EFEK MODEL PEMBELAJARAN INQUIRI TRAINING DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA PhET DAN MOTIVASI TERHADAP
KETERAMPILAN PROSES SAINS FISIKA SISWA SMP
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan (M.Pd) Pada
Program Studi Pendidikan Fisika
Oleh :
NARSO NIM. 8146176012
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i ABSTRAK
Narso, NIM 8146176012. Efek Model Pembelajaran Inquiry Training dengan menggunakan media PhET dan Motivasi Terhadap Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Labuhan Deli Tahun Ajaran 2015/2016. Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2016.
Penelitian ini bertujuan : untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains siswa dengan penerapan model pembelajaran Inquiry Training menggunakan media PhET dengan pembelajaran konvensional dan untuk mengetahui perbedaan keterampilan proses sains siswa yang memiliki motivasi tinggi dan motivasi yang rendah serta untuk mengetahui interaksi antara model pembelajaran inquiry training menggunakan media PhET dan model pembelajaran konvensional dengan tingkat motivasi dalam mempengaruhi keterampilan proses sains siswa. Sampel diambil dengan menggunakan cluster random class dimana setiap kelas memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian. Pada kelas pertama diterapkan model pembelajaran inquiry training dan kelas kedua sebagai kelas kontrol diterapkan model pembelajaran konvensional. Variabel dalam penelitian ini yaitu : (1) variabel bebas yaitu model pembelajaran inquiry training, (2) variabel moderator yaitu motivasi siswa dan (3) variabel terikat yaitu keterampilan proses sains siswa. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui keterampilan proses sains siswa adalah tes essay yang terdiri dari 10 pertanyaan dan instrumen yang digunakan untuk mengetahui motivasi siswa adalah tes angket yang terdiri dari 25 pertanyaan dan kedua instrumen ini dinyatakan valid dan reliabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : keterampilan proses sains siswa yang diberikan model pembelajaran inquiry training lebih baik dibandingkan model pembelajaran konvensional dan keterampilan proses sains siswa yang memiliki motivasi tinggi lebih baik dibandingkan siswa yang memiliki motivasi rendah serta terdapat interaksi antara model pembelajaran inquiry training dan motivasi terhadap keterampilan proses sains siswa.
ii ABSTRACT
Narso, NIM 8146176012. The Effect of Inquiry Training Instructional Models Using PhET Media and Motivation Toward Students Science Process Skill Junior High School Country of 1 Labuhan Deli Academic in 2015/2016, State University Of Medan Postgraduate, 2016
This research aims : (1) to determine differences students science process skill who applied inquiry training instructional models using PhET media better than conventional models, (2) to determine differences student’s science process skill who have high motivation better than students who have low motivation, (3) to determine the interaction between inquiry training instructional models using PhET media and conventional instructional models with a level of motivation in influencing student’s science process skill. The sample were taken using cluster random class which each class has an equal opportunity to be a sample. In the first class applied inquiry training instructional models and second class as a class of control applied conventional instructional models. The variables in this study are: (1) The independent variable is the inquiry training instructional models, (2) a moderator variable is motivation of students and (3) The dependent variable is the student’s science process skills. The instrument that used to determine student’s science process skills is an essay test consists of 10 questions and the instruments that used to determine student's motivation is a questionnaire test consists of 25 questions and both of this instruments declared valid and reliable. Result of research showed that: (1) The students science process skills who gave inquiry training instructional model is better than the conventional instructional model; (2) science process skills of students who have high motivation better than students who have low motivation; (3) there is interaction between the learning model inquiry training and motivation toward science process skills of students.
iii
KATA PENGANTAR
Pertama sekali penulis mengucapkan puji dan Syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah Subhanawata’ala Tuhan yang Maha Esa atas Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya sehingga tesis yang berjudul “Efek Model Inquiry Training Menggunakan Media PhET dan Motivasi Terhadap Keterampilan Proses Sains Fisika Siswa SMP” dapat diselesaikan dengan segala keterbatasannya. Selanjutnya salawat dan salam disampaikan ke hadirat Nabi Muhammad SAW,
sebagai Rasul pilihan dengan harapan semoga kita mendapat syafaat-Nya di hari
kemudian.
Sudah barang tentu, penulis tesis ini tidak akan terwujud disebabkan
berbagai kelemahan yang penulis miliki. Oleh sebab itu pada kesempatan ini
penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih atas andil dan bantuan dari berbagai
pihak, terutama kepada :
1. Prof. Dr. Nurdin Bukit, M.Si, sebagai pembimbing I.
2. Dr. Betty M. Turnip, M.Pd, sebagai pembimbing II.
3. Dr. Rahmadsyah, M.Si, sebagai ketua Program Studi Pendidikan Fisika
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED).
4. Prof. Dr. Sahyar, MS, M.M, sebagai narasumber dan penguji I
5. Prof. Dr. Mara Bangun Harahap, MS sebagai narasumber dan penguji II.
6. Dr. Eva Marlina Ginting, M.Si, sebagai narasumber dan penguji III.
7. Prof. Dr. Bornok Sinaga, M.Pd, sebagai Direktur Pascasarjana Unimed.
8. Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd, sebagai Rektor Universitas Negeri
Medan.
