Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN DALAM PENGOLAHAN GREY LITERATURE DAN KOLEKSI REPOSITORY PADA
PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan
studi untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
dalam bidang Studi Perpustakaan dan Informasi
Oleh:
HARLY CHRISTY M. SIAGIAN
050709040
DEPARTEMEN STUDI ILMU PERPUSTAKAAN & INFORMASI
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Skripsi : Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam Pengolahan
Grey Literature dan Koleksi Repository pada Perpustakaan
Universitas Sumatera Utara
Oleh : Harly Christy M. Siagian
NIM : 050709040
Pembimbing I : Drs. Belling Siregar, SS. M.Lib
Tanda Tangan : __________________________
Tanggal : __________________________
Pembimbing II : Drs. Syakirin Pangaribuan, SH
Tanda Tangan : _________________________
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam Pengolahan
Grey Literature dan Koleksi Repository pada Perpustakaan
Universitas Sumatera Utara
Oleh : Harly Christy M. Siagian
NIM : 050709040
DEPARTEMEN STUDI PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI
Ketua : Drs. Jonner Hasugian, M.Si
Tanda Tangan : _________________________
Tanggal : _________________________
FAKULTAS SASTRA
Dekan : Drs. Syaifuddin, MA. Ph.D
Tanda Tangan : _________________________
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya ini adalah karya orisinalitas dan belum pernah disajikan sebagai suatu
tulisan untuk memperoleh suatu klasifikasi tertentu atau dimuat pada media
publikasi lain.
Penulis membedakan dengan jelas antara pendapat atau gagasan penulis dengan
pendapat atau gagasan yang bukan berasal dari penulis dengan mencantumkan
tanda kutip.
Medan, Juni 2009
Penulis
Harly Christy M. Siagian
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
ABSTRAK
Siagian, Harly Christy M., 2009. Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam
Pengolahan Grey Literature dan Koleksi Repository pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara. Medan: Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan
Informasi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan manajemen pengetahuan grey literature dan koleksi repository, mengetahui prosedur kerja pengolahan grey literature dan koleksi repository, dan mengetahui pedoman yang digunakan dalam pengolahan grey literature dan koleksi repository di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pengumpulan data melalui wawancara kepada pustakawan yang ada di perpustakaan, yaitu pustakawan bagian pengadaan, pustakawan bagian pengolahan dan pustakawan bagian repository. Data/informasi diperoleh dari pustakawan yang menjadi responden melalui wawancara dalam bentuk pertanyaan terstruktur secara tertulis.
Hasil penelitian diperoleh bahwa Perpustakaan USU memiliki jumlah koleksi grey literature tercetak sebanyak 19.566 judul dan 22.554 eksemplar yang terdiri dari karya ilmiah dosen dan peneliti, skripsi, tesis, disertasi, hasil penelitian, prosiding seminar dan lokakarya, pidato pengukuhan guru besar dan pidato rektor. dan koleksi elektronik sebanyak 9.308 judul. Dalam kegiatan pengadaan koleksi grey literature dan repository telah diterapkan manajemen pengetahuan. Melalui penerapan manajemen pengetahuan itu dapat membantu dan memudahkan pustakawan bagian pengadaan bekerja dengan efektif dan efisien. Perpustakaan USU telah menyediakan petunjuk teknis atau standar prosedur operasional untuk membantu dan memudahkan pelaksanaan pekerjaan secara efektif dan efisien.
Dalam kegiatan pengolahan koleksi grey literature tercetak juga sudah menerapkan manajemen pengetahuan. Dengan penerapan manajemen pengetahuan ini kemampuan pustakawan dalam mengorganisasikan bahan pustaka sudah dapat dilaksanakan sesuai dengan prosedur sehingga pelaksanaan semua pekerjaan dapat berjalan dengan cepat dan tepat. Pengolahan koleksi repository juga sudah menerapkan manajemen pengetahuan. Hal ini dapat membantu pustakawan dalam pelaksanaan proses kerja dan penyebaran informasi sehingga koleksi repository tersebut menjadi lebih terorganisir secara efektif dan efisien.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan judul PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN DALAM
PENGOLAHAN GREY LITERATURE DAN KOLEKSI REPOSITORY PADA
PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima masukan dan bantuan dari
berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk. Oleh karena itu dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. Belling Siregar, SS, M.Lib, selaku dosen pembimbing I yang
telah banyak memberikan bantuan, bimbingan, dan arahan serta waktu dalam
penulisan skripsi ini.
2. Bapak Drs. Syakirin Pangaribuan, SH selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis.
3. Bapak Drs. Jonner Hasugian, M.Si selaku ketua Departemen Studi Ilmu
Perpustakaan dan Informasi.
4. Bapak Drs. Syaifuddin, M.Si selaku dekan Fakultas Sastra Universitas
Sumatera Utara.
5. Bapak Drs. Dirmansyah selaku dosen penasehat akademik penulis.
6. Seluruh staf pengajar Departemen Studi Ilmu Perpustakaan dan Informasi
yang dengan tulus bersedia meregenerasikan ilmu pengetahuan yang dimiliki.
yang telah memberikan bekal ilmu selama penulis kuliah dan menyelesaikan
pendidikan di FS USU.
7. Seluruh staf pustakawan di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini terutama kepada
Kepala Divisi Pengadaan, Kepala Sub. Divisi Pengatalogan & Data
Bibliografis, serta Kepala dan Staf Sub. Divisi Sistem Automasi.
8. Teristimewa untuk Ayahanda Drs.H.Siagian,M.Si dan Ibunda R.Saragih,S.Pd
yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil serta kepercayaan
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Juga kepada ketiga adik penulis yaitu Mart, Calvin dan Rhodo atas bantuan
dan dukungannya.
9. Teman-teman seperjuangan yang mendukung terlaksananya skripsi ini,
Rosita, Bella, Bina, Ganda, Uli, Margaret, Endang, Juli, Sri, Henny, Evi,
Newin, Janfrist, dan Wilman terima kasih atas kerjasama dan bantuan yang
telah diberikan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna seperti yang
diharapkan, oleh karena itu penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan
skripsi ini. Semoga karya yang singkat ini dapat bermanfaat bagi banyak orang dan
memperkaya khasanah ilmu perpustakaan dan informasi Indonesia.
Medan, Juni 2009
Penulis,
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
DAFTAR ISI
2.1Pengertian Perpustakaan Perguruan Tinggi ... 6
2.2Tujuan, Fungsi dan Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi ... 7
2.2.1 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi ... 7
2.2.2 Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi ... 8
2.2.3 Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi ... 9
2.3Manajemen Pengetahuan ... 10
2.3.1 Pengertian Manajemen Pengetahuan ... 10
2.3.2 Manfaat Manajemen Pengetahuan ... 12
2.3.3 Ruang Lingkup Manajemen Pengetahuan ... 14
2.3.4 Strategi Penerapan Manajemen Pengetahuan ... 17
2.3.5 Aktivitas Manajemen Pengetahuan ... 18
2.9.2 Katalogisasi Subjek/Klasifikasi ... 46
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel – 1 : Perbedaan File Base Approach dan Database Approach ... 51
Tabel – 2 : Kisi – Kisi Wawancara ... 58
Tabel – 3 : Jumlah Koleksi Digital (USU Repository) ... 60
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Dalam beberapa tahun terakhir ini banyak dibicarakan perkembangan manajemen
pengetahuan yang menurut para profesi informasi dan perpustakaan bukan lagi
merupakan konsep baru. Berbagai definisi manajemen pengetahuan juga telah
dikemukakan oleh sejumlah ahli sesuai dengan lingkungan kerja, institusi dan
kebutuhannya masing-masing. Salah satunya adalah yang dikemukakan Natarajan dan
Shekar dalam Mangkuprawira (2008 : 1) bahwa:
Manajemen Pengetahuan didefinisikan sebagai kegiatan terstruktur dari organisasi dalam rangka memperbaiki kapasitas organisasinya. Caranya adalah dengan memperoleh, membagi, dan memanfaatkan pengetahuan untuk meningkatkan derajat kelangsungan hidup dan keberhasilan organisasi.
