SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
MUZALIFAH 106016200622
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
YANG MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE NHT DAN TPS
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Muzalifah NIM: 106016200622
Mengesahkan,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd Tonih Feronika, M.Pd
NIP. 19681228 200003 1 004 NIP. 19760107 200501 1 007
PROGRAN STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan LULUS dalam ujian Munaqosah pada tanggal 7 Juni 2011 di hadapan Dewan Penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) dalam bidang Pendidikan Kimia.
Jakarta, 7 Juni 2011
Panitia Ujian Munaqosah
Tanggal TandaTangan
Ketua Jurusan Pendidikan IPA Baiq Hana Susanti, M.Sc
NIP. 19700209 200003 2 001
Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA Nengsih Juanengsih, M.Pd
NIP. 19760309 200501 2 002
Penguji I
Dedi Irwandi, M.Si
NIP. 19710528 200003 1 002
Penguji II
Burhanudin Milama, M.Pd NIP. 19770201 200801 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Nama : Muzalifah
Tempat/Tgl.Lahir : Jakarta/23 Desember 1989
Jurusan / Prodi : Pendidikan IPA / Pendidikan Kimia
Judul Skripsi : Perbandingan Hasil Belajar Kimia Siswa antara yang
Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
NHT dan TPS
Dosen Pembimbing : 1. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd
2. Tonih Feronika, M.Pd
dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya
sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis.
Jakarta, Juni 2011
Mahasiswa Ybs,
Muzalifah
i
Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan hasil belajar kimia siswa antara yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 3 Kota Tangerang Selatan tahun ajaran 2010/2011. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dan pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Sampel penelitian berjumlah 34 siswa kelas XI IPA 6 sebagai kelas eksperimen pertama dan 34 siswa kelas XI IPA 7 sebagai kelas eksperimen kedua. Instrumen penelitian yang digunakan adalah instrumen hasil belajar dan hasilnya diuji dengan menggunakan uji “t”. Dari hasil perhitungan uji t diperoleh nilai thitung sebesar 5,72 sedangkan nilai ttabel pada taraf signifikansi α = 0,05 sebesar 1,99 atau thitung > ttabel. Ini berarti Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa Ha yang menyatakan terdapat perbedaan hasil belajar kimia siswa antara yang diberikan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS diterima. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
ii
Hidayatullah Jakarta Islamic State University.
This research aims to know comparison the result of students chemistry between using cooperative learning model type NHT and TPS. The research has conducted in SMAN 3 Kota Tangerang Selatan, academic year 2010/2011. The research method used is a quasi experimental and sampling using a purposive sampling technique. Study sample amounted to 34 students a class XI IPA 6 as the first experimental class and 34 students a class XI IPA 7 as second experimental class. The instrument of research is instrument of learning achievement test, and result tested using t-test. The research shows the result from the calculation of “t” test (α = 0,05), obtained that score (5,74) > ttable (1,99). It’s means Ho refused.
Finally, It can be concluded that Ha have a difference between the results of students chemistry is taught with cooperative learning type NHT and TPS acceptable. This suggests that the use of cooperative learning model type NHT can improve student learning outcomes in comparison with the chemical using a model of cooperative learning type TPS.
iii
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan karya ilmiah berupa skripsi
dengan judul “Perbandingan Hasil balajar Kimia Siswa Antara yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dan TPS”. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana Strata I (S1)
pada Program Studi Pendidikan Kimia, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan segala daya dan upaya, penulis berusaha menyelesaikan penulisan
skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Namun, penulis tidak menutup diri untuk
menerima kritik dan saran dari berbagai pihak demi kesempurnaan penulisan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini mungkin tidak terlaksana
tanpa adanya bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada bapak/ibu:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Baiq Hana Susanti, M.Sc. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Nengsih Juanengsih, M.Pd. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd, selaku pembimbing I yang telah memberikan
waktu, tenaga, dan pikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis
dalam penyusunan skripsi ini.
5. Tonih Feronika, M.Pd, selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu,
tenaga, dan pikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis dalam
penyusunan skripsi ini
6. Drs. H. Sujana, M.Pd. selaku Kepala SMAN 3 Kota Tangerang Selatan.
iv
9. Abdul Haris, atas limpahan kasih sayang, do’a, dukungan dan kebersamaan
kita.
10. Eviana Ayu Nugroho, Siti Mutoharoh, Nur Cholifah, Noor Novianawati,
Dede Fitroh, Riska Haryati, Isyfiyyati, Elmaya Oktaviani, dan Siti Maimunah
atas do’a, motivasi, semangat dan dukungannya.
11. Teman-teman Program Studi Kimia angkatan 2006, atas segala kekompakan
dan semangatnya selama menjalani masa perkuliahan.
12. Siswa-siswi kelas XI IPA 6 dan XI IPA 7 SMAN 3 Kota Tangerang Selatan,
atas kerjasama dalam pelaksanaan penelitian.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang ikut terlibat
selama penulis skripsi ini.
Besar harapan penulis agar penulisan laporan ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca umumnya dan untuk penulis khususnya.
