±10,2a 100,4±2,3 124,7±12,3ab

R3 37,2±2,0b 100,6±0,4 137,7±2,3b

Keterangan : Superskrip a dan b pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) R1 : Biskuit (100% rumput lapang) + konsentrat

R2 : Biskuit (50% rumput lapang + 50% daun jagung) + konsentrat R3 : Biskuit (100% daun jagung) + konsentrat

(26)

25 konsumsi protein kasar biskuit pakan dan konsumsi protein kasar total ternak berbeda nyata (P<0,05). Hasil uji lanjut menunjukkan konsumsi protein kasar biskuit pakan R1 memberikan pengaruh yang sama dengan R2, sedangkan R3 memberikan pengaruh yang berbeda dengan R1 dan R2. Hasil uji lanjut menunjukkan konsumsi protein kasar total R3 memberikan pengaruh yang berbeda dengan R1, sedangkan R2 memberikan pengaruh yang sama dengan R1 dan R3. Hal ini disebabkan konsumsi BK dan kandungan PK pada pakan R3 lebih tinggi dari ketiga perlakuan. Purbowati et al. (2007) menyatakan bahwa konsumsi PK sejalan dengan konsumsi bahan keringnya, karena konsumsi nutrient tersebut dipengaruhi oleh konsumsi BK dan kandungan pakan tersebut. Arifin et al. (2007) menyatakan hal yang sama bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi PK adalah konsumsi BK dan kandungan PK dalam ransum.

Rataan konsumsi protein kasar harian domba pada penelitian ini telah mencukupi kebutuhan protein kasar domba jika berdasarkan Haryanto dan Djajanegara (1992) menyatakan bahwa, kebutuhan protein kasar untuk domba dengan bobot badan sebesar 10-20 kg dengan pertambahan bobot badan 50-100 g/ekor/hari membutuhkan protein kasar sebesar 73,7-135,8 g/ekor/hari, sedangkan hasil tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan NRC (1985), domba dengan bobot badan 10-20 kg membutuhkan protein 127-167 g/hari untuk pertumbuhan, hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan protein domba lokal Indonesia berbeda dengan kebutuhan protein domba pada daerah temperate. Perbedaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain bangsa atau potensi genetik ternak dan tingkat produksi,

pertambahan bobot badan domba NRC (1985) yaitu 200-250 g/ekor/hari, sedangkan rata-rata pertambahan bobot badan dari penelitian ini 49,52±17,58 g/ekor/hari.

Pertambahan Bobot Badan

Pertambahan bobot badan (PBB) merupakan akibat dari membesar dan bertambahnya berat jaringan-jaringan tubuh. Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas pakan ternak, karena pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat makanan dari pakan yang diberikan.

(27)

26 berbeda bila dibandingkan penelitian lain seperti yang dilaporkan oleh Rianto et al. (2006) dan Arifin et al. (2006). Rianto et al. (2006) yang menguji produktivitas domba dengan pakan hijauan dan konsentrat secara ad libitum mendapatkan hasil pertambahan bobot badan sebesar 44 gram/hari, sedangkan Arifin et al. (2006) pada penelitiannya dengan memberikan rumput gajah dan pakan tambahan kepada ternak domba menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 40,62 g/ekor/hari. Rataan nilai pertambahan bobot badan harian domba dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan Pertambahan Bobot Badan Harian Domba

Perlakuan Rataan (g/ekor/hari)

R1 34,29±19,88

R2 52,38±7,23

R3 61,90±14,09

Keterangan : R1 : Biskuit (100% rumput lapang) + konsentrat

R2 : Biskuit (50% rumput lapang + 50% daun jagung) + konsentrat R3 : Biskuit (100% daun jagung) + konsentrat

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan harian domba ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian ketiga macam ransum perlakuan terhadap pertambahan bobot badan mempunyai peningkatan yang sama. Hal ini terjadi karena faktor umur dan faktor genetik domba percobaan antara ketiga perlakuan adalah homogen serta

adanya ternak yang mengalami sakit orf dan diare selama seminggu saat minggu kedua, sehingga zat makan yang dikonsumsi digunakan untuk proses penyembuhan. Menurut Tomaszewska et al. (1993) bahwa laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan, dan genetik. Pertambahan bobot badan yang tidak berbeda nyata mungkin juga terkait dengan kecernaan pakan yang sama, selain itu juga karena nilai gizi pakan yang dikonsumsi tidak jauh berbeda, sehingga ketersediaan zat-zat makanan untuk kebutuhan tubuh sama (Elita, 2006).

