DESKRIPSI TEKNIK PEMBUATAN DAN PERMAINAN SULIM SIMALUNGUN OLEH BAPAK MARTUAH SARAGIH DI KELURAHAN
TANJUNG PINGGIR KECAMATAN SIANTAR UTARA KOTA PEMATANG SIANTAR
SKRIPSI SARJANA O
L E H
NAMA: HISKIA ANRY PURBA NIM: 160707037
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN 2021
ii
DE SKRIPSI TEKNIK PEMBUATAN DAN PERMAINAN SULIM SIMALUNGUN OLEH BAPAK MARTUAH SARAGIH DI KELURAHAN
TANJUNG PINGGIR KECAMATAN SIANTAR UTARA KOTA
PEMATANG SIANTAR OLEH:
NAMA : Hiskia Anry Purba NIM : 160707037
Disetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Setia Dermawan Purba, M.SI. Drs.Fadlin,M.A.
NIP.195608281986011001 NIP.1961022019891003
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA
PROGRAM STUDI ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
2021
iii
PENGESAHAN
Diterima Oleh:
Panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni (S.Sn) dalam bidang Etnomusikologi di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.
Hari :
Tanggal :
Fakultas Ilmu Budaya USU, Dekan
Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A.
Nip. 196301091988032001
Panitia Ujian: Tanda Tangan
1. Drs. Setia Dermawan Purba, M.SI. ( )
2. Drs.Fadlin,M.A. ( )
3. Arifninetrirosa, SST., M.A. ( )
4.Drs. Bebas Sembiring, M.Si. ( )
iv DISETUJUI OLEH :
Program Studi Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sumatera Utara Medan
Medan, 10 Agustus 2021
Program Studi Etnomusikologi Ketua
Arifninetrirosa, SST., M.A Nip. 196502191994032002
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 10 Agustus 2021
Hiskia Anry Purba Nim. 160707037
vi ABSTRAK
DESKRIPSI TEKNIK PEMBUATAN DAN PERMAINAN SULIM
SIMALUNGUN OLEH BAPAK MARTUAH SARAGIH KELURAHAN
TANJUNG PINGGIR KECAMATAN SIANTAR UTARA KOTA
PEMATANG SIANTAR
Sulim adalah sejenis instrumen tiup yang terbuat dari bambu, memiliki 6 (enam) lubang nada dan 1(satu) lubang tiup. Alat musik sulim dimainkan dengan cara meniup dari samping (side blown flute) yang dilakukan dengan meletakkan bibir (ambasir) secara horizontal pada pinggir lubang tiup. instrumen ini tergolong kepada jenis klasifikasi aerophone (sumber bunyi berasal dari udara) Sulim tergolong kepada solo instrumen atau instrumen tunggal yang biasa dimainkan oleh seseorang sebagai media hiburan untuk mengungkapkan perasaannya, Dalam masyarakat Simalungun solo instrument lazim dipakai oleh seseorang di waktu senggang baik ketika menggembalakan kerbau, menjaga ladang/sawah, bermain ataupun saat melakukan berbagai aktivitas lainnya.Dalam penelitian ini penulis melakukan pendekatan deskriptif dan kualitatif.Untuk memudahkan penulis dalam penelitian, penulis menggunakan beberapa teori untuk mendeskripsikan bagaimana teknik pembuatan, teknik permainan Sulim.
Salah satu Teori tersebut yang digunakan ialah teori Kashima Shusumu yaitu pendekatan structural dan pendekatan fungsional, dalam laporan “Asia Performing Traditional Art (APTA)” yang diterjemahkan oleh Rizaldi Siagian. Pembuatan Sulim melewati beberapa tahap mulai pemilihan Bambu hingga tahap penyelesaian.
