• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan hasil belajar kimia siswa antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbandingan hasil belajar kimia siswa antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS"

Copied!
151
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

MUZALIFAH 106016200622

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE NHT DAN TPS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Muzalifah NIM: 106016200622

Mengesahkan,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd Tonih Feronika, M.Pd

NIP. 19681228 200003 1 004 NIP. 19760107 200501 1 007

PROGRAN STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan LULUS dalam ujian Munaqosah pada tanggal 7 Juni 2011 di hadapan Dewan Penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Kimia.

Jakarta, 7 Juni 2011

Panitia Ujian Munaqosah

Tanggal TandaTangan

Ketua Jurusan Pendidikan IPA Baiq Hana Susanti, M.Sc

NIP. 19700209 200003 2 001

Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA Nengsih Juanengsih, M.Pd

NIP. 19760309 200501 2 002

Penguji I

Dedi Irwandi, M.Si

NIP. 19710528 200003 1 002

Penguji II

Burhanudin Milama, M.Pd NIP. 19770201 200801 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

(4)

Nama : Muzalifah

Tempat/Tgl.Lahir : Jakarta/23 Desember 1989

Jurusan / Prodi : Pendidikan IPA / Pendidikan Kimia

Judul Skripsi : Perbandingan Hasil Belajar Kimia Siswa antara yang

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

NHT dan TPS

Dosen Pembimbing : 1. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd

2. Tonih Feronika, M.Pd

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya

sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.

Jakarta, Juni 2011

Mahasiswa Ybs,

Muzalifah

(5)

i

Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil belajar kimia siswa antara yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2010/2011. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 34 siswa kelas XI IPA 6 sebagai kelas eksperimen pertama dan 34 siswa kelas XI IPA 7 sebagai kelas eksperimen kedua. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen hasil belajar dan hasilnya diuji dengan menggunakan uji “t”. Dari hasil perhitungan uji t diperoleh nilai thitung sebesar 5,72 sedangkan nilai ttabel pada taraf signifikansi α = 0,05 sebesar 1,99 atau thitung > ttabel. Ini berarti Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha yang menyatakan terdapat perbedaan hasil belajar kimia siswa antara yang diberikan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.

(6)

ii

Hidayatullah Jakarta Islamic State University.

This research aims to know comparison the result of students chemistry between using cooperative learning model type NHT and TPS. The research has conducted in SMAN 3 Kota Tangerang Selatan, academic year 2010/2011. The research method used is a quasi experimental and sampling using a purposive sampling technique. Study sample amounted to 34 students a class XI IPA 6 as the first experimental class and 34 students a class XI IPA 7 as second experimental class. The instrument of research is instrument of learning achievement test, and result tested using t-test. The research shows the result from the calculation of “t” test (α = 0,05), obtained that score (5,74) > ttable (1,99). It’s means Ho refused.

Finally, It can be concluded that Ha have a difference between the results of students chemistry is taught with cooperative learning type NHT and TPS acceptable. This suggests that the use of cooperative learning model type NHT can improve student learning outcomes in comparison with the chemical using a model of cooperative learning type TPS.

(7)

iii

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan karya ilmiah berupa skripsi

dengan judul “Perbandingan Hasil balajar Kimia Siswa Antara yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan TPS”. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata I (S1)

pada Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan segala daya dan upaya, penulis berusaha menyelesaikan penulisan

skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Namun, penulis tidak menutup diri untuk

menerima kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan penulisan

skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini mungkin tidak terlaksana

tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada bapak/ibu:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Baiq Hana Susanti, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Nengsih Juanengsih, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd, selaku pembimbing I yang telah memberikan

waktu, tenaga, dan pikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis

dalam penyusunan skripsi ini.

5. Tonih Feronika, M.Pd, selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu,

tenaga, dan pikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis dalam

penyusunan skripsi ini

6. Drs. H. Sujana, M.Pd. selaku Kepala SMAN 3 Kota Tangerang Selatan.

(8)

iv

9. Abdul Haris, atas limpahan kasih sayang, do’a, dukungan dan kebersamaan

kita.

10. Eviana Ayu Nugroho, Siti Mutoharoh, Nur Cholifah, Noor Novianawati,

Dede Fitroh, Riska Haryati, Isyfiyyati, Elmaya Oktaviani, dan Siti Maimunah

atas do’a, motivasi, semangat dan dukungannya.

11. Teman-teman Program Studi Kimia angkatan 2006, atas segala kekompakan

dan semangatnya selama menjalani masa perkuliahan.

12. Siswa-siswi kelas XI IPA 6 dan XI IPA 7 SMAN 3 Kota Tangerang Selatan,

atas kerjasama dalam pelaksanaan penelitian.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang ikut terlibat

selama penulis skripsi ini.

Besar harapan penulis agar penulisan laporan ini dapat bermanfaat bagi

para pembaca umumnya dan untuk penulis khususnya.

Pamulang, Juni 2011

(9)

v LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ... 10

1. Pembelajaran Kooperatif ... 10

2. Pengertian NHT (Numbered Head Together) ... 24

3. Pengertian TPS (Think-Pair-Share) ... 25

4. Hasil Belajar ... 28

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 33

C. Kerangka Berpikir ... 36

D. Pengajuan Hipotesis ... 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

(10)

vi

F. Teknik Pengumpulan Data ... 46

G. Teknis Analisis Data ... 47

1. Uji Normalitas ... 47

2. Uji Homogenitas ... 48

3. Uji Hipotesis ... 49

H. Hipotesis Statistik ... 50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi dan Analisis Data ... 51

1. Deskripsi Data ... 51

2. Analisis Data ... 52

B. Pembahasan ... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(11)

vii

Tabel 2.2. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ... 19

Tabel 2.3. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together dan Think-Pair-Share ... 27

Tabel 2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 31

Tabel 3.1. Rancangan Penelitian ... 40

Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen ... 42

Tabel 4.1 Perhitungan Statistik Hasil Belajar Kelas Eksperimen Pertama ... 52

Tabel 4.2. Perhitungan Statistik Hasil Belajar Kelas Eksperimen Kedua ... 52

Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen Pertama dan Kelas Eksperimen Kedua ... 53

Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen Pertama dan Kelas Eksperimen Kedua ... 54

Tabel 4.5. Hasil Uji Hipotesis Data hasil Belajar Kelas Eksperimen Pertama dan Kelas Eksperimen Kedua ... 55

(12)
(13)

ix

Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen Pertama dan

Eksperimen Kedua ... 90

Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen ... 111

Lampiran 4 Hasil Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Uji Tingkat Kesukaran,

Dan Uji Daya Pembeda ... 126

Lampiran 5 Nilai Ulangan ... 130

Lampiran 6 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen Pertama

Dan Eksperimen Kedua ... 131

Lampiran 7 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen Pertama

dan Eksperimen Kedua ... 135

Lampiran 8 Perhitungan Uji Homogenitas ... 137

(14)

1

Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan sumber

daya manusia. Visi dan misi bangsa Indonesia tentang pendidikan ditetapkan

secara sungguh-sungguh dan terlihat jelas dalam alinea keempat Pembukaan

Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang antara lain menyebutkan “untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”.

Pernyataan tersebut selanjutnya dijabarkan oleh pemerintah dalam

Undang-Undang pasal 3 nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas) yang berbunyi:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang berintikan interaksi antara

peserta didik dengan para pendidik serta berbagai sumber pendidikan.2

Pendidikan merupakan faktor penting dalam pembangunan Bangsa dan

Negara. Oleh karena itu, dunia pendidikan dituntut untuk terus berkembang

dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar tercipta

generasi bangsa yang kompetitif dalam menghadapi dan memecahkan suatu

masalah.

1

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Pasal 3 tentang Dasar Fungsi dan Tujuan, h. 3. www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf.

2

(15)

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan suatu

penyelengaraan pendidikan yaitu kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.

Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur

manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling

mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.3 Kegiatan pembelajaran pada

dasarnya dilakukan adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah

ditetapkan. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus mampu mewujudkan

perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Telah banyak dilakukan upaya agar proses pembelajaran di

sekolah-sekolah semakin membaik. Namun, dalam pelaksanaannya proses

pembelajaran belum berjalan efektif, sehingga siswa belum mampu

mengoptimalkan potensi diri mereka sesuai dengan kemampuannya

masing-masing. Idealnya siswa dituntut untuk ikut terlibat langsung dalam proses

pembelajaran dan mampu menemukan sendiri konsep dari suatu pelajaran.

Namun, dalam prosesnya siswa belum banyak dilibatkan oleh guru dalam

pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga mereka belum mampu

mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.

Jenjang pendidikan di Indonesia terdiri dari Sekolah Dasar (SD),

Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada

jenjang pendidikan SMA terdapat mata pelajaran kimia.

Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan struktur dan sifat, dinamika dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran.4

Ilmu kimia termasuk pelajaran yang di anggap sulit, karena

materi-materi yang dipelajari bersifat abstrak dan terdapat perhitungan. Hal ini juga

dapat di lihat dari hasil belajar siswa yang rendah, contohnya pada materi laju

reaksi. Pada materi laju reaksi salah satu kompetensi dasar yang harus dicapai

yaitu mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan percobaan

3

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 57.

4

(16)

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Untuk mencapai

kompetensi dasar tersebut, siswa dituntut berpikir secara sistematis dan aktif

dalam proses pembelajaran khususnya dalam melakukan percobaan. Jika

dalam pembelajaran kimia hanya berpusat pada guru dan siswa hanya sekedar

mendengarkan, mencatat dan menghafal maka hasil belajar kimia siswa tidak

akan tercapai secara optimal.

Sejalan dengan adanya reformasi pendidikan, serta ditambah dengan

diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006,

maka model pembelajaran yang berpusat pada guru dan mengabaikan aktivitas

serta kretivitas siswa mulai dan harus ditinggalkan. Karena selain akan

menciptakan suasana kelas yang monoton juga akan mengurangi kualitas

lulusan yang memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif.

Oleh karena itu, siswa diharapkan tidak menerima informasi dan pengetahuan

dari guru secara pasif melainkan mengaktifkan kemampuan mereka atau

menginstruksi kemampuan kognitif baru yang relevan untuk mencapai

informasi tersebut. Selain itu, proses pembelajaran akan berlangsung dengan

baik, apabila seorang guru memiliki dua kompetensi utama, yaitu kompetensi

penguasaan materi pembelajaran dan kompetensi metodologi pembelajaran.5

Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru hanya bertugas

membantu siswa mencapai tujuan belajar. Artinya, guru lebih banyak

berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola

kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu

yang baru bagi anggota kelas (siswa).

Pada masa sekarang siswa harus ikut dilibatkan dalam proses

pembelajaran agar mereka dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki,

dapat menemukan sendiri konsep suatu pelajaran, dan mereka terbentuk

menjadi lulusan yang berkualitas yang aktif dan memiliki keunggulan

kompetitif serta komparatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu

dengan menerapkan kegiatan belajar kelompok. Namun, dalam prosesnya

kegiatan belajar kelompok yang dilakukan hanya sekedar untuk

5

(17)

menyelesaikan tugas saja sedangkan aktivitas, kerja sama dan tanggung jawab

setiap anggotanya tidak secara optimal tercapai. Oleh karena itu, dibutuhkan

usaha untuk meningkatkan pemahaman konsep kimia siswa dengan

menambah variasi model pembelajaran berkelompok yang menarik atau

menyenangkan, melibatkan siswa, meningkatkan aktivitas, kerja sama dan

tanggung jawab siswa.

Metode pembelajaran di kelas yang dapat menciptakan kondisi

tersebut adalah dengan membuat kelompok-kelompok kecil yang diharapkan

berdiskusi, bertanya dan bekerja sama dengan siswa lainnya mengenai suatu

pelajaran serta dapat mempresentasikannya. Dengan bekerja kelompok dan

saling mendukung antar anggota kelompok akan membuat semangat siswa

bangkit serta membuat siswa lebih aktif dalam belajar.

