• Tidak ada hasil yang ditemukan

: Spermatophyta. : Monocotyledonae. : Elaeis guineensis Jacq.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan ": Spermatophyta. : Monocotyledonae. : Elaeis guineensis Jacq."

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit

2.1.1. Klasifikasi

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) termasuk tanaman monokotil.

Menurut Djoehana Setyamidjaja (2006) dalam sistematika taksonomi tumbuhan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Palmales

Famili : Palmae Sub Famili : Cocoideae

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman industri penghasil minyak masak, minyak industri, bahan baku industri dan bahan bakar. Produktivitas dari perkebunan kelapa sawit merupakan keuntungan besar sehingga banyak hutan dan perkebunan yang sudah lama terbengkalai dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Beberapa varietas unggul kelapa sawit yang umumnya banyak ditanam diantaranya dura, pisifera dan tenera (Lubis dan Agus, 2011).

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit tumbuh baik di tropik, dataran rendah yang panas dan lembab. Produktivitas tanaman menjadi lebih baik jika unsur hara dan air tersedia dalam jumlah yang cukup dan seimbang. Selain itu, tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan proses fotosintesis. Hal yang penting untuk pertumbuhan tanaman sawit adalah

(2)

4

distribusi hujan yang merata. Temperatur yang optimum bagi kelapa sawit 24°C- 280°C. Akan tetapi, kelapa sawit masih dapat tumbuh dengan baik pada temperatur terendah 180°C dan temperatur tertinggi 320°C dengan kelembaban 80% dan penyinaran matahari 5-7 jam/hari. Kelembaban rata-rata yang tinggi akan merangsang perkembangan penyakit. Kecepatan angin 5-6 km/jam, sangat baik untuk membantu proses penyerbukan. Angin yang terlalu kencang akan menyebabkan tanaman miring (Lubis, 2008).

2.3 Fotosintesis

Cahaya merupakan faktor utama sebagai sumber energi dalam fotosintesis, kekurangan cahaya akan mengganggu proses fotosintesis dan pertumbuhan, meskipun kebutuhan cahaya tergantung pada jenis tumbuhan. Kekurangan cahaya pada saat pertumbuhan berlangsung akan menimbulkan gejala etiolasi, batang akan tumbuh cepat namun lemah, daun nya lebih kecil, tipis, dan pucat.

Pengaruh cahaya bukan hanya tergantung kepada intensitas (kuat penyinaran) saja, namun berkaitan juga dengan panjang gelombangnya. Penyinaran yang kurang karena kabut dan terlindungi awan di daerah dataran tinggi menyebabkan daun tanaman akan menebal dan berwarna hijau tua, sedangkan di daerah dataran rendah penyinaran yang panjang menyebabkan daun lebih lebar, warnanya lebih hijau,ketebalan daun lebih tipis, yang berfungsi mempercepat proses transpirasi (Gtuneland, 2011).

Reaksi fotosintesis = 6 H2O + 6 CO2 + (cahaya, kloroplas) → C6H12O6 + 6O2

Cahaya tampak (visible light), sebagai sumber energi yang digunakan tumbuhan untuk fotosintesis, merupakan bagian spektrum energi radiasi. Energi radiasi mempunyai karakteristik yang unik (Gardner dkk., 1985).

Reaksi cahaya dalam fotosintesis merupakan akibat langsung penyerapan foton oleh molekul-molekul pigmen seperti klorofil. Tidak seluruh foton mempunyai

(3)

5

tingkat energi yang cocok untuk menggiatkan pigmen daun. Di atas 760 nm foton tidak memiliki cukup energi dan di bawah 390 nm foton (bila diserap oleh pigmen daun) memiliki terlalu banyak energi, menyebabkan ionisasi dan kerusakan pigmen. Hanya foton yang mempunyai panjang gelombang antara 390 dan 760 nm (yaitu cahaya tampak) memiliki tingkat energi yang cocok untuk fotosintesis (Gardner dkk., 1985).

Karena menggiatkan pigmen merupakan akibat langsung interaksi antara foton dan pigmen, pengukuran cahaya yang digunakan dalam fotosintesis sering kali berdasarkan densitas aliran foton, dan bukan berdasarkan energi. Densitas aliran foton ialah jumlah foton yang menumbuk suatu luas permukaan tertentu per

satuan waktu (Gardner dkk., 1985).