Kata Kunci :Sulim, Simalungun, Alat Musik Tradisional
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas segala berkat dan kebaikan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat baik di sepanjang hidup dalam pengerjaan Skripsi penulis, terlebih dalam proses pengerjaan hingga penyelesaain Tuhan memberikan kesehatan, dan mengajarkan penulis untuk bersabar dalam setiap proses yang boleh penulis rasakan, terlebih ditengah kondisi Pandemi Covid-19 ini, sehingga penulis boleh menyelesaikan skripsi yang berjudul:Deskripsi Teknik Pembuatan Dan Permainan Sulim Simalungun Oleh Bapak Martuah Saragih Di kelurahan Tanjung Pinggir Kecamatan Siantar Utara Kota Pematang Siantar, yang diajukan untuk menyelesaikan pendidikan pada program studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Penulis mengucapkan Terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, semoga teladan dan semangat yang bapak berikan menjadi panutan untuk penulis. Terima kasih atas motivasi yang bapak berikan kepada kami mahasiswa/i.
2. Ibu Dr. T. Thyrhaya Zein, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, begitu juga dengan segenap jajarannya.Semoga Bapak/Ibu sehat selalu.
3. Ibu Arifninetrirosa, SST, M.A selaku Ketua Prodi Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara.
4 Bapak Drs.Bebas Sembiring, M.Si. selaku Sekretaris Prodi Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara.
viii
5 Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.SI. selaku pembimbing I skripsi saya, penulis sadar akan banyaknya kekurangan dan kesalahan yang peneliti perbuat selama proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih banyak atas bantuan dan bimbingan bapak dari awal pembuatan skripsi ini hingga penyelesain skripsi ini. Semoga Tuhan yang membalas segala kebaikan bapak. Segala bimbingan bapak menjadi bahan pembelajaran kedepannya bagi penulis.
6. Bapak Drs.Fadlin,M.A selaku pembimbing II skripsi saya, Terima kasih banyak atas bantuan dan bimbingan bapak dari awal pembuatan skripsi ini hingga penyelesain skripsi ini. Semoga Tuhan yang membalas segala kebaikan bapak.
Segala bimbingan bapak menjadi bahan pembelajaran kedepannya bagi penulis.
7. Kepada Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya,Universitas Sumatera Utara, Prof.Drs.Mauly Purba, M.A., Ph.D., Rithaony Hutajulu,M.A., Drs. Irwansyah, M.A., Dra.Frida Deliana,M.Si, Drs.Setia Dermawan Purba, M.Si. dan Drs. Perikuten Tarigan, M.A. Drs.
Kumalo Tarigan, M.A. Drs. Torang Naiborhu, M.Hum.,Bapak Drs.
Fadlin,M.A., yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama bertahun tahun mengikuti perkuliahan. dan kepada Ibu Siti Nurhawani (Ibu Wawa) yang sudah membantu dan memberi semangat kepada penulis selama kuliah dan setiap keperluan administrasi, semoga Ibu sehat selalu.
Semoga doa dan berkat dari Bapak Ibu Dosen menyertai penulis sehingga
ix
dapat mengaplikasikan ilmu yang diterima ketengah-tengah masyarakat nantinya.
8. Secara khusus, dengan kerendahan hati dan ucapan syukur penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya untuk kedua orang tua penulis tercinta yaitu, Ayah Herwandi Purba dan Ibu Helna Sipayung terimakasih untuk pengorbanan ayah dan ibu yang sudah membesarkan dan mendidik penulis agar menjadi anak yang rendah hati. Semoga segala pengorbanan ayah dan ibu dalam bentuk apapun menjadi buah yang manis di kemudian hari. Disertai dengan iringan doa, dan segala pengertian serta kepercayaan ayah dan ibu dalam setiap proses perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi, penulis dapat menyelesaikan skripsi di tengah-tengah Pandemi Covid-19. Begitu juga dengan Saudara laki-laki Adik Heru Deardi Purba, Adik Hendrawan purba dan Adik Hariman Purba, yang selama ini memberi dukungan doa, semangat dan nasehat kepada penulis.
9. Indra Jaya Sipayung yang telah membantu saya didalam masa perkuliahan, Semoga Tuhan Yang Maha Esa Menyertai Kita Selalu.