Pamulang, Juni 2011
v LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 7
D. Perumusan Masalah ... 8
E. Tujuan Penelitian ... 8
F. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis ... 10
1. Pembelajaran Kooperatif ... 10
2. Pengertian NHT (Numbered Head Together) ... 24
3. Pengertian TPS (Think-Pair-Share) ... 25
4. Hasil Belajar ... 28
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 33
C. Kerangka Berpikir ... 36
D. Pengajuan Hipotesis ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40
vi
F. Teknik Pengumpulan Data ... 46
G. Teknis Analisis Data ... 47
1. Uji Normalitas ... 47
2. Uji Homogenitas ... 48
3. Uji Hipotesis ... 49
H. Hipotesis Statistik ... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi dan Analisis Data ... 51
1. Deskripsi Data ... 51
2. Analisis Data ... 52
B. Pembahasan ... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 60
DAFTAR PUSTAKA ... 63
vii
Tabel 2.2. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif ... 19
Tabel 2.3. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together dan Think-Pair-Share ... 27
Tabel 2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 31
Tabel 3.1. Rancangan Penelitian ... 40
Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen ... 42
Tabel 4.1 Perhitungan Statistik Hasil Belajar Kelas Eksperimen Pertama ... 52
Tabel 4.2. Perhitungan Statistik Hasil Belajar Kelas Eksperimen Kedua ... 52
Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen Pertama dan Kelas Eksperimen Kedua ... 53
Tabel 4.4. Hasil Uji Homogenitas Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen Pertama dan Kelas Eksperimen Kedua ... 54
Tabel 4.5. Hasil Uji Hipotesis Data hasil Belajar Kelas Eksperimen Pertama dan Kelas Eksperimen Kedua ... 55
ix
Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa Kelas Eksperimen Pertama dan
Eksperimen Kedua ... 90
Lampiran 3 Kisi-kisi Instrumen ... 111
Lampiran 4 Hasil Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Uji Tingkat Kesukaran,
Dan Uji Daya Pembeda ... 126
Lampiran 5 Nilai Ulangan ... 130
Lampiran 6 Distribusi Frekuensi Kelas Eksperimen Pertama
Dan Eksperimen Kedua ... 131
Lampiran 7 Perhitungan Uji Normalitas Kelas Eksperimen Pertama
dan Eksperimen Kedua ... 135
Lampiran 8 Perhitungan Uji Homogenitas ... 137
1
Pendidikan memiliki peranan penting dalam pengembangan sumber
daya manusia. Visi dan misi bangsa Indonesia tentang pendidikan ditetapkan
secara sungguh-sungguh dan terlihat jelas dalam alinea keempat Pembukaan
Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang antara lain menyebutkan “untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia”.
Pernyataan tersebut selanjutnya dijabarkan oleh pemerintah dalam
Undang-Undang pasal 3 nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (Sisdiknas) yang berbunyi:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1
Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang berintikan interaksi antara
peserta didik dengan para pendidik serta berbagai sumber pendidikan.2
Pendidikan merupakan faktor penting dalam pembangunan Bangsa dan
Negara. Oleh karena itu, dunia pendidikan dituntut untuk terus berkembang
dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, agar tercipta
generasi bangsa yang kompetitif dalam menghadapi dan memecahkan suatu
masalah.
1
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003, Pasal 3 tentang Dasar Fungsi dan Tujuan, h. 3. www.inherent-dikti.net/files/sisdiknas.pdf.
2
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesuksesan suatu
penyelengaraan pendidikan yaitu kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran.3 Kegiatan pembelajaran pada
dasarnya dilakukan adalah untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus mampu mewujudkan
perubahan tingkah laku sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Telah banyak dilakukan upaya agar proses pembelajaran di
sekolah-sekolah semakin membaik. Namun, dalam pelaksanaannya proses
pembelajaran belum berjalan efektif, sehingga siswa belum mampu
mengoptimalkan potensi diri mereka sesuai dengan kemampuannya
masing-masing. Idealnya siswa dituntut untuk ikut terlibat langsung dalam proses
pembelajaran dan mampu menemukan sendiri konsep dari suatu pelajaran.
Namun, dalam prosesnya siswa belum banyak dilibatkan oleh guru dalam
pelaksanaan proses pembelajaran, sehingga mereka belum mampu
mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.
Jenjang pendidikan di Indonesia terdiri dari Sekolah Dasar (SD),
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada
jenjang pendidikan SMA terdapat mata pelajaran kimia.
Ilmu kimia merupakan ilmu yang diperoleh dan dikembangkan berdasarkan eksperimen yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana gejala-gejala alam, khususnya yang berkaitan dengan struktur dan sifat, dinamika dan energetika zat yang melibatkan keterampilan dan penalaran.4
Ilmu kimia termasuk pelajaran yang di anggap sulit, karena
materi-materi yang dipelajari bersifat abstrak dan terdapat perhitungan. Hal ini juga
dapat di lihat dari hasil belajar siswa yang rendah, contohnya pada materi laju
reaksi. Pada materi laju reaksi salah satu kompetensi dasar yang harus dicapai
yaitu mendeskripsikan pengertian laju reaksi dengan melakukan percobaan
3
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 57.
4
tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Untuk mencapai
kompetensi dasar tersebut, siswa dituntut berpikir secara sistematis dan aktif
dalam proses pembelajaran khususnya dalam melakukan percobaan. Jika
dalam pembelajaran kimia hanya berpusat pada guru dan siswa hanya sekedar
mendengarkan, mencatat dan menghafal maka hasil belajar kimia siswa tidak
akan tercapai secara optimal.
Sejalan dengan adanya reformasi pendidikan, serta ditambah dengan
diberlakukannya Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006,
maka model pembelajaran yang berpusat pada guru dan mengabaikan aktivitas
serta kretivitas siswa mulai dan harus ditinggalkan. Karena selain akan
menciptakan suasana kelas yang monoton juga akan mengurangi kualitas
lulusan yang memiliki keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif.
Oleh karena itu, siswa diharapkan tidak menerima informasi dan pengetahuan
dari guru secara pasif melainkan mengaktifkan kemampuan mereka atau
menginstruksi kemampuan kognitif baru yang relevan untuk mencapai
informasi tersebut. Selain itu, proses pembelajaran akan berlangsung dengan
baik, apabila seorang guru memiliki dua kompetensi utama, yaitu kompetensi
penguasaan materi pembelajaran dan kompetensi metodologi pembelajaran.5
Dalam pembelajaran yang berpusat pada siswa, guru hanya bertugas
membantu siswa mencapai tujuan belajar. Artinya, guru lebih banyak
berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola
kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu
yang baru bagi anggota kelas (siswa).
Pada masa sekarang siswa harus ikut dilibatkan dalam proses
pembelajaran agar mereka dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki,
dapat menemukan sendiri konsep suatu pelajaran, dan mereka terbentuk
menjadi lulusan yang berkualitas yang aktif dan memiliki keunggulan
kompetitif serta komparatif. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu
dengan menerapkan kegiatan belajar kelompok. Namun, dalam prosesnya
kegiatan belajar kelompok yang dilakukan hanya sekedar untuk
5
menyelesaikan tugas saja sedangkan aktivitas, kerja sama dan tanggung jawab
setiap anggotanya tidak secara optimal tercapai. Oleh karena itu, dibutuhkan
usaha untuk meningkatkan pemahaman konsep kimia siswa dengan
menambah variasi model pembelajaran berkelompok yang menarik atau
menyenangkan, melibatkan siswa, meningkatkan aktivitas, kerja sama dan
tanggung jawab siswa.
