• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant Jakarta Jl. Rawagelam V No. 1 Kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur 05 Mei – 16 Mei 2008

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Laporan Praktek Kerja Profesi Farmasi Industri Di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant Jakarta Jl. Rawagelam V No. 1 Kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur 05 Mei – 16 Mei 2008"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

PT. Kimia Farma (

Persero

) Tbk, Plant Jakarta

Jl. Rawagelam V No. 1 Kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur

05 Mei – 16 Mei 2008

Disusun oleh:

Ainul Mardiah (073202006)

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

(2)

Lembar Pengesahan

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

FARMASI INDUSTRI

di

PT. Kimia Farma (

Persero

) Tbk

Plant Jakarta

Jl. Rawagelam V No. 1 Kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur

05 Mei – 16 Mei 2008

Laporan ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan

Disusun oleh:

Ainul Mardiah, S. Si (073202006) Lady Balqis Ali, S. Farm (073202050) Rafiqoh Parinduri, S. Farm (073202073) Sri Wati, S. Farm (073202098)

PT. Kimia Farma (persero) Tbk Plant Jakarta

Disetujui oleh:

Drs. Herry Rustanto, Apt Dra. Tia Mutianingsih, Apt

Pembimbing PT. Kimia Farmasi Plant Jakarta Pembimbing PT. Kimia Farmasi Plant Jakarta

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Dekan

(3)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha

Esa, atas Berkat Rahmat-Nya sehingga Praktek Kerja Profesi Apoteker ( PKPA)

di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant Jakarta pada tanggal 05 Mei 2008

sampai dengan 16 Mei 2008 telah dilaksanakan dengan baik.

Kerja Praktek Profesi Apoteker di PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant

Jakarta merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar

apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dengan harapan agar

setiap calon apoteker mendapatkan pengalaman dan pengetahuan tentang peran

apoteker di Industri Farmasi.

Pada kesempatan ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada

Bapak Drs. Herry Rustanto, Apt, dan Ibu Dra. Tia Mutianingsih, Apt, sebagai

pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan moril

dan pengatahuan kepada kami selama pelaksanaan PKPA di PT. Kimia Farma

(Persero) Tbk, Plant Jakarta. Dan kami turut mengucapkan banyak terima yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Wiryanto, M.Si, Apt., selaku Koordinator Program

Pendidikan Profesi Apoteker Universitas Sumatera Utara .

3. Bapak Drs. Abdul Manan, Apt., selaku Plant Manager Jakarta yang telah

memberikan tempat bagi kami dalam melaksanakan Praktek Kerja Profesi

(4)

4. Seluruh Staf dan Karyawan/ Karyawati PT. Kimia Farma (Persero) Tbk,

Plant Jakarta, yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan

bantuan informasi selama pelaksanaan PKPA ini.

5. Teman – teman Profesi Apoteker Stambuk 2007, terima kasih atas segala

bantuan dan motivasi yang telah diberikan

6. Semua pihak yang banyak memberikan bantuan baik moril maupun

materiil yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Kami berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang kami peroleh

selama kami menjalani PKPA ini dapat bermanfaat bagi rekan – rekan dan semua

pihak yang membutuhkan khususnya buat kalangan Profesi Apoteker.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, seperti

kata pepatah mengatakan Tak Ada Gading Yang Tak Retak oleh karena itu

penulis mengharapkan masukan , kritik dan saran dari pembaca bagi profesi

kefarmasian yang akan datang.

Jakarta, juli 2008

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

2.3. Lokasi Industri Farmasi PT. Kimia Farma (Persero), Tbk ……….. 6

2.3.1. Lima Plant PT. Kimia Farma (Persero) Tbk …. 7 2.3.2. Struktur Organisasi ………... 8

2.4. Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) ……… 10

BAB III.KEGIATAN DIINDUSTRI FARMASI ……….. 22

3.1. Keterlibatan Dalam Produksi ……… 22

(6)

3.2. Bagian Penyimpanan ……… 25

3.3. Bagian Produksi ……… 28

3.4. Bagian Pengelolahan Mutu dan Validasi ………. 41

3.5. Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan …….. 46

BAB IV. PEMBAHASAN ……… 52

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 57

5.1. Kesimpulan ……….. 57

5.2. Saran ……… 57

(7)

DAFTAR GAMBAR

1. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk………..8

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Struktur Organisasi PPPI

(Perencanaan Pengendalian Produksi Dan Lingkungan…...……….59

2. Struktur Organisasi Bagian Produksi………60

3. Sruktur Organisasi Bagian Pengolahan Mutu………61

4. Struktur Organisasi Bagian Penyimpanan……….62

5. Alur Produksi Bagian Formulasi I……….63

6. Alur Proses Produksi Narkotika……….64

7. Alur Proses Produksi Bagian Formulasi II……….65

8. Alur Proses Sediaan Kapsul Bagian Formulasi III………66

9. Alur Proses Sediaan Injeksi Bagian Formulasi III………67

10.Alur Proses Sediaan Sirup Kering Bagian Formulasi III………..68

11..Alur Proses Sediaan Krim Bagian Formulasi III……….69

12.Alur Proses Produksi Tablet Dan Kapsul Betalaktam………..70

13.Bagan Proses Pengemasan………71

14.Alur Proses Produksi Sirup Kering Betalaktam………72

15.Skema Proses Pengolahan Air………..73

16.Alur Proses Produksi (Penerimaan Dan Penggunaan Bahan Baku Serta Bahan Pengemas)…..74

17.Alur Proses Produksi (Penerimaan Dan Penggunaan Bahan Baku Serta Bahan Pengemas, lanjutan)………..………..75

(9)

19.Upaya Pengolahan Limbah………77

20.Denah Bangunan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant Jakarta……….78

21.Denah Bangunan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Plant

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hak setiap warga Negara. Setiap orang mempunyai

hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya

termasuk didalamnya mendapatkan makanan, pakaian, perumahan dan pelayanan

sosial yang diperlukan.

Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992

tentang kesehatan, yang dimaksud dengan sehat adalah keadaan sejahtera dari

badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara

sosial dan ekonomi. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran,

kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi masyarakat agar dapat

mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Untuk dapat mencapai upaya, yaitu

peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif).

Dalam menyelenggarakan upaya – upaya tersebut, maka diperlukan

sarana – sarana yang mendukung. Menurut Undang – Undang Republik Indonesia

No. 23 tahun 1992 pasal 56, salah satu sarana kesehatan adalah pabrik obat atau

industri farmasi. Industri farmasi sebagai salah satu sarana kesehatan adalah

tempat untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian, antara lain pembuatan obat,

pengendalian mutu, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi obat.

Salah satu langkah utama yang dilakukan industri farmasi dalam upaya

(11)

dengan yang telah ditentukan serta sesuai dengan tujuan penggunaannya adalah

dengan menerapkan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB). Jaminan

mutu suatu produk obat jadi tidak hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian

akan tetapi mutu harus dibentuk atau dibangun pada seluruh tahapan proses

produksi dari awal sampai akhir. Oleh sebab itu, pelaksanaan CPOB harus

diterapkan pada seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu.

Pengembangan produksi yang dilakukan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Plant Jakarta adalah dengan terus meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan

dan meningkatkan jumlah produk yang memiliki sertifikat CPOB. PT. Kimia

Farma (Persero) Pant Jakarta selain mengupayakan pengembangan dan perbaikan

dalam aspek produksi juga dilakukan pada aspek sumber daya manusia.

Pengembangan aspek kualitas sumber daya manusia dilakukan dengan

memberikan kesempatan bagi personilnya untuk mengikuti pelatihan ataupun

seminar yang menunjang kemampuan dan keterampilan.

Industri farmasi merupakan institusi yang memiliki dwi fungsi yaitu unit

pelayanan kesehatan (non frofit oriented) dan sebagai institusi bisnis (profit

oriented). Industri farmasi merupakan tempat memproduksi obat jadi atau bahan

baku obat. Obat yang dibuat harus memiliki mutu tinggi dan kualitas yang baik.

Industri farmasi selain dapat sebagai unit usaha yang memproduksi obat

untukkebutuhan masyarakat, juga mempunyai peran yang sangat strategis dalam

menyediakan obat, karena obat merupakan salah satu komoditi dibidang

kesehatan yang sangat penting.

Praktek Kerja Profesi Apoteker di industri farmasi secara langsung dapat

(12)

dapat menilai sampai sejauh mana peran farmasis di industri obat. Kendala yang

biasa dihadapi oleh para farmasis selaku penanggung jawab dalam menegakan

profesionalismenya dalam lingkungan yang cenderung selalu berfikir tentang

profit oriented dan bukan patient oriented. Praktek kerja lapangan ini diharapkan

dapat memberikan gambaran dan wacana tentang atmosfer lingkungan industri

farmasi.

