• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis tingkat konsumsi dan satus gizi ibu pada keluarga kelaparan dan tingkat tidak kelaparan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis tingkat konsumsi dan satus gizi ibu pada keluarga kelaparan dan tingkat tidak kelaparan"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

SILVIRAWATI SURYA

A54103054

PROGRAM STUDI

GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

Nutritional Status at Hunger Family and Not Hunger Family. (Pembimbing: IKEU TANZIHA and LILIK KUSTIYAH)

Objective: The goal was to identify hunger family characteristic and not the hunger, analyzing mothers’ consumption level at hunger family and the not hunger family, analyzing mothers’ nutritional status at hunger family and the not hunger family, analyzing family socioeconomic characteristic with consume energy level, and also analyze relation between mother consumption with nutritional status at hunger family and not hunger family.

Design: Cross Sectional Study in Sukamaju, Cibungbulang, Bogor and Sukaresmi, Tanah Sareal, Bogor. Data were collected between April until November 2006. Samples were selected by proportional method. Data type were collected is secondary data and primary data. Primary data is characteristic , hunger perception, mother consume which got by recall 2 x 24 hours method. Characteristic were collected by through interview using questioner. hunger Perception data collected by interview in each family member, except child, interview delegated to her mother.

(3)

Ibu pada Keluarga Kelaparan dan Tidak Kelaparan. (Dibawah Bimbingan IKEU TANZIHA dan LILIK KUSTIYAH)

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik keluarga kelaparan dan tidak kelaparan, menganalisis tingkat konsumsi ibu pada keluarga kelaparan dan tidak kelaparan, menganalisis status gizi ibu pada keluarga kelaparan dan tidak kelaparan, menganalisis karakteristik sosioekonomi keluarga dengan tingkat konsumsi energi, serta menganalisis hubungan tingkat konsumsi ibu dengan status gizi pada keluarga kelaparan dan tidak kelaparan.

Disain penelitian ini adalah Cross Sectional Study dan dilakukan di Desa

Sukamaju, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dan Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor pada bulan April sampai

November 2006. Pemilihan contoh secara purposive berdasarkan

desa/kelurahan miskin di Kabupaten dan Kota Bogor. Contoh terdiri dari keluarga miskin dan tidak miskin secara proporsional masing-masing sebanyak 30. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik contoh (berat badan dan tinggi badan ibu, umur ibu dan kepala keluarga (KK), lama pendidikan formal ibu dan kepala keluarga, jumlah anggota keluarga, pengetahuan gizi ibu, pekerjaan kepala keluarga dan ibu, dan pengeluaran keluarga), persepsi kelaparan, konsumsi pangan ibu yang

didapat dengan melakukan recall 2 x 24 jam pada ibu. Data karakteristik contoh

dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. Data persepsi kelaparan dikumpulkan melalui wawancara pada setiap anggota keluarga, kecuali anak balita, wawancara diwakilkan pada ibunya.

Berdasarkan ukuran kelaparan kualitatif, hasil penelitian menunjukan 55 orang responden (17.10%) mengalami kelaparan dan 267 orang (82.90%) tidak kelaparan. Namun bila dihitung prevalensi dalam unit keluarga, maka prevalensi kelaparan keluarga adalah 23.33 persen. Persentase terbesar keluarga responden termasuk keluarga sedang baik keluarga kelaparan (50.00%) maupun tidak kelaparan (45.65%). Sebaran umum KK baik pada keluarga kelaparan maupun keluarga tidak kelaparan berusia antara umur 40 – 60 tahun. Usia ibu pada keluarga kelaparan dan keluarga tidak kelaparan sebagian besar contoh (64.3% dan 54.3%) termasuk pada kisaran usia 18-39 tahun.

Proporsi terbesar pendidikan KK baik pada keluarga kelaparan (78.57%) maupun keluarga tidak kelaparan (50.00%) berada pada tingkat SD. Sebagian besar pendidikan ibu baik dari keluarga kelaparan (78,6%) maupun keluarga tidak kelaparan (63.0%) berada pada tingkat SD, serta tidak ada ibu yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Pengetahuan gizi ibu tersebar merata di tiga kategori yaitu rendah (35.00%), sedang (50.00%) dan tinggi (15.00%). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kelaparan dengan jumlah pertanyaan yang dijawab benar.

(4)

(r = 0.33; p=0.01) antara kelompok keluarga kelaparan dan tidak kelaparan dengan pengeluaran perbulan. Hasil uji t juga menunjukkan adanya perbedaan pengeluaran keluarga kelaparan dan tidak kelaparan. Rata-rata pengeluaran perkapita perbulan keluarga kelaparan lebih rendah dibandingkan dengan keluarga kelaparan. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat hubungan yang nyata positif antara pengeluaran perkapita perbulan (r = 0.35; p < 0.05) dan pengeluaran pangan perkapita perbulan (r = 0.34; p < 0.05) dengan kejadian kelaparan. Pada keluarga kelaparan 85.7% berada di bawah garis kemiskinan, sedangkan pada keluarga tidak kelaparan hanya 17.4% yang berada di bawah garis kemiskinan.

Konsumsi ibu yang tidak kelaparan lebih beragam daripada ibu yang kelaparan. Uji korelasi menunjukkan adanya hubungan yang sangat nyata antara konsumsi energi, protein, kalsium, zat besi dan selenium dengan kejadian kelaparan dan tidak kelaparan pada p < 0.05. Hasil uji t menunjukkan tingkat kecukupan semua zat gizi berpengaruh nyata terhadap kejadian kelaparan pada

p = 0.05. Rata-rata responden memiliki nilai IMT 25.09 ± 4.17. Rata-rata nilai IMT

pada individu kelaparan adalah 25.74 ± 3.77dan pada individu tidak kelaparan

adalah 24.90 ± 4.30. Sebagian besar ibu dari keluarga kelaparan berada pada

kriteria status gizi lebih (64.29%) dan selebihnya berstatus gizi normal (35.71%). Sebagian Ibu dari keluarga tidak kelaparan (50.00%) berada pada status gizi normal.

(5)

SILVIRAWATI SURYA. A54103054.

(6)

ANALISIS TINGKAT KONSUMSI DAN STATUS GIZI IBU

PADA KELUARGA KELAPARAN DAN TIDAK KELAPARAN

Skripsi

Sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Manusia

Oleh:

SILVIRAWATI SURYA

A54103054

PROGRAM STUDI

GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA

FAKULTAS PERTANIAN

(7)

JUDUL : ANALISIS TINGKAT KONSUMSI DAN STATUS GIZI IBU PADA KELUARGA KELAPARAN DAN TIDAK KELAPARAN

Nama Mahasiswa : SILVIRAWATI SURYA

Nomor Pokok : A54103054

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS Dr. Ir. Lilik Kustiyah, MSi

NIP. 131 628 329 NIP. 131 669 945

Mengetahui,

Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan

tepat pada waktunya. Penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat Konsumsi dan

Status Gizi Ibu pada Keluarga Kelaparan dan Tidak Kelaparan” ini merupakan

salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pertanian pada Program

Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut

Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS dan Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen

pembimbing atas masukan, motivasi, saran dan bimbingannya.

2. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen penguji atas masukan demi

sempurnanya karya tulis ini.

3. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing akademik atas

bimbingan dan saran yang diberikan selama ini.

4. Warga Desa Sukamaju, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor dan

Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor.

5. Ayah, ibu serta seluruh keluarga atas doa, dukungan, motivasi, nasehat dan

kasih sayang yang dicurahkan. Aa dan keluarga untuk doa dan

dukungannya.

6. Komunitas A3 366, JIMS BAR, Radar 6, Inna dan Ika, Indy dan Desty, teman

sepenelitian (Putri, Dian dan Jowie), serta rekan-rekan mahasiswa Program

Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga atas semua yang telah

kalian berikan selama ini.

7. Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan moril

kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan

pembaca pada umumnya.

Bogor, Mei 2007

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 10 Juni 1985 dari pasangan

Drs. H. Ucup Yusuf Aliudin, M.Pd dan Ibu Dra. Hj. Titin Surtini. Penulis adalah

anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2003 penulis menyelesaikan studi di SMU Insan Cendekia dan

pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru di Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,

Fakultas Pertanian. Selama di IPB, penulis menjadi pengurus Himpunan

Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA) pada tahun ajaran

2004/2005 serta Bina Desa pada tahun ajaran 2004/2005 dan 2005/2006. Selain

itu, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Metode Penilaian Gizi pada tahun

ajaran 2005/2006. Pada tahun 2006 penulis memenangkan Lomba Karya Tulis

Ilmiah Bidang Pendidikan tingkat IPB sebagai juara III dan pada tahun yang

sama terpilih sebagai juara III Mahasiswa Berprestasi Program Studi GMSK.

(10)

DAFTAR ISI

Definisi dan Pengukuran Konsumsi... Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi... Status Gizi... Definisi dan Pengukuran Status Gizi... Kecukupan Gizi yang Dianjurkan... Menaksir AKG pada Kecukupan Energi dan Protein...

KERANGKA PEMIKIRAN ...