Metode pembelajaran di kelas yang dapat menciptakan kondisi
tersebut adalah dengan membuat kelompok-kelompok kecil yang diharapkan
berdiskusi, bertanya dan bekerja sama dengan siswa lainnya mengenai suatu
pelajaran serta dapat mempresentasikannya. Dengan bekerja kelompok dan
saling mendukung antar anggota kelompok akan membuat semangat siswa
bangkit serta membuat siswa lebih aktif dalam belajar.
Dari gambaran tersebut, model pembelajaran yang sesuai dalam proses
pembelajaran adalah pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif
bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, tetapi sebelum masa
belakangan ini, metode ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk
tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun
demikian, penelitian selama dua puluh tahun terakhir ini telah
mengidentifikasi metode pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan
secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai
macam mata pelajaran.6 Pada pembelajaran kooperatif siswa percaya bahwa
keberhasilan mereka akan tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil.
Ada berbagai jenis model pembelajaran kooperatif, diantaranya adalah model
pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) dan NHT (Numbered
Head Together).
Pada tahun 1985, Frank Lyman mengembangkan sebuah tipe dari
pembelajaran kooperatif yaitu Think Pair Share (TPS). TPS merupakan
sebuah tipe pembelajaran kooperatif yang dapat memberi siswa lebih banyak
waktu berpikir untuk merespon dan untuk saling membantu. Siswa dituntut
6
untuk memikirkan suatu permasalahan yang diberikan oleh guru secara
individu, kemudian masing-masing saling siswa berpasangan dan
mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh dari hasil pemikiran mereka
tersebut. Pasangan-pasangan tersebut kemudian berbagi hasil diskusi yang
diperoleh dari satu pasangan ke pasangan lainnya sehingga seluruh kelas
mengatahui hasilnya.
Melalui tipe pembelajaran TPS, guru dapat melibatkan siswa secara
aktif dalam proses belajar dan mampu meningkatkan interaksi antara siswa
dengan guru sehingga siswa mudah memahami pelajaran yang diterima dan
berada dalam kegiatan yang tidak membosankan karena langsung aktif
mengamati setiap proses yang terjadi.
Pada tahun 1993, Spencer Kagan mengembangkan tipe pembelajaran
kooperatif lainnya yaitu Numbered Head Together (NHT). NHT merupakan
tipe pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan performance siswa,
kepercayaan diri dan rasa tanggung jawab siswa. Dalam tahapannya, dibentuk
kelompok-kelompok kecil dalam kelas yang terdiri dari 4-5 siswa yang
heterogen, baik prestasi akademik, jenis kelamin, ras ataupun etnis. Tiap siswa
dalam kelompok diberi nomor, kemudian mereka diberi kesempatan untuk
mendiskusikan sebuah permasalahan. Masing-masing anggota kelompok harus
dipastikan mengetahui jawaban dari permasalahan tersebut, lalu guru
memanggil salah satu nomor anggota dan anggota tersebutlah yang akan
menjelaskan jawaban yang didapat ke seluruh kelas tanpa dibantu oleh
anggota kelompok lainnya.
Tipe pembelajaran NHT memberi dampak yang sangat kuat bagi
peningkatan prestasi belajar siswa, karena dalam proses pembelajaran yang
menggunakan NHT siswa menempati posisi sangat dominan dan terjadi
kerjasama antar siswa dalam kelompok. Selain itu, NHT dapat membantu
siswa untuk lebih kreatif dan bertanggungjawab terhadap diri mereka
masing-masing.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS
menentukan strategi pemecahannya, dan menghubungkan masalah-masalah
lain yang telah dapat diselesaikan sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan oleh Betty Marini Turnip pada tahun 2007, bahwa
terdapat peningkatan hasil belajar siswa sebesar 27,23% setelah perlakuan
model pembelajaran kooperatif tipe TPS.7 Sama halnya dengan penelitian
yang dilakukan oleh Djoko Dwi Kusumojanto pada tahun 2009, bahwa
terdapat peningkatan hasil belajar dari 70,72% menjadi 90,90% ketuntasan
belajar.8 Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS dapat meningkatkan hasil belajar
yang lebih baik dibandingkan dengan yang menggunakan metode
konvensional. Akan tetapi, belum ada penelitian yang membandingkan antara
kedua pembelajaran kooperatif tersebut.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS memiliki
perbedaan. Pada pembelajaran kooperatif tipe TPS siswa terlebih dahulu
diberi kesempatan untuk berpikir secara individu, kemudian para siswa
berdiskusi saling berbagi pengetahuan dan pemahaman yang mereka dapatkan
saat berpikir secara individu ke seluruh kelas. Sedangkan, pada pembelajaran
kooperatif tipe NHT siswa terlebih dahulu diberi kesempatan untuk berdiskusi
dengan kelompok yang telah ditentukan oleh guru, kemudian diakhir diskusi
dilakukan presentasi. Pada bagian presentasi, masing-masing anggota
kelompok dituntut untuk membagikan pengetahuan dan pemahaman yang
mereka dapatkan selama berdiskusi akan tetapi anggota lainnya tidak boleh
membantu anggota yang ditunjuk. Dari perbedaan model pembelajaran
kooperatif tipe TPS dan NHT itulah yang mendorong penulis untuk
membandingkan keduanya terhadap hasil belajar kimia siswa. Manakah
diantara keduanya yang dapat meningkatkan hasil belajar yang lebih baik.
7
Betty Marini Turnip, Penerapan Model Pembelajaran Kooperatuf Think-Pair-Share Pada Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMP, (Jurnal Pendidikan Mat & Sains, vol. 2(2), 2007), h. 92.
8
Pada penelitian ini model pembelajaran kooperatif tipe NHT akan diterapkan
dalam pengajaran di kelas eksperimen pertama, sedangkan tipe TPS akan
diterapkan dalam pengajaran kelas kedua. Berdasarkan uraian yang telah
diungkapkan di atas, penulis mencoba melakukan pengkajian ilmiah yang
berdasarkan penelitian dengan judul: “Perbandingan Hasil Belajar Kimia
Siswa antara yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
dan TPS.”