9. Bapak Kepala SMP Negeri 1 Labuhan Deli Bapak Drs. H. Muslim
Ginting, Wk. Kepala Sekolah Bapak Yusmariono, S.Pd , Ka. Lab IPA
Bapak Drs. Muhammad Idris, Guru bidang Studi IPA Ibu Nona Faziera
Sari, S. Pd, M. Si, Bapak Drs. Syawal Siregar Guru Matematika, Bapak
Hasym S.Pd Guru Agama Islam , Bapak Salomo, Bapak Arif sebagai Staf
tata usaha dan seluruh keluarga besar SMP Negeri 1 Labuhan Deli yang
telah mengizinkan dan membantu penulis melakukan penelitian di SMP
iv
Ucapan Terimakasih yang teristimewa penulis ucapkan secara khusus
kepada kedua orang tua Ayahanda Yakimin, Ibunda Narisem, kedua mertua
ayahanda samingan, Ibu mertua Samini, Istri tercinta Yusmianti S.Pd, anak
pertama Rizki Astri Ramadhani dan anak kedua Wahyusnaliansyah yang tak
pernah henti memberikan doa, semangat, kasih sayang dan dukungan yang besar
baik spiritual maupun material.
Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak untuk abang Nariyatno dan
adik – adik Yati, M. Yusup, Janatun, Masita dan Komsatun atas dukungannya
selama ini, serta seluruh keluarga yang telah mengiringi langkah penulis dengan
kekuatan doa.
Akhirnya Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh teman –
teman di kelas Pendidikan Fisika B 2014 dan terima kasih banyak kepada mereka
yang selama ini banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih perlu disempurnakan, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca.
Medan Juni 2016
Penulis,
NARSO
v
2.1.2.1. Hakekat Model Pembelajaran Inquiry Training... 23
2.1.2.2. Pelaksanaan Model Pembelajaran Inquiry Training ... 26
2.1.2.3. Kondisi Kelas Saat Penerapan Model Pembelajaran Inquiry Training ... 30
2.1.2.4 Peran Guru dalam Model Pembelajaran Inquiry Training32 2.1.2.5. Dampak Model Pembelajaran Inquiry Training ... 33
2.1.2.6. Teori Belajar Yang Melandasi Model Pembelajaran Inquiry Training ... 35
vi
2.1.2.6.2 Teori Perkembangan Kognitif Piaget ... 35
2.1.2.6.3 Teori Belajar Bermakana David Ausubel ... 36
2.1.2.6.4 Teori Penemuan Jerome Bruner ... 37
2.1.3. Hakekat Motivasi Belajar. ... 38
2.1.3.1 Pengertian Motivasi Belajar ... 38
2.1.3.2. Aspek-aspek Motivasi belajar ... 41
2.1.4 Media Simulasi PhET . ... 43
2.1.4.1. Pengertian Media Simulasi PhET ... 43
2.1.4.2. Penggunaan Media PhET dalam Pembelajaran ... 45
2.1.5. Keterampilan Proses Sains ... 47
2.1.5.1 Pengertian Keterampilan Proses sains. ... 47
2.1.5.2. Indikator Keterampilan Proses Sains ... 49
2.1.5.3. Teori Belajar yang Melandasi Keterampilan Proses Sains ... 52
2.1.6. Penelitian Yang Relevan ... 53
2.2. Kerangka Konseptual ... 54
2.2.1. Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa dan Motivasi dengan Pembelajaran Konvensional Dan Model Pembelajaran Inquiry Training Menggunakan Media PhET... 54
2.2.2. Perbedaan Keterampilan Proses Sains Siswa Karena Motivasi Tinggi Dan Motivasi Rendah Pada Kelas Pembelajaran Konvensional Dengan Model Inquri Training Menggunakan Media PhET ... 56
2.2.3. Ada Interaksi Antara Model Inquiry Training menggunakan Media PhET dan Motivasi Terhadap keterampilan Proses Sains...57
2.3. Hipotesis ... 58
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 59
3.1.1 Lokasi Penelitian ... 59
vii
3.8.1. Analisis Secara Deskriptif ... 72
3.8.2. Analisis Secara Inferensial ... 72
3.8.3. Uji Normalitas ... 73
3.8.4. Uji Homogenitas ... 74
3.8.5. Uji Hipotesis ... 75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 78
4.1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 78
4.1.1. Pretes KPS ... 78
4.1.2. Motivasi Belajar ... 83
4.1.3. Perlakuan (Treatment) ... 85
4.1.4. Data Postes KPS ... 87
4.2. Pengujian Hipotesis ... 89
4.3. Pembahasan hasil Penelitian ... 98
4.3.1. Terdapat Perbedaan Hasil KPS Fisika Siswa Dengan Model Konvensional ... 98
viii
4.3.3 Interaksi antara Model Pembelajaran Inquiry Training
Dan Motivasi Terhadap KPS Siswa ... 105
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ... 107
5.2. Saran ... 108
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Dampak Instruksional dan Pengring Model Inkuiry Training .... 34
Gambar 4.1 Pretes KPS Kelas Model Konvensional dan Model
Inquiry Training ... 79
Gambar 4.2 Distribusi Normal kelas Kontrol ... 80
Gambar 4.3 Diagram Distribusi Normal Kelas Eksperimen ... 81
Gambar 4.4 Postes KPS Model Kovensional dan Model Inkuiry Training ... 88
Gambar 4.5 Perbedaan Rerata Pretes dan Postes Kelas Model Konvensional
Dan Kelas Model Inkuiry Training ... 91
Gambar 4.6 Perbedaan Rerata Motivasi Belajar Tinggi dan Rendah ... 92
Gambar 4.7 Perbedaan Rerata KPS Kelas Konvensional dan Inquiry Training
Terhadap Motivasi Belajar ... 93
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Fase-fase Model Pembelajaran Inquiry Training... 30
Tabel 2.2 Kegiatan Pendidik Pada Setiap Fase Pembelajaran Inquiry Training ... 33
Tabel 2.3 Instrumen Indikator Motivasi belajar... 43
Tabel 2.4 Komponen dan Indikator KPS ... 51
