DAFTAR PUSTAKA
Aberle, E.D., J.C. Forrest, D.E. Gerrard, E.W. Mills, H.B. Hendrick, M.D. Judge, R.A. Merkel.2001. Principles of Meat Science.Edisi ke-4. Kendall/Hunt, Iowa.
Abustam, E. Dan H. M. Ali. 2005. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Buku Ajar. Program A2 Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makasar.
Abustam, E. 2009. Konversi Otot Menjadi Daging. menjadi-daging.html Diakses tanggal 10 September 2015
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan.Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Astawan, Made. 2008a. Khasiat Makanan Mentah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Bouton, P. E., P. V. Harris dan W. R. Shorthose. 1975. J. Tech. Stud 6,297.
Harjono, M. 2008. Ilmu dan Teknologi Daging. www//:http./ilmu-dan-teknologi daging.html.
Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Edisi Kelima, Penerjemah Aminuddin Parakasi,UI Press, Jakarta.
Lawrie, R. A. 2003. Meat science.Edisi Ke-5. Penerjemah: A. Perakasi. UI press. Jakarta.
Lukman, D. W, A. W. Sanjaya, M. Sudarwanto, R. R. Soejoedono, T. Purnawarman, H. Latif. 2007. Higiene Pangan. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Maruddin, F. 2004. Kualitas Daging Sapi Asap pada Lama Pengasapan danPenyimpanan. J. Sains Teknol. 4(2): 83 – 90.
Reny. D. T. 2009. Keempukan Daging dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Lampung.
Reny. 2009. The Enzyology Of Conditioning. Di dalam R. LAWRIE (Ed). Development In Meat Science-1. Aplied Science Publishers Ltd., London.
Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soekarto, S. T. 2008. Penilaian Organoleptik. Pusat pengembangan teknologi pangan. IPB-Press, Bogor.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Twelve, C. 2008.Sheep and Goat Meat Characteristics and Quality.(Ethiopia Sheepand Goat Productivity Improvement Program).USA a.
Utami, P. P. 2008. Sifat Organoleptik, Overrun dan Daya Terima Es Krim yangdibuat dari Campuran Susu Kedelai dan Susu Sapi dengan Perbandingan Berbeda. Skipsi.Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2016 di
Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara dan lokasi pengambilan sampel di RPH Stabat Kabupaten Langkat.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan adalah daging domba , asap cair, kecap, bawang
merah, bawang putih dan roiko.
Alat yang digunakan dalam penelitian meliputi baskom untuk menaruhkan
daging, gelas ukur untuk mengukur asap cair, penetrometer preciscio untuk
mengukur keempukan daging, stopwatch untuk mengukur kerendaman daging,
kompor buat memasak daging, timbangan untuk mengukur berat sample, kertas
label untuk memberi tanda pada setiap perlakuan, pisau untuk memotong daging,
telenan sebagai alas buat memotong daging, dandang sebagai media memasak
daging, cap plastik sebagai media perendaman daging, plastik polipropi sebagai
untuk menutup daging yang ada di cap plastik.
Metode Penelitian
Rancangan percobaan yang dilakukan adalah rancangan acak lengkap
faktorial dengan 12 kombinasi 3 ulangan. Model rancangan percobaan ini adalah:
1. Faktor pertama yaitu 3 level dosis asap cair yaitu:
A1 : Perendaman asap cair 5 menit
A2 : Perendaman asap cair 10 menit
2. Faktor kedua yaitu 4 level lama simpan yaitu:
P1 : Lama simpan 1 minggu
P2 : Lama simpan 2 minggu
P3 : Lama simpan 3 minggu
P4 : Lama simpan 4 minggu
Perlakuan:
A1P1 : Perendaman daging dengan asap cair dosis 5 menit dengan daya simpan
1 minggu
A1P2 : Perendaman daging dengan asap cair dosis 5 menit dengan daya simpan
2minggu
A1P3 : Perendaman daging dengan asap cair dosis 5 menit dengan daya simpan
3minggu
A1P4 : Perendaman daging dengan asap cair dosis 5 menit dengan daya simpan
4 minggu
A2P1 : Perendaman daging dengan asap cair dosis 10 menit dengan daya
simpan 1minggu
A2P2 : Perendaman daging dengan asap cair dosis 10 menit dengan daya
simpan 2minggu
A2P3 : Perendaman daging dengan asap cair dosis 10 menit dengan daya
simpan 3 minggu
A2P4 : Perendaman daging dengan asap cair dosis 10 menit dengan daya
simpan 4 minggu
A3P1 : Perendaman daging dengan asap cair dosis 15 menit dengan daya simpan
A3P2 : Perendaman daging dengan asap cair dosis 15 menit dengan daya simpan
2minggu
A3P3 : Perendaman daging dengan asap cair dosis 15 menit dengan daya simpan
3 minggu
A3P4 : Perendaman daging dengan asap cair dosis 15 menit dengan daya simpan
4 minggu
Model matematika menurut Hanafiah (2002) untuk rancangan percobaan
acak lengkap yang digunakan adalah:
Yijk= µ + αi+ βj + (αβ)ij + ∑ijk Keterangan:
Yijk : Nilai pengamatan faktor A taraf ke-I, gaktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k µ : Rataan umum
αi : Pengaruh utama faktor taraf ke-i
βj : Pengaruh utama faktor taraf ke-j
(αβ)ij : Pengaruh dari faktor A taraf ke-I dan faktor B taraf ke-j
∑ijk : Pengaruh acak yang menyebar normal
Pengulangan:
Sampel ditimbang(3g) kemudian dipotong berbentuk persegi panjang
dengan ukuran 1,5x1,5x1,5 cm kemudian direndam dalam asap cair dengan pH
jam.Sampel yang telah direbus ditimbang. Menurut Soeparno (1992) nilai susut
masak dapat dihitung dengan rumus:
berat sampel segar – berat sampel setelah dimasak
Susut masak (%)= x 100%
berat sampel segar
Keempukan
Pengukuran keempukan dilakukan secara objektif menggunakan alat
penetrometer precisio. Sampel yang telah direbus dipotong persegi panjang
dengan ketebalan 4 cm. tiap sampel diukur dengan cara ditusuk pada lima titik
dengan menggunakan alat penetrometer precio yang diberi tekanan sebesar 100 g
dengan skala 1/10 mm selama 10 detik. Nilai keempukan daging dapat dibaca
pada skala yang ditunjukkan oleh jarum petunjuk dan kemudian nilai tersebut
dirata-ratakan (Sitorus, 2001). Nilai keempukan dinilai dengan rumus:
250 Keempukan (%)=
(x1+x2+x3+x4+x5)/5 x100
1/10
Penilaian Organoleptik
Merupakan hasil pengujian terhadap tekstur, aroma, rasa dan keempukan
dibantu oleh panelis sebanyak 10 orang.Skala ini ditunjukkan untuk keempat
kriteria dari 1-5.
Organoleptik Tekstur
Uji organoleptik tekstur ditentukan dengan metode Soekarto (2008)
.Penentuan nilai organoleptik terhadap tekstur dilakukan dengan uji skor tekstur
panelis.Pengujian dilakukan dengan inderawi (organoleptik) yang ditentukan
berdasarkan skala numerik.