(28)

27 ternak yang mengkonsumsi pakan lebih banyak menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi.

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi bahan kering perlakuan R3 merupakan konsumsi tertinggi dibandingkan dengan R1, demikian pula halnya dengan konsumsi protein kasar pada perlakuan R3 lebih tinggi konsumsinya oleh ternak domba dibandingkan dengan ransum R1. Sehingga pertambahan bobot badan ternak domba yang diberi ransum perlakuan R3 menunjukkan PBB tertinggi yaitu 61,90±14,09 g/ekor/hari, sedangkan ransum perlakuan R1 menunjukkan PBB terendah yaitu 34,29±19,88 g/ekor/hari). Hal ini selain dipengaruhi oleh jumlah konsumsi bahan kering dan konsumsi protein kasar juga dipengaruhi oleh kandungan serat kasar pakan yang dikonsumsi. Perlakuan R1 memiliki kandungan serat kasar yang tinggi pada hijauannya yaitu rumput lapang sebesar 41,34% sehingga ternak domba kesulitan dalam mencerna pakan tersebut.

Parakkasi (1999) menyatakan bahwa kandungan protein yang tinggi dalam ransum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, sedangkan kandungan serat kasar yang tinggi dalam pakan akan menurunkan bobot badan. Rianto et al. (2006), dalam penelitiannya menyebutkan domba Ekor Tipis yang diberikan ransum dengan kandungan protein antara 8,11% dan 12,56% menghasilkan pertambahan bobot badan harian sebesar 26,49-44,46 g/ekor/hari dan pada penelitian Rianto et al. (2004), menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 31,52-83,15 g dengan menggunakan ransum yang memiliki kandungan protein antara 11,76% dan 14,99%. Ransum pada perlakuan R3 yaitu biskuit daun jagung memiliki kualitas baik

sehingga pemberian biskuit daun jagung dan konsentrat dapat menyediakan berbagai zat nutrien yang dibutuhkan oleh ternak agar dapat berkembang secara optimal.

Konversi Pakan

(29)

28 peternak akan tinggi. Rataan nilai konversi pakan penelitian dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Rataan Konversi Pakan

Perlakuan Rataan

R1 26,65±19,55

R2 14,49±2,76

R3 13,68±3,70

Keterangan : R1 : Biskuit (100% rumput lapang) + konsentrat

R2 : Biskuit (50% rumput lapang + 50% daun jagung) + konsentrat R3 : Biskuit (100% daun jagung) + konsentrat

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konversi pakan. Konversi pakan yang tidak berbeda nyata pada penelitian ini dipengaruhi oleh pertambahan bobot badan domba yang tidak berbeda nyata juga. Sinaga dan Silalahi (2002) turut menyatakan hal serupa, yaitu salah satu faktor yang mempengaruhi nilai konversi pakan adalah pertambahan bobot badan harian ternak tersebut. Selain itu, konversi ransum pada ruminansia dipengaruhi oleh kualitas ransum, nilai kecernaan dan efisiensi pemanfaatan zat gizi dalam proses metabolisme di dalam jaringan tubuh ternak.

Hasil rataan konversi pakan R2 dan R3 pada penelitian ini masih lebih rendah bila dibandingkan hasil laporan Yunita (2008), dalam penelitiannya yang

(30)

29 Income Over Feed Cost (IOFC)

Keuntungan ekonomis merupakan tujuan dari usaha penggemukan domba untuk mendapatkan efisiensi usaha yang lebih baik. Oleh karena itu analisis ekonomi sangat penting dalam usaha peternakan domba untuk mengetahui tingkat ekonomis dan efisiensi usaha. Salah satu analisis yang dapat digunakan adalah Income Over Feed Cost (IOFC) yaitu pendapatan yang diterima setelah dikurangi biaya pakan selama pemeliharaan. Biaya pakan adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha penggemukan domba yang dapat mencapai sekitar 70% dari biaya produksi, sehingga pakan yang efisien akan memberikan keuntungan ekonomis yang besar.