Dari gambaran tersebut, model pembelajaran yang sesuai dalam proses

pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif

bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, tetapi sebelum masa

belakangan ini, metode ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk

tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun

demikian, penelitian selama dua puluh tahun terakhir ini telah

mengidentifikasi metode pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan

secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai

macam mata pelajaran.6 Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa

keberhasilan mereka akan tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil.

Ada berbagai jenis model pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah model

pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) dan NHT (Numbered

Head Together).

Pada tahun 1985, Frank Lyman mengembangkan sebuah tipe dari

pembelajaran kooperatif yaitu Think Pair Share (TPS). TPS merupakan

sebuah tipe pembelajaran kooperatif yang dapat memberi siswa lebih banyak

waktu berpikir untuk merespon dan untuk saling membantu. Siswa dituntut

6

(18)

untuk memikirkan suatu permasalahan yang diberikan oleh guru secara

individu, kemudian masing-masing saling siswa berpasangan dan

mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh dari hasil pemikiran mereka

tersebut. Pasangan-pasangan tersebut kemudian berbagi hasil diskusi yang

diperoleh dari satu pasangan ke pasangan lainnya sehingga seluruh kelas

mengatahui hasilnya.

Melalui tipe pembelajaran TPS, guru dapat melibatkan siswa secara

aktif dalam proses belajar dan mampu meningkatkan interaksi antara siswa

dengan guru sehingga siswa mudah memahami pelajaran yang diterima dan

berada dalam kegiatan yang tidak membosankan karena langsung aktif

mengamati setiap proses yang terjadi.

Pada tahun 1993, Spencer Kagan mengembangkan tipe pembelajaran

kooperatif lainnya yaitu Numbered Head Together (NHT). NHT merupakan

tipe pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan performance siswa,

kepercayaan diri dan rasa tanggung jawab siswa. Dalam tahapannya, dibentuk

kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri dari 4-5 siswa yang

heterogen, baik prestasi akademik, jenis kelamin, ras ataupun etnis. Tiap siswa

dalam kelompok diberi nomor, kemudian mereka diberi kesempatan untuk

mendiskusikan sebuah permasalahan. Masing-masing anggota kelompok harus

dipastikan mengetahui jawaban dari permasalahan tersebut, lalu guru

memanggil salah satu nomor anggota dan anggota tersebutlah yang akan

menjelaskan jawaban yang didapat ke seluruh kelas tanpa dibantu oleh

anggota kelompok lainnya.

Tipe pembelajaran NHT memberi dampak yang sangat kuat bagi

peningkatan prestasi belajar siswa, karena dalam proses pembelajaran yang

menggunakan NHT siswa menempati posisi sangat dominan dan terjadi

kerjasama antar siswa dalam kelompok. Selain itu, NHT dapat membantu

siswa untuk lebih kreatif dan bertanggungjawab terhadap diri mereka

masing-masing.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS

(19)

menentukan strategi pemecahannya, dan menghubungkan masalah-masalah

lain yang telah dapat diselesaikan sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian

yang telah dilakukan oleh Betty Marini Turnip pada tahun 2007, bahwa

terdapat peningkatan hasil belajar siswa sebesar 27,23% setelah perlakuan

model pembelajaran kooperatif tipe TPS.7 Sama halnya dengan penelitian

yang dilakukan oleh Djoko Dwi Kusumojanto pada tahun 2009, bahwa

terdapat peningkatan hasil belajar dari 70,72% menjadi 90,90% ketuntasan

belajar.8 Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS dapat meningkatkan hasil belajar

yang lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan metode

konvensional. Akan tetapi, belum ada penelitian yang membandingkan antara

kedua pembelajaran kooperatif tersebut.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS memiliki

perbedaan. Pada pembelajaran kooperatif tipe TPS siswa terlebih dahulu

diberi kesempatan untuk berpikir secara individu, kemudian para siswa

berdiskusi saling berbagi pengetahuan dan pemahaman yang mereka dapatkan

saat berpikir secara individu ke seluruh kelas. Sedangkan, pada pembelajaran

kooperatif tipe NHT siswa terlebih dahulu diberi kesempatan untuk berdiskusi

dengan kelompok yang telah ditentukan oleh guru, kemudian diakhir diskusi

dilakukan presentasi. Pada bagian presentasi, masing-masing anggota

kelompok dituntut untuk membagikan pengetahuan dan pemahaman yang

mereka dapatkan selama berdiskusi akan tetapi anggota lainnya tidak boleh

membantu anggota yang ditunjuk. Dari perbedaan model pembelajaran

kooperatif tipe TPS dan NHT itulah yang mendorong penulis untuk

membandingkan keduanya terhadap hasil belajar kimia siswa. Manakah

diantara keduanya yang dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih baik.

7

Betty Marini Turnip, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatuf Think-Pair-Share Pada Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP, (Jurnal Pendidikan Mat & Sains, vol. 2(2), 2007), h. 92.

8

(20)

Pada penelitian ini model pembelajaran kooperatif tipe NHT akan diterapkan

dalam pengajaran di kelas eksperimen pertama, sedangkan tipe TPS akan

diterapkan dalam pengajaran kelas kedua. Berdasarkan uraian yang telah

diungkapkan di atas, penulis mencoba melakukan pengkajian ilmiah yang

berdasarkan penelitian dengan judul: “Perbandingan Hasil Belajar Kimia

Siswa antara yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

dan TPS.

B. Identifikasi Masalah

Dengan melihat masalah yang telah diuraikan di atas dapat

diidentifikasi masalah-masalah seabagi berikut:

1. Proses pembelajaran yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah belum

berjalan efektif.

2. Ilmu kimia termasuk mata pelajaran yang di anggap sulit, hal ini di lihat

dari hasil belajar kimia siswa yang rendah, contohnya pada pokok bahasan

laju reaksi.

3. Pembelajaran di dalam kelas masih berpusat pada guru.

4. Penggunaan kegiatan kerja kelompok dalam proses pembelajaran belum

optimal.

C. Pembatasan Masalah

Agar penelitian lebih terarah maka penulis membatasi masalah sebagai

berikut:

1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas XI SMAN 3 Kota Tangerang

Selatan.

