• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dayasaing komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis dayasaing komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAYASAING KOMODITAS UNGGULAN

PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN SUKABUMI

SKRIPSI

ACHMAD FADILLAH H34063080

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

RINGKASAN

ACHMAD FADILLAH. Analisis Dayasaing Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA).

Sektor perikanan merupakan sektor yang penting bagi masyarakat Indonesia dan dapat dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) perekonomian nasional. Hal tersebut didasarkan bahwa sektor perikanan memiliki potensi yang sangat besar dilihat dari perairan Indonesia yang memiliki luas 5,8 juta km2 dan garis pantai 95.181 km, yang sebagian besar menjadi basis kegiatan ekonomi perikanan. Salah satu wilayah Indonesia yang memiliki potensi perikanan adalah Jawa Barat. Jawa Barat tercatat memiliki potensi produksi penangkapan ikan mencapai 172.748 ton. Kabupaten Sukabumi merupakan kabupaten pertama yang ditetapkan sebagai kawasan Minapolitan dan menjadi sentra aktivitas sektor perikanan di Jawa Barat. Sektor perikanan Kabupaten Sukabumi dapat berperan dan berpotensi sebagai penggerak utama perekonomian daerah. Namun, peran dan potensi tersebut masih belum teroptimalkan dengan baik. Diduga keunggulan komparatif sektor perikanan belum sepenuhnya mampu ditransformasikan menjadi keunggulan kompetitif sehingga mengakibatkan masih rendahnya kinerja ekonomi berbasis sektor perikanan di Kabupaten Sukabumi. Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasikan komoditas-komoditas unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi, menganalisis kondisi sistem agribisnis komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi, dan menganalisis kondisi dayasaing komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi.

Pemilihan Kabupaten Sukabumi sebagai lokasi penelitian dilakukan secara purposive yang dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa Kabupaten Sukabumi merupakan daerah dengan potensi perikanan yang besar namun belum memiliki dayasaing yang optimal dalam komoditas perikanannya, serta Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah terpilih dalam pengembangan kawasan Minapolitan. Responden yang dipilih menggunakan metode purposive sampling. Responden dipilih secara sengaja dengan pertimbangan respoden tersebut merupakan pihak-pihak yang memiliki kontribusi besar dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan peningkatan dayasaing komoditas unggulan perikanan Kabupaten Sukabumi. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Pengolahan dan analisis data secara kuantitatif dengan Analisis Location Quotient dilakukan untuk menentukan komoditas unggulan perikanan di Kabupaten Sukabumi. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran kondisi sistem agribisnis komoditas unggulan perikanan Kabupaten Sukabumi. Selain itu, analisis deskriptif kualitatif juga dilakukan dengan menggunakan Teori Berlian Porter untuk menganalisis dayasaing agribisnis komoditas unggulan perikanan di Kabupaten Sukabumi.

(3)

net, longline, dan angkutan bagan. Subsistem pengolahan hasil perikanan meliputi usaha pengolahan ikan asin, abon, bakso, dendeng, fish jelly, dan pembekuan ikan. Subsistem pemasaran perikanan tangkap menggunakan lima saluran pemasaran yang melibatkan nelayan, taweu, penjual, bakul, depo pasar ikan, pengolah, gerai oleh-oleh, dan perusahaan eksportir. Subsistem pendukung melibatkan koperasi nelayan, lembaga perbankan, lembaga penyuluhan perikanan, dan DKP. Berdasarkan analisis keunggulan kompetitif menggunakan Teori Berlian Porter maka dapat disimpulkan bahwa komoditas unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi belum memiliki dayasaing yang optimal karena masih terdapat kendala dalam tiap komponen dayasaing. Namun, semua kendala tersebut dapat diatasi dengan adanya peran pemerintah dan peran kesempatan yang mendukung kemajuan sektor perikanan. Berdasarkan analisis keterkaitan antar komponen utama dapat disimpulkan bahwa sebagian keterkaitan antar komponen utama saling mendukung dan sebagian lagi tidak. Sedangkan, pemerintah memiliki peran yang mendukung semua komponen utama dan peran kesempatan juga mendukung semua komponen utama kecuali tidak terkait dengan struktur pasar, persaingan, dan strategi perusahaan.

(4)

ANALISIS DAYASAING KOMODITAS UNGGULAN

PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN SUKABUMI

ACHMAD FADILLAH H34063080

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Dayasaing Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi

Nama : Achmad Fadillah

NIM : H34063080

Menyetujui, Pembimbing

Dra. Yusalina, MSi NIP. 19650115 199003 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Dayasaing Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Achmad Fadillah dilahirkan di Bekasi pada tanggal 17 Juli 1988. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan ayahanda Rastim dan ibunda Emi Hatijah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Kranji Bulak II pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 5 Bekasi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 1 Bekasi diselesaikan pada tahun 2006. Kemudian, penulis menjalani pendidikan pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai program Mayor (S1) dan pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen sebagai program keahlian Minor, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006.

Selama menjalani pendidikan di IPB, penulis aktif dalam berbagai organisasi, antara lain: aktif pada Rohis B22 TPB IPB sebagai Ketua, BEM TPB IPB sebagai Staf Departemen Kewirausahaan, Agribisnis angkatan 43 sebagai CEO, Archipelago IPB sebagai Vice President of Finance Department, UKM Century sebagai Bendahara I, BEM FEM IPB sebagai Ketua Departemen Perekonomian dan Kewirausahaan, Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis sebagai Anggota, Leadership and Entrepreneurship School (LES) IPB sebagai Direktur, BEM KM IPB ‘Gemilang’ sebagai Staf Kementerian PSDM, BEM KM IPB ‘Generasi Inspirasi’ sebagai Menteri Pendidikan, dan juga aktif dalam berbagai kegiatan kepanitian.

Penulis juga berprestasi dalam beberapa bidang kegiatan, antara lain : Juara II dalam Kompetisi Karya Tulis Tingkat Mahasiswa Nasional (KATULISTIWA 2), PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) bidang Kewirausahaan dan Pengabdian kepada Masyarakat yang didanai oleh DIKTI tahun 2008-2009, Finalis dalam ajang FEMers to Famous BEM FEM IPB tahun 2008, Finalis dalam Lomba Artikel dan Debat Agribisnis HIPMA IPB tahun 2009, dan Juara Harapan 1 dalam Lomba Penulisan Artikel DEPTAN RI tahun 2009.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Dayasaing Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi” ini dengan lancar. Ucapan shalawat serta salam juga ditujukan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat. Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan komoditas-komoditas perikanan tangkap yang dapat menjadi unggulan Kabupaten Sukabumi, menganalisis kondisi sistem agribisnis komoditas unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi, dan menganalisis kondisi dayasaing komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran berupa rekomendasi sebagai upaya peningkatan dayasaing komoditas perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran serta pelajaran tentang kehidupan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi penulis yang berkenan memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Arif Karyadi Uswandi, SP selaku dosen penguji wakil komisi pendidikan dalam

sidang skripsi penulis yang berkenan memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Pak Maulana, Pak Suhebot, Ibu Iin, Pak Bebey, Ibu Sri, Pak Alex, dan seluruh jajaran pegawai dinas serta pemeritah daerah Kabupaten Sukabumi atas dukungan dan bantuan kepada penulis selama melakukan penelitian.

5. Pak Totok, Pak Syarif, Pak Januar, dan Pak Christ yang telah memberikan izin kepada penulis untuk dapat tinggal di Staisun Lapang Kelautan IPB Palabuhanratu selama penulis melakukan penelitian.

6. Pak Obor, Pak Obin, Pak Haji, Pak Sinur, dan semua perwakilan nelayan, pengolah, serta pedagang bidang perikanan Kabupaten Sukabumi yang telah bersedia menjadi responden dan membantu penulis dalam mengumpulkan data primer penelitian di lapang.

7. Seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis FEM IPB. Terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama proses perkuliahan maupun dalam penyusunan skripsi, seminar dan sidang.