Komponen utama yang diperhatikan dari perhitungan ini adalah harga jual domba, harga beli bakalan dan biaya pakan. Biaya-biaya lain yang dikeluarkan selama proses pemeliharaan ternak tidak diperhitungkan dalam sistem IOFC. Harga jual maupun harga beli domba yang digunakan berdasarkan harga yang berlaku di peternakan lokasi penelitian. Harga bakalan domba yang digunakan untuk penggemukan yaitu Rp. 23.000,- /kg bobot hidup dan harga jual untuk domba finish adalah Rp. 27.000,- /kg bobot hidup. Harga domba berdasarkan harga yang berlaku di Mitra Tani Farm 2010. Harga domba saat dijual bertepatan dengan kenaikan harga domba di pasaran karena permintaan yang tinggi menjelang hari raya Idul Adha.

Penelitian ini menggunakan dua jenis pakan yaitu biskuit dan konsentrat, harga untuk semua jenis biskut pakan adalah Rp. 2.000,-/kg dan Rp. 1.500,-/kg untuk konsentrat. Harga biskuit pakan yang sama pada ketiga perlakuan karena limbah

tanaman jagung (daun jagung) yang didapat hanya menghabiskan biaya untuk pengangkutan seperti halnya biaya untuk mendapatkan rumput lapang. Harga biskuit pakan lebih mahal dari konsentrat, sehingga belum efisien untuk usaha penggemukkan domba.

(31)

30 kg biskuit dan 50,16 kg konsentrat, R3 mengkonsumsi 18,42 kg biskuit dan 50,26 kg konsentrat.

Biaya pakan terendah yang dikeluarkan selama penggemukan domba adalah R1. Rendahnya biaya pada R1 dikarenakan konsumsi pakan domba selama pemeliharaan 70 hari pada perlakuan R1 adalah yang paling rendah dibandingkan perlakuan R2 dan R3. Besarnya keuntungan yang diperoleh dengan perhitungan IOFC pada setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan Nilai Income Over Feed Cost (IOFC) Selama Penggemukan

Perlakuan

Harga Jual/Domba Harga Beli/ Domba Biaya Pakan IOFC

---Rp/ekor/lama penggemukan---

R1 543.600±68.203 407.867±48.957 90.022±6.031 45.712±32.929

R2 571.500±49.956 402.500±49.450 102.195±12.800 66.805±13.012

R3 589.500±43.207 402.500±23.086 11.2237±2.225 74.763±29.397

Keterangan : R1 : Biskuit (100% rumput lapang) + konsentrat

R2 : Biskuit (50% rumput lapang + 50% daun jagung) + konsentrat R3 : Biskuit (100% daun jagung) + konsentrat

Faktor yang mempengaruhi nilai IOFC antara lain jumlah konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan. Pertambahan bobot badan yang tinggi akan menghasilkan harga jual yang tinggi pula (Hardianto, 2006). Data menunjukkan di antara tiga perlakuan tersebut dapat dikatakan R3 memberikaan hasil yang paling menguntungkan dibandingkan dengan R1 dan R2. Perlakuan R3 memiliki rataan IOFC lebih besar bila dibandingkan perlakuan lainnya, yaitu sebesar Rp. 74.763,-/ekor/lama penggemukan atau Rp. 29.905,-/ekor/bulan, sedangkan perlakuan R1 sebesar Rp. 45.712,-/ekor/lama penggemukan atau Rp. 18.285,-/ekor/bulan. Hal ini karena tingginya jumlah konsumsi harian R3 sejalan dengan pertambahan bobot

badan yang dihasilkan setiap ekor ternak. Sebaliknya pada R1 mempunyai nilai IOFC yang paling rendah, hal ini karena jumlah konsumsi harian pakannya adalah yang paling rendah dan pertambahan bobot badan ternaknya juga adalah yang paling rendah.

(32)
(33)

32 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian biskuit daun jagung 100% dan konsentrat memberikan hasil terbaik terhadap nilai konsumsi dan Income Over Feed Cost. Semua perlakuan memberikan pengaruh yang sama terhadap nilai pertambahan bobot badan dan konversi pakan.