Table 1 Skala skor tekstur (numerik)
Skala hedonik Skala numerik Uji organoleptik aroma ditentukan dengan metode Soekarto (2008).Penentuan nilai organoleptik terhadap aroma dilakukan dengan uji skala aroma dan hedonik aroma.Sampel yang telah diberi tanda secara acak oleh 10 panelis. Pengujian dilakukan dengan inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik Table 2 Skala skor aroma (numerik) Skala hedonik Skala numerik
Uji organoleptik rasa ditentukan dengan metode Soekarto (2008)
.Penentuan nilai organoleptik terhadap rasa dilakukan dengan uji skor rasa dan
hedonik rasa.Sampel yang telah diberi tanda secara acak oleh 10
panelis.Pengujian dilakukan dengan inderawi (organoleptik) yang ditentukan
Table 3 Skala skor rasa (numerik)
Prosedur Penelitian
Daging paha domba ditimbang dan dipotong berbentuk persegi panjang
1,5x1,5x1,5 cm dengan ketebalan 3 cm. kemudian daging direndam dengan asap
cair dengan 5 menit, 10 menit dan 15 menit kemudian daging dioven selama 6 jam
kemudian didinginkan selama 5 menit dan disimpan di suhu ruang selama 1
minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu kemudian dimasak selama 30 menit
lalu didinginkan. Setelah itu dianalisa susut masak, keempukan dan pengambilan
data nilai organoleptik (tekstur, aroma, rasa dan keempukan) oleh panelis 10
orang.
Skala hedonik Skala numerik
Tidak ada rasa 5
Agak berasa 4
Sedang terasa 3
Kuat terasa 2
Daging Domba afkir Gambar : prosedur penelitian
Ditimbang dan dipotong bentuk persegi panjang
Diangkat dan kemudian didinginkan Direbus dalam air mendidih selama 30 menit
Dilakukan analisis terhadap:
1. Susut masak 2. Keempukan
3. Organoleptik (tekstur, aroma, rasa)
Direndam dengan asap cair 5 menit, 10 menit, dan 15 menit kemudian daging dioven 6 jam dan didinginkan 5 menit dan disimpan dengan lama simpan 1 minggu, 2 minggu,
HASIL DAN PEMBAHASAN
Susut Masak (%)
Susut masak adalah proses selama pemasakan daging yang mengalami
pengerutan dan pengurangan berat. Prodak daging olahan sebaiknya mengalami
susut masak sedikit karena susut masak mempunyai hubungan erat dengan
rasa/juiceness daging (Winarno, 1993).
Pada tabel 4 – 6 menunjukkan bahwa daya simpan daging domba
memberikanpengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap susut masak
daging domba. Rataan tertinggi terdapat pada perlakuan P4 yaitu 10,02% dan
terendah terdapat pada perlakuan P1 yaitu 3,35%. Hal ini sesuai juga dengan
pernyataan Anonima (2010) yang menyataka bahwa Asap cair berfungsi sebagai
pengawet bahan makanan mengingat bahwa asap cair tidak saja mengandung
formaldehid alami, tetapi juga dilengkapi dengan komponen lain yang juga
bersifat mengawetkan seperti fenolat dan asam.
Tabel 4. Pengaruh dosis perendaman asap cair dan daya simpan terhadap susut masak (%) daging domba
Perlakuan Ulangan Total rata-rata
1 2 3
Tabel 5. Anova uji lanjut susut masak (%) Tabel 6. Uji lanjut BNJ susut masak (%)
Perlakuan Rataan Tabel BNJ Notasi Tabel BNJ Notasi Tabel BNJ BNJ 0,05 BNJ 0,01 BNJ 0,05 BNJ 0,01 P4 11,11 10,28 a 10,02 A 0,833789 1,085543 P3 8,15 7,316211 b 7,064457 B
P2 5,56 4,726211 c 4,474457 C P1 4,44 3,606211 d 3,354457 D
Pada tabel 4 – 6 dapat terlihat bahwasanya berbagai perlakuan
memberikan notasi angka yang berbeda yang mengartikan bahwasanya berbagai
perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai susut
masak dan perlakuan P4 memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
perlakuan P1, P2dan P3.
Susutnya daging domba tersebut diakibatkan oleh aktifitas enzim serta
konsentrasi enzim bersamaan dengan lamanya perendaman yang diberikan
sehingga bahan penyusun daging tersebut terputus dari ikatannya selanjutnya
Shanks et al., (2002), menjelaskan bahwa besarnya susut masak dipengaruhi oleh
banyaknya kerusakan membran seluler, banyaknya air yang keluar dari daging,
umur simpan daging, degradasi protein (enzim) dan kemampuan daging untuk
mengikat air.
Daging dengan susut masak yang lebih rendah mempunyai kualitas relatif
nutrisi selama pemasakan akan lebih sedikit. Susut masak sebagai salah satu sifat
fisik daging dapat diartikan sebagai kemampuan daging dalam mengikat air
setelah dilakukan perlakuan fisik dengan merendam daging hasil olahan tersebut
kedalam air dingin sampai mendidih, sehingga akan di dapatkan perbandingan
berat sebelum direndam dan sesudah direndam dalam air panas. Susut masak juga
dipengaruhi oleh pH daging, dimana kenaikan pH daging akan menurunkan susut
masak daging. Hal ini mendukung pendapat Soeparno (2005) bahwa pada
umumnya susut masak bervariasi antara 1,5% – 54,5% dengan kisaran 15% -
40%. Penelitian ini memberikan jawaban bahwa semakin lama penyimpanan
daging domba akan semakin meningkatkan susut masak daging domba secara
sangat nyata dan perlakuan susut masak tertinggi terdapat pada perlakuan P4 dan
terendah pada perlakuan P1.
Keempukan (mm/10detik/250g)
Keempukan daging adalahkualitas daging setelah dimasak yang
didasarkan pada kemudahan waktu menguyah tanpa menghilangkan sifat-sifat
jaringan yang layak.Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat keempukannya
yang dipengaruhi oleh banyak faktor.Faktor yang mempengaruhi keempukan
daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa
tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut daging
(Reny, 2009).
Pada tabel 7 – 9 menunjukkan bahwa daya simpan memberikan pengaruh
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap keempukan daging domba. Rataan
tertinggi terdapat pada perlakuan P1 yaitu 86,95 dan terendah terdapat pada
oleh aktifitas enzim serta lama perendaman sehingga enzim dapat bekerja lebih
lama pada perlakuan P1 dalam proses untuk menghrolisis kompleks protein yang
terikat pada tenunan pengikat daging domba tersebut.
Soeparno (2005) menjelaskan bahwa keempukan daging tergantung dari
temperatur dan waktu pemasakan, lama waktu pemasakan mempengaruhi
kolagen, dan temperatur pemasakan lebih mempengaruhi kealotan
miofibrilar.Menurut Lawrie (1995), faktor-faktor yang menentukan kekasaran
tekstur adalah ukuran berkas serat dan jumlah perimisium yang merupakan tebal
dalam urat-urat daging kasar. Berhubung elemen-elemen yang menentukan tekstur
adalah aspek tenunan pengikat, maka mungkin dapat diharapkan bahwa ada
hubungan/korelasi langsung antara kasarnya sususan serat dan kekerasan daging
setelah dimasak. Abustam dan Ali (2005) juga menyatakan bahwa kandungan
kolagen memiliki korelasi yang sangat erat terhadap kekerasan daging yang
dinilai dengan melakukan pemutusn paralel dengan arah serat daging untuk
koefisien korelasi.
Tabel 7.Pengaruh dosis perendaman asap cair dan daya simpan terhadap keempukan daging domba (mm/10detik/250g)
Perlakuan Ulangan Total rata-rata
A3P4 73,1 54,1 65,4 192,7 64,2
Tabel 8. Anova uji lanjut keempukan (mm/10detik/250g)
SK db JK KT F hit.