Manajemen pengetahuan berkaitan dengan pengetahuan eksplisit yang sudah
terdokumentasi/terformalisasi (dikodifikasi) dalam dokumen dan database, dan
pengetahuan implisit/tacit yang berwujud dalam pendidikan dan keterampilan kerja.
Pengetahuan tacit/implisit atau disebut juga pengetahuan yang tidak terstruktur tersimpan
dalam pengalaman individu dan faktor-faktor tak berwujud, seperti kepercayaan pribadi,
perspektif, dan sistem nilai. Pengetahuan tacit susah untuk diartikulasikan dengan bahasa
formal, isinya mencakup pemahaman pribadi, intuisi, dan firasat. Contohnya gagasan,
persepsi, cara berpikir, wawasan, keahlian/ kemahiran, dan sebagainya. Sebelum
dikomunikasikan pengetahuan tacit harus diubah dalam bentuk kata-kata, model, atau
angka-angka yang dapat dipahami.
Pengetahuan eksplisit atau sering disebut pengetahuan formal dapat disampaikan
dalam bahasa, juga termasuk nomor dan kata, tanda matematika, spesifikasi, manual, dan
lainnya. Contohnya manual, buku, laporan penelitian, artikel, dokumen, surat, file-file
elektronik, dsb. Pengetahuan eksplisit juga siap disebar pada yang lainnya, selain itu
pengetahuan eksplisit dapat dengan mudah diproses oleh komputer, alat elektronik, atau
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Berdasarkan uraian pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit di atas maka
dapat dinyatakan bahwa grey literature (literatur kelabu) merupakan salah satu contoh
pengetahuan eksplisit. Grey literature (literatur kelabu) merupakan salah satu jenis
koleksi di perpustakaan perguruan tinggi yang terdiri dari laporan ilmiah, skripsi, tesis,
disertasi, makalah seminar, terbitan pemerintah dan sebagainya. Menurut Cathy Outten
(2003:1) bahwa:
Gray Literature or “Grey Literature” is literature (often of a scientific or technical nature) that is not available through the usual bibliographic sources such as databases or indexes. It can be both in print and, increasingly, electronic formats.
Pendapat di atas dapat diartikan bahwa grey literature (literatur kelabu) adalah
tulisan (merupakan laporan teknis dan ilmiah) baik dalam bentuk tercetak maupun
elektronik yang tidak tersedia di dalam sumber bibliografi sebagai pangkalan data atau
indeks.
Koleksi grey literature (literatur kelabu) dibutuhkan oleh pengguna perpustakaan
dalam menemukan informasi yang dibutuhkan serta bermanfaat bagi pelaksana
penelitian selanjutnya sehingga perlu dikelola dengan baik. Setiap perpustakaan
mempunyai cara dan peraturan masing-masing dalam mengelola koleksi ini, namun
prosedur antara yang satu dengan yang lain tidak jauh berbeda. Kegiatan pengolahan
grey literature (literatur kelabu) itu sendiri dimulai dari proses penerimaan, inventarisasi,
katalogisasi, klasifikasi, sampai koleksi grey literature tersebut siap disajikan kepada
pengguna.
Dalam kegiatan pengolahan koleksi grey literature, perpustakaan dapat
menerapkan manajemen pengetahuan, karena manajemen pengetahuan dipandang
sebagai cara efektif dalam pengorganisasian dan penyediaan informasi dan pengetahuan
bagi sivitas akademika. Bagi perpustakaan manajemen pengetahuan bukanlah hal yang
baru dan aktivitas manajemen pengetahuan merupakan aktifitas keseharian di
perpustakaan yang meliputi pengadaan dan perekaman, penyaringan, pengorganisasian,
penyimpanan, penyebaran dan akses, serta pemanfaatan pengetahuan. Konsep
manajemen pengetahuan dapat diintegrasikan dalam hal pemerolehan, pengorganisasian,
pemeliharaan, dan pendistribusian pengetahuan yang menyangkut lembaga induknya
sehingga dengan penerapan manajemen pengetahuan ini sejumlah dokumen yang
tergolong grey literature dapat mengalir ke perpustakaan dan dapat segera dimuat pada
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Sebagai salah satu perpustakaan perguruan tinggi, Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara tidak luput dari keharusan untuk melengkapi koleksinya dengan koleksi
grey literature (literatur kelabu). Hal ini erat hubungannya dengan fungsi perpustakaan
perguruan tinggi sebagai pusat deposit terbitan Universitas Sumatera Utara baik
berbentuk tercetak maupun elektronik. Melalui observasi awal, jumlah koleksi grey
literature sebanyak 19.566 judul dan 22.554 eksemplar yang terdiri dari skripsi, tesis,
disertasi, karya ilmiah dosen, laporan penelitian, terbitan pemerintah, pidato pengukuhan
guru besar, pidato rector, prosiding. Koleksi grey literature ini terdapat dalam dua bentuk
yaitu tercetak dan elektronik. Dalam kegiatan pengolahan grey literature dilaksanakan
oleh 17 orang. Untuk pengolahan grey literature tercetak dilakukan sesuai dengan
peraturan pengolahan buku (monograf). Setelah grey literature diterima langsung
diberikan stempel/cap milik perpustakaan kemudian diinventarisasi, yaitu diberikan
stempel inve ntaris, nomor inventaris, nomor barcode, memasukkan nomor barcode ke
komput er, setelah itu barulah diklasifikasi dan dikatalog kemudian disimpan atau
ditempatkan pada layanan deposit. Sedangkan untuk bentuk elektroniknya, grey
literature tercetak dikonversi ke bentuk digital dan ditempatkan pada database
perpustakaan yang dapat diakses melalui internet. Koleksi grey literature yang tercetak
disimpan atau ditempatkan pada satu ruangan pada layanan deposit yang berada di lantai
IV Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan grey literature yang elektronik
ditempatkan pada USU Repository yang dapat diakses dalam bentuk teks penuh melalui
situs web perpustakaan. Dalam pengolahan koleksi grey literature timbul pertanyaan
apakah manajemen pengetahuan telah diterapkan dalam pengolahan koleksi tersebut?
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengetahui
lebih mendetail mengenai pengolahan koleksi grey literature yang dimiliki dan melihat
penerapan manajemen pengetahuan dalam pengolahan grey literature pada Perpustakaan
Universitas Sumatera Utara. Untuk itu penulis menetapkan judul penelitian “Penerapan
manajemen pengetahuan dalam pengolahan grey literature dan koleksi repository
pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara.”
Penetapan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara sebagai unit analisis
dikarenakan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara memiliki ketersediaan koleksi
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
perguruan tinggi lainnya ditambah lagi koleksi tersebut tidak hanya tersedia dalam
bentuk tercetak saja tetapi juga dalam bentuk elektronik.
1.2Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah adalah “Bagaimanakah penerapan manajemen pengetahuan dalam
pengolahan grey literature dan koleksi repository pada Perpustakaan Universitas
Sumatera Utara?” Rumusan masalah di atas dirinci dalam pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Bagaimanakah pengolahan grey literature dan koleksi repository di
Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dilaksanakan?
2. Apakah manajemen pengetahuan diterapkan didalamnya?
3. Bagaimanakah prosedur kerja pengolahan grey literature dan koleksi
repository?
4. Apakah pedoman yang digunakan dalam pengolahan grey literature dan
koleksi repository?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui pengolahan grey literature dan koleksi repository pada Perpustakaan
Universitas Sumatera Utara.
2. Mengetahui penerapan manajemen pengetahuan dalam pengolahan grey literature
dan koleksi repository.
3. Mengetahui prosedur kerja pengolahan grey literature dan koleksi repository.
4. Mengetahui pedoman yang digunakan dalam pengolahan grey literature dan
koleksi repository.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan, serta pemahaman tentang
manajemen pengetahuan dan pengolahan grey literature.
2. Peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi penelitian
selanjutnya dengan topik yang berhubungan.
3. Perpustakaan USU, untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penerapan
manajemen pengetahuan untuk mengolah grey literature.
