• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KELAYAKAN PENGADAAN ALAT PICTURE ARCHIVING AND COMMUNICATION SYSTEM (PACS) DI RSUP. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KELAYAKAN PENGADAAN ALAT PICTURE ARCHIVING AND COMMUNICATION SYSTEM (PACS) DI RSUP. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh :

RETNO DYAH PARWITASARI 20141030101

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCA SARJANA

(2)

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2

Program Studi Manajemen Rumah Sakit

Oleh :

RETNO DYAH PARWITASARI 20141030101

PROGRAM PASCA SARJANA

(3)

TESIS

Oleh :

RETNO DYAH PARWITASARI 20141030101

PROGRAM STUDI MANAJEMEN RUMAH SAKIT PROGRAM PASCA SARJANA

(4)

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Strata 2

Program Studi Manajemen Rumah Sakit

Oleh :

RETNO DYAH PARWITASARI 20141030101

PROGRAM PASCA SARJANA

(5)

v

Alhamdulillaahirobbil’aalamin. Syukur kami panjatkan kehadirat Illahi Robbi, atas segala petunjuk dan pertolongan Nya sehingga terselesaikannya tesis yang berjudul “ Studi kelayakan Pengadaan Alat Picture Archiving and Communication System (PACS) di RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten” tepat pada waktunya. Penulisan tesis ini adalah dalam rangka memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Strata 2 pada program studi Magister Manajemen Rumah Sakit Program Pascasarjana UMY. Di sisi lain, penelitian ini dilaksanakan mengingat pentingnya aspek kepuasan pelanggan rumah sakit dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit yang pada akhirnya diharapkan bermanfaat bagi RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro pada khususnya dan pelayanan kesehatan pada umumnya.

Penghargaan setinggi – tingginya dan ucapan terima kasih, jazakumullohu

khoiron katsiron kami sampaikan kepada :

1. Dr.dr.Arlina dewi,M.Kes,AAK, selaku Kaprodi MMR UMY dan sekaligus pembimbing tesis.

2. Seluruh dosen Prodi MMR UMY atas seluruh ilmu yang dicurahkan kepada kami.

3. Dr. Alida Lienawati,M.Kes (MMR) selaku Direktur Utama dan jajaran struktural RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten yang telah mengijinkan serta memberikan bantuan kepada penulis selama menempuh pendidikan di program S2 MMR UMY.

4. Orang tua dan segenap keluarga besar atas doa dan dukungannya.

5. Rekan – rekan seperjuangan Prodi MMR atas semangat dan kebersamaannya selama ini.

(6)

vi

yang membangun kami harapkan demi kemajuan bersama.

Yogyakarta, 6 September 2016

(7)

vii

Menuntut ilmu adalah takwa. Menyampaikan ilmu adalah ibadah. Mengulang – ulang ilmu adalah zikir. Mencari ilmu adalah jihad.

(8)

viii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

INTISARI ... xiii

ABSTRACT ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka ... 1. Radiologi ... 2. Telemedicine / telemedika ... 3. Teleradiologi ... 4. Picture Archiving and Communication Systems (PACS) . 5. Investasi... 6. Studi Kelayakan ... 7. Metode penilaian investasi / analisis keuangan ... 8. Arus Kas (Cash Flow) ... 10 10 11 13 19 21 24 28 32 B. Penelitian Terdahulu... 33

C. Landasan Teori ... 34

D. Kerangka Konsep ... E. Pertanyaan Penelitian ... 37 37 BAB III METODE PENELITIAN A.Jenis dan Rancangan Penelitian ... 39

B.Subyek dan Obyek Penelitian ... 39

C.Definisi Operasional Variabel ... 39

D.Pengumpulan Data ... 40

E.Pengolahan Data ... 42

(9)

ix

a. Analisis Aspek Teknis ... b. Analisis Aspek Pasar ... c. Analisis Aspek Keuangan ... B.Pembahasan ... 1. Dari Aspek Teknis... 2. Dari Aspek Pasar ... 3. Dari Aspek Keuangan ...

46 57 70 73 73 76 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan ... B.Saran ...

DAFTAR PUSTAKA ... 82 83

(10)

x

Gambar 2 Kerangka konsep ... 37 Gambar 4.1 Skema Rujukan Teleradiologi ... Gambar 4.2 Denah ruang saat ini ... Gambar 4.3 Denah ruang untuk penempatan alat PACS ...

(11)

xi

Republik Indonesia... 2 Tabel 1.2 Standar peralatan radiologi rumah sakit klas A atau setara ... 6 Tabel 4.1 Perbandingan local PACS dan Cloud PACS ... 47 Tabel 4.2 Persyaratan jenis dan jumlah tenaga medis dan radiografer sakit

kelas A atau setara ... 54 Tabel 4.3 Jenis dan jumlah tenaga medis dan radiografer di rumah

sakit dr. Soeradji Tirtonegoro saat ini ... 57 Tabel 4.4 Rekapitulasi tindakan di Instalasi Radiologi 3 tahun terakhir ... 58 Tabel 4.5 Jumlah dokter spesialis radiologi pada rumah sakit kelas C di

Indonesia tahun 2013 ... 61 Tabel 4.6 Jumlah dokter spesialis radiologi pada rumah sakit kelas D di

Indonesia tahun 2013 ... 61 Tabel 4.7 Sebaran rumah sakit Provinsi Sumatera Barat ... 62 Tabel 4.8 Sebaran rumah sakit berdasarkan penyelenggara dan kelas di

Provinsi Sumatera Barat ... 63 Tabel 4.9 Sebaran rumah sakit Provinsi Bengkulu ... 64 Tabel 4.10 Sebaran rumah sakit berdasarkan penyelenggara dan kelas di

Provinsi Bengkulu ... 65 Tabel 4.11 Perhitungan PP dengan tarif Rp.120.000,- (JP 40%) dan jumlah

pemeriksaan 25.078 pasien ... 70 Tabel 4.12 Perhitungan PP dengan tarif Rp.120.000,- (JP 40%) dan jumlah

pemeriksaan 12.539 pasien ... 71 Tabel 4.13 Perhitungan NPV dengan discount faktor 7%

( dengan asumsi jumlah pemeriksaan 25.078 pasien) ... Tabel 4.14 Perhitungan Internal Rate of Return

( dengan asumsi jumlah pemeriksaan 25.078 pasien) ... 72

73

(12)

xii

Lampiran 1 Pedoman Wawancara ... 89

Lampiran 2 Transkrip Wawancara ... 92

Lampiran 3 Curriculum Vitae ... 96

(13)
(14)
(15)
(16)

xiii

Retno Dyah Parwitasari, Arlina Dewi

INTISARI

Latar belakang: Pengembangan teleradiologi merupakan langkah terobosan Kementerian Kesehatan RI mengatasi hambatan akses pelayanan kesehatan dan diharapkan menjadi salah satu solusi peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro sebagai salah satu rumah sakit vertikal di jajaran Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, mencanangkan menjadi rumah sakit pemberi pelayanan teleradiologi sebagai salah satu layanan unggulan pada tahun 2017. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu pengadaan alat Picture Archiving and Communication System (PACS) karena tanpa ada PACS yang baik kehandalan teleradiologi tidak akan dapat tercapai. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis layak tidaknya dari aspek teknis, pasar dan keuangan terhadap rencana pengadaan alat Picture Archiving and Communication System (PACS) di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus deskriptif, data sekunder yang telah terkumpul diolah dengan analisis kuantitatif.

Hasil: Keputusan investasi alat PACS ditinjau dari aspek teknis dan pasar telah memenuhi. Dari aspek keuangan, hasil penilaian investasi menggunakan metode PP adalah 2 tahun 239,4 hari, kurang dari masa manfaat yang ditentukan, yaitu 5 tahun artinya investasi layak. Hasil metode NPV adalah Rp.1.875.508.315,25, artinya investasi layak. Hasil metode IRR adalah 27 %, lebih besar dari rate of return yang ditentukan yaitu 6,5 %, artinya investasi layak.

Kesimpulan: Proyek investasi alat PACS di RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten layak dari aspek teknis, pasar dan keuangan.