B. Identifikasi Masalah
Dengan melihat masalah yang telah diuraikan di atas dapat
diidentifikasi masalah-masalah seabagi berikut:
1. Proses pembelajaran yang dilaksanakan pada sekolah-sekolah belum
berjalan efektif.
2. Ilmu kimia termasuk mata pelajaran yang di anggap sulit, hal ini di lihat
dari hasil belajar kimia siswa yang rendah, contohnya pada pokok bahasan
laju reaksi.
3. Pembelajaran di dalam kelas masih berpusat pada guru.
4. Penggunaan kegiatan kerja kelompok dalam proses pembelajaran belum
optimal.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah maka penulis membatasi masalah sebagai
berikut:
1. Penelitian dilakukan pada siswa kelas XI SMAN 3 Kota Tangerang
Selatan.
2. Materi pelajaran yang di teliti pada penelitian ini adalah pokok bahasan
laju reaksi.
3. Pengaruhnya dilihat dari perbedaan hasil belajar kimia siswa antara yang
diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan
4. Adapun hasil belajar yang dimaksud adalah hasil belajar kimia siswa
setelah proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaraan
kooperatif tipe NHT pada kelas eksperimen pertama dan model
pembelajaran kooperatif tipe TPS pada kelas eksperimen kedua dilihat dari
aspek kognitifnya.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diajukan, maka adapun
masalah yang akan diteliti pada penelitian ini adalah:
”Bagaimana perbedaan hasil belajar kimia siswa antara yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan yang menggunakan tipe
TPS?”
E. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar kimia pokok bahasan laju reaksi
antara siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe NHT dan tipe TPS pada siswa kelas XI semester ganjil SMA Negeri 3
Tangerang Selatan.
2. Untuk mengetahui kedua model pembelajaran kooperatif tersebut yang
memberikan hasil belajar yang lebih baik untuk pokok bahasan laju reaksi.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan, antara lain:
1. Memberi informasi dan pertimbangan kepada guru mata pelajaran kimia
tentang alternatif model pembelajaran dalam upaya peningkatan hasil
belajar kimia siswa di SMA.
2. Menumbuhkan rasa semangat dan tanggungjawab kepada siswa dalam
3. Meningkatkan ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran kimia dengan
menggunakan model pembelajaran yang lebih inovatif dan merangsang
10
A. Deskripsi Teoritis
1. Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Kooperatif adalah sebuah kata yang memiliki arti bersifat kerja
sama, bersedia membantu. Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif
adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara
kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam
belajar.1
Anita Lie menyebutkan pembelajaran kooperatif dengan istilah
pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain
dalam tugas-tugas yang terstruktur. Lebih jauh dikatakan,
pembelajaran kooperatif hanya berjalan jika sudah terbentuk suatu
kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa bekerja secara terarah
untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota
kelompok pada yang umumnya terdiri dari 4-6 orang saja.2
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pengajaran yang
baik di dalam kelompok kecil dengan siswa yang memiliki tingkat
keahlian berbeda, menggunakan ragam aktivitas untuk meningkatkan
pemahaman mereka pada sebuah subyek (mata pelajaran).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dimana siswa
1
Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok,
(Bandung: Alfabeta, 2007), h. 15.
2
Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok,
belajar dalam kelompok kecil dengan kemampuan yang berbeda dan
berasal dari ras, suku, serta jenis kelamin yang berbeda pula. Di dalam
kelompok kecil tersebut siswa saling belajar dan bekerjasama untuk
sampai pada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman
individu maupun pengalaman kelompok. Di dalam kelompok tersebut
siswa dapat berdiskusi dan saling membantu untuk memahami suatu
bahan pembelajaran, memeriksa dan memperbaiki jawaban teman,
serta kegiatan lainnya dengan tujuan mencapai prestasi belajar tinggi.
Aktivitas kerja dan belajar dalam kelompok kooperatif berbeda dengan
kelompok belajar konvensional. Kelompok belajar konvensional
adalah kelompok belajar yang sering diterapkan disekolah, seperti
kelompok diskusi. Perbedaan tersebut dapat di lihat pada table 2.1.
berikut:3
Tabel 2.1. Perbedaan kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, lainnya hanya “mendompleng” keberhasilan “pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
3
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar-anggota kelompok.
Pemantauan melalaui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru memerhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memerhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas terapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
Belajar secara kooperatif dalam kelompok kecil membantu
siswa dan anggota dalam tim untuk menyelesaikan tugas secara
bersama-sama. Secara umum pembelajaran kooperatif terdiri dari lima
karakteristik, yaitu:4
1) Siswa belajar bersama pada tugas-tugas umum atau aktivitas untuk
menyelesaikan tugas atau aktivitas pembelajaran.
2) Siswa saling bergantung secara positif. Aktivitas diatur sehingga
siswa membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama.
3) Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2
sampai 5 siswa.
4) Siswa menggunakan perilaku kooperatif, pro-sosial.
5) Setiap siswa secara mandiri bertanggungjawab untuk pekerjaan
pembelajaran mereka.
Pembelajaran kooperatif menekankan pada struktur-struktur
yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dan
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan materi.
4
Ada unsur yang perlu dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif
agar lebih menjamin siswa bekerja secara kooperatif. Unsur-unsur
tersebut adalah sebagai berikut:5
1) Siswa dalam kelompok harus beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”.
2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam
kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.
3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam
kelompoknya memiliki tujuan yang sama.
4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama
diantara anggota kelompoknya.
5) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan
yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.
6) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajar.
7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa ciri, sebagai
berikut:6
1) Setiap anggota memiliki peran,
2) Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa,
3) Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan
juga teman-teman sekelompoknya,
4) Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok,
5) Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran kelompok akan
membantu meningkatkan sikap positif terhadap materi laju reaksi.
Esensi pembelajaran kooperatif adalah tanggung jawab individu
5
Muslimin Ibrahim, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: University Press, 2000), h.6.