1.5Ruang Lingkup
Untuk memudahkan penyelesaian penelitian ini dan sebagai pedoman penulisan,
penulis memberikan batasan ruang lingkup penelitian yang mencakup:
1. Konsep manajemen pengetahuan yang luas dan kompleks, maka penelitian ini
dibatasi hanya pada pengolahan pengetahuan eksplisit saja.
2. Koleksi grey literature dan pengolahannya pada Perpustakaan Universitas
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1Perpustakaan Perguruan Tinggi
Perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang terdapat pada lembaga
pendidikan atau badan bawahannya, maupun lembaga yang berafiliasi dengan perguruan
tinggi, dengan tujuan utama membantu perguruan tinggi mencapai tujuannya. Yang
termasuk perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan jurusan, fakultas,
universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, akademi.
Untuk memperjelas pengertian perpustakaan perguruan tinggi, penulis mengutip
beberapa pendapat tentang pengertian perpustakaan perguruan tinggi.
Dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (2004 : 3),
dinyatakan bahwa “Perpustakaan perguruan tinggi merupakan unsur penunjang
perguruan tinggi, yang bersama-sama dengan unsur penunjang lainnya, berperan serta
dalam melaksanakan tercapainya visi dan misi perguruan tingginya.”
Sedangkan menurut Sulistyo-Basuki (1993 : 51), “Perpustakaan perguruan tinggi
adalah perpustakaan yang terdapat pada perguruan tinggi, badan bawahannya, maupun
lembaga yang berafiliasi dengan perguruan tinggi, dengan tujuan utama membantu
tercapainya tujuannya.”
Selain kedua pendapat di atas, Sutarno (2006 : 35) menyatakan bahwa
“perpustakaan perguruan tinggi adalah perpustakaan yang mencakup universitas, sekolah
tinggi, institut, akademi, dan lain sebagainya yang tugas dan fungsi utamanya adalah
menunjang proses pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat (Tri
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa perpustakaan perguruan
tinggi adalah perpustakaan yang dikelola oleh perguruan tinggi dengan tujuan membantu
tercapainya visi, misi dan tujuan perguruan tingginya.
2.2Tujuan, Fungsi dan Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi 2.2.1 Tujuan Perpustakaan Perguruan Tinggi
Pendirian perpustakaan perguruan tinggi sudah tentu dengan maksud atau tujuan
tertentu yang sesuai dengan tujuan perguruan tinggi dimana perpustakaan tersebut
bernaung. Menurut Sulistyo-Basuki (1993 : 52), bahwa tujuan perpustakaan perguruan
tinggi secara umum adalah:
1. Memenuhi keperluan informasi masyarakat perguruan tinggi, lazimnya staf pengajar dan mahasiswa. Sering pula mencakup tenaga administrasi perguruan tinggi.
2. Menyediakan bahan pustaka rujukan (referens) pada semua tingkat akademis, artinya mulai dari mahasiswa tahun pertama hingga ke mahasiswa program pasca sarjana dan pengajar.
3. Menyediakan ruangan belajar untuk pemakai perpustakaan.
4. Menyediakan jasa peminjaman yang tepat guna bagi berbagai jenis pemakai. 5. Menyediakan jasa informasi aktif yang tidak saja terbatas pada lingkungan
perguruan tinggi tetapi juga lembaga industri lokal.
Selain pendapat di atas, Sjahrial-Pamuntjak (2000 : 4) mengemukakan bahwa:
Perpustakaan perguruan tinggi bertujuan membantu perguruan tinggi dalam program pengajaran. Sebagai unsur penunjang tri dharma perguruan tinggi tersebut, perpustakaan merumuskan tujuannya sebagai berikut:
1. Mengadakan buku, jurnal dan pustaka lainnya yang diperlukan untuk dipakai oleh dosen, mahasiswa, dan staf lainnya bagi kelancaran program pengajaran di perguruan tinggi.
2. Mengadakan buku, jurnal dan merawat pustaka lainnya yang diperlukan untuk penelitian sejauh mana dana tersedia.
3. Mengusahakan, menyimpan dan merawat pustaka yang bernilai sejarah yang dihasilkan oleh sivitas akademika.
4. Menyediakan sarana bibliografi yang ada untuk menunjang pemakaian pustaka.
5. Menyediakan tenaga yang cukup serta penuh dedikasi untuk melayani kebutuhan pengguna perpustakaan, dan bila perlu mampu memberikan pelatihan penggunaan pustaka.
6. Bekerja sama dengan perpustakaan lain untuk mengembangkan program perpustakaan.
Dari kedua uraian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan perpustakaan
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
informasi yang dibutuhkan dalam mendukung pencapaian prestasi pada lingkungan
akademik maupun pada pengabdian masyarakat selanjutnya.
2.2.2 Fungsi Perpustakaan Perguruan Tinggi
Sebagai unsur penunjang perguruan tinggi dalam melaksanakan Tridharma
perguruan tinggi yang diembannya, sudah tentu perpustakaan harus dapat melaksanakan
fungsinya dengan baik agar tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Menurut
Sulistyo-Basuki (1993 : 3) fungsi perpustakaan adalah:
a. Sebagai sarana simpan karya manusia b. Sebagai sumber informasi (fungsi informasi) c. Sebagai sarana rekreasi (fungsi rekreasi) d. Sebagai sarana pendidikan (fungsi pendidikan)
e. Sebagai sarana pengembangan kebudayaan (fungsi kultural)
Selain pendapat di atas, dalam buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku
Pedoman (2004 : 3), dinyatakan bahwa fungsi perpustakaan perguruan tinggi dapat
ditinjau dari berbagai segi, yaitu:
1. Fungsi edukasi
Perpustakaan merupakan sumber belajar para sivitas akademika, oleh karena itu koleksi yang disediakan adalah koleksi yang mendukung pencapaian tujuan pembelajaran, pengorganisasian bahan pembelajaran setiap program studi, koleksi tentang strategi belajar mengajar dan materi pendukung pelaksanaan evaluasi pembelajaran.
2. Fungsi informasi
Perpustakaan merupakan sumber informasi yang mudah diakses oleh pencari dan pengguna informasi.
3. Fungsi riset
Perpustakaan mempersiapkan bahan-bahan primer dan sekunder yang paling mutakhir sebagai bahan untuk melakukan penelitian dan pengkajian ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Koleksi pendukung penelitian di perpustakaan perguruan tinggi mutlak dimiliki, karena tugas perguruan tinggi adalah menghasilkan karya-karya penelitian yang dapat diaplikasikan untuk kepentingan pembangunan masyarakat dalam berbagai bidang.
4. Fungsi rekreasi
Perpustakaan harus menyediakan koleksi rekreatif yang bermakna untuk membangun dan mengembangkan kreativitas, minat dan daya inovasi pengguna perpustakaan.
5. Fungsi publikasi
Perpustakaan selayaknya juga membantu melakukan publikasi karya yang dihasilkan oleh warga perguruan tinggi yakni sivitas akademika dan staf non akademik.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Perpustakaan menjadi pusat deposit untuk seluruh karya dan pengetahuan yang dihasilkan oleh warga perguruan tingginya.
7. Fungsi interpretasi
Perpustakaan sudah seharusnya melakukan kajian dan memberikan nilai tambah terhadap sumber-sumber informasi yang dimilikinya untuk membantu pengguna dalam melakukan dharmanya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa fungsi perpustakaan perguruan tinggi
adalah sebagai sumber informasi untuk mendukung kegiatan pembelajaran,
pengorganisasian bahan pembelajaran setiap program studi, koleksi tentang strategi
belajar mengajar, materi pendukung pelaksanaan evaluasi pembelajaran dan riset
penelitian, serta sarana untuk menyimpan dan publikasi seluruh karya dan pengetahuan
yang dihasilkan oleh warga perguruan tinggi.