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu ... Penentuan Sasaran Penelitian... Jenis dan Cara Pengumpulan Data... Pengolahan dan Analisis Data... Definisi Operasional...

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi ... Kelaparan ... Kelaparan Kualitatif ... Karakteristik Keluarga Lapar dan Tidak Lapar ... Konsumsi Gizi ... Status Gizi ... Hubungan Sosioekonomi Keluarga dengan Tingkat Konsumsi Energi (TKE) ... Hubungan Konsumsi dengan Status Gizi ...

KESIMPULAN DAN SARAN

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pengaruh kelaparan terhadap sistem tubuh ...

2

Rata-rata konsumsi pangan tingkat rumah tangga tahun 2004-2005 ..

3 Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG 2004) ...

4 Sebaran individu menurut kelaparan kualitatif ...

5 Sebaran keluarga menurut kelaparan kualitatif ...

6 Jenis dan cara pengumpulan data ...

7

Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia ...

8 Sebaran keluarga menurut jumlah anggota keluarga ...

9 Sebaran keluarga menurut kelompok umur KK.... ...

10 Sebaran keluarga menurut kelompok umur ibu ...

11 Sebaran keluarga menurut tingkat pendidikan KK dan ibu...

12 Jumlah responden yang menjawab pertanyaan dengan benar dan

salah ...

13 Sebaran keluarga menurut pengetahuan gizi ibu ...

14 Jenis pekerjaan KK pada keluarga kelaparan dan tidak kelaparan ...

15 Jenis pekerjaan ibu pada keluarga kelaparan dan tidak

kelaparan...

16 Rata-rata dan standar deviasi pengeluaran keluarga

(Rp/Bln)...

17 Rata-rata dan standar deviasi pengeluaran perkapita keluarga

(Rp/Kap/Bln) ...

18 Sebaran keluarga menurut garis kemiskinan ...

19 Rata-rata Pengeluaran keluarga perbulan (Rp/Bln) untuk beberapa

jenis pangan...

20 Rata-rata konsumsi pangan (g/hari) ibu pada keluarga kelaparan dan

tidak kelaparan ...

21 Rata-rata dan simpangan baku Tingkat Konsumsi Gizi (%) pada

individu kelaparan dan tidak kelaparan ...

22 Sebaran individu pada berbagai kriteria status gizi ...

23 Rata-rata tingkat konsumsi zat gizi (%) pada berbagai kategori status

gizi ...

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Hasil uji korelasi ...51

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan dan kelaparan merupakan masalah yang mendasari

berbagai masalah yang dihadapi negara berkembang. Beberapa usaha dilakukan

oleh organisasi di tingkat dunia maupun nasional. Lembaga-lembaga panganpun

didirikan sebagai upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kelaparan

diantaranya FAO. Salah satu usaha FAO untuk mengatasi kelaparan adalah

memprakarsai dan menyelenggarakan WFS: fyl (World Food Summit: Five Years

Later) yang dihadiri oleh 183 delegasi negara, yang menghasilkan Deklarasi

Roma tentang Ketahanan Pangan Dunia (Rome Declaration on World Food

Security)(Suryana 2002).

Kesepakatan utama para kepala negara dan pemerintah dalam WFS

tahun 1996 itu berupa komitmen bersama masyarakat dunia untuk mewujudkan

ketahanan pangan bagi setiap orang, dan menghapuskan penduduk yang

kelaparan di seluruh negara. Sasaran kuantitatifnya adalah mengurangi jumlah

penduduk rawan pangan yang menjadi setengahnya paling lambat tahun 2015.

Karena jumlah penduduk rawan pangan di dunia tahun 1996 diperkirakan sekitar

800 juta jiwa, maka sasaran pengurangan sebesar 400 juta jiwa selama 20

tahun, atau rata-rata 20 juta jiwa per tahun (Suryana 2002).

Pada 1996, jumlah penduduk miskin turun menjadi 22,5 juta jiwa atau

sedikit di atas 11 persen. Di pengujung 1997, kita mengalami krisis yang

sungguh parah yang mengakibatkan jumlah penduduk miskin membengkak

kembali, sehingga pada 1998 menjadi hampir 50 juta jiwa atau 24 persen dari

jumlah penduduk. Tetapi, dalam tahun-tahun terakhir, sejalan dengan pemulihan

ekonomi dan pertumbuhan ekonomi pun sudah mulai meningkat, maka pada

2002 jumlah penduduk miskin turun menjadi 38 juta jiwa atau sedikit di atas 18

persen dari jumlah penduduk. Menurut catatan BPS, pada 2003 jumlah

penduduk miskin absolut secara nasional 37 juta jiwa atau sekitar 17,5 persen

dari total penduduk Indonesia. Dilihat dari komposisi penduduk miskin, maka

pada saat ini diperkirakan jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan sekitar

dua kali jumlahnya dibandingkan dengan orang-orang miskin yang hidup di

perkotaan. Penyumbang terbesar penduduk miskin tetap berada di Jawa, karena

padatnya penduduk, kesuburan tanah yang menurun, terbatasnya harga jual

hasil panen, terutama gabah, serta alternatif sumber penghasilan yang lain

(14)

Menurut FAO (2005) di Indonesia terdapat enam persen penderita

kelaparan, hal ini berarti diantara 20 orang Indonesia terdapat satu orang yang

kelaparan. Indonesia akan mampu mencapai target menurunkan setengah

jumlah penderita kelaparan sampai dengan tahun 2015 apabila dapat

menurunkan jumlah penderita kelaparan minimal 20 000 orang setiap tahunnya.

Upaya memerangi kelaparan dan mengurangi kemiskinan telah dilakukan di

Indonesia sejak awal kemerdekaan secara terus menerus. Setelah tahun 1996

pemerintah bersama masyarakat melakukan upaya antara lain melalui program

peningkatan produksi pangan, program Jaring Pengaman Sosial di bidang

pertanian, pendidikan, sosial dan kesehatan. Namun demikian pada tahun 1999

masih tercatat 49.9 juta jiwa yang masih menderita kelaparan dan 47.9 juta jiwa

yang miskin (Kompas 16 April 2002).

Kelaparan merupakan akibat dari banyak faktor yang harus ditangani

dengan kerjasama antar pihak-pihak yang berkepentingan. Kelaparan dapat

berdampak buruk terhadap status gizi seseorang. Selain itu, kelaparan juga

dapat berakibat buruk pada kelangsungan hidup manusia karena pangan

merupakan kebutuhan dasar yang paling utama bagi manusia yang dibutuhkan

bagi kelanjutan hidup manusia. Manusia membutuhkan pangan dengan alasan

makanan adalah sumber zat gizi yang dibutuhkan manusia untuk mencapai

derajat kesehatan. Kebutuhan makanan setiap tingkatan usia berbeda

disesuaikan dengan tingkat aktivitas dan tahapan perkembangan manusia.

Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tersebut baik pada masa lalu maupun masa

sekarang dicerminkan oleh keadaan status gizi yang dapat diukur dengan

beberapa cara. Oleh karena itu, faktor utama yang mempengaruhi status gizi

seseorang adalah konsumsi pangannya.

Kebutuhan gizi minimum sehari merupakan jumlah zat gizi minimal yang

harus ada dalam pangan yang diperlukan seseorang dalam sehari untuk hidup

sehat. Kekurangan atau kelebihan konsumsi zat gizi dari kebutuhan secara terus

menerus dapat membahayakan kesehatan. Kekurangan energi dan protein pada

jangka pendek akan menyebabkan kelaparan dan selanjutnya akan

menyebabkan penurunan berat badan dan produktivitas. Pada keadaan

kekurangan energi dan protein yang berat dapat terjadi marasmus atau

kwashiorkor. Berbeda dengan kebutuhan gizi, kecukupan gizi memiliki arti jumlah

zat gizi yang diperlukan agar hampir semua (97.5%) populasi hidup sehat

(15)

Ibu adalah manajer dan pengatur pangan dan keluarga. Ibu akan

berusaha menjamin kebutuhan pangan setiap anggota keluarganya. Oleh karena

itu, ibu seharusnya selalu dalam keadaan status gizi yang baik agar dapat

berperan optimal untuk keluarga. Akan tetapi pada kenyataannya, apabila terjadi

kekurangan pangan di suatu keluarga maka ibu adalah anggota keluarga yang

pertama kali mengalah agar kebutuhan anggota keluarga lainnya dapat

tercukupi, sehingga apabila ibu memiliki status gizi yang buruk dapat diartikan

bahwa kekurangan pangan di keluarga tersebut cukup parah. Oleh karena itu,

penelitian ini dilakukan pada ibu rumah tangga untuk bisa menjawab pertanyaan

penelitian, antara lain:

1. Bagaimana konsumsi ibu pada keluarga kelaparan dan tidak kelaparan

2. Bagaimana status gizi ibu pada keluarga kelaparan dan tidak kelaparan

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat konsumsi dan status

gizi ibu pada keluarga kelaparan dan tidak kelaparan.

Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi karakteristik keluarga kelaparan dan tidak kelaparan.