(17)

xiv

Retno Dyah Parwitasari, Arlina Dewi

1. Program Magister Manajemen Rumah Sakit, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Email : retnodyah_parwitasari@yahoo.com

2. Dosen Program Studi Manajemen Rumah Sakit Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Teleradiology development is a step in the Ministry of Health to overcome barriers to access to health services and is expected to be one of the solutions to improve the quality of health services in Indonesia. Dr. Soeradji Tirtonegoro as one of the vertical hospitals in the ranks of the Ministry of Health of the Republic of Indonesia, launched into hospital teleradiology service providers as one of the superior services in 2017. To achieve these objectives need to procurement Picture Archiving and Communication System (PACS) because without PACS teleradiology reliability can not be achieved. Goal: This study aimed to analyze the appropriateness of the technical, markets and financial aspects for the planned procurement of Picture Archiving and Communication System (PACS) in the General Hospital dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

Method: This research is descriptive case studies, secondary data which has been collected processed with quantitative analysis.

Result: PACS appliance investment decisions in terms of the technical aspects and the market has has been fulfilled. From the aspect of finance, investment appraisal results using PP is 2 years 251.4 days, less than a specified useful life of 5 years means the investment is worth it. The results of the NPV method is Rp.1.875.508.315,25, greater than 0 means the investment is worth it. The results of the method IRR is 27%, greater than the specified rate of return of 6.5%, meaning that the investment is worth it.

Conclusion: Investment projects PACS instrument in the dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten feasible from a technical aspect, markets and financial.

(18)

1

A. Latar Belakang

Sasaran pokok Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

2015-2019 sesuai Rencana Strategis Kementerian Kesehatan RI salah satunya

adalah terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin. Mengutip

data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sampai 20 Maret 2014,

terdapat 95.976 dokter yang teregistrasi dan bekerja pada sektor kesehatan di

Indonesia baik di jajaran Pemerintah maupun swasta, dengan demikian rasio

jumlah dokter terhadap penduduk di Indonesia yang saat ini berjumlah 243,6

juta jiwa adalah 1 dokter untuk 2.538 penduduk. Rasio ini lebih tinggi dari

rasio dokter ideal menurut WHO, yaitu 1 dokter untuk 2.500 penduduk.

Ketidakmerataan distribusi tenaga kesehatan (khususnya, namun tidak terbatas

pada dokter dan dokter spesialis) di Indonesia merupakan salah satu hambatan

dalam upaya peningkatan akses terhadap layanan kesehatan. Tenaga kesehatan

menumpuk di daerah urban sementara Daerah Terpencil, Perbatasan dan

Kepulauan (DTPK) mengalami kekurangan tenaga (Dewi S.L, 2013).

Pada saat ini ketersediaan tenaga pelayanan radiologi masih belum merata

di fasilitas pelayanan kesehatan sekunder khususnya rumah sakit kelas C dan

D terutama di daerah perbatasan, terpencil dan kepulauan (DTPK).

Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) online

Kementerian Kesehatan R.I pada tanggal 1 Januari 2014, terdapat 2.228

(19)

1.911 rumah sakit yang telah memiliki Dokter Spesialis Radiologi. Dari angka

tersebut, sebesar 69,5% Dokter Spesialis Radiologi berada di Pulau Jawa dan

jumlah terendah berada di Provinsi Sumatra Barat, Kepulauan Riau dan

Bengkulu.

Tabel 1.1 Proyeksi tenaga dokter spesialis radiologi RSU di seluruh propinsi Republik Indonesia tahun 2014

No Propinsi Jumlah

RSU

Kondisi Standart Minimal

Rata2 Kelebihan/ Kekurangan

1 Aceh 58 39 38 1

2 Sumatera Utara 148 93 98 -5

3 Sumatera Barat 38 15 26 -11

4 Riau 49 35 34 1

5 Jambi 27 25 16 9

6 Sumatera Selatan 43 36 29 7

7 Bengkulu 18 0 6 -6

8 Lampung 40 32 24 8

9 Kepulauan Bangka Belitung

13 7 5 2

10 Kepulauan Riau 22 11 20 -9

11 DKI Jakarta 91 251 103 148

12 Jawa Barat 208 294 167 127

13 Jawa Tengah 207 269 135 134

14 Yogyakarta 49 93 26 67

15 Jawa Timur 237 276 149 127

16 Banten 56 94 48 46

17 Bali 45 49 32 17

18 Nusa Tenggara Barat 23 16 12 4

19 Nusa Tenggara Timur 38 11 13 -2

20 Kalimantan Barat 34 19 19 0

21 Kalimantan Tengah 18 8 10 -2

22 Kalimantan Selatan 26 24 21 3

23 Kalimantan Timur 39 32 30 2

24 Sulawesi Utara 38 23 20 3

25 Sulawesi Tengah 20 17 13 4

26 Sulawesi Selatan 57 89 59 30

27 Sulawesi Tenggara 20 9 9 0

(20)

Tabel 1.1 Proyeksi tenaga dokter spesialis radiologi RSU di seluruh propinsi Republik Indonesia tahun 2014 (sambungan)

No Propinsi Jumlah

RSU

Kondisi Standart Minimal

Rata2 Kelebihan/ Kekurangan

29 Sulawesi Barat 9 3 2 1

30 Maluku 26 9 7 2

31 Maluku Utara 18 6 5 1

32 Papua Barat 17 5 4 1

33 Papua 34 10 11 -1

Jumlah 1843 1958 1201 757

Sumber : data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) online Kementerian Kesehatan R.I pada tanggal 1 Januari 2014

Berkaitan dengan ketidakmerataan tenaga kesehatan dan oleh karena

kemajuan teknologi informasi saat ini telah berkembang sangat pesat, maka

pemanfaatan perangkat elektronik bidang kesehatan memberikan alternatif

dalam meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Salah

satu alternatif pelayanan masyarakat yang perlu dikembangkan pada era

globalisasi saat ini adalah dengan mengembangkan teknologi telemedicine.

Bentuk telemedicine yang dapat dikembangkan yaitu teleradiologi, telekardiologi, telepatologianatomi, telesurgery dan lain sebagainya. Sejak

tahun 2011, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia secara bertahap telah

menyusun langkah-langkah pengembangan telemedicine di Indonesia. Pada tahun 2012, pengembangan telemedicine diaktualisasikan dalam Pilot Project Telemedicine. Sebagai langkah awal pengembangan, Pilot Project

Telemedicine Tahun 2012 dimulai dalam bidang teleradiologi dan telekardiologi. Tidak berhenti di tahun 2012, pengembangan telemedicine

(21)

akses pelayanan kesehatan dan diharapkan menjadi salah satu solusi

peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia.

Standar akreditasi Komite Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 Asesmen

Pasien 6.4, menetapkan jangka waktu pelaporan hasil pemeriksaan radiologi

dan diagnostik imaging untuk pemeriksaan cito / kritis, akhir minggu dan

diluar jam kerja di rumah sakit. Sesuai standar pelayanan minimal, khusus

pemeriksaan cito / kritis harus sudah dilakukan ekspertise oleh dokter spesialis

radiologi dalam jangka waktu maksimal 1 jam.

Teleradiologi dapat memberikan manfaat dalam peningkatan ketepatan dan

kecepatan rujukan diagnosis medis serta konsultasi citra radiografi antar

fasilitas pelayanan kesehatan jarak jauh, selain itu juga memenuhi pelayanan

rujukan ekspertis gambar radiografi yang berkualitas terutama bagi fasilitas

kesehatan yang belum memiliki Dokter Spesialis Radiologi. Pelayanan

teleradiologi dibutuhkan untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan

radiologi di fasilitas pelayanan kesehatan yang merupakan salah satu pelayanan

penunjang medik yang sangat menentukan dalam menegakkan diagnosis dan

terapi sesuai dengan standar mutu dan keamanan pasien.

Sasaran pelayanan teleradiologi Kementerian Kesehatan adalah fasilitas

pelayanan kesehatan milik pemerintah maupun swasta yang membutuhkan

pelayanan teleradiologi, yaitu:

1. Belum memiliki Dokter Spesialis Radiologi terutama DTPK.

2. Pelayanan kesehatan yang menerima pelaksanaan penugasan dokter

(22)

3. Dilaksanakan dalam rangka second opinion antar dokter ahli di fasilitas kesehatan (rujukan tersier).

RSUP dr Soeradji Tirtonegoro mulai berdiri sejak tahun 1927 dan sesuai

Rencana Strategis Bisnis tahun 2015 - 2019 mencanangkan menjadi rumah

sakit umum kelas A pada tahun 2019. Pengembangan rumah sakit umum kelas

A diharapkan sebagai salah satu upaya mempersiapkan diri terhadap perubahan

lingkungan akibat globalisasi, berlakunya aturan BPJS Kesehatan sejak tahun

2014 dan harapan dijadikannya RSUP dr Soeradji Tirtonegoro sebagai RS

rujukan regional di Jawa Tengah. Sejalan dengan itu RSUP dr. Soeradji

Tirtonegoro sebagai salah satu rumah sakit vertikal di jajaran Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, mencoba mensukseskan program Kementrian

Kesehatan dengan menjadi rumah sakit pemberi pelayanan teleradiologi

sebagai salah satu layanan unggulan pada tahun 2017. Dengan sumber daya

yang ada yaitu 4 orang dokter spesialis radiologi, RSUP dr. Soeradji

Tirtonegoro berharap mampu mengembangkan pelayanan teleradiologi.