(10)

9. Ayah dan ibu tercinta, Rastim dan Emi Hatijah, kakak Tati Wartati dan kakak ipar Azis Supriadi, kedua adik Rohmatun Nazillah dan Desi Nurhidayah, keponakan Ahmad Husain al Aziz, seluruh keluarga di Bekasi dan keluarga di Sumedang atas cinta, kasih sayang, semangat, dukungan, motivasi dan do’a yang tiada henti-hentinya selama penulis menempuh pendidikan hingga saat ini. 10. Pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun tidak

menghilangkan rasa hormat dan terima kasih atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

(11)

DAFTAR ISI

2.1. Konteks, Ruang Lingkup, dan Faktor-Faktor Peting dalam Penetapan Komoditas Unggulan ... 9

2.2. Tinjauan Dayasaing Wilayah Berdasarkan Komoditas .. 12

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 15

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 15

3.1.1. Penetapan Komoditas Unggulan Daerah ... 15

3.1.2. Konsep Sistem Agribisnis Perikanan ... 18

3.1.3. Konsep Dayasaing ... 21

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 28

IV METODE PENELITIAN ... 31

4.1. Lokasi dan Waktu ... 31

4.2. Metode Pengambilan Sampel ... 31

4.3. Jenis dan Sumber Data ... 32

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 32

4.5. Metode Pengolahan Data ... 33

4.5.1. Analisis Location Quotient ... 33

4.5.2. Analisis Berlian Porter ... 35

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 37

5.1. Kondisi Geografis ... 37

5.2. Wilayah Administratif dan Kependudukan ... 40

5.3. Keadaan Sosial ... 41

5.4. Kegiatan Pertanian... 42

5.5. Industri Pengolahan ... 44

5.6. Kondisi Perhubungan ... 44

5.7. Kondisi Perekonomian Daerah ... 45

VI SISTEM AGRIBISNIS KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN SUKABUMI ... 48

(12)

6.2. Analisis Sistem Agribisnis Komoditas Unggulan

Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi ... 55

6.2.1. Subsistem Sarana Produksi Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi ... 58

6.2.2. Subsistem Produksi Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi ... 63

6.2.3. Subsistem Pengolahan Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi ... 73

6.2.4. Subsistem Pemasaran Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi ... 91

6.2.5. Subsistem Pendukung Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi ... 96

VII DAYASAING KOMODITAS UNGGULAN PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN SUKABUMI ... 101

7.1. Analisis Keunggulan Kompetitif Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi ... 101

7.1.1. Kondisi Faktor Sumberdaya ... 102

7.1.2. Kondisi Permintaan ... 116

7.1.3. Industri Terkait dan Pendukung ... 119

7.1.4. Persaingan, Struktur, dan Strategi Perusahaan .. 123

7.1.5. Peran Pemerintah ... 127

7.1.6. Peran Kesempatan ... 128

7.2. Keterkaitan Antar Komponen Dayasaing Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi .... 130

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 138

8.1. Kesimpulan... 138

8.2. Saran ... 139

DAFTAR PUSTAKA ... 140

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Volume Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2005-2009 (Ton) .. 1 2. Neraca Perdagangan Komoditas Perikanan Indonesia Tahun

2005-2009 (US$ 1000) ... 2 3. PDB Perikanan Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Tahun

2005-2009 (Miliar Rupiah) ... 3 4. Data Potensi Keragaan Unit Pengolahan dan Pemasaran Ikan di

Kabupaten Sukabumi Tahun 2009 ... 6 5. Data Nilai Location Quotient(LQ) Sektor Perikanan Kabupaten

Sukabumi Tahun 2002-2006 ... 11 6. Keadaan Rata-Rata Curah Hujan per Bulan di Kabupaten

Sukabumi Tahun 2005-2009 (dalam milimeter) ... 39 7. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten

Sukabumi Tahun 2005-2009 ... 40 8. Upah Minimum Regional (UMR) Kabupaten Sukabumi Tahun

2001-2010 ... 41 9. PDRB Kabupaten Sukabumi Atas Dasar Harga Berlaku Menurut

Lapangan Usaha Tahun 2006-2009 (dalam Jutaan Rupiah) ... 47 10. Produksi Penangkapan di Laut Menurut Jenis Ikan di Kabupaten

Sukabumi Tahun 2006-2009 (dalam Ton) ... 49 11. Jumlah Nelayan Perikanan Tangkap Khusus Penangkapan di

Laut Kabupaten Sukabumi Tahun 2006-2009 (dalam Orang) ... 51 12. Jumlah Armada Penangkapan Ikan di Laut Kabupaten Sukabumi

Tahun 2006-2009 (dalam Unit) ... 52 13. Produksi Penangkapan di Laut Menurut Jenis Ikan di Provinsi

Jawa Barat Tahun 2006-2009 (dalam Ton) ... 53 14. Rata-Rata Produksi dan Nilai Location Quotient Komoditas

Perikanan Tangkap di Kabupaten Sukabumi Tahun 2007-2009 ... 54 15. Jenis Perahu dan Kapal Penangkapan Ikan di Laut Kabupaten

Sukabumi Tahun 2009 (dalam Unit) ... 59 16. Jenis Alat Tangkap Ikan di Laut Kabupaten Sukabumi Tahun

2009 (dalam Unit) ... 59 17. Rata-Rata Harga Sarana Produksi Penangkapan Ikan di

(14)

18. Harga Sarana Produksi Penangkapan Ikan Lainnya di Kabupaten

Sukabumi Tahun 2011 (dalam Rupiah) ... 62 19. Data Kelompok Usaha Bersama (KUB) Pengolahan Ikan di

Kabupaten Sukabumi pada Tahun 2009 ... 74 20. Daftar Harga Jual Rata-Rata Beberapa Produk Olahan Hasil

Perikanan Tangkap di Kabupaten Sukabumi pada Tahun 2009 .... 75 21. Data Bahan-Bahan Pembantu dan Peralatan yang Digunakan

dalam Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten Sukabumi ... 77 22. Daftar Beberapa Jenis Ikan Asin dan Harganya di Kabupaten

Sukabumi Tahun 2009 (dalam Rupiah) ... 78 23. Data Bumbu-Bumbu dan Peralatan yang Digunakan dalam

Pengolahan Abon Ikan di Kabupaten Sukabumi Tahun 2009 ... 79 24. Kandungan Gizi Abon Ikan per 100 Gram ... 80 25. Data Bumbu-Bumbu dan Peralatan yang Digunakan dalam

Pembuatan Bakso Ikan di Kabupaten Sukabumi Tahun 2009 ... 82 26. Luas Areal Penangkapan Ikan di Kabupaten Sukabumi

Berdasarkan Kecamatan Pesisir Tahun 2009 (dalam Km2) ... 103 27. Produksi Penangkapan Ikan Berdasarkan Armada

Penangkapan Ikan di Kabupaten Sukabumi pada Tahun 2009 ... 104 28. Jenis Peralatan Sistem Rantai Dingin Berdasarkan Tempat

Pendaratan Ikan di Kabupaten Sukabumi Tahun 2010 ... 111 29. Biaya Penangkapan Ikan di Kabupaten Sukabumi dengan

Menggunakan Kapal Longline20 GT (dalam Rupiah) ... 112 30. Biaya Penangkapan Ikan di Kabupaten Sukabumi dengan

Menggunakan Kapal Gill Net 10 GT (dalam Rupiah) ... 113 31. Jumlah Produksi dan Konsumsi Ikan Masyarakat

Kabupaten Sukabumi Tahun 2006-2009 (dalam Ton) ... 118 32. Harga Rata-Rata Ikan di Tingkat Nelayan, Pengumpul, dan

Pengecer di Kabupaten Sukabumi Tahun 2009 (dalam Rupiah) ... 125 33. Keterkaitan Antar Komponen Utama Dayasaing Komoditas

Unggulan Perikanan Tangkap di Kabupaten Sukabumi ... 133 34. Keterkaitan Antara Komponen Penunjang dengan Utama

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Sistem Agribisnis Perikanan ... 20

2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Analisis Dayasaing Komoditas Unggulan Perikanan Kabupaten Sukabumi ... 30

3. The Complete System ... 35

4. Grafik Luas Wilayah Menurut Ketinggian dari Permukaan Laut di Kabupaten Sukabumi ... 38

5. Sistem Agribisnis Komoditas Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi ... 56

6. Pemotongan pada Rantai Tataniaga TPI Kabupaten Sukabumi .. 70

7. Pengolahan Ikan Asin di Palabuhanratu ... 76

8. Ikan Asin Produksi Kabupaten Sukabumi ... 77

9. Pengolahan Abon Ikan di Kabupaten Sukabumi ... 79

10. Abon Ikan Produksi Kabupaten Sukabumi ... 81

11. Bakso Ikan Produksi KUB Sabar ... 83

12. Proses Pemindangan Ikan Kabupaten Sukabumi ... 85

13. Dendeng Ikan Produksi KUB Hurip Mandiri ... 86

14. Produk Fish JellyKUB Hurip Mandiri ... 87

15. Proses Pembekuan Ikan Kabupaten Sukabumi ... 98

16. Saluran Pemasaran Komoditas Segar Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi ... 92

17. Saluran Pemasaran Produk Olahan Hasil Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi ... 92

18. Grafik Pola Pertumbuhan Permintaan Ikan Kabupaten Sukabumi Tahun 2006-2009 ... 119

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Sektor-Sektor Strategis yang Dikembangkan di Kawasan