2. Menganalisis tingkat konsumsi ibu pada keluarga kelaparan dan tidak

kelaparan.

3. Menganalisis status gizi ibu pada keluarga kelaparan dan tidak kelaparan

4. Menganalisis hubungan sosioekonomi keluarga dengan tingkat konsumsi

energi.

5. Menganalisis hubungan tingkat konsumsi ibu dengan status gizi pada

keluarga kelaparan dan tidak kelaparan.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang konsumsi

dan status gizi ibu pada keluarga kelaparan dan tidak kelaparan. Informasi ini

nantinya diharapkan dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak terkait untuk

mengatasi kelaparan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Bagi

mahasiswa penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Kelaparan Konsep Kelaparan

Kelaparan merupakan kondisi dimana seseorang tidak memperoleh

konsumsi makanan yang cukup. Kelaparan dan status gizi merupakan dua hal

yang disebabkan oleh konsumsi pangan yang tidak cukup pada waktu tertentu.

Kelaparan akan berakibat pada penurunan kualitas sumberdaya manusia

sehingga pemerintah melakukan beberapa upaya untuk mencegah dan

mengatasinya (Soekirman 2000). Kelaparan dapat didefinisikan sebagai suatu

kondisi hasil dari kurangnya konsumsi pangan kronik, yang disebabkan oleh

ketidak mampuan mendapatkan pangan yang cukup (Lenhart 1989). Konsep

kelaparan berdasarkan FAO (2003) yaitu ketidak mampuan memenuhi

kebutuhan energi (secara rata-rata sepanjang tahun) untuk hidup sehat, produktif

dan mempertahankan berat badan sehat. Kelaparan juga dapat didefinisikan

sebagai kurang pangan (food deprivation) dan kurang gizi (undernourishment)

(Mason 2003), atau perasaan tak tenang atau gelisah yang disebabkan oleh

kurangnya akses terhadap pangan (Kennedy 2003).

Konferensi Tingkat Tinggi Pangan Dunia 1996 menegaskan bahwa hak

setiap orang untuk memiliki akses terhadap pangan yang aman, bermutu dan

bergizi. Hasil KTT tersebut konsisten dengan deklarasi hak asasi manusia pada

tahun 1948 bahwa bebas dari kelaparan merupakan hak asasi bagi setiap orang.

Dengan demikian diperlukan komitmen yang kuat dari berbagai pihak untuk

melakukan berbagai upaya dalam rangka menurunkan separuh dari jumlah

penderita kelaparan dunia dan Indonesia khususnya pada tahun 2015.

Penelitian yang dilakukan oleh Casey menunjukkan bahwa terdapat

hubungan yang erat antara kejadian kerawanan pangan ditingkat keluarga

dengan kondisi emosional ibu. Oleh karena itu keadaan ibu sangat

mempengaruhi keadaan gizi anggota keluarganya (Casey, et al 2004). Kelaparan

selalu berkaitan langsung dengan kekurangan pangan yang parah yang

berdampak pada status gizi penderitanya, namun sebenarnya secara ilmiah ada

dua jenis kelaparan, yaitu kelaparan kentara dan kelaparan tidak kentara (hidden

hunger). Kelaparan kentara didefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang

memenuhi kebutuhan pangan untuk hidup sehat, cerdas dan produktif karena

masalah daya beli dan atau ketersediaan pangan, sedangkan kelaparan tidak

(17)

antropometri pengukuran kelaparan kentara bisa dilihat, namun kelaparan tidak

kentara sulit untuk dilihat dengan ukuran antropometri, tetapi dapat disimpulkan

melalui penilaian status gizi secara biokimia atau pemeriksaan klinis (Martianto

2002).

Definisi kelaparan yang diusulkan untuk dipakai di Indonesia yaitu

“kelaparan merupakan kondisi seseorang yang tidak mampu memenuhi

kebutuhan pangan dalam jangka waktu tertentu karenan ketersediaan pangan

dan ekonomi” dalam hal ini orang berpuasa, diet, menderita penyakit tidak

termasuk dalam batasan ini. Definisi yang hampir sama juga dihasilkan dari

kesepakatan Pertemuan 27 November 2002 (BBKP DEPTAN) yaitu kelaparan

merupakan ketidakmampuan seseorang memenuhi kebutuhan pangan minimal

untuk hidup sehat, cerdas dan produktif selama dua bulan berturut-turut karena

masalah daya beli dan/atau ketersediaan pangan serta nilai-nilai masyarakat

(Tanziha 2005).

Menurut Mason (2003) ciri-ciri adanya kelaparan dapat dilihat dari:

1. Dampak terhadap kesehatan: kekurangan gizi secara fisik diindikasikan oleh

wasting (rendahnya BB/TB), underweight (rendahnya IMT) atau stunting

(rendahnya TB/U), pada defisiensi micronutrient terjadi immunocompetence

yang rendah, anemia, dampak terhadap perkembangan dan kemampuan

kognitif.

2. Penderitaan: penyakit dan kesulitan karena kelaparan, merasa kesulitan atau

sakit karena kekurangan pangan, sebagian besar orang akan lebih

memperhatikan kebutuhan pangan untuk anak-anaknya.

3. Perilaku: kemiskinan, orientasi utama untuk mencari makan dan perilaku

untuk mendapatkan bantuan demi kelangsungan hidup.

4. Ekonomi: mengurangi produktivitas, disebabkan karena rendahnya

kesediaan energi untuk kerja dan rendahnya kekuatan fisik karena

kekurangan gizi.

Kelaparan dapat menyebabkan seorang dewasa kehilangan separuh dari

berat badannya dan anak-anak lebih dari separuh berat badannya. Kehilangan

berat paling banyak terjadi di hati dan usus, lalu di jantung dan ginjal, dan paling

sedikit di sistem saraf. Tanda yang paling jelas dari berkurangnya berat badan

adalah berkurangnya lemak di bagian tubuh yang dalam keadaan normal

menyimpan lemak, berkurangnya ukuran otot dan menonjolnya tulang-tulang.

(18)

jarang/tipis dan mudah rontok. Sebagian besar sistem tubuh akan terkena

akibatnya dan kelaparan total akan berakibat fatal dalam 8-12 minggu (Anonim

2006).

Tabel 1 Pengaruh kelaparan terhadap sistem tubuh

Sistem Efek

Sistem Pencernaan • Menurunkan produksi asam lambung

• Diare yg sering & bisa berakibat fatal Sistem

Kardiovaskuler (Jantung & Pembuluh Darah)

• Mengurangi ukuran jantung & jumlah darah yg dipompa,

memperlambat denyut jantung & menurunkan tekanan darah

• Pada akhirnya menyebabkan kegagalan jantung

Sistem Pernafasan • Memperlambat pernafasan, mengurangi kapasitas

paru-paru

• Pada akhirnya menyebabkan kegagalan pernafasan

Sistem Reproduksi • Mengurangi ukuran indung telur (pada wanita) & buah

zakar (pada laki-laki)

• Kehilangan gairah seksual (libido)

• Terhentinya siklus menstruasi

Sistem Saraf • Apati & mudah tersinggung, meskipun intelektual tidak

terganggu

Sistem Muskuler

(Otot) •

Kesanggupan yang rendah untuk melakukan latihan atau kerja, karena berkurangnya ukuran & kekuatan otot

Sistem Hematologis (Darah)

• Anemia

Sistem Metabolik • Suhu tubuh yg rendah (hipotermia), sering

menyebabkan kematian

• Pengumpulan cairan di kulit, terutama disebabkan oleh

hilangnya lemak dibawah kulit

Sistem Kekebalan • Terganggunya kemampuan untuk melawan infeksi &

penyembuhan luka

Sumber : Anonim (2006)

Prevalensi overweight dan obesitas di United States meningkat pada

keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah, yang kebanyakan

mengalami ketidaktahanan pangan. Pemilihan makanan atau adaptasi fisiologi

sebagai respon terhadap kekurangan pangan dapat meningkatkan lemak tubuh.

Wanita yang mengalami kekurangan pangan pada tingkat menengah atau berat

menjadi lebih mudah overweight daripada wanita dengan kecukupan pangan.

Hubungan kekurangan pangan dengan kelaparan diukur dengan menggunakan

(19)

resiko terjadinya obesitas pada wanita di Latino, Asia dan amerika tapi tidak pada

wanita kulit putih (Kaiser et al. 2001).

Pengukuran Kelaparan

Kuantitatif. Secara operasional kelaparan merupakan ketidakmampuan seseorang memenuhi tujuh puluh persen kebutuhan energi yang disertai

penurunan berat badan karena masalah daya beli dan/atau ketersediaan

pangan. Dalam hal ini kelaparan yang dimaksud adalah kelaparan kronis,

dimana seorang individu dikatakan lapar apabila dalam dua bulan berturut-turut

konsumsi energinya kurang dari tujuh puluh persen kebutuhan (Tanziha 2005).