Gambar 1. Sistem Teleradiologi

(23)

Untuk mencapai tujuan tersebut perlu adanya penyesuaian kelengkapan

sarana prasarana, dimana salah satunya adalah pengadaan Picture Archiving

and Communication System (PACS) karena tanpa ada PACS yang baik kehandalan teleradiologi tidak akan dapat tercapai (Hariri, 2015).

Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1014

tahun 2008 tentang standar pelayanan radiologi diagnostik di sarana pelayanan

kesehatan disebutkan bahwa salah satu peralatan radiologi yang harus ada di

rumah sakit klas A adalah Picture Archiving Communication System (PACS).

Tabel 1.2 Standar peralatan radiologi rumah sakit klas A atau setara

No Peralatan Kelengkapan Jumlah

13. Picture Archiving Communication System (PACS)

Server, data storage, viewer, printer, peralatan radiologi, LAN, internet, upgraded dihubungkan dengan RIS (Radiology Integrated System) dan teleradiologi

1 unit

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1014 tahun 2008 tentang standar pelayanan radiologi diagnostik di sarana pelayanan kesehatan.

Sistem teleradiologi merupakan element PACS (Picture Achiving and

Communication System) yang terdiri dari akuisisi atau digitalisasi,

penyimpanan atau pengarsipan, pengaksesan, manipulasi citra, dan transmisi.

Fasilitas pencitraan data ini memerlukan jaringan kecepatan tinggi yang

biasanya menggunakan media fiber optik agar cepat dalam prosesnya (Sugiarto, 2008).

Menurut Kasmir dan Jakfar (2007) studi kelayakan bisnis adalah suatu

kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan / usaha

(24)

usaha tersebut dijalankan. Untuk menentukan layak tidaknya suatu usaha dapat

dilihat dari berbagai aspek. Setiap aspek agar dapat dikatakan layak harus

memiliki suatu standar nilai tertentu. Keputusan penilaian tersebut tidak hanya

dilakukan pada salah satu aspek saja, tetapi kepada seluruh aspek yang akan

dinilai nantinya. Aspek- aspek yang dinilai dalam studi kelayakan bisnis

meliputi aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek keuangan / finansial,

aspek teknis / operasional, aspek manajemen, aspek ekonomi dan sosial, dan

aspek dampak lingkungan (Puspitasari, 2015).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Studi Kelayakan Pengadaan Alat Picture Archiving and Communication System ( PACS) di RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten” dari tiga aspek yaitu aspek teknis, pasar dan keuangan.

B. Perumusan masalah

Dari latar belakang tersebut di atas, didapatkan rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Apakah rencana pengadaan alat Picture Archiving and Communication System (PACS) di Rumah Sakit Umum Pusat dr Soeradji Tirtonegoro

Klaten tersebut layak dari aspek teknis?

2. Apakah rencana pengadaan alat Picture Archiving and Communication

(25)

3. Apakah rencana pengadaan alat Picture Archiving and Communication System (PACS) di Rumah Sakit Umum Pusat dr Soeradji Tirtonegoro

Klaten tersebut layak dari aspek keuangan?.

C. Tujuan penelitian

1. Menganalisis layak tidaknya dari aspek teknis terhadap rencana pengadaan

alat Picture Archiving and Communication System (PACS) di Rumah Sakit

Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

2. Menganalisis layak tidaknya dari aspek pasar terhadap rencana pengadaan

alat Picture Archiving and Communication System (PACS) di Rumah Sakit

Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

3. Menganalisis layak tidaknya dari aspek keuangan terhadap rencana

pengadaan alat Picture Archiving and Communication System (PACS) di

Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi Akademik.

Sebagai sumbangan pemikiran dan informasi serta referensi kepustakaan

tentang studi kelayakan suatu investasi.

2. Bagi Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro.

Sebagai bahan atau masukan untuk membuat keputusan investasi dalam

pengadaan alat Picture Archiving and Communication System (PACS) yang

(26)

3. Bagi Pelanggan.

Sebagai sarana untuk mendapatkan pelayanan radiologi yang bermutu, tepat

dan akurat.

4. Bagi rumah sakit yang diampu

Dapat memenuhi persyaratan standar minimal pelayanan radiologi,

khususnya yang terkait kecepatan pembacaan expertise, kualitas citra

(27)

10

A. Telaah Pustaka

1. Radiologi.

Sesuai UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 1 ayat 1,

bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Adapun

Pasal 10 menyatakan bahwa salah satu bangunan yang harus ada di dalam

Rumah Sakit adalah ruang radiologi. Ruang radiologi harus dapat digunakan

untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang paripurna, pendidikan

dan pelatihan, serta pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

kesehatan.

Pengertian pelayanan radiologi diagnostik tercantum dalam Permenkes

No. 780/MENKES/PER/VIII/2008 tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Radiologi pada Pasal 1 Ayat 2, yaitu pelayanan penunjang dan/atau terapi

yang menggunakan radiasi pengion dan/atau radiasi non pengion yang

terdiri dari pelayanan radiodiagnostik, imaging diagnostik dan radiologi

intervensional untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit. Dalam era

globalisasi, pelayanan kesehatan dituntut untuk selalu terus

mengembangkan, meningkatkan mutu pelayanan dan selalu mengutamakan

keselamatan pasien kepada masyarakat. Dari uraian tersebut ditunjang

(28)

ditingkatkan. Kualitas pelayanan Rumah Sakit salah satunya ditunjukkan

pemutakhiran sarana dan prasarana agar mutu pelayanan dapat terus

ditingkatkan. Kualitas pelayanan Rumah Sakit salah satunya ditunjukkan

atas pemenuhan standar akreditasi KARS versi 2012.

Permenkes 56 tahun 2014 tentang Klasifikasi dan Perijinan Rumah Sakit

pasal 26 ayat 4 menyatakan bahwa salah satu pelayanan medik spesialis

penunjang di rumah sakit adalah pelayanan radiologi dan di pasal 21

menyatakan bahwa persyaratan RS Klas A paling sedikit harus memiliki 3

(tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

penunjang.

2. Telemedicine / Telemedika.

Menurut Asosiasi Telemedik Amerika (ATA) yang berdiri tahun 1993,

telemedika adalah pertukaran informasi dari satu tempat ke tempat lain

lewat komunikasi elektronik untuk kesehatan dan pendidikan, baik pada

pasien maupun orang yang berminat pada kesehatan dengan tujuan untuk

memperbaiki penanganan pasien. Teknologi telemedika ini mulai

berkembang sekitar awal tahun 1990-an. Pada kasus di area pedalaman yang

jauh , dimana jarak pasien dengan profesional kesehatan yang terdekat

dipisahkan dengan jarak ratusan mil, telemedika dapat mengakses pelayanan

kesehatan dengan waktu yang lebih singkat. Pada kasus darurat, kecepatan

akses ini menentukan antara hidup dan mati. Sehubungan dengan kebutuhan

ketanggapan yang cepat serta keahlian dokter (spesialis), penggunaan

(29)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan telemedika sebagai

penghantar dari pelayanan kesehatan dimana jarak adalah sebagai factor

penghalang, dimana semua professional kesehatan menggunakan teknologi

informasi dan komunikasi untuk pertukaran informasi yang valid atas

diagnosis, penanganan dan pencegahan dari penyakit dan kecelakaan,

penelitian dan evaluasi, dan untuk keberlanjutan pendidikan provider

kesehatan, dan bagi semua yang berminat kepada peningkatan kesehatan

baik itu secara individu maupun bagi kelompok komunitasnya.

Telemedika merupakan bagian dari Teknik Biomedika yang bersifat

multidisiplin, menerapkan teknologi elektronika, komputer, telekomunikasi,

serta instrumentasi untuk transfer informasi kedokteran dari satu tempat ke

tempat lain dan membantu prosedur kesehatan ( Indartono, 2013 ). Masa

(2014) menyatakan Telemedika atau Telemedicine pada prinsipnya adalah

penyelenggaraan pelayanan kesehatan jarak jauh, dengan memakai

komunikasi audio, visual dan data. Termasuk perawatan, diagnosis,

konsultasi dan pengobatan serta pertukaran data medis dan diskusi ilmiah

jarak jauh.