Tabel 9. Uji lanjut BNJ keempukan (mm/10detik/250g)
Perlakuan Rataan Tabel BNJ Notasi Tabel BNJ Notasi Tabel BNJ BNJ 0,05 BNJ 0,01 BNJ 0,05 BNJ 0,01 P4 86,95 82,18 a 80,74 A 4,771306 6,211949
P3 85,96 81,19 a 79,75 A
P2 75,30 70,53 b 69,09 B
P1 63,67 58,90 b 57,46 B
Daya simpan daging domba pada perlakuan daya simpan 1 minggu
berbeda tidak nyata dengan daya simpan 2 minggu tetapi berbeda nyata dengan
daya simpan 3 dan 4 minggu. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan waktu lama
perendaman berpengaruh tidak nyata terhadap keempukan daging domba tetapi
pengaruhnya dapat dilihat pada daya simpannya. Menurut Reny (2009),
menyatakan Keempukan daging adalahkualitas daging setelah dimasak yang
didasarkan pada kemudahan waktu menguyah tanpa menghilangkan sifat-sifat
jaringan yang layak. Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat keempukannya
yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi keempukan
daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa
tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut daging. Keterangan : Huruf yang berbeda pada nilai rataan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata
Selain itu menurut Anonimb (2010) bahwa efektifitas formaldehid alami
ini tidak sekuat formaldehid sintetik (formalin), tapi dengan dukungan kandungan
asamnya yang terdiri dari asam asetat, asam butirat, iso valerat, valerat, maupun
propionat yang pada pH 5 efektif mematikan kapang dan bakteri. Asam ini juga
memberikan lingkungan yang tidak nyaman bagi mikrobial.Demikian juga dengan
kandungan fenolatnya yang didominasi siringol, eugenol, berfungsi sebagai
antioksidan yang melindungi terhadap kerusakan akibat oksidasi pada lemak
maupun protein pada bahan pangan.
Penelitian ini memberikan jawaban bahwa lama perendaman daging
domba dengan asap cair mampu menjaga daya simpan daging domba hingga daya
simpan 3 minggu.
Organoleptik Tekstur
Penilaian tekstur secara organoleptik mengacu pada tekstur yang
dihasilkan daging ketika dikunyah.Tekstur ini berhubungan dengan serabut otot
daging yang memberikan rangsangan pada mulut dan lidah. Tabel 10 – 12
menunjukkan bahwa daya simpan daging domba pengaruh berbeda sangat nyata
(P<0,01) terhadap nilai organoleptik tekstur daging domba.
Tabel 10.Pengaruh dosis perendaman asap cair dan daya simpan terhadap nilai organoleptik tekstur daging domba
Perlakuan Ulangan Total rata-rata
A3P1 3,80 3,80 3,80 11,40 3,80
A3P2 3,30 3,40 3,40 10,10 3,37
A3P3 3,10 2,80 2,80 8,70 2,90
A3P4 3,00 3,00 2,70 8,70 2,90
Keterangan : Huruf yang berbeda pada nilai rataan menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01).
Tabel 11. Anova uji lanjut organoleptik tekstur
SK db JK KT F hit.
Tabel 12. Uji lanjut BNJ organoleptik tekstur
Perlakuan Rataan Tabel BNJ Notasi Tabel BNJ Notasi Tabel BNJ BNJ 0,05 BNJ 0,01 BNJ 0,05 BNJ 0,01
P4 3,70 3,63 a 3,60 A 0,074351 0,0968
P3 3,36 3,29 b 3,26 B
P2 2,93 2,86 c 2,83 C
P1 2,87 2,80 c 2,77 C
Tabel 10 – 12 menunjukkan bahwa nilai organoleptik tekstur tertinggi
terdapat pada perlakuan P1yaitu 3,70dan terendah pada perlakuanP4yaitu 2,87.
Perlakuan P1 unggul 22,43% dibanding P4. Perlakuan P1 berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan lainya, sehingga dapat disimpulkan bahwa daya simpan
daging domba pada penyimpanan 3 dan 4 minggu memberikan pengaruh berbeda
sangat tidak nyata terhadap organoleptik tekstur daging domba.
Asap cair pada lama perendaman yang berbeda memberikan pengaruh
tidak nyata dalam mengawetkan daging domba sehingga daging yang direndam
asap cair dapat disimpan hingga 3 – 4 minggu. Menurut Broken (2010) bahwa
asap cair sebagai pengganti formalin asap cair hasil pendinginan dan pencairan
terutama ikan. Bahan pengawet ini bisa mengawetkan ikan sampai 25 hari dan
tidak memiliki efek samping atau bahan beracun berbahaya seperti formalin.
Daya simpan daging domba berpengaruh sangat nyata terhadap nilai
organoleptik daging domba. Daya simpan daging domba 1 minggu berbeda sangat
nyata dengan perlakuan lainnya tetapi daya simpan daging domba 3 minggu
berbeda tidak nyata dengan daya simpan daging domba 4 minggu. Dari hasil
tersebut dapat menjawab bahwa daya simpan daging domba memberikan
pengaruh sangat nyata terhadap nilai organologi tekstru daging domba tersebut.
Organoleptik Aroma
Sifat organoleptik menggunakan indera manusia sebagai instrument
penilaian.Beberapa sifat yang menentukan dari satu produk dapat dinilai secara
organoleptik, misalnya aroma, warna, rasa, dan tekstur (Utami, 2008). Hasil
rataan pengaruh lama perendaman asap cair dan daya simpan terhadap nilai
organoleptik aroma daging domba dapat dilihat pada Tabel 13 – 15.
Tabel 13 Pengaruh dosis perendaman asap cair dan daya simpan terhadap nilai organoleptik aroma daging domba
Perlakuan Ulangan Total rata-rata
1 2 3
Tabel 14. Anova uji lanjut organoleptik aroma
Tabel 15. Uji lanjut BNJ organoleptik aroma
Perlakua
Tabel 13 – 15 menunjukkan bahwa lama perendaman asap cair
memberikan pengaruh nyata nilai organoleptik aroma daging domba. Nilai
organoleptik aroma tertinggi pada A3 yaitu 3,16 dan terendah A1 yaitu 2,88. Daya
simpan daging berpengaruh sangat nyata terhadap nilai organoleptik aroma daging
domba. Nilai organoleptik aroma tertinggi pada P1 yaitu 3,39 dan terendah P4
yaitu 2,82. Semakin lama perendaman daging domba di asap cair akan
menghasilkan aroma daging paling disukai panelis.
Menurut Soeparno (1992) menyatakan bahwa flavor/cita rasa adalah
sensasi yang kompleks, melibatkan bau dan rasa/taste, tekstur, suhu dan pH (dari
semua ini, bau adalah yang paling penting). Respon terhadap bau terjadi pada
sel-sel alfactory dari permukaan asal dan dari situ disampaikan ke otak guna
mengandung kimia, reaktif dengan ujung-ujung saraf alfactory (Antonius, 2001).
Bau daging masak sangat ditentukan oleh prekursor yang larut dalam air dan
lemak dan pembebasan substansi volatil (kreatin, kreatinin dan purin ) yang
terdapat didalam daging.
Berdasarkan penelitian ini dapat menjawab bahwa semakin lama
perendaman asap cair dapat meningkatkan nilai organoleptik aroma daging domba
sehingga daya simpannya semakin lama.
Organoleptik Rasa
Hasil rataan pengaruh lama perendaman asap cair dan daya simpan
terhadap nilai organoleptik rasa daging domba dapat dilihat pada Tabel 16 – 18.
Tabel 16 Pengaruh dosis perendaman asap cair dan daya simpan terhadap nilai organoleptik rasa daging domba
Perlakuan Ulangan Total rata-rata
1 2 3
Tabel 17. Anova uji lanjut organoleptik rasa
Tabel 18. Uji lanjut BNJ organoleptik rasa
Perlakuan Rataan Tabel BNJ Notasi Tabel BNJ Notasi Tabel BNJ BNJ 0,05 BNJ 0,01 BNJ 0,05 BNJ 0,01 P4 3,48 3,39 a 3,36 A 0,093519 0,121756
P3 3,23 3,14 b 3,11 B
P2 2,92 2,83 c 2,80 C
P1 2,72 2,63 d 2,60 D
Tabel 16 – 18 menunjukkan bahwa daya simpan daging domba
memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik
rasa daging domba.