Dua bulan dipakai sebagai ukuran waktu kelaparan, karena diasumsikan

apabila seorang dewasa tingkat konsumsi energinya kurang dari tujuh puluh

persen dalam jangka waktu dua bulan, maka individu tersebut akan mengalami

penurunan berat badan sebesar tiga sampai dengan lima kg, yang dapat

dirasakan langsung oleh individu tersebut. Sehingga apabila individu ditanyakan

apakah terjadi penurunan berat badan karena kurang makan, maka responden

dapat menjawab dengan benar, walaupun hanya dengan ukuran pesepsi

berdasar terasa baju atau celana yang semakin longgar (Hardinsyah 2002).

Ada 4 jenis kondisi yang hampir sama untuk menilai ketidaktahanan

pangan atau kelaparan baik pada tingkat rumah tangga maupun individu yaitu; 1)

Ketersediaan pangan (Dietary Energy Supply), 2) Konsumsi Energi, 3) Status

Gizi Secara antropometri dan 4) Persen pengeluaran untuk makanan (% food

Expenditure) (FAO 2002).

Kualitatif. FAO (2003) dalam menghitung besaran kelaparan dan membuat peta kelaparan dunia, digunakan indikator proses yaitu konsumsi

energi dan indikator dampak yaitu status gizi. Bila dibandingkan dengan

konsumsi, indikator status gizi relatif lebih mudah pemantauannya, hanya sudah

agak terlambat bagi penanggulangan kelaparan atau bukan merupakan isyarat

dini. Carlson, Andrews and Bickel (1999) mengembangkan indikator kualitatif

yang dapat memprediksi kelaparan. Apabila dalam suatu rumah tangga orang

tua memikirkan bagaimana makan selanjutnya dan bagaimana makanan itu bisa

diperoleh, sudah merupakan indikator adanya kelaparan di rumah tangga itu.

Hasil penelitian USDA pada tahun 1991 (www. Ers.usda,gov)

mengembangkan indikator kualitatif kelaparan bersamaan dengan indikator

kualitatif ketahanan pangan, menunjukkan bahwa ada tiga indikator yang

(20)

kelaparan. Indikator yang menunjukkan ketidaktahanan pangan yaitu : 1) mereka

merasakan kecemasan habisnya persediaan makanan, sebelum mereka

mempunyai uang untuk membelinya lagi, 2) makanan habis sebelum mereka

mendapat uang untuk membelinya lagi, dan 3) mereka tidak bisa makan dengan

gizi seimbang. Indikator yang menunjukkan kelaparan yaitu : 1) orang dewasa

memberikan makanan bagiannya untuk anak-anak karena sedikitnya persediaan

makanan (kelaparan rumah tangga dalam kategori sedang); 2) ada anak di

rumah tangga tersebut tidak kebagian makan karena sedikitnya persediaan

makanan yang ada (kelaparan rumah tangga tingkat berat).

Konsumsi Definisi dan Pengukuran Konsumsi

Konsumsi pangan merupakan informasi mengenai jenis dan jumlah

makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.

Batasan ini menujukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan

aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Pangan sebagai

sumber berbagai zat gizi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi setiap hari.

Namun kebutuhan pangan harus dipenuhi dalam jumlah yang cukup karena

kekurangan atau kelebihan pangan akan berdampak terhadap kesehatan

(Hardinsyah et al 2002).

Konsumsi pangan seseorang atau sekelompok orang dipengaruhi oleh

berbegai faktor. Menurut Harper et al (1986) terdapat 4 faktor utama yang

mempengaruhi konsumsi seseorang atau sekelompok orang, yaitu: produksi

pangan untuk keperluan rumah tangga, pengeluaran uang untuk pangan rumah

tangga, pengetahuan gizi dan tersedianya pangan.

Salah satu indikator kesejahteraan masyarakat adalah tingkat konsumsi.

Semakin tinggi konsumsi masyarakat maka dapat dikatakan bahwa tingkat

kesejahteraan penduduknya telah meningkat (Anonim 2004). Pada tahun 2005,

kualitas konsumsi penduduk sudah semakin baik, yang ditunjukkan oleh

keragaman konsumsi pangan penduduk mendekati skor mutu konsumsi sesuai

Pola Pangan Harapan (PPH) yang Beragam, Bergizi, dan Berimbang (3B)

(21)

Tabel 2 Rata-rata konsumsi pangan tingkat rumah tangga tahun 2004-2005

N

o Kelompok Pangan

Th. 2004 Th. 2005 Gram Energi% AKG Skor

PPH Gram Energi% AKG Skor

Sumber : Anonim (2002)

Penilaian konsumsi dapat dilakukan pada tingkat individu, keluarga

maupun masyarakat. Beberapa metode yang dapat digunakan pada survei

konsumsi pangan di tingkat rumah tangga antara lain : metode inventaris

(inventory method), metode pendaftaran (food list-recall method), metode

frekuensi pangan (food frequency method), food account method dan food record

method. Terdapat dua kelompok metode yang dapat digunakan untuk mengukur

konsumsi pangan individu, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Survei konsumsi pada

tingkat individu dapat menggunakan metode-metode berikut ini: penimbangan

(weighed foodmethod), metode mengingat-ingat (recall method), riwayat makan

(dietary history), frekuensi pangan (food frequency questionnaire), estimated food

record dan metode kombinasi. Setiap metode memiliki kelemahan dan kelebihan,

sehingga dalam memilih metode yang akan digunakan diperhatikan tujuan

dilakukannya penilaian (Gibson 2005).

Metode Mengingat-ingat (Recall Method). Pada metode ini dicatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu

(biasanya recall 24 jam) secara detail termasuk metode memasak dan merk

makanan yang dikonsumsi. Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan

menanyakan jumlah pangan dalam ukuran rumah tangga, setelah itu baru

dikonversikan ke dalam satuan berat. Metode ini dapat dilakukan pada anak

yang berusia diatas delapan tahun, orang dewasa kecuali untuk orang yang

bermasalah dengan ingatan. Anak yang berusia 4-8 tahun dapat di recall dapat di

(22)

Metode recall ini murah, dan tidak memakan waktu banyak. Kekurangan

metode adalah data yang dihasilkan kurang akurat karena mengandalkan

keterbatasan daya ingat sesorang dan tergantung dari keahlian tenaga

pencatatan dalam mengkonversikan URT kedalam satuan berat serta adanya

variasi URT antar daerah, dan ada variasi interpretasi besarnya ukuran (besar,

sedang, kecil, dll) antar responden (Gibson 2005).

Metode recall umumnya digunakan untuk survei konsumsi tingkat

individu. Dalam metode ini, responden diminta untuk mengingat semua makanan

yang telah dimakan, biasanya makanan sehari atau 24 jam yang lalu. Responden

diminta untuk mengingat jenis masakan yang dimakan beserta jenis pangan

penyusunnya. Jumlah makanan yang dicatat biasanya dalam bentuk masak

(kecuali untuk makanan-makanan tertentu yang biasa dikonsumsi dalam bentuk

segar dan mentah) dalam ukuran rumah tangga (URT) misalnya gelas, mangkuk,

sendok makan dsb. Untuk membantu mengperkirakan jumlah makanan yang

dimakan, deskripsikan dan identifikasi secara tepat setiap jenis pangan dengan

menggunakan ukuran porsi, food models, atau foto pangan. Penggaris dapat

digunakan untuk mengestimasi ukuran pangan. Kuesioner yang terstruktur

digunakan sebagai pemandu pengisian data. Metode recall dapat diulang pada

waktu lain untuk mengetahui rata-rata intik pangan individu pada waktu yang

lama (Gibson 2005).

Frekuensi Pangan (Food Frequency). Penggunanan metode frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan

informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Metode ini umumnya tidak digunakan

untuk memperoleh data kuantitatif pangan ataupun intik konsumsi zat gizi.

Metode frekuensi pangan dapat juga digunakan untuk menilai konsumsi pangan

secara semikuantitatif dengan memasukkan ukuran porsi makanan. Hal ini

tergantung dari tujuan studi, apakah hanya ingin menggali frekuensi penggunaan

pangan saja atau juga sekaligus dengan konsumsi zat gizinya. Dengan metode

ini, kita dapat menilai frekuensi penggunaan pangan atau kelompok pangan

tertentu (misalnya : sumber lemak, sumber protein, sumber vitamin A, dsb)

selama kurun waktu yang spesifik (misalnya : per hari, minggu, bulan, tahun) dan

sekaligus mengperkirakan konsumsi zat gizinya. Kuesioner mempunyai dua

komponen utama yaitu daftar pangan dan frekuensi penggunaan pangan

(23)

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi

Banyak hal yang mempengaruhi konsumsi pangan individu. Faktor yang

mempengaruhi konsumsi pangan penduduk suatu daerah adalah faktor ekonomi,

harga, sosio budaya dan religi. Di tingkat rumah tangga, kesehatan sangat

berperan terhadap konsumsi pangan anggotanya. Keadaan fisiologis seseorang

juga sangat mempengaruhi jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya.

Ibu hamil, ibu menyusui, serta bayi dan anak-anak memerlukan makanan dengan

jumlah dan jenis yang lebih banyak, karena mereka membutuhkan zat gizi yang

cukup untuk pertumbuhan dan perkembangan.