2. Materi pelajaran yang di teliti pada penelitian ini adalah pokok bahasan

laju reaksi.

3. Pengaruhnya dilihat dari perbedaan hasil belajar kimia siswa antara yang

diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan

(21)

4. Adapun hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar kimia siswa

setelah proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaraan

kooperatif tipe NHT pada kelas eksperimen pertama dan model

pembelajaran kooperatif tipe TPS pada kelas eksperimen kedua dilihat dari

aspek kognitifnya.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diajukan, maka adapun

masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah:

”Bagaimana perbedaan hasil belajar kimia siswa antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan yang menggunakan tipe

TPS?”

E. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar kimia pokok bahasan laju reaksi

antara siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe NHT dan tipe TPS pada siswa kelas XI semester ganjil SMA Negeri 3

Tangerang Selatan.

2. Untuk mengetahui kedua model pembelajaran kooperatif tersebut yang

memberikan hasil belajar yang lebih baik untuk pokok bahasan laju reaksi.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan, antara lain:

1. Memberi informasi dan pertimbangan kepada guru mata pelajaran kimia

tentang alternatif model pembelajaran dalam upaya peningkatan hasil

belajar kimia siswa di SMA.

2. Menumbuhkan rasa semangat dan tanggungjawab kepada siswa dalam

(22)

3. Meningkatkan ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran kimia dengan

menggunakan model pembelajaran yang lebih inovatif dan merangsang

(23)

10

A. Deskripsi Teoritis

1. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Kooperatif adalah sebuah kata yang memiliki arti bersifat kerja

sama, bersedia membantu. Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif

adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja

dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara

kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam

belajar.1

Anita Lie menyebutkan pembelajaran kooperatif dengan istilah

pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain

dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan,

pembelajaran kooperatif hanya berjalan jika sudah terbentuk suatu

kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa bekerja secara terarah

untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota

kelompok pada yang umumnya terdiri dari 4-6 orang saja.2

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pengajaran yang

baik di dalam kelompok kecil dengan siswa yang memiliki tingkat

keahlian berbeda, menggunakan ragam aktivitas untuk meningkatkan

pemahaman mereka pada sebuah subyek (mata pelajaran).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dimana siswa

1

Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok,

(Bandung: Alfabeta, 2007), h. 15.

2

Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok,

(24)

belajar dalam kelompok kecil dengan kemampuan yang berbeda dan

berasal dari ras, suku, serta jenis kelamin yang berbeda pula. Di dalam

kelompok kecil tersebut siswa saling belajar dan bekerjasama untuk

sampai pada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman

individu maupun pengalaman kelompok. Di dalam kelompok tersebut

siswa dapat berdiskusi dan saling membantu untuk memahami suatu

bahan pembelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman,

serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai prestasi belajar tinggi.

Aktivitas kerja dan belajar dalam kelompok kooperatif berbeda dengan

kelompok belajar konvensional. Kelompok belajar konvensional

adalah kelompok belajar yang sering diterapkan disekolah, seperti

kelompok diskusi. Perbedaan tersebut dapat di lihat pada table 2.1.

berikut:3

Tabel 2.1. Perbedaan kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pemimpin kelompok ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

3

(25)

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar-anggota kelompok.

Pemantauan melalaui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memerhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memerhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas terapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

Belajar secara kooperatif dalam kelompok kecil membantu

siswa dan anggota dalam tim untuk menyelesaikan tugas secara

bersama-sama. Secara umum pembelajaran kooperatif terdiri dari lima

karakteristik, yaitu:4

1) Siswa belajar bersama pada tugas-tugas umum atau aktivitas untuk

menyelesaikan tugas atau aktivitas pembelajaran.

2) Siswa saling bergantung secara positif. Aktivitas diatur sehingga

siswa membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama.

3) Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2

sampai 5 siswa.

4) Siswa menggunakan perilaku kooperatif, pro-sosial.

5) Setiap siswa secara mandiri bertanggungjawab untuk pekerjaan

pembelajaran mereka.

Pembelajaran kooperatif menekankan pada struktur-struktur

yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dan

memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan materi.

4

(26)

Ada unsur yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif

agar lebih menjamin siswa bekerja secara kooperatif. Unsur-unsur

tersebut adalah sebagai berikut:5

1) Siswa dalam kelompok harus beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.

2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam

kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam

kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama

diantara anggota kelompoknya.

5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan

yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan

keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajar.

7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual

materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa ciri, sebagai

berikut:6

1) Setiap anggota memiliki peran,

2) Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa,

3) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan

juga teman-teman sekelompoknya,

4) Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan

interpersonal kelompok,

5) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

Pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran kelompok akan

membantu meningkatkan sikap positif terhadap materi laju reaksi.

Esensi pembelajaran kooperatif adalah tanggung jawab individu

5

Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: University Press, 2000), h.6.

6

(27)

sekaligus tanggung jawab kelompok, sehingga dalam diri siswa

terbentuk sikap ketergantungan positif yang menjadikan kerja

kelompok berjalan optimal. Keadaan ini mendorong siswa dalam

kelompok belajar, bekerja dan bertanggung jawab dengan

sungguh-sungguh sampai selesainya tugas-tugas individu dan kelompok.7

Setiap model pembelajaran yang dikembangkan memiliki

tujuan pembelajaran untuk dicapai. Johnson & Johnson (1994)

menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah

memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatkan prestasi akademik

dan pemahaman baik secara individu maupun secara berkelompok.8

Kemudian, model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk

mencapai tiga tujuan pembelajaran yang penting, yaitu:9

1) Hasil belajar akademik

Dalam pembelajaran kooperatif selain banyak mencakup

beragam tujuan sosial, juga mampu memperbaiki prestasi siswa

atau tugas-tugas akademik lainnya.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah

penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan

ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting pembelajaran kooperatif lainnya adalah

mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan

berkolaborasi.

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran

yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar

mengajar yang berpusat pada siswa (student ariented), terutama untuk

7

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 132.