Berbasis Perikanan ... 145 2. Pendekatan Pembangunan Infrastruktur dalam Menunjang

Revitalisasi Pembangunan Perikanan ... 145 3. Peta Administratif Kabupaten Sukabumi ... 146 4. Perkembangan Jumlah Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di

Kabupaten Sukabumi Tahun 2005-2009 ... 147 5. Analisis Usaha Pengolahan Ikan Asin di Kabupaten

Sukabumi ... 148 6. Analisis Usaha Pengolahan Dendeng Ikan di Kabupaten

Sukabumi ... 149 7. Analisis Usaha Pengolahan Pindang Ikan di Kabupaten

Sukabumi ... 150 8. Analisis Usaha Pengolahan Abon Ikan di Kabupaten

Sukabumi ... 151 9. Hasil Perhitungan Analisis Location QuotientKomoditas

(17)

I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang penting bagi hajat hidup masyarakat Indonesia dan dapat dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) perekonomian nasional. Berdasarkan data di lapang menunjukkan bahwa

sektor perikanan Indonesia memiliki potensi yang sangat besar. Potensi ini dapat dilihat dari perairan Indonesia yang memiliki luas 5,8 juta km2 yang terdiri dari perairan kepulauan seluas 2,3 juta km2, perairan teritorial seluas 0,8 juta km2, serta perairan ZEE Indonesia seluas 2,7 km2. Selain itu, Indonesia memiliki garis pantai sekitar 95.181 km, yang sebagian besar menjadi basis kegiatan ekonomi perikanan (Departemen Kelautan dan Perikanan 2009).

Potensi sektor perikanan Indonesia yang cukup besar juga dapat dilihat dari volume produksi perikanan Indonesia. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2009), volume produksi perikanan Indonesia selama tahun 2005-2009 mengalami peningkatan rata-rata 10,02 persen, yaitu dari 6.869.543 ton pada tahun 2005 terus mengalami peningkatan sampai 10.065.120 ton pada tahun 2009. Data volume produksi perikanan Indonesia dari tahun 2005 sampai tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 1. Peningkatan volume produksi perikanan Indonesia ini terutama, karena adanya peningkatan dalam pemanfaatan wilayah strategis perikanan laut dan adanya peningkatan teknologi budidaya perikanan.

Tabel 1. Volume Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2005-2009 (Ton)

Tahun

Jumlah produksi

Volume Produksi Perikanan Budidaya Perikanan

Tangkap

2005 2.163.674 4.705.869 6.869.543

2006 2.682.596 4.806.112 7.488.708

2007 3.193.565 5.044.737 8.238.302

2008 3.855.200 5.196.328 9.051.528

2009 4.780.100 5.285.020 10.065.120

(18)

Jika dilihat dari data neraca perdagangan (nilai ekspor dikurangi nilai impor) komoditas perikanan Indonesia tahun 2005-2009 selalu bernilai positif. Hal ini berarti nilai ekspor selalu lebih besar dari nilai impor komoditas perikanan. Data Badan Pusat Statistik (2009), menunjukkan neraca perdagangan komoditas perikanan Indonesia tahun 2005-2009 mengalami peningkatan rata-rata 5,54 persen. Setiap tahunnya nilai ekspor dan impor komoditas perikanan mengalami fluktuasi diduga karena adanya sifat khusus dari produksi komoditas perikanan yang sangat tergantung pada musim. Peningkatan rata-rata neraca perdagangan komoditas perikanan Indonesia ini karena adanya perluasan pasar diluar negara tujuan ekspor utama komoditas perikanan. Data neraca perdagangan komoditas perikanan Indonesia tahun 2005-2009 dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Neraca Perdagangan Komoditas Perikanan Indonesia Tahun 2005-2009 (US$ 1000)

Tahun Nilai Neraca

Perdagangan

Ekspor Impor

2005 1.913.305 126.960 1.786.345

2006 2.103.472 165.720 1.937.752

2007 2.258.920 142.750 2.116.170

2008 2.699.683 259.976 2.439.707

2009 2.371.000 195.486 2.175.514

Sumber: Ditjen P2HP (2009)

(19)

Tabel 3. PDB Perikanan Indonesia Berdasarkan Harga Berlaku Tahun 2005-2009 (Miliar Rupiah)

Lapangan Usaha Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

PDB Perikanan 59.639 74.335 97.697 136.436 176.195

PDB Total 2.774.281 3.339.217 3.949.321 4.954.029 5.634.127 PDB Perikanan

terhadapPDB Total (persen)

2,15 2,23 2,47 2,75 3,13

Sumber: BPS (2009) (diolah)

Kontribusi pengembangan sektor perikanan dalam upaya peningkatan perekonomian Indonesia dapat dijadikan isu pokok mengingat potensi sektor perikanan Indonesia yang sangat besar, akan tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. Menurut Saragih (2010), pengembangan sektor perikanan sebagai sumber pertumbuhan perekonomian baru di Indonesia sangat memungkinkan. Hal ini didasarkan pada: (1) Potensi sumberdaya perikanan Indonesia tersedia cukup besar; (2) Sektor perikanan merupakan sumber bahan baku protein hewani dan bahan baku industri-industri domestik; (3) Beberapa komoditas perikanan Indonesia mempunyai daya keunggulan komparatif di pasar internasional; dan (4) kemampuan sektor perikanan menyerap tenaga kerja, meningkatkan dan meratakan pendapatan masyarakat.

Kondisi sumberdaya sektor perikanan yang mendukung serta struktur ekonomi di beberapa wilayah Indonesia yang berbasis pada sektor perikanan, maka upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pembangunan sektor perikanan adalah dengan meningkatkan produktivitas perikanan serta mengembangkan berbagai kegiatan industri yang terkait dengan potensi sektor perikanan tersebut. Peningkatan produktivitas perikanan diharapkan akan dapat mendukung peningkatan pendapatan. Hal ini tentunya harus diikuti dengan peningkatan investasi dalam berbagai kegiatan industri serta kegiatan pendukung sektor perikanan lainnya.

(20)

kenyataan, yaitu: (1) Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari kuantitas maupun diversitas; (2) Industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan (backward and forward linkage) yang kuat dengan industri-industri pada sektor lainnya; (3) Industri perikanan berbasis sumberdaya lokal atau dikenal dengan istilah resources-based industries; dan (4) Indonesia memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagaimana dicerminkan dari potensi sumberdaya ikannya. Berdasarkan potensi tersebut, sumberdaya perikanan sesungguhnya memiliki keunggulan komparatif untuk menjadi sektor unggulan dalam peningkatan perekonomian bangsa.

Wilayah di Indonesia yang memiliki potensi perikanan yang dapat dikembangkan salah satunya adalah wilayah Jawa Barat. Jawa Barat memiliki banyak daerah kabupaten atau kota yang memiliki potensi perikanan yang cukup melimpah. Menurut Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, pada tahun 2009 Jawa Barat tercatat memiliki potensi produksi penangkapan ikan mencapai 172.748 ton yang berasal dari berbagai daerah pesisir kabupaten dan kota di selatan dan utara Jawa, seperti: Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Cirebon, Indramayu, Subang, Karawang, dan Bekasi (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat 2010).

Salah satu daerah di Jawa Barat yang memiliki potensi perikanan yang cukup besar adalah daerah Kabupaten Sukabumi. Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu sentra aktivitas sektor perikanan Jawa Barat. Beragam aktivitas pada sektor perikanan dilakukan di Kabupaten Sukabumi, seperti kegiatan perikanan tangkap, kegiatan perikanan budidaya, kegiatan pemasaran komoditas perikanan, kegiatan pengolahan, dan sebagainya.

(21)

Potensi sumberdaya perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi ini perlu dimanfaatkan dengan baik sehingga dapat menggerakkan perekonomian daerah. Dengan demikian, diperlukan suatu langkah upaya percepatan melalui program revitalisasi perikanan. Pelaksanaan program revitalisasi perikanan di Kabupaten Sukabumi merupakan wujud dukungan politik, sosial, dan ekonomi untuk menjadikan sektor perikanan sebagai salah satu penggerak utama pembangunan ekonomi daerah serta merupakan suatu upaya untuk memacu pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan guna peningkatan kesejahteraan rakyat serta diharapkan mampu memacu peningkatan sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi secara agregat (DKP Kabupaten Sukabumi 2009).