Saran

(34)

PERFORMA DOMBA EKOR TIPIS (

Ovis aries

) JANTAN YANG

DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN BISKUIT

DAUN JAGUNG DAN RUMPUT LAPANG

SKRIPSI SOBRI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(35)

PERFORMA DOMBA EKOR TIPIS (

Ovis aries

) JANTAN YANG

DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN BISKUIT

DAUN JAGUNG DAN RUMPUT LAPANG

SKRIPSI SOBRI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(36)

RINGKASAN

Sobri. D24070299. 2012. Performa Domba Ekor Tipis (Ovis aries) Jantan yang Digemukkan dengan Pemberian Biskuit Daun Jagung dan Rumput Lapang. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc. Pembimbing Anggota : Ir. Lilis Khotijah, M.Si.

Ketersediaan hijauan pakan menjadi masalah pokok dalam meningkatkan produktivitas ternak domba. Produksi hijauan makanan ternak rendah akibat terbatasnya lahan yang tersedia untuk produksi hijauan makanan ternak (rumput) dan juga kelangkaan hijauan pakan pada musim kemarau. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan upaya pencarian pakan alternatif yang selalu tersedia sepanjang tahun. Salah satu pakan alternatif yang dapat dimanfaatkan adalah limbah tanaman jagung. Pemanfaatan limbah tanaman jagung memerlukan teknologi pakan, yaitu dengan memanfaatkannya sebagai sumber serat dalam bentuk biskuit hijauan pakan. Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia, terbuat dari bahan dasar hijauan yang diproduksi melalui proses pemanasan dan pengempaan pada suhu, tekanan, dan waktu tertentu.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui performa domba Ekor Tipis jantan yang diberi biskuit daun jagung dan rumput lapang sebagai pengganti hijauan dengan menguji nilai konsumsi, pertambahan bobot badan, konversi dan Income Over Feed Cost (IOFC). Penelitian telah dilakukan pada tanggal 25 Juli hingga tanggal 16 Oktober 2010, di Mitra Tani Farm (MT Farm), Desa Tegal Waru RT 04 RW 05, Ciampea, Bogor. Ternak yang digunakan adalah domba Ekor Tipis jantan sebanyak 9 ekor. Rataan bobot badan awal yaitu, 17,58±1,60 kg. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan pakan yang diberikan yaitu R1 = biskuit (100% rumput lapang) + konsentrat, R2 = biskuit (50% rumput lapang + 50% daun jagung) + konsentrat, (R3) = biskuit (100% daun jagung) + konsentrat. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam dan jika ada pengaruh nyata antar perlakuan akan dilanjutkan dengan uji jarak Duncan.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh terhadap konsumsi bahan kering pakan (P<0,05), sedangkan pertambahan bobot badan harian dan konversi pakan tidak berbeda nyata antar ketiga perlakuan. Pendapatan usaha penggemukan dari perhitungan IOFC dengan pemberian pakan perlakuan R3 selama 70 hari memberikan keuntungan yang paling tinggi.

(37)

ABSTRACT

Performance of Male Thin-Tailed sheep Fattened with Feeding Leaf Corn Biscuit and Forage Biscuit

Sobri, Y. Retnani, L. Khotijah

Corn plant waste is one of alternative feed source that has big potential to produce various low cost and useful feed product. One of technology that can be used is pressing technology in to biscuit. Biscuit is a kind of food product that is made by heating and pressing result in flat and thin form. This experiment aimed to study performance of Thin-Tailed sheep that given leaf corn biscuit and forage feeding by testing feed consumption value, daily weight gain, feed conversion, and income over feed cost. This experiment used Randomized Complete Design with 3 treatments and 3 replications. The treatments were R1 = biscuit (100% of field grass) + concentrate, R2 = biscuit (50% of field grass + 50% of corn leaf) + concentrate, R3 = biscuit (100% of corn leaf) + concentrate. The experiment was conducted for 10 weeks with the adaptation period for 2 weeks. The variables that measured were daily weight gain, dry matter intake, and feed conversion. The variable of Income over feed cost uses descriptive analysis. The result showed that significantly affect to dry matter intake (P<0.05), while feeding did not affect to body weight gain, and feed conversion. The highest profit was found in the R3.