2.2.3 Tugas Perpustakaan Perguruan Tinggi
Untuk mencapai tujuan dan dapat melaksanakan fungsinya dengan baik,
perpustakaan perguruan tinggi mempunyai tugas yang harus dilaksanakan. Rompas
dalam Huda (2007 : 8) menyatakan bahwa tugas pokok perpustakaan dapat dibagi atas 4
kelompok berikut:
a. Mengumpulkan, mengadakan buku dan berbagai penerbitan tertulis dan terekam.
b. Mengolah berupa diklasifikasi, dikatalog, dan sebagainya bahan pustaka tersebut agar siap dipakai oleh orang yang akan memakainya.
c. Menyimpan, memelihara, dan merawat koleksi bahan pustaka. d. Memberi pelayanan dan informasi yang disediakan.
Sedangkan dalam Buku Pedoman Umum Pengelolaan Koleksi Perpustakaan
Perguruan Tinggi (1999 : 5) tugas perpustakaan perguruan Tinggi adalah:
Menyusun kebijakan dan melakukan tugas rutin untuk mengadakan, mengolah, merawat pustaka serta mendayagunakan baik bagi sivitas akademika maupun masyarakat di luar kampus.
Adapun tugas perpustakaan perguruan tinggi adalah:
1. Mengikuti perkembangan serta perkuliahan dan menyediakan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk pengajaran.
2. Menyediakan pustaka yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam rangka studinya.
3. Mengikuti perkembangan mengenai program-program penelitian yang diselenggarakan di lingkungan perguruan tinggi induknya dan berusaha menyediakan literatur ilmiah dan bahan lain yang diperlukan bagi peneliti. 4. Kemutakhiran koleksi dengan mengikuti terbitan-terbitan yang baru baik
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
5. Menyediakan fasilitas yang memungkinkan pengguna mengakses
perpustakaan lain maupun pangkalan-pangkalan data melalui jaringan lokal (intranet) maupun global (internet) dalam rangka pemenuhan kebutuhan informasi yang diperlukan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa tugas perpustakaan perguruan
tinggi adalah mengumpulkan, mengolah, memelihara dan merawat pustaka serta
menyebarluaskan dan mendayagunakan pustaka dengan memberikan fasilitas dalam
mengakses pustaka yang tersedia dalam rangka pemenuhan kebutuhan informasi
pengguna.
2.3 Manajemen Pengetahuan
2.3.1 Pengertian Manajemen Pengetahuan
Definisi manajemen pengetahuan masih beragam antar berbagai ahli. Dalam
makalahnya “The ABC’s of Knowledge Management” Santosus dan Jon (2005 : 1)
menyatakan“Unfortunately, there’s no universal definition of KM, just as there’s no
agreement as to what constitutes knowledge in the first place. For this reason, it’s best to
think of KM in the broadest context”
Pendapat di atas menerangkan bahwa tidak ada definisi manajemen pengetahuan
yang universal, sama halnya dengan tidak adanya kesepakatan seperti apa yang membuat
pengetahuan menjadi hal utama. Karena itu manajemen pengetahuan sebaiknya
dipikirkan pada konteks yang lebih luas. Secara sederhana, mereka mendefinisikan
manajemen pengetahuan sebagai keseluruhan proses membangkitkan nilai organisasi
dari modal intelektual organisasi dan aset berbasis pengetahuan.
Manajemen pengetahuan berakar pada banyak sekali disiplin ilmu, dengan demikian
banyak sekali definisi mengenai manajemen pengetahuan. Definisi itu juga makinbervariasi
dilihat dari cara organisasi menggunakan dan memanfaatkan pengetahuan. Cara pandang
terhadap pengetahuan juga menentukan definisi manajemen pengetahuan tersebut.
Beberapa dari definisi tersebut diantaranya seperti yang dikemukakan oleh
Widayana (2005 : 5) bahwa:
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Definisi lain tentang manajemen pengetahuan dikemukakan pula oleh Turban dalam
Aripradono (2008 : 5) bahwa “manajemen pengetahuan adalah sebuah proses yang
membantu organisasi melakukan identifikasi, seleksi, organisasi, penyebaran dan transfer
informasi penting dan keahlian yang merupakan bagian dari memori organisasi.”
Selain kedua pendapat di atas, Horwitch dan Armacost dalam Sangkala (2007:6)
mendefinisikan:
Manajemen pengetahuan sebagai pelaksanaan penciptaan, penangkapan, pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak dengan tepat, serta memberikan hasil dalam rangka mendukung strategi bisnis.
Untuk melengkapi pengertian-pengertian di atas, Indrajit dalam Mahardhika
(2007 : 1) mengemukakan bahwa:
Manajemen pengetahuan merupakan suatu konsep yang berpijak pada kesadaran akan pentingnya mengelola aset pengetahuan, baik yang bersifat tacit (berada di masing-masing individu) maupun eksplisit (tersebar di berbagai dokumen) yang dimiliki perusahaan. Inti pengelolaan yang dimaksud adalah bagaimana pengetahuan yang dimiliki atau terdapat pada perusahaan dikumpulkan, disimpan, diorganisasikan, disintesakan, disebarkan, dimanfaatkan, dan didayagunakan seoptimal mungkin bagi individu untuk meningkatkan kinerja bisnis.
Keempat uraian di atas memiliki kesamaan yaitu mendefinisikan manajemen
pengetahuan sebagai suatu sistem yang dibuat untuk membantu organisasi dalam
melakukan penciptaan, pendokumentasian, pengumpulan, penyimpanan, penggolongan,
pemanfaatan dan penyebaran serta pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat
sehingga mudah digunakan kapan pun diperlukan oleh siapa saja sesuai dengan tingkat
otoritas dan kompetensinya.
2.3.2 Manfaat Manajemen Pengetahuan
Pada prinsipnya manfaat dari konsep manajemen pengetahuan adalah untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Menurut Webster Online Dictionary (2008 : 2) manfaat
manajemen pengetahuan adalah:
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
2. They facilitate the collection, recording, organization, filtering, analysis, retrieval, and dissemination of implicit or tacit knowledge. This knowledge consists of informal and unrecorded procedures, practices, and skills. This “how-to” knowledge is essential because it defines the competencies of employees. A KMS is of value to a business to the extent that it can codify these “best practices”, store them, and disseminate them through-out the organization as needed. It makes the company less susceptible to disruptive employee turnover. It makes tacit knowledge explicit.
3. They can also perform an explicitly strategic function. Many feel that in a fast changing business environment, there is only one strategic advantage that is truly sustainable. That is to build an organization that is so alert and so agile that it can cope with any change, no matter how discontinuous. This agility is only possible with an adaptive system like a KMS which creates learning loops that automatically adjust the organizations knowledge base every time it is used.
4. These three benefits mentioned above can be extended to the whole supply chain with the use of extranet based knowledge portals.
Pendapat di atas dapat diartikan bahwa manfaat manajemen pengetahuan adalah:
1. Memfasilitasi pengumpulan, perekaman, pengorganisasian, penyaringan,
analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan eksplisit. Pengetahuan
eksplisit yang dimaksud terdiri dari seluruh dokumen dan data yang disimpan
disimpan di komputer. Informasi ini harus secara menyeluruh dan dengan
mudah tersedia untuk kelangsungan organisasi.
2. Memfasilitasi pengumpulan, perekaman, pengorganisasian, penyaringan,
analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan implisit. Pengetahuan
implisit yang dimaksud terdiri dari prosedur informal dan tidak terekam,
latihan dan keahlian. Pengetahuan ini penting karena dapat menunjukkan
kompetensi pegawai.
3. Dapat menunjukkan fungsi strategis dengan sangat jelas. Banyak yang
merasakan bahwa dalam perubahan lingkungan bisnis yang begitu cepat,
hanya ada satu manfaat strategis yang benar-benar dapat bertahan yaitu untuk
membangun suatu organisasi agar selalu waspada, gesit dan dapat mengatasi
segala perubahan. Ketangkasan ini hanya mungkin dilakukan dengan
mengadaptasi suatu sistem seperti manajemen pengetahuan yang
menciptakan lingkaran pembelajaran yang secara otomatis menyesuaikan
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
4. Ketiga manfaat yang disebutkan di atas dapat diperluas dengan menggunakan
extranet berbasis portal pengetahuan.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa manfaat manajemen pengetahuan
adalah untuk memfasilitasi pengumpulan, perekaman, pengorganisasian, penyaringan,
analisis, temu kembali dan penyebaran pengetahuan eksplisit dan pengetahuan implisit,
serta dapat menunjukkan fungsi strategis dengan sangat jelas. Dan manfaat ini dapat
diperluas dengan menggunakan extranet berbasis portal pengetahuan.