Universitas adalah sarana pencetak apoteker, sejak awal sudah harus

mempersiapkan lulusannya sehingga mempunyai wawasan dan pengetahuan yang

cukup untuk bisa berperan dan memberikan andil dalam menjalankan profesinya

diindustri farmasi. Aspek teoritis yang kuat dan ditunjang dengan aspek prakstis

yang diharapkan dapat mencetak lulusan tang berkualitas. Sehubungan dengan itu

maka Program Pendidikan Profesi Apoteker Universitas Sumatera Utara menjalin

kerja sama dengan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk Plant Jakarta,

menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang dimulai dari tanggal 05

Mei 2008 sampai dengan tanggal 16 Mei 2008, dengan adanya Praktek Kerja

Profesi Apoteker di industri farmasi diharapkan mahasiswa Profesi Apoteker

mampu menerapkan ilmu yang diperoleh saat kuliah dan mendapatkan

pengetahuan praktis lainnya yang bermanfaat sebagai panduan dan tolak ukur

(13)

1.2. Tujuan

Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Industri PT. Kimia Farma

(Persero) Tbk. Plant Jakarta adalah :

1. Mempersiapkan Apoteker untuk menjalani profesinya secara professional,

handal, dan mandiri serta mampu menghadapi tantangan dimasa yang akan

datang.

2. Memberikan gambaran tentang struktur organisasi, tugas dan fungsi

Apoteker, situasi dan kondisi di Industri PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Plant Jakarta.

3. Mempelajari, memahami, mengetahui, tugas dan tangng jawab Apoteker

di Industri farmasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta baik

(14)

BAB II

TINJAUAN UMUM INDUSTRI FARMASI

2.1. Sejarah

Industri adalah kegiatan memproses atau mengolahan barang dengan

menggunakan sarana dan peralatan, misalkan mesin, dalam pengertian bisnis,

Industri adalah himpunan perusahaan yang memproduksi barang-barang yang

bersifat substitusi dekat atau (closed substitute) yang memiliki nilai permintaan

silang yang relatif tinggi.

Industri farmasi menurut Surat Keputusan Mentri Kesehatan No.

245/MenKes/V/1990 adalah indutri obat jadi adalah industri yang menghasilkan

suatu produk yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan. Obat jadi

tersebut dapat berupa sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap dipergunakan

untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi

dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sedangkan industri bahan baku adalah

bahan yang diproduksi oleh suatu industri, diamana bahan baku tersebut adalah

semua bahan baik yang berkhasiat ataupun yang tidak berkhasiat yang digunakan

dalam proses penggunaan obat.

Menurut Surat Keputusan Mentri Kesehatan No. 245/MenKes/V/1990

usaha industri farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Didirikan oleh perusahaan umum (Perum), badan hukum berbentuk

perseroaan terbatas (PT) dan kopersai.

(15)

3. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

4. Memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) sesuai

dengan SK MenKes No. 43/ MenKes/SK/II/1988 tentang pedoman CPOB.

5. Wajib mempekerjakan sekurang-kurangnya dua orang Apoteker Warga

Negara Indonesia (WNI), yang masing-masing sebagai penanggung jawab

pengawasan mutu dan penanggung jawab pengawasan produksi.

6. Obat jadi yang diproduksi oleh perusahaan Industri farmasi hanya boleh

diedarkan setelah mendapat persetujuan sesuai dengan ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

2.2 Visi dan Misi

A. Visi Industri Farmasi Indonesia menurut SK MenKes No. 47/SK/II/1983

adalah:

1. Upaya dibidang obat harus memperhatikan aspek sosial dan diarahkan

untuk mendukung peningkatan dan pemantapan upaya kesehatan.

2. Mengusahakan kemandirian dibidang obat, khususnya bahan baku obat

dengan jalan:

a. Mempercepat dan memperlancar transfer teknologi serta

meningkatkan kemampuan pengembangan teknologi.

b. Memberikan perlindungan yang wajar terhadap obat produksi

dalam negeri.

c. Penelitian dan pengembangan bahan baku dalam negeri dan

(16)

B. Misi Industri Farmasi Indonesia menurut SK MenKes No. 47/SK/II/1983

adalah:

1. Meningkatkan tersedianya dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai

dengan kebutuhan nyata masyarakat yang diperlukan dalam kesehatan.

2. Meningkatkan penyebaran obat secara merata dan teratur sehingga

mudah diperoleh pada saat yang diperlukan serta terjangkau oleh

masyarakat.

3. Menjamin kebenaran khasiat, keamanan, mutu dan keabsahan obat

yang beredar serta meningkatan ketepatan, kerasionalan dan efesiensi

penggunaan obat

4. Memanfaatkan potensi nasional deibidang obat menunjang

pembangunan ekonomi menuju tercapainya kemandirian dibidang

obat.

2.3. Lokasi Industri Farmasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta berlokasi di JL.Rawagelam

V No. 1 Kawasan Industri Pulogadung Jakarta Timur. PT. Kimia Farma (Persero)

Tbk. Plant Jakarta mempunyai area seluas 35.000 m2, dengan area bangunan

untuk non betalaktam seluas 11,225 m2, sumber air yang digunakan berasal dari

perusahaan Air Minum (PAM)dan air artesis sedangkan sumber listrik yang

digunakan berasal dari Perusahaan Listrik Negara (PLN)dan sebagai cadangan

digunakan Generator Set. Sumber udara untuk setiap ruangan menggunakan Air

(17)

Bangunan pabrik PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta yang

mencapai luas 35.000 m2 meliputi :

1. Gedung Perkantoran

Bangunan untuk perkantoran terletak di bagian depan yang terdiri dari dua

lantai. Pada lantai pertama terdapat lobi, masjid, koperasi, poliklinik, dapur

dan kantin. Pada lantai dua terdapat ruang Plant Manager, ruang Manager

Produksi, ruang Manager PPPI, ruang administrasi keuangan, ruang

personalia, ruang pembelian dan ruang rapat.

2. Gedung Produksi Non Betalaktam

Bangunan yang terletak dibelakang perkantoran dimana pada lantai satu

digunakan untuk produksi non betalaktam, produk steril, penyimpanan bahan

baku dan bahan pengemas. Lantaidua digunakan sebagai laboratorium

pengujian, dokumentasi, penyimpanan contoh pertinggal, teknologi

formulasi, pemastian mutu, dan perpustakaan.

3. Gedung Produksi Betalaktam

Bangunan untuk produksi betalaktam merupakan gedung yang terpisah yang

terdiri dari dua lantai. Lantai satu dipakai untuk produksi dan lantai dua

dipakai untuk ruang pengemasan sediaan.

4. Instalasi Pengolahan Air Limbah

Unit pengolahan limbah, terdiri dari dua bagian yaitu pengolahan limbah

betalaktam dan non betalaktam.

5. Bangunan Pelengkap

Bangunan ini terdiri dari generator diesel, penampungan air

(18)

2.3.1. Lima Plant PT. Kimia Farma (Persero) Tbk yaitu:

1. Plant Jakarta

Memproduksi obat dalam bentuk sediaan tablet, tablet salut, kapsul, granul,

sirup kering, suspensi/sirup, tetes mata, cream antibiotik dan injeksi. Unit ini

satu-satunya pabrik obat yang mendapat tugas oleh pemerintah untuk

memproduksi golongan narkotik di Indonesia. Unit produksi ini telah

memperoleh sertifikat CPOB dan ISO- 9001.

2. Plant Bandung

Memproduksi bahan baku Kina dan turunanya, dan Alat Kontrasepsi Dalam

Rahim (AKDR) serta obat asli Indonesia seperti Batugin Elixir dan

Enkasari. Unit ini juga memproduksi tablet, sirup, serbuk, dan produk

kontrasepsi Pil Keluarga Berencana. Unit produksi ini telah menerima

sertifikat CPOB dan ISO-9001.

3. Plant Semarang

. Unit Produksi ini mengkhususkan diri memproduksi minyak jarak,

pemurnian minyak nabati seperti minyak kelapa, minyak kelapa sawit,

minyak kedelai, minyak kacang serta kosmetika dalam bentuk serbuk/bedak.

Unit produksi ini menjamin kualitas hasil produksi dengan menerapkan

system manajemen mutu ISO-9001, serta telah mendapat sertifikat CPOB

4. Plant Watudakon (Jombang), Jawa Timur

Satu-satunya pabrik yang mengolah tambang yodium di Indonesia. Unit ini

memproduksi yodium dan garam-garamnya, bahan baku ferro sulfat sebagai

(19)

lunak “Yodiol” yang merupakan obat pilihan untuk pencegahan gondok.

Unit ini telah memproduksi sertifikat CPOB, ISO-9001 dan ISO-14001.

5. Plant Tanjung Morawa ( Medan), Sumatera Utara.

Unit ini khusus untuk memasok kebutuhan obat di wilayah Sumatera.

Produk yang dihasilkan pabrik berupa sediaan tablet, cream, dan kapsul

dalam skala kecil. Plant ini telah memperoleh sertifikat CPOB.

2.3.2 Struktur Organisasi

A. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, dipimpin oleh seorang Direktur Utama,

dibantu oleh 4 Direktur yaitu: Direktur Produksi, Direktur Pemasaran, Direktur

Keuangan, Direktur Umum. Selain direktur utama dibantu juga oleh beberapa

staff, yaitu: General Manager Internal Control (Manager Umum Pengawasan

Internal), General Manager Bussiness Development (Manager Umum

Pengembangan Bisnis) dan Corporate Secretary.

