• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kadar Protein Total Dan Non Protein Nitrogen Pada Air Dan Daging Buah Kelapa (Cocos Nucifera L.) Dengan Metode Kjeldahl

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kadar Protein Total Dan Non Protein Nitrogen Pada Air Dan Daging Buah Kelapa (Cocos Nucifera L.) Dengan Metode Kjeldahl"

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KADAR PROTEIN TOTAL DAN NON PROTEIN

NITROGEN PADA AIR DAN DAGING BUAH KELAPA

(

Cocos nucifera

L.) DENGAN METODE KJELDAHL

SKRIPSI

OLEH:

LINDA MARGATA

NIM 111501049

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS KADAR PROTEIN TOTAL DAN NON PROTEIN

NITROGEN PADA AIR DAN DAGING BUAH KELAPA

(

Cocos nucifera

L.) DENGAN METODE KJELDAHL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

LINDA MARGATA

NIM 111501049

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

ANALISIS KADAR PROTEIN TOTAL DAN NON PROTEIN

NITROGEN PADA AIR DAN DAGING BUAH KELAPA

(

Cocos nucifera

L.) DENGAN METODE KJELDAHL

OLEH:

LINDA MARGATA

NIM 111501049

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : Juni 2015

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. Prof. Dr. rer. nat. E. D. L. Putra, S.U., Apt. NIP 195008281976032002 NIP 195306191983031001

Pembimbing II, Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt. NIP 195008281976032002

Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt. Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt.

NIP 195006071979031001 NIP 195108161980031002

Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt. NIP 195401101980032001

Medan, Juni 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang hanya oleh karena

berkat dan kasihNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menjalani masa perkuliahan dan penelitian hingga akhirnya menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Kadar Protein Total dan Non Protein Nitrogen pada Air

dan Daging Buah Kelapa (Cocos nucifera L.) dengan Metode Kjeldahl”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan dan penelitian. Rasa hormat dan

terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Siti Morin Sinaga, M.Sc., Apt., dan Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt.,

selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan keikhlasan selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung, juga kepada Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux

Putra, S.U., Apt., Bapak Prof. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., dan Ibu Dra. Tuty Roida Pardede, M.Si., Apt., selaku penguji yang telah memberikan kritik dan

saran demi kesempurnaan skripsi ini.

(5)

telah sabar dan setia memberikan dukungan, doa, semangat, dan materil selama

perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih

kepada teman-teman Sri, Juliyanti, Jeriko, asisten serta teman-teman di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian dan teman-teman seangkatan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak memberikan

saran, dukungan, dan doa selama penelitian dan penyusunan skripsi ini berlangsung.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini

dapat menjadi sumbangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Medan, 25 Mei 2015 Penulis,

(6)

ANALISIS KADAR PROTEIN TOTAL DAN NON PROTEIN NITROGEN PADA AIR DAN DAGING BUAH KELAPA (Cocos nucifera L.)

DENGAN METODE KJELDAHL

ABSTRAK

Di Indonesia, tanaman kelapa merupakan salah satu penyumbang besar bagi ekonomi rakyat dan negara. Sebagai bahan makanan, air dan daging buah kelapa mempunyai beberapa kandungan zat gizi seperti karbohidrat, lemak, dan juga protein. Selama proses pematangan, protein yang terkandung dalam air dan daging buah kelapa dapat mengalami perubahan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar protein total dan non protein nitrogen (NPN) pada air dan daging buah kelapa dan perubahan kadarnya pada buah kelapa muda dan tua.

Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah buah kelapa muda dan tua yang diperoleh dari perkebunan rakyat yang terletak di Desa Saintis, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Medan. Penetapan kadar protein total dan NPN dilakukan pada air dan daging buah kelapa dengan menggunakan metode Kjeldahl yang merupakan metode sederhana untuk penetapan nitrogen total pada protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.

Hasil penelitian menunjukkan kadar protein total yang diperoleh pada sampel kering adalah: air kelapa muda 2,19 g/100g; air kelapa tua 1,13 g/100g; daging kelapa muda 4,14 g/100g; daging kelapa tua 2,87 g/100g. Kadar protein total pada sampel segar adalah: air kelapa muda 0,102 g/100g; air kelapa tua 0,028 g/100g; daging kelapa muda 1,529 g/100g; daging kelapa tua 2,725 g/100g. Kadar NPN pada sampel kering adalah: air kelapa muda 0,18 g/100g; air kelapa tua 0,13 g/100g; daging kelapa muda 0,28 g/100g; daging kelapa tua 0,12 g/100g. Kadar NPN pada sampel segar adalah: air kelapa muda 0,008 g/100g; air kelapa tua 0,004 g/100g; daging kelapa muda 0,103 g/100g; daging kelapa tua 0,117 g/100g. Kadar protein murni pada sampel kering adalah: air kelapa muda 1,22 g/100g; air kelapa tua 0,44 g/100g; daging kelapa muda 2,66 g/100g, daging kelapa tua 2,22 g/100g. Kadar protein murni pada sampel segar adalah: air kelapa muda 0,056 g/100g; air kelapa tua 0,011 g/100g; daging kelapa muda 0,981 g/100g; daging kelapa tua 2,109 g/100g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein total dan NPN pada air dan daging buah kelapa muda lebih tinggi daripada kadar pada air dan daging buah kelapa tua.

(7)

ANALYSIS OF TOTAL PROTEIN AND NON PROTEIN NITROGEN IN COCONUT WATER AND MEAT (Cocos nucifera L.)

BY USING KJELDAHL METHOD

ABSTRACT

In Indonesia, coconut palm is one of the big contributors for the economy of the people and nation. As food, coconut water and coconut meat contain some nutrients such as carbohydrates, fats, and also proteins. During maturation, changes in protein content of coconut water and coconut meat may happen.

The purpose of this study was to determine the concentration of total protein and non protein nitrogen (NPN) in coconut water and coconut meat, and their changes in young and mature coconuts.

In this study, the samples used were young and mature coconuts which were obtained from a villager’s garden located at Desa Saintis, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Medan. Total protein and NPN determination were done for coconut water and coconut meat by using Kjeldahl method which is a simple method for total nitrogen determination in protein and other nitrogenous compounds.

The results show that the total protein contents in dry samples are: young coconut water 2.19 g/100g; mature coconut water 1.13 g/100g; young coconut meat 4.14 g/100g; mature coconut meat 2.87 g/100g. Total protein contents in fresh samples are: young coconut water 0.102 g/100g; mature coconut water 0.028 g/100g; young coconut meat 1.529 g/100g; mature coconut meat 2.725 g/100g. NPN contents in dry samples are: young coconut water 0.18 g/100g; mature coconut water 0.13 g/100g; young coconut meat 0.28 g/100g; mature coconut meat 0.12 g/100g. NPN contents in fresh samples are: young coconut water 0.008 g/100g; mature coconut water 0.004 g/100g; young coconut meat 0.103 g/100g; mature coconut meat 0.117 g/100g. True protein contents in dry samples are: young coconut water 1.22 g/100g; mature coconut water 0.44 g/100g; young coconut meat 2.66 g/100g, mature coconut meat 2.22 g/100g. True protein contents in fresh samples are: young coconut water 0.056 g/100g; mature coconut water 0.011 g/100g; young coconut meat 0.981 g/100g; mature coconut meat 2.109 g/100g. The results show that total protein and NPN contents in young coconut water and meat are higher than in mature coconut water and meat.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Hipotesis Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Protein ... 6

2.1.1 Asam Amino ... 7

2.1.2 Struktur Protein ... 8

2.1.3 Denaturasi Protein ... 10

(9)

2.1.5 Sumber Protein ... 15

2.1.6 Fungsi Protein ... 16

2.2 Non Protein Nitrogen ... 18

2.3 Pencernaan dan Metabolisme Protein ... 18

2.4 Penyakit Gizi yang berhubungan dengan Protein ... 20

2.4.1 Akibat Kekurangan Protein ... 20

2.4.2 Akibat Kelebihan Protein ... 22

2.5 Analisis Protein ... 22

2.5.1 Metode Kjeldahl ... 23

2.5.2 Metode Spektrofotometri ... 27

2.5.3 Metode Titrasi Formol ... 32

2.5.4 Metode Dumas ... 32

2.6 Kelapa (Cocos nucifera L.) ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Alat-Alat ... 37

3.2 Bahan-Bahan ... 37

3.3 Prosedur Penelitian ... 38

3.3.1 Pengambilan Sampel ... 38

3.3.2 Preparasi Sampel ... 38

3.3.2.1 Air Kelapa Muda ... 38

3.3.2.2 Air Kelapa Tua ... 39

3.3.2.3 Daging Kelapa Muda ... 39

3.3.2.4 Daging Kelapa Tua ... 39

3.3.3 Pembuatan Pereaksi ... 40

(10)