Tabel 16 – 18 menunjukkan bahwa nilai organoleptik rasa tertinggi
terdapat pada perlakuan P1yaitu 2,72dan terendah pada perlakuan P4yaitu 3,48.
Nilai P1 lebih unggul 21,84% dibanding P4. Perlakuan P1berbeda sangat nyata
terhadap perlakuan lainnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap level lama
penyimpanan yang berbeda memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap
nilai organoleptik rasa daging domba.
Rasa merupakan salah satu parameter yang dapat menentukan kesukaan
konsumen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sitorus (2001), rasa digunakan
sebagai salah satu parameter uji kesukaan karena rasa merupakan salah satu faktor
yang menentukan pilihan konsumen. Pada manusia dewasa, respon terhadap rasa
kerongkongan. Seperti halnya bau, ada kemungkinan terlibat reaksi-reaksi kimia
antara molekul-molekul yang ada hubungannya dengan nerve ending dalam
sel-sel pengecap dan hal diatur dalam otak.Selain itu sari rasa (juiceness) pada daging
yang telah dimasak dapat dipisahkan menjadi dua hal. Pertama, karena pengaruh
keluarnya cairan pada saat dikunyah dan kedua karena adanya rangsangan lemak
dari saliva. Keempukan dan juiceness mempunyai hubungan yang erat, makin
empuk daging makin cepat keluarnya cairan akibat dikunyah dan daging lebih
juicy.
Berdasarkan penelitian ini dapat menjawab bahwa daya simpan daging
domba memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai organoleptik rasa
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Perendaman daging domba dengan asap cair mampu mengawetkan daging
domba. Lama perendaman asap cair 15 menit adalah yang terbaik dalam
meningkatkan nilai organoleptik aroma daging domba dan daya simpan daging
domba sangat berpengaruh pada nilai susut masak, nilai keempukan dan nilai
organoleptik (tekstur, aroma, dan rasa) hingga 3 – 4 minggu.
Saran
Untuk memperoleh daging domba dengan kualitas dan cita rasa bermutu
baik, disarankan menggunakan asap cair pada daging domba sampai 15 menit
sehingga dapat meningkatkan daya simpannya. Penggunaan asap cair lebih dari 15
TINJAUAN PUSTAKA
Daging Domba
Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan
dari kehidupan manusia.Selain penganekaragaman sumber pangan, daging dapat
menimbulkan kepuasan atau kenikmatan bagi yang memakannya karena
kandungan gizinya lengkap, sehingga keseimbangan gizi untuk hidup dapat
terpenuhi oleh masyarakat yang mengkonsumsi daging domba tersebut (Soeparno,
2005).
Defenisi daging terbatas pada beberapa 3000 spesies mamalia yang
dikenal, sering pula diperluas dengan memasukkan organ-organ seperti hati dan
ginjal, otot dan jaringan lain yang dapat dimakan atau dikonsumsi. Variasi yang
sangat banyak dalam kualitas penyimpanan daging, selalu terlihat semu oleh
konsumen.Pendapat yang mengatakan bahwa variabilitas dalam beberapa serat
daging, mungkin secara rasional mencerminkan perbedaan sistematis dalam
komposisi dan kondisi jaringan urat daging sebagai aspek pascamati (post
mortem) secara perlahan dapat disadari (Lawrie, 2003).
Daging tersusun dari jaringan ikat,epitelial,jaringan-jaringan saraf,
pembuluh darah dan lemak.Jumlah jaringan ikat berbeda daiantara otot,jaringan
ikat berhubungan dengan kealotan daging.Otot skeletal merupakan sumber utama
jaringan otot daging dengan komposisi terbanyak dalam karkas,yaitu 35-36% dari
berat karkas atau 35-40% dari berat hewan hidup (Lawrie, 1995).
Daging merupakan bahan pangan yang penting dalam memenuhi
kebutuhan gizi.Selain mutu proteinnya tinggi, pada daging teradapat pula
daging merupakan sekumpulan otot yang melekat pada kerangka.Istilah daging
dibedakan dengan karkas, daging adalah bagian yang sudah tidak mengandung
tulang, sedangkan karkas berupa daging yang belum dipisakan dari tulang atau
kerangkanya (Astawan, 2008).
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas
daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin,
umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral). Faktor
setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain meliputi
metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging,
bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging,hormondan antibiotika,
lemak intramuskular atau marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam
otot daging dan lokasi otot daging (Abustam, 2009).
Menurut Cassens (1978) di dalam daging juga terdapat mineral-mineral
seperti kalsium,magnesium,kalium,natrium,fosfor,klor,besi,belerang,tembaga,dan
mangan.Vitamin yang terdapat pada daging terutama golongan vitamin B (B1,
B12, B6, dan B2),vitamin C, A, D, E, dan K. Selain itu, daging juga mengandung
pigmen pemberi warna merah (mioglobin). Daging merupakan sunber vitamin B
yang baik disamping mengandung vitamin A dan vitamin C dalam jumlah kecil.
Daging domba mengandung 3,79 mg vitamin B tiap 100 mg daging, 2 UI vitamin
A tiap 1 gram lemak daging,sedangkan sebagian besar kandungan vitamin C akan
hilang dalam penanganan daging segar.sebanyak 100 gram daging dapat
10 % kalori, 50% protein, 35% zat besi (Fe), dan 25-60% vitamin B kompleks
(Lukman et al.,2007).
Rigormortis pada Daging
Rigormortis adalah suatu proses yang terjadi setelah ternak disembelih
diawali fase prarigor dimana otot-otot masih berkontraksi dan diakhiri dengan
terjadinya kekakuan pada otot. Pada saat kekakuan otot itulah disebut sebagai
terbentuknya rigor mortis sering diterjemahkan dengan istilah kejang mayat
(Abustam, 2009)
Perubahan otot menjadi daging yang terjadi secara biokimia dan biofisika
yang ditandai dengan penurunan pH lewat pembentukan asam laktat dan glikolisis
secara anaerobik.Mekanisme anaerobik ini terjadi karena otot-otot tidak
mendapatkan lagi oksigen akibat terhentinya peredaran darah, sementara itu otot
masih tetap hidup dengan menghabiskan cadangan energinya
(Abustam, 2009)
Proses kontraksi menyebabkan otot menjadi keras dan kaku sedangkan
proses relaksasi menyebabkan jaringan otot menjadi lunak dan empuk. Fase-fase
yang dialami jaringan otot hewan setelah dipotong adalah fase prerigor mortis,
rigor mortis, dan pascarigor mortis.Pada fase pre rigor mortis daging masih lunak
karena daya ikat air dari jaringan otot masih tinggi, lama fase pre rigor mortis
berkisar antara 5-8 jam, tergantung dari jenis hewan.Penemuan baru menunjukkan
bahwa ada penyusutan otot pada fase prerigor, oleh karena itu bertambah kerasnya
otot dapat dikurangi dengan menyimpan daging pada temperatur 20oC pada fase
Darah yang keluar dari tubuh ternak mengakibatkan hilangnya mekanisme
pengendalian temperatur didalam otot oleh sistem sirkulasi. Panas dari dalam
tubuh tidak ada lagi yang diangkut ke paru-paru dan permukaan tubuh lain,
sehingga terjadi kenaikan temperatur didalam otot dan tubuh setelah pemotongan,
kenaikan temperatur dalam tubuh tergantung pada laju produksi panas metabolik
dan lama produksi serta pelepasan panas. Faktor yang menyebabkan kenaikan
temperatur otot postmortem, juga menyebabkan pH otot pacamerta (Soeparno,
2005).