(38)

PERFORMA DOMBA EKOR TIPIS (

Ovis aries

) JANTAN YANG

DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN BISKUIT

DAUN JAGUNG DAN RUMPUT LAPANG

SOBRI D24070299

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(39)

Judul : Performa Domba Ekor Tipis (Ovis aries) Jantan yang Digemukkan dengan Pemberian Biskuit Daun Jagung dan Rumput Lapang

Nama : Sobri NIM : D24070299

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc.) NIP. 19640724 199002 2 001

Pembimbing Anggota,

(Ir. Lilis Khotijah, M.Si.) NIP. 19660703 199203 2 003

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

(Dr. Ir. Idat G. Permana, M. Sc.) NIP. 19670506 199103 1 001

(40)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Januari 1988. Penulis adalah anak kesembilan dari sebelas bersaudara dari pasangan Bapak Amsar (alm) dan Ibu Patimah (almh). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Papanggo 01 Pagi Jakarta pada tahun 2001, pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP N 95 Jakarta, dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2007 di Madrasah Aliyah (MA) YAPIS Al Oesmaniah Jakarta. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) kerjasama Kementrian Agama, Pondok Pesantren dan Institut Pertanian Bogor.

(41)

33 UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, nikmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.

Ucapan terima kasih penulis persembahkan kepada almarhumah Mama dan

almarhum Bapak tercinta atas kasih sayang, bimbingan, perhatian dan pengorbanan baik moril maupun materil serta doanya semasa hidup, semoga Allah menempatkan mereka di surga. Terima kasih kepada kakak-kakak (Bang Parman, Ka Maroh, Ka Wati, Ka Wiwik, Ka Mul, Bang Guntur, Bang Ahmad, dan Bang Jumhana) dan adik-adik penulis (Ria dan Aji) serta seluruh keluarga atas dukungan yang telah diberikan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Yuli Retnani, M.Sc. sebagai dosen pembimbing utama sekaligus dosen pembimbing akademik dan Ir. Lilis Khotijah M.Si. sebagai dosen pembimbing anggota yang dengan sabar mengarahkan, memberikan curahan tenaga, pikiran, dan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. sebagai dosen pembahas seminar, Dr. Ir. Asep Sudarman,

M.Rur.Sc. dan Ir. Sri Rahayu, M.Si. sebagai dosen penguji sidang sarjana. Penulis juga

mengucapkan terima kasih atas kesedian waktu kepada Ir. Widya Hermana, M.Si.

sebagai panitia sidang sarjana.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Pak Wardi, Pak Hadi, Dedy, Bu Anis, Mba

Weny, dan MT Farm (Mas Amrul dan Azad) yang telah membantu penulis selama

penelitian. Terima kasih penulis ucapkan untuk sahabat setia Akhir, Dipa, dan Nunu

(INTP 44) serta Ahmad (STK 44) yang terus memberikan dukungan. Penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada temen-teman INTP 44, teman-teman Marbot Al

Hurriyyah, teman-teman Birena dan teman-teman CSS’44 yang telah memberikan

dukungan dan doa kepada penulis selama mengenyam pendidikan di IPB.

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan bagi para

pembacanya, serta dapat memajukan bidang peternakan di Indonesia.

Bogor, Maret 2012

(42)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji hanyalah milik Allah SWT karena atas segala limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi, penelitian, seminar dan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Skripsi dengan judul “Performa Domba Ekor Tipis (Ovis aries) Jantan yang Digemukkan dengan Pemberian Biskuit Daun Jagung dan Rumput Lapang” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penyusunan skripsi ini merupakan wujud peran aktif dan kontribusi dalam dunia peternakan. Skripsi ini disusun dengan harapan dapat memberikan informasi tentang pemberian biskuit daun jagung dan rumput lapang yang menghasilkan performa produksi dan keuntungan ekonomis yang terbaik dari penggemukan domba Ekor Tipis, sehingga biskuit pakan dapat dijadikan pengganti pakan sumber serat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran sehingga skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya.

Tak lupa ucapan terima kasih Penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu penyusunan skripsi ini, hanya Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang akan membalasnya. Semoga skripsi ini bermanfaat dalam dunia pendidikan dan peternakan serta menjadi catatan amal shaleh. Amin.