Tabel 2.5 Penelitian Yang Relevan ... 53
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian... 59
Tabel 3.2 Rancangan Desain Penelitian ... 61
Tabel 3.3 Desain Penelitian ANAVA 2X2 ... 61
Tabel 3.4 Alur Pelaksanaan Penelitian... 63
Tabel 3.5 Spesifikasi Tes Kemampuan Motivasi ... 65
Tabel 3.6 Deskripsi Kategori Persentase KPS ... 67
Tabel 3.7 Validasi Instrumen Keterampilan Proses Sains ... 70
Tabel 3.8 Ringkasan ANAVA Dua Jalur ... 76
Tabel 4.1 Data Pretes KPS Model Konvensional dan Inquiry Training ... 78
Tabel 4.2 Output Uji Normalitas Pretes KPS Siswa ... 80
Tabel 4.3 Uji Normalitas Pretes KPS Siswa ... 80
Tabel 4.4 Output Uji Homogenitas Pretes ... 82
Tabel 4.5 Uji Homogenitas Pretes ... 82
Tabel 4.6 Uji Kesamaan Kemampuan Awal Kelas Konvensional dan Kelas Inquiry Training ... 83
Tabel 4.7 Motivasi Belajar Kelas Konvensional Dan Inquiry Training ... 84
Tabel 4.8 Pembagian Kelompok Motivasi Belajar Tinggi dan Rendah... 85
Tabel 4.9 Postes KPS Kelas Konvensional dan Inquiry Training ... 87
Tabel 4.10 Deskripsi Statistik KPS Terhadap Motivasi Belajar ... 88
Tabel 4.11 Data Disain Faktorial Rata-rata KPS Siswa Terhadap Kelompok Motivasi Tinggi Dan rendah ... 89
Tabel 4.12 Data Faktor Antara Subjek ... 89
Tabel 4.13 Uji Homogenitas Antar Kelompok ... 90
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 RPP Pertemuan I Getaran ... 112
Lampiran 2 RPP Pertemuan II Gelombang Transversal ... 124
Lampiran 3 RPP Pertemuan III Gelombang Longitudinal ... 139
Lampiran 4. LKS Pertemuan I Getaran ... 152
Lampiran 5 LKS Pertemuan II Gelombang Transversal ... 157
Lampiran 6 LKS Pertemuan III Gelombang Longitudinal ... 160
Lampiran 7 Tes Ketrampilan Proses Sains ... 164
Lampiran 8 Rubrik Deskreptor ... 167
Lampiran 9 Angket Motivasi ... 169
Lampiran 10 Kisi-kosi Angket ... 181
Lampiran 11 Skor Pretes, Motivasi dan Postes kelas Eksperimen ... 189
Lampiran 12 Skor Pretes, Motivasi dan Postes Kelas Kontrol ... 190
Lampiran 13 Output Data Pretes Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 191
Lampiran 14 Output Pretes Kelas Kontrol dan eksperimen ... 194
Lampiran 15 Output Uji Normalitas dan Homogenitas Pretes Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 198
Lampiran 16 Output Uji Kesamaan Kemampuan Awal Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 204
Lampiran 17 Output Uji Anava 2X2 ... 206
Lampiran 18 Output Uji Poshock ... 210
Lampiran 19 Rekapitulasi data Observasi KPS ... 213
Lampiran 20 Rekapitulasi Setiap Indikator... 216
Lampiran 21 Data Pretes, Postes Kelas Kontrol dan Eksperimen ... 220
Lampiran 22 Validitas Instrumen... 221
Lampiran 23 Reliabilitas Perhitungan KPS ... 222
Lampiran 24 Perhitungan Pembagian Tingkat motivasi ... 223
Lampiran 25 Validasi Motivasi ... 225
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dan tidak bisa
terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan merupakan suatu hal yang
memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta
menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan tidak diperoleh
begitu saja dalam waktu yang singkat, namun memerlukan suatu proses
pembelajaran sehingga menimbulkan hasil yang sesuai dengan proses yang dilalui,
oleh karena itu pendidikan hendaknya dikelola dengan baik secara kualitas dan
kuantitas. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (dalam Toenas, 2012: 258) bahwa
pendidikan berfungsi membantu siswa dalam mengembangkan semua potensi
kecakapan serta karakteristik pribadinya kearah yang positif baik bagi dirinya
maupun bagi lingkungannya.
Proses pembelajaran yang terencana dan berjalan dengan baik akan
memudahkan dan membantu siswa untuk mengembangkan potensi yang ada pada
diri siswa, sehingga tujuan dari pembelajaran dapat diraih. Salah satu bentuk
usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah dengan melaksanakan
kegiatan proses pembelajaran di sekolah, karena sekolah sebagai suatu lembaga
pendidikan formal secara sistematis merencanakan lingkungan pendidikan untuk
melakukan berbagai kegiatan pembelajaran.
Pendidikan IPA merupakan salah satu aspek pendidikan yang digunakan
sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Dalam pendidikan sains tersebut
2
terdiri atas kegiatan atau proses aktif menggunakan pikiran dan sikap ilmiah
dalam mempelajari gejala alam yang belum diterangkan dengan demikian,
tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan sains menjadi suatu
keharusan. Sains sebagai sebuah produk karena terdiri dari sekumpulan
pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip dan hukum tentang
gejala alam. Sains sebagai sebuah proses, karena merupakan suatu rangkaian
kegiatan yang terstruktur dan sistematis yang dilakukan untuk menemukan
konsep, prinsip dan hukum tentang gejala alam termasuk di dalamnya adalah
kemampuan berpikir untuk menyusun dan menemukan konsep-konsep baru.