3.3.5 Penentuan Kadar N-Total dan Protein Total ... 41

3.3.6 Pemisahan Protein dari Non Protein Nitrogen ... 42

3.3.7 Penentuan Kadar N-Protein dan Protein Murni ... 43

3.3.8 Penentuan Kadar Non Protein Nitrogen ... 44

3.3.9 Analisis Data secara Statistik ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 46

4.1 Hasil Identifikasi Sampel ... 46

4.2 Hasil Organoleptis terhadap Buah Kelapa, Air Kelapa, Daging Kelapa Muda dan Tua ... 46

4.3 Kadar Protein Total, Protein Murni, dan Non Protein Nitrogen dalam Sampel ... 46

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1 Kesimpulan ... 52

5.2 Saran ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Klasifikasi Asam Amino ... 8 2.2 Faktor Konversi untuk Berbagai Macam Bahan ... 27 4.1 Kadar N-Total, N-Protein, Protein Total, Protein Murni, dan Non Protein

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Struktur Dasar Asam Amino ... 7

2.2 Struktur Primer, Sekunder, Tersier, dan Kuaterner Protein ... 10

2.3 Alat Dekstruksi ... 24

2.4 Alat Destilasi ... 25

2.5 Reaksi Protein dengan Pereaksi Biuret ... 29

2.6 Reaksi Protein dengan Pereaksi Lowry ... 30

2.7 Reaksi Protein dengan Pereaksi Bradford ... 31

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Sampel yang digunakan ... 58

2. Surat Hasil Identifikasi Sampel ... 59

3. Surat Keterangan Laboratorium ... 60

4. Skema Prosedur Preparasi Sampel Air Kelapa Muda ... 61

5. Skema Prosedur Preparasi Sampel Air Kelapa Tua ... 62

6. Skema Prosedur Preparasi Sampel Daging Kelapa Muda ... 63

7. Skema Prosedur Preparasi Sampel Daging Kelapa Tua ... 64

8. Skema Prosedur Analisis Kadar Protein Total secara Kjeldahl ... 65

9. Skema Prosedur Pengerjaan Blanko ... 66

10. Skema Prosedur Analisis Kadar Protein Murni secara Kjeldahl ... 67

11. Contoh Perhitungan untuk Penimbangan Campuran Pasir Kuarsa dan Air Kelapa Muda Kering ... 68

12. Contoh Perhitungan untuk Penimbangan Campuran Pasir Kuarsa dan Air Kelapa Tua Kering ... 69

13. Data Perhitungan Pembakuan Larutan Standar NaOH 0,02 N ... 70

14. Contoh Perhitungan Kadar N-Total pada Sampel Kering ... 71

15. Contoh Perhitungan Kadar N-Protein pada Sampel Kering ... 72

16. Contoh Perhitungan Kadar Protein Total pada Sampel Kering ... 73

17. Contoh Perhitungan Kadar Protein Murni pada Sampel Kering ... 74

18. Contoh Perhitungan Kadar N-Total dan Protein Total pada Air Kelapa Muda Segar ... 75

(14)

20. Contoh Perhitungan Kadar N-Total dan Protein Total pada Daging Kelapa

Muda Segar ... 77

21. Contoh Perhitungan Kadar N-Total dan Protein Total pada Daging Kelapa Muda Segar ... 78

22. Contoh Perhitungan Kadar N-Protein dan Protein Murni pada Air Kelapa Muda Segar ... 79

23. Contoh Perhitungan Kadar N-Protein dan Protein Murni pada Air Kelapa Tua Segar ... 80

24. Contoh Perhitungan Kadar N-Protein dan Protein Murni pada Daging Kelapa Muda Segar ... 81

25. Contoh Perhitungan Kadar N-Protein dan Protein Murni pada Daging Kelapa Tua Segar ... 82

26. Hasil Penetapan Kadar N-Total pada Sampel ... 83

27. Hasil Penetapan Kadar N-Protein pada Sampel ... 86

28. Hasil Penetapan Kadar Protein Total pada Sampel ... 87

29. Hasil Penetapan Kadar Protein Murni pada Sampel ... 89

30. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Total Sebenarnya pada Air Kelapa Muda Kering ... 91

31. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Total Sebenarnya pada Air Kelapa Muda Segar ... 93

32. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Total Sebenarnya pada Air Kelapa Tua Kering ... 95

33. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Total Sebenarnya pada Air Kelapa Tua Segar ... 97

34. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Total Sebenarnya pada Daging Kelapa Muda Kering ... 99

35. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Total Sebenarnya pada Daging Kelapa Muda Segar ... 101

(15)

37. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Total Sebenarnya

pada Daging Kelapa Tua Segar ... 105

38. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Protein Sebenarnya pada Air Kelapa Muda Kering ... 107

39. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Protein Sebenarnya pada Air Kelapa Muda Segar ... 109

40. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Protein Sebenarnya pada Air Kelapa Tua Kering ... 111

41. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Protein Sebenarnya pada Air Kelapa Tua Segar ... 113

42. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Protein Sebenarnya pada Daging Kelapa Muda Kering ... 115

43. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Protein Sebenarnya pada Daging Kelapa Muda Segar ... 117

44. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Protein Sebenarnya pada Daging Kelapa Tua Kering ... 119

45. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar N-Protein Sebenarnya pada Daging Kelapa Tua Segar ... 121

46. Perhitungan Kadar NPN pada Sampel Kering ... 123

47. Perhitungan Kadar NPN pada Sampel Segar ... 125

48. Hasil Kadar N-Total, N-Protein, dan NPN pada Sampel ... 127

49. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Total Sebenarnya pada Air Kelapa Muda Kering ... 128

50. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Total Sebenarnya pada Air Kelapa Muda Segar ... 130

51. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Total Sebenarnya pada Air Kelapa Tua Kering ... 132

52. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Total Sebenarnya pada Air Kelapa Tua Segar ... 134

(16)

54. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Total Sebenarnya pada Daging Kelapa Muda Segar ... 138

55. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Total Sebenarnya pada Daging Kelapa Tua Kering ... 140

56. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Total Sebenarnya pada Daging Kelapa Tua Segar ... 142

57. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Murni Sebenarnya pada Air Kelapa Muda Kering ... 144

58. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Murni Sebenarnya pada Air Kelapa Muda Segar ... 146 59. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Murni

Sebenarnya pada Air Kelapa Tua Kering ... 148 60. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Murni

Sebenarnya pada Air Kelapa Tua Segar ... 150 61. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Murni

Sebenarnya pada Daging Kelapa Muda Kering ... 152 62. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Murni

Sebenarnya pada Daging Kelapa Muda Segar ... 154 63. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Murni

Sebenarnya pada Daging Kelapa Tua Kering ... 156 64. Perhitungan Analisis Statistik Uji T untuk mencari Kadar Protein Murni

Sebenarnya pada Daging Kelapa Tua Segar ... 158 65. Perhitungan Kadar NPN terhadap N-Total Sampel ... 160

66. Hasil Kadar Protein Total, Protein Murni, dan NPN terhadap N-Total pada Bahan Sampel ... 162

67. Tabel Nilai Distribusi t ... 163 68. Tabel Nilai Distribusi F ... 164

69. Data Statistik Uji T Independen Kadar Protein Total pada Air Kelapa Muda dan Air Kelapa Tua Kering ... 165

(17)

71. Data Statistik Uji T Independen Kadar Protein Total pada Daging Kelapa Muda dan Daging Kelapa Tua Kering ... 167

72. Data Statistik Uji T Independen Kadar Protein Murni pada Daging Kelapa Muda dan Daging Kelapa Tua Kering ... 168

73. Data Statistik Uji T Independen Kadar Protein Total pada Air Kelapa Muda dan Air Kelapa Tua Segar ... 169

74. Data Statistik Uji T Independen Kadar Protein Murni pada Air Kelapa Muda dan Air Kelapa Tua Segar ... 170

75. Data Statistik Uji T Independen Kadar Protein Total pada Daging Kelapa Muda dan Daging Kelapa Tua Segar ... 171 76. Data Statistik Uji T Independen Kadar Protein Murni pada Daging Kelapa

(18)

ANALISIS KADAR PROTEIN TOTAL DAN NON PROTEIN NITROGEN PADA AIR DAN DAGING BUAH KELAPA (Cocos nucifera L.)

DENGAN METODE KJELDAHL

ABSTRAK

Di Indonesia, tanaman kelapa merupakan salah satu penyumbang besar bagi ekonomi rakyat dan negara. Sebagai bahan makanan, air dan daging buah kelapa mempunyai beberapa kandungan zat gizi seperti karbohidrat, lemak, dan juga protein. Selama proses pematangan, protein yang terkandung dalam air dan daging buah kelapa dapat mengalami perubahan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar protein total dan non protein nitrogen (NPN) pada air dan daging buah kelapa dan perubahan kadarnya pada buah kelapa muda dan tua.

Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah buah kelapa muda dan tua yang diperoleh dari perkebunan rakyat yang terletak di Desa Saintis, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Medan. Penetapan kadar protein total dan NPN dilakukan pada air dan daging buah kelapa dengan menggunakan metode Kjeldahl yang merupakan metode sederhana untuk penetapan nitrogen total pada protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.