Pendapatan. Menurut Hardinsyah, Setiawan dan Baliwati (1987) salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jumlah atau jenis pangan yang dikonsumsi

keluarga adalah status ekonomi. Salah satu ukuran status ekonomi adalah

tingkat pendapatan total yang diterima oleh keluarga, yang dapat dicerminkan

dari pengeluaran total keluarga. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa

meningkatnya pendapatan seseorang akan mempengaruhi pola konsumsi

pangan seseorang, akan tetapi alokasi pendapatan yang lebih besar untuk

pangan tidak menjamin keberagaman terjadinya perubahan-perubahan dalam

susunan makanan. Kadang-kadang perubahan utama yang terjadi di dalam

kebiasaan makan adalah pangan yang dimakan lebih mahal.

Menurut Soekirman (2000) penurunan pendapatan berhubungan

langsung dengan penurunan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan

pada jangka waktu yang lama akan menyebabkan gizi kurang. Hal ini dapat

dijelaskan dengan hukum Engel yang menyatakan bahwa: “Pada saat terjadinya

peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan pendapatannya untuk

pangan dengan porsi yang semakin kecil. Sebaliknya bila pendapatan menurun,

porsi yang dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat”.

Peningkatan pendapatan akan meningkatkan perhatian terhadap

kandungan gizi makanan yang akan dikonsumsi sehingga kualitas konsumsi

pangan meningkat. Pada tingkat pendapatan yang rendah, konsumsi diutamakan

pada pangan sumber energi terutama padi-padian (Soekirman 2000). Menurut

Hardinsyah et al (2002) terdapat kecenderungan dengan peningkatan

pendapatan seseorang maka jenis pangan yang dikonsumsi akan semakin

beragam. Namun kadang-kadang peningkatan pendapatan tidak meningkatkan

keragaman jenis pangan tetapi pangan yang dibeli harganya lebih mahal. Di

(24)

telur, susu, buah, minyak dan lemak pada penduduk lapisan atas lebih tinggi jika

dibanding dengan penduduk lapisan bawah.

Kerawanan pangan biasa terjadi pada keluarga miskin. Pada tahun 1999,

10.9% dari seluruh keluarga dilaporkan rawan pangan. Persentase keluarga

rawan pangan yang mendapat kupon makanan dan bantuan gizi lebih tinggi

dibanding dengan keluarga yang tahan pangan, hal ini mengindikasikan

kerawanan gizi pada keluarga. Keluarga yang hidup dibawah garis kemiskinan

biasanya tidak memiliki simpanan untuk bersandar, hanya memiliki sedikit atau

tidak sama sekali kebebasan uang untuk dibelanjakan ketika pendapatan

menurun karena terjadi sesuatu, seperti kenaikan harga atau pengeluaran untuk

bahan bakar atau yang lebih buruk lagi kehilangan pendapatan (Casey et al

2004).

Harga. Harga adalah nilai ekonomi yang diberikan terhadap suatu barang, baik pangan maupun nonpangan. Pangan yang bersifat elastis, sangat

responsif terhadap harga, peningkatan harga pangan tersebut akan

menyebabkan penurunan konsumsinya. Contoh dari pangan yang elastis adalah

pangan yang dianggap mewah seperti susu dan daging. Peningkatan harga akan

menurunkan daya beli sehingga konsumsi pangan menjadi menurun. pada

kondisi lain dimana daya beli menurun akan tetapi diikuti dengan perubahan

pangan yang bersifat substitusi, maka komposisi bahan pangan yang dibeli akan

tetap dipertahankan. Perubahan harga nonpangan juga dapat mempengaruhi

konsumsi pangan. Penurunan harga barang nonpangan ada kecenderungan

terjadinya penurunan konsumsi pangan. Sebaliknya apabila harga nonpangan

meningkat maka konsumsi bahan pangan juga meningkat (Hardinsyah et al

2002).

Tingkat ketahanan rumah tangga akan terjamin atau terancam tergantung

pada harga pangan. Pada berbagai tingkat pendapatan, konsumsi pangan akan

lebih tinggi pada harga yang rendah dan akan lebih rendah pada harga yang

tinggi. Hal ini didasarkan pada hukum Bennet yang menyatakan bahwa

peningkatan pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan

kualitas konsumsinya dengan harga yang lebih mahal (Soekirman 2000).

Perubahan harga yang nyata terjadi di Indonesia saat krisis ekonomi

tahun 1997. Krisis ekonomi telah menyebabkan ketersediaan pangan di tingkat

rumah tangga menjadi minim. Pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari untuk

(25)

pas-pasan. Dalam keadaan seperti ini diperkirakan terjadi perubahan pola

makan, dimana pada sebelum krisis ekonomi lebih diutamakan makanan yang

beragam dan lebih mahal agar dapat memenuhi kebutuhan gizi untuk menjamin

tumbuh kembang dan kesehatan, tetapi pada saat krisis karena keterbatasan

penghasilan lebih ditujukan untuk mengisi perut agar dapat bertahan hidup. Pada

saat krisis ekonomi (1999), terjadi penurunan frekuensi konsumsi keluarga

terhadap daging dibandingkan dengan sebelum krisis (1993/l994). Sebaliknya

terjadi kenaikkan frekuensi konsumsi ikan basah, ikan kering/asin, dan telor

(Husaini 2002).

Pengetahuan Gizi. Harper, Deaton dan Driskel (1986) menyatakan bahwa kemiskinan dan kekurangan persediaan pangan yang bergizi merupakan

faktor penting dalam masalah kurang gizi, penyebab lain yang penting dari

gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan

untuk menerapkan informasi tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari. Tingkat

pengetahuan gizi ibu berhubungan dengan tingkat pendidikan formal ibu.

Semakin tinggi tingkat pendidikan formal ibu maka wawasan berfikirnya akan

semakin luas sehingga informasi gizi yang didapat juga akan semakin banyak

(Suhardjo 1989).

Orang yang mempunyai pendidikan dan pengetahuan yang tinggi

cenderung untuk memilih bahan pangan lebih baik dari mereka yang

berpendidikan rendah (Enoch 1980, diacu dalam Rejeki 2000). Keterbatasan

informasi dan tingkat pengetahuan gizi seseorang dapat menyebabkan tujuan

akhir dalam membeli dan mengkonsumsi pangan berubah menjadi asal kenyang

(Hardinsyah 1985, diacu dalam Rejeki 2000).

Pengetahuan gizi mempengaruhi seseorang dalam memilih makanan

yang akan dikonsumsi. Pengetahuan gizi juga dianggap sebagai sesuatu yang

harus dimiliki seseorang untuk menunjang kesehatannya. Harper, Deaton dan

Driskel (1986) menyatakan alasan pentingnya pengetahuan gizi adalah:

1. Status gizi merupakan sesuatu yang penting bagi kesehatan dan

kesejahteraan,

2. Status gizi baik mencerminkan makanan yang dikonsumsi mencukupi

kebutuhan gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan yang optimal,

pemeliharaan tubuh dan energi,

3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang diperlukan dalam pemilihan makanan

(26)

Status Gizi Definisi dan Pengukuran Status Gizi

Status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi,

penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang

lama. Status gizi merupakan suatu bagian penting dari status kesehatan

seseorang (Harper, Deaton & Diskel 1986). Penilaian status gizi secara langsung

dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia dan

biofisik. Secara umum antropometri adalah pengukuran dimensi tubuh dan

komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropomentri

digunakan untuk mengetahui ketidakseimbangan antara asupan protein dan

energi (Supriasa, Bakri & Fajar 2001). Status gizi seseorang dapat ditentukan

melalui beberapa cara, yaitu:

1. Mengukur tinggi badan dan berat badan, lalu membandingkannya dengan

tabel standar,

2. Menghitung Indeks Massa Tubuh (BMI, Body Mass Index), yaitu berat badan

(dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter).

3. Mengukur ketebalan lipatan kulit.

Lipatan kulit di lengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi

lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya

dengan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit

banyaknya adalah lima puluh persen dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal

adalah sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.

4. Status gizi juga bisa diperoleh dengan mengukur lingkar lengan atas untuk

memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (Lean Body Mass, massa

tubuh yang tidak berlemak) (Anonim 2006).

Indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut

umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi

badan (BB/TB). Indeks BB/U adalah pengukuran total berta badan termasuk air,

lemak, tulang dan otot. Diantara indeks antropometri yang disebut diatas, indeks

BB/U adalah indeks yang paling sering digunakan dan dianjurkan juga

menggunakan indeks TB/U dan BB/TB untuk membedakan jenis kekurangan gizi

yang terjadi apakan sifatnya kronis atau akut. Keadaan gizi akut adalah keadaan

kurang gizi yang terjadi pada masa sekarang sedangkan keadaan gizi kronis

(27)

Tahun 1978, WHO lebih menganjurkan menggunakan indeks BB/TB

karena biasanya faktor umur sulit untuk didapatkan karena masalah pencatatan

kelahiran sering terjadi. Indeks BB/TB hanya dapat menggambarkan keadaan

status gizi masa sekarang dan tidak dapat menggambarkan riwayat keadaan gizi

seseorang (Supriasa, Bakri & Fajar 2001). Status gizi ibu diukur dengan

menggunakan Lingkar Lengan Atas (LILA) dan Indeks Massa Tubuh (IMT).