Pendidikan sains khususnya fisika sebagai bagian dari pendidikan pada umumnya
memiliki peran dalam meningkatkan mutu pendidikan, khususnya dalam
menghasilkan manusia Indonesia yang berkualitas.
Target penting dari pendidikan modern khususnya pendidikan fisika
adalah mendidik individu agar dapat mengatasi masalah-masalah yang ditemukan
di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan yang baik tidak hanya mempersiapkan
siswa untuk suatu profesi, tetapi jauh lebih penting mempersiapkan kemampuan
menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Fisika sebagai salah satu bagian dari
sains dimasukkan dalam kurikulum pelajaran di Indonesia mulai dari tingkat dasar
sampai menengah. Pembelajaran fisika bertujuan untuk menguasai pengetahuan,
konsep dan prinsip fisika, serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap
ilmiah. Fisika sebagai penyusun sains adalah wahana atau sarana untuk melatih
para siswa agar dapat menguasai pengetahuan, konsep dan prinsip fisika dan
memiliki motivasi terhadap keterampilan proses sains. Guru sebagai salah seorang
3
yang kurang memiliki gairah dalam melakukan tugasnya, yang berakibat kurang
berhasilnya tujuan yang ingin dicapai. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor
dimana salah satunya adalah kurangnya motivasi kerja guru (Hamzah B. Uno,
2006:63). Motivasi menurut paham kognitivisme merupakan faktor yang datang
dari diri manusia berkaitan dengan pilihan, keputusan, minat, tujuan yang
berkaitan dengan keuntungan dan kerugian yang akan dialami individu. Motivasi
menurut perspektif kognitivisme bersifat intrinsik yang sangat erat hubungannya
dengan kemampuan individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya yang
melibatkan pengertian dan pemahaman terhadap masalah-masalah yang
mengandung problematik (Martini Jamaris, 2013:171). Motivasi merupakan suatu
energi dalam diri manusia yang mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu
dengan tujuan tertentu, motivasi merupakan segala sesuatu yang dapat memotivasi
siswa atau individu untuk belajar. Tanpa motivasi belajar, seorang siswa tidak
akan belajar dan akhirnya tidak akan mencapai keberhasilan dalam belajar. Guru
harus mampu memberikan motivasi pada siswa, supaya dapat meningkatkan
hasil belajar dan akan memberikan kontribusi yang baik. Pemberian motivasi
yang tinggi kepada anak dibandingkan dengan pemberian motivasi yang rendah
pada anak pasti sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Sedangkan menurut
Hamzah B. Uno (2006:3) menyatakan bahwa ‘’Motivasi dapat diartikan sebagai
dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas tertentu
demi untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi yang tinggi akan membuat belajar
semakin bersemangat, penampilan, pemaknaan dan ketekunan. Semangat
kompetensi harus selalu ditumbuhkan dalam diri siswa agar timbul obsesi untuk
4
Pendekatan ketrampilan proses dalam pembelajaran sains yang
beranggapan bahwa sains itu terbentuk dan berkembang melalui proses ilmiah
yang juga harus dikembangkan pada peserta didik sebagai pengalaman yang
bermakna yang dapat digunakan sebagai bekal perkembangan diri selanjutnya
(Memes, 2009:1-5). Pendekatan ketrampilan proses menekankan bagaimana siswa
belajar dan mengelolah perolehannya, sehingga mudah dipahami. Dengan
mengembangkan ketrampilan-ketrampilan proses perolehan anak akan mampu
menemukan dan mengembangkan sendiri motivasi dan nilai yang dituntut.
Ketrampilan – keterampilan itu menjadi roda penggerak penemu dan
pengembangan sikap dan nilai. Sabella, dkk. (2007 : 44) menyatakan bahwa salah
satu penyebab penguasaan fisika yang lemah adalah karena siswa hanya belajar
pola permukaan. Lebih lanjut Kristianingsi, dkk. (2010 : 44) menyatakan bahwa
akibat guru selama pembelajaran lebih banyak memberikan ceramah atau
penyampaian produk saja, maka siswa kurang terlatih untuk mengembangkan
daya pikirnya dalam pengembangan aplikasi konsep yang telah dipelajari dalam
kehidupan nyata. Memiliki sikap ilmiah sebagai komponen afektif,
pengetahuan/wawasan sains sebagai komponen kognitif serta memiliki
keterampilan proses sains sebagai komponen psikomotorik. Distrik, (2007:44)
mendefinisikan ketrampilan proses sebagai cara-cara yang ditempuh orang untuk
mendapatkan pengetahuan tentang alam ini termasuk proses diantaranya adalah
melakukan perencanaan, menyusun model, mengambil kesimpulan dan lain-lain.