Ward dan Peppard (2002) dalam Fahrudin dan Samopa (2014)

menyatakan bahwa peran teknologi informasi harusnya dapat memenuhi

tiga sasaran utama yang akan memperbaiki organisasi. Pertama,

memperbaiki efisiensi kerja dengan melakukan otomasi berbagai proses

yang mengelola informasi. Kedua, meningkatkan efektivitas manajemen

(30)

keputusan. Ketiga, memperbaiki daya saing atau meningkatkan keunggulan

kompetitif organisasi dengan merubah gaya dan cara berbisnis.

Beberapa manfaat Telemedicine antara lain yaitu efektif dan efisiensi dari sisi biaya kesehatan, pelayanan tanpa batas geografis, dapat mengurangi

jumlah kunjungan dan masa hari rawat di Rumah Sakit, dapat meningkatkan

pelayanan untuk pasien kronis, dan meningkatkan pemanfaatan teknologi

serta dapat dimanfatkan sebagai bidang pendidikan berbasis informatika

kesehatan ( Masa, 2014). Kementerian Kesehatan mulai menggerakkan

program telemedicine sebagai solusi memberikan layanan kesehatan yang

lebih baik di daerah-daerah terpencil. Saat ini, dari sekitar 2000 rumah sakit

swasta dan negeri, 740 rumah sakit sudah memiliki Sistem Informasi

Manajemen Rumah Sakit (SIMRS), dan 82% rumah sakit di kabupaten kota

pemerintah terhubung dengan internet (Pusat Data dan Informasi

Kementerian Kesehatan).

3. Teleradiologi

Beachley et.al (2002) dalam Asali A (2011) menyatakan bahwa radiologi

semakin menjadi kebutuhan utama sebagai salah satu sarana penunjang

diagnostik saat ini. Menginterprestasikan / menerjemahkan foto menjadi

sebuah uraian permasalahan membutuhkan kemampuan khusus seorang

dokter ahli radiologi, karena itu ketersediaan dokter ahli radiologi untuk

dapat memenuhi kebutuhan rumah sakit dalam memberikan layanan

interprestasi radiologis menjadi penting, terutama bagi instalasi gawat

(31)

malam hari atau hari libur karena setiap detik sangat berharga bagi

keselamatan jiwa pasien. Kini kondisi tersebut dapat diatasi dengan adanya

teleradiologi. Menurut Budyatmoko (2011) teleradiologi didefinisikan

sebagai transmisi elektronik gambar radiografi dari semua modalitas

radiologi kepada spesialis radiologi secara langsung atau sesegera mungkin

dari satu lokasi ke lokasi yang lain, yang dapat dikerjakan untuk tujuan

interpretasi dan konsultasi serta untuk memberikan pelayanan terbaik bagi

pasien. Teleradiologi ini digunakan untuk mensiasati keterbatasan jumlah

dokter ahli radiologi, mahalnya alat-alat radiologi, keterbatasan fasilitas,

jumlah pasien yang banyak, masalah geografik, kebutuhan diagnosis yang

cepat serta pelayanan yang efektif dan efisien.

Di Indonesia teleradiologi telah diterapkan di sejumlah rumah sakit.

Telemedicine sudah berjalan sejak tahun 2012 dalam sebuah pilot project bidang teleradiologi yang diuji cobakan di 10 fasilitas pelayanan kesehatan.

Salah satu contohnya di RSUPN Cipto Mangunkusumo telah dilakukan

teleradiologi menggunakan satu pengampu dengan saluran komunikasi

menggunakan internet. Sistem Teleradiologi ini dilakukan melalui

pengiriman image, hasil pemeriksaan di daerah yang kemudian dikirim ke

server pusat di Kementrian Kesehatan, dilanjutkan ke Rumah Sakit rujukan

di Jakarta untuk membaca pemeriksaan tersebut.

Di tahun 2014, Kementerian Kesehatan berencana memfasilitasi

pelayanan teleradiologi nasional dengan menyediakan aplikasi dan pusat

(32)

komunikasi dengan dukungan saluran intranet (VPN) SIKNAS ke RS yang

memberikan layanan telemedicine. Dengan sistem ini, pelayanan

teleradiologi dapat memperluas jangkauan atau jejaring pelayanan secara

terintegrasi dan memudahkan dalam pelaksanaan evaluasi dan pengawasan

pelayanan teleradiologi. Pelayanan teleradiologi dilaksanakan oleh berbagai

pihak dengan pembagian peran dan fungsi masing-masing. Adapun peran

dan fungsi masing-masing pelaksana yaitu :

a. Fasilitas pelayanan kesehatan perujuk.

1) Fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta yang

melaksanakan pelayanan radiologi (diagnostik).

2) Memenuhi sarana prasarana dan alat penunjang pelayanan

teleradiologi.

3) Menyepakati perjanjian kerjasama pelayanan teleradiologi dengan

fasilitas pelayanan kesehatan pengampu.

4) Melaksanakan kesiapan sarana-prasarana dan sumber daya manusia

pelayanan teleradiologi di fasilitas pelayanan kesehatan perujuk.

b. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang mendapat rujukan.

1) Memiliki tenaga spesialis radiologi tetap (memiliki SIP) dan telah

diberikan rekomendasi dari organisasi profesi untuk melayani

teleradiologi.

2) Memberikan layanan rujukan (ekspertis) secara berjenjang dan

melakukan pembinaan pelayanan radiologi bagi fasyankes perujuk

(33)

3) Memenuhi sarana-prasarana dan alat penunjang pelayanan

teleradiologi.

4) Menyepakati perjanjian kerjasama pelayanan teleradiologi dengan

fasilitas pelayanan kesehatan diampu.

5) Melaksanakan asesmen kesiapan sarana-prasarana dan SDM

pelayanan teleradiologi di fasilitas pelayanan kesehatan pengampu.

6) Menjaga dan menjamin kerahasiaan informasi elektronik yang berisi

data pasien.

7) Menyediakan aplikasi teleradiologi di fasyankes yang diampu dan

menyediakan server utama sebagai pusat data.

8) Melatih staf pelayanan kesehatan yang diampu baik di tempat

maupun jarak jauh.

c. Organisasi Profesi Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia

(PDSRI).

1) PDSRI cabang memberikan rekomendasi untuk kemudian diberikan

persetujuan pelayanan teleradiologi dari PDSRI pusat.

2) Melaksanakan asesmen/kredentialing Dokter Spesialis Radiologi

yang akan melayani teleradiologi di rumah sakit pengampu.

3) Memberikan rekomendasi kepada Spesialis Radiologi di rumah sakit

pengampu yang telah dilakukan asesmen untuk dapat melayani

teleradiologi.

4) Melaksanakan pengawasan dan pembinaan kepada spesialis radiologi

(34)

5) Membantu memberikan layanan ekspertis sesuai kebutuhan

(Permenkes nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008).

Menurut Hariri (2015) teleradiologi memberikan banyak keuntungan

diantaranya :

a. Peningkatan efisiensi dan efektifitas rumah sakit karena waktu

pelayanan menjadi lebih cepat.

b. Teleradiologi mempersingkat waktu diagnosa dari awal citra medis

dibuat hingga ekspertis selesai.

c. Teleradiologi menjamin citramedik terbaca oleh radiolog sehingga tidak

ada lagi insiden kehilangan citramedik (ada back up citramedik).

d. Penghematan pengeluaran bagi rumah sakit yang memiliki cabang

karena radiolog dapat melayani berbagai lokasi, sehingga mengurangi

jumlah radiolog yang dibutuhkan.

Akan tetapi implementasi teleradiologi secara luas dan segera di Indonesia

terkendala oleh berbagai faktor, diantaranya adalah :

a. Infrastruktur komunikasi

Infrastruktur komunikasi untuk kegiatan teleradiologi utamanya adalah

jaringan internet. Kendala yang dihadapi terkait infrastruktur

komunikasi adalah tarif dan pemerataan infrastruktur jaringan internet.

Meskipun tahun-tahun terakhir ini tarif internet mulai turun, namun

dirasakan masih cukup tinggi oleh sebagian besar masyarakat

Indonesia. Selain itu, infrastruktur jaringan internet juga belum merata.

(35)

yang sudah dilalui infrastruktur fiber optik, sedangkan daerah- daerah

lain terutama di wilayah Indonesia bagian timur belum tercakup.

b. Ketersediaan software.