8

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010) h. 67.

9

(28)

mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan

siswa yang tidak dapat bekerjasama dengan orang lain, siswa yang

agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah

terbukti dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan usia.

Peningkatan belajar terjadi tidak bergantung pada usia siswa,

mata pelajaran atau aktivitas belajar. Tugas-tugas belajar yang

kompleks seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan

pembelajaran konseptual meningkat secara nyata pada saat digunakan

strategi-strategi kooperatif. Siswa lebih memiliki kemungkinan

menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah

diskusi dalam kelompok kooperatif. Beberapa ahli berpendapat bahwa

pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami

konsep-konsep yang sulit. Di samping itu pembelajaran kooperatif

dapat memberi keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun

kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas

akademik.

Pembelajaran kooperatif dikenal dengan Student Teams

Learning (STL) yang menekankan pada pencapaian ujian dan

kesuksesan kelompok dalam menyelesaikan tugas kelompok dan

dalam hal memahami suatu pelajaran. Dalam STL siswa tidak hanya

bekerja menyelesaikan sesuatu tetapi juga mempelajari sesuatu secara

kelompok.

Pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dari STL

memiliki banyak bentuk, diantaranya: STAD (Student Teams

Achievement Division), TGT (Team Games Tournament), TAI (Team

Accelerated Instruction), CIRC (Cooperative Integrated Reading &

Composition), Jigsaw, TPS Think-Pair-Share), NHT (Numbered Head

Together).10

10

(29)

STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan

metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam metode

ini, siswa di bagi dalam bentuk kelompok beranggotakan 4-5 orang

yang berbeda jenis kelamin, etnis dan kemampuan. Di dalam

kelompok siswa di beri kesempatan untuk melakukan kolaborasi dan

elaborasi dengan teman sebaya dalam bentuk diskusi.

TGT (Team Games Tournament) merupakan metode

pembelajaran dimana siswa dibagi ke dalam kelompok yang

beranggotakan 4-6 orang yang heterogen berdasarkan jenis kelamin,

agama, dan etnis, sehingga masing-masing anggota dapat di latih

kecakapan sosialnya. Kelompok tersebut kemudian melakukan suatu

turnamen yang dilaksanakan tiap pekan. Dalam turnamen tersebut

siswa berkompetisi dengan anggota kelompok lain agar dapat

menyumbangkan poin pada kelompok masing-masing.

TAI (Team Accelerated Instruction) merupakan metode

pembelajaran yang mengkombinasikan belajar kooperatif dengan

belajar individu. Tiap anggota kelompok akan di beri soal-soal

bertahap yang harus mereka kerjakan sendiri-sendiri dalam

kelompoknya. Setelah itu, hasil kerja mereka diperiksa oleh anggota

tim lain. Jika seorang siswa telah mampu mengerjakan soal dalam satu

tahap, maka ia diperbolehkan untuk mengerjakan soal selanjutnya

dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Namun jika ia belum

mampu menjawab suatu soal, maka ia harus mengerjakan kembali soal

yang tingkat kesulitannya sama sebelum ia melanjutkan ke soal yang

lebih sulit.

CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)

merupakan metode pembelajaran yang sejenis dengan TAI, namun

hanya ditekankan pada pengajaran membaca, menulis dan tata bahasa.

Aktivitas CIRC terdiri dari siswa mengikuti urutan instruksi guru,

(30)

Jigsaw adalah metode pembelajaran dimana siswa di bagi ke

dalam kelompok yang beranggotakan 4-6 orang dengan kondisi siswa

yang heterogen baik dari segi kemampuan maupun karakteristik

lainnya. Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk

teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian

tertentu dari materi yang diberikan. Selanjutnya tiap anggota bergabung

dengan anggota masing-masing untuk mendiskusikan dan saling

mengajarkan satu sama lain.

TPS (Think-Pair-Share) atau berpikir berpasangan berbagi telah

dikembangkan oleh Frank Lyman di Universitas Maryland. TPS

merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola

diskusi kelas. Dalam TPS guru mengajukan suatu pertanyaan dan

meminta siswa untuk berpikir sendiri mencari jawaban. Selanjutnya

guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan jawaban.

Kemudian pasangan-pasangan tersebut saling berbagi keseluruh kelas.

NHT (Numbered Head Together) atau penomoran berpikir

bersama atau lebih dikenal dengan kepala bernomor yang telah

dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993). Dalam NHT siswa di bagi

ke dalam kelompok-kelompok kecil dan tiap anggota kelompok di beri

nomor. Siswa berdiskusi memecahkan sebuah masalah, kemudian guru

memanggil salah satu nomor dari tiap kelompok dan masing-masing

siswa dengan nomor tersebut menjawab tanpa bantuan dari anggota

kelompok lainnya.

Penghargaan kelompok (teams reward) diberikan kepada

kelompok yang telah mencapai kriteria yang telah ditentukan.

Penghargaan kelompok diharapkan sebagai penguatan yang dapat

memotivasi anggota kelompok untuk belajar dan bekerja sebaik

mungkin dalam memberikan konstribusi untuk kelompoknya agar

menjadi kelompok yang tebaik. Dengan demikian tiap kelompok

memiliki tujuan kelompok (group goal) yang merupakan sasaran yang

(31)

Sebagai individu setiap siswa harus bertanggung jawab untuk

belajar, mengerjakan tugas dan memahami materi yang diberikan.

Tujuan dan kesuksesan kelompok ditentukan oleh kesungguhan semua

anggota kelompok dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai

individu dan saling meyakinkan bahwa setiap individu dalam kelompok

tersebut siap menghadapi tes perorangan.

Kesempatan yang sama meraih keberhasilan (equal

opportunities for success). Dalam suatu kelompok belajar kooperatif

semua anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih

keberhasilan dan mengkontribusikan nilai untuk pencapaian skor

kelompok.

b. Prinsip-prinsip Dasar Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David Johnson (dalam Anita Lie, 2007) mengatakan

bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sebagai

pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal,

terdapat 5 prinsip-prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yaitu:11

1) Saling Ketergantungan Positif

Anggota kelompok siswa harus mengatakan bahwa mereka

memerlukan kerja sama untuk mencapai tujuan kelompok.