Hasil penelitian menunjukkan kadar protein total yang diperoleh pada sampel kering adalah: air kelapa muda 2,19 g/100g; air kelapa tua 1,13 g/100g; daging kelapa muda 4,14 g/100g; daging kelapa tua 2,87 g/100g. Kadar protein total pada sampel segar adalah: air kelapa muda 0,102 g/100g; air kelapa tua 0,028 g/100g; daging kelapa muda 1,529 g/100g; daging kelapa tua 2,725 g/100g. Kadar NPN pada sampel kering adalah: air kelapa muda 0,18 g/100g; air kelapa tua 0,13 g/100g; daging kelapa muda 0,28 g/100g; daging kelapa tua 0,12 g/100g. Kadar NPN pada sampel segar adalah: air kelapa muda 0,008 g/100g; air kelapa tua 0,004 g/100g; daging kelapa muda 0,103 g/100g; daging kelapa tua 0,117 g/100g. Kadar protein murni pada sampel kering adalah: air kelapa muda 1,22 g/100g; air kelapa tua 0,44 g/100g; daging kelapa muda 2,66 g/100g, daging kelapa tua 2,22 g/100g. Kadar protein murni pada sampel segar adalah: air kelapa muda 0,056 g/100g; air kelapa tua 0,011 g/100g; daging kelapa muda 0,981 g/100g; daging kelapa tua 2,109 g/100g. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein total dan NPN pada air dan daging buah kelapa muda lebih tinggi daripada kadar pada air dan daging buah kelapa tua.

(19)

ANALYSIS OF TOTAL PROTEIN AND NON PROTEIN NITROGEN IN COCONUT WATER AND MEAT (Cocos nucifera L.)

BY USING KJELDAHL METHOD

ABSTRACT

In Indonesia, coconut palm is one of the big contributors for the economy of the people and nation. As food, coconut water and coconut meat contain some nutrients such as carbohydrates, fats, and also proteins. During maturation, changes in protein content of coconut water and coconut meat may happen.

The purpose of this study was to determine the concentration of total protein and non protein nitrogen (NPN) in coconut water and coconut meat, and their changes in young and mature coconuts.

In this study, the samples used were young and mature coconuts which were obtained from a villager’s garden located at Desa Saintis, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Medan. Total protein and NPN determination were done for coconut water and coconut meat by using Kjeldahl method which is a simple method for total nitrogen determination in protein and other nitrogenous compounds.

The results show that the total protein contents in dry samples are: young coconut water 2.19 g/100g; mature coconut water 1.13 g/100g; young coconut meat 4.14 g/100g; mature coconut meat 2.87 g/100g. Total protein contents in fresh samples are: young coconut water 0.102 g/100g; mature coconut water 0.028 g/100g; young coconut meat 1.529 g/100g; mature coconut meat 2.725 g/100g. NPN contents in dry samples are: young coconut water 0.18 g/100g; mature coconut water 0.13 g/100g; young coconut meat 0.28 g/100g; mature coconut meat 0.12 g/100g. NPN contents in fresh samples are: young coconut water 0.008 g/100g; mature coconut water 0.004 g/100g; young coconut meat 0.103 g/100g; mature coconut meat 0.117 g/100g. True protein contents in dry samples are: young coconut water 1.22 g/100g; mature coconut water 0.44 g/100g; young coconut meat 2.66 g/100g, mature coconut meat 2.22 g/100g. True protein contents in fresh samples are: young coconut water 0.056 g/100g; mature coconut water 0.011 g/100g; young coconut meat 0.981 g/100g; mature coconut meat 2.109 g/100g. The results show that total protein and NPN contents in young coconut water and meat are higher than in mature coconut water and meat.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Di Indonesia, tanaman kelapa merupakan salah satu penyumbang besar bagi perekonomian rakyat dan negara. Menurut Warisno (2007), kelapa

merupakan tumbuhan asli daerah tropis, yakni daerah yang terletak di sepanjang garis khatulistiwa. Di daerah-daerah tropis tersebut, tanaman kelapa banyak

tumbuh dan dibudidayakan oleh sebagian besar petani. Di wilayah Indonesia, tanaman kelapa dapat ditemukan hampir di seluruh provinsi, dari daerah pantai yang datar sampai ke daerah pegunungan yang agak tinggi.

Semua bagian buah kelapa, mulai dari kulit luar hingga daging buah memiliki kegunaan tertentu. Sebagai bahan makanan, daging buah kelapa memiliki nilai gizi yang cukup tinggi. Adapun kandungan zat-zat gizi berbeda

dalam kelapa muda maupun kelapa tua (Warisno, 2007). Zat-zat gizi yang dikandung dalam buah kelapa mempunyai peran dan fungsi yang sama dengan

gizi bahan makanan lainnya. Ada enam macam zat gizi yang harus dikandung dalam makanan, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin-vitamin, garam mineral, dan air (Rukmana, 2007).

Air kelapa adalah cairan buah yang terdapat dalam bagian buah kelapa. Adapun komponen utamanya adalah air, kalium, sejumlah kecil karbohidrat,

(21)

dari asam-asam amino yang lengkap yaitu sebanyak 17 macam asam amino.

Bahkan, persentase beberapa macam asam amino yang meliputi arginin, alanin, sistin, dan serin, ternyata lebih tinggi daripada asam-asam amino yang sama

dalam susu sapi (Pambayun, 2006). Meskipun kandungan protein dalam air kelapa sedikit, tetapi protein pada air kelapa dapat diabsorbsi secara langsung oleh tubuh (Tietze, dkk., 2006). Menurut Khomsan (2009), komposisi zat gizi yang terdapat

dalam daging kelapa adalah protein, lemak, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, asam askorbat, dan air.

Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Tidak seperti bahan makronutrien lain (lemak dan karbohidrat), protein ini berperan lebih penting dalam pembentukan biomolekul daripada sebagai sumber energi.

(Sudarmadji, dkk., 1989). Molekul protein tersusun dari satuan-satuan dasar kimia yaitu asam amino (Suhardjo dan Kusharto, 1992). Pentingnya gizi utama dari protein adalah fakta bahwa protein merupakan sumber utama dari asam amino

esensial. Asam amino esensial harus disediakan dalam diet baik sebagai asam amino bebas ataupun sebagai komponen dari protein makanan. Telah banyak

diketahui bahwa protein berbeda dalam nilai gizinya dikarenakan perbedaan pada komposisi asam amino, daya cerna, dan ketersediaan dari protein yang telah dicerna (Jeon dan Ikins, 1994).

Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan. Kadar

(22)

N bukan protein misalnya urea, asam nukleat, ammonia, nitrat, nitrit, asam amino,

amida, purin, dan pirimidin (Sudarmadji, dkk., 1989).

Perubahan kandungan dan komposisi kimia dari kelapa selama proses

pematangan telah banyak dilaporkan. Vigliar, dkk. (2006) melaporkan perubahan beberapa komposisi kimia pada air kelapa seperti mineral, glukosa, dan protein pada empat buah kelapa yang berumur enam sampai sembilan bulan. Dari hasil

analisis kadar protein diperoleh bahwa kadar semakin menurun yaitu dari 9,5 g/L pada umur enam bulan hingga mencapai 6 g/L pada umur sembilan bulan.

Assa, dkk. (2010) juga telah melaporkan perubahan kadar protein pada empat varietas kelapa yaitu West African Tall (WAT), Malayan Yellow Dwarf (MYD), Equatorial Guinea Green Dwarf (EGD), dan Improved PB121 Hybrid

(PB121+) yang masing-masing diambil pada umur 5, 7, 9, 11, 13, dan 14 bulan. Hasil studi menunjukkan kadar protein pada daging kelapa meningkat pada bulan ke-7 yaitu 10,68 g/100g (WAT), 10,51 g/100g (MYD), 10,42 g/100g (EGD), dan

12,86 g/100g (PB121+) namun semakin menurun pada bulan ke-9 hingga ke-14 yaitu 6,78 g/100g (WAT), 7,2 g/100g (MYD), 6,12 g/100g (EGD), dan 6,57

g/100g (PB121+). Meskipun demikian studi mengenai perubahan kandungan protein dan NPN dalam air dan daging buah kelapa selama proses pematangan masih sedikit.

Berdasarkan hal di atas, peneliti melakukan penelitian untuk mengetahui perubahan kadar protein total dan NPN dalam air dan daging buah kelapa muda

(23)

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Berapakah kadar protein total pada air dan daging buah kelapa? 2. Berapakan kadar NPN pada air dan daging buah kelapa?

3. Bagaimanakah perubahan kadar protein total dan NPN pada air dan daging

buah kelapa muda dan tua?

1.3Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kadar protein total pada air buah kelapa lebih kecil daripada kadar protein total pada daging buah kelapa.

2. Kadar NPN pada air buah kelapa lebih kecil daripada kadar NPN pada daging buah kelapa.

3. Kadar protein total dan NPN pada air dan daging buah kelapa muda lebih

tinggi daripada kadar protein total dan NPN pada air dan daging buah kelapa tua.

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui kadar protein total dan NPN pada air dan daging buah

kelapa.

(24)

1.5Manfaat Penelitian

Sebagai informasi tentang kandungan protein air dan daging buah kelapa serta gambaran dasar tentang perubahan protein total dan NPN di dalam air dan

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Protein

Nutrisi adalah senyawa kimia, makanan manusia membutuhkan lebih dari 40 nutrisi yang berbeda bagi kesehatannya. Nutrisi tersebut dibagi dalam lima

kelompok utama yaitu protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Manusia harus mendapatkan nutrien yang dibutuhkan tubuh, salah satunya protein yang

memiliki peranan penting dalam pertumbuhan (Sibagariang, 2010).