6
sekaligus tanggung jawab kelompok, sehingga dalam diri siswa
terbentuk sikap ketergantungan positif yang menjadikan kerja
kelompok berjalan optimal. Keadaan ini mendorong siswa dalam
kelompok belajar, bekerja dan bertanggung jawab dengan
sungguh-sungguh sampai selesainya tugas-tugas individu dan kelompok.7
Setiap model pembelajaran yang dikembangkan memiliki
tujuan pembelajaran untuk dicapai. Johnson & Johnson (1994)
menyatakan bahwa tujuan pokok belajar kooperatif adalah
memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatkan prestasi akademik
dan pemahaman baik secara individu maupun secara berkelompok.8
Kemudian, model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk
mencapai tiga tujuan pembelajaran yang penting, yaitu:9
1) Hasil belajar akademik
Dalam pembelajaran kooperatif selain banyak mencakup
beragam tujuan sosial, juga mampu memperbaiki prestasi siswa
atau tugas-tugas akademik lainnya.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah
penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan
ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting pembelajaran kooperatif lainnya adalah
mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan
berkolaborasi.
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar
mengajar yang berpusat pada siswa (student ariented), terutama untuk
7
Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 132.
8
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010) h. 67.
9
mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan
siswa yang tidak dapat bekerjasama dengan orang lain, siswa yang
agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah
terbukti dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan usia.
Peningkatan belajar terjadi tidak bergantung pada usia siswa,
mata pelajaran atau aktivitas belajar. Tugas-tugas belajar yang
kompleks seperti pemecahan masalah, berpikir kritis, dan
pembelajaran konseptual meningkat secara nyata pada saat digunakan
strategi-strategi kooperatif. Siswa lebih memiliki kemungkinan
menggunakan tingkat berpikir yang lebih tinggi selama dan setelah
diskusi dalam kelompok kooperatif. Beberapa ahli berpendapat bahwa
pembelajaran kooperatif unggul dalam membantu siswa memahami
konsep-konsep yang sulit. Di samping itu pembelajaran kooperatif
dapat memberi keuntungan, baik pada siswa kelompok bawah maupun
kelompok atas yang bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas
akademik.
Pembelajaran kooperatif dikenal dengan Student Teams
Learning (STL) yang menekankan pada pencapaian ujian dan
kesuksesan kelompok dalam menyelesaikan tugas kelompok dan
dalam hal memahami suatu pelajaran. Dalam STL siswa tidak hanya
bekerja menyelesaikan sesuatu tetapi juga mempelajari sesuatu secara
kelompok.
Pembelajaran kooperatif yang dikembangkan dari STL
memiliki banyak bentuk, diantaranya: STAD (Student Teams
Achievement Division), TGT (Team Games Tournament), TAI (Team
Accelerated Instruction), CIRC (Cooperative Integrated Reading &
Composition), Jigsaw, TPS Think-Pair-Share), NHT (Numbered Head
Together).10
10
STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan
metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam metode
ini, siswa di bagi dalam bentuk kelompok beranggotakan 4-5 orang
yang berbeda jenis kelamin, etnis dan kemampuan. Di dalam
kelompok siswa di beri kesempatan untuk melakukan kolaborasi dan
elaborasi dengan teman sebaya dalam bentuk diskusi.
TGT (Team Games Tournament) merupakan metode
pembelajaran dimana siswa dibagi ke dalam kelompok yang
beranggotakan 4-6 orang yang heterogen berdasarkan jenis kelamin,
agama, dan etnis, sehingga masing-masing anggota dapat di latih
kecakapan sosialnya. Kelompok tersebut kemudian melakukan suatu
turnamen yang dilaksanakan tiap pekan. Dalam turnamen tersebut
siswa berkompetisi dengan anggota kelompok lain agar dapat
menyumbangkan poin pada kelompok masing-masing.
TAI (Team Accelerated Instruction) merupakan metode
pembelajaran yang mengkombinasikan belajar kooperatif dengan
belajar individu. Tiap anggota kelompok akan di beri soal-soal
bertahap yang harus mereka kerjakan sendiri-sendiri dalam
kelompoknya. Setelah itu, hasil kerja mereka diperiksa oleh anggota
tim lain. Jika seorang siswa telah mampu mengerjakan soal dalam satu
tahap, maka ia diperbolehkan untuk mengerjakan soal selanjutnya
dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Namun jika ia belum
mampu menjawab suatu soal, maka ia harus mengerjakan kembali soal
yang tingkat kesulitannya sama sebelum ia melanjutkan ke soal yang
lebih sulit.
CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition)
merupakan metode pembelajaran yang sejenis dengan TAI, namun
hanya ditekankan pada pengajaran membaca, menulis dan tata bahasa.
Aktivitas CIRC terdiri dari siswa mengikuti urutan instruksi guru,
Jigsaw adalah metode pembelajaran dimana siswa di bagi ke
dalam kelompok yang beranggotakan 4-6 orang dengan kondisi siswa
yang heterogen baik dari segi kemampuan maupun karakteristik
lainnya. Materi pembelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk
teks. Setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari bagian
tertentu dari materi yang diberikan. Selanjutnya tiap anggota bergabung
dengan anggota masing-masing untuk mendiskusikan dan saling
mengajarkan satu sama lain.
TPS (Think-Pair-Share) atau berpikir berpasangan berbagi telah
dikembangkan oleh Frank Lyman di Universitas Maryland. TPS
merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola
diskusi kelas. Dalam TPS guru mengajukan suatu pertanyaan dan
meminta siswa untuk berpikir sendiri mencari jawaban. Selanjutnya
guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan jawaban.
Kemudian pasangan-pasangan tersebut saling berbagi keseluruh kelas.
NHT (Numbered Head Together) atau penomoran berpikir
bersama atau lebih dikenal dengan kepala bernomor yang telah
dikembangkan oleh Spencer Kagan (1993). Dalam NHT siswa di bagi
ke dalam kelompok-kelompok kecil dan tiap anggota kelompok di beri
nomor. Siswa berdiskusi memecahkan sebuah masalah, kemudian guru
memanggil salah satu nomor dari tiap kelompok dan masing-masing
siswa dengan nomor tersebut menjawab tanpa bantuan dari anggota
kelompok lainnya.
Penghargaan kelompok (teams reward) diberikan kepada
kelompok yang telah mencapai kriteria yang telah ditentukan.