Board Of Commisaris

(20)

B. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero)Tbk. Plant Jakarta

PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta dipimpin oleh Plant

Manager yang langsung membawahi Bagian Produksi, Pengelolaan Mutu,

Perencanaan Pengendalian Produksi dan Inventori (PPPI), Bagian

Administrasi/Keuangan, Bagian Pembelian, Bagian Umum Personalia dan Bagian

Teknik Pemeliharaan.

Selain itu terdapat juga beberapa jabatan fungsionl seperti Management

Representative, bagian Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3L).

Jabatan-jabatan ini bekerja secara koordinatif, yang berada langsung dibawah

Plant Jakarta.

Plant Jakarta

Management Representatif

K3L

Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan

Bagan struktur organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Jakarta adalah

sebagai berikut :

(21)

2.3 Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) a. Ketentuan Umum

Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) menyangkut seluruh aspek

produksi dan pengendalian mutu, bertujuan untuk menjamin mutu yang telah

disesuaikan dengan tujuan penggunaannya.

Ketentuan umum memuat beberapa landasan yang penting diperhatikan

yaitu:

1. Pengawasan menyeluruh pada proses pembuatan obat untuk menjamin

bahwa konsumen obat yang bermutu tinggi. Pengawasan menyeluruh

merupakan salah satu kegiatan yang sangat esensial pada pembuatan obat.

2. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan pada

suatu pengujian tertentu saja. Mutu obat harus dibangun dalam produk obat

itu sendiri. Mutu obat tergantung mutu bangunan, peralatan dan personalia

yang terlibat.

3. CPOB merupakan pedoman yang dibuat untuk memastikan agar sifat dan

mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan syarat bahwa standar mutu obat

yang telah ditentukan telah tercapai.

b. Personalia

Kualitas sediaan obat yang dihasilkan ditentukan oleh beberapa faktor

penunjang, salah satu faktor terpenting adalah faktor manusia. Oleh karena alur

produksi hanya bisa terjadi jika personil yang mengerjakannya mempunyai

kualitas yang sesuai dengan tingkat pendidikan dan pengalamannya.

Jumlah karyawan disemua tingkatan hendaklah cukup serta memiliki

(22)

kesehatan mental dan fisik yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya

secara professional dan sebagaimana mestinya. Mereka hendaklah mempunyai

sikap dan kesadaran tinggi untuk mewujudkan CPOB. Hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam aspek ini adalah:

1. Organisasi dan tanggung jawab

Dalam perusahaan, struktur organisasi disusun sedemikian rupa sehingga

bagian pengawasan mutu dipimpin oleh orang yang berbeda yang tidak saling

bertanggung jawab satu terhadap lain. Masing-masing hendaklah diberi

wewenang penuh dan sarana yang cukup yang diperlukan untuk melaksanakan

tugasnya secara efektif. Keduanya tidak dapat menghambat atau membatasi

tanggung jawabnya atau yang dapat menimbulkan pertentangan kepentingan

pribadi atau financial.

Manajer Produksi dan Pengawasan Mutu hendaklah seorang Apoteker

yang cakap, terlatih dan memiliki pengalaman praktis dan memadai di bidang

industri farmasi dan keterampilan dalam kepemimpinan sehingga memungkinkan

melaksanakan tugas secara professional.

Manajer Produksi hendaklah memiliki wewenang serta tanggung jawab

penuh untuk mengelola produksi obat. Manajer Produksi hendaklah memiliki

tanggung jawab bersama dalam menjaga mutu obat, baik dengan Manajer

Pengawasan Mutu maupun Manajer teknik.

Manajer Pengawasan Mutu hendaklah diberi wewenang dan tanggung

jawab penuh dalam seluruh tugas pengawasan mutu yaitu dalam penyusunan,

verifikasi dan pelaksanaan seluruh prosedur pengawasan mutu. Manajer

(23)

meluluskan bahan awal produk antara, produk ruahan dan obat jadi bila produk

sesuai dengan spesifikasinya, atau menolaknya bila tidak cocok dengan

spesifikasinya atau bila tidak dibuat dengan prosedur yang tidak disetujui kondisi

yang ditentukan.

2. Pelatihan

Seluruh karyawan yang berhubungan langsung dengan proses pembuatan

obat hendaklah dilatih mengenai kegiatan tertentu yang sesuai dengan tugasnya

maupun mengenai prinsip CPOB. Pelatihan hendaklah diberikan olah tenaga

kompoten. Pelatihan khusus hendaklah bagi mereka yang berkerja didaerah steril

dan daerah bersih atau bagi mereka yang bekerja menggunakan bahan yang

mempunyai resiko tinggi,toksik atau yang menimbulkan sensitifisasi.

Latihan mengenai CPOB harus dilakukan secara berkesinambungan dan

dengan frekuensi yang memadai untuk menjamin agar para karyawan terbiasa

dengan persyaratan dengan CPOB yang berkaitan dengan tugasnya. Pelatihan

mengenai CPOB dilaksanakan menurut program tertulis yang telah disetujui oleh

Manajer Produksi dan Manajer Pengawasan.

Catatan pelatihan karyawan mengenai CPOB hendaklah disimpan dan

efektifitas program pelatihan dinilai secara berkala. Setelah mengadakan

pelatihan, pelatihan karyawan hendaklah dinilai untuk menentukan apakah mereka

memilki kualifikasi yang memadai untuk melaksanakan tugas yang diberikan

(24)

3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan untuk produksi obat-obatan hendaklah memiliki ukuran,

rancangan konstruksi dan letak yang memadai untuk mencegah bahan yang dapat

meiliki kualitas dan hendaknya memberikan kondisi lingkunagan yang sesuai,

karena akan mempengaruhi kelancaran kerja. Letak bangunan dibuat cukup tinggi

agar terhindar dari banjir dan dilengkapi dengan saluran pembuangan air.

Beberap persyartan yang perlu diperhatikan pada bangunan industri

farmasi, antara lain:

1. Pabrik ditata sedemikian rupa untuk mencegah kekacauan dan kemungkinan

pencemaran silang serta tercampurnya obat, komponen , dan bahan

pengemas ysang berlainan.

2. Sekat ruangan hendaknya digunakan untuk mencegah pencemaran atau

kasalahan.

3. Diperlukan pemisahan ruangan untuk kegiatan tertentu sesuai dengan fungsi

kegiatan produksi.

4. Ruangan yang diperlukan untuk pembutan steril harus terpisah dari kegiatan

lainnya.

5. Untuk daerah produksi, permukaan bagian dalam ruangan (dinding, lantai,

dan langit-langit) harus licin, bebas dari keretakan dan sambungan terbuka,

mudah didesinfeksi dan dibersihkan. Lantai dibuat dari bahan kedap air,

permukaan rata, dan mudah dibersihkan.

6. Daerah penyimpanan hendaknya diatur sedemikian rupa, sehingga

memungkinkan penyimpanan bahan dan produk dalam keadaan kering,

(25)

bahan yang mudah terbakar, yang mudah meledak, yang sangat beracun,

narkotika dan bahan berbahaya lain serta untuk produk atau bahan yang

ditolak..

Berdasarkan kelompok kegiatan dan tingkat kebersihannya, maka tata

ruang bangunan industri farmasi terdiri atas:

1. White area (Daerah putih), termasuk kelas I dan II. Untuk kelas I, jumlah

partikel maksimum permeter kubik (m3) sebanyak 3.500 sedangkan untuk

kelas II jumlah partikel maksimum permeter kubik (m3) sebanyak 350.000.

Meliputi ruang penyaringan steril, pengolahan, pengisian salep mata,

pengisian injeksi, pengolahan aseptis, dan pengisian bubuk steril.

2. Grey area ( Daerah abu-abu), termasuk kelas III dimana, jumlah partikel

permeter kubik (m3) sebanyak 3.500.000. Meliputi ruang pengolahan dan

pengemasan obat nonsteril dan ruang pembuatan salep selain salep mata.

3. Black area (Daerah hitam) termasuk kelas IV yang meliputi ruang ganti

pakaian, ruang masuk, kantor penerimaan bahan awal, gudang bahan

awaldan obat jadi, ruang generator, ruang makan, ruang istirahat, dan toilet.

c. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan obat hendaklah memiliki

rancangan bangunan dan konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai, dan

ditempatkan dengan tepat, sehingga mutu setiap produk terjamin secara seragam

(26)

Rancangan bangunan dan konstruksi peralatan hendaklah memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

1. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan baku, produk antara,

produk jadi tidak boleh bereaksi. Mengadisi atau mengabsorbsi, yang dapat

mengubah identitas, mutu atau kemurniannya diluar batas yang ditentukan.

2. Peralatan tidak boleh menimbulkan akibat yang merugikan terhadap produk.

3. Bahan-bahan yang diperlukan untuk suatu tujuan khusus, seperti pelumas atau

pendingin tidak boleh bersentuhan langsung dengan bahan yang diolah.

4. Peralatan hendaknya dapat dibersihkan dengan mudah, baik bagian dalam

maupun bagian luar.

5. Peralatan yang digunakan untuk menimbang, mengukur, menguji, dan

mencatat hendaklah diperiksa ketelitiannya secara teratur serta dikalibrasi

menurut suatu program dan prosedur yang tepat.