Nama protein berasal dari kata Yunani protebos, yang artinya “yang pertama” atau “yang terpenting”. Molekul protein mengandung unsur-unsur C, H,

O, dan unsur khusus yang terdapat di dalam protein dan tidak terdapat di dalam molekul karbohidrat dan lemak ialah nitrogen (N) (Sediaoetama, 2010). Protein juga dapat mengandung unsur sulfur, fosfor, dan unsur logam seperti seng, besi,

dan tembaga (Roe, 1979).

Protein pada buah dan sayuran, sama seperti polisakarida, dibentuk dari

senyawa-senyawa yang lebih sederhana yaitu asam amino, sama halnya dengan polisakarida yang selalu diikuti dengan senyawa monosakarida, asam amino dan senyawa nitrogen sederhana lain juga selalu muncul dan berhubungan dengan

protein (Duckworth, 1966).

Pentingnya gizi utama dari protein adalah fakta bahwa protein merupakan

(26)

dikarenakan perbedaan pada komposisi asam amino, daya cerna, dan ketersediaan

dari protein yang telah dicerna (Jeon dan Ikins, 1994). Agar dapat diserap, protein harus dipecah menjadi asam amino atau peptida kecil (produk hasil pencernaan

protein yang tersusun dari dua atau tiga asam amino) (Eschleman, 1984).

2.1.1 Asam Amino

Protein tersusun atas unit-unit individual asam-asam amino. Setiap asam

amino memiliki gugus amin (NH2) pada salah satu dari atom karbon pusat dan

sisi lainnya merupakan gugus asam (COOH). Di dalam makanan ada 20 jenis

asam amino yang berbeda, masing-masing memiliki struktur dasar yang sama, yang membedakan hanyalah gugus R pada salah satu sisinya (Forsythe, 1995). Jika R adalah hidrogen, maka asam amino tersebut adalah glisin, jika R adalah

gugus metil (-CH3), maka asam amino tersebut adalah alanin (Wardlaw, dkk.,

2004). Struktur dasar asam amino dapat dilihat pada Gambar 2.1. H

NH2 -C- COOH

R

Gambar 2.1 Struktur Dasar Asam Amino (Forysthe, 1995)

Tubuh memerlukan 20 jenis asam amino yang terdiri dari 11 asam amino non-esensial dan 9 asam amino esensial. Asam amino non-esensial adalah asam

amino yang dapat disintesis tubuh yang sehat dalam jumlah yang cukup, sedangkan asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat disintesis

(27)

sehingga sistin dan tirosin harus dibentuk melalui asam amino esensial atau

langsung diperoleh dalam makanan. Oleh karena itu, sistin dan tirosin disebut sebagai asam amino semi-esensial. Dalam beberapa status kesehatan seperti pada

bayi atau orang dewasa dengan luka trauma, asam amino lain juga dapat digolongkan sebagai asam amino esensial (Wardlaw, dkk., 2004). Klasifikasi asam amino dapat dilihat pada tabel 2.1. berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Asam Amino

Asam Amino Esensial Asam Amino Semi Esensial

Asam Amino Non-Esensial Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Treonin Triptofan Valin Arginin Sistin Glutamin Glisin Prolin Tirosin Alanin Asparagin Asam aspartat Asam glutamat Serin

Sumber: Wardlaw, dkk. (2004).

2.1.2 Struktur Protein

Dalam molekul protein, asam-asam amino saling dirangkaikan melalui reaksi gugus karboksil asam amino yang satu dengan gugus amino dari asam

amino yang lain, sehingga terjadi ikatan yang disebut ikatan peptida. Ikatan peptida ini merupakan ikatan tingkat primer. Dua molekul asam amino yang saling diikatkan dengan cara demikian disebut ikatan dipeptida. Bila tiga molekul

asam amino, disebut tripeptida dan bila lebih banyak lagi disebut polipeptida. Polipeptida yang hanya terdiri dari beberapa molekul asam amino disebut

(28)

Di dalam gugus sisa molekul R, mungkin terdapat gugus reaktif lain yang

dapat saling mengikat, seperti gugus karboksil pada asam amino yang bersifat asam, gugus amino pada asam amino yang bersifat basa, dan gugus sulfihidril

(SH) pada asam amino sulfur (metionin, sistein). Gugus reaktif ini jika saling bereaksi membentuk struktur melilit seperti selenoid (perspiral). Gaya-gaya ikatan jenis kedua ini menimbulkan struktur sekunder pada molekul polipeptida, yang

berbentuk gelang, cincin atau melilit seperti selenoid. Jadi setelah terjadi struktur primer dalam bentuk rantai panjang polipeptida, ikatan-ikatan sekunder

menimbulkan struktur tambahan yang diberi nama struktur sekunder (Sediaoetama, 2010).

Disamping gaya sekunder, terdapat lagi gaya-gaya tersier yang disebabkan

oleh gugus reaktif yang lebih lemah, yaitu gugus yang mengandung muatan listrik dan gaya tarik Vanderwaals. Gaya-gaya tingkat tiga ini dapat menyebabkan lagi tambahan bentuk stereometrik di dalam ruang, sehingga molekul polipeptida

mendapat bentuk yang lebih kompleks lagi dalam ruang, misalnya bentuk global (bola), bentuk lonjong, dan bentuk stereometrik lainnya. Gaya-gaya terakhir ini

disebut gaya tingkat tiga dan menyebabkan struktur protein tingkat tiga (Sediaoetama, 2010).

Struktur kuaterner adalah istilah yang dipakai untuk protein yang

mengandung dua atau lebih rantai polipeptida, dan mengacu pada cara rantai-rantai tersebut yang saling bertautan. Faktor utama yang menstabilkan struktur

(29)

2.1.3 Denaturasi Protein

Denaturasi protein terjadi akibat perubahan pada struktur sekunder, tersier,

dan kuaterner protein tanpa perubahan pada struktur primer. Denaturasi mengubah sifat-sifat dari protein seperti hilangnya aktivitas enzim. Kebanyakan protein makanan dikonsumsi dalam keadaan terdenaturasi. Denaturasi protein dapat

diinginkan maupun tidak tergantung pada keadaannya. Denaturasi meningkatkan daya cerna dari suatu protein, terkadang pula membuat makanan menjadi lebih

lezat (Ustunol, 2015). Denaturasi dapat terjadi secara parsial atau sempurna, dapat pula bersifat reversibel maupun irreversibel (Brown dan Rogers, 1981).

Menurut Brown dan Rogers (1981), penyebab denaturasi protein adalah

sebagai berikut:

Sturktur Protein

Sturktur tersier

Sturktur kuaterner Sturktur sekunder

Struktur primer

(30)

1. Pemanasan. Kebanyakan protein globular mengalami denaturasi ketika

dipanaskan pada suhu diatas 50-60°C. Contohnya, pendidihan atau penggorengan telur menyebabkan protein pada putih telur mengalami

denaturasi dan membentuk massa yang tidak larut.

2. Perubahan pH yang drastis. Penambahan asam atau basa pekat pada larutan protein menyebabkan perubahan sifat rantai samping yang dapat terionisasi

dan menganggu interaksi ion atau garam. Contohnya, dalam uji kimia tertentu penghilangan protein perlu dilakukan, hal ini dapat dilakukan dengan

penambahan asam trikloroasetat (asam organik kuat) untuk mendenaturasi dan mengendapkan protein yang ada.

3. Deterjen. Penambahan natrium dodesilsulfat pada larutan protein dapat

menyebabkan konformasi protein terbuka dan memaparkan rantai samping nonpolar protein. Rantai samping ini kemudian distabilkan oleh interaksi hidrofobik dengan rantai panjang hidrofobik dari deterjen.

4. Pelarut organik seperti alkohol, aseton atau eter. Pelarut-pelarut ini dapat menganggu ikatan hidrogen dari protein.

5. Perlakuan mekanis. Kebanyakan protein globular dalam larutan mengalami denaturasi ketika diaduk atau dikocok dengan kuat. Contohnya, pengocokan putih telur untuk membuat krim.

6. Urea dan guanidin hidroklorida. Pereaksi ini menyebabkan gangguan pada ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik protein.

2.1.4 Klasifikasi Protein

(31)

sederhana (simple protein), protein derivat (derivative protein), dan protein

konjugasi (conjugated protein). Protein sederhana adalah protein yang bila dihidrolisis hanya menghasilkan asam-asam amino. Protein derivat merupakan

produk antara (intermediate product) sebagai hasil hidrolisis parsial protein (albumosa, pepton, dan sebagainya) (Sediaoetama, 2010). Protein konjugasi adalah protein sederhana yang terikat dengan gugus lain yang bukan asam amino.

Gugus tersebut dinamakan gugus prostetik contohnya nukleoprotein (kombinasi protein dengan asam nukleat dan mengandung 9-10% fosfat), lipoprotein (protein

larut air yang berkonjugasi dengan lipid, seperti lesitin dan kolesterol), fosfoprotein (protein yang terikat melalui ikatan ester dengan asam fosfat seperti pada kasein dalam susu), metaloprotein (protein yang terikat dengan mineral,

seperti feritin dan hemosiderin dimana mineralnya adalah zat besi, tembaga, dan seng). Bentuk protein konjugasi lain adalah hemoprotein dan flavoprotein (Almatsier, 2004).