Penghargaan kelompok diharapkan sebagai penguatan yang dapat
memotivasi anggota kelompok untuk belajar dan bekerja sebaik
mungkin dalam memberikan konstribusi untuk kelompoknya agar
menjadi kelompok yang tebaik. Dengan demikian tiap kelompok
memiliki tujuan kelompok (group goal) yang merupakan sasaran yang
Sebagai individu setiap siswa harus bertanggung jawab untuk
belajar, mengerjakan tugas dan memahami materi yang diberikan.
Tujuan dan kesuksesan kelompok ditentukan oleh kesungguhan semua
anggota kelompok dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
individu dan saling meyakinkan bahwa setiap individu dalam kelompok
tersebut siap menghadapi tes perorangan.
Kesempatan yang sama meraih keberhasilan (equal
opportunities for success). Dalam suatu kelompok belajar kooperatif
semua anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih
keberhasilan dan mengkontribusikan nilai untuk pencapaian skor
kelompok.
b. Prinsip-prinsip Dasar Pembelajaran Kooperatif
Roger dan David Johnson (dalam Anita Lie, 2007) mengatakan
bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap sebagai
pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal,
terdapat 5 prinsip-prinsip dasar pembelajaran kooperatif, yaitu:11
1) Saling Ketergantungan Positif
Anggota kelompok siswa harus mengatakan bahwa mereka
memerlukan kerja sama untuk mencapai tujuan kelompok.
2) Tanggung Jawab Perseorangan
Masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab
untuk melakukan yang terbaik atas tugas-tugas yang diberikan.
3) Tatap Muka
Setiap kelompok diberikan kesempatan utnuk bertemu
muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para
pembelajaran untuk membentuk sinergi yang
menguntungkansemua anggota.
4) Komunikasi Antaranggota
11
Masing-masing anggota kelompok harus memiliki
kemampuan mendengarkan dan mengutarakan pendapat,
menanggapi suatu masalah dan mengembangkan ide-idenya untuk
keberhasilan kelompok.
5) Evaluasi Proses Kelompok
Siswa harus mengevaluasi efektifitas kelompok mereka saat
bekerja kelompok. Kelompok perlu mempertahankan
keberhasilannya dan mampu memperbaiki kekurangannya, hal ini
akan menolong siswa untuk memecahkan masalah dan mengerti
pentingnya keterampilan kooperatif.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Setiap model pembelajaran memiliki langkah-langkah utama
yang harus dipenuhi. Terdapat 6 langkah utama atau tahapan dalam
menggunakan pembelajaran kooperatif, yaitu:12
Tabel 2.1. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
Fase 2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase 3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
12
Fase 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6
Memberikan Penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif ada 10 hal yang
perlu diperhatikan agar dapat berjalan dengan sukses, yaitu:13
1) jangan pernah menggunakan tingkatan kelompok.
2) menginformasikan dan bekerja sama dengan orang tua, kepala
sekolah, dan anggota masyarakat sebelum mengubah struktur kelas
anda.
3) jangan memandang kemampuan sosial dari siswa, berhati-hati
dalam mengelompokkan mereka.
4) jangan biarkan interaksi yang melebihi metodologi pimpinan anda.
5) bentuk kelompok untuk bekerja sama (melalui pembentukan tim
dan pembentukan kelas) sebelum masuk ke dalam tugas akademik.
6) mulailah dengan sangat terstruktur dan tugas kooperatif singkat,
lakukan perlahan untuk proyek-proyek yang tidak terstruktur dan
panjang.
7) ketika anda siap untuk tugas akademis, mulailah dengan
tugas-tugas yang berkapasitas baik walaupun tugas-tugas terendah.
8) jangan biarkan interaksi antar siswa tidak terstruktur hingga siswa
memperoleh keterampilan untuk bekerja sama.
9) jangan mencoba menemukan sesuatu dengan terbalik: dimulai
dengan terbukti, strategi interaksi sisw ayang terstruktur.
13
10)buatlah kegiatan mudah untuk diri Anda dan siswa. Belajar satu
strategi baru dengan baik sebelum mencoba strategi baru
berikutnya.
d. Manfaat Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Akademik
Menurut hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran
kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar. Siswa lebih
memiliki kemungkinan menggunakan tingkat berpikir yang lebih
tinggi selama dan setelah diskusi dalam kelompok kooperatif.
Menurut hasil penelitian Linda Lundgreen menunjukkan bahwa
manfaat pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang
rendah adalah sebagai berikut:14
1) Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas.
2) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi.
3) Memperbaiki sikap terhadap IPA dan sekolah.
4) Memperbaiki kehadiran.
5) Angka putus sekolah menjadi rendah.
6) Penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar.
7) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil.
8) Konflik antar pribadi berkurang.
9) Sikap apatis berkurang.
10)Pemahaman yang lebih mendalam.
11)Motivasi lebih besar.
12)Hasil belajar lebih tinggi.
13)Retensi lebih lama.
14)Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.
Selain itu, pembelajaran kooperatif mendorong keaktifan dalam
percakapan dan kerjasama pemecahan masalah di dalam kelas dan
14
lingkungan akademis. Ini juga memberi kuasa dan kebebasan kepada
siswa untuk mengatur pembelajaran mereka sendiri.15
e. Keunggulan Pembelajaran Koopertaif
Setiap model pembelajaran memiliki suatu keunggulan sari
model pembelajaran yang lainnya. Menurut Jarolimek & Parker (1993)
dalam Isjoni, mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam
pembelajaran kooperatif adalah:16
1) Saling ketergantungan positif.
2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.
3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.
4) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.
5) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa
dengan guru.
6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman
emosi yang menyenangkan.
Sedangkan menurut Roger dan David Johnson pembelajaran
kooperatif memiliki keunggulan, diantaranya:17
1) Pembelajaran kooperatif lebih kuat menghasilkan pencapaian
tujuan pembelajaran dibanding pola interaksi kompetitif dan
individual.
2) Siswa lebih positif tentang sekolah, bidang mata pelajaran dan
guru.
3) Siswa lebih positif tentang satu sama lain ketika belajar secara
kooperatif.