10.Terima kasih Tika Natalia Br Manihuruk, atas Doa dan dukungan, motivasi, waktu, materi dan memberikan fasilitas berupa laptop dalam pengerjaan skripsi semoga kita Selalu disertai Tuhan Yang Maha Esa.
11.Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Martuah Saragih selaku informan penulis untuk segala informasi dan kebaikan yang bapak berikan kepada penulis selama penelitian.
x
12.Terimakasih penulis kepada Jost Daklar Saragih, Ivan Sanjaya Siahaan, Edy Nardo Cibro dan Tiovani Panjaitan sudah membantu dan menemani penulis dalam suka dan duka sehingga penulis bisa menyelesaikan perkuliahan ini.
Semoga persahabatan ini akan terus berlangsung.
13.Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada teman-teman kuliah penulis yang mendukung dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini dan semua rekan stambuk 2016 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.Terimakasih untuk empat tahun yang kita lewati baik suka maupun duka. Kita semua bisa sukses dan saling mengingat satu sama lain.
Medan, 10 Agustus 2021
Penulis
Hiskia Anry Purba Nim:160707037
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
LEMBAR PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
KATA PENGANTAR ...v
DAFTAR ISI ...vi
DAFTAR TABEL ...viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Pokok Permasalahan ... 4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan ... 4
1.3.2 Manfaat ... 5
1.4 Konsep dan Teori ... 5
1.4.1 Konsep ... 5
1.4.2 Teori ... 6
1.5 Metode Penelitian ... 8
1.5.1 Studi Kepustakaan ... 8
1.5.2 Kerja Lapangan ... 9
1.5.3 Wawancara... 9
1.5.4 Kerja Laboratorium ... 9
1.6 Lokasi Penelitian ... 10
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK MARTUAH SARAGIH 2.1 Sejarah Singkat Kota Pematangsiantar ... 11
xii
2.2 Lokasi Penelitian ... 14
2.3 Keadaan Penduduk ... 15
2.4 Sistem Bahasa ... 16
2.5 Sistem Kesenian ... 18
2.5.1 Seni Musik ... 18
2.5.2 Seni Suara (doding) ... 19
2.5.3 Seni Tari (tor-tor) ... 20
2.6 Sistem Kekerabatan ... 21
2.6.1Marga-marga Simalungun ... 24
2.7 Sistem Kepercayaan ... 26
2.8 Biografi Singkat Bapak Martuah Saragih………...29
BAB III TEKNIK PEMBUATAN SULIM SIMALUNGUN 3.1 Klasifikasi sulim... 32
3.2 Konstruksi Bagian-Bagian Sulim ... 33
3.3 Ukuran Bagian-bagian Sulim ... 34
3.4 Teknik Pembuatan... 35
3.4.1 Bahan Baku Yang Digunakan ... 35
3.4.1.1 Bambu ... 36
3.4.2 Peralatan Yang Digunakan ... 37
3.4.2.1 Parang ... 38
3.4.2.2 Pisau kecil ... 38
3.4.2.3 Besi ... 39
3.4.2.4 Daun serai/pengukur ... 40
3.4.3 Proses Pembuatan Awal ... 40
3.4.3.1 Pemilihan Bambu ... 41
xiii
3.4.3.2 Pemotongan Badan Bambu ... 42
3.4.3.3 Memotong dan mengikis Bambu ... .43
3.4.3.4 Pemotongan ruas Bambu………....44
3.4.3.5 Pengeringan bambu ………45
3.4.3.6 Mengukur,Memberi garis jarak lobang ... .47
3.4.4 Tahap penyempurnaan……….52
3.4.4.1 Proses Pelobangan Bambu………... 53
3.4.4.2 Tahap Penyelesaian ... 58
BAB IV TEKNIK PERMAINAN SULIM SIMALUNGUN 4.1 Kajian Fungsional ... 60
4.4.1 Proses Belajar ... 60
4.4.2 Cara Memegang Sulim ... 61