Harga software termasuk komponen yang mempengaruhi besarnya

biaya operasional teleradiologi. Selain biaya untuk pembelian sistem

operasi, masih diperlukan biaya untuk pembelian software image enhancement. Bahkan pabrikan modalitas imaging biasanya

membundel software image enhancement dengan software PACS. Tentu saja harga yang ditawarkan cukup tinggi. Untuk mengatasi

masalah biaya, diupayakan penggunaan sistem operasi dan software image enhancement berbasis open source.

c. Biaya hardware.

Keberadaan hardware yang handal untuk mendukung kinerja teleradiologi yang baik sangat diperlukan. Pembelian komputer, image

digitizer jika diperlukan, modem dan hardware pendukung lainnya memakan biaya yang tidak sedikit.

d. SDM yang memadai.

Untuk menjamin operasional teleradiologi yang baik diperlukan sumber

daya manusia yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.

Kehandalan sumber daya manusia akan mencegah terjadinya

kemungkinan insiden yang disebabkan oleh kesalahan manusia (human

error). Selain itu, skill sumber daya manusia yang terlatih akan

(36)

e. Regulasi yang mengatur masalah hukum medik.

Sampai saat ini, Indonesia belum memiliki undang-undang yang

mengatur penggunaan format digital di bidang kedokteran. Bukan

hanya kegiatan teleradiologi, bahkan kegiatan telemedicine secara

umum. Termasuk di dalamnya adalah belum adanya standar nasional

yang diakui dan diterapkan oleh organisasi profesi radiologi mengenai

citra medis. Di masa yang akan datang, diharapkan dua stakeholder

utama bidang radiologi yaitu Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi

Indonesia (PDSRI) dan Perhimpunan Radiografer Indonesia (PARI)

segera memulai inisiatif dan menggagas penyusunan undang- undang

yang mengatur penggunaan format digital di bidang radiologi.

4. Picture Archiving and Communication Systems (PACS)

Sistem yang dibutuhkan dalam teleradiologi, antara lain Picture Archive Communication System (PACS), Image Management and Communication

(IMAC), meliputi sistem informasi radiologi, sistem informasi rumah sakit

dan intelijen artifisial. Sebagai suatu teknologi yang baru diperkenalkan,

pasti banyak kontroversi pada penggunaan teleradiologi. Karena itu pada

penggunaannya diharapkan dapat sejalan dengan standar internasional

mengenai radiologi. PACS atau Picture Archiving and Communication

Systems adalah komputer atau jaringan yang didedikasikan untuk penyimpanan, pencarian, distribusi, dan presentasi dari sebuah citra. PACS

merupakan suatu jaringan komputer yang digunakan di departemen

(37)

citramedis secara elektronik. PACS menyediakan arsip penyimpanan untuk

berbagai modalitas imaging, mengintegrasikannya dengan informasi

database pasien, memudahkan pencetakan citra, menampilkan informasi

pasien dan citra medik di komputer yang tersambung dengan jaringan

tersebut. Juga mengijinkan citra medis dilihat dari lokasi lain (remote). Di

bidang imaging medik, sistem PACS telah dikembangkan untuk menyediakan penyimpanan citramedik yang ekonomis, pemanggilan

kembali citramedik dengan cepat, akses ke citramedik yang berasal dari

berbagai modalitas imaging serta akses secara simultan dari berbagai lokasi.

Citra medik dan laporan yang dikirim melalui PACS akan menghilangkan

kebutuhan akan penyimpanan, pengambilan dan pengiriman film secara

manual.

Komponen dasar dari suatu sistem PACS secara umum adalah sebagai

berikut:

a. Image Acquisition / Modality

Adalah sistem atau peralatan penghasil gambar yang akan mengirim

gambar ke PACS , misalnya CR,CT,MRI atau USG dan lain lain.

b. PACS Core Application

Merupakan aplikasi utama yang mengatur operasi dari sistem PACS

(Workflow manager, Archiving, Database, System Configuration, User

Profile dll). Sistem inilah yang berperan dalam penerimaan gambar, pengaturan penyimpanan, distribusi gambar dan komunikasi ke

(38)

c. Viewing / Reading Station

Merupakan perangkat yang akan digunakan untuk melihat image

yang telah disimpan dalam PACS. Perangkat / workstation ini secara umum dapat dibagi menjadi 2 jenis sesuai dengan fungsinya,

Workstation Diagnostic yang biasa digunakan oleh dokter radiologi dan

Workstation untuk user di poli atau ruangan. Perbedaan diantara kedua jenis workstation ini biasa terdapat dalam kelengkapan fitur dan

spesifikasi dari perangkat keras. Workstation yang digunakan oleh dokter radiologi biasanya memiliki fitur yang lebih lengkap agar dapat

melakukan diagnosa secara lebih cepat dan tepat. Hal tersebut juga

mempengaruhi spesifikasi perangkat keras yang digunakan, dimana

workstation dokter radiologi membutuhkan spesifikasi yang lebih tinggi

dari workstation untuk user lainnya (Hariri, 2015).

5. Investasi.

Sunariyah ( 2010 ) mendefinisikan investasi adalah penanaman modal

untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu

lama dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa masa yang akan

datang. Kegiatan investasi akan mendorong pula kegiatan ekonomi suatu

negara, penyerapan tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan,

penghematan devisa atau bahkan penambahan devisa. Menurut Suliyanto

(2010) investasi atau penanaman modal dalam sebuah perusahaan adalah

(39)

akan datang. Berbagai macam investasi dapat dilakukan di rumah sakit.

Trisnantoro (2004) menyebutkan berbagai jenis investasi misalnya : a.

penggantian alat medik yang lama dengan teknologi yang lebih baru, atau

teknologi tetap tetapi alat baru; b. Perluasaan perlengkapan modal yang

sudah ada, misalnya penambahan kapasitas dengan menambah ruangan

bangsal; c. Perluasan atau penambahan garis produk baru dengan

pembelian mesin atau peralatan baru yang belum pernah dimiliki; d. Sewa

atau leasing peralatan baru; e. Merger atau pembelian rumah sakit oleh sebuah rumah sakit yang lebih baik keadaan keuangannya. Tujuan utama

investasi di rumah sakit yang berorientasi profit adalah memaksimalkan pendayagunaan aktiva sedangkan pada rumah sakit yang berorientasi

nirlaba (not for profit) adalah mengutamakan upaya memperkecil resiko

finansial. Investasi pada rumah sakit pemerintah bertujuan untuk menopang

fungsi sosial rumah sakit agar lebih terjangkau bagi masyarakat khususnya

yang kurang mampu. Untuk dapat melakukan pengambilan keputusan

investasi yang tepat dibutuhkan pemahaman penentuan tujuan organisasi,

struktur biaya, estimasi permintaan dan penentuan tujuan organisasi,

estimasi permintaan dan penentuan harga, pola aliran kas dan nilai

sekarang dari aliran kas serta biaya modal.

Riyanto (2013), menyatakan, ada 4 (empat) macam bentuk investasi

antara lain: a. Investasi penggantian, 2. Investasi penambahan kapasitas, 3.

Investasi penambahan jenis produk baru, 4. Investasi lain-lain. Dari sudut

(40)

invetasi jangka pendek dan jangka panjang. Invetasi jangka pendek adalah

invetasi yang berumur kurang dari satu tahun, sedangkan investasi jangka

panjang berumur lebih dari satu tahun. Investasi jangka pendek biasanya

bersifat sementara yang bertujuan untuk memanfaatkan dana yang

sementara menganggur. Investasi jangka panjang dalam manajemen

keuangan sering dikaitkan dengan istilah capital budgeting atau pengambilan keputusan untuk alokasi modal ( Rangkuti, 2010 ).

Capital Budgeting merupakan keseluruhan proses dalam menganalisis

proyek dan memutuskan salah satu proyek yang akan dimasukkan dalam

anggaran modal. Suatu kesalahan dalam meramalkan kebutuhan aktiva

akan mengakibatkan konsekuensi yang serius. Jika perusahaan

menginvestasikan terlalu besar dalam aktiva, maka dapat menimbulkan

beban aktiva dan beban lainnya yang tinggi, yang sebenarnya tidak perlu

terjadi. Sebaliknya, jika investasi tidak mencukupi, maka dapat muncul

dua permasalahan. Pertama, peralatan yang dimiliki mungkin tidak cukup

modern untuk menghasilkan produk yang kompetitif. Kedua, jika perlatan

tidak memiliki kapasitas yang cukup, perusahaan mungkin akan

kehilangan pangsa pasarnya (Riyanto, 2013).

Secara keseluruhan bentuk investasi ini memerlukan dana yang cukup

besar dalam pelaksanaannya dan pengeluaran dana/modal tersebut

umumnya akan mempengaruhi perusahaan dalam jangka panjang.