Pada hakekatnya ketrampilan proses sains memiliki delapan aspek yaitu
mengamati, mengelompokkan, mengukur, menafsirkan, meramalkan,
5
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan di sekolah
SMP Negeri 1 Labuhan Deli melalui penyebaran angket pada tanggal 18 Juli
2015 terhadap rendahnya hasil belajar siswa ada beberapa hal, yang pertama
rendahnya minat belajar siswa terhadap pelajaran sains. Ini dibuktikan dengan
data tes awal kepada 60 siswa untuk memasuki tahun 2015/2016. Faktor yang
kedua tidak adanya media yang mendukung pembelajaran ini terbukti dengan
tidak lengkapnya buku pegangan yang dimiliki siswa dan media lainnya seperti
media PhET mereka belum mengenal, sehingga siswa hanya menerima materi
seluruhnya dari guru dan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, ini
terjadi karena keadaaan ekonomi siswa yang rendah. Faktor yang ketiga adalah
hanya sebagian kecil saja yang memahami konsep. Sebagian besar siswa tidak
mampu menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan bagaimana
pengetahuan tersebut akan dipergunakan atau dimanfaatkan. ini juga terlihat dari
siswa hanya mampu mengerjakan soal latihan yang sesuai dengan contoh soal
saja. Siswa mengerjakan soal latihan hanya menciplak dari contoh soal yang
bentuk soalnya mirip menandakan bahwa siswa bermasalah pada pemahaman
konsep sehingga mereka tidak mampu menyelesaikan soal-soal latihan sesuai
dengan konsep. Namun apabila soal dirubah misalnya dengan mengubah yang
diketahui menjadi yang ditanya maka mereka akan bingung seakan permasalahan
tersebut tidak pernah dibahas. Faktor yang ke empat belum memperhatikan aspek
keterampilan proses sains siswa belum pernah dilakukan pembelajaran fisika yang
memperhatikan ketrampilan proses sains siswa. Praktikum fisika yang dilakukan
selama ini belum memperhatikan aspek-aspek ketrampilan proses sains,
6
di laboratorium dibuktikan kurang lengkapnya peralatan yang ada di laboratorium
sehingga siswa kurang mampu mengamati fenomena yang terjadi saat praktikum,
kurang mampu berkomunikasi dengan teman satu kelompok, kurang serius, tidak
mampu membuat kesimpulan yang benar dan cenderung bertanya kepada guru
setiap akan melakukan percobaan. Kenyataan yang ada di SMP Negeri 1 Labuhan
Deli, siswa memberikan kesimpulan masih belum memiliki katrampilan proses
sains yang baik.
Penilaian terhadap pembelajaran fisika belum memperhatikan kemampuan
motivasi terhadap ketrampilan proses sains siswa. Hal ini terbukti setelah
diadakannya konsultasi dengan Pak Muhammad Idris sebagai guru sains di SMP
Negeri 1 Labuhan Deli. Penilaian yang dilakukan selama ini masih pada unsur
kognitif. Nilai yang dicantumkan dalam rapor masih berasal dari unsur
pengetahuan siswa terhadap materi sains. Seharusnya motivasi siswa juga
mendapat penilaian.
Salah satu model yang cocok untuk pembelajaran fisika dimana siswa
diberikan kesempatan secara langsung untuk menemukan, meningkatkan
pemahaman ilmu pengetahuannya, meningkatkan produktivitas dalam belajar dan
berpikir kreatif yang mendatangkan stimulus dalam diri siswa dengan rasa ingin
tahunya yang besar dan memungkinkan siswa tersebut untuk dapat menemukan
sendiri materi yang harus dipahaminya adalah model inquiry training. Model
pembelajaran inquiry training dirancang untuk membantu siswa mengembangkan
disiplin dan mengembangkan keterampilan intelektual yang diperlukan untuk
mengajukan pertanyaan dan menemukan jawabannya berdasarkan rasa ingin
7
terhadap peningkatan kemampuan motivasi dan keterampilan proses sains siswa
sehingga sangat tepat untuk diterapkan dalam pembelajaran sains. Model inquiry
training merupakan model pembelajaran yang melatih siswa untuk belajar berangkat dari fakta menuju ke teori. Model pembelajaran ini memiliki
langkah-langkah sebagai berikut : (1) Konfirmasi dengan masalah dalam hal ini guru
menjelaskan prosedur inquiry dan menyajikan kejadian ganjil pada siswa,
(2) pengumpulan dan verifikasi data, yaitu menguji hakekat objek dan kondisi,
(3) pengumpulan data - eksperimen, yaitu siswa melakukan eksperimen,
mengisolasi variabel-variabel yang relevan, menguji hipotesis dengan hubungan
kausalitas, (4) mengorganisasi dan merumuskan penjelasan, setelah melakukan
eksperimen dan diperoleh data, guru mengajak siswa merumuskan aturan atau
penjelasan, (5) menganalisis proses inquiry yaitu guru meminta siswa untuk
menganalisis pola-pola penemuannya.
Berdasarkan uraian diatas menyebutkan bahwa keterampilan proses sains
siswa masih rendah. Dalam meningkatkan keterampilan proses sains maka
diperlukan model pembelajaran inquiry. Berdasarkan Bruce & Weil (dalam M.
Hosman, 2014:346) menjelaskan bahwa model pembelajaran inquiry untuk
membantu siswa dalam mengembangkan disiplin, intelektual siswa, yang perlu
untuk mencari data, mengolah data, menggunakan logika berpikir terhadap data
tersebut. Disamping itu mennyebutkan bahwa latihan inquiry dapat
mengembangkan pengetahuan sains, menghasil kemampuan keterampilan kreatif,
keterampilan memperoleh dan menganlisis suatu data.