6. Peralatan hendaknya dirawat sesuai dengan jadwal yang tepat.

7. Alat-alat harus dikalibrasi dan divalidasi untuk menjamin kelancaran kerja.

8. Daerah yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahan yang mudah

terbakar hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang eksploisasi

serta dibumikan dengan sempurna.

d. Sanitasi dan Higiene

Sanitasi dan Higiene mutlak diperlukan dalam setiap aspek pembuatan

obat Ruang lingkup sanitasi dan hygiene meliputi semua sumber pencemaran

produk seperti personalia, bangunan, peralatan, bahan awlal serta wadahnya.

Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan dengan program sanitasi dan

(27)

1. Personalia

Seluruh karyawan hendaknya menjalani kesehatan baik sebelum maupun

setelah diterima sebagai karyawan selama bekerja. Higiene perorangan harus

dilatih dan diterapkan semua karyawan yang berhubungan dengan proses

produksi, dan semua karyawan hendaknya menghindari untuk bersentuhan

langsung dengan produksi, sehingga diperlukan pakaian pengaman yang

memadai dan sesuai dengan tugasnya.

2. Bangunan

Bangunan yang digunakan untuk pembuatan obat hendaknya dirancang dan

dibangun dengan tepat untuk memudahkan pelaksanaan sanitasi yang baik.

Bangunan hendaknya dilengkapi fasilitas sanitasi yang memadai seperti

toilet, loker, bak cuci, tempat penyimpanan bahan pembersih, insektisida,

bahan fungi dan lain-lain. Hendaknya disusun pula suatu prosedur yang

merupakan prosedur tetap untuk melaksanakan sanitasi dengan jadwal yang

teratur, serta diuraikan dengan cukup rinci.

3. Peralatan.

Peralatan harus dibersihkan sebelum dan sesudah digunakan sesuai prosedur

yang telah ditetapkan. Suatu prosedur yang dirinci untuk pembersihan dan

sanitasi peralatan sekurang-kurangnya meliputi penanggung jawab, jadwal,

metode, peralatan dan bahan yang dipakai dalam pembersihan, merupakan

prosedur tetap untuk melaksanakan sanitasi dengan jadwal yang teratur yang

tidak bersamaan dengan jadwal produksi. Selain itu prosedur sanitasi dengan

(28)

bahwa seluruh prosedur telah memenuhi syarat dan telah dilakukan secara

efektif.

e Produksi

Produksi obat-obatan hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur

yang telah ditetapkan agar senantiasa diperoleh obat jadi yang memenuhi

spesifikasi yang ditentukan. Aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan

produk meliputi:

1. Bahan awal

Pemeriksaan bahan awal dilakukan oleh bagian pemastian mutu berdasarkan

spesifikasi yang ditentukan dan dikarantina, sampai diluluskan untuk

dipakai. Bahan awal yang tidak memenuhi syarat disimpan terpisah untuk

dikembalikan kepada pemasok atau dimusnahkan.

2. Validasi proses

Semua prosedur produksi hendaklah divalidasi dengan tetap dan

dilaksanakan menurut prosedur yang telah ditentukan. Proses dan prosedur

tersebut hendaknya secara rutin dievaluasi ulang untuk memastikan bahwa

proses dan prosedur tetap mampu memberikan hasil yang diinginkan.

3. Pencemaran.

Pencemaran kimiawi atau mikroba terhadap suatu obat yang dapat

merugikan kesehatan atau mempengaruhi daya terapeutik serta

mempengaruhi kualitas produk tidak dapat diterima. Perhatian khusus

hendaklah diberikan pada masalah pencemaran silang, karena sekalipun sifat

dan tingkatanya tidak berpengaruh langsung pada kesehatan, hal ini

(29)

4. Sistem penomoran batch atau lot

Suatu system yang menjabarkan cara penomoran batch dan lot secara rinci

diperlukan untuk memastikan bahwa produk antara, produk ruahan atau

obat jadi suatu batch dan lot dapat dikenali dengan nomor batch dan lot

tertentu tidak digunakan secara berulang

5. Penimbangan dan penyerahan

Penimbangan atau perhitungan dan penyerhan bahan baku, bahan pengemas,

produk antara dan produk ruahan dianggap suatu bagian dari siklus produksi

dan memerlukan dokumentasi yang lengkap

6. Pengembalian

Semua bahan baku, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang

dikembalikan ketempat penyimpanan hendaklah didokumentasikan dan

dicek dengan baik. Bahan-bahan tersebut tidak boleh dikembalikan kecuali

memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.

7. Pengelolaan

Pemeriksaan awal pada pengolahan baik bahan, kondisi daerah pengolahan,

wadah dan peralatan harus mengikuti prosedur tertulis yang telah ditetapkan.

Pencegahan pencemaran silang dalam seluruh tahap pengolahan.

8. Produk steril

Produk steril hendaklah dibuat dengan pengawasan khusus untuk

menghilangkan pencemaran mikroba dan partikel lain. Produksi steril dapat

digolongkan dalam dua kategori utama, yaitu yang harus diperoses dengan

cara aseptic pada semua tahap, dan yang disterilkan dalam wadah akhir yang

(30)

ruangan terpisah yang selalu bebas debu dan dialiri udara yang melewati

saringan bakteri. Tekanan udara dalam ruangan hendaklah lebih tinggi dari

ruangan disebelahnya.

9. Pengemasan

Produk ruahan menjadi obat jadi, yang dilaksanakan dengan pengawasan

yang tepat untuk menjaga identitas, keutuhan dan kualitas barang yang

sudah dikemas. Semua kegiatan pengemasan hendaklah dilaksanakan

dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan pengemas yang

tercantum dalam prosedur pengemasan induk.

10. Bahan atau produk pulihan

Bahan atau produk dapat diolah ulang atau dipulihkan asalkan bahan

tersebut layak untuk diolah ulang melalui prosedur tertentu yang telah

disahkan, serta hasilnya masih memenuhi persyaratan spesifikasi yang

ditentukan dan tidak terjadi perubahan yang berarti terhadap mutunya Sisa

produk yang tidak layak untuk diolah ulang atau bahan pulihan yang tidak

memiliki spesifikasi, mutu kemanjuran atau keamanan tidak boleh

ditambahkan kedalam batch berikutnya.

11. Obat kembalian

Obat jadi yang dikembalikan dari gudang pabrik jika, ditemukan adanya

kerusakan kualitas teknis obat atau adanya reaksi merugikan dari obat misal

karena label atau kemasan luar kotor atau rusak, dapat diberi label kembali

atau diolah ulang kebatch berikut asalkan tidak ada resiko terhadap mutu

produk dan pengerjaan pengolahan ulang hendaklah disahkan dan

(31)

dijual kembali, diberi label kembali atau diolah kembali jika telah dilakukan

evaluasi secara cermat dan hasil pemeriksaan ulang olah Bagian Pemastian

Mutu dinyatakan memenuhi syarat.

12. Karantina obat jadi dan penyerahan kegudang obat jadi

Karantina obat jadi merupakan titik akhir pengawasan sebelum obat jadi

diserahkan ke gudang dan siap didistribusikan.

13. Pengawasan distribusi obat jadi

Sistem distribusi hendaknya dirancang dengan tepat sehingga menjadi obat

jadi yang pertama masuk didistribusikan terlebih dahulu (First In First Out).

14. Penyimpanan bahan awal, Produk antara, produk ruahan dan obat jadi.

Bahan tersebut disimpan rapi dan teratur untuk mencegah resiko tercampur

baur atau pencemaran sera memudahkan pemeriksaan dan pemeliharaan.

f. Pengawasan Mutu

Pengendalian mutu obat dilaksanakan melalui sistem pengawasan yang

terencana dan terpadu. Pengawasan mutu merupakan bagian yang esensial dari

cara pembuatan obat yang baik untuk memastikan tiap obat yang dibuat senantiasa

memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan penggunaannya. Pengawasan

mutu penting dalam penetapan spesifikasi, pengambilan contoh dan pengujian

beserta dukungan dan prosedur yang menjamin bahwa pengujian benar-benar

dilaksanakan, serta kelulusan bahan dan produk tidak akan diberikan sebelum

mtunya dinilai memuaskan. Keterlibatan dan rasa tanggung jawab semua unsur

yang berkepentingan dalam seluruh rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk

mencapai sasaran mutu yang ditetapkan mulai dari saat obat dibuat sampai

(32)

Untuk keperluan tersebut harus ada suatu bagian pengawasan mutu yang

berdiri sendiri. Bagian pengawasan mutu bertanggung jawab untuk memastikan

bahwa:

1. Tahap produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang telah

ditetapkan dan telah divalidasi sebelumnya, antara lain melalui evaluasi

dokumentasi produk terdahulu.

2. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap

suatu bets obat telah dilkasanakan dan bets tersebut telah memenuhi

spesifikasi yang ditetapkan sebelum didistribusi.

3. Suatu bets memenuhi persyaratan mutunya selama waktu peredaran yang

ditetapkan.

Bagian pengawasan mutu ini memiliki wewenang khusus untuk

memberikan keputusan akhir meluluskan atau menolak atas mutu bahan baku atau

produk obat ataupun hal lain yang mempengaruhi mutu obat.

g. Infeksi Diri

Tujuan infeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh

aspek produksi dan pengendalian mutu dalam pabrik memenuhi ketentuan CPOB.