2) Tanggung Jawab Perseorangan

Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab

untuk melakukan yang terbaik atas tugas-tugas yang diberikan.

3) Tatap Muka

Setiap kelompok diberikan kesempatan utnuk bertemu

muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para

pembelajaran untuk membentuk sinergi yang

menguntungkansemua anggota.

4) Komunikasi Antaranggota

11

(32)

Masing-masing anggota kelompok harus memiliki

kemampuan mendengarkan dan mengutarakan pendapat,

menanggapi suatu masalah dan mengembangkan ide-idenya untuk

keberhasilan kelompok.

5) Evaluasi Proses Kelompok

Siswa harus mengevaluasi efektifitas kelompok mereka saat

bekerja kelompok. Kelompok perlu mempertahankan

keberhasilannya dan mampu memperbaiki kekurangannya, hal ini

akan menolong siswa untuk memecahkan masalah dan mengerti

pentingnya keterampilan kooperatif.

c. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Setiap model pembelajaran memiliki langkah-langkah utama

yang harus dipenuhi. Terdapat 6 langkah utama atau tahapan dalam

menggunakan pembelajaran kooperatif, yaitu:12

Tabel 2.1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan

pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

Fase 2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

12

(33)

Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Fase 6

Memberikan Penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif ada 10 hal yang

perlu diperhatikan agar dapat berjalan dengan sukses, yaitu:13

1) jangan pernah menggunakan tingkatan kelompok.

2) menginformasikan dan bekerja sama dengan orang tua, kepala

sekolah, dan anggota masyarakat sebelum mengubah struktur kelas

anda.

3) jangan memandang kemampuan sosial dari siswa, berhati-hati

dalam mengelompokkan mereka.

4) jangan biarkan interaksi yang melebihi metodologi pimpinan anda.

5) bentuk kelompok untuk bekerja sama (melalui pembentukan tim

dan pembentukan kelas) sebelum masuk ke dalam tugas akademik.

6) mulailah dengan sangat terstruktur dan tugas kooperatif singkat,

lakukan perlahan untuk proyek-proyek yang tidak terstruktur dan

panjang.

7) ketika anda siap untuk tugas akademis, mulailah dengan

tugas-tugas yang berkapasitas baik walaupun tugas-tugas terendah.

8) jangan biarkan interaksi antar siswa tidak terstruktur hingga siswa

memperoleh keterampilan untuk bekerja sama.

9) jangan mencoba menemukan sesuatu dengan terbalik: dimulai

dengan terbukti, strategi interaksi sisw ayang terstruktur.

13

(34)

10)buatlah kegiatan mudah untuk diri Anda dan siswa. Belajar satu

strategi baru dengan baik sebelum mencoba strategi baru

berikutnya.

d. Manfaat Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Akademik

Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran

kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar. Siswa lebih

memiliki kemungkinan menggunakan tingkat berpikir yang lebih

tinggi selama dan setelah diskusi dalam kelompok kooperatif.

Menurut hasil penelitian Linda Lundgreen menunjukkan bahwa

manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang

rendah adalah sebagai berikut:14

1) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.

2) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi.

3) Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah.

4) Memperbaiki kehadiran.

5) Angka putus sekolah menjadi rendah.

6) Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar.

7) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil.

8) Konflik antar pribadi berkurang.

9) Sikap apatis berkurang.

10)Pemahaman yang lebih mendalam.

11)Motivasi lebih besar.

12)Hasil belajar lebih tinggi.

13)Retensi lebih lama.

14)Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.

Selain itu, pembelajaran kooperatif mendorong keaktifan dalam

percakapan dan kerjasama pemecahan masalah di dalam kelas dan

14

(35)

lingkungan akademis. Ini juga memberi kuasa dan kebebasan kepada

siswa untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri.15

e. Keunggulan Pembelajaran Koopertaif

Setiap model pembelajaran memiliki suatu keunggulan sari

model pembelajaran yang lainnya. Menurut Jarolimek & Parker (1993)

dalam Isjoni, mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam

pembelajaran kooperatif adalah:16

1) Saling ketergantungan positif.

2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.

3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.

4) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.

5) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa

dengan guru.

6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman

emosi yang menyenangkan.

Sedangkan menurut Roger dan David Johnson pembelajaran

kooperatif memiliki keunggulan, diantaranya:17

1) Pembelajaran kooperatif lebih kuat menghasilkan pencapaian

tujuan pembelajaran dibanding pola interaksi kompetitif dan

individual.

2) Siswa lebih positif tentang sekolah, bidang mata pelajaran dan

guru.

3) Siswa lebih positif tentang satu sama lain ketika belajar secara

kooperatif.

15

Ghazi Ghaith. 2003. Effects of the Learning Together Model of Cooperative Learning on English as a Foreign Language Reading Achievement, Academic Self-Esteem, and Feelings of School Alienation. American University of Beirut. In Bilingual Research Journal, 27:3 Fall 2003. p. 452. http://www.informaworld.com/smpp/content.htm.

16

Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 24.

17

(36)

4) Siswa lebih efektif antarpribadi, lebih mampu menerima perspektif

orang lain, dan memiliki keahlian interaksi yang lebih baik.

Siswa yang sama-sama bekerja dalam kelompok akan

menimbulkan persahabatan yang lebih akrab yang terbentuk pada

kalangan siswa tersebut. Hal ini akan sangat berpengaruh pada tingkah

laku atau kegiatan masing-masing secara individual.

f. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Selain memiliki kelebihan, pembelajaran kooperatif juga

mempunyai beberapa kelemahan. Ada hal yang harus diperhatikan

agar pembelajaran kooperatif dapat menjadi metode pembelajaran

yang efektif. Metode pembelajaran kooperatif memiliki berbagai

perbedaan dengan metode pembelajaran alternatif, tetapi dapat

dikategorisasikan menurut enam karakteristik prinsipil berikut ini,

diantaranya tujuan kelompok, tanggung jawab individual, kesempatan

sukses yang sama, kompetisi tim, spesialisasi tugas dan adaptasi

terhadap kebutuhan kelompok.18

Menurut Isjoni kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber

pada dua faktor, yaitu factor dari dalam (intern) dan factor dari luar

(ekstern). Factor dari dalam, yaitu:19

1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang,

disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan

waktu.