Program revitalisasi perikanan yang dilakukan di Kabupaten Sukabumi sebaiknya menitikberatkan pada komoditas-komoditas yang menjadi unggulan di daerah tersebut, sehingga komoditas-komoditas unggulan tersebut dapat menjadi kompetensi inti yang dapat bersaing dengan wilayah lainnya. Oleh karena itu, identifikasi komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi sangat penting untuk dilakukan. Selain itu, analisis dayasaing komoditas-komoditas unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi juga harus mendapat perhatian khusus agar mampu bertahan dalam menghadapi persaingan di pasar domestik maupun internasional yang selanjutnya diharapkan akan meningkatkan perekonomian daerah.

1.2. Perumusan Masalah

Sektor perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi dapat berperan dan berpotensi sebagai prime mover (penggerak utama) perekonomian daerah dan nasional. Akan tetapi, sampai saat ini peran dan potensi tersebut masih belum teroptimalkan dengan baik. Diduga keunggulan komparatif sektor perikanan tangkap yang dimiliki oleh Kabupaten Sukabumi belum sepenuhnya mampu ditransformasikan menjadi keunggulan kompetitif. Hal tersebut mengakibatkan rendahnya kinerja ekonomi berbasis sektor perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi.

(22)

ini dapat dilihat dari kurang memadainya berbagai fasilitas seperti: akses jalan, transportasi, industri pengolahan, dan tempat pemasaran. Ditambah lagi dengan adanya sifat khas komoditas perikanan yang mudah rusak (perishable) sehingga membutuhkan penanganan yang baik agar tidak menurunkan kualitas dari komoditas perikanan. Adanya sifat mudah rusak pada komoditas perikanan tangkap, termasuk di Kabupaten Sukabumi, dapat membuat dayasaing komoditas perikanan tangkap menjadi rendah.

Saat ini kegiatan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi lebih didominasi oleh pemasaran langsung dalam bentuk produk ikan segar dengan jumlah pemasaran mencapai 3.154 ton pada tahun 2009. Adapun bentuk pengolahan komoditas perikanan tangkap yang dominan dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Sukabumi adalah pembuatan pindang, ikan asin, pembekuan, bakso ikan, dan abon ikan. Sebagian besar usaha pengolahan ini dilakukan dalam skala usaha kecil atau rumah tangga. Data potensi keragaan unit pengolahan dan pemasaran ikan berdasarkan jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan Rumah Tangga Bukan Perikanan (RTBP) di Kabupaten Sukabumi

(23)

Selain itu, adanya kebijakan perdagangan bebas yang terjadi saat ini membuat tingkat persaingan semakin ketat baik dalam lingkup lokal, regional, maupun internasional. Setiap produsen dituntut untuk menghasilkan produk perikanan yang berkualitas baik secara kuantitas maupun kualitas agar mampu bersaing.

Berdasarkan kondisi sektor perikanan Kabupaten Sukabumi, maka dapat dilihat bahwa potensi perikanan Kabupaten Sukabumi yang besar belum mampu dikelola dengan baik. Selain itu, pengembangan sektor perikanan Kabupaten Sukabumi belum berfokus pada komoditas yang menjadi unggulan. Melihat hal tersebut perlu diberikan perhatian serius terhadap upaya pengembangan agribisnis komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi.

Oleh karena itu, diperlukan strategi yang tepat untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan dayasaing komoditas unggulan perikanan tangkap agar mampu mengatasi permasalahan-permasalahan sektor perikanan di Kabupaten Sukabumi. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Komoditas perikanan tangkap apa saja yang dapat menjadi unggulan Kabupaten Sukabumi?

2) Bagaimana kondisi sistem agribisnis komoditas unggulan perikanan tangkap di Kabupaten Sukabumi?

3) Bagaimana kondisi dayasaing komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi?

4) Bagaimana hubungan keterkaitan antara komponen penentu dayasaing komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi?

1.3. Tujuan

Secara umum tujuan dari penelitian ini didasarkan pada latar belakang dan perumusan masalah, yaitu:

1) Mengidentifikasikan komoditas-komoditas perikanan tangkap yang dapat menjadi unggulan Kabupaten Sukabumi.

(24)

3) Menganalisis kondisi dayasaing komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi.

4) Menganalisis hubungan keterkaitan antara komponen penentu dayasaing komoditas unggulan perikanan tangkap Kabupaten Sukabumi?

1.4. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu:

1) Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan strategis yang berkaitan dengan perencanaan pengembangan sektor perikanan berdasarkan konsep dayasaing komoditas unggulan.

2) Bagi penulis sendiri, penelitian ini berguna untuk melatih kemampuan menganalisis permasalahan pengembangan sektor perikanan berdasarkan konsep dayasaing komoditas unggulan dan menganalisis potensi wilayah untuk menetapkan kebijakan strategis agribisnis perikanan.

3) Bagi masyarakat atau pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan atau setidaknya dapat menggugah peneliti lain untuk lebih banyak memperhatikan pada pengembangan sektor perikanan berdasarkan konsep dayasaing komoditas unggulan.

1.5. Ruang Lingkup

1) Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sukabumi, yang terletak di Provinsi Jawa Barat.

2) Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada analisis dayasaing agribisnis komoditas unggulan perikanan Kabupaten Sukabumi. Sektor perikanan yang dikaji difokuskan pada subsektor perikanan tangkap.

(25)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konteks, Ruang Lingkup, dan Faktor-Faktor Penting dalam Penetapan Komoditas Unggulan

Pengembangan suatu komoditas di daerah yang sesuai dengan kondisi sumberdaya alam setempat dapat meningkatkan efisiensi, menjaga kelestarian sumberdaya, dan meningkatkan aktivitas perdagangan sehingga mampu meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat setempat. Agar hal ini dapat berjalan dengan baik diperlukan penetapan komoditas unggulan yang didukung oleh ketersedian data dan informasi kondisi biofisik dan sosial ekonomi di daerah tersebut.

Selama ini telah banyak penelitian yang berkaitan dengan penetapan komoditas unggulan daerah karena banyaknya manfaat yang dihasilkan dari penelitian tersebut, terutama dalam upaya peningkatan perekonomian daerah berbasiskan sumberdaya lokal. Penetapan komoditas unggulan tidak terbatas hanya pada komoditas pertanian dalam arti sempit (tanaman pangan dan hortikultura) tetapi juga dapat dilakukan untuk menentukan komoditas unggulan pada sektor pertanian secara luas, seperti perkebunan, peternakan, dan perikanan. Daerah yang diteliti pun bermacam-macam tergantung pada potensi hayati sumberdaya alam yang dimiliki masing-masing daerah. Seperti daerah Kabupaten Sumbawa yang memiliki potensi alam dalam sektor pertanian, baik pertanian tanaman pangan maupun hortikultura (Setiawan 2010).

(26)

Sedangkan, daerah Kota Sawah Lunto, Provinsi Sumatera Barat memiliki potensi alam dalam sektor perkebunan yang dikembangkan melalui perkebunan rakyat (Hilmed 2003). Berdasarkan penelitian Hilmed (2003) terdapat 5 (lima) komoditas perkebunan yang banyak dan telah biasa diusahakan masyarakat Kota Sawah Lunto serta menjadi komoditas utama daerah tersebut, yaitu: karet, kelapa, kopi, kayu manis, dan kemiri. Menurut hasil analisis usahatani yang dilakukan menunjukkan bahwa ada 4 (empat) komoditas yang layak untuk dikembangkan, yaitu: karet, kelapa, kopi, dan kemiri karena memiliki R/C ratiolebih besar dari 1 (satu) dan IRR sama dengan atau lebih besar dari tingkat suku bunga sebesar 15 persen. Sedangkan, berdasarkan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) untuk menentukan prioritas dan peringkat keempat komoditas utama yang layak dikembangkan, diperoleh hasil bahwa kemiri berada pada peringkat pertama dengan skor 11.2796. Sehingga kemiri dapat ditetapkan sebagai komoditas unggulan sektor perkebunan di Kota Sawah Lunto (Hilmed 2003).

(27)

menjadi prioritas untuk dikembangkan adalah ayam ras pedaging (Nopiyeni 2002).

Kajian dan penelitian terkait penentuan komoditas unggulan diatas menjadi referensi penting untuk mengembangkan daerah-daerah lain berdasarkan potensi lokal sumberdaya alam yang dimiliki. Seperti halnya dengan Kabupaten Sukabumi yang memiliki potensi hayati dalam sektor perikanan terutama, dimana sektor perikanan di Kabupaten Sukabumi menjadi pilihan utama masyarakatnya untuk menjalankan perekonomian. Selain itu, banyak pula aktivitas atau kegiatan dalam bidang perikanan, terutama dalam kegiatan perikanan tangkap, serta adanya industri pendukung terkait penyediaan sarana produksi perikanan dan industri pengolahan ikan.