Menurut Frappaolo dan Toms dalam Dewiyana (2008 : 10), fungsi aplikasi
manajemen pengetahuan dalam suatu organisasi ada lima, yaitu:
1. Intermediation: yaitu peran perantara transfer pengetahuan antara penyedia
dan pencari pengetahuan. Peran tersebut untuk mencocokkan (to match) kebutuhan pencari pengetahuan dengan sumber pengetahuan secara optimal. Dengan demikian, intermediation menjamin transfer pengetahuan berjalan lebih efisien.
2. Externalization: yaitu transfer pengetahuan dari pikiran pemiliknya ke tempat
penyimpanan (repository) eksternal, dengan cara seefisien mungkin.
Externalization dengan demikian adalah menyediakan sharing pengetahuan.
3. Internalization: adalah “pengambilan” (extraction) pengetahuan dari tempat penyimpanan eksternal, dan penyaringan pengetahuan tersebut untuk disediakan bagi pencari yang relevan. Pengetahuan harus disajikan bagi pengguna dalam bentuk yang lebih cocok dengan pemahamannya. Maka, fungsi ini mencakup interpretasi format ulang penyajian pengetahuan.
4. Cognition adalah fungsi suatu sistem untuk membuat keputusan yang
didasarkan atas ketersediaan pengetahuan. Cognition merupakan penerapan pengetahuan yang telah berubah melalui tiga fungsi terdahulu.
5. Measurement, yaitu kegiatan knowledge management untuk mengukur,
memetakan dan mengkuantifikasi pengetahuan korporat dan performance dari solusi knowledge management. Fungsi ini mendukung empat fungsi lainnya, untuk mengelola pengetahuan itu sendiri.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi aplikasi manajemen
pengetahuan adalah sebagai perantara transfer pengetahuan antara penyedia dan pencari
pengetahuan dari pikiran pemiliknya ke tempat penyimpanan (repository) eksternal.
2.3.3 Ruang Lingkup Manajemen Pengetahuan
Konsep manajemen pengetahuan memiliki ruang lingkup yang luas meliputi
teknologi informasi, dukungan dari pihak manajemen, budaya, strategi dan tujuan,
struktur organisasi, motivasi dan manajemen sumber daya manusia.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Terdapat beberapa faktor atau kata kunci dalm rangka mengimplementasikan konsep manajemen pengetahuan dalam perpustakaan, yakni:
1. Creation
Sebagai media untuk melakukan transfer pengetahuan, perpustakaan tidak menciptakan pengetahuan. Namun perpustakaan memiliki andil dalam proses pemicu berkembangnya pengetahuan. Dengan adanya perpustakaan, pengetahuan dari pengguna perpustakaan akan bertambah.
Hal ini akan mendukung proses pengembangan pengetahuan. Sehingga bila dihubungkan dengan konsep creation, perpustakaan harus mampu menjadi pemicu (trigger) bagi perkembangan pengetahuan para penggunanya.
2. Utilization
Konsep utilization berhubungan dengan utilisasi dari sistem itu sendiri. Dalam hal ini, utilisasi sistem perpustakaan adalah bagaimana tingkat utilitas atau pemakaian dari perpustakaan. Seberapa tinggi tingkat utilitasnya, tergantung pada seberapa sering pengguna (user) memanfaatkan fasilitas perpustakaan. Karenanya, perpustakaan harus dirancang sedemikian rupa untuk dapat memenuhi kebutuhan penggunanya. Misalnya, dengan koleksi buku-buku yang lengkap.
3. Storing
Konsep storing adalah salah satu proses transfer pengetahuan. Dalam hal ini perpustakaan harus mampu menyediakan pelayanan yang memuaskan bagi pengunjung, seperti prosedur yang tidak rumit untuk pembuatan kartu anggota dan peminjaman, pelayanan yang cepat, keramahan dari petugas perpustakaan serta didukung oleh fasilitas yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pengunjung.
4. Acquisition
Acquisition berarti kemahiran. Dalam hal ini, transfer pengetahuan yang
diberikan oleh perpustakaan harus mampu memberikan nilai tambah bagi pengunjungnya. Kemahiran dalam hal ini adalah tingkat pemahaman tentang suatu bidang ilmu yang makin bertambah, bertambahnya ketrampilan terutama dalam hal membaca dan menulis.
5. Distribution/sharing
Berdasarkan konsep ini, perpustakaan harus mampu berfungsi sebagai transfer pengetahuan. Artinya, bagaimana mentransfer pengetahuan yang ada dalam buku-buku ke dalam pemikiran penggunanya. Perpustakaan harus mampu memberikan kondisi dimana proses transfer pengetahuan dapat berjalan dengan sempurna.
6. Structure
Konsep struktur mengarah tentang bagaimana struktur transfer pengetahuan. Perpustakaan harus mampu mendesain struktur yang benar-benar mendukung tujuan utama, yaitu transfer pengetahuan. Karenanya, perpustakaan harus dirancang sedemikian rupa agar business prosess tidak terlalu panjang dan tidak menghabiskan banyak waktu.
7. Technology
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
pelayanannya. Perpustakaan harus menggunakan keunggulan teknologi informasi jika tidak ingin tertinggal. Beberapa bagian penting dari teknologi informasi yang diperlukan meliputi perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software) dan jaringan (network). Perangkat keras yang diperlukan dalam sistem perpustakaan antara lain, CPU, storage, media penghubung, kabel dan lain-lain. Perangkat lunak yang diperlukan adalah program untuk sistem perpustakaan. Namun tanpa membangun jaringan dengan dunia luar, perpustakaan ibarat ”katak dalam tempurung”.
8. Measurement
Diperlukan pengukuran untuk mengetahui apakah implementasi KM telah berlangsung dengan baik. Konsep ini mengarah kepada pengukuran secara kuantitatif. Dengan parameter yang jelas.
9. Organizational Design
Konsep ini mengarah kepada struktur organisasi perpustakaan. Struktur oraganisasi perpustakaan harus berorientasi pada kebutuhan. Artinya jangan sampai struktur dibuat terlalu birokratis dan terlalu banyak jabatan yang kurang perlu. Dalam hal ini perlu dilakukan analisis jabatan (job analysis). Hal ini akan menghilangkan jabatan-jabatan yang kurang perlu. Dengan demikian, efektifitas dan efisiensi sistem organisasi dapat tercapai.
10.Culture
Perpustakaan harus memiliki kontribusi dalam menumbuhkembangkan budaya. Sesuai dengan kapasitasnya, perpustakaan harus mampu menumbuhkan nilai budaya membaca yang masih kurang di Indonesia.
Kemudian kesepuluh faktor di atas dibagi atas dua lapisan yaitu:
Manajemen pengetahuan memiliki ruang lingkup dua lapisan. Lapisan pertama adalah proses (process) meliputi utilization, storing, acquisition, distribution/sharing dan creation. Lapisan kedua meliputi structure, technology, measurement, organizational design, dan culture. Kedua lapisan tersebut terintegrasi membentuk ruang lingkup knowledge management. (Finerty dalam Muttaqien, 2006 : 9)
Selain pendapat di atas, Bennet dalam Fajar (2009 : 9), menyatakan bahwa
terdapat 5 kategori ruang lingkup manajemen pengetahuan diantaranya adalah:
1. Teknologi: berkaitan erat dengan beberapa hal yaitu memberdayakan, memfasilitasi dan menyebarluaskan inovasi keseluruh organisasi.
2. Isi (Content): berkaitan dengan nilai, relevansi dan keadaan informasi yang terkini
3. Proses: berkaitan dengan pengelompokan, pengumpulan, penyelarasan (synchronize), menganalisa dan penyebaran informasi.
4. Budaya (culture): berkaitan dengan komitmen, memberikan informasi ke orang lain (sharing), saling bertukar (exchange) dan membangun hubungan (relationship).