Berdasarkan macam asam amino yang membentuknya, protein dapat digolongkan menjadi protein sempurna (complete protein), protein tidak sempurna

(incomplete protein), dan protein kurang sempurna (partially complete protein). Protein sempurna adalah protein yang mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap baik dalam macam maupun jumlahnya, sehingga dapat menjamin

pertumbuhan dan mempertahankan kehidupan jaringan yang ada, contohnya kasein dan albumin. Protein tidak sempurna adalah protein yang tidak

(32)

mengandung asam amino esensial yang lengkap, tetapi beberapa diantaranya

hanya sedikit, protein ini tidak dapat menjamin pertumbuhan, tetapi dapat mempertahankan kehidupan jaringan yang sudah ada, contohnya legumin dan

gliadin (Suhardjo dan Kusharto, 1992).

Berdasarkan bentuknya, protein digolongkan menjadi protein bentuk serabut (fibrous) dan protein globular. Protein bentuk serabut terdiri atas beberapa

rantai peptida berbentuk spiral yang terjalin satu sama lain sehingga menyerupai batang yang kaku. Karakteristik protein berbentuk serabut adalah rendahnya daya

larut, mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi, dan tahan terhadap enzim pencernaan. Protein ini terdapat dalam unsur-unsur struktur tubuh, contohnya kolagen, elastin, keratin, dan miosin. Protein globular adalah protein yang

berbentuk bola dan terdapat dalam cairan jaringan tubuh. Protein ini larut dalam larutan garam dan asam encer, mudah berubah di bawah pengaruh suhu, konsentrasi garam serta mudah mengalami denaturasi, contohnya albumin,

globulin, histon, dan protamin (Almatsier, 2004).

Menurut Sudarmadji, dkk. (1989), berdasarkan peranan protein dalam

jasad hidup, berbagai jenis protein dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Protein yang terdapat dalam plasma darah, cairan limfa, dan cairan tubuh yang lain. Protein dalam kelompok ini berperan sebagai bahan yang mengatur

tekanan osmosa cairan tubuh dan karena sifatnya sebagai senyawa dapar (buffer) maka protein ini juga menjaga kestabilan pH cairan tubuh. Protein

(33)

sebagai senyawa antibodi yang melindungi tubuh dari serangan bakteri dan

bahan asing lain.

2. Protein kontraksi, yaitu protein yang terdapat dalam jaringan otot dan sel

kontraksi. Dalam otot terdapat protein aktin yang dalam keadaan kontraksi akan terikat dengan protein miosin menjadi aktomiosin.

3. Protein pernafasan, yaitu kelompok protein yang berperan mengangkut

oksigen dari organ pernafasan ke jaringan-jaringan yang memerlukan oksigen contohnya hemoglobin.

4. Enzim, yaitu kelompok protein yang mengkatalisis reaksi-reaksi metabolisme jasad hidup.

5. Hormon, yaitu jenis protein yang dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar endokrin

yang kemudian diangkut oleh darah ke organ tubuh yang memerlukannya. 6. Protein persediaan makanan. Dalam jaringan hewan maupun tanaman,

terdapat protein tertentu yang ditimbun sebagai cadangan makanan. Pada

hewan yang bertelur (ovopar) protein persediaan ini terdapat dalam telur atau pada mamalia berupa susu, sedangkan pada tanaman terdapat dalam biji.

7. Protein inti sel atau nukleoprotein merupakan jenis protein yang terpenting dalam proses penerusan sifat-sifat keturunan yang terdapat dalam kromosom. 8. Senyawa musin dan mukoid, yaitu kelompok protein yang sangat kental dan

merupakan penyusun cairan tubuh. Senyawa protein ini terdapat dalam sekresi kelenjar ludah, dalam cairan pencernaan, pankreas dan usus, cairan kental

(34)

9. Kolagen, yaitu kelompok protein dalam jaringan pengikat misalnya dalam

tulang, tulang rawan, urat ligamen otot, dan kulit.

10.Keratin, yaitu kelompok protein yang tidak dapat larut dan sulit mengalami

hidrolisa misalnya dalam rambut, tanduk, kulit, dan kuku.

2.1.5 Sumber Protein

Protein dapat diperoleh baik dari sumber hewani maupun nabati. Pada

umumnya, makanan asal hewani mengandung lebih banyak protein dibandingkan dengan makanan asal nabati, walaupun beberapa sayuran seperti kedelai

mempunyai kandungan protein yang tinggi. Protein sayuran umumnya mempunyai nilai biologik (biological value = BV) lebih rendah dibandingkan protein hewani. Tetapi, dalam susunan makanan campuran, hal tersebut tidak

terlalu serius lagi, dan pada umumnya, protein nabati lebih menguntungkan karena lebih murah dibandingkan dengan protein hewani. Protein nabati yang mempunyai BV tinggi telah digunakan selama beberapa tahun dan dengan

demikian tidak biasa lagi dibedakan antara “protein kelas satu” asal hewani dan “protein kelas dua” asal nabati (Gaman dan Sherrington, 1981).

Sumber protein hewani dapat berbentuk daging dan organ dalam seperti hati, pankreas, ginjal, paru, jantung, dan jeroan. Susu dan telur termasuk pula sumber protein hewani berkualitas tinggi. Ikan, kerang-kerangan dan jenis udang

merupakan kelompok sumber protein yang baik, karena mengandung sedikit lemak (Sediaoetama, 2010).

(35)

2.1.6 Fungsi Protein

Protein dalam makanan dibutuhkan untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan perbaikan jaringan, sintesis enzim, pengangkutan zat gizi, dan sistem imun atau

mekanisme pertahanan tubuh (Roe, 1979).

Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharan jaringan. Tubuh manusia selalu berada dalam keadaan dinamik dimana sel-sel secara terus

menerus dipecah (katabolisme) dan diganti (anabolisme). Ketika jaringan protein dipecah, asam amino dilepaskan ke plasma dan digunakan kembali untuk

membentuk dan memperbaiki jaringan (Eschleman, 1984).

Sebagai zat-zat pengatur, protein mengatur proses-proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon. Proses metabolik (reaksi biokimiawi) diatur dan

dilangsungkan atas pengaturan enzim, sedangkan aktivitas enzim diatur lagi oleh hormon, agar terjadi hubungan yang harmonis antara proses metabolisme yang satu dengan yang lain (Sediaoetama, 2010).

Protein memegang peranan esensial dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna melalui dinding saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke

jaringan-jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel. Alat angkut protein ini dapat bertindak secara khusus, misalnya, protein pengikat-retinol yang hanya mengangkut vitamin A, atau dapat mengangkut beberapa jenis zat gizi seperti

mangan dan zat besi, yaitu transferin, atau mengangkut lipida dan bahan sejenis lipida yaitu lipoprotein. Bila kekurangan protein, menyebabkan gangguan pada

absorpsi dan transportasi zat-zat gizi (Almatsier, 2004).

(36)

menghancurkan benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh seperti virus,

bakteri, dan sel-sel asing lain. Protein mempunyai kemampuan untuk membedakan benda-benda yang menjadi anggota tubuh dengan benda-benda

asing. Protein pertahanan tubuh sekarang dikenal dengan immunoglobulin (Ig) (Budiyanto, 2004).

Cairan tubuh terdapat di dalam tiga kompartemen: intraselular (di dalam

sel), ekstraselular/ interselular (di antara sel), dan intravaskular (di dalam pembuluh darah). Kompartemen-kompartemen ini dipisahkan satu sama lain oleh

membran sel. Distribusi cairan di dalam kompartemen-kompartemen ini harus dijaga dalam keadaan seimbang atau homeostatis. Keseimbangan ini diperoleh melalui sistem kompleks yang melibatkan protein dan elektrolit. Penumpukan

cairan di dalam jaringan dinamakan edema dan merupakan tanda awal kekurangan protein (Almatsier, 2004).

Protein tubuh bertindak sebagai buffer, yaitu bereaksi dengan asam dan

basa untuk menjaga pH pada taraf konstan. Sebagian besar jaringan tubuh berfungsi dalam keadaan pH netral atau sedikit alkali (pH 7,35-7,45) (Almatsier,

2004).

Sebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat, karena menghasilkan 4 kkal/g protein. Namun, protein sebagai sumber energi relatif lebih

mahal, baik dalam harga maupun dalam jumlah energi yang dibutuhkan untuk metabolisme energi (Almatsier, 2004).