Di samping itu, di SMP Negeri 1 Labuhan Deli proses pembelajaran
8
fisika yang diterapkan di sekolah sebahagian besar hanya menekankan pada
proses menghafal konsep, prinsip atau rumus. Proses pembelajaran fisika selama
ini belum secara maksimal memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat
aktif dalam proses metode ilmiah fisika serta belum berorientasi pada
menumbuhkan sikap ilmiah siswa. Pembelajaran fisika masih berpusat pada guru
dan belum bergeser ke orientasi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Hal ini
mengakibatkan pembelajaran hanya berfokus pada kegiatan menghafal konsep,
sehingga siswa merasa kesulitan dalam memahami konsep fisika.
Dalam penelitian ini penulis bermaksud menerapkan model pembelajaran
inquiry training dengan menggunakan media simulasi PhET yang berasal dari bentuk jamak medium yang berasal dari bahasa latin yang berarti perantara atau
penghantar. Karena dalam kegiatan kehadiran media mempunyai arti yang cukup
penting dalam upaya meningkatkan motivasi siswa. Simulasi mirip dengan latihan
tetapi tidak dalam realitas sebenarnya, melainkan seolah-olah menggambarkan
keadaan sebenarnya dalam arti terbatas. Menurut Hamalik (dalam Arsyad,
2008:15) mengemukakan bahwa pemakaian media dalam pembelajaran dapat
membangkitkan keinginan dan minat baru, membangkitkan motivasi dan
rangsangan kegiatan belajar dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis
terhadap siswa. Alasan penulis memilih model inquiry training karena model ini
memiliki karakteristik lebih memfokuskan pembelajaran pengamatan,
pengukuruan, eksperimen kurikulum, dan proses-proses mental (penalaran
induktif, merumuskan hipotesis, penalaran deduktif, aktivitas, eksplorasi sintesis
dan evaluasi). Selain itu model pembelajaran latihan inkuiri, juga memiliki
9
permasalah, (2) Siswa melakukan pengumpulan informasi untuk verifikasi
permasalahan, (3) Siswa melakukan penyelidikan untuk mengeksplorasi konsep
dan menguji secara langsung hipotesis yang telah dibuatnya, (4) Siswa
mengorganisasikan dan memformulasikan data yang telah diperolehnya selama
proses penyelidikan ke dalam suatu penjelasan, (5) Siswa menganalisis strategi
pemecahan masalah yang telah dilakukan dan mengembangkannya menjadi lebih
efektif. Menurut beberapa penelitian menunjukkan penggunaan model
pembelajaran inquiry training dapat meningkatkan hasil belajar secara kognitif,
psikomotor dan afektif.
Dengan latar belakang tersebut, peneliti memilih untuk melakukan
penelitian di SMP Negeri 1 Labuhan Deli, Kecamatan labuhan Deli Kabupaten
Deli Serdang. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Retno
(2014:5) yang mengatakan bahwa model pembelajaran inquiry dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa dan pemahaman konsep fisika siswa,
Sukarman, et al (2013:154) mengatakan bahwa pembelajaran inquiry dapat
meningkatkan hasil belajar kognitif siswa dan motivasi berprestasi siswa,
berikutnya Tella (2007:54) menyatakan peserta didik yang memiliki motivasi
tinggi dan rendah akan memiliki prestasi belajar yang berbeda pula. Peserta didik
yang dimotivasi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih baik.
Dari beberapa permasalahan tentang rendahnya kemampuan proses sains
dan hasil belajar siswa, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul “ Efek Model Pembelajaran Inquiri Training Dengan Menggunakan
10
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka yang
menjadi identifikasi masalah adalah sebagai berikut :
1. Proses pembelajaran yang dilaksanakan guru belum memaksimalkan
penerapan model – model pembelajaran sesuai dengan teori yang ada.
2. Pembelajaran fisika belum memperhatikan kemampuan motivasi para siswa.
3. Guru belum memaksimalkan penggunaan potensi media PhET pada siswa
dalam menyelesaikan soal-soal fisika, baik soal yang berkaitan dengan
kemampuan kognitif
4. Keterampilan proses sains siswa mata pelajaran sains belum mendapatkan
perhatian dalam pembelajaran.
5. Alat- alat praktikum di sekolah tidak memadai.
1.3 Batasan Masalah
Semua permasalahan yang diuraikan diatas tidak mungkin untuk diteliti
semua karena keterbatasan penulis. Dalam penelitian ini masalah dibatasi pada:
1.Model pembelajaran yang di gunakan dalam penelitian ini adalah Inquiry
Training dengan menggunakan media PhET.
2.Motivasi peserta didik yang digunakan sebagai variabel moderator diukur
dengan menggunakan angket motivasi.
3.Sebagai upaya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fisika dan
melatih kemampuan siswa dalam melakukan penyelidikan atau percobaan
digunakan model pembelajaran Inquiry Training (IT) dibandingkan dengan
11
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang
masalah maka permasalahan utama pada penelitian ini adalah: “Apakah ada
pengaruh model pembelajaran Inquiry Training dengan menggunakan media
PhET dan motivasi terhadap keterampilan proses sains pada materi Getaran dan Gelombang?”. Rumusan masalah ini dijabarkan menjadi pertanyaan-pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Apakah keterampilan proses sains fisika siswa SMP Negeri 1 Labuhan Deli
dengan menggunakan model pembelajaran Inquiry Training menggunakan
Media PhET lebih baik dibandingkandengan pembelajaran konvensional?
2 Apakah keterampilan proses sains fisika siswa SMP Negeri 1 Labuhan Deli
yang memiliki motivasi tinggi lebih baik dengan motivasi rendah?
3 Apakah ada interaksi antara model pembelajaran Inquiry Training dan
pembelajaran konvensional dengan tingkat motivasi dalam mempengaruhi
keterampilan proses sains siswa?