Batasan nilai LILA adalah dibawah nilai 23.5 mengindikasikan resiko Kurang

Energi Kronis (KEK), dan nilai IMT kurang dari 18.5 digunakan untuk

mengindikasikan resiko KEK (Atmarita 2005).

Kecukupan Gizi yang Dianjurkan

Kecukupan gizi dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat dan

tinggi badan, genetika, serta keadaan hamil dan menyusukan. kecukupan gizi

yang dianjurkan agak berbeda dengan kebutuhan gizi (requirement). Yang

terakhir ini lebih menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan

oleh masing-masing individu, jadi ada yang tinggi dan ada pula yang rendah,

yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain faktor genetika (Karyadi &

Muhilal 1985).

Dalam penghitungan kecukupan gizi yang dianjurkan, pada umumnya

sudah diperhitungkan faktor variasi kebutuhan individual, sehingga angka

kecukupan gizi yang dianjurkan setingkat dengan kebutuhan rata-rata ditambah

dua kali simpangan baku (standar deviasi). Dengan demikian kecukupan yang

dianjurkan sudah mencakup lebih dari 97.5% populasi (Karyadi & Muhilal 1985).

Tabel 3 Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG 2004)

(28)

Adanya interaksi antara berbagai zat gizi memberi gambaran perlunya

diupayakan suatu keseimbangan (balance) zat-zat gizi yang dikonsumsi.

Semakin bervariasi atau beraneka ragam menu kita, maka semakin tercapai

keseimbangan dalam interaksi antara zat gizi, yang akan terpenuhi dengan

pedoman “empat sehat lima sempurna” (Karyadi & Muhilal 1985).

Menurut Karyadi dan Muhilal (1985) kegunaan Angka Kecukupan Gizi

yang dianjurkan antara lain :

(1) Untuk menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi

makanan bagi penduduk atau golongan masyarakat tertentu yang

didapatkan dari hasil survey gizi/makanan. Untuk penilaian ini perlu

diperhatikan bahwa untuk perhitungan kecukupan dipakai patokan berat

badan tertentu. Bila hasil survey menunjukkan bahwa rata-rata berat badan

menyimpang dari patokan, maka perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian

angka kecukupannya. Demikian pula bila skor asam amino dan nilai

kecernaan hidangan berbeda dengan skor dan nilai yang dipakai dalam

menyusun kecukupan ini, perlu dilakukan penyesuaian.

(2) Untuk perencanaan pemberian makanan tambahan balita maupun

perencanaan makanan institusi.

(3) Untuk perencanaan penyediaan pangan tingkat regional maupun nasional.

Menaksir AKG pada Kecukupan Energi dan Protein

Pangan bagi makhluk hidup umumnya dan manusia khususnya

merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi untuk dapat mempertahankan

hidup serta melaksanakan kewajiban-kewajiban hidup. Tetapi berbeda dengan

kebutuhan hidup yang lain, kebutuhan pangan hanya diperlukan secukupnya.

Baik kurang maupun lebih dari kecukupan yang diperlukan, terutama bila dialami

dalam jangka waktu yang lama, akan berdampak buruk pada kesehatan

(Khumaidi 1989).

AKG atau RDA (recommended Dietary Allowance). AKG adalah suatu

taraf intik yang dianggap dapat memenuhi kecukupan gizi semua orang yang

sehat menurut berbagai kelompoknya. Karena AKG dimaksudkan hanya untuk

golongan orang yang sehat maka penyimpangan-penyimpangan khusus akan

kebutuhan gizi sebagai akibat dari kelainan metabolisme (termasuk malnutrisi),

perawatan khusus dan sebagainya tidak diperhitungkan dalam AKG. Nilai AKG

untuk semua zat gizi kecuali energi ditetapkan selalu berarti tidak cukup, tetapi

(29)

cukup meningkat. Khusus untuk energi, nilai kecukupannya ditaksir setara

dengan nilai pakainya (expenditure) sebab asupan energi yang kurang atau lebih

dari nilai kebutuhan akan memberikan dampak pada terganggunya kesehatan

(30)

KERANGKA PEMIKIRAN

Menurut Hardinsyah et al (2003) terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi konsumsi pangan individu baik di tingkat keluarga maupun

daerah yaitu keadaan sosial ekonomi dan sosial budaya, lingkungan,

pertumbuhan, keadaan fisiologis, daya tahan tubuh, infeksi dan infestasi cacing

dalam tubuh, fasilitas kesehatan serta pendidikan. Konsumsi pangan merupakan

hal yang sangat berhubungan dengan status gizi seseorang. Jika konsumsi

pangan memenuhi semua kebutuhan zat gizi seseorang maka diharapkan

seseorang akan memiliki status gizi yang baik sehingga diharapkan terhindar dari

masalah kesehatan. Sebaliknya jika konsumsi pangan seseorang tidak

memenuhi kebutuhan zat gizi maka orang tersebut akan memiliki status gizi yang

kurang dan lebih beresiko umtuk mendapatkan masalah kesehatan. Selain

konsumsi, status gizi juga dipengaruhi oleh infeksi yang dialami individu

(Almatsier 2002). Adanya infeksi dapat mengganggu metabolisme makanan dan

penyerapan zat-zat gizi dalam tubuh. Seseorang yang kebutuhannya tercukupi

tetapi mengalami infeksi mungkin memiliki status gizi yang buruk.

Pola makan dan sosio budaya merupakan dua hal yang berhubungan

dan mempengaruhi status gizi. Pola makan seseorang biasanya dibangun oleh

sosio budaya yang dianut oleh masyarakat dimana seseorang tinggal. Sosio

budaya menganut adanya makanan yang memiliki peran dalam keagamaan dan

sosial. Selain itu, terdapat pula pola pantangan. Hal lain yang perlu diperhatikan

adalah fasilitas kesehatan dan pendidikan. Adanya fasilitas kesehatan yang

mudah dijangkau akan memudahkan masyarakat mendapatkan informasi dan

pelayanan kesehatan. Pendidikan berhubungan dengan berapa berapa banyak

informasi yang didapat dan pemilihan makanan.

Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh dua hal yaitu karakteristik

individu dan karakteristik sosial ekonomi individu. Karakteristik individu yang

mempengaruhi konsumsi pangan seseorang adalah usia dan pengetahuan gizi.

Karakteristik sosial ekonomi yang diduga dapat mempengaruhi konsumsi pangan

seseorang adalah pendidikan kepala keluarga dan ibu, pekerjaan kepala

keluarga dan ibu, besar keluarga, serta pendapatan. Konsumsi pangan juga

dipengaruhi oleh ketersediaan pangan. Jika suatu bahan pangan tidak tersedia di

suatu daerah maka masyarakat tersebut besar kemungkinan tidak

mengkonsumsi bahan pangan tersebut. Namun, pada penelitian ini variabel

(31)

Konsumsi pangan akan mempengaruhi tingkat konsumsi. Tingkat

konsumsi merupakan rasio atau perbandingan konsumsi aktual dengan angka

kebutuhan. Tingkat konsumsi secara langsung mempengaruhi status gizi

seseorang. Selain itu, infeksi juga mempengaruhi status gizi.. Namun, dalam

penelitian ini infeksi merupakan variabel yang tidak diamati. Untuk lebih jelasnya

kerangka pemikiran dari penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

Gambar 1 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu Karakteristik sosial ekonomi

- Besar keluarga

- Usia

- Pendidikan

- Pengetahuan gizi

- Pekerjaan

- Pengeluaran

Tingkat Konsumsi Zat Gizi

Konsumsi Makanan

Status Gizi

Ketersediaan pangan keluarga

Infeksi

Sanitasi Daya Beli

Status Fisiologis

Keluarga Kelaparan dan tidak kelaparan

(32)

METODE PENELITIAN

Disain, Waktu Dan Tempat

Disain penelitian adalah cross sectional, yaitu pengamatan terhadap

variabel pengaruh dan terpengaruh dilakukan sekaligus pada satu waktu.

Penelitian dilakukan pada bulan April sampai November 2006. Penelitian

dilakukan di daerah pedesaan Kabupaten Bogor dan perkotaan Kota Bogor,

Provinsi Jawa Barat. Daerah penelitian adalah Desa Sukamaju, Kecamatan

Cibungbulang, Kabupaten Bogor dan Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah

Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan Kabupaten dan Kota Bogor

berdasarkan tingkat kemiskinan tinggi (>20) yang mencerminkan rata-rata

kabupaten /kota di indonesia (WFP 2005).