(37)

2.2 Non Protein Nitrogen

Dalam analisa bahan makanan dianggap bahwa semua nitrogen berasal dari protein merupakan suatu hal yang tidak benar. Unsur nitrogen ini di dalam

makanan mungkin berasal pula dari ikatan organik lain yang bukan jenis protein, misalnya urea dan berbagai ikatan amino yang terdapat dalam jaringan tumbuhan. Nitrogen yang berasal dari ikatan yang bukan protein, disebut non protein

nitrogen (NPN), sebagai lawan dari protein nitrogen (PN) (Sediaoetama, 2010). Pentingnya senyawa non protein nitrogen dalam makanan baru

diperhatikan beberapa tahun terakhir. Senyawa-senyawa ini termasuk asam amino, amin, amida, senyawa nitrogen kuarterner, purin, pirimidin, dan N-nitrosoamida. Senyawa-senyawa ini berperan dalam nilai gizi, rasa, warna

(terutama pada produk panggangan), dan sifat-sifat penting makanan lainnya. Senyawa-senyawa ini menyediakan sumber gizi dan faktor pertumbuhan yang penting dalam pembuatan bir dan fermentasi (Pomeranz dan Meloan, 1987).

Komponen asam amino dari NPN terdapat dalam bentuk asam amino bebas atau peptida dengan berat molekul rendah yang dapat dipisahkan dengan

filtrasi setelah dilakukan pengendapan protein dengan ATA, kalium ferrisianida, asam sulfosalisilat atau asetonitril (Jeon dan Ikins, 1994).

2.3 Pencernaan dan Metabolisme Protein

Dalam proses pencernaan, protein akan dipecah menjadi satuan-satuan dasar kimia, kemudian diserap dan dibawa oleh aliran darah ke seluruh tubuh, di

(38)

Di dalam rongga mulut, protein makanan belum mengalami proses

pencernaan. Baru di dalam lambung terdapat enzim pepsin dan HCl yang bekerjasama memecah protein makanan menjadi metabolit antara tingkat

polipeptida, yaitu peptide, albumosa, dan proteosa (Sediaoetama, 2010).

Pencernaan protein dilanjutkan di dalam usus halus oleh campuran enzim protease. Pankreas mengeluarkan cairan yang bersifat sedikit basa dan

mengandung berbagai prekursor protease seperti tripsinogen, kimotripsinogen, prokarboksipeptidase, dan proelastase. Enzim-enzim ini menghidrolisis ikatan

peptida tertentu. Sentuhan kimus terhadap mukosa usus halus merangsang dikeluarkannya enzim enterokinase yang mengubah tripsinogen tidak aktif menjadi tripsin aktif. Perubahan ini juga dilakukan oleh tripsin sendiri secara

otokatalitik. Di samping itu tripsin dapat mengaktifkan enzim-enzim proteolitik lain berasal dari pankreas. Kimotripsinogen diubah menjadi beberapa jenis kimotripsin aktif yaitu prokarboksipeptidase dan proelastase diubah menjadi

karboksipeptidase dan elastase aktif. Enzim-enzim pankreas ini memecah protein dari polipeptida menjadi peptida lebih pendek, yaitu tripeptida, dipeptida, dan

sebagian menjadi asam amino. Mukosa usus halus juga mengeluarkan enzim-enzim protease yang menghidrolisis ikatan peptida. Sebagian besar enzim-enzim mukosa usus halus ini bekerja di dalam sel (Almatsier, 2004).

Hidrolisis produk-produk lebih kecil dari hasil pencernaan protein dapat terjadi setelah memasuki sel-sel mukosa atau pada saat diangkut melalui dinding

(39)

dipeptidase yang memecah dipeptida tertentu dan membutuhkan mineral Co++ atau Mn++ untuk pekerjaannya. Enzim-enzim proteolitik yang ada dalam lambung dan usus halus pada akhirnya dapat mencernakan sebagian besar protein makanan

menjadi asam amino bebas (Almatsier, 2004).

Selanjutnya asam amino diabsorpsi, asam amino akan terdeposito di dalam hati atau otot di dalam kantong asam amino untuk dapat digunakan pada sintesis

protein dalam tubuh. Setelah selesai makan, tubuh dalam kondisi anabolik. Ini berarti bahwa tubuh telah siap untuk sintesis protein. Materi genetik dalam tubuh

yaitu Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) menyediakan “blueprint” untuk sintesis protein. DNA menyediakan informasi asam amino mana yang diperlukan dan urutan protein apa yang harus disintesis. Selama seluruh asam amino tersedia di

dalam kantungnya, sintesis protein akan terus berlangsung. Sangatlah penting bahwa semua asam amino tersedia dalam jumlah yang cukup ketika protein disintesis. Struktur dan fungsi dari setiap rantai protein tergantung pada urutan

daripada asam-asam aminonya (Forsythe, 1995).

2.4 Penyakit Gizi yang Berhubungan dengan Protein

2.4.1 Akibat Kekurangan Protein

Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor

pada anak-anak di bawah lima tahun (balita). Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang menyebabkan

(40)

Kwashiorkor dapat terjadi pada konsumsi energi yang cukup atau lebih.

Gejalanya adalah pertumbuhan terhambat, otot-otot berkurang dan melemah, edema, muka bulat seperti bulan (moonface) dan gangguan psikomotor. Edema

terutama pada perut, kaki, dan tangan merupakan cirri khas kwashiorkor dan kehadirannya erat berkaitan dengan albumin dalam serum. Anak apatis, tidak ada nafsu makan, tidak gembira, dan suka merengek. Kulit mengalami dipigmentasi,

kering, bersisik, pecah-pecah, dan dermatosis. Luka sukar sembuh. Rambut mengalami dipigmentasi, menjadi lurus, kusam, halus, dan mudah rontok (rambut

jagung). Hati membesar dan berlemak, sering disertai anemia dan xeroftalmia. Kwashiorkor pada orang dewasa jarang ditemukan (Almatsier, 2004).

Marasmus berasal dari kata Yunani yang berarti wasting/merusak.

Marasmus adalah penyakit kelaparan dan terdapat banyak di antara kelompok sosial ekonomi rendah di sebagian besar negara sedang berkembang dan lebih banyak daripada kwashiorkor. Gejalanya adalah pertumbuhan terhambat, lemak di

bawah kulit berkurang serta otot-otot berkurang dan melemah. Berat badan lebih banyak terpengaruh daripada ukuran kerangka, seperti panjang, lingkar kepala,

dan lingkar dada. Berkurangnya otot dan lemak dapat diketahui dari pengukuran lingkar lengan, lipatan kulit daerah bisep, trisep, scapula, dan umbilikal. Anak apatis dan terlihat seperti sudah tua, tidak ada edema, tetapi seperti pada

kwashiorkor kadang-kadang terjadi perubahan pada kulit, rambut, dan pembesaran hati (Almatsier, 2004).

(41)

lebih rentan terhadap serangan berbagai penyakit infeksi. Penyakit-penyakit

infeksi yang sering dijumpai sebagai penyakit penyerta pada penderita KKP ialah: a. Penyakit infeksi saluran pernafasan, terutama bagian atas,

b. Penyakit infeksi saluran pencernaan, dengan gejala mencret-mencret dan c. Berbagai penyakit anak secara umum juga meningkat, baik dalam morbiditas

maupun dalam mortalitas.

Terapi untuk penderita defisiensi protein yang pertama harus ditanggulangi ialah gejala-gejala penyakit infeksi yang akut, seperti kejang-kejang, dehidrasi,

dan diare. Bila gejala-gejala akut sudah mulai dikuasai, baru dilakukan terapi spesifik terhadap infeksinya, sambil menanggulangi kondisi KKP-nya (Sediaoetama, 2010).

2.4.2 Akibat Kelebihan Protein

Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan

kelebihan nitrogen. Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amonia darah, kenaikan ureum darah, dan demam. Diet protein

tinggi yang sering dianjurkan untuk menurunkan berat badan kurang beralasan. Kelebihan protein dapat menimbulkan masalah, terutama pada bayi (Almatsier, 2004).

2.5 Analisis Protein

Analisis protein dapat dilakukan dengan dua cara yaitu 1) secara langsung

(42)

2.5.1 Metode Kjeldahl

Sejak abad ke-19, metode Kjeldahl telah dikenal dan diterima secara universal sebagai metode untuk analisis protein dalam berbagai variasi produk

makanan dan produk jadi (Rhee, 2005). Penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl merupakan metode tidak langsung yaitu melalui penetapan kadar N dalam bahan yang disebut protein kasar (Estiasih, dkk., 2012).

Prinsip metode Kjeldahl ini adalah senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen tersebut mengalami oksidasi dan dikonversi menjadi ammonia dan

bereaksi dengan asam pekat membentuk garam amonium. Kemudian ditambahkan basa untuk menetralisasi suasana reaksi dan kemudian didestilasi dengan asam dan dititrasi untuk mengatahui jumlah N yang dikonversi (Estiasih, dkk., 2012).

Tahapan kerja pada metode Kjeldahl dibagi tiga yaitu: a. Tahap Destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga

terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2, dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi

(NH4)SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator

berupa campuran Na2SO4 dan HgO (20:1). Ammonium sulfat yang terbentuk

dapat bereaksi dengan merkuri oksida membetuk senyawa kompleks, maka

sebelum proses destilasi Hg harus diendapkan lebih dahulu dengan K2S atau dengan tiosulfat agar senyawa kompleks merkuri-ammonia pecah menjadi

ammonium sulfat. Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4.