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah ada pengaruh model
pembelajaran inquiry training menggunakan media PhET dan motivasi terhadap
keterampilan proses sains pada materi pokok Getaran dan gelombang. Secara
khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains fisika siswa SMP
Labuhan Deli dengan penerapan model pembelajaran inquiry training
12
2. Untuk mengetahui apakah keterampilan proses sains fisika siswa SMP Negeri
1 Labuhan Deli kelompok siswa yang memiliki motivasi tinggi lebih baik
daripada motivasi yang rendah
3. Untuk mengetahui apakah ada interaksi antara model pembelajaran inquiry
training dan pembelajaran konvensional dengan tingkat motivasi dalam mempengaruhi keterampilan proses sains fisika siswa
1.6 Manfaat Penelitian
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi sebagai
sumbangan pemikiran dan bahan acuan bagi guru, pengelola, pengembang
lembaga pendidikan dan penelitian selanjutnya yang akan menguji secara lebih
dalam tentang penerapan model pembelajaran inquiry training dalam
meningkatkan keterampilan proses sains pada siswa. Manfaat yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan
bahan acuan bagi guru, pengelola, pengembang lembaga pendidikan dan
penelitian selanjutnya akan menguji secara lebih mendalam tentang model
pembelajaran inquiry training pada materi getaran dan gelombang yang
dapat digunakan guru. sehingga siswa dapat mengembangkan aspek
kemampuan dasar yang mencakup aspek kognitif dan psikomotorik.
2. Model pembelajaran ini dapat menjadi pertimbangan bagi guru fisika dalam
upaya perbaikan proses pembelajaran, karena model ini mengutamakan
pembelajaran yang berpusat pada siswa keterampilan proses sains siswa dan
13
1.7 Definisi Operasional
Untuk memperjelas variable – variabel, agar tidak menimbulkan perbedaan
penafsiran terhadap rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu adanya
penjelasan dari beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini .berikut
diberikan definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini:
1. Model pembelajaran inquiry training adalah upaya pengembangan para siswa
yang mandiri dengan menerapkan metode yang mensyaratkan partisipasi aktif
siswa dalam penelitian ilmiah (Joyce, 2009:188).
2. Menurut Hamalik (2004:158), motivasi adalah perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi – reaksi untuk
mencapai tujuan. Pribadi yang bermotivasi mengadakan respons – respons
yang tertuju kearah suatu tujuan.
3. Pembelajaran konvensional cenderung pada belajar hapalan yang mentolerir
respon-respon yang bersifat konvergen, menekankan informasi konsep,
latihan soal dalam teks, serta penilaian masih bersifat tradisional dengan
paper dan pencil test yang hanya menuntut pada satu jawaban benar.
4. Keterampilan proses sains adalah sekumpulan kemampuan yang dimiliki,
dikuasai, dan diaplikasikan dalam suatu kegiatan ilmiah. (Rao, 2008:23).
5. Media animasi software PhET adalah salah satu media komputasi yang
menyediakan animasi baik fisika, biologi, maupun sains lain. Di dalam media
animasi software PhET ada sub – sub file yang dapat dipilih sendiri dan animasi
apa yang ingin ditampilkan. Di dalam media ini dapat ditampilkan suatu materi
yang bersifat abstrak dan dapat dijelaskan secara langsung oleh media ini
109
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Kerampilan Proses sains siswa menggunakan inquiry training lebih baik
dari pembelajaran konvensional. Berdasarkan data nilai rata-rata siswa
model pembelajaran inquiry training menggunakan media PhET sebesar
75,85 dan untuk pembelajaran konvensional memperoleh 70. Hasil ini
menunjukkan terdapat efek dari model pembelajaran inquiry training
menggunakan media PhET terhadap keterampilan proses sains.
2. Kerampialan Proses sains siswa pada kelompok motivasi tinggi lebih baik
dibandingkan keterampilan proses sains siswa pada kelompok motivasi
rendah, Hal ini dapat ditunjukkan dari data penelitian yang menunjukkan
bahwa keterampilan proses sains pada kelompok motivasi tinggi sebesar
78,2 dan pada kelompok motivasi rendah sebesar 69,8. Hasil ini
menunjukkan terdapat efek motivasi siswa terhadap keterampilan proses
sains siswa
3. Terdapat interaksi antara model pembelajaran inquiry training
menggunakan media PhET dan pembelajaran konvensional dengan
motivasi dalam meningkatkan keterampiran proses sains fisika siswa.
Dalam penelitian ini motivasi berpengaruh dalam meninggkatkan
keterampiran proses sains fisika siswa pada model pembelajaran inquiry
training menggunakan PhET sedangkan pada pembelajaran konvensional
motivasi siswa tidak berpengaruh.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil dan kesimpulan penelitian ini, maka peneliti memiliki
beberapa saran untuk menerapkan model pembelajaran inquiry training sebagai
berikut:
1. Dalam penerapan model pembelajaran inquiry training guru harus
memperhatikan tingkat motivasi siswa, karena model ini tepat untuk siswa
yang memiliki tingkat motivasi tinggi.
2. Guru juga harus mengefisiensi penggunaan waktu dimana pada saat penerapan
model pembelajaran inquiry training akan melakukan tahapan – tahapan
sehingga waktu yang tersedia pada saat jam pelajaran akan terasa kurang
3. Untuk siswa yang memiliki tingkat motivasi rendah disarankan untuk tidak
diajarkan dengan model pembelajaran inquiry training karena siswa akan
kesulitan dalam melakukan proses inquiry (penemuan) selama pembelajaran,
siswa sulit menganalisis data dan fenomena alam yang mereka temukan
selama pembelajaran
4. Pengujian pemahaman konsep awal sebaiknya disusun berdasarkan materi
sebelum materi yang akan diuji, agar memperoleh hasil yang lebih objektif.