Pada fase rigor mortis jaringan otot menjadi keras dan kaku.Fase ini sangat
tergantung pada kondisi penyimpanan.Penyimpanan pada suhu rendah dapat
menyebabkan fase rigor mortis berlangsung cukup lama.Sedangkan fase
pascarigor adalah fase pembentukan aroma, pada fase ini daging kembali menjadi
lunak dan empuk karena daya ikat air dalam otot kembali meningkat.Lama
pelayuan daging berhubungan dengan selesainya proses rigor mortis (proses
kekakuan daging), dalam hal ini apabila proses rigor mortis belum selesai dan
daging terlanjur dibekukan maka akan menurunkan kualitas daging atau daging
mengalami proses cold-shortening (pengkerutan dingin) ataupun thaw rigor
(kekakuan akibat pencairan daging) pada saat thawing sehingga akan
menghasilkan daging yang tidak empuk (Abustam, 2009).
Waktu yang dibutuhkan untuk terbentuknya rigor mortis tergantung pada
jumlah ATP yang tersedia pada saat ternak mati.Jumlah ATP yang tersedia terkait
dengan jumlah glikogen yang tersedia pada saat menjelang ternak mati. Pada
ternak yang mengalami kelelahan atau stress dan kurang istirahat menjelang
mortis akan berlangsung cepat. Demikian pula suhu yang tinggi pada saat ternak
disembelih akan mempercepat habisnya ATP akibat perombakan oleh enzim
ATPase sehingga rogor mortis akan berlangsung cepat (Abustam, 2009).
Waktu yang singkat untuk terbentuknya rigor mortis mengakibatkan pH
daging masih tinggi (diatas pH akhir daging yang normal) pada saat terbentuknya
rigor mortis. Jika pH > 5.5 – 5.8 pada saat rigor mortis terbentuk dengan waktu
yang cepat dari keadaan normal maka kualitas daging yang akan dihasilkan
menjadi rendah (warna merah gelap, kering dan strukturnya merapat) dan tidak
bertahan lama dalam penyimpanan sekalipun pada suhu dingin (Abustam, 2009).
Ternak yang telah disembelih, akan terjadi ikatan kimia antara filament
tebal dan filament tipis yang akan merubah sifat-sifat kontraktil dari jaringan
muskuler menjadi struktur tidak ekstensibel dan kompak, dikenal sebagai rigor
mortis dan daging menjadi keras. Lawrie (2003) menyatakan bahwa kekerasan
maksimal otot dicapai pada saat tingkat kontraksi otot mncapai 40% dari panjang
semula. Kontraksi diatas 40% sampai 60% kekerasan menurun. kekerasan
maksimal pada daging dicapai pada saat otot memendek antara 35 – 40% dari
panjang semula.
Jenis Otot pada domba
Otot merupakan penyusun utama daging, termasuk jaringan ikat epitel dan
jaringan syaraf lain yang terdapat di dalam otot dan jaringan ikat serta keberadaan
lemak di dalamnya merupakan penentu karakteristik kualitatif daging
Korelasi yang erat antara kandungan kolagen dengan kekerasan daging
yang dinilai dengan melakukan pemutusan paralel dengan arah serat daging,
daging yang diukur menggunakan Warner Bratzles shear force. memperlihatkan
koefisien relasi antara daya putus daging dengan kandungan kolagen yang
terdapat pada daging mentah yang telah mengalami maturasi sebesar +0,87.
Beberapa penilitian menemukan korelasi antara daya putus dengan kandungan
kolagen pada Semitendinosus yang cukup rendah. Kandungan dan solubilitas
kolagen hanya dapat menjelaskan variasi keempukan sebesar 15 – 20% pada otot
Semitendinosus dari ternak dengan genotip yang sama (Abustam, 2004).
Daging memiliki keempukan yang bervariasi diantara jenis otot, jumlah
jaringan ikat dalam otot yang lebih banyak digerakkan selama ternak masih hidup
seperti otot Semitendinosus memiliki tekstur yang lebih halus. Otot yang
teksturnya kasar akan kurang empuk dibandingkan dengan otot yang teksturnya
halus (Aberley et al, 2001).
Asap cair
Asap cair merupakan hasil pendinginan dan pencairan asap dari tempurung
kelapa yang dibakar dalam tabung tertutup. Asap yang semula merupakan partikel
padat didinginkan kemudian menjadi cair itu disebut nama asap cair atau liquid
smoke. Asap cair berfungsi sebagai pengawet bahan makanan mengingat bahwa
asap cair tidak saja mengandung formaldehid alami, tetapi juga dilengkapi dengan
komponen lain yang juga bersifat mengawetkan seperti fenolat dan asam. Asap
cair tempurung mengandung lebih dari 400 komponen dan memiliki fungsi
sebagai penghambat perkembangan bakteri dan cukup aman sebagai pengawet
alami. Asap tempurung kelapa memiliki kemampuan mengawetkan bahan
Efektifitas formaldehid alami ini tidak sekuat formaldehid sintetik
(formalin), tapi dengan dukungan kandungan asamnya yang terdiri dari asam
asetat, asam butirat, iso valerat, valerat, maupun propionat yang pada pH 5 efektif
mematikan kapang dan bakteri. Asam ini juga memberikan lingkungan yang tidak
nyaman bagi mikrobial.Demikian juga dengan kandungan fenolatnya yang
didominasi siringol, eugenol, berfungsi sebagai antioksidan yang melindungi
terhadap kerusakan akibat oksidasi pada lemak maupun protein pada bahan
pangan (Anonimb, 2010).
Senyawa karsinogen telah dikemukakan didalam asap kayu alami dalam
jumlah yang sangat rendah, sehingga bahaya karsinogenis dapat diabaikan.
Jumlah karsinogen tergantung ada temperatur pembentukan asap dan lignin.
Senyawa 3,4 benzipiren dan 1,2,5,6 fenantrasen yang bersifat karsinogenik telah
dikemukakan dan terbentuk dari pembakaran lignin pada teperatur diatas 35%.
Asap cair dapat disuplementasi dengan substansi fenolik tertentu untuk
meningkatkan atau menimbulkan bau dan flavor buah untuk menghasilkan asap
cair yang bebas karsinogen yaitu dengan cara kondensasi, kemudian diikuti
dengan destilasi fraksional, fraksi yang dipilih dilarutkan dalam air dan benzipiren
tidak akan larut.
Asap memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena
adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Pirolisis tempurung kelapa
menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol 4,13 %, karbonil 11,3
% dan asam10,2 %. Asap cair ini memiliki fungsi sebagai penghambat
perkembangan bakteri dan sangat aman sebagai pengawet alami. Kandungan
mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Asap cair sebagai pengganti formalin
asap cair hasil pendinginan dan pencairan asap dari tempurung kelapa yang
dibakar dapat sebagai bahan pengawet makanan, terutama ikan. Bahan pengawet
ini bisa mengawetkan ikan sampai 25 hari dan tidak memiliki efek samping atau
bahan beracun berbahaya seperti formalin (Broken, 2010).
Kelebihan penggunaan asap cair dalam pengasapan yaitu beberapa aroma
dapat dihasilkan dalam produk yang seragam dengan konsentrasi yang lebih
tinggi, lebih intensif dalam pemberian aroma, kontrol hilangnya aroma lebih
mudah, dapat diaplikasikan pada berbagai jenis bahan pangan dan dapat
digunakan oleh konsumen pada level komersial (Adawyah, 2007).
Asap cair ini juga telah diaplikasikan pada pengawetan daging, termasuk
daging unggas dan ikan salmon. Selain itu juga digunakan untuk menambah
citrarasa pada saus, sup, sayuran dalam kaleng, bumbu dan rempah-rempah.
Pengasapan adalah salah satu cara pengawetan ikan yang dikenal manusia.
Namun, pada ikan asap yang proses pembuatannya konvensional, hanya diasapi
dengan bara api, masih mengandung tar dan benzopyrene. Keduanya adalah
penyebab kanker, sedangkan ikan yang diawetkan dengan asap cair tidak
berbahaya bagi kesehatan, juga masih layak dikonsumsi hingga sebulan, sama
seperti ikan yang diasapkan dengan cara konvensional. Kelemahan asap cair ini,
kalau konsentrasinya cukup tinggi mengeluarkan bau asap yang sangat keras.