4.4.2.1Posisi Badan ... 61
4.4.2.2 Posisi Bibir . ... 62
4.4.2.3 Posisi jari Tangan. ... 62
4.4.2.3.1 Posisi Tangan Kiri ... 63
4.4.2.3.2 Posisi Tangan Kanan ... 63
4.4.3 Teknik Dasar Memainkan Sulim ... 63
4.4.4 Warna Bunyi ... 65
4.4.5 Lagu Ija Juma Tidahan ... 74
xiv BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN...76 5.2 SARAN……….87
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.2 Pola Ukuran Sulim……….34
Tabel 3.4.3Tahap Pengerjaan Dalam Pembuatan Sulim………....41
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. konstruksi sulim ... 33
Gambar 2. Ukuran Bagian Sulim... 35
Gambar 3. Bambu (buluh) ... 37
Gambar 4. Parang ... 38
Gambar 5. Pisau Kecil (Belati) ... 38
Gambar 6. Besi ... 39
Gambar 7. Memanaskan Besi Pembuat Lubang Sulim ... 39
Gambar 8. Daun Serai/Pengukur Lubang Sulim ... 40
Gambar 9. Pohon Bambu ... 42
Gambar 10. Memotong Ruas Bambu (buluh) ... 43
Gambar 11. Memotong dan Mengikis Bambu ... 44
Gambar 12. Ruas Bambu Sebagai Bahan Sulim ... 45
Gambar 13. Penjemuran Bambu ... 46
Gambar 14. Bambu Kering ... 46
Gambar 15. Pengukuran Garis Tengah Lubang Tiup ... 48
Gambar 16. Melilitkan Daun Serai Sebanyak Dua kali ... 48
Gambar 17. Melilitkan Daun Serai Sebanyak Satu kali ... 49
Gambar 18. Pengukuran Lubang Nada ... 49
Gambar 19. Lilitan Satu Kali ... 50
Gambar 20. Melipatkan Lima Kali Daun Serai ... 50
Gambar 21. Memotong Satu Persatu ... 51
Gambar 22. Mengaris Badan Badan Bambu dari pangkal ke bawah ... 51
Gambar 23. Mengaris Satu Persatu Jarak Lobang ... 52
Gambar 24. Memanaskan Besi ... 54
Gambar 25. Membuat Lobang Tiupan Dengan Besi Yang Dipanaskan ... 54
Gambar 26. Pelobangan Nada Pertama... 55
Gambar 27. Pelobangan Nada Kedua ... 55
Gambar 28. Pelobangan Nada Ketiga ... 56
Gambar 29. Pelobangan Nada Keempat ... 56
Gambar 30. Pelobangan Nada Kelima ... 57
Gambar 31. Pelobangan Nada Keenam ... 57
Gambar 32. Memegang Sulim ... 61
Gambar 33. Posisi Badan ... 61
xvi
Gambar 34. Ambasir Pada sulim ... 62
Gambar 35. Posisi Meniup dan Menutup Semua Lobang ... 63
Gambar 36. Tablature Sulim ... 68
Gambar 37. Nada As ... 69
Gambar 38. Nada Bes ... 69
Gambar 39. Nada C ... 70
Gambar 40. Nada Des ... 70
Gambar 41. Nada Es ... 71
Gambar 42. Nada F ... 71
Gambar 43. Nada G ... 72
Gambar 43. Nada As (oktaf) ... 72
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masyarakat Simalungun adalah salah satu suku yang berada di daerah Sumatera Utara, suku Simalungun memiliki alat musik solo instrumen seperti sulim, sordam, arbab, husapi, tengtung/jatjaulul, tulila, saligung, hodong-hodong, garattung dan 2 ansambel yaitu gonrang sipitu-pitu, gonrang sidua-dua.
Ansambel gonrang sipitu-pitu terdiri dari alat musik sarunei (double reed), mingmong dan ogung (idiofon), gonrang (membranofon), gonrang sidua-dua terdiri dari alat musik sarunei (double read), mingmong dan ogung (idiofon), gonrang (membranofon), sitalasayak (idiofon). Etnis Simalungun sudah memiliki budaya yang diwariskan secara turun temurun dari leluhur kegenerasi berikutnya.