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Dari kedua pendapat di atas terdapat beberapa kesamaan yaitu ruang lingkup
manajemen pengetahuan terdiri atas proses, teknologi dan budaya. Perbedaannya adalah
terdapat beberapa penambahan kategori yang meliputi struktur, ukuran, desain
organisasi, isi (content), dan pembelajaran (learning).
2.3.4 Strategi Penerapan Manajemen Pengetahuan
Ada tiga aspek yang berkaitan dengan penerapan manajemen pengetahuan di
organisasi. Dewiyana (2008 : 12) menyatakan bahwa ketiga aspek tersebut adalah:
1. People aspects, yaitu terdiri dari pendidikan, pengembangan, rekrutmen, motivasi, retensi, organisasi, uraian pekerjaan, perubahan budaya perusahaan, dan mendorong adanya pengembangan pemikiran, kerjasama dan partisipasi seluruh pegawai (share knowledge to creating value through social interaction).
2. Process aspects, yaitu terdiri dari proses inovasi, continues improvement, dan perubahan radikal seperti reengineering.
3. Technology aspects, yaitu terdiri dari informasi dan decision support system, knowledge-based system, dan data mining system.
Pendapat di atas menguraikan bahwa ada tiga aspek yang berkaitan dengan
penerapan manajemen pengetahuan, yaitu orang, proses, dan teknologi. Ketiga aspek
tersebut saling berhubungan, saling mempengaruhi dan saling melengkapi.
Menurut Sangkala (2007 : 201) terdapat sepuluh langkah strategi untuk
menerapkan manajemen pengetahuan dalam organisasi, antara lain:
1. Analisis infrastruktur yang ada
2. Mengaitkan manajemen pengetahuan dengan strategi bisnis 3. Mendesain infrastruktur manajemen pengetahuan
4. Mengaudit aset dan sistem pengetahuan yang ada 5. Mendesain tim manajemen pengetahuan
6. Menciptakan blueprint manajemen pengetahuan 7. Pengembangan sistem manajemen pengetahuan 8. Prototipe dan uji coba
9. Pengelola perubahan, kultur dan struktur penghargaan
10.Evaluasi kinerja, mengukur roi, dan perbaikan sistem manajemen pengetahuan.
Sedangkan menurut Brooking dalam Dewiyana (2008 : 15), ada empat langkah
strategis aplikasi manajemen pengetahuan di perpustakaan, yaitu:
1. Identify knowledge, yaitu mengidentifikasi pengetahuan, termasuk level dan
fungsinya yang sebenarnya.
2. Audit knowledge yaitu mengidentifikasi pengetahuan optimal yang
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
3. Document knowledge, yaitu mendokumentasikan asset pengetahuan
menggunakan sistem dan alat-alat berbasis pengetahuan. 4. Disseminate knowledge, yaitu menyebarkan pengetahuan
Kedua pendapat di atas dapat mengindikasikan bahwa strategi penerapan
manajemen pengetahuan terdiri dari mengidentifikasi, mengaudit dan
mendokumentasikan asset pengetahuan yang ada, kemudian membangun infrastruktur
komunikasi menggunakan metode dan alat-alat modern untuk penyebaran dan
pengaksesan ke sumber informasi dan pengetahuan baik dari dalam maupun dari luar
organisasi.
2.3.5 Aktivitas Manajemen Pengetahuan
Manajemen pengetahuan bagi perpustakaan sebenarnya bukan hal yang baru.
karena aktivitas manajemen pengetahuan merupakan aktivitas keseharian di
perpustakaan dan semua aktivitas manajemen pengetahuan identik dengan kegiatan rutin
di perpustakaan yang meliputi pengadaan, penyaringan, pengorganisasian, penyimpanan,
penyebaran dan akses, serta pemanfaatan pengetahuan.
Menurut definisi konsultan internasional terkemuka Accenture yang dikutip oleh
Kaham (2008 : 1), manajemen pengetahuan adalah “suatu proses pengelolaan sistematis
yang berkaitan dengan aktivitas penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, dan
pendistribusian informasi, pengetahuan, dan pengalaman untuk menunjang pencapaian
tujuan organisasi.”
Sedangkan Sangkala (2007 : 95) menyatakan bahwa “aktivitas utama manajemen
pengetahuan terdiri dari penciptaan pengetahuan, akuisisi pengetahuan, transfer dan
pengubahan pengetahuan, serta penyimpanan dan penggunaan kembali pengetahuan.”
Selain itu Davenport et.al dalam Setiarso (2007 : 4) menjelaskan sasaran umum
dari sistem knowledge management dalam praktek adalah sebagai berikut:
1. Menciptakan knowledge : knowledge diciptakan begitu manusia menentukan cara baru untuk melakukan sesuatu atau menciptakan know-how. Kadang-kadang knowledge eksternal dibawa ke dalam organisasi/institusi;
2. Menangkap knowledge : knowledge baru diidentifikasikan sebagai bernilai dan direpresentasikan dalam suatu cara yang masuk akal;
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
4. Menyimpan knowledge : knowledge yang bermanfaat harus disimpan dalam format yang baik dalam penyimpanan knowledge, sehingga orang lain dalam organisasi dapat mengaksesnya;
5. Mengolah knowledge : seperti perpustakaan, knowledge harus dibuat up-to-date. Hal tersebut harus di review untuk menjelaskan apakah relevan atau akurat.
6. Menyebarluaskan knowledge : knowledge harus tersedia dalam format yang bermanfaat untuk semua orang dalam organisasi yang memerlukan, dimanapun dan tersedia setiap saat.
Dari ketiga pendapat di atas dapat diketahui bahwa aktivitas manajemen
pengetahuan terdiri dari penciptaan pengetahuan, pengadaan dan perekaman
pengetahuan, penyaringan pengetahuan, pengorganisasian pengetahuan, penyimpanan
pengetahuan, penyebaran dan akses pengetahuan, dan pemanfaatan pengetahuan.
Dalam melaksanakan aktivitas manajemen pengetahuan di atas tentunya
diperlukan pegawai yang mampu melaksanakan seluruh aktivitas tersebut. Kompetensi
yang dianggap esensial untuk memasuki ruang lingkup manajemen pengetahuan
sebagaimana yang dikemukakan oleh praktisi terkemuka dari Amerika dan Eropa pada
Chief Knowledge Officers Summit tahun 2000 dalam Kamil (2005:20) adalah:
• Kemampuan untuk belajar.
• Memiliki prakarsa diri.
• Mampu bekerja sama dalam sebuah kelompok.
• Intellectual linking: mampu bekerja dengan melihat fungsi dan kebutuhan
organisasi secara keseluruhan.
• Memiliki rasa rendah hati dalam artian memahami bahwa orang lain mungkin mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui dan kita mampu belajar dari kesalahan kemampuan untuk berpikir dan bertindak dengan fokus akan hasil akhir.
• Kemampuan untuk menangani masalah kompleks.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa dalam pelaksanaan manajemen
pengetahuan dibutuhkan suatu kompetensi yang terdiri dari adanya kemampuan untuk
belajar, mampu bekerja sama, memiliki prakarsa diri dan intellectual linking, serta
mampu untuk menangani masalah yang kompleks.
2.3.6 Model Manajemen Pengetahuan
Manajemen pengetahuan bukan perkara yang sederhana, karena luas dan
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
untuk manajemen pengetahuan. Manajemen Pengetahuan dilaksanakan dalam sistem
pengelolaan pengetahuan, atau Knowledge Management System (KMS). Sebagian besar
organisasi yang menerapkan KMS, menggunakan pendekatan tiga-cabang untuk mengelola
pengetahuannya, yaitu – Manusia (People), Proses (Process), dan Teknologi (Technology).
Penekanan terhadap tiap-tiap elemen bisa berbeda di setiap bagian organisasi.