Pengeluaran dana yang cukup besar dan terikat dalam jangka waktu

(41)

(investor) harus berhati-hati agar jangan sampai terlanjur

menginvestasikan dana untuk proyek yang ternyata tidak

menguntungkan (gagal) di kemudian hari, misalnya kesalahan

perencanaan, kesalahan dalam menaksir pasar , kesalahan dalam

perkiraan teknologi yang tepat dipakai, dan kesalahan dalam

memperkirakan kebutuhan tenaga kerja.

6. Studi Kelayakan.

Studi kelayakan proyek yaitu penelitian tentang dapat tidaknya suatu

proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan

berhasil (Husnan dan Muhammad, 2010). Sedangkan menurut Kasmir dan

Jakfar (2007) studi kelayakan bisnis adalah suatu kegiatan yang

mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan / usaha atau bisnis

yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidak usaha

tersebut dijalankan. Sesuai pedoman penyusunan studi kelayakan

(feasibility study) rumah sakit yang disusun oleh kementerian kesehatan RI

pada tahun 2012, studi kelayakan adalah hasil analisis dan penjelasan

kelayakan dari segala aspek yang akan mendasari pendirian atau

pengembangan suatu rumah sakit, terkait dengan penentuan rencana kerja

pelayanan kesehatan rumah sakit yang baru akan dilakukan maupun lanjutan

dari yang sudah ada dalam melakukan rencana pengembangan atau

peningkatan kelas dari suatu rumah sakit.

Semakin besar skala investasi maka semakin penting studi ini

(42)

pula jumlah dana yang ditanamkan. Walaupun studi kelayakan ini akan

memakan biaya, tetapi biaya tersebut relatif kecil apabila dibandingkan

dengan risiko kegagalan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam

jumlah besar. Untuk menentukan layak tidaknya suatu usaha dapat dilihat

dari berbagai aspek. Setiap aspek agar dapat dikatakan layak harus memiliki

suatu standar nilai tertentu. Keputusan penilaian tersebut tidak hanya

dilakukan pada salah satu aspek saja, tetapi kepada seluruh aspek yang akan

dinilai nantinya. Aspek-aspek yang dinilai dalam studi kelayakan bisnis

meliputi aspek hukum, aspek pasar dan pemasaran, aspek keuangan /

finansial, aspek teknis / operasional, aspek manajemen, aspek ekonomi dan

sosial, dan aspek dampak lingkungan (Puspitasari, 2015). Sedangkan

menurut Lestari (2011), studi kelayakan memiliki berbagai aspek di dalam

penilaiannya, aspek-aspek dalam studi kelayakan adalah meliputi keuangan,

pemasaran, teknis, manajemen, hukum dan sosiodemografi, tetapi tidak

semua aspek harus dipelajari.

a. Aspek teknis

Menurut Husnan dan Muhammad (2010), aspek teknis merupakan

suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara

teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun.

Berdasarkan analisis ini pula dapat diketahui rancangan awal

penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya. Pelaksanaan

(43)

keputusan yang baku, atau dengan kata lain masih tersedia berbagai

alternatif jawaban.

Beberapa pertanyaan utama yang perlu mendapat jawaban dari

aspek teknis ini adalah :

1) Lokasi proyek, yaitu dimana suatu proyek akan didirikan baik untuk

pertimbangan lokasi dan lahan pabrik maupun lokasi bukan pabrik.

2) Seberapa besar skala operasi / luas produksi ditetapkan untuk

mencapai suatu tingkatan skala ekonomis.

3) Kriteria pemilihan peralatan yang digunakan.

Didasarkan pada seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan

dan manfaat ekonomi yang diharapkan.

4) Bagaimana proses produksi dilakukan dan layout bangunan dan

fasilitas yang dipilih. Layout merupakan keseluruhan proses

penentuan bentuk dan penempatan fasilitas-fasilitas yang dimiliki

suatu perusahaan.

5) Apakah jenis teknologi yang dipilih cukup tepat.

Penelitian aspek teknis dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran

kelayakan terhadap penentuan kapasitas ekonomis, jenis teknologi yang

paling cocok, lokasi proyek yang paling menguntungkan ditinjau dari

berbagai segi dan pemenuhan ketenagaan untuk mengelola peralatan.

Dari kesimpulan penelitian ini kemudian disusun perkiraan jumlah

biaya baik yang digunakan untuk mengadakan, membangun dan

(44)

Analisis aspek teknis dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran

kelayakan terhadap penentuan kapasitas ekonomis, jenis teknologi

yang paling cocok, lokasi yang paling menguntungkan dan pemenuhan

ketenagaan untuk mengelola peralatan. Apabila menunjukkan

kelayakan maka hasil analisis ini akan digunakan sebagai dasar untuk

menganalisis aspek pasar dan aspek keuangan. Adapun hasil analisis

yang digunakan berupa besarnya investasi yang diperlukan, biaya

operasional dan estimasi jangka waktu penggunaan alat (Siswanto S,

1993).

b. Aspek pasar

Aspek pasar merupakan salah satu aspek utama dalam suatu

studi kelayakan yang harus dikaji secara bersamaan dengan berbagai

aspek lainnya secara lebih tajam. Hal ini didasarkan pada pemikiran

bahwa tidak mungkin suatu produk / pelayanan dapat dikembangkan

jika tidak ada pangsa pasar yang akan menyerapnya. Kajian aspek

pasar berkaitan dengan ada tidaknya potensi pasar dan peluang pasar

atas suatu produk di masa yang akan datang (Suratman, 2001). Dalam

analisis pasar, perlu dilakukan peramalan terhadap permintaan, yaitu

analisis permintaan terhadap pelayanan kesehatan. Tujuan analisis

pasar adalah untuk menentukan faktor-faktor yang paling

mempengaruhi dalam penggunaan pelayanan kesehatan, dengan

demikian akan dapat diramalkan banyaknya penggunaan di masa

(45)

untuk mendapatkan gambaran kelayakan terhadap permintaan potensial

atau pengguna produk yang dihasilkan, kemungkinan adanya

persaingan, serta perkiraan penjualan yang dapat dicapai (Sri Muryani,

1995).

c. Aspek keuangan / finansial

Diantara sekian banyak aspek tersebut, aspek keuangan menjadi

salah satu kunci keberhasilan suatu investasi karena bagaimanapun

tujuan orientasi dari investasi adalah profit secara finansial (Lestari,

2011). Menurut pedoman penyusunan studi kelayakan (feasibility

study) rumah sakit yang disusun Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2012, aspek keuangan meliputi rencana investasi dan sumber dana,

proyeksi pendapatan dan biaya, proyeksi cash flow dan analisis

keuangan. Sedangkan menurut Suliyanto (2010) salah satu studi

kelayakan yang harus dilakukan untuk menentukan suatu proyek

investasi ini layak ataukah tidak adalah studi kelayakan dari aspek

finansial. Aspek finansial meliputi biaya penggunaan modal,

penyusutan, aliran kas, pajak penghasilan, dan metode penilaian

investasi.

7. Metode penilaian investasi / analisis keuangan

Ada tiga pendekatan / metode yang umum dipakai dalam analisis

keputusan investasi dari sisi keuangan untuk organisasi pelayanan

kesehatan, yaitu Payback Period, Net Present Value dan Internal Rate of

(46)

(feasibility study) rumah sakit yang disusun Kementerian Kesehatan RI pada

tahun 2012, analisis keuangan terdiri dari: Break Even Point (BEP), Internal

Rate of Return (IRR), Net Present Value (NPV) dan Payback Period (PP).

a. Payback Period

Menurut Arifin dan Fauzi (1999) dalam Aditiya (2014), Payback Period merupakan metode dalam menentukan jangka waktu yang dibutuhkan dalam menutupi initial investment dari suatu proyek dengan

menggunakan cash inflow yang dihasilkan proyek investasi tersebut.

Metode ini menunjukkan berapa lama modal yang ditanamkan dalam

proyek tersebut dapat kembali ( Rangkuti, 2010 ).

Rumus :

Kelebihan metode Payback Period (PP) adalah dapat digunakan sebagai

alat pertimbangan resiko karena semakin pendek periode

pengembaliannya, maka semakin kecil resiko kerugiannya. Kelemahan

dari metode ini adalah tidak mempertimbangkan nilai waktu dari uang,

nilai sisa dari investasi dan arus kas setelah periode pengembalian

tercapai (Dagi, 2011 cit. Aditiya, 2014).

b. Net Present Value (NPV)

Metode Net Present Value (NPV) digunakan untuk menghitung selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan

kas bersih di masa yang akan datang. Dalam memperhitungkan nilai

(47)

nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan datang lebih

besar dari nilai investasi, proyek dikatakan layak dan apabila NPV yang

didapatkan mempunyai nilai sekarang penerimaan kas bersih yang lebih

kecil dari nilai investasi maka proyek tersebut tidak layak (Dagi, 2011

cit. Aditiya, 2014). Menurut Rangkuti (2010) metode ini merupakan

metode penilaian investasi klasik yang sampai saat ini paling populer

digunakan.