15
Ghazi Ghaith. 2003. Effects of the Learning Together Model of Cooperative Learning on English as a Foreign Language Reading Achievement, Academic Self-Esteem, and Feelings of School Alienation. American University of Beirut. In Bilingual Research Journal, 27:3 Fall 2003. p. 452. http://www.informaworld.com/smpp/content.htm.
16
Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 24.
17
4) Siswa lebih efektif antarpribadi, lebih mampu menerima perspektif
orang lain, dan memiliki keahlian interaksi yang lebih baik.
Siswa yang sama-sama bekerja dalam kelompok akan
menimbulkan persahabatan yang lebih akrab yang terbentuk pada
kalangan siswa tersebut. Hal ini akan sangat berpengaruh pada tingkah
laku atau kegiatan masing-masing secara individual.
f. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif
Selain memiliki kelebihan, pembelajaran kooperatif juga
mempunyai beberapa kelemahan. Ada hal yang harus diperhatikan
agar pembelajaran kooperatif dapat menjadi metode pembelajaran
yang efektif. Metode pembelajaran kooperatif memiliki berbagai
perbedaan dengan metode pembelajaran alternatif, tetapi dapat
dikategorisasikan menurut enam karakteristik prinsipil berikut ini,
diantaranya tujuan kelompok, tanggung jawab individual, kesempatan
sukses yang sama, kompetisi tim, spesialisasi tugas dan adaptasi
terhadap kebutuhan kelompok.18
Menurut Isjoni kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber
pada dua faktor, yaitu factor dari dalam (intern) dan factor dari luar
(ekstern). Factor dari dalam, yaitu:19
1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang,
disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan
waktu.
2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan
dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.
3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada
kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas
18
Robert A. Slavin, Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa Media, 2010), h. 26
19
sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
4) Saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
Kelemahan pembelajaraan kooperatif yang lainnya, yaitu:20
1) Dalam kelompok dengan keahlian bercampur, seringkali siswa
yang lebih kuat harus mengajar siswa yang lebih lemah dan
mengerjakan sebagian besar tugas kelompok.
2) Waktu pada pembelajaran ini hanya cukup untuk fokus tugas pada
tingkatan yang paling mendasar.
3) Strategi ini mungkin hanya mendukung pemikiran tingkat rendah
dan mengabaikan strategi pemikiran kritis dan tingkat tinggi.
2. Pengertian NHT (Numbered Head Together)
Numbered Head Together (NHT) pertama kali dikembangkan oleh
Spencer Kagan (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah
materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman
mereka terhadap isi pelajaran tersebut.21
Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang lebih memungkinkan siswa untuk lebih aktif dan
bertanggung jawab penuh untuk memahami materi pelajaran baik secara
berkelompok maupun individual.
NHT berfungsi mendorong keberhasilan kelompok karena semua
anggota harus mengetahui jawaban dari kelompok mereka masing-masing dan
karena saat siswa membantu anggota kelompoknya maka mereka membantu
dirinya sendiri dan seluruh kelompok.22
20
Zulfiani, dkk., Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009),h. 136.
21
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 82.
22
Geoge Jacob and Stephen Hall. Implementing Cooperative Learning. Regional
Language Centre, Singapore. English Teaching Forum, October 1994. p. 2.
strategi NHT mementingkan keterlibatan tingkat tinggi, karena siswa
bekerja sama untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan dan mereka
memastikan bahwa setiap anggota kelompok mengetahui jawabannya. Semua
anggota menyadari bahwa mereka dapat dipilih untuk memberikan jawaban
dari kelompok masing-masing, oleh karena itu mereka termotivasi untuk
berpartisipasi dalam kelompok.23
Langkah-langkah yang digunakan dalam metode NHT (Numbered
Head Together) pada pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:24
a. Penomoran
Guru membagi siswa ke dalam kelompok beranggota 3-5 orang
dan kepada setiap anggota kelompok di beri nomor antara 1 sampai 5.
b. Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan
dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk
kalimat tanya.
c. Berpikir Bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadapan jawaban pertanyaan
itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu.
d. Menjawab
Guru memanggil salah satu nomor tertentu, kemudian siswa
yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk
menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
3. Pengertian TPS (Think Pair Share)
Model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share yang pertama
kali dikembangkan oleh Frank Lyman di Universitas Maryland, merupakan
jenis pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa.
TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola
diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan
23
Hallie Kay Yopp, VocabularyInstruction for Academic Success, (USA: Shell Education, 2009), p. 26
24
pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan dan prosedur yang
digunakan dalam TPS dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir
unruk merespon dan saling membantu.
TPS adalah latihan pembelajaran kooperatif sederhana. Instruktur
(guru) akan menanyakan pertanyaan atau menimbulkan masalah. Siswa
menghabiskan satu atau dua menit memikirkan jawaban atau solusi. Siswa
kemudian berpasangan untuk mendiskusikan (berbagi) jawaban mereka.
Instruktur mungkin akan meminta beberapa siswa untuk berbagi jawaban
dengan seluruh kelas.25 Langkah-langkah dalam pelaksanaan metode TPS,
yaitu:26
a. Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang
dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu
beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.
b. Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan
mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu
yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang
diajukan atau menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang
diidentifikasi.
c. Berbagi (Sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk
berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini
efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan dan melanjutkan
sampai sekitar pasangan mendapat kesempatan untu melaporkan.
25
Elisa Carbone, Teaching Large Classes Tools and Strategies, (California: Sage Publication, 1998), p. 52. http://www.uk.sagepub.com/booksProdDesc.nav. Diakses tanggal 26 september 2010.