Salah satu model manajemen pengetahuan dikemukakan oleh Oluic-Vukovic
dalam Elita (2005 : 11) yaitu:
yang menguraikan 5 langkah dalam rantai pemrosesan pengetahuan yaitu pengumpulan, penyusunan, penyaringan, penyampaian dan penyebaran. Model ini melingkup i lebih lengkap lagi cakupan aktifitas yang dilibatkan dalam aliran pengetahuan organisasi.Hampir menyerupai proses siklus hidup informasi yang menyarankan sekali lagi aspek yang saling berhubungan dari Information Management dan KnowledgeManagement.
Selain model di atas, Liebowitz dalam Sulistyo-Basuki (2007 : 2) menyatakan
bahwa:
Membuat model KM pengolahan informasi yang memusatkan pada proses yang berkaitan dengan perolehan, kodifikasi, distribusi dan pendayagunaan pengetahuan terutama pengetahuan eksplisit serta proses yang diasosiasikan dengan menerjemahkan pengetahuan implisit menjadi pengetahuan eksplisit.”
Menurut von Kroogh and Roos, Nonaka and Takeuchi, Choo, Wigg, Boisot, dan
Complex Adaptive System yang dikutip oleh Keramati dan Sarami (2008:4) terdapat 6
model manajemen pengetahuan, yaitu:
1. The von Krogh and Roos Model of Organizational Epistemology
The von Krogh and Roos KM model takes an organizational epistemology approach and emphasizes that knowledge resides both in the minds of individuals and in the relations they form with other individuals.
2. The Nonaka and Takeuchi knowledge spiral Model
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
3. The Choo sense-making KM Model
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Build Knowledge
Hold Knowledge
Pool Knowledge
Use Knowledge
Learn from personal experience Formal education & training Intelligence sources Media, books
In people In tangible forms
KM system (intranet, dbase) Group of people
In work context
Embedded in work processes
In the sense-making stage; one attempts to make sense of the information streaming in from the external environment.
Knowledge creating may be viewed as the transformation of personal knowledge between individuals through dialogue, discourse, sharing, and storytelling.
Decision making is situated in rational decision-making models that are used to identify and evaluate alternatives by processing the information and knowledge collected to date.
4. The Wiig Model for Building and using knowledge
The Wiig KM model is based on the principle that in order for knowledge to be useful and valuable, it must be organized through a form of semantic network that is connected, congruent, and complete, and that has perspective and purpose.
5. The Boisot I-Space KM Model
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Phase Name Description
1 Scanning Identifying threats and opportunities in generally available but often fuzzy data—i.e., weak signals. Scanning patterns such data into unique or idiosyncratic insights that then become the possession of individuals or small groups. Scanning may be very rapid when the data is well codified and abstract and very slow and random when the data is uncodified and context-specific
2 Codification The process of giving structure and coherence to such insights—i.e., codifying them. In this phase they are given a definite shape and much of the uncertainty initially associated with them is eliminated. Problem solving initiated in the uncodifiedregionof the I Space is often both risky and conflict laden.
3 Abstraction Generalizing the application of newly codified insights to a wider range of situations. This involves reducing them to their most essential features–i.e., conceptualizing them. Problem solving and abstraction often work in tandem
4 Diffusion Sharing the newly created insights with a target
population. Thediffusion of well codified and abstract data to a large population will be technically less problematic than that of data which is uncodifiedand context–specific. Only a sharing of context by sender and receiver can speed up the diffusion of uncodifieddata; the probability of a shared context is inversely achieving proportional to population size.
5 Absorption Applying the new codified insights to different situations in a “learning by doing”or a “learning by using”fashion. Over time, such codified insights come to acquire a penumbra of uncodifiedknowledge which helps to guide their application in particular circumstances.
6 Impacting The embedding of abstract knowledge in concrete
practices. The embedding can take place in artifacts, technical or organizational rules, or in behavioral practices. Absorption and impact often work in tandem.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
Organizational intelligence
Shared purpose
Multi-dimensionality
Knowledge centricity
Optimum complexity
Selectivity
Permeable boundaries
Creativity Complexity Change
flow
The ICAS (intelligent complex adaptive systems) is a conceptual model developed to bring out the most important capabilities necessary to live and contribute in an unpredictable, dynamic, and complex society.
Keenam model di atas dapat diartikan sebagai berikut:
1. The von Krogh and Roos Model of Organizational Epistemology
Model manajemen pengetahuan The von Krogh and Roos menggunakan
pendekatan epistemology organisasi dan menekankan bahwa pengetahuan
berada dalam pikiran individu dan dalam hubungan yang mereka bentuk
dengan individu lainnya.
2. The Nonaka and Takeuchi knowledge spiral Model
The Nonaka and Takeuchi menekankan pada spiral pengetahuan yang
menjelaskan transformasi dari pengetahuan tacit ke pengetahuan eksplisit dan
kemudian kembali lagi sebagai dasar inovasi dan pengetahuan bagi individu,
group, dan organisasi.
3. The Choo sense-making KM Model
Model manajemen pengetahuan ini menekankan pada sense-making (masuk
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
masuk akal. Model KM Choo fokus pada bagaimana unsur-unsur informasi
dipilih dan sesudah itu dimasukkan dalam tindakan organisasi.
Pada tahap sense-making dibuat satu usaha untuk dapat dimengerti
menyangkut arus informasi dari dalam lingkungan eksternal.
Penciptaan pengetahuan dapat dipandang sebagai perubahan bentuk dari
pengetahuan pribadi antar individu melalui dialog, ceramah, sharing, dan
berceritera.
Pengambilan keputusan diposisikan dalam model pengambilan keputusan
yang masuk akal yang digunakan untuk mengidentifikasi dan mengevaluasi
dengan mengolah pengetahuan dan informasi yang dikumpulkan sampai saat
ini.
4. The Wiig Model for Building and using knowledge
Model ini didasarkan pada prinsip bahwa agar pengetahuan menjadi berguna
dan bernilai, pengetahuan itu harus diorganisir melalui suatu bentuk dari
jaringan semantik yang berhubungan, sama dan sebangun, dan lengkap, serta
memiliki prospek dan tujuan.
5. The Boisot I-Space KM Model
Model ini didasarkan pada konsep bahwa informasi berbeda dari aset fisik.
Boisot membedakan informasi dari data dengan menekankan bahwa
informasi adalah hasil ekstrak dari data yang merupakan pra-pengetahuan.
6. Complex Adaptive System Models of KM
ICAS (intelligent complex adaptive system) adalah suatu model konseptual
yang dikembangkan untuk menunjukkan kemampuan terpenting untuk hidup
dan menyumbang dalam suatu masyarakat yang tidak dapat diramalkan,
dinamis, dan kompleks.
Karakter dibutuhkan untuk sukses dan bertahan:
1. Organizational intelligence
2. Shared purpose
3. Selectivity
4. Optimum complexity
5. Permeable boundaries
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
7. Flow
8. Multidimensionality
Ketika diterapkan pada organisasi, Wigg memperluas pandangan
kecerdasan/inteligen ini dan mempertimbangkan kemampuan seseorang
untuk berpikir, memberi alasan, memahami, dan bertindak. Ia menganggap
kecerdasan/inteligen yang dipergunakan dalam organisasi yang meliputi
kemampuan untuk menginovasi, memperoleh pengetahuan, dan menerapkan
pengetahuan itu pada situasi yang relevan. (Dari suatu sudut pandang
organisasi, pekerja dan organisasi mereka dapat memperlihatkan perilaku
cerdas)
Proses pengelolaan pengetahuan (Knowledge Management System Process)
dalam organisasi terdiri dari 7 proses (Asro, 2008 : 4), yaitu:
1. Penetapan Sasaran Pengetahuan.
Tujuan proses ini adalah menentukan jenis dan tingkat pengetahuan yang diperlukan oleh suatu organisasi. Jenis dan tingkat pengetahuan yang diperlukan tersebut dapat diketahui dengan melihat: 1) Sasaran dan strategi
organisasi; 2) Kelemahan organisasi; 3) Key sucess factor organisasi; 4) Value chain organisasi. Penjelasannya adalah sbb: Pada dasarnya setiap
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
tercapai, maka kemungkinan organisasi belum memiliki pengetahuan yang diperlukan.