Rumus :

n CFt NPV = ∑ = - Io t-1 (1+k)

Keterangan :

NPV = Net Present Value n = Umur proyek

CFt = Arus kas pada tahun ke-t t = 1,2,3,4 dst

k = Biaya modal / tingkat bunga Io = Pengeluaran awal

Bila dibandingkan dengan teknik analisis yang lain, Husnan dan

Muhammad (2010) berpendapat bahwa lebih dianjurkan menggunakan

NPV karena metode lain mempunyai kelemahan yaitu diabaikannya nilai

waktu uang.

c. Internal Rate of Return (IRR)

Metode ini digunakan untuk menghitung tingkat bunga yang

dapat menyamakan antara nilai sekarang dari semua aliran kas

masuk dengan aliran kas keluar dari suatu investasi proyek

(48)

dengan nol. Nilai IRR dapat pula dicari dengan cara coba-coba (trial and

error). Caranya, hitung nilai sekarang dari arus kas suatu investasi

dengan menggunakan suku bunga wajar. Jika nilai investasi lebih kecil,

maka dicoba lagi dengan suku bunga yang lebih tinggi. Begitu juga

sebaliknya, sampai mendapatkan nilai investasi yang sama besarnya

dengan nilai sekarang. Jika IRR yang didapat ternyata lebih besar

daripada rate of return yang ditentukan, maka investasi dapat diterima.

Rumus :

Keterangan :

rk = tingkat bunga yang kecil (rendah)

rb = tingkat bunga yang besar ( tinggi )

NPV rk = Net Present Value pada rk

PV rk = Present Value of Proceeds pada rkl

PV rb = Present Value of Proceeds pada rb

Rumus lain dengan metode interpolasi adalah:

Keterangan:

P1 = tingkat bunga pertama

P2 = tingkat bunga kedua

(49)

C2 = NPV ke-2

Kriteria penilaiannya adalah jika IRR yang didapat ternyata lebih

besar dari Rate of return yang ditentukan maka investasi dapat diterima.

IRR adalah tingkat diskonto / discount rate yang menyamakan present

value aliran kas bersih dengan present value investasi. IRR atau sering

diartikan sebagai tingkat kembalian internal dicari dengan cara trial and

error atau interpolasi.

8. Arus Kas (cash flow)

Untuk menganalisis keputusan usulan investasi atau proyek investasi

apakah layak atau tidak, maka konsep yang digunakan adalah konsep arus

kas, bukan konsep laba. Hal ini dikarenakan laba yang dilaporkan dalam

laporan keuangan belum tentu dalam bentuk kas. Arus kas merupakan

jumlah kas keluar (cash outflow) dan kas masuk (cash inflow) karena suatu

proses investasi, mulai dari investasi dilakukan sampai berakhirnya investasi

tersebut (Kasmir dan Jakfar, 2007).

Husnan dan Muhammad (2010) mengelompokkan komponen dalam

aliran kas menjadi tiga bagian yaitu initial cash flow, operational cash

flow dan terminal cash flow yang terdiri dari cash flow nilai sisa (residu) saat investasi dan pengembalian modal kerja.

a. Aliran kas awal (initial cash flow)

Adalah kas keluar dalam rangka untuk keperluan aktiva tetap dan

penentuan besarnya modal kerja. Untuk menentukan initial cash flow

(50)

harus diidentifikasi, termasuk pengeluaran- pengeluaran untuk biaya

pendahuluan dan sebelum operasional serta penyediaan modal kerja.

b. Aliran kas operasional (operational cash flow)

Berasal dari operasional perusahaan meliputi aliran kas masuk dan

aliran kas keluar. Umumnya waktu yang dipergunakan dalam menaksir

aliran kas operasional ini disesuaikan dengan umur ekonomis investasi

tersebut.

c. Aliran kas akhir (terminal cash flow)

Menunjukkan aliran kas pada akhir umur ekonomis proyek. Aliran

kas ini berasal dari modal kerja dan penjualan aktiva tetap yang sudah

habis masa ekonomisnya.

B. Penelitian terdahulu

Penelitian Studi Kelayakan Pengadaan alat Picture Archiving and Communication System (PACS) selama ini belum pernah dilakukan di RSUP

dr Soeradji Tirtonegoro Klaten, yang akan menilai kelayakan dari aspek teknis,

pasar dan keuangan.

Penelitian yang hampir serupa telah dilakukan oleh:

1. Sri Muryani (1995) yang berjudul “ Studi Kelayakan Pengadaan Peralatan Medis pada Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta (Pengadaan Peralatan MRI

sebagai bahan kajian). Penelitian tersebut menggunakan metode analisis

terhadap 3 aspek yaitu aspek teknis, aspek pasar dan pemasaran, serta

aspek ekonomi dan keuangan. Hasil penelitian menyatakan peralatan MRI

(51)

2. Indri Kumara Lalita (2007) yang berjudul “Evaluasi Investasi Laparascopy Surgery (Minimal Invasive Surgery) di RS Bethesda”. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif dari aspek keuangan. Hasil penelitian

menyatakan peralatan laparascopy surgery layak diadakan.

3. Deki Wotulo (2009) yang berjudul “Analisis kelayakan investasi alat foto rontgen panoramik di RSUD Undata Palu Propinsi Sulawesi Tengah”, Penelitian tersebut menggunakan metode studi kasus deskriptif dari aspek

pasar dan keuangan. Hasil penelitian menyatakan investasi alat foto

rontgen panoramik layak dijalankan.

4. Irawan (2011) yang berjudul “ Evaluasi Contracting Out dan Keputusan Investasi Peralatan Foto Rontgen di RSU PKU Muhammadiyah

Delanggu”. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menyatakan investasi peralatan foto rontgen tersebut layak

secara keuangan.

Berbeda dengan beberapa penelitian diatas, penelitian ini dilakukan di

RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten. Jenis penelitian adalah studi kasus

deskriptif dengan penilaian studi kelayakan berdasarkan analisis aspek teknis,

pasar dan keuangan.

C. Landasan teori

Kegiatan investasi akan mendorong pula kegiatan ekonomi suatu negara,

penyerapan tenaga kerja, peningkatan output yang dihasilkan, penghematan

devisa atau bahkan penambahan devisa. Semua bentuk pengembangan rumah

(52)

sebab pertimbangan yang salah akan dapat terjadi kesulitan cashflow dan

berakibat fatal ( Trisnantoro, 2004). Jika peralatan tidak memiliki kapasitas

cukup, rumah sakit mungkin akan kehilangan pangsa pasarnya ( Riyanto,

2013).

Menurut Husnan dan Muhammad (2010) perlu diadakan studi kelayakan

proyek yaitu penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya

merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Studi kelayakan

adalah hasil analisis dan penjelasan kelayakan dari segala aspek yang akan

mendasari pendirian atau pengembangan suatu rumah sakit, terkait dengan

penentuan rencana kerja pelayanan kesehatan rumah sakit yang baru akan

dilakukan maupun lanjutan dari yang sudah ada dalam melakukan rencana

pengembangan atau peningkatan kelas dari suatu rumah sakit (Kemenkes RI,

2012).

Studi kelayakan memiliki berbagai aspek di dalam penilaiannya,

aspek-aspek dalam studi kelayakan adalah meliputi keuangan, pemasaran, teknis,

manajemen, hukum dan sosiodemografi, tetapi tidak semua aspek harus

dipelajari ( Lestari, 2011 ).

Siswanto (1993) menyatakan bahwa analisis aspek teknis dimaksudkan

untuk mendapatkan gambaran kelayakan terhadap penentuan kapasitas, jenis

teknologi yang paling cocok, lokasi yang paling menguntungkan dan

pemenuhan ketenagaan untuk mengelola peralatan. Apabila menunjukkan

kelayakan maka hasil analisis ini akan digunakan sebagai dasar untuk

(53)

digunakan berupa besarnya investasi yang diperlukan, biaya operasional dan

estimasi jangka waktu penggunaan alat.