(43)

titik didih 3°C. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga

diberikan selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih. Penggunaan selenium lebih reaktif

dibandingkan merkuri dan kupri sulfat tetapi selenium mempunyai kelemahan yaitu karena sangat cepatnya oksidasi maka nitrogennya justru mungkin ikut hilang (Sudarmadji, dkk., 1989). Reaksi yang terjadi pada tahap dekstruksi adalah:

[image:43.595.219.408.283.417.2]

(CHON) + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4

Gambar 2.3 Alat Dekstruksi (Sudarmadji, dkk., 1989). b. Tahap Destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3)

dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi

tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar yang dipakai

dalam jumlah berlebihan. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam

(Sudarmadji, dkk., 1989). Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi adalah: (NH4)2SO4 + 2NaOH 2NH3 + Na2SO4 + 2H2O

(44)
[image:44.595.182.441.87.280.2]

Gambar 2.4 Alat Destilasi (Ranganna, 1986).

c. Tahap Titrasi

Larutan asam pada penampung destilat yang dapat digunakan adalah larutan standar asam kuat seperti asam sulfat atau larutan asam borat. Jika dipakai

larutan asam kuat standar maka titrasi yang dilakukan disebut titrasi kembali sedangkan jika dipakai larutan asam borat maka disebut titrasi tidak langsung

(Kenkel, 2003).

Pada metode titrasi kembali, larutan asam standar yang berlebihan setelah bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan larutan standar NaOH. Titrasi ini

disebut titrasi kembali karena jumlah asam yang bereaksi dengan ammonia tersedia dalam keadaan berlebih sehingga melewati titik ekuivalen reaksi. Oleh

karena itu, analis harus mengembalikan titik ekuivalen reaksi dengan titrasi menggunakan NaOH (Kenkel, 2003). Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi adalah sebagai berikut:

H2SO4 + 2NaOH Na2SO4 + 2H2O

Menurut Sudarmadji, dkk. (1989), kadar nitrogen dalam sampel dapat

(45)

% N =ml NaOH (blanko – sampel)

berat sampel (g) x 1000 x N NaOH x 14,008 x 100%

Pada metode titrasi tidak langsung menggunakan asam borat, ammonia

bereaksi dengan asam borat menghasilkan garam asam borat yang bersifat netral parsial. Garam tersebut dapat dititrasi dengan larutan asam standar. Jumlah larutan asam yang diperlukan adalah proporsional dengan jumlah ammonia yang bereaksi

dengan asam borat. Titrasi ini disebut titrasi tidak langsung karena ammonia ditentukan, bukan dititrasi. Ammonia ditentukan secara tidak langsung dengan

titrasi dari garam asam borat. Jika pada titrasi langsung, analit akan langsung bereaksi dengan pentiter. Konsentrasi asam borat pada penampung destilat tidak dimasukkan dalam perhitungan dan tidak perlu diketahui (Kenkel, 2003). Reaksi

yang terjadi adalah sebagai berikut:

NH3 + H3BO3 H2BO3- + NH4+

H2BO3- + H+ H3BO3

Menurut Sudarmadji, dkk. (1989), kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan rumus:

% N =ml HCl (sampel – blanko)

berat sampel (g) x 1000 x N NaOH x 14,008 x 100%

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar protein dengan

mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan

(46)
[image:46.595.113.510.91.396.2]

Tabel 2.2 Faktor Konversi untuk Berbagai Macam Bahan

Sumber protein Faktor Konversi

Produk hewani Gelatin

Telur dan daging Susu

5,55 6,25 6,38 Padi-padian dan sereal

Jali, jawawut, gandum, gandum hitam Beras

Jagung dan sorgum

5,83 5,95 6,25 Kacang-kacangan (legumes) Biji jarak Kacang tanah Kacang kedelai 5,30 5,46 5,71 Kacang-kacangan (nuts) Kacang almond

Kacang mete, kastanye, kelapa, kemiri, kacang pinus, kacang pistasi, dan kenari

5,18 5,30

Sumber: Jeon dan Ikins (1994).

Keuntungan menggunakan metode Kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan

untuk semua jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk pengerjaannya, akurat dan merupakan metode umum untuk penentuan kandungan protein kasar, dapat dimodifikasi sesuai kuantitas protein yang dianalisis. Adapun

kerugiannya adalah yang ditentukan adalah jumlah total nitrogen yang terdapat didalamnya bukan hanya nitrogen dari protein, waktu yang diperlukan relatif lebih

lama (minimal 2 jam untuk menyelesaikannya), presisi yang lemah, pereaksi yang digunakan korosif (Chang, 1998).

2.5.2 Metode Spektrofotometri

Penentuan kadar protein dengan menggunakan instrumen dibagi menjadi dua yaitu: 1) metode pengukuran langsung pada panjang gelombang 205 nm dan

(47)

1. Metode pengukuran langsung pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm

Absorbansi pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm digunakan untuk menghitung konsentrasi protein dengan terlebih dahulu distandarisasi dengan

protein standar. Metode ini dapat dengan mudah diaplikasikan dan sederhana, cocok untuk larutan protein yang telah dimurnikan. Penetapannya berdasarkan absorbansi sinar ultraviolet oleh asam amino triptopan, tirosin dan ikatan disulfida

sistein yang menyerap kuat pada panjang gelombang tersebut, terutama panjang gelombang 280 nm (Simonian, 2005).

Keuntungan metode ini adalah waktu yang diperlukan untuk analisis cepat, memiliki sensitifitas yang baik, tidak ada gangguan dari ion ammonium dan garam-garam buffer, larutan sampel masih dapat digunakan untuk analisis lain

selain analisis protein. Kerugian metode ini adalah asam nukleat juga memiliki absorbansi yang kuat pada panjang gelombang 280 nm, susunan asam amino aromatis dapat bervariasi untuk setiap sampel protein, larutan protein harus

benar-benar jernih dan tidak berwarna ataupun keruh (Chang, 1998). 2. Metode pembentukan warna dengan pereaksi tertentu

a. Pereaksi Biuret

Prinsip penetapan protein metode Biuret adalah pada kondisi basa, Cu2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptida (-CO-NH-) suatu protein

menghasilkan warna ungu, sehingga kadar protein sampel dapat ditetapkan dengan spektrofotometer (Estiasih, dkk., 2012).

(48)

merupakan pilihan yang baik untuk analisis protein karena memiliki kemurnian

yang tinggi, dan harganya tidak terlalu mahal. Selain itu, Bovine Gamma Globulin (BGG) juga merupakan pilihan yang baik bila akan digunakan untuk analisis

kadar protein immunoglobulin dalam tubuh, karena BGG memberikan warna dan kurva yang sangat mirip dengan Immunoglobulin G (Ig G). Asam amino tunggal dan dipeptida tidak akan memberikan reaksi dengan Biuret, akan tetapi tripeptida

dan polipeptida akan membentuk kompleks chelat. Satu ion Cu2+ akan bereaksi dengan empat sampai enam ikatan peptida (Krohn, 2005). Reaksi protein dengan

pereaksi Biuret dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Keuntungan dari metode ini adalah prosedur yang sederhana, tidak memerlukan biaya yang mahal, waktu yang digunakan relatif singkat, deviasi

warna sangat sedikit bila dibandingkan dengan Lowry, Bradford dan metode turbidimetri sehingga absorpsi warnanya relatif stabil, sangat sedikit senyawa yang berinteraksi dengan pereaksi Biuret, dan tidak mendeteksi nitrogen dari

sumber non-protein. Kerugiannya adalah kurang sensitif dibandingkan dengan Lowry, absorbansinya dapat dipengaruhi oleh asam empedu, konsentrasi garam

[image:48.595.123.498.333.554.2]

Protein + Cu2+

(49)

ammonium yang sangat tinggi, adanya variasi warna untuk beberapa protein

tertentu, bila bahan mengandung lemak dan karbohidrat yang sangat tinggi dapat menyebabkan larutan menjadi buram sehingga tidak dapat ditembus cahaya UV,

dan karena metode ini bukan merupakan metode absolut sehingga absorpsi warnanya perlu terlebih dahulu distandarisasi terhadap protein murni seperti Bovine Serum Albumin (BSA) (Chang, 1998).

b. Pereaksi Lowry

Pada tahun 1951, Oliver H. Lowry memperkenalkan penggunaan pereaksi

ini yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Biuret. Metode ini diakui cukup sensitif untuk menentukan konsentrasi total protein (Krohn, 2005). Metode Lowry menggabungkan reaksi biuret dengan reduksi reagen Folin-Ciocalteau

fenol (asam fosfomolibdat-fosfotungstat) oleh residu tirosin dan triptofan dalam protein. Warna kebiruan yang terbentuk dibaca pada panjang gelombang 750 nm (sensitivitas tinggi untuk konsentrasi protein tinggi) atau 500 nm (mempunyai

[image:49.595.127.511.528.722.2]

sensitivitas rendah untuk konsentrasi protein tinggi) (Chang, 1998). Reaksi protein dengan pereaksi Lowry dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Reaksi Protein dengan Pereaksi Lowry (Krohn, 2005) Ikatan

peptida

(50)