2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan

dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.

3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada

kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas

18

Robert A. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 26

19

(37)

sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan.

4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini

mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Kelemahan pembelajaraan kooperatif yang lainnya, yaitu:20

1) Dalam kelompok dengan keahlian bercampur, seringkali siswa

yang lebih kuat harus mengajar siswa yang lebih lemah dan

mengerjakan sebagian besar tugas kelompok.

2) Waktu pada pembelajaran ini hanya cukup untuk fokus tugas pada

tingkatan yang paling mendasar.

3) Strategi ini mungkin hanya mendukung pemikiran tingkat rendah

dan mengabaikan strategi pemikiran kritis dan tingkat tinggi.

2. Pengertian NHT (Numbered Head Together)

Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh

Spencer Kagan (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah

materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman

mereka terhadap isi pelajaran tersebut.21

Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah suatu pendekatan

pembelajaran yang lebih memungkinkan siswa untuk lebih aktif dan

bertanggung jawab penuh untuk memahami materi pelajaran baik secara

berkelompok maupun individual.

NHT berfungsi mendorong keberhasilan kelompok karena semua

anggota harus mengetahui jawaban dari kelompok mereka masing-masing dan

karena saat siswa membantu anggota kelompoknya maka mereka membantu

dirinya sendiri dan seluruh kelompok.22

20

Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),h. 136.

21

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 82.

22

Geoge Jacob and Stephen Hall. Implementing Cooperative Learning. Regional

Language Centre, Singapore. English Teaching Forum, October 1994. p. 2.

(38)

strategi NHT mementingkan keterlibatan tingkat tinggi, karena siswa

bekerja sama untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan dan mereka

memastikan bahwa setiap anggota kelompok mengetahui jawabannya. Semua

anggota menyadari bahwa mereka dapat dipilih untuk memberikan jawaban

dari kelompok masing-masing, oleh karena itu mereka termotivasi untuk

berpartisipasi dalam kelompok.23

Langkah-langkah yang digunakan dalam metode NHT (Numbered

Head Together) pada pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:24

a. Penomoran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang

dan kepada setiap anggota kelompok di beri nomor antara 1 sampai 5.

b. Mengajukan Pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan

dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk

kalimat tanya.

c. Berpikir Bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadapan jawaban pertanyaan

itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.

d. Menjawab

Guru memanggil salah satu nomor tertentu, kemudian siswa

yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk

menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

3. Pengertian TPS (Think Pair Share)

Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share yang pertama

kali dikembangkan oleh Frank Lyman di Universitas Maryland, merupakan

jenis pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.

TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola

diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan

23

Hallie Kay Yopp, VocabularyInstruction for Academic Success, (USA: Shell Education, 2009), p. 26

24

(39)

pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang

digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir

unruk merespon dan saling membantu.

TPS adalah latihan pembelajaran kooperatif sederhana. Instruktur

(guru) akan menanyakan pertanyaan atau menimbulkan masalah. Siswa

menghabiskan satu atau dua menit memikirkan jawaban atau solusi. Siswa

kemudian berpasangan untuk mendiskusikan (berbagi) jawaban mereka.

Instruktur mungkin akan meminta beberapa siswa untuk berbagi jawaban

dengan seluruh kelas.25 Langkah-langkah dalam pelaksanaan metode TPS,

yaitu:26

a. Berpikir (Thinking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang

dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu

beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.

b. Berpasangan (Pairing)

Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan

mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu

yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang

diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang

diidentifikasi.

c. Berbagi (Sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk

berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini

efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan dan melanjutkan

sampai sekitar pasangan mendapat kesempatan untu melaporkan.

25

Elisa Carbone, Teaching Large Classes Tools and Strategies, (California: Sage Publication, 1998), p. 52. http://www.uk.sagepub.com/booksProdDesc.nav. Diakses tanggal 26 september 2010.

26

(40)

Dalam pelaksanaan langkah-langkah TPS ada beberapa hal yang harus

diperhatikan, yaitu:27

a. Berpikir, selama tahap ini berlangsung ada dua hal penting yang harus

diperhatikan, yaitu: 1) siswa harus diberikan cukup waktu untuk

berpikir dan kemudian mencatat pikiran mereka ke dalam buku

catatan; 2) siswa harus benar-benar berpartisipasi dan tidak hanya

menunggu untuk masuk ketahap berpasangan. Siswa tidak diijinkan

untuk berpasangan pada tahap ini, oleh karena itu sewaktu-waktu gurur

perlu memeriksa hasil kerja masing-masing siswa.

b. Berpasangan, dalam tahap ini siswa dapat dipasangkan dengan

berbagai cara dan harus dipasangkan berbeda setiap kalinya, yaitu: 1)

siswa berpasangan setelah mereka menyelesaikan tugas

masing-masing pada tahap sebelumnya; 2) berpasangan sesuai dengan daftar

absensi kelas (siswa pertama dengan siswa kedua, siswa ketiga dengan

ketiga, dan seterusnya); 3) siswa berpasangan dipilih secara acak.

c. Berbagi, selama siswa berbagi keseluruh kelas, semua siswa yang

ingin berbicara harus mendapatkan kesempatan dan tidak mengijinkan

satu individu untuk memonopoli pembicaraan.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS memiliki beberapa

perbedaan, yang disajikan pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.3. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together dan Think-Pair-Share

Perbedaan Numbered Head Together Think-Pair-Share

Proses

pembelajaran

Kerja kelompok → Individu Individu → Kerja kelompok

Aktivitas dalam

pembelajaran

Mengandalkan kemampuan

individu atas kelompok

Mengandalkan kemampuan

kelompok saja

Penilaian Penilaian kelompok dan individu Hanya penilaian kelompok

27

(41)

4. Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada

saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia

tidak belajar maka responnya menurun.28

Menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang

mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi,

menjadikan kapabilitas baru. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i)

stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang

dilakukan oleh pelajar.29

Hintzman berpendapat learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia dan

hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah

laku organisme tersebut.30

Pupuh Fathurohman dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar menyatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu.31

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan

bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku individu, di mana

perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi

juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk,

yang terjadi melalui latihan atau pengalaman.

Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan

bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi

28

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 9.

29

Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006),h.10

30

Muhbbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 88.

31

(42)

pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan

tercipta oleh siswa.32 Tujuan belajar terdiri dari tiga komponen, ialah:33

1) Tingkah laku terminal, adalah komponen tujuan belajar yang

menentukan tingkah laku siswa setelah belajar.

2) Kondisi-kondisi tes, menentukan situasi di mana siswa dituntut untuk

mempertunjukkan tingkah laku terminal. Kondisi-kondisi tersebut

perlu disiapkan oleh guru, karena sering terjadi ulangan/ujian yang

diberikan oleh guru tidak sesuai dengan materi pelajaran yang telah

disampaikan sebelumnya.

3) Ukuran-ukuran perilaku, merupakan suatu pernyataan tentang ukuran

yang digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai perilaku

siswa. suatu ukuran menentukan tingkat minimal perilaku yang dapat

diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah mencapai tujuan.

Berdasarkan uraian diatas dapat digambarkan bagaimana proses

belajar itu berlangsung. Pertanda seseorang telah belajar adalah dengan

adanya perubahan tingkah laku dalam diri seseorang tersebut. Perubahan

tingkah laku yang dimaksud terjadi akibat interaksi dengan

lingkungannya bukan karena proses pertumbuhan fisik atau kedewasaan.

Perubahan tersebut bersifat tahan lama dan tidak berlangsung sesaat saja.

Keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil, proses

belajar yang baik memungkinkan hasil belajar yang baik pula. Hasil

belajar didapatkan dari proses evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa

dampak pengajaran dan dampak pengiringan.

Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku

pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan

pengetahuan sikap dan keterampilan.34 Bloom mengklasifikasikan hasil

belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah

32

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 73

33

Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 73-74.

34

(43)

afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain).35

Keterangan lebih lanjut adalah sebagai berikut:

1) Ranah kognitif, yaitu ranah yang berkenaan dengan hasil belajar

intelektual yang terdiri dari enam aspek, antara lain: pengetahuan

mengenal, pemahaman, aplikasi, analisi, sintesis, dan evaluasi.

2) Ranah afektif, yaitu ranah yang berkenaan dengan sikap dan terdiri

dari dua aspek, yaitu: pandangan atau pendapat dan sikap atau nilai.

3) Ranah psikomotor, yaitu ranah yang berhubungan erat dengan kerja

otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya.

Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang pada umumnya

dinilai oleh para pendidik di sekolah. Ranah kognitif berkaitan dengan

kemampuan siswa dalam memahami atau menguasai materi pelajaran,

dan proses penilaiannya pun relatif lebih mudah. Pada proses ranah

kognitif yang terjadi dihasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut

merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa:36

1) Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan

pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

2) Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk

berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan

konsep dan lambang.

3) Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri.

4) Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian

gerak jasmani dalam urusan koordinasi, sehingga terwujud

otomatosme gerak jasmani.

5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan

penilaian terhadap obyek tersebut.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah

efek kumulatif dari proses belajar berupa perkembangan tingkah laku

35

Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 117.

36

(44)

yang terjadi pada ranah kognitif, afektif, dan ranah psikomotor. Jadi,

seseorang dikatakan berhasil dalam belajar apabila di dalam diri orang

tersebut telah terjadi perubahan tingkah laku yang lebih baik dari sebelum

ia mengalami proses belajar. Namun, hal terpenting dalam belajar adalah

proses dari belajar tersebut bukan hasil yang akan diperoleh. Artinya,

belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain disekitar

hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar, agar

dalam belajar dapat berhasil dengan baik.

b.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar siswa di

sekolah. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa

dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni:37

1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau kondisi

jasmani dan rohani siswa.

2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di

sekitar siswa.

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya

belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa

untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.

Pada tabel 2.3. disajikan bagian-bagian dari ke tiga faktor yang

mempengaruhi belajar:38

Tabel 2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Ragam Faktor dan Unsur-unsurnya

Internal Siswa Esternal Siswa Pendekatan

1. Aspek Fisiologis

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 144.

38

Gambar

Tabel 4.5. Hasil Uji Hipotesis Data hasil Belajar Kelas Eksperimen Pertama
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir  .........................................................
Tabel 2.1. Perbedaan kelompok Belajar Kooperatif dengan
Tabel 2.1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
+7

Referensi

Dokumen terkait

penelitian dengan judul: “ ANALISIS PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN (Studi Kasus Konsumen Kartu simPATI di SMA Batik 1 Surakarta)”.

Adakah pengaruh yang signifikan pemanfaatan sumber belajar perpustakaan sekolah dan tanggung jawab siswa terhadap prestasi belajar pada siswa kelas XI SMA Negeri I Batang

Probiotik adalah organisme hidup yang apabila dikonsumsi dalam jumlah cukup dapat memberi manfaat bagi kesehatan (FAO/WHO 2002). Sinbiotik adalah suatu kombinasi prebiotik

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK KIMIA. JURUSAN

Penelitian ini, mengamati karakteristik selai pisang raja berupa kerapatan, kekentalan, total padatan terlarut (TPT), konduktivitas listrik, pH dan uji organolep tik yang disimpan

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan segala karunia, nikmat dan rahmat Nya yang tak terhingga kepada penulis,

Proses belajar mengajar yang baik adalah dengan menciptakan proses belajar mengajar yang aktif, sehingga perlu dikembangkan bentuk pengajaran yang tidak hanya berpusat pada guru

Kondisi eksplan tumih yang masih tetap bertahan dan memiliki peluang hidup selama empat minggu ditandai dengan pucuk masih berwarna hijau, mata tunas mengalami