5. Disarankan kepada peneliti lanjutan, kiranya dapat melanjutnya penelitian ini
dengan menerapkan model pembelajaran inquiry training dengan bantuan
media pembelajaran kreatif lain dan menggunakan variabel moderator lainnya
dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan proses sains
siswa.
109
DAFTAR PUSTAKA
Adedeji Tella..The Impact Of Motivation On Student’s Academic Achievement And Learning Outcomes In Marhematics Among Secondary School Student In Nigeria. Eurasia Journal Of Mathematics, Science & Technology Education 2007, 3(2),149-156
Ali Abdi.2014 The Effect Of Inquiry Based Learning Method On Students’academic Achievement In Sceience Course
Dahar, R. W. 2006. Teori-teori Belajar dan pembelajaran .Jakarta : Erlangga.
Depdiknas. 2006. Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam Untuk SMP/MTS Kelas VIII.Jakarta Depatemen Pendidikan Nasional Penerbit PT Mentari Pustaka
Dimyatidan Mudjiono, 2010. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Harlen, W. 2004. Teaching Learning and Assessing Science. London : Paul Chapman Publishing Ltd.
Hasan, M.S. Inquiry Training Model of Teaching : A Search for Learning, International Journal of Science Reasrch. Department of education Algarh Muslim University Uttar Pradesh, 2008 Volume (2). 3, 108-110.
Hamzah B Uno, 2006. Teori Motivasi Dan Pengukurannya. Sawo Raya Jakarta: PT Bumi Aksara
Hifni, M. 2015. Studi Pendahuluan Efek Model Pembelajaran Inquiry Training Terhadap Keterampilan Proses Sains dan Kemampuan Berpikir Logis Siswa Kelas VIII MTsN Binjai.Tesis.Medan : Program Studi Pendidikan Fisika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Joyce, B. Weil, M. dan Calhoun, E. 2009. Models Of Teaching. Yokyakarta : Pustaka pelajar.
110
Marlin jamaris, 2013. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan , Ciawi Bogor : Ghalia Indonesia
Marthen Kaningan. 2002 IPA Fisika SMP kelas VIII Penerbit Erlangga Jakarta
Marnita. 2013 Peningkatan Ketrampilan Proses Sains Melalui Pembelajaran Kontekstual Pada Mahasiswa Semester 1 Materi Dinamika
Margono. 2008. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.
M. Hosnan. 2014 Pendekatan Saintifik Dan Kontektual Dalam Pembelajaran Abad 21 Ciami Bogor : Ghalia Indonesia.
Nurhayati, Penerapan Metode Demonstrasi Berbantu Media Animasi Software PhET Terhadap Hasil Belajar Siswa Dalam Materi Listrik Dinamis Kelas X Madrasah Aliyah Negeri Pontianak, Vol 4 N 2, (hal 1-7) Jurnal Pendidkan Fisika dan Aplikasinya (JPFA). Diakses: Desember 2014
Oemar Hamalik, 2001 Proses Belajar Mengajar Sawo Raya Jakarta: PT Bumi Aksara
Ongowo, R. and Francis C.I. 2013.Science Process Skills in the Kenya Certficate of Secondary Education Biology Practical Examination.Journal of scientific research, Volume (4). 11; 713-717.
Rao, B. dan Kumari. 2008. Science Proccess Skills of School Students. New Delhi. Aurora Offset.
Retno Putri Sari,2014. Penerapan Inquiry Training Model Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Dan Pemahaman Konsep Fisika Siswa Kelas VIII F SMPN 1 Karangploso
Rohman, A. 2014. Epistemologidan Logika. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Rustaman, N.Y. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Bandung: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI.
Sanjaya, W. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Prenada Media.
Santoso, S. 2008. Panduan Lengkap Menguasai Statistik dengan SPSS 17 .Jakarta :PT. Elex Media Komputindo.
111
Sukarman, Sunaryo, Betty Zelda Siahaan 2011 PF-46: Pengaruh Model Pembelajaran Nkuiri Dan Motivasi Berprestasi Terhadap Hasil Belajar Fisika Di SMA Negeri 94 Jakarja
Slameto, 2010. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta Rineka Cipta
Suharsimi, A. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Tim Abdi Guru Kurikulum 2013 IPA Terpadu Jilid 2 Erlangga Jakarta PT.Gelora Angkasa Pratama.
Trianto. 2009. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka.
Trisno, Yusuf Kendek Dan Marungkir Pasaribu.Pengaruh Model Pembelajaran Inquiri Training Pada Pokok Bahasan Kalor Siswa SMP Negeri 9 Palu
Toenas Setyo Joeli indahwati Penerapan Model Inquiry Training Melalui Teknik Peta Konsep Dan Teknik Puzzle Ditinjau Dari Tngkat keberagaman Aktivitas Belajar dan kemampuan Memori jurnal Inkuiry 7893,vol 1,No 3, 2012 (hal 258-265) 4 juli 2015
Ulina Maroto Sinaga Dan Master Sihotang . Pengaruh Model Pembelajaran Inquiri Training Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Listrik Dinamis Di Sma Negeri 16 Medan Jurnal Inpaf.Vol.No.2.2014
Wasis dan Irianto S.Y, 2008.Ilmu Pengetahuan Alam Untuk SMP Kela VIII. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.