Program infeksi diri harus dirancang untuk mendeteksi kelemahan dan

pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan. Infeksi diri ini

harus dilakukan secara teratur. Seluruh tindakan perbaikan yang disarankan untuk

melaksanakan infeksi diri ditunjuk tim infeksi diri yang mampu menilai secara

objektif pelaksanaan CPOB. Tim infeksi diri ditunjuk oleh manager perusahaan,

sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang yang ahli dibidang pekerjaan dan paham

(33)

dari perusahaan dengan atau tanpa bantuan tenaga ahli dari luar. Keseluruhan

prosedur dan pencatatan mengenai infeksi diri ini harus didokumentasikan.

h. Penanganan Ketentuan Terhadap Obat, Penarikan Kembali Obat dan Obat Kembalian

Keluhan terhadap obat dan laporan keluhan dapat menyangkut mutu, efek

samping yang merugikan atau masalah efek terapeutik. Semua laporan dan

laporan keluhan hendaknya diteliti dan dievaluasi dibuatkan laporan.

Penarikan kembali obat dapat berupa penarikan kembali satu atau

beberapa bacth atau seluruh obat jadi tertentu dari suatu mata rantai distribusi.

Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan adanya produk yang tidak

memenuhi persyaratan mutu atau dasar pertimbangan adanya efek samping yang

tidak diperhitungkan yang merugikan kesehatan.

Obat kembalian adalah obat jadi yang telah beredar, yang kemudian

dikembalikan kepabrik karena adanya keluhan, kerusakan, kadarluarsa, masalah

keabsahan atau sebab lain mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga

menimbulkan keraguan akan keamanan, identitas, mutu dan jumlah obat yang

bersangkutan.

Prosedur pengamanan obat kembalian hendaklah dengan

memperhatikan hal-hal berikut antara lain: Identifikasi dan pencatatan mutu dari

obat kembalian, dikarantina, dilakukaan penelitian, pemeriksaan dan pengujian.

Obat kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaklah dimusnahkan

dan hendaklah dibuat prosedur pemusnahan bahan atau produk yang ditolak

mencakup pencegahan pencemaran lingkungan dan mencegah kemungkinan

(34)

Pelaksanaan penanganan terhadap obat kembalian dan tindak lanjut

yang dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan. Untuk tiap pemusnahan obat

kembalian hendaknya dibuat berita acara yang ditandatangani oleh pelaksana

pemusnahan dan saksi.

i .Dokumentasi

Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem informasi

managemen yang meliputi spesifikasi prosedur, metode dan instruksi,

perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, serta evaluasi seluruh rangkaian

pembuatan obat. Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap

petugas dapat instruksi secara rinci dan jelas mengenai bidang tugas yang harus

dilakukan sehingga memperkecil resiko terjadinya salah tafsir dan kekeliruan

yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan komunikasi lisan.

Sistem dokumentasi harus menggambarkan riwayat lengkap dari setiap

bacth atau lot suatu produk sehingga memungkinkan penyelidikan serta

penelusuran terhadap bacth atau lot produk yang bersangkutan. Sistem

(35)

BAB III

KEGIATAN DI INDUSTRI FARMASI

3.1. Keterlibatan Dalam Produksi

3.1.1. Bagian Perencanaan Pengendalian Produksi Dan Iventory ( PPPI )

PPPI merupakan bagian yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan

pengendalian bahan produksi dan inventori serta menjadi penghubung antara

bagian marketing dan produksi.

Tugas dan fungsi dari PPPI adalah :

a. Mengevaluasi dan mengkonfirmasi pesanan dari pemasaran / unit lain.

b. Menghitung dan merencanakan kebutuhan bahan baku / kemasan.

c. Mengendalikan stok bahan baku / kemasan agar efektif dan efisien.

d. Merencanakan dan membuat jadwal produksi per triwulan untuk seluruh item.

e. Mengendalikan proses produksi agar efektif, efisien, dan sesuai jadwal.

f. Menyiapkan laporan Managerial per bulan.

Berdasarkan struktur organisasi, PPPI membawahi 2 bagian yaitu :

1) Bagian Perencanaan dan Pengendalian Bahan

a. Supervisor pengendalian bahan

b. Supervisor perencanaan bahan

2) Bagian Perencanaan dan Pengendalian Produksi

a. Supervisor pengendalian produksi

(36)

3.1.a. Bagian Perencanaan dan Pengendalian Bahan.

Tugas bagian ini merencanakan dan mengendalikan persediaan bahan

yang di butuhkan untuk proses produksi, bekerja sama dengan bagian pemasaran

yang mengacu pada Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan ( RKAP ). Dalam

hal perencanaan bahan PPPI berkoordinasi dengan 4 bagian lain yaitu bagian

produksi, bagian pengelolaan mutu, bagian penyimpanan dan bagian pembelian.

Perencanaan harus dilakukan secara efisien, beberapa strategi dalam

system perencanaan bahan baku dan bahan kemasan adalah sebagai berikut :

a. Penentuan kuantum stok ditetapkan berdasarkan hasil produksi tahun

sebelumnya dibagi 12 bulan dan stok minimum adalah persediaan untuk tiga

bulan.

b. Penentuan jumlah ditentukan dengan cara RE Order Level ( ROL ), yaitu

kuantum yang menyebutkan waktu dilakukan order kembali.

c. Jadwal penerimaan pesanan untuk bahan kemasan adalah 40 hari dari tanggal

SPPB ( Surat Permohonan Pemesanan Bahan ) dan untuk bahan baku adalah 3

bulan dari tanggal SPPB.

d. Jumlah yang di butuhkan termasuk untuk buffer stock, bila kurang akan

dibuatkan SPPB ( Surat Permohonan Pemesanan Bahan ).

Jumlah permintaan pemesanan barang dari pemasaran akan menjadi bahan

pertimbangan, sehingga akan ada beberapa kemungkinan yaitu :

a. Pesanan di penuhi 100 % karena bahan baku tersedia, SDM mencukupi dan

kapasitas mesin besar.

b. Pesanan tidak dipenuhi sama sekali karena bahan baku kosong atau mesin

(37)

c. Pesanan dipenuhi sebagian atau kurang dari 100 % karena keterbatasan bahan

dan kapasitas produksi.

d. Jumlah pesanan dapat ditambah atau dikurangi, hal tersebut terjadi karena

adanya beberapa factor, yaitu kapasitas produksi terbatas, stok obat di pasaran

masih banyak, serta bahan baku tidak lengkap.

Sesuai dengan pemesanan, maka bagian perencanaan dan pengendalian

bahan membuat surat permohonan pemesanan barang ( SPPB ) dengan

melampirkan spesifikasi bahan dan untuk bahan pengemas disertai contohnya

yang kemudian dikirim kebagian pembelian. Untuk pembelian produk local

dilakukan oleh bagian pembelian plant Jakarta, sedangkan untuk produk impor

dilakukan oleh bagian pembelian kantor pusat yang akan mengkoordinir bagian

pembelian ini di seluruh Indonesia. Untuk pengendalian stok bahan dilakukan

pengecekan jumlah pemakaian per hari perhitungan dengan cermat pada saat

pembuatan SPPB dan mengatur jadwal kedatangan bahan yang akan dipesan

sesuai jadwal.

3.1.b. Bagian Perencanaan dan Pengendalian Produksi

Tugas utama bagian perencanaan dan pengendalian produksi ( PP

Produksi ) adalah merencanakan dan mengendalikan proses produksi, agar

berjalan lancer dan berkesinambungan. Dilakukan berdasarkan konfirmasi dan

dibuat jadwal produksi per minggu dalam satu triwulan.

Bila bahan – bahan yang di perlukan untuk produksi telah di terima, maka langkah

– langkah selanjutnya adalah :

a. Mengevaluasi pesanan dengan mengkonfirmasi Bagian Perencanaan Bahan,

(38)

b. Mengkonfirmasi bagian pemasaran maksimal lima hari kerja.

c. Membuat rencana penurunan SPK ( Surat Perintah Kerja ), dimana rencana ini

harus di sesuaikan dengan kesiapan bahan dan mesin, SPK diturunkan ke

bagian produksi setiap minggu.

d. Mengevaluasi SPK apakah SPK tersebut belum, sedang atau sudah di

jalankan.

Supervisor PP Produksi memonitor perkembangan proses produksi, untuk

memudahkan monitoring, maka SPK yang di keluarkan harus diperiksa

kelengkapannya, antara lain :

1. Bon Penyerahan Bahan Baku ( BPBB ) dari penimbangan sentral ( PS ) ke

produksi.

2. Bon I sampai ke Bon IV adalah bon penyerahan produk setengah jadi

( BPPSJ ), yaitu :

• Bon I dari produksi ke KIP.

• Bon II dari KIP ke produksi.

• Bon III dari produksi ke KIP.

• Bon IV dari KIP ke pengemasan.

3. Bon V adalah bon penyerahan produk jadi ( BPPJ ) dari pengemasan ke

bagian penyimpanan.

4. Khusus untuk tablet salut terdapat :

• Bon IA dari proses massa ke KIP.

• Bon IIA dari KIP ke proses.

• Bon IB dari cetak ke KIP.

(39)

Setiap minggu dilakukan evaluasi kegiatan produksi dan setiap bulan

dibuat laporan evaluasi ke bagian pemasaran, apakah kegiatan produksi

memenuhi target atau tidak.