Hal ini dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan Prasslina (2009), yang menunjukkan bahwa sektor perikanan merupakan sektor basis dalam perekonomian daerah Kabupaten Sukabumi. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian tersebut menggunakan analisis perhitungan Location Quotient (LQ) bahwa sektor perikanan di Kabupaten Sukabumi memiliki nilai LQ selalu lebih besar dari satu. Nilai LQ yang selalu lebih besar dari satu mengindikasikan bahwa sektor perikanan dapat menjadi kekuatan dalam pembangunan daerah dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan ekonomi daerah. Data Nilai LQ sektor perikanan Kabupaten Sukabumi pada tahun analisis tahun 2002 sampai tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 5. Selain itu, berdasarkan perhitungan analisis multiplier effect berdasarkan indikator pendapatan wilayah, selama periode analisis tahun 2002-2006 sektor perikanan memberikan dampak positif terhadap pembangunan wilayah Kabupaten Sukabumi.

Tabel 5. Data Nilai Location Quotient (LQ) Sektor Perikanan Kabupaten Sukabumi Tahun 2002-2006

Tahun Nilai Location Quotient(LQ)

2002 1,99

2003 1,76

2004 1,59

2005 1,80

2006 1,96

(28)

Berdasarkan hasil penelitian Prasslina (2009) tersebut dapat dilihat bahwa Kabupaten Sukabumi memiliki potensi besar dalam sektor perikanannya. Namun, tidak semua komoditas perikanan yang ada di Kabupaten Sukabumi memberikan kontribusi besar dalam pengembangan sektor perikanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai komoditas-komoditas perikanan apa saja yang dapat menjadi unggulan daerah. Sehingga, pembangunan sektor perikanan kedepannya dapat lebih berfokus pada komoditas-komoditas unggulan perikanan yang berdayasaing.

2.2. Tinjauan Dayasaing Wilayah Berdasarkan Komoditas

Daya saing adalah suatu keunggulan komparatif dari kemampuan dan pencapaian suatu perusahaan, subsektor atau wilayah untuk memproduksi, menjual, dan menyediakan barang-barang dan jasa kepada pasar. Dayasaing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu barang atau jasa dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga-harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut menguntungkan (Saptana 2010). Sebenarnya, kajian dayasaing dapat diterapkan pada suatu komoditas, sektor atau bidang, wilayah dan negara (Feryanto 2010).

Penelitian terdahulu yang mengkaji dayasaing telah banyak dilakukan terutama terkait analisis dayasaing wilayah berbasiskan komoditas. Komoditas-komoditas yang terpilih merupakan Komoditas-komoditas andalan wilayah tersebut dan secara keunggulan komparatif memiliki keberlimpahan di alam, serta memiliki potensi pasar yang cukup menjanjikan. Seperti wilayah Indonesia yang terdapat didaerah tropis menyimpan banyak kekayaan alam hayati, sehingga banyak komoditas yang secara komparatif memliki keunggulan, seperti sektor pertanian (padi, jagung, dan hortikultura), perkebunan (kelapa sawit, karet, dan kakao), perikanan (tuna, udang, dan rumput laut), dan peternakan (sapi, kambing, dan ayam). Banyak potensi wilayah Indonesia yang dapat dikaji dayasaingnya berdasarkan komoditas unggulan tersebut.

(29)

internasional (Irnawaty 2008). Berdasarkan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) sebenarnya komoditas kakao Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam perdagangan internasional. Sedangkan, berdasarkan analisis dayasaing berlian porter menunjukkan bahwa komoditi kakao Indonesia berdayasaing rendah karena masih terdapat kendala, seperti kualitas kakao Indonesia yang masih rendah dan belum memenuhi standar internasional, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, serta kurangnya daya dukung infrastruktur. Sehingga diperlukan strategi yang tepat untuk meningkatkan dayasaing kakao Indonesia, seperti optimalisasi lahan kakao, perbaikan penanganan pasca panen, serta peningkatan industri terkait dan pendukung (Irnawaty 2008).

Lain halnya dengan kajian dayasaing komoditas kakao karena memiliki keunggulan komparatif dengan keberlimpahan hayatinya, kajian mengenai dayasaing tidak harus berdasarkan komoditas yang sudah berlimpah tetapi juga dapat dilihat dari potensi pasar yang besar dan tingkat konsumsi yang tinggi. Puspita (2009) menyatakan bahwa komoditas seperti gandum memiliki posisi strategis yang dapat menjadi alternatif bagi beras. Namun ketersediaannya tidak mencukupi kebutuhan nasional, sehingga Indonesia menjadi negara pengimpor gandum terbesar keempat di dunia dengan volume impor mencapai 4,9 juta ton pada tahun 2009 (Saragih 2010). Analisis dayasaing gandum lokal diperlukan untuk melihat posisi dan potensi pengembangan gandum lokal di Indonesia. Berdasarkan penelitian Puspita (2009) dengan menggunakan analisis berlian porter menunjukkan bahwa keterkaitan antar komponen utama dan dengan penunjang dayasaing gandum lokal lebih dominan hubungan tidak saling mendukung daripada hubungan saling mendukung.

(30)

Hasil analisis kompetitif ikan tuna Indonesia dengan menggunakan teori berlian porter menunjukkan bahwa ikan tuna Indonesia belum memiliki keunggulan kompetitif. Keadaan sumberdaya faktor sumberdaya (alam, manusia, IPTEK, modal, da infrastruktur) masih mengalami banyak masalah, kondisi permintaan di dalam dan luar negeri cukup, keberadaan industri terkait dan pendukung belum cukup baik untuk menunjang keadaan dayasaing ikan tuna nasional. Struktur persaingan ikan tuna di pasar internasional sangat ketat, posisi tawar pembeli dan pemasok cukup tinggi. Peran pemerintah sudah cukup baik namun masih perlu ditingkatkan terutama terkait perbaikan kondisi faktor sumberdaya yang menjadi masalah utama. Peran kesempatan yang ada seperti penemuan teknologi budidaya dan adanya perdagangan bebas dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan dayasaing ikan tuna nasional.

Komoditas ikan tuna yang belum berdayasaing tersebut memerlukan strategi yang relevan dengan kondisinya saat ini. Strategi peningkatan dayasaing yang didapatkan dari hasil penelitian berdasarkan analisis matriks SWOT adalah meningkatkankan produksi ikan tuna melalui pemberian pinjaman modal kepada nelayan untuk kegiatan penangkapan dan penerapan teknologi budidaya, memperluas pasar dengan cara melakukan kerjasama dengan negara lain di luar negara tujuan ekspor utama, meningkatkan mutu ikan tuna melalui sosialisasi, serta memperbaiki sarana dan prasarana dengan memperbaiki sistem transportasi dan penyediaan sarana pendukung.

(31)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan konsep atau teori yang akan digunakan atau yang menjadi dasar sebuah penelitian. Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini mencakup penetapan komoditas unggulan daerah, konsep sistem agribisnis perikanan, dan konsep dayasaing.

3.1.1. Penetapan Komoditas Unggulan Daerah

Konsep dan pengertian komoditas unggulan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Dilihat dari sisi penawaran, komoditas unggulan merupakan komoditas yang paling superior dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi di suatu wilayah tertentu. Pengertian tersebut lebih dekat dengan locational advantages. Sedangkan dilihat dari sisi permintaan, komoditas

unggulan merupakan komoditas yang mempunyai permintaan yang kuat baik untuk pasar domestik maupun pasar internasional. Berdasarkan pengertian tersebut maka komoditas unggulan bersifat dinamis baik dilihat dari sisi penawaran karena adanya perubahan teknologi maupun dilihat dari sisi permintaan karena adanya pergeseran permintaan konsumen (Syafa’at dan Priyatno 2000).

Menurut Badan Litbang Pertanian (2003), komoditas unggulan merupakan komoditas andalan yang memiliki posisi startegis untuk dikembangkan di suatu wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan baik secara teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (pengusaan teknologi, kemampuan sumberdaya, manusia, infrastruktur, kondisi sosial budaya setempat).

(32)

kompetitif. Selain itu, kemampuan suatu wilayah untuk memproduksi dan memasarkan komoditas yang sesuai dengan kondisi alam dan iklim di wilayah tertentu juga sangat terbatas.

Penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, sehingga kriteria-kriteria-kriteria-kriteria tersebut akan membantu mengarahkan secara tepat komoditas yang layak dikembangkan. Menurut Daryanto (2010) kriteria-kriteria yang dapat menjadi panduan dalam menetapkan komoditas unggulan adalah, sebagai berikut:

1) Harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian. Dengan kata lain, komoditas unggulan tersebut dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran.

2) Mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward linkages) yang kuat, baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas

lainnya.

3) Mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain (competitiveness) di pasar nasional dan pasar internasional, baik dalam harga produk, biaya produksi dan kualitas pelayanan.

4) Memiliki keterkaitan dengan wilayah lain (regional linkages), baik dalam hal pasar (konsumen) maupun pemasokan bahan baku.

5) Memiliki status teknologi yang terus meningkat, terutama melalui inovasi teknologi.

6) Mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya.

7) Dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, mulai dari fase kelahiran (increasing), pertumbuhan (growth) hingga fase kejenuhan (maturity) atau penurunan (decreasing).

8) Tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal.

9) Pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan, misalnya keamanan, sosial, budaya, informasi, dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/disinsentif dan lain-lain.

(33)

Ditambahkan oleh Hafiziandra (2010), bahwa kriteria-kriteria yang dapat membantu menetapkan komoditas apa yang tepat sebagai komoditas unggulan suatu wilayah adalah, sebagai berikut:

1) Kontributif. Komoditas unggulan haruslah memiliki kontribusi yang cukup besar dalam tujuan utama pembangunan daerah atau dalam keragaan ekonomi makro daerah seperti dalam pengentasan kemiskinan, penciptaan nilai tambah, lapangan kerja, pengendalian inflasi, dan devisa.

2) Artkulatif. Komoditas unggulan haruslah memiliki kemampuan besar sebagai dinamisator bagi pertumbuhan sektor-sektor lain dalam spektrum yang lebih luas.

3) Progesif. Komoditas unggulan harus dapat tumbuh secara berkelanjutan dengan laju yang cukup pesat, yang dapat diukur berdasarkan laju pertumbuhannya.

4) Tangguh. Komoditas unggulan harus memiliki dayasaing dan ketahanan menghadapi gejolak ekonomi, politik, globalisasi, maupun alam.

5) Promotif. Komoditas unggulan harus mampu menciptakan tatanan lingkungan yang baik bagi kegiatan perekonomian daerah maupun nasional.

Penentuan atau identifikasi alternatif komoditas unggulan daerah menjadi penting karena komoditas unggulan diharapkan dapat menjadi komoditas penggerak utama (prime mover) perekonomian daerah. Pembangunan ekonomi daerah akan lebih optimal apabila didasarkan pada keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Pengertian unggul disini didasarkan dalam bentuk perbandingan dengan wilayah yang lebih tinggi. Keunggulan komparatif suatu komoditas adalah jika produktifitas yang dimiliki lebih unggul secara relatif dibandingkan komoditas sejenis di wilayah yang lebih tinggi. Sedangkan, keunggulan kompetitif merupakan kemampuan suatu komoditas menembus pasar yang diapresiasi dengan penerimaan yang lebih tinggi (Widodo 2006)

(34)

komoditas sesuai dengan keunggulan yang dimiliki ini memungkinkan pemusatan pengusahaan di daerah yang akan mempercepat pertumbuhan daerah. Agar hal ini dapat berjalan dengan baik diperlukan penetapan komoditas unggulan yang didukung oleh ketersedian data dan informasi kondisi biofisik dan sosial ekonomi di daerah tersebut.

Penentuan komoditas unggulan dapat dilakukan dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ). Analisis LQ dapat mengukur tingkat konsentrasi suatu komoditas bila dibandingkan dengan wilayah yang lebih luas. Nilai LQ yang dihasilkan hanya mencerminkan sisi keberlimpahan potensi yang ada untuk memenuhi kebutuhan terhadap komoditas terbut secara relatif. Sedangkan, sisi permintaan dalam bentuk apresiasi konsumen terhadap komoditas belum terlihat. Komoditas yang ditentukan dari analisis LQ bisa saja tidak memiliki keunggulan kompetitif yang disebabkan oleh kateristik komoditas tersebut (Bachrein 2003). 3.1.2 Konsep Sistem Agribisnis Perikanan

Istilah agribisnis pertama kali dikemukakan oleh Jhon H. Davis pada suatu konferensi yang diadakan Badan Perdagangan Eceran Boston pada tahun 1955. Pada kesempatan tersebut Davis mengatakan, agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem hulu, usahatani, hilir, dan penunjang. Menurut Saragih (2001), agribisnis adalah sistem yang utuh dan saling terkait diantara seluruh kegiatan ekonomi, yaitu subsistem pertanian hulu, subsistem budidaya, subsistem pengolahan hasil panen, subsistem pemasaran hasil pertanian, dan subsistem jasa atau penunjang pertanian, yang saling terkait langsung dengan pertanian.

Salah satu pengertian dari agribisnis yang banyak diacu oleh peneliti dan penulis adalah definisi yang disusun oleh Drillon pada tahun 1974 (Krisnamurthi 2001). Drillon mendefinisikan agribisnis sebagai penjumlahan total dari seluruh kegiatan yang menyangkut manufaktur dan distribusi dari sarana produksi pertanian, kegiatan yang dilakukan usahatani, serta penyimpanan, pengolahan, dan distribusi dari produk pertanian dan produk-produk lain yang dihasilkan dari produk pertanian.

(35)

menyebabkan timpangnya sistem tersebut. Kegiatan agribisnis melingkupi sektor pertanian, dimana didalamnya mencakup perikanan, peternakan, kehutanan, serta sektor industri. Perpaduan antara sektor pertanian dan sektor industri inilah yang akan menciptakan pertumbuhan ekonomi, baik skala nasional maupun lokal (Krisnamurthi 2001).

Sistem agribisnis paling sedikit mencakup empat subsistem (Krisnamurthi 2001), yaitu: (1) subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan (agroindustri hulu) dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/benih, alat dan mesin pertanian, dan lain-lain); (2) subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang di masa lalu disebut sebagai sektor pertanian primer; (3)

subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk yang siap untuk dimasak atau siap untuk disaji (ready to cook/ready for used) atau siap untuk dikonsumsi (ready to eat) beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional; dan (4) subsistem jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis, dan lain-lain.

Konsep sistem agribisnis perikanan yang digunakan dalam upaya pengembangan kawasan berbasis sektor perikanan yang dimaksud dalam hal ini mencakup pengembangan keempat subsistem dari agribisnis berbasis perikanan (Gambar 1). Pertama, subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) perikanan. Kedua, subsistem usaha penangkapan atau budidaya perikanan (on-farm agibusiness). Ketiga, subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness)

(36)

Gambar 1. Sistem Agribisnis Perikanan

Sumber: Saragih (2010)

Menurut Saragih (2010), subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) perikanan yaitu kegiatan yang menghasilkan sarana produksi bagi usaha penangkapan komoditas perikanan, dan budidaya perairan. Contoh dari kegiatannya seperti misalnya usaha-usaha atau bisnis-bisnis yang bergerak dalam penyediaan mesin-mesin, perahu, jala, dan peralatan tangkap dan budidaya perikanan lainnya. Subsistem usaha penangkapan atau budidaya perikanan (on-farm agibusiness) yaitu kegiatan yang berkaitan langsung dengan usaha dalam penangkapan komoditas perikanan dan budidaya perairan laut serta perairan darat. Kegiatan pada subsistem ini sangat erat dengan para nelayan yang melakukan langsung usaha penangkapan komoditas perikanan di perairan dan para petani atau petambak yang melakukan budidaya perikanan.

Subsistem agribisnis hilir (down-stream agribusiness) perikanan yaitu kegiatan-kegiatan yang berkaitan langsung dengan industri pengolahan, pemasaran, dan perdagangan hasil perikanan. Usaha pengolahan dkomoditas perikanan menjadi tepung ikan, abon ikan, abon ikan, minyak ikan, udang beku, dan sebagainya yang kemudian dipasarkan dalam pasar domestik maupun luar negeri merupakan contoh dari kegiatan-kegiatan dalam subsistem agribisnis hilir

(37)

perikanan. Subsitem jasa penunjang perikanan yaitu kegiatan-kegiatan yang menyadiakan jasa, seperti: perkreditan, asuransi, transportasi, infrastruktur pelabuhan kapal ikan, pendidikan, penyuluhan, penelitian dan pengembangan serta kebijakan pemerintah.