Salah satu bentuk warisan budaya tersebut adalah kesenian. Warisan budaya yaitu seni tari (tor-tor), seni rupa (uhir), dan seni musik.
Ansambel gonrang sipitu-pitu dan gonrang sidua-dua biasanya digunakan pada upacara adat yang ada di Simalungun seperti upacara adat suka cita (malas ni uhur), maupun duka cita (pusok ni uhur), seiring perkembangannya zaman ansambel tersebut dipakai sebagai acara hiburan lainya.
Ditinjau dari aspek penggunaannya, awalnya sulim hanya tergolong kepada solo instrumen atau instrumen tunggal yang biasa dimainkan oleh seseorang sebagai media hiburan untuk mengungkapkan perasaannya, dalam masyarakat Simalungun solo instrument lazim dipakai oleh seseorang di waktu
2
senggang baik ketika menggembalakan kerbau, menjaga ladang/sawah, bermain ataupun saat melakukan berbagai aktivitas lainnya.
Dewasa ini sulim pada masyarakat Simalungun yang menjadi pembawa melodi dipadu dengan alat Musik keyboard dan gonrang pada upacara adat Simalungun seperti upacara adat pernikahan, upacara adat suka cita (malas ni uhur) maupun duka cita (pusok ni uhur) dan hingga sebagai acara hiburan. Saat ini sulim juga sering dipadu dengan nyanyian rakyat seperti taur-taur simbandar yang hanya menggunakan vocal (doding) dan sulim pada acara seni pertunjukan seperti festival pesta rondang bittang yang diadakan setiap setahun sekali dan berbagai acara lainnya.
Penulis akan membahas teknik pembuatan dan permainan alat musik sulim (seruling) oleh Bapak Martuah Saragih. Sulim sejenis instrumen tiup yang terbuat dari bambu, memiliki 6 (enam) lubang nada dan 1(satu) lubang tiup. Alat musik sulim dimainkan dengan cara meniup dari samping (side blown flute) yang dilakukan dengan meletakkan bibir (ambasir) secara horizontal pada pinggir lubang tiup. Selain di Simalungun terdapat juga alat musik sulim ini dibeberapa etnis lainnya yang memiliki bentuk serupa, hanya saja menghasilkan bunyi dan nada yang berbeda, khususnya didaerah Sumatera Utara contohnya seperti pada etnis Toba dan Mandailing. Sulim memiliki beberapa perbedaan di masing-masing etnis tersebut, pada etnis Mandailing mempunyai 5 (lima) lubang nada dan 1 (satu) lubang tiup. pada Sulim Toba yang terdapat penambahan lubang yang dibalut oleh sebilah kertas tipis ataupun plastik tipis pada pertengahan antara lubang tiupan dengan lubang nada. Lubang tambahan ini dapat menciptakan
3
warna bunyi yang menjadi ciri khas tersendiri dibandingkan intrument sulim lainnya.
Dalam klasifikasi alat musik oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961) instrumen ini tergolong kepada jenis klasifikasi aerophone (sumber bunyi berasal dari udara). Masyarakat Simalungun menyebut pembuat sulim adalah pambaen sulim dan yang memainkan sulim adalah parsulim.
Instrumen ini biasanya dimainkan pada lagu yang bersifat melankolis ataupun lagu sedih. Dalam permaian sulim Simalungun ada ciri khas bunyi yang dihasilkan yang disebut dengan (inggou). Parsulim Simalungun memainkan sulim hanya membawakan lagu sesuai dengan nada pada lagu tersebut dengan teknik glissando (meluncur/mengalir) dan tidak menggunakan teknik stakato (nada terputus-putus) itulah yang membedakan pada sulim lainnya. Sulim dapat menghasilan nada diatonik yang terdiri dari 7 (tujuh) nada. namun yang sering dihasilkan dari sulim Simalungun biasanya mengunakan tangga nada pentatonik yang terdiri dari 5 (lima) nada yaitu do, re, mi, sol, la dan bisa juga do, mi, fi, sol, la.
Secara umum ada 4 (empat) hal yang harus dikuasai dalam memainkan sulim yaitu ambasir, pernafasan, penjarian, dan permainan lidah.