3.2. Bagian Penyimpanan

Bagian penyimpanan bertugas untuk mengelola penerimaan, penyimpan

dan pengeluaran baik bahan baku, bahan kemasan, serta produk jadi, bagian ini di

pimpin oleh seorang Asisten Manager Penyimpanan yang membawahi 4

supervisor, yaitu :

1. Supervisor Gudang Bahan Baku.

2. Supervisor Gudang Bahan Kemas.

3. Supervisor Gudang Bahan Jadi dan Ekspedisi.

4. Supervisor Penimbangan Sentral.

Alur proses pada bagian penyimpanan adalah sebagai berikut :

a. Penerimaan.

Barang yang dikirim oleh pemasok ke gudang penyimpanan disesuaikan

dengan surat pesanan ( SP ) dari bagian pembelian. Oleh petugas penyimpanan

setiap barang yang datang, harus diperiksa kesesuaiannya dengan SP dan

dilakukan pemeriksaan secara visual. Jika telah sesuai, bagian pembelian

membuat surat bukti titipan barang sementara ( BTBS ) dan di beri label kuning

sebagai tanda bahwa barang tersebut berstatus karantina. BTBS juga berfungsi

sebagai permohonan periksa yang di serahkan kepada bagian Laboratorium

(40)

Apabila hasil pemeriksaan laboratorium ( HPL ) tidak lulus, maka bahan

diberi label merah dan diberi tulisan DITOLAK kemudian dikembalikan kepada

pemasok disertai surat pengembalian. Untuk bahan baku yang DILULUSKAN

diberi label hijau oleh bagian Laboratorium Pengujian dan dibuat bon penerimaan

bahan baku ( BPBB ) dan bon penerimaan bahan kemas ( BPBK ). Apabila sudah

dinyatakan lulus, surat jalan ditanda tangani untuk penagihan pembayaran. Surat

jalan tersebut di serahkan kepada bagian Pembelian sebagai data stok barang.

Untuk bahan baku betalaktam penerimaan dilakukan dalam gudang tersendiri

yang terdapat di dalam area Beta Laktam.

Pada HPL terdapat jadwal uji ulang barang yang disimpan. Pemeriksaan

ulang bahan aktif dilakukan setiap 1 tahun sekali, sedangkan untuk bahan

tambahan di lakukan 2 tahun sekali. Jika hasil pemeriksaan ulang menyatakan

barang tersebut sudah tidak memenuhi syarat lagi, maka barang tersebut diberi

label DITOLAK kemudian dimusnahkan.

b. Penyimpanan.

Ruangan penyimpanan terbagi atas 4 ruang, di sesuaikan dengan sifat dan

jenisnya untuk menjaga stabilitas barang digudang penyimpanan, yaitu :

a. Ruang A

Terbagi atas 4 bagian, yaitu ; ruang penerimaan bahan baku, ruang

karantina bahan baku, produk jadi dan ekspedisi serta ruang sampling bahan baku.

Ruang sampling bahan baku merupakan zona abu – abu dan berada di bawah

tanggung jawab Laboratorium Pengujian. Suhu ruang A ini diatur tidak lebih dari

30ºC dan kelembaban ( Rh ) maksimal 75 % pengkondisian ruangan ini di

(41)

b. Ruang B

Merupakan gudang penyimpanan bahan baku ( umumnya untuk bahan –

bahan pembantu ). Suhu ruang ini di monitor tidak boleh lebih dari 30 ºC dan

kelembaban maksimal 75 % ± 5%. Pengkondisian ruangan ini dilakukan hanya

pada saat jam kerja.

c. Ruang C.

Merupakan ruang penyimpanan bahan pengemas primer (misal :

alumunium foil). Suhu ruang ini di monitor maksimal 25 ºC dan kelembaban

maksimal 70 % ± 5 %, dikondisikan selama 24 jam.

d. Ruang D.

Merupakan ruang penyimpanan bahan baku, terutama bahan aktif. Suhu

ruangan maksimal 25 ºC dan kelembaban maksimal 70 % ± 5 %, dikondisikan

selama 24 jam. Ruangan ini dibagi 4 bagian, yaitu :

• Untuk bahan aktif produk lisensi.

• Untuk bahan baku non lisensi.

• Bagian ruang bersuhu kurang dari 8-15 ºC ( cool storage ). Untuk

penyimpanan bahan aktif seperti dopamine HCL, ekstra kental saga, ekstra

pekat sirih, dll.

• Untuk penyimpanan bahan baku yang masih dalam status KIP jika memang

perlu kondisi penyimpanan khusus, bagian ini di batasi dengan garis kuning

pada lantai. Untuk produksi yang reject di dalam area di batasi garis merah.

Sistem penyimpanan yang digunakan dalam rak bawah merupakan bahan

– bahan yang sering di pakai, dan rak atas merupakan bahan – bahan yang jarang

(42)

suhu dan kelembaban gudang dilakukan 2x sehari, yaitu pada pukul 09.00 pagi

dan 14.00 siang. Pemeriksaan kebersihan gudang dilakukan 1x seminggu, seperti,

ventilasi, atap, lantai dan dinding, serta melindungi bahan dari gangguan binatang,

di lakukan pest control setiap 2 minggu sekali oleh pihak ketiga. Untuk barang –

barang yang mudah terbakar seperti aseton dan alcohol disimpan dalam gudang

terpisah dengan gudang terpisah dengan gudang lain “gudang api“.

c. Pengeluaran

Pengeluaran bahan baku dari penyimpanan melalui penimbangan sentral (

PS ) berdasarkan pada SPK dari PPPI kepada bagian produksi. Selanjutnya bagian

PS akan mengeluarkan BPBB ke bagian penyimpanan. Bagian penyimpanan akan

mengeluarkan barang sesuai dengan permintaan tersebut. System pengeluaran di

bagian penyimpanan menggunakan system FIFO ( First in First out ) dengan

melihat nomor hasil pemeriksaan laboratorium dan system FEFO ( First expire

First out ) untuk barang yang kadaluarsanya sangat pendek. Pengeluaran bahan

pengemas dari gudang kemasan berdasarkan BPBP ( Bon Permintaan Bahan

Pengemasan ) yang diserahkan oleh bagian produksi yang membutuhkan.

Bagian penyimpanan berkoordinasi dengan bagian PPPI, setiap akhir

bulan dilakukan stock opname barang yang dapat di lihat dari kartu stok bagian

penyimpanan. Jika terjadi kekeliruan karena penulisan atau kesalahan apapun,

maka harus dibuat berita acara.

d. Penimbangan Sentral.

Penimbangan sentral dipimpin oleh Supervisor Penimbangan Sentral (PS).

Setelah SPK di keluarkan oleh PPPI kepada bagian produksi, maka bagian

(43)

menyerahkan rencana produksi dan bahan baku, Catatan Pengolahan Batch ( CPB

) dan bon permintaan bahan baku ( BPBB ). Kemudian PS akan mengeluarkan

bon permintaan bahan baku intern ( BPBI ) pada gudang bahan baku. Bila

persediaan barang yang akan digunakan tidak tersedia atau tidak cukup maka

gudang bahan baku akan mengeluarkan barang permintaan.

PS memiliki 4 ruang penimbangan yaitu ruang 1, 2, 3 dan 4. ruang 1

digunakan untuk penimbangan zat aktif golongan narkotika. Ruang 4 digunakan

untuk penimbangan cairan dan gula dalam jumlah yang besar. Ruang 2 dan 3

digunakan untuk menimbang bahan baku lainnya.

3.3. Bagian Produksi

Bagian produksi PT. Kimia Farma ( Persero ) Tbk. Plant Jakarta dipimpin

oleh seorang Manager yang membawahi 5 ( Lima ) bagian yang masing – masing

dipimpin oleh seorang Asisten Manager yaitu Bagian Formulasi I, Formulasi II,

Formulasi III, Beta laktam dan Bagian Pengemasan.

1. Bagian Formulasi I dan Narkotika.

Bagian formulasi I dipimpin oleh seorang Asisten Manager yang

membawahi 3 Supervisor yaitu Supervisor Granulagsi,Pencetakan dan

Penyalutan. Alur proses produksi diawali dari bagian PPPI mengeluarkan SPK

(Surat Perintah Kerja) kepada Bagian Formulasi I untuk melakukan produksi

kemudian Bagian Formulasi I akan meminta bahan baku ke Penimbangan Sentral

dengan menyertakan rencana produksi dan penimbangan bahan baku,Catatan

Pengolahan Batch (CPB) yang dilampirkan dengan Berita Acara Produksi (BAP),

(44)

baku yang telah diterima dari Penimbangan Sentral akan dilanjutkan dengan

proses pencampuran.

Proses pembuatan tablet meliputi penimbangan bahan baku, pencampuran

dan pencetakan. Metode pembuatan tablet ada 3 macam yaitu granulasi basah,

granulasi kering dan kempa langsung. Pemilihan metode tergantung dari sifat zat

aktif yang akan dibuat tablet.

a. Granulasi Basah

Proses ini diawali dengan pembuatan larutan pengikat terlebih dahulu.