Tetapi bau asap itu bisa dihilangkan dengan cara tertentu namun dampaknya bagi
kesehatan jauh lebih aman dari formalin (Broken, 2010)
Hasil penelitian Susalam (2012), menunjukkan bahwa penggunaan asap
mempertahankan kualitas nugget daging ayam dalam hal ini mempengaruhi nilai
susut nugget daging ayam secara nyata.
Susut Masak
Besarnya susut masak dapat dipergunakan untuk mengistemasikan jumlah
jus dalam daging masak.Daging dengan susut masak yang rendah mempunyai
kualitas yang tinggi. Susut masak adalah proses selama pemasakan daging yang
mengalami pengerutan dan pengurangan berat. Prodak daging olahan sebaiknya
mengalami susut masak sedikit karena susut masak mempunyai hubungan erat
dengan rasa/juiceness daging (Winarno, 1993).
Pada temperatur pemasakan 80oC daging yang mengalami pemendekan
dingin Pada pH normal 5,4-5,8 menghasilkan susut masak yang lebih besar
daripada susut masak daging regang dengan panjang serabut yang sama.
Pemasakan pada temperatur 90oC juga dapat menghasilakn susut masak otot
(misalnya ST steer) pendek dingin yang lebih besar daripada otot regang. Susut
masak menurun secara linear dengan bertambahnya umur tenak.Misalnya pada
domba, susut masak otot SM yang dimasak pada temperatur 80oC selama 90
menit, menurun dengan meningkatnya umur ternak.Konsumsi pakan dapat
mempengaruhi besarnya susut masak.Misalnya susut otot LD sapi yang diberi
pakan maintenans (imbangan energi nol) dan submaintenans (imbangan energi
negatif) adalah lebih kecil daripadaotot LD sapi yang diberi pakan dengan
imbangan energi positif (Harjono, 2008).
Menurut Shanks et al., (2002) menjelaskan bahwa besarnya susut masak
keluar dari daging, umur simpan daging, degradasi protein dan kemampuan
daging untuk mengikat air.
Keempukan daging
Keempukan daging dapat diukur dengan melihat daya putus daging
dengan menggunakan alat CD Shear Force.Uji daya putus daging merupakan
pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kealotandaging, semakin
tingggi nilai DPD suatu sampel daging maka semakin tinggi pula tingkat
kealotannya.Faktor utama yang mempengaruhi tingkat kealotan daging adalah
jumlah kolagen dan tingkat kelarutan kolagen (Lawrie, 2003).
Keempukan daging adalah kualitas daging setelah dimasak yang
didasarkan pada kemudahan waktu menguyah tanpa menghilangkan sifat-sifat
jaringan yang layak.Salah satu penilaian mutu daging adalah sifat keempukannya
yang dipengaruhi oleh banyak faktor.Faktor yang mempengaruhi keempukan
daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu berupa
tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut daging
(Reny, 2009).
Keempukan merupakan faktor yang mempengaruhi mutu produk terutama
hubunganya dengan selera konsumen dan mempengaruhi penerimaan secara
umum.Keempukan dapat diketahui dengan daya putusnya, Semakin rendah nilai
daya putusnya, semakin empuk daging tersebut (Maruddin, 2004).
Derajat keempukan dapat dihubungkan dengan tiga kategori protein dalam
urat daging yaitu : 1) Tenunan pengikat (kolagen, miosin, tropomiosin), 2).
Miofibril (aktin, miosin, tropomiosin), 3). Sarkoplasma (protein-protein
tergantung pada tingkat kontraksi miofibril, tipe urat daging dan suhu pemasakan
(Lawrie, 1995).
Soeparno (2005) menjelaskan bahwa keempukan daging tergantung dari
temperatur dan waktu pemasakan, lama waktu pemasakan mempengaruhi
kolagen, dan temperatur pemasakan lebih mempengaruhi kealotan miofibrilar.
Fiems et al., (2000) menambahkan bahwa nilai keempukan daging sangat
berpengaruh oleh faktor penanganan ternak sebelum pemotongan, pakan ternak,
pH dan perlemakan.Menurut Lawrie (1995), faktor-faktor yang menentukan
kekasaran tekstur adalah ukuran berkas serat dan jumlah perimisium yang
merupakan tebal dalam urat-urat daging kasar. Berhubung elemen-elemen yang
menentukan tekstur adalah aspek tenunan pengikat, maka mungkin dapat
diharapkan bahwa ada hubungan/korelasi langsung antara kasarnya sususan serat
dan kekerasan daging setelah dimasak. Kandungan kolagen memiliki korelasi
yang sangat erat terhadap kekerasan daging yang dinilai dengan melakukan
pemutusn paralel dengan arah serat daging untuk koefisien korelasi (Abustam dan
Ali, 2005).
Uji Organoleptik
Semakin tua ternak, daging makin merah. Tiap jenis daging mempunyai
aroma yang khas. Warna daging adalah satu parameter penting pada kualitas
daging. Itu dapat diukur secara numerical menggunakan colorimeter atau secara
obyektif. Beberapa faktor mempengaruhi warna daging seperti species /
keturunan, usia, jenis kelamin, potongan daging, pelayuan daging dan kecacatan
Sifat organoleptik menggunakan indera manusia sebagai instrument
penilaian.Beberapa sifat yang menentukan dari satu produk dapat dinilai secara
organoleptik, misalnya aroma, warna, rasa, dan tekstur (Utami, 2008).
Flavor/cita rasa adalah sensasi yang kompleks, melibatkan bau dan
rasa/taste, tekstur, suhu dan pH (dari semua ini, bau adalah yang paling penting).
Respon terhadap bau terjadi pada sel-sel alfactory dari permukaan asal dan dari
situ disampaikan ke otak guna ditafsirkan oleh saraf alfactory. Pada umumnya
diduga bahwa zat-zat yang mengandung kimia, reaktif dengan ujung-ujung saraf
alfactory (Antonius, 2001). Bau daging masak sangat ditentukan oleh prekursor
yang larut dalam air dan lemak dan pembebasan substansi volatil (kreatin,
kreatinin dan purin ) yang terdapat didalam daging (Soeparno, 1992).
Menurut Sitorus (2001), rasa digunakan sebagai salah satu parameter uji
kesukaan karena rasa merupakan salah satu faktor yang menentukan pilihan
konsumen. Pada manusia dewasa, respon terhadap rasa terjadi dalam sel-sel
terspesialisasi pada lidah langit-langit lembut dan puncak kerongkongan. Seperti
halnya bau, ada kemungkinan terlibat reaksi-reaksi kimia antara molekul-molekul
yang ada hubungannya dengan nerve ending dalam sel-sel pengecap dan hal diatur
dalam otak.
Sari rasa (juiceness) pada daging yang telah dimasak dapat dipisahkan
menjadi dua hal. Pertama, karena pengaruh keluarnya cairan pada saat dikunyah
dan kedua karena adanya rangsangan lemak dari saliva. Keempukan dan juiceness
mempunyai hubungan yang erat, makin empuk daging makin cepat keluarnya
Menurut Bouton et al., (1975), juiciness atau jus daging mempunyai
hubungan yang erat dengan susut masak. Juiciness daging yang rendah dapat
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Populasi penduduk Indonesia yang terus bertambah mengakibatkan
permintaan kebutuhan pangan terus meningkat dan salah satunya adalah
kebutuhan protein hewani yang berasal dari daging.Daging temasuk dalam bahan
makanan yang mudah rusak.Salah satu jenis ternak yang perlu mendapatkan
perhatian dan potensial untuk produksi daging adalah ternak domba.