Keuntungan analisis dengan pereaksi ini adalah 50-100 kali lebih sensitif

daripada metode biuret, 10-20 kali lebih sensitif daripada metode absorpsi UV pada 280 nm, kurang terganggu oleh turbiditas sampel, lebih spesifik daripada

metode lainnya, sederhana, dapat diselesaikan dalam 1 – 1,5 jam. Kerugian analisis dengan pereaksi Lowry adalah variasi warnanya yang lebih banyak dibanding dengan pereaksi Biuret, warna yang terbentuk tidak secara tepat

menggambarkan konsentrasi protein, reaksinya sangat dipengaruhi oleh senyawa pengganggu seperti glukosa, lemak, garam buffer fosfat,

senyawa-senyawa yang mengandung amin, gula pereduksi, garam ammonium dalam konsentrasi tinggi dan senyawa sulfhidril (Chang, 1998).

c. Pereaksi Bradford

Pada tahun 1976, Marion Bradford memperkenalkan penggunaan pereaksi Coomassive Blue untuk penetapan secara kuantitatif konsentrasi total protein (Krohn, 2005). Coomasive Blue ini akan berikatan dengan protein, warna akan

berubah dari kemerahan menjadi kebiruan, dan absorpsi maksimum dari warna akan berubah dari 465 nm menjadi 595 nm (Chang, 1998). Reaksi protein dengan

pereaksi Bradford dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7. Reaksi Protein dengan Pereaksi Bradford (Krohn, 2005) Protein

[image:50.595.120.486.554.730.2]
(51)

Keuntungan analisis dengan pereaksi Bradford adalah cepat (reaksi hanya

berlangsung selama 2 menit), reprodusibel, sensitif, tidak mengalami gangguan oleh ammonium sulfat, polifenol, karbohidrat atau kation-kation seperti K+, Na+, dan Mg2+. Kerugiannya adalah analisis ini terganggu oleh adanya deterjen nonionik dan ionik, kompleks warna-protein dapat bereaksi dengan kuvet kuarsa (harus menggunakan kuvet kaca atau plastik), warna berbeda tergantung pada

jenis protein sehingga protein standar harus dipilih dengan hati-hati (Chang, 1998).

2.5.3 Metode Titrasi Formol

Larutan protein dinetralkan dengan basa (NaOH), kemudian ditambahkan formalin akan membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti

gugus aminonya sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksil) dengan basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan adala fenolftalein, akhir titrasi bila tepat terjadi

perubahan warna menjadi merah muda yang tidak hilang dalam 30 detik. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu proses terjadinya pemecahan

protein dan kurang tepat untuk penentuan protein (Sudarmadji, dkk., 1989).

2.5.4 Metode Dumas

Pada metode ini sampel dioksidasi pada suhu sangat tinggi (700-900°C).

Hasil oksidasi menghasilkan gas O2, N2 dan CO2. Gas nitrogen yang dilepaskan

dikuantitasi menggunakan kromatografi gas dengan detektor konduktivitas termal

(52)

Keuntungan metode ini adalah tidak memerlukan zat kimia berbahaya,

analisis dapat diselesaikan dalam waktu 3 menit, instrumen otomatis terbaru dapat menganalisis 150 sampel secara bersamaan. Adapun kekurangan metode ini

adalah membutuhkan instrumen analisis yang mahal, mengukur total nitrogen, bukan hanya mengukur nitrogen yang berasal dari protein (Chang, 1998).

2.6 Kelapa (Cocos nucifera L.)

Menurut Subrahmanyam (1995), dalam tata nama atau sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan, tanaman kelapa (Cocos nucifera) dimasukkan ke

dalam klasifikasi sebagai berikut. Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub-divisio : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Ordo : Palmales

Familia : Palmae/ Arecaceae Genus : Cocos

Spesies : Cocos nucifera L.

Kelapa adalah tumbuhan palem yang tumbuh di daerah tropis, umumnya di daerah pesisir, tanah aluvial, dengan temperatur tinggi, curah hujan tinggi dan

sinar matahari yang cukup (Pirie, 1975). Walaupun buah kelapa berbeda-beda dalam bentuk, ukuran, warna, dan ketebalan dari dagingnya, tetapi semuanya

(53)

yang sedang berkecambah, getah dari bunga hasil pembuahan (digunakan untuk

produksi produk gula, alkohol, dan cuka), sabut kelapa, dan tunasnya (Wenkam, 1989).

Pertumbuhan buah kelapa terjadi melalui tiga fase, yaitu fase pertama, yakni fase pembesaran sabut, tempurung, dan lubang embrio, berlangsung selama 4-5 bulan. Pada fase ini, ruangan masih dipenuhi oleh air dan tempurung masih

lunak. Fase kedua berlangsung selama dua bulan, yaitu fase penebalan tempurung, tetapi tempurung belum mengeras. Fase ketiga merupakan fase pembentukan

putih lembaga atau endosperm, dimulai dari bagian pangkal buah menuju ke bagian ujung. Kemudian, pada bagian pangkal buah mulai terbentuk lembaga (embrio). Tempurung berangsur-angsur berubah menjadi coklat-hitam dari bagian

pangkal ke arah ujung buah dan mulai mengeras. Pada tempurung di bagain pangkal buah juga mulai terbentuk tiga buah lubang ovule (Warisno, 2007).

Pada umur 9-10 bulan, buah telah mencapai ukuran yang maksimal,

dengan bobot 3 kg – 4 kg dan berisi cairan sebanyak 0,3 – 0,4 liter. Pada saat mencapai tingkat kemasakan sempurna, yakni pada umur 11 – 12 bulan, berat

buah turun menjadi rata-rata 1,5 kg – 2 kg per butir (kelapa genjah) dan 2 kg – 2,5 kg per butir (kelapa dalam). Selain itu, ruang dalam endosperm tidak lagi dipenuhi air. Demikian pula, kandungan nutrisi di dalam putih lembaga menjadi

berbeda-beda. Kandungan nutrisi pada lapisan paling luar atau di dekat tempurung menjadi lebih banyak jika dibandingkan dengan lapisan paling dalam, karena lapisan

paling luar ini lebih dahulu terbentuk (Warisno, 2007).

(54)

a. Epicarp (kulit luar), yang memiliki permukaan licin, tipis, dan agak keras.

Epicarp ada yang berwarna hijau, kuning, jingga, serta coklat.

b. Mesocarp (kulit tengah atau sabut), merupakan bagian yang terdiri atas

serabut dan daging buah. Bagian serabut terdiri atas jaringan-jaringan (sel-sel) serat yang keras dan di antara sel-sel tersebut terdapat jaringan yang lunak yang dikenal dengan nama sabut.

c. Endocarp (kulit dalam) atau biasa dikenal dengan nama tempurung atau batok. Tempurung merupakan lapisan yang keras karena banyak mengandung

silikat (SiO3). Pada bagian pangkal tempurung terdapat bakal buah asal

beruang tiga dan biasanya yang tumbuh satu buah, meskipun kadang-kadang muncul dua atau tiga kecambah. Kecambah akan muncul dari lubang yang

memiliki ukuran paling besar dengan tutup lubang yang lunak.

d. Kulit luar biji, yaitu semua bagian yang berada di bagian dalam tempurung. e. Putih lembaga (endosperm), yaitu daging kelapa yang berwarna putih, lunak,

dan enak dimakan, serta banyak dimanfaatkan untuk memasak. Endosperm merupakan jaringan yang berasal dari inti lembaga yang dibuahi oleh sel

kelamin jantan dan membelah diri. Jaringan ini berisi cadangan makanan bagi lembaga (sebelum lembaga dapat mencari makanan sendiri).

f. Air kelapa, yang mengandung mineral dan gula (terdiri atas glukosa, fruktosa,

dan sukrosa). Air kelapa juga mengandung abu, air, dan zat pengatur tumbuh yang disebut sitokinin. Kandungan gula tertinggi dicapai pada waktu kelapa

(55)

Gambar

Tabel 2.1 Klasifikasi Asam Amino
Gambar 2.2 Sturktur Primer, Sekunder, Tersier, dan Kuaterner Protein  (Ustunol, 2015)
Gambar 2.3 Alat Dekstruksi (Sudarmadji, dkk., 1989).
Gambar 2.4 Alat Destilasi (Ranganna, 1986).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan cara yang sama diperoleh kadar protein untuk sampel nomor 2 sampai nomor 6 dan perhitungan yang sama untuk penetapan kadar protein murni juga untuk perhitungan hasil

DAGING BUAH BERBAGAl KULTIVAR KELAPW.. (Cocos nucifera 1

UJI KADAR PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK DAGING SAPI REBUS YANG DILUNAKKAN DENGAN SARI BUAH NANAS..

kandungan protein yang terdapat pada pakkat dan untuk mengetahui perubahan kadar protein total dan Non Protein Nitrogen (NPN) dalam pakkat segar, bakar dan rebus. 1.2

Berdasarkan hal di atas, peneliti melakukan penelitian ini untuk mengetahui kandungan protein yang terdapat pada pakkat dan untuk mengetahui perubahan kadar protein total dan Non

Evaluasi Nilai Gizi dan Karakteristik Protein Daging Sapi dan Hasil Olahannya.. Bogor:

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang berjudul “Analisis Kadar Protein

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein dan NPN pada belut segar beserta hasil olahannya secara berturut-turut adalah: belut segar: protein kasar 13,99%, protein