Bahan aktif, bahan pengisi dan bahan penghancur dicampur sampai homogen,

kemudian ditambahkan larutan pengikat dalam super mixer Diosna. Masa yang

didapat dilakukan pengayakan basah kemudian dikeringkan dalam ruang

pengering ( dehumidifier ) kurang lebih satu malam granul yang telah kering

tersebut dilakukan pengayakan kering, kemudian dilakukan final mixing dengan

menambahkan bahan pelicin didalam V-mixer selama 5 menit. Massa yang

dihasilkan kemudian dikirim ke KIP untuk diperiksa LOD nya ( bon I ), apabila

memenuhi syarat, bagian KIP akan menyerahkan Bon II, kemudian massa dicetak

dan dilakukan pemeriksaan meliputi bobot tablet setiap 30 menit. Setelah proses

pencetakan selesai kemudian produk dikirim ke KIP sebagai produk ruahan

disertakan Bon III dan akan diperiksa meliputi bobot tablet, diameter tablet, waktu

hancur, kekerasan dan uji disolusi. Apabila lulus maka produk diserahkan

kebagian pengemasan di sertakan Bon IV dan siap untuk dikemas.

b. Granulasi Kering.

Proses granulasi kering dilakukan dengan mengayak semua bahan

(45)

slugging dengan mesin roller compactor kemudian slug dihancurkan dan diayak

menjadi granul. Ukuran granul sesuai dengan ukuran mesh pada mesin pengayak.

Granul yang dihasilkan ditambahkan dengan fase luar dan dicampur dalam

V-mixer selama lima menit. Massa yang telah terbentuk dikirim ke KIP untuk

dilakukan pemeriksaan LOD granul, apabila diluluskan dilanjutkan ke proses

pencetakan. Produk yang telah dicetak dikirim lagi ke KIP untuk diperiksa

meliputi bobot tablet, diameter tablet, waktu hancur, kekerasan dan uji disolusi.

Apabila lulus maka produk diserahkan kebagian pengemasan untuk dikemas.

c. Cetak Langsung.

Proses pembuatan tablet dengan metode cetak langsung diawali dengan

proses pencampuran semua bahan pembantu, kemudian ditambahkan bahan aktif

dan dilakukan pencampuaran dengan V-mixer. Massa yang dihasilkan dikirim ke

KIP untuk diperiksa besarnya LOD di Laboratorium, setelah dinyatakan lulus

kemudian dilakukan pencetakan. Produk ruahan hasil pencetakan dikirim lagi ke

KIP untuk diperiksa meliputi bobot tablet, diameter tablet, waktu hancur,

kekerasan dan uji disolusi. Apabila lulus maka produk diserahkan kebagian

pengemasan untuk dikemas. Pada beberapa sediaan tablet dilakukan proses

penyalutan. Tablet salut yang diproduksi oleh PT. Kimia Farma (Pesero) Tbk.

Plant Jakarta ada 2 jenis yaitu: Tablet salut gula dan tablet selaput film.

Keutungan dari tablet salut antara lain:

a. Memperbaiki mutu estetika produk

b. Menutup rasa dan bau yang tidak enak.

c. Memungkinkan produk yang lebih mudah ditelan oleh penderita

(46)

e. Memudahkan penanganan terutama pada pengemasan.

f. Meningkatkan stabilitas produk.

g. Memodifikasi pelepasan zat aktif.

Macam – macam tablet salut antara lain :

a. tablet salut gula.

Proses pembuatan tablet salut gula adalah tablet yang akan disalut

dilakukan proteksi ( Protecting ) dengan melakukan larutan shellac atau polimer

organik, hal ini bertujuan untuk melindungi tablet inti terhadap pengaruh bahan

penyalut yang digunakan dalam penyalutan.

Tablet yang telah diproteksi kemudian diberi bentuk dan penambahan

bobot dengan proses sub coating yaitu melapisi tablet yang akan disalut untuk

mencegah masuknya air kedalam inti tablet, kemudian dikeringkan selama

semalam. Coating merupakan pelapisan yang dilakukan setelah inti tablet tertutup

sampai tablet inti tidak tampak lagi, setelah proses ini juga dilakukan pengeringan

selama semalam. Setelah tablet selesai di Coating, proses selanjutnya adalah

smoothing untuk membersihkan sisa Coating yang menempel pada tablet. Setelah

smoothing selesai maka dilakukan pemberian warna (Coloring) yang juga

merupakan salah satu identitas tablet tersebut, setelah pewarnaan selesai dan

sempurna langkah selanjutnya adalah polishing.

b. Salut Selaput Film

Proses yang dilakukan dalam proses penyalutan film adalah tahap

pertama pelarutan bahan salut film kemudian dimasukkan kedalam alat

(47)

berputar, sampai semua bahan penyalut habis. Seleksi juga dilakukan pada tablet

selaput namun tidak ada proses printing.

Selanjutnya ruahan tersebut dikirim keKIP, kemudian disampling oleh IPC

untuk dilakukan pemeriksaan oleh Laboratorium Pengujian. Bila hasilnya

diluluskan dapat dilanjutkan untuk dikemas.

d. Narkotika

PT. Kimia Farma ( Persero ) Tbk. Plant Jakarta diberi hak khusus untuk

memproduksi obat-obatan narkotika dan psikotropika. Berdasarkan Kep Men kes

RI No. HK 00.65.6.01986 tanggal 26 juni 1994 tentang penunjukan PT. Kimia

Farma ( Persero) Tbk. Sebagai perusahaan yang diberi izin untuk melaksanakan

produksi dan distribusi narkotika di Indonesia. Kep Men Kes RI No. 199/Men

Kes/SK/III/1996 tentang penunjukkan PBF PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.

Depot sentral sebagai importir tunggal narkotika di Indonesia. Dalam

pelaksanaannya, pemesanan narkotika dengan tujuan pendistribusian ke

apotek-apotek seluruh Indonesia hanya bisa lewat PBF PT.Kimia Farma ( Persero ) Tbk.

Jakarta.

Berbeda sedikit dengan alur proses produksi lainnya, untuk obat golongan

narkotika terdapat perlakukan khusus. Mulai dari pembelian bahan baku oleh

bagian impor harus mendapatka izin dari BPOM mengenai jumlah dan jenisnya

berdasarkan kuota tiap tahun untuk Indonesia.

Tugas penanggung jawaban narkotika adalah menerima dan menyimpan

bahan baku narkotika dalam gudang tersendiri kemudian dilakukan pemeriksaan,

jika lulus bahan baku siap dipakai. Bagian produksi akan menyerahkan BPBB dan

(48)

selanjutnya sama dengan produk lainnya dan pada setiap tahap produksi dibuatkan

berita acara yang dilaporkan ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Pengiriman produk jadi ke Unit Logistik Sentral dilakukan oleh Penanggung

Jawab Narkotika dan atau Asisten Apoteker Penanggung Jawab Gudang Narkotik.

Bagian Pengemasan memilki tempat khusus yang digunakan untuk

pengemasan produk narkotika. Gudang narkotika maupun ruangan karantina

dipisahkan dengan gudang lain dengan perlindungan khusus seperti tertutup rapat

tanpa jendela, atap bertralis dan memilki dua lapis pintu besi dengan kunci yang

berbeda.

2. Bagian Formulasi II

Bagian Formulasi II dipimpin oleh Asisten Manajer dan membawahi

beberapa Supervisor yaitu Supervisor Cairan, Supervisor Krim.

a. Produksi Cairan

Alur produksi cairan dimulai dari diturunkannya SPK oleh PPPI kepada

Bagian Formulasi II. Selanjutnya Bagian Formulasi II akan menyerahkan CPB

(Catatan Pengolahan Batch) dan BPBB kepada Penimbangan Sentral. Bahan baku

yang telah ditimbang dilarutkan dan dicampur dalam suatu tangki, setelah

homogen cairan dimasukkan dalam Colloid Mill untuk menghaluskan

partikel-partikel. Campuran yang dihasilkan disaring dengan saringan yang berukuran 200

mesh. Untuk cairan dalam bentuk suspensi, proses selanjutnya adalah

pencampuran dengan suspending agent CMC Na. Massa yang terbentuk dikirim

ke ruang karantina dan melewati proses pemeriksaan pH, viskositas dan kadar zat

(49)

(ditandai dengan menempelkan label berwarna hijau), bagian formulasi II akan

mengajukan BPBK (Bon Permintaan Bahan Kemas) untuk dilakukannya

pengemasan primer atau sering disebut juga pengisian massa dalam botol. Massa

yang telah dimasukkan kedalam botol, kemudian dikirim keruang karantina

sebagai produk ruahan. Setelah Laboratorium Pengujian menyatakan lulus,

produk tersebut dikirim kebagian pengemasan untuk segera dikemas.

b. Produksi Krim

Alur produksi cairan dimulai dari diturunkannya SPK oleh PPIC kepada

Bagian Formulasi II. Selanjutnya Bagian Formulasi II akan menyerahkan CPB

dan BPBB kepada Penimbangan Sentral.

Proses produksi dimulai dengan pembuatan basis krim dengan cara

melarutkan fase air dan fase minyak sebagai bahan dasar. Pembuatan basis krim

dilakukan dengan peleburan untuk fase minyak dan pelarutan untuk fase cair

(dengan menggunakan heating tank), kemudian masing-masing fase disaring

dengan nilon berukuran 200 mesh. Selanjutnya fase air dicampur dengan fase

minyak dalam Planetary Mixer Miralles, sampai homogen. Campuran yang

dihasilkan didinginkan sampai suhunya 30-35º C dan dilakukan penimbangan.