Dalam upaya mewujudkan pengembangan kawasan berbasis sektor perikanan untuk mencapai perekonomian yang berkeadilan melalui pembangunan sistem agribisnis perikanan, maka harus ada keterkaitan antara subsistem satu dengan subsistem lainnya. Perhatiaan dalam mengembangkan sistem agribisnis perikanan harus menyeluruh pada semua lini. Para nelayan perlu difasilitasi untuk dapat ikut serta dalam mengusahakan subsistem hulu dan hilir agribisnis perikanan. Sehingga nelayan tidak hanya dapat mengusahakan subsistem on-farm yang hanya melakukan penangkapan atau budidaya ikan, tetapi dapat mengusahakan pada subsistem hulu dan hilir. Hal ini penting dilakukan, mengingat kedua subsistem agribisnis, terutama subsitem hilir (pengolahan dan perdagangan) dapat memberikan nilai tambah (added value) yang besar.

Hal ini terbukti selama ini dimana nelayan hampir disetiap daerah di Indonesia yang hanya mengusahakan subsistem on-farm (penangkapan dan budidaya) kehidupan ekonominya selalu memperihatinkan. Solusi nyata dalam hal ini adalah dengan mengembangkan kelembagaan agribisnis perikanan sebagai organisasi ekonomi para nelayan untuk mengusahakan subsitem hulu dan hilir. Hal yang diharapkan adalah penyediaan peralatan penangkapan dan budidaya, pengolahan dan perdagangan hasil perikanan diusahakan secara bersama-sama antara kelembagaan agribisnis perikanan, pemerintah dan perusahaan swasta.

3.1.3. Konsep Dayasaing

Konsep dayasaing diterjemahkan oleh beberapa orang dan lembaga dengan cara yang berbeda. Perbedaan tersebut tidak terlepas dari pandangan atau konteks yang ditelaah masing-masing. Menurut Porter (1990) bahwa konsep dayasaing yang dapat diterapkan pada level nasional tak lain adalah produktivitas yang didefinisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja.

(38)

dicapai oleh perusahaan. Kedua definisi tersebut mengakui bahwa dayasaing tidak secara sempit mencakup hanya sebatas pada tingkat efisiensi suatu perusahaan tetapi juga mencakup aspek luar perusahaan seperti berusaha yang merupakan faktor di luar kendali perusahaan (external) seperti aspek yang bersifat spesifik perusahaan (firm-spesific), spesifik regional (region-spesific), atau bahkan spesifik negara atau bangsa (country-spesific).

Sedangkan Institute of Management Development (IMD), mendefinisikan dayasaing nasional sebagai kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan nasional dengan cara aset dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality dan proximity serta dengan mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut ke dalam suatu model ekonomi dan sosial. Dengan kata lain dayasaing nasional adalah suatu konsep yang diharapkan dapat mengidentifikasikan peranan negara dalam memberikan iklim yang kondusif kepada perusahaan-perusahaan dalam rangka mempertahankan dayasaing domestik dan global.

Pada tingkat wilayah atau daerah di dalam suatu negara, konsep dayasaing daerah menurut yang didefinisikan oleh Departemen Perdagangan dan Industri Inggris (UK-DTI), adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional.

Dari dua konsep definisi dayasaing yang telah diuraikan di depan baik dayasaing nasional maupun dayasaing suatu wilayah pada prinsipnya memiliki substansi atau esensi yang sama. Perbedaan yang ada hanya pada cakupan wilayah yang dikajinya saja. Pengapdosian konsep dayasaing nasional ke dalam konsep dayasaing daerah atau wilayah adalah sangat relevan untuk dilakukan. Namun memang dalam pelaksanaannya perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian.

(39)

Selanjutnya konsep ini dikenal dengan Teori Berlian Porter. Setiap atribut yang terdapat dalam Teori Berlian Porter memiliki poin-poin penting yang menjelaskan secara detail atribut yang ada, dengan penjelasan sebagai berikut:

1. Kondisi Faktor Sumberdaya (1) Sumberdaya Fisik atau Alam

Sumberdaya fisik atau sumberdaya alam yang mempengaruhi dayasaing wilayah mencakup biaya, aksebilitas, mutu dan ukuran lahan (lokasi), ketersedian air, mineral, dan energi sumberdaya pertanian, perikanan (termasuk perairan laut lainnya), perkebunan, kehutunan, peternakan, serta sumberdaya lainnya, baik yang dapat diperbaharui maupun yang tidak dapat diperbaharui. Begitu juga cuaca iklim, luas wilayah geografis, kondisi topografis, dan lain-lain.

(2) Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia yang mempengaruhi dayasaing industri nasional terdiri dari jumlah tenaga kerja yang tersedia, kemampuan manajerial dan keterampilan yang dimiliki, biaya tenaga kerja yang berlaku (tingkat upah), dan etika kerja (termasuk moral).

(3) Sumberdaya Ilmu Pengetahuan dan Tekonologi (IPTEK)

Sumberdaya IPTEK mencakup ketersedian pengetahuan pasar, pengetahuan teknis, dan pengetahuan ilmiah yang menunjang dan diperlukan dalam memproduksi barang atau jasa. Begitu juga sumber-sumber pengetahuan dan teknologi, seperti perguruan tinggi, lembaga penelitian dan pengembangan, asosiasi perdagangan, serta sumber pengetahuan dan teknologi lainnya.

(4) Sumberdaya Modal

Sumberdaya modal yang mempengaruhi dayasaing wilayah terdiri dari jumlah dan biaya (suku bunga) yang tersedia, jenis pembiayaan (sumber modal), aksesibilitas terhadap pembiayaan, kondisi lembaga pembiayaan dan perbankan, tingkat tabungan masyarakat, peraturan keuangan, kondisi moneter, fiskal, serta peraturan moneter dan fiskal.

(5) Sumberdaya Infrastruktur

(40)

mempengaruhi persaingan. Termasuk sistem transportasi, komunikasi, pos, giro, pembayaran transfer dana, air bersih, energi listrik, dan lain-lain.

2. Kondisi Permintaan

Kondisi permintaan dalam negeri merupakan faktor penentu dayasaimg industri, terutama mutu permintaan domestik. Mutu permintaan domestik di pasar global merupakan sasaran pembelajaran perusahaan-perusahaan domestik untuk bersaing di pasar global. Mutu permintaan (persaingan yang ketat) di dalam negeri sebagai tanggapan terhadap mutu persaingan di pasar domestik. Ada tiga faktor kondisi permintaan yang mempengaruhi dayasaing industri wilayah, yaitu:

(1) Komposisi Permintaan Domestik

Karakteristik permintaan domestik sangat mempengaruhi dayasaing industri wilayah. Karakteristik tersebut meliputi:

a) Struktur segmen permintaan domestik sangat mempengaruhi Pada umumnya perusahaan-perusahaan lebih mudah memperoleh dayasaing pada struktur segmen permintaan yang lebih luas dibandingkan dengan segmen yang sempit.

b) Pengalaman dan selera pembeli yang tinggi akan meningkatkan tekanan kepada produsen untuk menghasilkan produk yang bermutu dan memenuhi standar tinggi yang mencakup standar mutu produk, product features, dan pelayanan.

c) Antisipasi kebutuhan pembeli yang baik dari perusahaan domestik merupakan suatu poin dalam memperoleh keunggulan bersaing.

(2) Jumlah Permintaan dan Pola Pertumbuhan

(41)

(3) Internasionalisasi Permintaan Domestik

Pembeli lokal yang merupakan pembeli dari luar negeri akan mendorong dayasaing industri domestik, karena dapat membawa produk tersebut ke luar negeri. Konsumen yang memiliki mobilitas internasional tinggi dan sering mengunjungi suatu negara juga dapat mendorong meningkatnya dayasaing produk negeri yang dikunjungi tersebut.

3. Industri Terkait dan Industri Pendukung

Keberadaan industri terkait dan industri pendukung yang telah memiliki dayasaing global juga akan mempengaruhi dayasaing industri utamanya. Industri hulu yang memiliki dayasaing global akan memasok input bagi industri utama dengan harga yang lebih murah, mutu lebih baik, pelayanan yang cepat, pengiriman tepat waktu dan jumlah sesuai dengan kebutuhan industri utama, sehingga industri tersebut juga akan memiliki dayasaing global yang tinggi. Begitu juga industri hilir yang menggunakan produk industri utama sebagai bahan bakunya. Apabila industri hilir memiliki dayasaing global maka industri hilir tersebut dapat menarik industri hulunya untuk memperoleh dayasaing global. 4. Struktur Pasar, Persaingan, dan Strategi Perusahaan

Struktur industri dan perusahaan juga menentukan dayasaing yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang tercakup dalam industri tersebut. Struktur industri yang monopolistik kurang memiliki daya dorong untuk melakukan perbaikan-perbaikan serta inovasi-inovasi baru dibandingkan dengan struktur industri bersaing, struktur perusahaan yang berada dalam industri sangat berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan yang bersangkutan dikelola dan dikembangkan dalam suasana tekanan persaingan, baik domestik maupun internasional. Dengan demikian, secara tidak langsung akan meningkatkan dayasaing global industri yang bersangkutan.