Ambasir adalah teknik peletakan bibir pada lubang tiup yang berlaku untuk instrumen yang bertipikal side blown seperti flute dan jenis lainnya.
Pernafasan yaitu teknik mengeluarkan nafas dengan cara meniup (manoppul).
Penjarian merupakan teknik membuka dan menutup (piltik/manappar) jari pada
4
lubang nada. Permainan lidah merupakan teknik mengatur pola ritme pergerakan lidah ketika dalam memainkan sebuah sulim.
Dari uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji, menganalisa dan menuliskannya menjadi sebuah tulisan ilmiah yang diberi judul Deskripsi Teknik Pembuatan dan Permainan Sulim Simalungun oleh Bapak Martuah Saragih di Kelurahan Tanjung Pinggir Kecamatan Siantar Utara Kota Pematang Siantar
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan sebelumnya, pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini adalah :
1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan Sulim Simalungun yang dilakukan oleh Bapak Martuah Saragih ?
2. Bagaimana teknik memainkan sulim Simalungun?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dibuat untuk mengungkapkan keinginan peneliti dalam suatu penelitian. Berhasil tidaknya suatu penelitian yang dilakukan terlihat dari tercapai tidaknya tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana proses dan teknik pembuatan sulim Simalungun oleh bapak Martuah Saragih.
2. Untuk mengetahui bagaimana teknik memainkan sulim Simalungun.
5 1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian bertujuan untuk mencapai keuntungan atau potensi yang bisa diperoleh oleh pihak pihak tertentu setelah penelitian selesai. Manfaat penelitian:
1. Sebagai bahan tambahan dokumentasi untuk menambah referensi tentang sulim Simalungun di Program Studi Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Sumatera Utara.
2. Sebagai bahan perbandingan pada penelitian selanjutnya.
3. Sebagai suatu proses mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh penulis selama perkuliahan di Departemen Etnomusikologi fakultas ilmu budaya.
1.4 Konsep dan Teori
Melalui konsep dan teori, penulis diarahkan dan difokuskan untuk memperoleh gambaran tentang objek penelitian dan memecahkan pokok permasalahan yang telah ditentukan. Selain itu, konsep dan teori juga berfungsi sebagai pedoman dan dasar untuk mencari dan melengkapi data-data yang dibutuhkan.
1.4.1 Konsep
Konsep merupakan rangkaian ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka Amani).
Studi disebut juga dengan kajian (menurut Kamus Umum Besar Bahasa Indonesia). Kajian merupakan kata kajian dari kata ”kaji” yang berarti mengkaji, mempelajari memeriksa, mempertimbangkan secara matang, dan mendalami.
Sedangkan “organologi” merupakan bagian dari etnomusikologi yang meliputi
6
semua aspek diantaranya adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk hiasannya, bahan dan prinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan, bunyi dan wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut.
Seperti yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa organologi yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik itu sendiri.
Menurut beliau organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain: teknik pertunjukan, fungsi musikal, dekoratif, dan variasi sosial budaya. Dari uraian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa studi organologis adalah suatu penyelidikan yang mendalam untuk mempelajari instrumen musik baik mencakup aspek sejarahnya maupun deskripsi alat musik itu sendiri dari berbagai pendekatan ilmu sosial budaya. Sulim Simalungun merupakan alat musik tiup yang termasuk dalam klasifikasi alat musik aerofon yang berfungsi membawakan melodi lagu dalam penggunaanya. Masyarakat Simalungun mengelompokkan alat musik sulim ke dalam kelompok alat musik yang dimainkan secara tunggal (solo instrument), Namun pada kesempatan-kesempatan tertentu sulim tersebut dimainkan secara ensambel.
1.4.2 Teori
Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, 2006). Sebagai acuan berpikir dalam penelitian ini mempergunakan teori-teori yang relevan, yang sesuai untuk
7
permasalahan penelitian. Tulisan ini membahas deskripsi alat musik, penulis berpedoman pada teori yang diutarakan oleh Kashima Susumu (1978:174) terjemahan Rizaldi Siagian dalam laporan APTA (Asia Performing Traditional Art), bahwa studi musik dapat dibagi kedalam dua sudut pandang yakni studi struktural dan studi fungsional.