Daging domba merupakan salah satu jenis daging yang dapat digunakan
sebagai bahan pangan asal hewan yang potensial.Disebabkankandungan asam
amino esensial lengkap dan seimbang.Selain itu keunggulan lainnyaadalah protein
daging domba lebih mudah dicerna dibanding yang berasal dari nabati.Bahan
pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin.
Pada kenyataannya permintaan daging dombarelatifmasih
sedikitdibanding dengan permintaan daging sapi dimana hal ini mungkin
berhubungan dengan tempat penjualan daging dan hasil olahannya yang relatif
kurang, faktor budaya, faktor ketersediaan, faktor karakteristik daging domba
dankarakter dari konsumen itu sendiri. Karakteristik konsumen tersebut terutama
berkaitan dengan umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan.
Dalam hal konsumsi hasil olahan dagingdomba,hal yang mungkin jadi
permasalahan oleh konsumen adalah pengetahuan tentang kualitas dan
karakteristik umum daging belum sepenuhnya diketahui secara pasti sehingga
konsumen terhadap hasil olahan daging domba tersebut merupakan hal yang
penting untuk mengetahui posisi produk tersebut dalam suatu pasar, disamping itu
juga, diperlukan sasaran promosi dan penyesuaian karakteristik promosi yang
akan dilakukanini dapat diketahui dengan memahami karakteristik konsumen
yang mengkonsumsi hasil olahan daging domba yang dapatdilihat dari beberapa
aspek seperti, umur, jenis kelamin, suku, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan.
Kualitas daging pascapanen dan selama penyimpanan akan mengalami
perubahan-perubahan fungsional dan fisik akibat proses biokimia dan
mikrobiologis. Perubahan ini mengakibatkan daya tahan daging serta produk
olahannya menjadi terbatas, hal ini disebabkan karena adanya fase
rigormortis,sehingga kemampun daging dalam mengikat air akan menurun,maka
perlu dilakukan penambahan bahan sebagai bahan pengikat.
Asap cair merupakan bahan pengikat yang mengandung senyawa fenol
yang bersifat sebagai antioksidan, oleh karena itu asap cair dapat menghambat
kerusakan pangan dengan cara mendonorkan hidrogen dan efektif untuk
menghambat autooksidasi lemak, sehingga dapat mengurangi kerusakan pangan
karena oksidasi lemak oleh oksigen. Senyawa fenol yang terdapat pada asap cair
mampu mengikat gugus-gugus lain seperti aldehid, keton, dan ester yang dapat
mempengaruhi daya ikat pada sampel. Kandungan asam pada asap cair juga
sangat efektif dalam mematikan dan menghambat pertumbuhan mikroba pada
produk makanan yaitu dengan cara senyawa asam ini menembus dinding sel
mikroorganisme yang menyebabkan sel mikroorganisme menjadi lisis kemudian
pangan oleh mikroorganisme dapat dihambat sehingga meningkatkan umur
simpan produk pangan.
Daging yang mengalami proses pascarigor akan mengalami penurunan
daya ikat air sehingga susut masak menjadi meningkat, maka perlu dilakukan
penambahan bahan yang bersifat sebagai bahan pengikat (binder). Bahan
tambahan pangan yang alami yang bersifat pengawet sekaligus sebagai bahan
pengikat dan aman untuk dikonsumsi oleh manusia adalah asap cair, dengan
penambahan asap cair pada daging pascarigor maka diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan daging dalam mengikat air dan susut masak daging
yang rendah.
Hal inilah yang melatarbelakangi dilaksanakannya penelitian mengenai
penambahan asap cair pada daging sebagai bahan pengikat (binder) pada jenis
otot yaitu Semitendinosus, selama pasca rigor dalam meningkatkan sifat fisik dan
fungsional daging yang meliputi susut masak, keempukan, kebasahan, flavour,
dan residu pengunyahan. Sehingga kualitas daging yang akan dibuat dalam suatu
prodak dapat ditingkatkan.
Susut masak sebagai salah satu sifat fisik daging dapat diartikan sebagai
kemampuan daging dalam mengikat air setelah dilakukan perlakuan fisik dengan
merendam daging hasil olahan tersebut kedalam air dingin sampai mendidih,
sehingga akan di dapatkan perbandingan berat sebelum direndam dan sesudah
direndam dalam air panas.Susut masak juga dipengaruhi oleh pH daging, dimana
kenaikan pH daging akan menurunkan susut masak daging. Hal ini mendukung
pendapat Soeparno (2005) bahwa pada umumnya susut masak bervariasi
Keempukan daging tiap ternak umumnya berbeda beda berdasarkan umur,
jenis kelamin dan pakan yang akan dikonsumsi oleh ternak tersebut. Apabila
ternak telah mengalami penuaan maka angka keempukanya makin bertambah,
sehingga mempengaruhi kualitas daging Domba tersebut.
Protein otot mempunyai hubungan yang erat dengan air daging. Protein
otot mempunyai sifat hidrofilik, yaitu berinteraksi dengan air membentuk ikatan
ikatan hidrogen (mengikat molekul molekul air daging). Telah disebutkan bahwa
daya ikat air adalah salah satu variabel karekteistik fisik daging. Daya ikat air oleh
protein daging (DIA) atau water-holding capacity (WHC), atau water-binding
capacity (WBC) atau water-binding ability protein didefenisikan sebagai
kemampuan protein daging mengikat atau menahan kandungan kekuatan eksternal
seperti pemotongan daging, pemasakan/pemanasan,pendinginan, penggilingan,
atau penekanan. Daya ikat air daging mempengaruhi sifat fisik daging, termasuk
warna daging, tekstur, dan kepadatan atau kekompakan daging mentah segar, serta
jus daging, keempukan, dan susut masak daging masak.
Tujuan Penelitian
Untuk menguji pengaruh lama perendaman asap cair terhadap nilai susut
masak, nilai keempukan dan nilai organoleptik (tekstur, aroma, rasa dan
keempukan) daging domba .
Hipotesis Penelitian
Pemberian berbagai lama perendaman asap cair berpengaruh positif
terhadap nilai susut masak, nilai keempukan dan nilai organoleptik (tekstur,
Kegunaan Penelitiaan
Sebagai bahan informasi bagi kalangan akademis dan masyarakat umum
tentang pengaruh penggunaan asap cair dan lama perendaman daging domba
terhadap keempukan, tekstur, susut masak dan cita rasa daging domba dan
sebagai sumber data dalam penulisan skripsi yang merupakaan salah satu syarat
untuk sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
ABSTRAK
DWI WANTA SACAWIJAYA,2016: “Pengaruh Lama Perendaman Asap Cair Terhadap Daya Simpan Daging Domba”. Dibimbing oleh Ir. Iskandar Sembiring, MM dan Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS.
Daging domba merupakan salah satu jenis daging yang dapat digunakan sebagai bahan pangan asal hewan yang potensial.Kualitas daging domba pasca panen dan selama penyimpanan akan mengalami perubahan-perubahan fungsional dan fisik akibat proses biokimia dan mikrobiologis. Perubahan ini mengakibatkan daya tahan daging serta produk olahannya menjadi terbatas.Sehingga diperlukan pengolahan untuk meningkatkan daya tahan daging domba. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh lama perendaman asap cair terhadap daya tahan daging domba yang diukur dari nilai susut masak, nilai keempukan dan nilai organoleptik (tekstur, aroma, dan rasa) daging domba .Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dari bulan Mei – Juni 2016. Rancangan yang dipakai dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap pola faktorial (RAL faktorial) menggunakan 2 faktor yaitu lama perendaman asap cair (A) : (5 menit, 10 menit dan 15 menit) dan daya simpan (P) : (1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu). Parameter yang dianalisis yaitu susut masak, keempukan dan uji organoleptik (tekstur, aroma, dan rasa).
Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa lama perendaman asap cair memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap organoleptik aroma daging domba, sedangkan daya simpan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap susut masak, keempukan, dan uji organoleptik (tekstur, aroma, dan rasa)daging domba. Hasil terbaik diperoleh pada lama
perendaman asap cair 15 menit.