Penentuan Sasaran Penelitian

Kelaparan diukur dengan menggunakan ukuran kualitatif, yaitu seorang

individu dikatakan tidak lapar (tahan pangan) apabila menyatakan bahwa dalam

dua bulan terakhir tidak ada penurunan frekuensi ataupun porsi makan. Individu

dikatakan lapar apabila dalam dua bulan terakhir terjadi penurunan frekuensi

ataupun porsi makan, serta mengalami tidak makan saat lapar atau pernah

seharian tidak makan.

Berdasarkan ukuran tersebut, maka terdapat 55 orang (17.10%)

mengalami kelaparan dan sisanya 267 orang (82.9%) tidak mengalami

kelaparan. Untuk lebih jelasnya sebaran contoh menurut kelaparan kualitatif

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Sebaran individu menurut kelaparan kualitatif

No Kelaparan Kualitatif Jumlah

n %

1 Kelaparan 55 17.10

2 Tidak Kelaparan 267 82.90

Jumlah 322 100.00

Namun bila dihitung prevalensi dalam unit keluarga, maka prevalensi

kelaparan keluarga adalah 23.33 persen (Tabel 5). Penentuan keluarga

kelaparan adalah dengan melihat ada tidaknya anggota keluarga yang

mengalami kelaparan.

Tabel 5 Sebaran keluarga menurut kelaparan kualitatif

No Kelaparan Kualitatif Jumlah

n %

1 Kelaparan 14 23.33

2 Tidak Kelaparan 46 76.67

(33)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan sekunder. Data primer

yang dikumpulkan mencakup data sosio ekonomi, demografi keluarga, persepsi

kelaparan individu dan konsumsi pangan ibu.

Data sosioekonomi keluarga meliputi: umur ibu dan kepala keluarga, lama

pendidikan formal ibu dan kepala keluarga, jumlah anggota keluarga dan

komposisinya, pengetahuan gizi ibu, pekerjaan kepala keluarga dan ibu serta

pengeluaran keluarga. Data tersebut dikumpulkan melalui wawancara dengan

menggunakan daftar pertanyaan terstruktur dan terbuka dengan alat bantu

kuesioner.

Data persepsi kelaparan dikumpulkan melalui wawancara dengan

menggunakan daftar pertanyaan yang merupakan modifikasi dari hasil lokakarya

pengukuran instrumen kelaparan (Tanziha 2006). Wawancara dilakukan pada

setiap anggota keluarga, kecuali anak balita, wawancara diwakilkan pada ibunya.

Daftar pertanyaan secara lengkap disajikan pada Lampiran 2.

Data konsumsi pangan ibu didapat dengan melakukan recall 2 x 24 jam

pada ibu, dimana ibu diminta untuk menyebutkan jenis dan jumlah pangan yang

dikonsumsi selama dua hari sebelum wawancara dilakukan. Jenis dan cara

pengumpulan data dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jenis dan cara pengumpulan data

No Jenis Cara pengambilan data

1 Konsumsi pangan ibu

(kecukupan energi)

metode recall 2X24jam

2. Data sosioekonomi keluarga wawancara dengan menggunakan

kuesioner

3. Persepsi kelaparan individu wawancara dengan menggunakan

kuesioner

4. Data sekunder pengambilan data dari instansi terkait

Sementara itu, data sekunder yang dikumpulkan adalah keragaan lokasi

penelitian, seperti data demografi, pertanian dan sosial ekonomi. Data ini

diperoleh dari kantor desa, kecamatan, kabupaten/kota, serta dinas lainnya yang

terkait dengan penelitian ini.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang terkumpul, ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif, yaitu data

karaketristik contoh dan keluarga. Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisis

(34)

13.0 for Windows. Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry, dan

analisis.

Pengolahan data dilakukan dengan membuat kategori pada peubah

karakteristik keluarga, pengetahuan gizi ibu, pendapatan, tingkat konsumsi serta

status gizi. Status gizi dinyatakan dalam nilai IMT kecuali untuk ibu hamil

digunakan ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA). Penggunaan IMT

mempertimbangkan responden yang merupakan ibu-ibu dan berumur diatas 18

tahun. Tabel 7 menunjukkan kategori untuk status gizi ibu menurut pengukuran

IMT.

Tabel 7 Kategori ambang batas IMT

Kategori IMT

Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <17.0

Kekurangan berat badan tingkat ringan 17.0-18.5

Normal 18.5-25.0

Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25.0-27.0

Kelebihan berat badan tingkat berat >27.0

Sumber :Depkes (1994), diacu dalam Supriasa, Bakri dan Fajar (2001)

Analisis statistik yang digunakan meliputi deskriptif, korelasi Spearman,

dan uji beda (uji t dan Mann Whitney). Hubungan antara karakteristik keluarga,

tingkat konsumsi dengan status gizi dikaji dengan menggunakan uji korelasi

Spearman. Uji t dan Mann Whitney digunakan untuk mengetahui apakah

terdapat perbedaan karakteristik keluarga pada keluarga kelaparan dengan

keluarga tidak kelaparan.

Penilaian tingkat konsumsi gizi dilakukan dengan cara membandingkan

antara konsumsi gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dinyatakan

dalam persen. Penilaian tersebut dapat digunakan untuk individu maupun

keluarga. Secara umum tingkat konsumsi dapat dirumuskan sebagai berikut :

TKGi (%) = (Ki/AKGi) x 100%

Keterangan :

TKGi = Tingkat Konsumsi zat gizi i

Ki = Konsumsi zat gizi i

AKGi = Angka Kecukupan Gizi i yang dianjurkan

Tingkat pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan keluarga dibagi menjadi

dua kategori yaitu terpenuhi dan tidak terpenuhi. Keluarga dikategorikan tidak

terpenuhi jika rata-rata TKE keluarga kurang dari tujuh puluh persen. Maka

dikategorikan terpenuhi apabila tingkat konsumsi rata-rata keluarga lebih besar

(35)

Definisi Operasional

Kelaparan merupakan ketidakmampuan seseorang memenuhi tujuh puluh persen kebutuhan energi karena masalah daya beli dan atau

ketersediaan pangan. Kelaparan diukur dengan menggunakan ukuran

kualitatif dengan tujuh pertanyaan hasil penelitian Uji Coba Instrumen

Kelaparan yang akan digunakan sebagai alat pemantau kelaparan di

Indonesia. Seorang dikatakan lapar apabila dia menjawab selama dua

bulan terakhir terjadi penurunan frekuensi atau porsi makan serta

mengalami tidak makan seharian karena tidak ada makanan karena

tidak ada sumberdaya yang dapat digunakan untuk membeli makanan.

Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih yang terikat oleh perkawinan, darah dan adopsi yang tinggal dalam satu rumah

dan makan dari satu dapur.

keluarga kelaparan adalah keluarga yang salah satu atau seluruh keluarganya mengalami kelaparan

Persepsi kelaparan adalah penilaian contoh terhadap konsumsinya dan perasaan lapar yang dialaminya dalam dua bulan terakhir berdasarkan

pengalaman dan wawasan yang dimilikinya yang diukur dengan

keusioner kelaparan.

Jumlah anggota keluarga adalah banyaknya orang di dalam suatu keluarga yang berbagi pendapatan, tempat dan konsumsi, serta makan dari satu

dapur.

Pendidikan adalah jumlah tahun contoh mengikuti pendidikan formal yang dihitung dengan satuan waktu tanpa menghitung waktu tinggal kelas.

Pengetahuan gizi adalah pemahaman terhadap beberapa hal yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan meliputi guna makanan bagi tubuh, sumber

zat gizi dan kegunaan masing-masing bahan makanan bagi tubuh.

Pengeluaran keluarga adalah biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh suatu keluarga untuk membeli dan mencukupi kebutuhan keluarga.

(36)

Konsumsi pangan individu adalah jumlah pangan yang dimakan oleh individu atau anggota keluarga yang dikumpulkan dengan menggunakan metode

recall selama 2 X 24 jam.

Tingkat Konsumsi Energi/TKE yaitu perbandingan antara jumlah energi yang dikonsumsi individu dengan kecukupan energi yang dibutuhkan oleh

individu tersebut perhari.

TKE (%) = Konsumsi energi X 100% Kecukupan energi

Status gizi adalah keadaan gizi seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu

yang lama yang terlihat pada keadaan fisiologisnya pada saat ini seperti

berat badan dan tinggi badan yang dinyatakan dengan Indeks Massa

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi

Penelitian dilakukan di dua tempat yaitu di Kelurahan Sukaresmi,

Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor dan Desa Sukamaju, Kecamatan

Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah

Sareal, Kota Bogor mempunyai luas wilayah 98.08 Ha dengan jarak antara

Kelurahan Sukaresmi dengan Kantor Kecamatan sekitar dua km.

Secara geografis, Kelurahan Sukaresmi bagian sebelah timur berbatasan

dengan Sungai Ciliung Kedung Halang-Kecamatan Bogor Utara, di sebelah barat

berbatasan dengan Kelurahan Sukadamai-Kecamatan Tanah Sareal, sebelah

utara berbatasan dengan Kelurahan Cilebut Barat/Timur-Kecamatan Suka Raja.

Dan Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Kedung Badak-Kecamatan

Tanah Sareal. Ketinggian dari permukaan laut antara 250 m, dengan suhu udara

rata-rata 350C-380C dengan curah hujan rata-rata 4 000 mm pertahun.