Selanjutnya dilakukan pencampuran basis krim dengan bahan aktif, untuk

membentuk massa krim. Massa krim yang diperoleh ditimbang dan dikirim ke

ruang karantina. Selanjutnya Laboratorium Pengujian akan melakukan

pemeriksaan homogenitas, pH, viskositas dan kadar zat aktif. Setelah

Laboratorium menyatakan lulus, Bagian Formulasi II akan mengajukan BPBK

untuk melakukan pengemasan primer terhadap massa krim tersebut. Massa krim

(50)

ruahan, dan mengalami pemeriksaan oleh Laboratorium Pengujian untuk

selanjutnya dikirim kebagian pengemasan.

c. Pengolahan Air Produksi

Bagian Formulasi II juga bertanggung jawab terhadap proses pengolahan

air yang digunakan untuk produksi Bagian Formulasi I, Formulasi II dan

Formulasi III. Air yang dihasilkan digunakan untuk pembuatan sediaan cair,

sediaan injeksi, sediaan tablet dan pencucian wadah seperti botol, tutup botol dan

ampul.

Proses pengolahan dimulai dari air yang berasal dari PAM yang

dilewatkan ke dalam karbon filter sebanyak 2 kali. Kemudian pompa akan

mendistribusikan cairan ke filter yang berlapis-lapis mulai ukuran 30 µm, 10 µm

dan 5 µm. Selanjutnya hasil penyaringan dimasukkan ke dalam membran Reverse

Osmose System (RO). Sistem tersebut akan mendistribusikan air kedalam empat

bagian antara lain :

1. Bagian pertama, air akan masuk kedalam tangki-tangki penampungan yang

berkapasitas 5000 L, ait tersebut akan digunakan untuk pembuatan sediaan

krim dan mencuci botol.

2. Bagian kedua, air akan disaring dengan filter yang berukuran 1,5 µm dan

0,45 µm yang kemudian digunakan untuk mencuci ampul.

3. Bagian ketiga, air akan disaring dalam filter yang berukuran 1 µm dan 0,2

µm yang kemudian digunakan untuk pembuatan sediaan cairan tablet.

4. Bagian keempat, air akan dialirkan ke tangki unit destilasi kemudian

dicatridge filter 2,5 µm dan 0,2 µm untuk proses pembuatan sediaan injeksi

(51)

3. Bagian Formulasi III

Bagian Formulasi III dipimpin oleh seorang Asisten Manajer yang

membawahi Supervisor Injeksi, Supervisor Sirup Kering dan Supervisor Kapsul.

Bagian ini memproduksi injeksi, sirup kering dan kapsul.

a. Pembuatan Injeksi.

Bagian PPPI mengeluarkan SPK kepada Bagian Formulasi II untuk

melakukan produksi. Bagian formulasi II menyerahkan Catatan Pengolahan Batch

dan Bon Permintaan Bahan Baku kepada Penimbangan Sentral, setelah bahan

baku diterima dari Penimbangan Sentral kemudian dilakukan proses pelarutan.

Setelah dilakukan pelarutan kemudian ditambahkan aqua pro injeksi sampai

volume tertentu dan dilakukan pengukuran pH massa injeksi kemudian massa

dikirim ke KIP untuk dilakukan pemeriksaan meliputi bentuk, warna, pH dan

kejernihan larutan, apabila diluluskan kemudian dilakukan penyaringan dengan

filter ukuran 1,2 µ dan 0,45 µ kemudian dilakukan proses pengisian didalam

ampul. Ampul dicuci dengan air Reverse Osmosis Sistem yang telah disaring

menggunakan filter berukuran 1,5 µ dan 0,45 µ dan dikeringkan menggunakan

Hot Air Sterilizer pada suhu 170 ºC selama 1 jam, kemudian dilanjutkan proses

pengisian. Ampul yang telah diisi disterilkan dalam double door autoclave pada

suhu 110 ºC selama 30 menit, kemudian dilakukan tes kebocoran menggunakan

otoklaf selama 30 menit, dilanjutkan proses seleksi secara visual untuk memeriksa

adanya partikel asing dengan menggunakan bantuan lampu TL. Produk yang

diluluskan masuk ke Karantina In Proses sebagai produk ruahan, jika hasil telah

(52)

Proses sediaan injeksi dilakukan dalam ruangan steril yang berkaca tembus

pandang untuk memudahkan pengawasan dari luar ruangan. Tekanan udara di

dalam ruangan steril lebih tinggi dari pada di koridor untuk menghindari

kontaminasi/pencemaran yang masuk ke ruang produksi. Pegawai yang masuk ke

ruang steril harus melewati tiga pintu dan jumlah orang yang berada di ruang steril

terbatas untuk empat orang, hal ini dilakukan untuk menghindari pencemaran

ruangan. Pemeriksaan ruang steril dilakukan setiap satu bulan oleh bagian

pengujian.

Upaya pemeliharaan ruang steril dilakukan setiap hari dengan

membersihkan semua ruang steril dengan alkohol, apabila pada saat proses

pemeriksaan ruangan tidak memenuhi syarat maka dilakuakan fumigasi dengan

sublimasi paraformaldehid didiamkan selama 24 jam, kemudian asap dikeluarkan

dan untuk membersihkan sisa paraformaldehid digunakan amoniak 5% dan

dilakukan pembersihan dengan aqua pro injeksi kemudian dilap dengan alkohol

70%.

b. Produksi kapsul

Bagian PPPI mengeluarkan SPK kepada Bagian Formulasi III untuk

melakukan produksi. Bagian Formulasi III menyerahkan Catatan Pengolahan

Batch dan Bon Permintaan Bahan Baku kepada Penimbangan Sentral, setelah

bahan baku diterima dari penimbangan sentral kemudian dilakukan proses

pencampuran, sebelum dicampur dilakukan proses pengayakan terlebih dahulu

dengan Vibrating sieve mesh 35. Zat aktif dan zat tambahan dimasukkan ke dalam

alat pencampur V-mixer selama 15 menit, kemudian ditambahkan fase luar dan

(53)

dikirim ke Karantina In Proses untuk dilakukan pemeriksaan LOD, jika

dinyatakan memenuhi syarat dilanjutkan proses pengisian kapsul dengan mesin

Macofar atau MG 2. Setelah selesai pengisian produk, dilakukan proses polishing

dan seleksi kapsul kemudian dikirim ke Karantina In Proses untuk dilakukan

pemeriksaan, jika diluluskan dilanjutkan ke proses pengemasan.

c. Pembuatan Sirup Kering

Bahan baku yang diterima dari Penimbangan Sentral diperiksa

kesesuaiannya dengan CPB (Catatan Pengolahan Batch) dan BAP (Berita Acara

Produksi) jika sesuai bahan dicampur dalam mortir porselin sampai homogen,

dilakukan pengayakan dengan mesh 30 dilanjutkan pencampuran lagi dengan

intensive mixer, selanjutnya pencampuran akhir dengan V-mixer, kemudian massa

dikirim ke Karantina In Proses setelah dinyatakan lulus kemudian dilakukan

pengisian kedalam botol yang telah dicuci dan dikeringkan dilemari pengering.

Selama proses dilakukan pemeriksaan keseragaman bobot dan kekerasan

perekatan tutup botol dengan alat Torque meter setiap 30 menit yang bertujuan

untuk mencetak kestabilan mesin. Produk yang telah selesai pengisian dikirim

kembali ke Karantina In Proses untuk dilakukan pemeriksaan dan setelah

dinyatakan memenuhi syarat, dilanjutkan ke proses pengemasan.

4. Bagian Pengemasan

Bagian pengemasan dipimpin oleh Asisten Manajer dan dibawahi oleh 6

supervisor yaitu Supervisor Karantina In Proses, Supervisor Pengemasan Primer I

(solid), Supervisor Pengemasan Primer II (semi solid/cairan), Supervisor

Penandaan, Supervisor Pengemasan Sekunder I (solid), Supervisor Pengemasan

Gambar

Gambar 1  . Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk
Gambar  2  . Struktur Organisasi PT. Kimia Farma (Persero) Plant Jakarta

Referensi

Dokumen terkait

Permasalahan yang diungkap dalam penelitian ini: bagaimana Pelaksanaan Kurikulum Tingkat satuan dalam kegiatan belajar mengajar pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan di SMP

Berdasarkan analisa sidik ragam penambahan konsentrasi gula pasir yang berbeda pada pembuatan abon ikan Gulamah, memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna, aroma dan

Lantas kemudian juga kita akan membedah lebih dalam sebuah wacana yang hegemonic dimana wacana itu cukup mempengaruhi diskursus politik pada masa itu yang boleh jadi di

Universitas Sumatera Utara... Universitas

Dengan menggunakan Asymetrix multimedia toolbook, aplikasi ini merupakan penggabungan elemen-elemen gambar, suara dan teks yang dirangkum menjadi satu kedalam suatu bentuk aplikasi

[r]

Pembuatan aplikasi M-Pemesanan ini menggunakan teknologi Java 2 Micro Edition (J2ME) yang merupakan sebuah teknologi yang telah banyak digunakan dalam pengembangan aplikasi

[r]