Studi struktural adalah studi yang berkaitan dengan pengamatan, pengukuran, perekaman, atau pencatatan bentuk, ukuran besar kecil, konstruksi serta bahan-bahan yang dipakai dalam pembuatan alat musik tersebut. Sedangkan studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat dan komponen yang menghasilkan suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara bunyi, nada, warna nada dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut.
Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis menggolongkan proses dan teknik pembuatan, sulim Simalungun buatan Bapak Martuah Saragih kedalam studi struktural.Untuk mengetahui teknik permainan, Penulis menggunakan studi funngsional. Kemudian untuk mendeskripsikan dan menganalisis musik penulis menggunakan pendekatan teori yang dikemukakan oleh Nettl (1963 : 98) yaitu:
” Kita dapat menganalisis dan mendeskripsikan musik dari apa yang kita dengar, dan kita dapat menuliskan musik tersebut di atas kertas dan mendeskripsikan apa yang kita lihat.” Oleh karena itu dalam pengklasifikasian alat musik tersebut, penulis menggunakan teori yang diutarakan Curt Sach dan Hornbostel 1961, yaitu: Sulim tergolong klasifikasi aerofon,Dalam klasifikasi alat musik oleh Curt
8
Sachs dan Hornbostel, instrumen sulim tergolong kepada jenis aerophone dengan spesifikasi side blown flute yang terdiri dari sebuah lobang tiupan dan 6 (enam) buah lobang nada. Dilihat dari karakteristik organologisnya, sulim Simalungun hampir sama dengan jenis sulim yang ada pada etnis lain pada umumnya.
“ Sistem Pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari:
Idiofon (alat itu sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi), Membranofon (kulit sebagai sumber penggetar utama bunyi), kordofon (senar sebagai sumber penggetar utama bunyi), dan aerofon (udara sebagai penggetar utama bunyi).
1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar hasil dari pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta: Pustaka 2006). Sementara penelitian merupakan kegiatan dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis serta menyajikan data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Jakarta: Pustaka 2006).
1.5.1 Studi Kepustakaan
Untuk mendukung keseluruhan data yang disertakan penulis, maka penulis juga melakukan studi keperpustakaan untuk mengumpulkan data-data yang mendukung tulisan. Mulai dari menelaah berbagai buku, membuka situs-situs
9
internet yang berhubungan dengan data penelitian, mengumpulkan beberapa referensi, majalah dan skripsi-skripsi terdahulu yang berhubungan dengan topik penelitian.Studi pustaka diperlukan untuk melengkapi teori-teori yang berhubungan dengan topik penelitian penulis.
1.5.2 Kerja Lapangan
Untuk memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai tulisan ini maka Saya melakukan observasi di Kelurahan Tanjung Pinggir Kecamatan Siantar Utara Kota Pematang Siantar, juga melakukan wawancara kepada Bapak Martuah Saragih dan beberapa informan lainnya yang mengetahui jelas tentang sulim Simalungun. Penulis juga mengajukan beberapa pertanyaan yang diyakini penulis nantinya dapat mendukung dalam proses penelitian.
1.5.3 Wawancara
Dalam hal ini penulis melakukan wawancara kepada Bapak Martuah Saragih dengan berkunjung langsung kelokasi informan bertujuan untuk memperoleh data yang sebenarnya (kualitatif) dan lebih akurat yang berguna dalam penulisan karya ilmiah ini.
1.5.4 Kerja Laboratorium
Seluruh data diperoleh oleh penulis dari berbagai sumber yaitu dari hasil pengamatan langsung kelapangan. Kemudian melakukan wawancara, dimana hasil tersebut kemudian akan diolah dalam kerja laboratorium. Dalam kerja laboraturium, penulis akan mengumpulkan data, mulai dari wawancara, dokumentasi dan perekaman yang diurai secara rinci, detail sehingga dilakukan
10
dengan pendekatan emik dan etik. Data wawancara akan dituliskan kembali untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam. Data perekaman audio menjadi objek yang diteliti oleh penulis dengan cara ditranskripsikan apa yang di dengar.