Penduduk Kelurahan Sukaresmi berjumlah 9 753 jiwa yang terdiri dari

5 081 jiwa laki-laki dan 4 672 jiwa perempuan dengan jumlah keluarga sebanyak

2 381 dan kepadatan penduduk 9.63 jiwa/km2. Fasilitas pendidikan yang terdapat

di Kelurahan Sukaresmi diantaranya: 3 TK, 1 SDN, 2 MI, 1 SLTP Swasta, 1

SMUN, dengan jumlah murid sebanyak 1 752 jiwa serta guru berjumlah 93 jiwa,

atau rasio guru murid sebanyak 1: 19. (BPS 2005).

Pelayanan kesehatan yang terdapat di Kelurahan Sukaresmi di tangani

oleh lima orang bidan praktek dan sembilan Posyandu. Tempat pelayanan

kesehatan (Rumah Sakit) terdekat terletak di Kelurahan Kedung Badak dan

Puskesmas terdekat terletak di Kelurahan Kedung Badak, Kecamatan Tanah

Sareal dan Kelurahan Cilebut Barat, Kecamatan Suka Raja. Berdasarkan tahap

kesejahteraan keluarga, ada sekitar 588 keluarga prasejahtera, 679 keluarga

sejahtera I, 425 keluarga sejahtera II, 363 keluarga sejahtera III, 152 keluarga

sejahtera III+ (BPS 2005).

Desa Sukamaju, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor

mempunyai luas wilayah 200 Ha, dengan jarak antara Desa Sukamaju dengan

Kantor Kecamatan sekitar dua km. Secara geografis, Desa Sukamaju bagian

sebelah timur berbatasan dengan Desa Cibatok I-Kecamatan Cibungbulang, di

sebelah barat dan utara berbatasan dengan Desa Cemplang-Kecamatan

(38)

Cibungbulang. Ketinggian dari permukaan laut antara 350 m, dengan suhu udara

rata-rata 290C dengan curah hujan rata-rata 2 000 mm pertahun.

Penduduk Desa Sukamaju berjumlah 7 428 jiwa yang terdiri dari 3 797

jiwa laki-laki dan 3 631 jiwa perempuan dengan jumlah keluarga sebanyak

1 620. Fasilitas pendidikan yang ada diantaranya: 1 TK, 4 TPA, 1 MI Negeri, 1 MI

Swasta, 1 SLTP Swasta, 1 MTs Swasta, 7 pondok pesantren, dengan jumlah

murid sebanyak 2 267 jiwa serta guru berjumlah 95 jiwa, atau rasio guru murid

sebanyak 1: 24. (BPS 2005).

Pelayanan kesehatan yang terdapat di Desa Sukamaju di tangani oleh 1

orang dokter praktek, 2 orang bidan praktek dan 10 Posyandu, dan 2 orang

dukun bayi terlatih. Tempat pelayanan kesehatan (Rumah Sakit) dan Puskesmas

terdekat terletak di Kecamatan Cibungbulang. Berdasarkan tahap kesejahteraan

keluarga, ada sekitar 227 keluarga prasejahtera, 803 keluarga sejahtera I, 618

keluarga sejahtera II, 90 keluarga sejahtera III (BPS 2005).

Kelaparan Kelaparan Kualitatif

Pengukuran kualitatif kelaparan hakekatnya mengukur persepsi

kelaparan dari individu yang mengalami kelaparan. Ukuran kelaparan kualitatif

dibuat untuk menyederhanakan proses pengukuran kelaparan, sehingga

pelaksanaan pemantauan kelaparan dapat dilaksanakan dengan lebih mudah,

cepat, dan murah.

Di Indonesia ukuran kualitatif yang dikembangkan lebih ditekankan pada

perubahan frekuensi makan, porsi makan dan penurunan berat badan, dan

hindari pertanyaan kelaparan secara langsung sebab menurut pakar kata

kelaparan diasumsikan sensitif pada masyarakat Indonesia. Dengan demikian

pengukuran kelaparan kualitatif dikembangkan melalui tujuh item pertanyaan

yang menunjukan adanya kelaparan individu pada suatu keluarga. Pertanyaan

tersebut menilai persepsi responden (setiap individu di keluarga) terhadap

kelaparan yang dialami individu tersebut dalam dua bulan terakhir.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penentuan kelaparan

atau tidaknya seseorang yaitu: pertama, alasan penurunan frekuensi dan porsi

yang dianggap sebagai penyebab terjadinya kelaparan adalah betul-betul karena

keterbatasan ekonomi seperti alasan penurunan daya beli, pangan sulit diperoleh

dan jumlah anggota bertambah, sedangkan alasan sibuk, sakit, diet tidak

(39)

badan yang dianggap sebagai dampak dari kelaparan adalah karena alasan

ekonomi seperti makanan yang dikonsumsi berkurang, sedangkan alasan sakit,

sibuk dan diet tidak dimasukan sebagai penyebab kelaparan.

Berdasarkan hasil rumusan lokakarya ukuran kelaparan (2001), seorang

individu dikatakan tidak kelaparan apabila individu tersebut dalam dua bulan

terakhir tidak mengalami penurunan frekuensi atau porsi makan serta berat

badan karena alasan ekonomi, atau individu tersebut dalam dua bulan terakhir

mengalami penurunan frekuensi dan atau porsi makan tetapi tidak diiringi

penurunan berat badan karena alasan ekonomi. Sebaliknya seorang individu

dikatakan kelaparan apabila individu tersebut dalam dua bulan terakhir

mengalami penurunan frekuensi dan atau porsi makan disertai penurunan berat

badan karena alasan ekonomi. Sebagai tambahan batasan kelaparan dari hasil

uji coba instrument kelaparan (2004) adalah bahwa individu dapat dikategorikan

kelaparan meskipun dalam dua bulan terakhir tidak mengalami penurunan

frekuensi dan atau porsi makan, dan juga tidak terjadi penurunan berat badan,

namun status gizinya termasuk gizi buruk karena alasan ekonomi.

Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Tanziha (2005) di empat

kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang menunjukan persentase penderita

kelaparan (9.80%), maka sasaran penelitian ini jauh lebih besar (17.10%).

Perbedaan ini diperkirakan karena daerah penelitian merupakan daerah

termiskin di Kota Bogor maupun Kabupaten Bogor, sedangkan pada penelitian

Tanziha (2005) penelitian dilakukan di daerah yang representatif Kota dan

Kabupaten Bogor.

Persentase keluarga yang mengalami kelaparan lebih banyak

dibandingkan dengan persentase individu yang mengalami kelaparan. Hal ini

diduga disebabkan oleh besar keluarga yang berbeda-beda dari masing-masing

keluarga contoh dan persentase keluarga kelaparan yang jauh lebih kecil bila

dibandingkan dengan keluarga yang tidak kelaparan.

Karakteristik Keluarga Kelaparan dan Tidak Kelaparan

Karakteristik keluarga kelaparan dan tidak kelaparan dikelompokkan

menjadi karakteristik sosioekonomi. Karakteristik sosioekonomi meliputi : jumlah

anggota keluarga, umur kepala keluarga dan ibu, pendidikan kepala keluarga

dan ibu, pengetahuan gizi ibu, jenis pekerjaan kepala keluarga dan pengeluaran

Gambar

Tabel 1  Pengaruh kelaparan terhadap sistem tubuh
Tabel  2 Rata-rata konsumsi pangan tingkat rumah tangga tahun 2004-2005
Tabel 3 Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG 2004)
Gambar 1  Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi ibu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Di Desa Abang Songan periode 2016 ini, terdapat sebanyak 105 KK miskin dari total 376 KK.Untuk program KK Dampingan di Desa Abang Songan, masing-masing mahasiswa

kooperatif dengan tipe NHT (Numbered Head Together). Kemampuan berpikir kritis siswa dilihat dari kemampuan siswa dalam. penyelesaian soal dengan benar.. Peneliti hanya meneliti

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh budaya organisasi, motivasi kerja terhadap kepuasan kerja dan kinerja serta menjelaskan kemampuan kepuasan

Having a number of superblocks portfolios: Kota Kasablanka and Gandaria City in Jakarta; Tunjungan City and Pakuwon Mall in Surabaya, PWON succeeds to balance the ratio

Berdasarkan hasil dan pembahasan tersebut maka diperoleh simpulan sebagai berikut: (1) Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jeruk siam di Kecamatan Bangorejo

Untuk mengukur kinerja unit pelayanan pelanggan tersebut, dibutuhkan unsur sebagai acuan untuk memberikan penilaian terhadap hasil kinerja penyedia layanan publik,

Dengan ini Direktorat Riset dar1 Pengabdian Masyaral&lt;at Ditjen penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti mohon kepada Bapak/Ibu Ketua Lp/LppM/

Bersama ini kami infokan bahwa Universitas Muhammadiyah Jakarta akan menyelenggarakan Konferensi multidisiplin Internasional. Bagi ibu/bapak yang berminat info lebih