(1) Struktur Pasar

(42)

sifat-sifat organisasi pasar yang mempengaruhi perilaku dan keragaan perusahaan. Jumlah penjual dan keadaan produk (nature of the product) adalah dimensi-dimensi yang penting dalam struktur pasar. Adapula dimensi lainnya adalah mudah atau sulitnya memasuki industri (hambatan masuk pasar), kemampuan perusahaan mempengaruhi permintaan melalui iklan, dan lain-lain. Beberapa struktur pasar yang ada antara lain pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar oligopoli, pasar monopsoni, dan pasar oligopsoni. Biasanya struktur pasar yang dihadapi suatu industri seperti monopoli dan oligopoli lebih ditentukan oleh kekuatan perusahaan dalam menguasai pangsa pasar yang ada, dibandingkan jumlah perusahaan yang bergerak dalam suatu industri.

(2) Persaingan

Tingkat persaingan dalam industri merupakan salah satu faktor pendorong bagi perusahaan-perusahaan yang berkompetisi untuk terus melakukan inovasi. Keberadaan pesaing lokal yang handal dan kuat merupakan faktor penentu dan sebagai motor penggerak untuk memberikan tekanan pada perusahaan lain dalam meningkatkan dayasaingnya. Perusahaan-perusahaan yang telah teruji pada persaingan ketat dalam industri domestik akan lebih mudah memenangkan persaingan nasional dan internasional dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang belum memiliki dayasaing yang tingkat persaingannya rendah.

(3) Strategi Perusahaan

(43)

5. Peran Pemerintah

Peran pemerintah sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap upaya peningkatan dayasaing global, tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu dayasaing global. Peran pemerintah merupakan fasilitator bagi upaya untuk mendorong perusahaan-perusahaan dalam industri agar senantiasa melakukan perbaikan dalam meningkatkan dayasaingnya. Pemerintah dapat mempengaruhi aksesibilitas pelaku-pelaku industri terhadap berbagai sumberdaya melalui kebijakan-kebijakannya, seperti sumberdaya alam, tenaga kerja, pembentukan modal, sumberdaya ilmu pengetahuan, dan teknologi serta informasi.

Pemerintah juga dapat mendorong peningkatan dayasaing melalui penetapan standar produk nasional, standar upah tenaga kerja minimum, dan berbagai kebijakan terkait lainnya. Pemerintah dapat mempengaruhi kondisi permintaan domestik, baik secara tidak langsung melalui kebijakan moneter dan fiskal yang dikeluarkannya maupun secara langsung melalui perannya sebagai pembeli produk dan jasa. Kebijakan penerapan bea keluar dan bea masuk, tarif pajak, dan lain-lainnya yang juga menunjukkan terdapat peran tidak langsung dari pemerintah dalam meningkatkan dayasaing global.

Pemerintah dapat mempengaruhi tingkat dayasaing melalui kebijakan yang memperlemah faktor penentu dayasaing industri, tetapi pemerintah tidak dapat secara langsung menciptakan dayasaing global adalah memfasilitasi lingkungan industri yang mampu memperbaiki kondisi faktor penentu dayasaing, sehingga perusahaan-perusahaan yang berada dalam industri mampu mendayagunakan faktor-faktor penentu tersebut secara efektif dan efisien.

6. Peran Kesempatan

(44)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Kabupaten Sukabumi memiliki potensi sumberdaya perikanan tangkap dan budidaya yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari nilai LQ sektor perikanan Kabupaten Sukabumi yang selalu lebih besar dari satu mengindikasikan bahwa sektor perikanan dapat menjadi kekuatan dalam pembangunan daerah dan memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan ekonomi daerah (Prasslina 2009).

Namun, saat ini ada beberapa permasalahan dalam pengembangan sektor perikanan di Kabupaten Sukabumi, yaitu sarana dan prasarana yang menunjang aktivitas sektor perikanan terutama pada bidang yang menyokong subsistem hilir agribisnis perikanan di Kabupaten Sukabumi dirasakan masih relatif kurang mamadai. Hal ini dapat dilihat dari kurang memadainya berbagai fasilitas seperti: akses jalan, transportasi, industri pengolahan, dan tempat pemasaran. Selain itu, adanya kebijakan perdagangan bebas yang terjadi saat ini membuat tingkat persaingan semakin ketat baik dalam lingkup lokal, regional, maupun internasional. Setiap produsen dituntut untuk menghasilkan produk perikanan yang berkualitas baik secara kuantitas maupun kualitas agar mampu bersaing.

Berdasarkan kondisi sektor perikanan Kabupaten Sukabumi, maka dapat dilihat bahwa potensi perikanan Kabupaten Sukabumi yang besar belum mampu dikelola dengan baik. Selain itu, pengembangan sektor perikanan Kabupaten Sukabumi belum berfokus pada komoditas yang menjadi unggulan. Melihat hal tersebut perlu diberikan perhatian serius terhadap upaya pengembangan agribisnis komoditas unggulan perikanan Kabupaten Sukabumi. Sehingga, pembangunan sektor perikanan kedepannya dapat lebih berfokus pada komoditas-komoditas unggulan perikanan yang berdayasaing.

(45)

unggulan daerah yang telah ditetapkan belum dapat menjadi jaminan bahwa komoditas tersebut telah memiliki dayasaing. Jika ternyata komoditas ini belum memiliki dayasaing atau memiliki dayasaing yang rendah maka diperlukan strategi dalam peningkatan dayasaing komoditas unggulan tersebut.

(46)

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Analisis Dayasaing Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Sukabumi

Kendala:

1. Keunggulan sektor perikanan yang ada masih dalam tataran keunggulan komparatif , belum mencapai keunggulan kompetitif yang berdaya saing

2. Sarana dan prasarana utama dan penunjang sektor perikanan Kabupaten

(47)

IV

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukabumi yang terletak di Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan Kabupaten Sukabumi merupakan daerah dengan potensi perikanan yang besar namun belum memiliki dayasaing yang optimal dalam komoditas perikanannya, serta Kabupaten Sukabumi merupakan salah satu daerah terpilih dalam pengembangan kawasan berbasis sektor perikanan atau kawasan Minapolitan. Proses pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan pada bulan Januari - Februari 2011.

4.2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non probability sampling atau menggunakan metode purposive sampling. Responden dipilih secara sengaja dengan pertimbangan respoden tersebut merupakan pihak-pihak yang memiliki kontribusi besar dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan peningkatan dayasaing agribisnis komoditas unggulan perikanan Kabupaten Sukabumi. Pihak-pihak yang dimaksudkan dalam penelitian ini terdiri dari:

1) Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Sukabumi diwakili oleh Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran (P2HP) serta Kepala Bidang Perikanan Tangkap dengan pertimbangan sebagai pihak yang lebih mengetahui hal terkait kondisi perkembangan sektor perikanan di Kabupaten Sukabumi dan sebagai penyusun dan yang menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan sektor perikanan di seluruh wilayah Kabupaten Sukabumi.

Gambar

Gambar 1.Sistem Agribisnis Perikanan
Gambar 2.Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Analisis Dayasaing
Gambar 3.   The Complete System
Gambar 4.Grafik Luas Wilayah Menurut Ketinggian dari Permukaan Laut di Kabupaten Sukabumi Sumber: BPS Kabupaten Sukabumi (2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gagasan yang ingin diwujudkan dalam Desain Kompleks Studio Photography Etnik Kalimantan Timur Di Samarinda ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan para masyarakat

Menerusi pengenalpastian interaksi intelek dan dengan mengetahui jaringan interaksi tersebut dapat membantu mengesan saintis agronomi dan doktor perubatan yang

Berdasarkan data pada item sub variabel kinerja yang terdiri dari loyalitas dengan indikator tanggungjawab terhadap pekerjaan yaitu 3,24 yang didominasi oleh kategori

[r]

kista, berbentuk bulat-bulatan kecil berdiameter antara 200-350 mikron dengan warna kelabu kecoklatan. Kista yang berkualitas baik akan menetas sekitar 18-24 jam

Faktor pengaruh pH fasa umpan dan konsentrasi fasa penerima HCl ini didasarkan bahwa transpor unsur tanah jarang melalui membran dengan campuran senyawa carrier

Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh struktur kepemilikan, profitabilitas, ukuran perusahaan dan leverage terhadap efektivitas penerapan syariah governance dan pengaruh

Dimana alat yang dirancang menggunakan mikropengendali Arduino Uno digunakan untuk menghidupakan buzzer sebagai alarm pintu secara otomatis dan dapat membuka dan menutup pintu,