2. Evaluasi Pengetahuan.
Proses ini bertujuan mengidentifikasi dan mengevaluasi pengetahuan yang sudah dimiliki organisasi dan sekaligus mengukur tingkat pengetahuan yang dimiliki tersebut. Hasil evaluasi pengetahuan kemudian dibandingkan dengan pengetahuan yang seharusnya dimiliki organisasi yang diperoleh dari proses sebelumnya (penetapan sasaran pengetahuan), sehingga dapat diketahui apakah organisasi tersebut sudah memiliki pengetahuan yang memadai atau tidak. Evaluasi pengetahuan yang dimiliki organisasi dapat dilakukan dengan melihat: 1) Kekuatan dan kelemahan organisasi; dan 2)
Value chain organisasi. Kekuatan organisasi menunjukan bahwa ragam
pengetahuan yang dimiliki lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya, sebaliknya kelemahan akan menunjukan bahwa pengetahuannya masih dibawah pesaingnya. Pada diagram rantai nilai (value chain), setiap kegiatan (baik kegiatan primer maupun kegiatan pendukung) memiliki indikator yang merupakan ukuran keberhasilan yang ditetapkan. Jika kinerja tercapai berarti pengetahuan yang dimiliki organisasi sudah memadai, sebaliknya jika tidak tercapai, maka berarti pengetahuan organisasi masih belum memadai dibandingkan dengan yang dibutuhkan.
3. Akusisi Pengetahuan.
Melalui penetapan sasaran pengetahuan dan evaluasi pengetahuan, dapat diketahui jenis dan tingkat pengetahuan yang sudah dimiliki organisasi dan pengetahuan yang belum dimiliki namun sangat diperlukan untuk mencapai sasaran organisasi (kesenjangan pengetahuan). Akusisi pengetahuan merupakan kegiatan untuk memperkecil/menghilangkan kesenjangan ini. Proses akusisi pengetahuan dapat dilakukan melalui berbagai cara, antara lain pelatihan, riset, kerja sama dengan organisasi lain, perekrutan tenaga profesional, konsultasi, seminar/workshop, dsbnya.
4. Pengembangan Pengetahuan.
Perlu diketahui, bahwa tidak semua pengetahuan yang diperlukan organisasi tersedia di lingkungan eksternal. Hal ini umumnya terjadi pada perusahaan yang menjadi pemimpin pasar, atau pada perusahaan yang beroperasi pada lingkungan yang sangat turbulen. Jika hal ini terjadi, maka organisasi harus mengembangkan sendiri pengetahuan yang diperlukannya tersebut.
5. Distribusi Pengetahuan.
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
organisasi. Distribusi pengetahuan tidak hanya terjadi antara individu karyawan, tetapi bisa juga antara unit kerja. Banyak organisasi yang memiliki keunggulan pada salah satu unit kerjanya. Unit kerja yang unggul tersebut dapat menularkan keunggulannya melalui penyebaran pengetahuan dan pengalamannya ke unit kerja lainnya.
6. Pemanfaatan Pengetahuan.
Pengetahuan yang baru diperoleh baik melalui proses akusisi (eksternal) maupun melalui proses pengembangan dan distribusi (internal) baru akan bermakna jika pengetahuan baru tersebut dimanfaatkan atau diaktualisasikan dalam kegiatan sehari-hari di organisasi. Proses pemanfaatan pengetahuan ini dilakukan melalui asimilasi/kombinasi pengetahuan baru dengan pengetahuan/pengalaman yang sudah dimiliki sebelumnya dalam bentuk cara pandang baru, cara kerja baru atau kebijakan baru.
7. Pemeliharaan Pengetahuan.
Pengetahuan yang sudah dimiliki organisasi baik melalui akusisi maupun pengembangan harus dipelihara sehingga tidak hilang dan terlupakan. Pengetahuan bisa hilang karena adanya perubahan personil yang memiliki pengetahuan, misalnya karena promosi, mutasi, pensiun, mengundurkan diri atau karena meninggal dunia. Pengetahuan yang ada juga bisa terlupakan jika tidak ada lagi kegiatan organisasi yang membutuhkan pengetahuan tersebut. Proses penyimpanan pengetahuan merupakan kegiatan yang ditujukan untuk memastikan bahwa pengetahuan organisasi selalu terpelihara dan tersimpan dalam bentuk yang mudah diakses, misalnya dalam bentuk electronic file, tata kerja, working file, dsbnya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa proses pengelolaan pengetahuan dalam
organisasi terdiri dari 7 proses yaitu penetapan sasaran pengetahuan, evaluasi
pengetahuan, akusisi pengetahuan, pengembangan pengetahuan, distribusi pengetahuan,
pemanfaatan pengetahuan, dan pemeliharaan pengetahuan.
2.4 Koleksi Perpustakaan
Koleksi merupakan salah satu unsur pokok yang dimiliki oleh perpustakaan
dalam mendukung berjalannya kegiatan pelayanan dan pemanfaatan koleksi karena
koleksi dapat dijadikan daya tarik suatu perpustakaan agar selalu dimanfaatkan secara
maksimal. Koleksi yang dimiliki pun harus sesuai dengan kebutuhan pengguna dalam
melaksanakan program kegiatan perguruan tinggi tempat perpustakaan tersebut
bernaung.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 580) dikemukakan bahwa
Harly Christy M. Siagian : Penerapan Manajemen Pengetahuan Dalam Pengolahan Grey Literature Dan Koleksi Repository Pada Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, 2009.
menurut Siregar (2002 : 2) “koleksi adalah semua bahan pustaka yang dikumpulkan,
diolah dan disimpan disajikan kepada masyarakat guna memenuhi kebutuhan pengguna
akan informasi”.
Selain kedua pendapat di atas, Sutarno (2006 : 70) mengemukakan bahwa
“koleksi perpustakaan mencakup bahan pustaka tercetak seperti buku, majalah, surat
kabar, bahan pustaka terekam dan elektronik seperti kaset, video, piringan (disk), film
strip dan koleksi bentuk tertentu, seperti lukisan, alat peraga, globe, foto, dan
sebagainya”.
Berdasarkan ketiga pendapat di atas dapat diketahui bahwa koleksi perpustakaan
adalah kumpulan bahan pustaka baik berbentuk tercetak, terekam dan elektronik yang
diolah, disimpan dan disajikan untuk memenuhi kebutuhan seluruh sivitas akademika
akan informasi.
Koleksi yang disediakan oleh suatu perpustakaan terdiri atas beberapa jenis dan
jenis-jenis koleksi yang disediakan tersebut haruslah sesuai dengan kebutuhan
penggunanya. Menurut Sumardji (1988 : 13) koleksi perpustakaan terdiri atas:
1. Berdasarkan cara menghasilkannya, koleksi perpustakaan terdiri dari:
• Koleksi berupa naskah yang ditulis dengan tulisan tangan asli, misalnya manuskrip;
• Koleksi berupa karya cetakan, misalnya buku-buku, majalah-majalah, surat kabar;
• Koleksi berupa karya alihan dari karya tulisan tangan asli maupun karya cetakan ke karya grafis dengan alat elektronik ataupun fotografi, misalnya film, slide, piringan hitam, tape, dan lain-lain;
2. Berdasarkan bentuknya, koleksi perpustakaan terdiri dari:
• Buku, seperti buku teks, fiksi maupun non-fiksi, dan buku referensi seperti kamus, ensiklopedia, almanak, buku pegangan, bibliografi, indek, abstrak, peta, dan sebagainya;
• Penerbitan pemerintah, seperti Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara, Berita Negara, Tambahan Berita Negara, Himpunan Peraturan-peraturan Pemerintah, dan sebagainya;
• Laporan penelitian, paper, skripsi, thesis, disertasi;
• Majalah, baik yang umum maupun yang khusus;
• Surat kabar;
• Karya alihan tulisan-tulisan ataupun cetakan-cetakan yang telah dibuat menjadi film, slide, piringan hitam, tape, dan sebagainya;
• Manuskrip; dan lain sebagainya
Sedangkan dalam buku Pedoman Umum Perpustakaan Perguruan Tinggi (1979 :