Kata kunci: Asap cair , lama perendaman, daya simpan daging domba
Mengetahui,
ABSTRACT
DWI WANTA SACAWIJAYA, 2016:"The Effect of Soaking Time of Liquid Smoke on the Storability ofSheepMeat". SupervisedbyIr. Iskandar Sembiring, MMandProf. Dr.Ir. Hasnudi, MS.
Sheep meat is one of meat can be used as foodstuffs from potential animal. Post harvest quality sheep meat and in storage will have functional changes and physical as consequence of biochemistry and microbiology process. This changes make meat durability and processed products will be limited. So that the necessaryprocessingtoimprovemeatdurabilitysheep. This studyaimed totest the effectof soaking time of liquid smoke againstmeat durability meet by tendernessandorganoleptic test(texture, aroma, flavorandtenderness). This research was conductedatthe Laboratory ofFood TechnologyFaculty ofAgriculture, University ofNorth Sumatraofthe monthfrom Mei to June2016.The designusedin this studyiscompletely randomizedfactorialdesign(factorial CRD) usingtwofactors:the soaking time of liquid smoke(A): (5 minutes, 10 minutesand15minutes) andstorability(P): (1 week, 2weeks, 3 weeks and4 weeks). The parametersanalyzedarecookingshrinkage, tendernessandorganoleptic test(texture, aroma, and flavor).
The resultsgenerally showthatsoaking time of liquid smokegive highly significant effect (P<0,01) to theorganoleptic test (aroma), while storability give highly significant effect (P<0,01) to the cookingshrinkage(%), tenderness, andorganoleptic test(texture, aroma, and flavor).The best results wereobtained atsoaking time of liquid smoke 15 minutes.
Keywords :liquid smoke, soaking time, storability of sheep meat
Mengetahui,
PENGARUH LAMA PERENDAMAN ASAP CAIR TERHADAP
DAYA SIMPAN DAGING DOMBA
SKRIPSI
Oleh :
DWI WANTA SACAWIJAYA 100306025
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH LAMA PERENDAMAN ASAP CAIR TERHADAP
DAYA SIMPAN DAGING DOMBA
SKRIPSI
Oleh :
DWI WANTA SACAWIJAYA 100306025
Proposal sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan penelitian di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Penelitian : Pengaruh Lama Perendaman Asap Cair Terhadap Daya Simpan Daging Domba
Nama : Dwi Wanta Sacawijaya NIM : 100306025
Program Studi : Peternakan
Disetujui oleh : Komisi Pembimbing
Ir. Iskandar Sembiring, MM Prof. Dr. Ir Hasnudi, MS
Ketua Anggota
Mengetahui,
Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si
Ketua Program Studi
ABSTRAK
DWI WANTA SACAWIJAYA,2016: “Pengaruh Lama Perendaman Asap Cair Terhadap Daya Simpan Daging Domba”. Dibimbing oleh Ir. Iskandar Sembiring, MM dan Prof. Dr. Ir. Hasnudi, MS.
Daging domba merupakan salah satu jenis daging yang dapat digunakan sebagai bahan pangan asal hewan yang potensial.Kualitas daging domba pasca panen dan selama penyimpanan akan mengalami perubahan-perubahan fungsional dan fisik akibat proses biokimia dan mikrobiologis. Perubahan ini mengakibatkan daya tahan daging serta produk olahannya menjadi terbatas.Sehingga diperlukan pengolahan untuk meningkatkan daya tahan daging domba. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh lama perendaman asap cair terhadap daya tahan daging domba yang diukur dari nilai susut masak, nilai keempukan dan nilai organoleptik (tekstur, aroma, dan rasa) daging domba .Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dari bulan Mei – Juni 2016. Rancangan yang dipakai dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap pola faktorial (RAL faktorial) menggunakan 2 faktor yaitu lama perendaman asap cair (A) : (5 menit, 10 menit dan 15 menit) dan daya simpan (P) : (1 minggu, 2 minggu, 3 minggu dan 4 minggu). Parameter yang dianalisis yaitu susut masak, keempukan dan uji organoleptik (tekstur, aroma, dan rasa).
Hasil penelitian secara umum menunjukkan bahwa lama perendaman asap cair memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap organoleptik aroma daging domba, sedangkan daya simpan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap susut masak, keempukan, dan uji organoleptik (tekstur, aroma, dan rasa)daging domba. Hasil terbaik diperoleh pada lama
perendaman asap cair 15 menit.
Kata kunci: Asap cair , lama perendaman, daya simpan daging domba
Mengetahui,
ABSTRACT
DWI WANTA SACAWIJAYA, 2016:"The Effect of Soaking Time of Liquid Smoke on the Storability ofSheepMeat". SupervisedbyIr. Iskandar Sembiring, MMandProf. Dr.Ir. Hasnudi, MS.
Sheep meat is one of meat can be used as foodstuffs from potential animal. Post harvest quality sheep meat and in storage will have functional changes and physical as consequence of biochemistry and microbiology process. This changes make meat durability and processed products will be limited. So that the necessaryprocessingtoimprovemeatdurabilitysheep. This studyaimed totest the effectof soaking time of liquid smoke againstmeat durability meet by tendernessandorganoleptic test(texture, aroma, flavorandtenderness). This research was conductedatthe Laboratory ofFood TechnologyFaculty ofAgriculture, University ofNorth Sumatraofthe monthfrom Mei to June2016.The designusedin this studyiscompletely randomizedfactorialdesign(factorial CRD) usingtwofactors:the soaking time of liquid smoke(A): (5 minutes, 10 minutesand15minutes) andstorability(P): (1 week, 2weeks, 3 weeks and4 weeks). The parametersanalyzedarecookingshrinkage, tendernessandorganoleptic test(texture, aroma, and flavor).
The resultsgenerally showthatsoaking time of liquid smokegive highly significant effect (P<0,01) to theorganoleptic test (aroma), while storability give highly significant effect (P<0,01) to the cookingshrinkage(%), tenderness, andorganoleptic test(texture, aroma, and flavor).The best results wereobtained atsoaking time of liquid smoke 15 minutes.
Keywords :liquid smoke, soaking time, storability of sheep meat
Mengetahui,
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cinta Raja pada tanggal 7 Juni 1992 dari Bapak
Rustandi dan Ibu Suharni.Penulis merupakan putra kedua dari dua bersaudara.
Penulismenempuhpendidikannya di SD Negeri 050704 Cinta Raja pada
tahun 2004, SMP Negeri 1 Secanggang pada tahun 2007, penulis lulus dari SMA
Negeri 1 Secanggangpadatahun 2010 danpadatahun yang samaberhasilmasukke
Program Studi Peternakan FakultasPertanianUniversitas Sumatera Utara melalui
jalur UMB.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan
Mahasiswa Peternakan (IMAPET).Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan
(PKL) di PT. Putra Indo Mandiri Sejahtera Desa Jaranguda Kecamatan Berastagi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa atas segala berkat dan karunia-Nya yang telah memberikan penulis kesehatan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Lama
Peredaman Asap Cair Terhadap Daya Simpan Daging Domba”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis
selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ir.
Iskandar Sembiring, MM selaku ketua komisi pembimbing dan Prof.
Dr. Ir. Hasnudi, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing
dan memberikan berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai
menetapkan judul, melakukan penelitian dan sampai pada ujian akhir.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua
staf pengajar dan pegawai di Program Studi Peternakan, serta semua rekan
mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat.
Medan, September 2016
DAFTAR ISI Latar Belakang Penelitian 1
Tujuan Penelitian 4
Metode Penelitian ... 19
Parameter Penelitian 21 Pengukuran Susut Masak 21
PengukuranKeempukan…... 22
Organoleptik Rasa ... 35
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 38
Saran 38