2.4 Tajuk

Tanaman budidaya yang harus dapat menyerap sebagian besar radiasi tersebut dengan jaringan fotosintesisnya yang hijau. Daun sebagai organ utama untuk menyerap cahaya dan untuk melakukan fotosintesis pada tanaman budidaya, mungkin berkembang dari embrio di dalam biji atau dari jaringan meristem di batang. Beberapa macam tanaman budidaya, memiliki penutup tanah (permukaan tanah yang tertutup oleh daun) yang hampir penuh di daerah beriklim tropis atau subtropilc, tetapi di daerah beriklim sedang temperatur musim dingin yang rendah menghentikannya. Pada waktu musim semi ketika temperatur memungkinkan pertumbuhan, tajuk daun yang baru pun tumbuh kembali dari tunas yang tidur dengan dukungan cadangan makanan (Gardner dkk., 1985).

Pertumbuhan awal pada tanaman individual, dengan kompetisi antar tanaman, bersifat eksponensial dan digambarkan sebagai laju pertumbuhan relatif, yang di dasarkan pada laju pertambahan berat kering dalam hubungannya dengan berat kering dari seluruh tumbuhan atau tanaman budidaya. Dengan perkembangan luas daun dan terdapatnya peneduhan bagi daun yang lebih bawah, gambaran

(4)

6

mengenai pertumbuhan tanaman budidaya didasarkan pada luas daun atau luas tanah, dan bukannya atas tumbuhan secara individual (Gardner dkk., 1985).

2.5 Pengaruh Cahaya Terhadap Produksi Kelapa Sawit

Penyinaran matahari yang tidak melebihi 4 jam/hari mengurangi proses asimilasi untuk produksi karbohidrat dan bunga betina. Pengaruh radiasi matahari semakin optimal jika curah hujan juga dalam keadaan optimal. Selain lama penyinaran, intensitas radiasi matahari terutama dari bagian panjang gelombang 0,4-0,7 mikron juga berpengaruh terhadap laju fotosintesis. Jika intensitas radiasi matahari menurun hingga 20%, maka laju fotosintesis turun hingga 50% (Siregar dkk., 2006).

Temperatur udara pada batas-batas tertentu berpengaruh terhadap metabolisme sel-sel pada organ tanaman yang akhirnya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi. Suhu optimal rata-rata yang diperlukan kelapa sawit adalah 24-28°C.

Tinggi rendahnya suhu berkaitan erat dengan ketinggian lahan dari permukaan laut. Oleh karena itu, ketinggian lahan yang baik adalah 0-400 m dpl, karena pada ketinggian tersebut temperatur udara diperkirakan 27-32°C. Temperatur udara yang rendah pada bulan-bulan tertentu menghambat penyerbukan bunga sehingga mengganggu pembentukan buah (Hadi, 2005).

Curah hujan (CH) yang tinggi menyebabkan penurunan suhu udara karena berkurangnya intensitas maupun panjang penyinaran harian. Intensitas dan panjang penyinaran harian yang lebih rendah menghambat laju transpirasi. Laju transpirasi tanaman yang rendah mengakibatkan penurunan kelembapan udara di sekitar tajuk tanaman. Sebaliknya, pada CH harian yang rendah, intensitas dan panjang penyinaran harian cukup tinggi. Intensitas dan panjang penyinaran harian yang tinggi memicu laju transpirasi. Tingginya laju transpirasi tanaman meningkatkan konsentrasi uap air di atmosfer yang terletak dekat dengan kanopi atau tajuk tanaman. Intensitas dan panjang penyinaran rendah yang sampai

(5)

7

kepada kanopi pertanaman kelapa sawit sebagai akibat dari tingginya CH juga berpengaruh secara langsung terhadap cukup rendahnya suhu udara di sekitar kanopi pertanaman kelapa sawit (Gardner dkk., 1985).

2.6 Cahaya Matahari

Cahaya (energi total) sangat penting dalam penyediaan sumber energi melalui fotosintesis untuk menghasilkan sel baru, pertambahan bahan kering, serta perbanyakan daun pada setiap anakannya. Tanaman yang memperoleh periode penyinaran yang pendek dan intensitas cahaya yang rendah, akan menyebabkan suplai hasil materi kasar dari fotosintesis, berkurang (Parson dan Chapman, 2000).

2.7 Kelembaban Udara

Kelembaban udara merupakan pengaruh dari proses-proses dinamika unsur-unsur iklim/cuaca lainnya, seperti radiasi surya, curah hujan, suhu udara. Kecepatan angin yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan fisik pada budidaya kelapa sawit. Kelembaban udara erat kaitannya dengan pertumbuhan dan perkembangan hama dan penyakit kelapa sawit. Fluktuasi dan distribusi kelembaban udara menurut waktu serta tempat 6 mengikuti fluktuasi unsur-unsur suhu, curah hujan dan radiasi matahari. Tanaman kelapa sawit tumbuh dengan baik di daerah tropis dengan kelembaban relatif 75-80% (Hartley, 1977), dimana kelembaban optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit adalah sekitar 75%

(Ferwerda, 1977). Kelembaban udara yang cukup tinggi ini berkaitan dengan radiasi surya dan suhu udara yang cenderung rendah dan curah hujan yang relatif tinggi. Kelembaban yang terlalu tinggi akan menyebabkan tanaman menjadi rentan terhadap serangan hama penyakit khususnya penyakit busuk buah Marasmius.