Bogor, Maret 2012

(43)
(44)
(45)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang Berdasarkan Bahan

(46)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman 1. Ternak domba dan Kandang Penelitian ... 17 2. Bahan Biskuit Pakan Penelitian a) Rumput Lapang dan b) Daun

Jagung ... 18 3. Mesin Biskuit Pakan ... 18 4. Biskuit Pakan Perlakuan R1 = biskuit 100% rumput lapang, R2 =

biskuit 50% rumput lapang + 50% daun jagung, dan R3 = biskuit

(47)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1. Data Konsumsi Pakan Segar Domba Selama Penggemukan ... 39 2. Nilai Pertambahan Bobot Badan, dan Perhitungan Pertambahan

Bobot Badan ... 40 3. Nilai Konversi Pakan Domba Selama Penggemukan dan

Perhitungan Nilai Konversi Pakan ... 41 4. Data Income Over Feed Cost (IOFC) Selama Penggemukan dan

Perhitungan IOFC ... 42 5. Analisis Ragam dan Uji Lanjut Duncan Konsumsi BK Pakan,

(48)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan akan produk peternakan dari tahun ke tahun meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya pendapatan masyarakat dan semakin membaiknya kesadaran gizi masyarakat. Tingginya permintaan produk peternakan tidak diiringi oleh perkembangan dan pertumbuhan industri peternakan. Industri peternakan di Indonesia kenyataannya belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri. Salah satu

sumber pasokan daging untuk kebutuhan masyarakat berasal dari domba. Pada tahun 2010 sumbangan daging domba terhadap total produksi daging yang berasal dari ruminansia baru mencapai 7,6% (Direktorat Jendral Peternakan, 2011), sehingga pengembangan domba perlu digalakkan sebagai salah satu upaya mengurangi impor daging sapi. Selain untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, usaha pengembangan ternak domba juga membuka peluang untuk memenuhi peluang pasar luar negeri.

Ternak domba di Indonesia memiliki prospek yang baik di masa yang akan datang, mengingat daging domba seperti halnya daging sapi dan daging ayam bisa diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, agama dan kepercayaan di Indonesia.

Ternak domba mudah dikembangkan dengan sistem pemeliharaan yang relatif mudah dilakukan, siklus reproduksi relatif singkat, dan domba merupakan ternak yang lebih tahan terhadap berbagai penyakit daripada ternak lainnya.

Data statistik pada tahun 2009 menunjukkan bahwa populasi ternak domba di Indonesia mencapai 10.198.766 ekor, Jawa Barat adalah provinsi yang memiliki populasi domba tertinggi yaitu 5.770.661 ekor atau 56,58% dari populasi domba nasional. Produksi daging domba di Jawa Barat sebesar 34.400 ton/tahun atau pemotongan sekitar 1.720.000 ekor domba, merupakan yang tertinggi di seluruh Indonesia (Direktorat Jendral Peternakan, 2011). Pemotongan ternak domba mengalami peningkatan saat hari raya Idul Adha.

(49)

2 ketersediaan hijauan pada musim kemarau, dan d) belum dilakukannya pengolahan/ penyimpanan hijauan berlebih pada musim hujan. Hijauan pakan adalah bahan makanan utama bagi ternak ruminansia yang berasal dari tanaman berupa dedaunan dan batang lunak. Hijauan salah satunya dapat berasal dari limbah pertanian yang banyak diproduksi pada musim-musim panen, apabila tidak dimanfaatkan akan menimbulkan penumpukan sampah yang merugikan bagi manusia.

Limbah pertanian yang dimanfaatkan pada penelitian ini adalah jerami jagung (daun jagung). Sumbangan limbah pertanian, terutama jerami jagung terasa sangat bermanfaat dalam mendukung perkembangan populasi ternak ruminansia. Data dari Badan Pusat Statistik (2011) menunjukkan produksi jagung di Indonesia mencapai 18.327.636 ton dengan luasan panen 4.131.676 ha, maka dapat diperkirakan produksi jagung per ha yaitu 4,4 ton/ha. Basymeleh (2009), melaporkan bahwa limbah tanaman jagung terdiri atas 50% batang, 20% daun, 20% tongkol, 10% klobot.