Aspek pasar merupakan salah satu aspek utama dalam suatu studi

kelayakan yang harus dikaji secara bersamaan dengan berbagai aspek lainnya

secara lebih tajam. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa tidak mungkin

suatu produk / pelayanan dapat dikembangkan jika tidak ada pangsa pasar yang

akan menyerapnya. Kajian aspek pasar berkaitan dengan ada tidaknya potensi

pasar dan peluang pasar atas suatu produk di masa yang akan datang.

(Suratman, 2001).

Menurut Suliyanto (2010) salah satu studi kelayakan yang harus

dilakukan untuk menentukan suatu proyek investasi ini layak ataukah tidak

adalah studi kelayakan dari aspek finansial. Aspek finansial meliputi biaya

penggunaan modal, penyusutan, aliran kas, pajak penghasilan, dan metode

penilaian investasi. Metode yang digunakan untuk mengetahui kelayakan

suatu proyek investasi dari sisi keuangan adalah Payback Period, Net Present

Value dan Internal Rate of Return (Zelman et al, 2000). Sesuai pedoman penyusunan studi kelayakan (feasibility study) rumah sakit yang disusun

Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2012, analisis keuangan terdiri dari:

Break Even Point (BEP), Internal Rate of Return (IRR), Net Present Value

(54)

D. Kerangka Konsep

Untuk pengembangan RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten menjadi

rumah sakit pemberi pelayanan teleradiologi perlu dilakukan studi kelayakan

dari aspek teknis, pasar dan aspek keuangan untuk selanjutnya menyusun

strategi.

Pada penelitian ini kerangka konsep sebagai berikut :

Analisis aspek teknis Analisis aspek pasar

[image:54.595.131.466.291.551.2]

Analisis aspek keuangan

Gambar 2 Kerangka konsep rencana investasi alat PACS

E. Pertanyaan Penelitian

1. Apakah rencana investasi / pengadaan alat Picture Archiving and Communication System (PACS ) di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji

Tirtonegoro Klaten layak ditinjau dari aspek teknis? Jenis teknologi

Lokasi

Tenaga (SDM)

Kriteria Penilaian Investasi -Payback Period

-Net Present Value -Internal Rate of Return

Perkiraan permintaan Persaingan

(55)

2. Apakah rencana investasi / pengadaan alat Picture Archiving and Communication System ( PACS ) di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji

Tirtonegoro Klaten layak ditinjau dari aspek pasar?

3. Apakah rencana investasi / pengadaan alat Picture Archiving and Communication System ( PACS ) di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji

(56)

39

A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian studi kelayakan ini adalah studi kasus dengan pendekatan

deskriptif kuantitatif. Penelitian studi kasus adalah penelitian yang

menyelidiki suatu fenomena dalam konteks kehidupan nyata (Yin, 2012).

B.Subyek dan Obyek Penelitian

1. Subyek penelitian :

Kepala bidang pelayanan medik dan kepala instalasi radiologi.

2.Obyek penelitian :

Rumah Sakit Umum Pusat dr. Soeradji Tirtonegoro yang berkaitan dengan

instalasi radiologi.

Penelitian dilakukan pada bulan April - Mei 2016 di RSUP dr. Soeradji

Tirtonegoro yang beralamat di Jalan dr. Soeradji Tirtonegoro nomor 1

Klaten.

C.Definisi Operasional Variabel

1. Investasi atau penanaman modal adalah penggunaan sumber dana untuk

suatu tujuan keuntungan di masa depan, dalam hal ini adalah pengadaan

alat Picture Archiving and Communication System (PACS) untuk

kepentingan pengembangan pelayanan teleradiologi di Instalasi Radiologi

Rumah Sakit Umum Pusat dr Soeradji Tirtonegoro dengan melalui studi

(57)

2. Analisis aspek teknis dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran

kelayakan terhadap penentuan kapasitas, jenis teknologi yang paling

cocok, lokasi yang paling menguntungkan dan pemenuhan ketenagaan

untuk mengelola peralatan .

3. Analisis aspek pasar, yaitu untuk mendapatkan gambaran kelayakan

terhadap permintaan potensial atau pengguna produk yang dihasilkan,

kemungkinan adanya persaingan, serta perkiraan penjualan yang dapat

dicapai.

4. NPV (Net Present Value) atau Nilai sekarang bersih adalah selisih antara

nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaan kas bersih di

masa yang akan datang.

5. IRR (Internal Rate of Return) adalah tingkat diskonto / discount rate yang

menyamakan present value aliran kas bersih dengan present value invetasi.

6. PP (Payback Period) merupakan jangka waktu tertentu yang dibutuhkan

untuk mengembalikan atau menutup pengeluaran modal awalnya dengan

aliran kas masuk yang diperoleh selama tahun - tahun operasi di masa

datang.

7. Penilaian kelayakan investasi dari aspek keuangan secara keseluruhan

adalah berdasarkan hasil kelayakan seluruh metode yang meliputi metode

PP, NPV dan IRR. Jika seluruh metode hasilnya adalah layak, maka

(58)

D. Pengumpulan Data

1. Bukti atau data untuk keperluan studi kasus ini berasal dari dua sumber

data, yaitu : dokumen / rekaman arsip dan wawancara. Penggunaan

multi sumber bukti dalam studi kasus memberi keuntungan

pengembangan kesatuan inkuiri, suatu proses traingulasi. Dengan

demikian temuan apapun dalam studi kasus akan lebih menyakinkan

dan tepat jika didasarkan pada beberapa sumber informasi yang

berlainan mengikuti bentuk pendukungnya. Sebuah analisis

menunjukkan bahwa studi kasus yang menggunakan multi sumber bukti

telah dinilai lebih tinggi berkenaan dengan kualitas keseluruhannya,

dibanding yang hanya didasarkan pada sumber informasi tunggal.

2. Pada penelitian ini data sekunder dikumpulkan melalui dokumentasi dan

rekaman arsip, antara lain Rencana Strategis Bisnis (RSB) rumah sakit

dr Soeradji Tirtonegoro tahun 2015 - 2019, macam pelayanan, jumlah

tenaga, jumlah pasien dan jumlah pemeriksaan dari tahun 2013 s/d 2015

yang diperoleh dari instalasi radiologi, sub bagian sumber daya manusia,

instalasi rekam medik, dan bidang penunjang dan sarana.

3. Data primer diperoleh berupa informasi langsung dari sumbernya

dengan menanyakan langsung kepada responden untuk menggali data

dan informasi menggunakan metode:

a. Wawancara

Wawancara yaitu mengadakan tanya jawab dengan orang / bagian /

(59)

dilakukan sendiri oleh peneliti berdasarkan pedoman wawancara

yang telah disiapkan.

b. Observasi

Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung di lapangan

sehingga dapat memberi petunjuk / informasi.

E. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini dilakukan :

1. Analisis teknis untuk menilai kelayakan investasi dari aspek teknis,

yaitu untuk mendapatkan gambaran kelayakan terhadap penentuan

kapasitas ekonomis, jenis teknologi yang paling cocok, lokasi proyek

yang paling menguntungkan ditinjau dari berbagai segi dan <

Gambar

Tabel 1.1 Proyeksi tenaga dokter spesialis radiologi RSU di seluruh propinsi Republik Indonesia tahun 2014
Tabel 1.1 Proyeksi tenaga dokter spesialis radiologi RSU di seluruh propinsi Republik Indonesia tahun 2014 (sambungan)
Gambar 1. Sistem Teleradiologi
Tabel 1.2 Standar peralatan radiologi rumah sakit klas A atau setara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pelaksanaan e-purchasing merupakan bagian dari sistem pengadaan secara elektronik (spse) yang dikembangkan oleh lkpp, sehingga untuk interaksi dalam sistem ini

Hasil analisis menunjukkan bahwa kepercayaan wisatawan merupakan anteseden terpenting dalam pembentukan loyalitas destinasi yang memainkan peran mediasi pada hubungan

16 Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.. Memahami hakikat bahasa dan

Rektor Universitas Negeri Yogyakarta selaku Koordinator Pengawasan Ujian Nasional SMA/IVIA Tahun Pelaiaran 2008/2009 Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, memberil€n

program PTO, employee dapat menabung hari cuti mereka, atau mendonasikannya untuk rekan yang sakit parah..

Pada penelitian ini dilakukan uji validasi dengan metode penambahan bahan baku ( standard addition method ) terhadap sampel tablet clopidogrel ( Tabel 4) yang meliputi uji

Joko Nurkamto, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan dorongan dan arahan kepada peneliti

Dalam modul ini, anda akan menggunakan aplikasi berbasis Jejaring untuk membuat suatu bentuk tanggapan, yang dapat anda sertakan dalam bisnis Situs Jejaring