(6)

8 2.8 Suhu

Temperatur udara pada batas-batas tertentu berpengaruh terhadap metabolisme sel-sel pada organ tanaman yang akhirnya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi. Perkebunan kelapa sawit dengan hasil yang tinggi terdapat pada kawasan-kawasan yang mempunyai variasi suhu udara bulanan yang kecil.

Tanaman kelapa sawit tumbuh dan berkembang baik pada kawasan yang mempunyai suhu udara rata-rata tahunan 24 - 28oC (Ferwerda, 1977).

Untuk produksi yang tinggi dibutuhkan suhu udara maksimum rata-rata pada kisaran 29 - 32C dan suhu udara minimum rata-rata pada kisaran 22-24C (Hartley, 1977).

Batas temperatur udara minimum rata-rata untuk syarat pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit adalah 18C, bila kurang akan menghambat pertumbuhan dan mengurangi hasil. Temperatur udara yang rendah pada bulan- bulan tertentu akan menghambat penyerbukan bunga yang akan menjadi buah.

Temperatur udara rendah akan meningkatkan aborsi bunga betina sebelum antesis dan memperlambat pematangan buah (Ferwerda, 1977).

Beberapa metode pendekatan dan analisis kuantitatif data iklim mulai dikembangkan pada perkebunan kelapa sawit. Pada umumnya keadaan curah hujan sebelumnya berpengaruh nyata terhadap fluktuasi produksi pada bulan sedang berjalan dan berikutnya. Besarnya produksi tandan buah segar 12 dihubungkan dengan curah hujan 11 dan 12 bulan sebelumnya (Lag 11, 12) diperoleh hubungan positif. Penyusunan model pendugaan produksi tandan buah kelapa sawit berdasarkan data iklim, seperti Factorial Yield Weather Competition Bunch Model (FYWCBM) telah dilakukan (Fong, 1981).

Penyinaran matahari yang tidak melebihi 4 jam/hari mengurangi proses asimilasi untuk produksi karbohidrat dan bunga betina. Pengaruh radiasi matahari semakin

(7)

9

optimal jika curah hujan juga dalam keadaan optimal. Selain lama penyinaran, intensitas radiasi matahari terutama dari bagian panjang gelombang 0,4-0,7 mikron juga berpengaruh terhadap laju fotosintesis. Jika intensitas radiasi matahari menurun hingga 20%, maka laju fotosintesis turun hingga 50% (Siregar dkk., 2006).

Referensi

Dokumen terkait

5(326,6,32/,7,.+8.803(5-$1-,$1,17(51$6,21$/ '$/$05$1*.$0(:8-8'.$17(57,%+8.80',,1'21(6,$ 'KLDQD3XVSLWDZDWL$GL.XVXPDQLQJUXP

6LVWLP PDQDMHPHQ NHVHODPDWDQ GDQ NHVHKDWDQ NHUMD DGDODK EDJLDQ GDUL VLVWHP PDQDMHPHQ SHUXVDKDDQ VHFDUD NHVHOXUXKDQ \ D Q J P H O L S X W L V W U X N X U R U J D Q L V D V L

Komunitas Scooterist Hijrah muncul karena adanya rasa kepedulian terhadap teman-teman yang berlatar belakang ingin sama-sama belajar tentang agama dan menjadi

Gambar 4.3 Context Diagram SIMAR Sistem Informasi Manajemen Arsip 4.7 Data Flow Diagram Level 0 Dari Context Diagram, akan dilakukan dekomposisi menjadi Data Flow Diagram Level

Abstract — University of Lampung (Unila) as an academic institution should provide the internet service for thousands of users, monitoring the condition of electricity

Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah Pemanfaatan Terong Sebagai Pembuatan Manisan Sebagai makanan Khas Pendidikan IPA dari bahan dasar Terong dan gula pasir

menyelesaikan suatu tugas atau soal dengan diaktifkan dan dibimbing oleh dosenlguru yang bersangkutan. Latihan terbimbing bertujuan supaya mahalsiswa dapat melatih diri

Dari tahun 2005 hingga tahun 2007 terjadi peningkatan di indeks harga saham Indonesia, namun pada tahun 2008 dan tahun 2011 pada saat terjadinya krisis global