Kendala yang dihadapi dalam penggunaan limbah tanaman jagung sebagai pakan ternak yaitu sifatnya yang mudah busuk dan bulky menyulitkan dalam penanganan baik pada saat transportasi maupun penyimpanan, sehingga memerlukan teknologi dalam penanganannya. Teknologi pengolahan pakan diperlukan untuk membuat bahan menjadi awet, mudah disimpan, dan mudah diberikan. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan dalam rangka meningkatkan manfaat limbah tanaman jagung adalah dengan memanfatkannya sebagai sumber pakan komersil dalam bentuk biskuit. Teknologi pengolahan pakan dalam bentuk biskuit dengan bentuk yang kompak diharapkan dapat langsung diberikan kepada ternak ruminansia.

Biskuit pakan sumber serat merupakan pakan alternatif untuk mengganti hijauan pakan pada saat musim kemarau dan untuk memenuhi kebutuhan pakan sumber serat sepanjang tahun.

Tujuan

(50)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Tanaman Jagung

Tanaman jagung (Zea mays L.) termasuk dalam famili rumput-rumputan (Graminea). Jagung merupakan tanaman asli Benua Amerika (Purwono dan Purnamawati, 2008). Tanaman jagung di Indonesia sudah dikenal sejak 400 tahun yang lalu, yang pertama kali dibawa oleh bangsa Portugis dan Spanyol. Tanaman jagung termasuk jenis tumbuhan semusim (annual). Susunan tubuh (morfologi) tanaman jagung terdiri atas akar, batang, daun, bunga, dan buah. Panjang batang berkisar antara 60-300 cm, tergantung pada tipe jagung. Daun jagung tumbuh melekat pada buku-buku batang. Jumlah daun tiap tanaman bervariasi antara 8-48 helai. Ukuran daun berbeda-beda, yaitu panjang antara 30-150 cm dan lebar mencapai 15 cm (Purwono dan Purnamawati, 2008).

Jagung banyak digunakan di bidang peternakan sebagai pakan unggas sedangkan limbahnya sebagai pakan ruminansia. Limbah tanaman jagung berpotensi bagi ternak dan sudah banyak diberikan sebagai pakan ternak. Limbah jagung

mempunyai kualitas pakan yang rendah sehingga tidak akan mencukupi kebutuhan pertumbuhan ternak kecuali jika diberi tambahan suplemen pada pakannya. Data statistik pada tahun 2009 menunjukkan bahwa populasi ternak domba di Indonesia mencapai 10.198.766 ekor, Jawa Barat adalah provinsi yang memiliki populasi domba tertinggi yaitu 5.770.661 ekor atau 56,58% dari populasi domba nasional. Produksi daging domba di Jawa Barat sebesar 34.400 ton/tahun atau pemotongan sekitar 1.720.000 ekor domba, merupakan yang tertinggi di seluruh Indonesia (Direktorat Jendral Peternakan, 2011).

Ada beberapa macam limbah tanaman jagung dan produk samping industri berbasis jagung (Umiyasih dan Wina, 2008). Di Indonesia, dikenal istilah lokal untuk beberapa limbah tanaman jagung dan industri jagung, yaitu:

(51)

4 2) Jerami jagung atau brangkasan, yaitu bagian batang dan daun jagung yang telah dipanen tongkol jagungnya. Jerami jagung ada yang segar dan ada yang kering. Jerami jagung kering yaitu bagian batang dan daun jagung yang dibiarkan kering di ladang dan dipanen pada saat tongkol dipetik, jerami jagung seperti ini umumnya dijumpai di daerah penghasil benih atau jagung untuk keperluan industri pakan. Jerami jagung segar yaitu bagian batang dan daun jagung yang dipanen masih dalam keadaan hijau yang dihasilkan dari produksi jagung untuk keperluaan pangan.

3) Klobot jagung atau kulit buah jagung, yaitu kulit di luar buah jagung yang biasanya dibuang. Kulit jagung manis sangat potensial untuk dijadikan silase karena kadar gulanya cukup tinggi (Anggraeny et al., 2005).

4) Tongkol jagung atau janggel, yaitu bagian dari buah jagung setelah biji jagung dirontokkan (Rohaeni et al., 2006).