26
Dalam pelaksanaan langkah-langkah TPS ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu:27
a. Berpikir, selama tahap ini berlangsung ada dua hal penting yang harus
diperhatikan, yaitu: 1) siswa harus diberikan cukup waktu untuk
berpikir dan kemudian mencatat pikiran mereka ke dalam buku
catatan; 2) siswa harus benar-benar berpartisipasi dan tidak hanya
menunggu untuk masuk ketahap berpasangan. Siswa tidak diijinkan
untuk berpasangan pada tahap ini, oleh karena itu sewaktu-waktu gurur
perlu memeriksa hasil kerja masing-masing siswa.
b. Berpasangan, dalam tahap ini siswa dapat dipasangkan dengan
berbagai cara dan harus dipasangkan berbeda setiap kalinya, yaitu: 1)
siswa berpasangan setelah mereka menyelesaikan tugas
masing-masing pada tahap sebelumnya; 2) berpasangan sesuai dengan daftar
absensi kelas (siswa pertama dengan siswa kedua, siswa ketiga dengan
ketiga, dan seterusnya); 3) siswa berpasangan dipilih secara acak.
c. Berbagi, selama siswa berbagi keseluruh kelas, semua siswa yang
ingin berbicara harus mendapatkan kesempatan dan tidak mengijinkan
satu individu untuk memonopoli pembicaraan.
Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan TPS memiliki beberapa
perbedaan, yang disajikan pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.3. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together dan Think-Pair-Share
Perbedaan Numbered Head Together Think-Pair-Share
Proses
pembelajaran
Kerja kelompok → Individu Individu → Kerja kelompok
Aktivitas dalam
pembelajaran
Mengandalkan kemampuan
individu atas kelompok
Mengandalkan kemampuan
kelompok saja
Penilaian Penilaian kelompok dan individu Hanya penilaian kelompok
27
4. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada
saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia
tidak belajar maka responnya menurun.28
Menurut Gagne belajar adalah seperangkat proses kognitif yang
mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi,
menjadikan kapabilitas baru. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i)
stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang
dilakukan oleh pelajar.29
Hintzman berpendapat learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia dan
hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah
laku organisme tersebut.30
Pupuh Fathurohman dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar menyatakan bahwa belajar pada hakikatnya adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktivitas tertentu.31
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku individu, di mana
perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi
juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk,
yang terjadi melalui latihan atau pengalaman.
Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang menunjukkan
bahwa siswa telah melakukan perbuatan belajar, yang umumnya meliputi
28
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 9.
29
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006),h.10
30
Muhbbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 88.
31
pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap yang baru, yang diharapkan
tercipta oleh siswa.32 Tujuan belajar terdiri dari tiga komponen, ialah:33
1) Tingkah laku terminal, adalah komponen tujuan belajar yang
menentukan tingkah laku siswa setelah belajar.
2) Kondisi-kondisi tes, menentukan situasi di mana siswa dituntut untuk
mempertunjukkan tingkah laku terminal. Kondisi-kondisi tersebut
perlu disiapkan oleh guru, karena sering terjadi ulangan/ujian yang
diberikan oleh guru tidak sesuai dengan materi pelajaran yang telah
disampaikan sebelumnya.
3) Ukuran-ukuran perilaku, merupakan suatu pernyataan tentang ukuran
yang digunakan untuk membuat pertimbangan mengenai perilaku
siswa. suatu ukuran menentukan tingkat minimal perilaku yang dapat
diterima sebagai bukti, bahwa siswa telah mencapai tujuan.
Berdasarkan uraian diatas dapat digambarkan bagaimana proses
belajar itu berlangsung. Pertanda seseorang telah belajar adalah dengan
adanya perubahan tingkah laku dalam diri seseorang tersebut. Perubahan
tingkah laku yang dimaksud terjadi akibat interaksi dengan
lingkungannya bukan karena proses pertumbuhan fisik atau kedewasaan.
Perubahan tersebut bersifat tahan lama dan tidak berlangsung sesaat saja.
Keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil, proses
belajar yang baik memungkinkan hasil belajar yang baik pula. Hasil
belajar didapatkan dari proses evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa
dampak pengajaran dan dampak pengiringan.
Hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku
pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan
pengetahuan sikap dan keterampilan.34 Bloom mengklasifikasikan hasil
belajar menjadi tiga ranah, yaitu ranah kognitif (cognitive domain), ranah
32
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 73
33
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 73-74.
34
afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain).35
Keterangan lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1) Ranah kognitif, yaitu ranah yang berkenaan dengan hasil belajar
intelektual yang terdiri dari enam aspek, antara lain: pengetahuan
mengenal, pemahaman, aplikasi, analisi, sintesis, dan evaluasi.
2) Ranah afektif, yaitu ranah yang berkenaan dengan sikap dan terdiri
dari dua aspek, yaitu: pandangan atau pendapat dan sikap atau nilai.
3) Ranah psikomotor, yaitu ranah yang berhubungan erat dengan kerja
otot sehingga menyebabkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya.
Dari ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang pada umumnya
dinilai oleh para pendidik di sekolah. Ranah kognitif berkaitan dengan
kemampuan siswa dalam memahami atau menguasai materi pelajaran,
dan proses penilaiannya pun relatif lebih mudah. Pada proses ranah
kognitif yang terjadi dihasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut
merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa:36
1) Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan
pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2) Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk
berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan
konsep dan lambang.
3) Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri.
4) Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian
gerak jasmani dalam urusan koordinasi, sehingga terwujud
otomatosme gerak jasmani.
5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan
penilaian terhadap obyek tersebut.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
efek kumulatif dari proses belajar berupa perkembangan tingkah laku
35
Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 117.
36
yang terjadi pada ranah kognitif, afektif, dan ranah psikomotor. Jadi,
seseorang dikatakan berhasil dalam belajar apabila di dalam diri orang
tersebut telah terjadi perubahan tingkah laku yang lebih baik dari sebelum
ia mengalami proses belajar. Namun, hal terpenting dalam belajar adalah
proses dari belajar tersebut bukan hasil yang akan diperoleh. Artinya,
belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri, adapun orang lain disekitar
hanya sebagai perantara atau penunjang dalam kegiatan belajar, agar
dalam belajar dapat berhasil dengan baik.
b.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi belajar siswa di
sekolah. Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa
dapat dibedakan menjadi tiga macam, yakni:37
1) Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau kondisi
jasmani dan rohani siswa.
2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan di
sekitar siswa.
3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya
belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa
untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran.
Pada tabel 2.3. disajikan bagian-bagian dari ke tiga faktor yang
mempengaruhi belajar:38
Tabel 2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Ragam Faktor dan Unsur-unsurnya
Internal Siswa Esternal Siswa Pendekatan
1. Aspek Fisiologis
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 144.
38