Limbah jagung dengan proporsi terbesar adalah batang jagung (stover) dengan kecernaan bahan kering in vitro terendah. Kulit jagung merupakan limbah dengan proporsi terkecil tetapi mempunyai kecernaan lebih tinggi dibanding limbah lainnya. Basymeleh (2009), melaporkan bahwa limbah tanaman jagung terdiri atas 50% batang, 20% daun, 20% tongkol, 10% klobot. Daun jagung memiliki nilai kecernaan bahan kering in vitro sebesar 58% dengan kandungan protein kasar sekitar 10% dan daun jagung mempunyai palatabilitas yang tinggi (Umiyasih dan Wina, 2008).

Rumput Lapang

Rumput lapang adalah campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang

umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah. Rumput lapang banyak ditemukan di sekitar sawah, ladang, pegunungan, tepi jalan, dan semak-semak. Rumput lapang mudah diperoleh, murah, dan mudah diolah karena tumbuh liar tanpa pembudidayaan, akan tetapi rumput ini memiliki kualitas yang rendah untuk pakan ternak (Wiradarya, 1989).

(52)

5 tergantung pada musim dan pola tanam yang dilakukan oleh petani. Ketersediaan bahan hijauan di daerah tropis biasanya berlebih pada musim hujan namun kekurangan pada musim kering. Keadaan iklim membuat rumput alam tumbuh subur pada musim hujan dan kualitasnya lebih baik daripada musim kering karena pada musim kering rumput cepat menjadi tua sehingga kualitasnya menjadi rendah (Hasanuddin et al., 2002). Komposisi zat makanan rumput lapang berdasarkan bahan kering menurut Herman (2003) dan Furqaanida (2004) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering

Zat Makanan Herman (2003) Furqaanida (2004)

Kadar (%)

Protein Kasar 9,08 7,75

Lemak Kasar 1,16 1,34

Serat Kasar 35,20 31,46

Beta-N 45,44 50,93

Keterangan: Beta-N = bahan ekstrak tanpa nitrogen

Teknologi Pakan

Teknologi pakan belum banyak dikenal dibandingkan dengan teknologi pangan, karena ilmu yang mendasari teknologi pakan belum semaju teknologi pangan, akan tetapi dengan kemajuan industri pangan teknologi pakan pun mulai berkembang. Teknologi pakan mencakup semua teknologi mulai dari penyediaan bahan pakan sampai ransum diberikan kepada ternak. Ketidakmampuan industri peternakan dalam negeri memenuhi kebutuhan domestik dipengaruhi oleh keterbatasan sebagai berikut: 1) penguasaan teknologi, baik dibidang produksi atau penanganan pasca panen; 2) kemampuan permodalan peternakan; 3) kualitas sumber daya manusia; 4) ketersediaan pakan (Suryana, 2000).

Gambar

Gambar 1. Ternak domba dan Kandang Penelitian
Gambar 2. Bahan Biskuit Pakan Penelitian a) Rumput Lapang dan b) Daun Jagung
Tabel 3. Karakteristik Biskuit Daun Jagung dan Rumput Lapang
Tabel 1. Komposisi Zat Makanan Rumput Lapang Berdasarkan Bahan Kering
+4

Referensi

Dokumen terkait

Bagaimanapun juga unsur-unsur Fungsi Ruang, Bentuk dan Ekspresi akan menentukan bagaimana arsitektur dapat meninggikan nilai suatu karya, memperoleh tanggapan serta

Creed, Patton, dan Prideaux, (2006) mengungkapkan bahwa sebanyak 50% siswa mengalami kebingungan dalam pengambilan keputusan. Salah satu faktornya adalah begitu

(c) Ada siswa SMAN 2 Bengkulu yang tidak lulus ujian nasional (d) Ada hewan berkaki empat yang berkembang biak dengan

Berdasarkan kepada model kajian di atas, kajian ini melihat perhubungan antara pembolehubah tidak bersandar iaitu yang pertama adalah faktor organisasi iaitu struktur

Anda bisa mengatur segala hal yang berkaitan dengan folder dan file lewat Advanced Settings ini, seperti mengatur bagaimana sebuah file harus ditampilkan di Windows

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model Make A Match dengan media Audio Visual dapat meningkatkan keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil

Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian di atas mungkin disebabkan kisaran ukuran ikan paweh yang diambil tidak begitu bervariasi (berkisar antara