Setelah penulis melakukan kerja laboratorium, penulis membuatnya menjadi sebuah tulisan ilmiah berbentuk skripsi sesuai dengan aturan penulisan sebuah karya ilmiah. Maka tulisan ini diharapkan akan bermanfaat bagi masyarakat guna untuk menambah pengetahuan.
1.6. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian dalam mengumpulkan data untuk tulisan ini adalah di rumah Bapak Martuah Saragih yang berlokasi di Siantar jln.Rindung kelurahan Tanjung Pinggir. Jarak tempuh dari lokasi penulis menuju lokasi penelitian sekitar 126 km dengan waktu 2 jam 43 menit menggunakan kendaraan sepeda motor.
11 BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK MARTUAH SARAGIH
Bab ini merupakan penjelasan tentang gambaran umum wilayah penelitian dan biografi singkat bapak Martuah Saragih sebagai seniman alat musik tradisional Simalungun.Wilayah yang dimaksud disini adalah bukan hanya lokasi penelitian, tetapi lebih terfokus kepada gambaran masyarakat Simalungun khususnya yang ada di Pematang siantar secara umum. Namun sebelum membahas topik tersebut, akan diuraikan lebih dahulu Kota Pematang siantar.
2.1 Sejarah Singkat Kota Pematangsiantar
Sebelum Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Pematangsiantar merupakan daerah kerajaan. Pematangsiantar berkedudukan di Pulau holing dan Raja terakhir dari dinasti ini adalah keturunan marga Damanik yaitu Tuan sang Nawaluh Damanik yang memegang kekuasaan sebagai Raja tahun 1906. Disekitar pulau holoing kemudian berkembang menjadi perkampungan tempat tinggal penduduk diantaranya kampung suhi haluan, siantar bayu, suhi kahaean, pantoan, suhi bah bosar, dan tomuan. Daerah-daerah tersebut kemudian menjadi daerah hukum kota pematangsiantar, yaitu:
1. Pulau Holing menjadi Kampung Pematang 2. Siantar Bayu menjadi Kampung Pusat Kota
3. Suhi Kahean menjadi Kampung Sipinggol-pinggol, kampung melayu, Martoba,Sukadame, dan Bane
4. Suhi Bah Bosar menjadi Kampung Kristen, Karo, Tomuan, Pantoan,
12 Toba dan Martimbang.
Setelah belanda memasuki daerah Sumatera Utara, daerah Simalungun menjadi daerah kekuasaan belanda sehingga pada tahun 1907 berakhirlah kekuasaan Raja-raja. Sejak itu Pematangsiantar berkembang menjadi daerah yang banyak dikunjungi pendatang baru, bangsa china mendiami kawasan timbang galung dan kampung melayu.
Pada tahun 1910 didirikan Badan Persiapan Kota Pematangsiantar.
Kemudian pada tanggal 1 Juni 1917 berdasarkan Stad Blad No.285 Pematangsiantar berubah menjadi Gemente yang mempunyai otonomi sendiri.
Sejak Januari 1939 berdasarkan Stad Blad No.717 berubah menjadi Gemente yang mempunyai Dewan.
Pada zaman penjajahan Jepang berubah menjadi Siantar State dan Dewan dihapus.Setelah proklamasi Kemerdekaan Pematangsiantar kembali menjadi daerah otonomi.Berdasarkan undang_undang No. 27/ 1948 status Gemente menjadi Kota Kabupaten Simalungun dan Walikota dirangkap oleh Bupati Simalungun sampai tahun 1957. Berdasarkan UU No1/1957 berubah menjadi Kota Praja penuh dan dengan keluarnya UU No.18/1965 berubah menjadi Kotamadya, dan dengan keluarnya UU No.5/1974 Tentang pokok-pokok pemerintah di daerah berubah menjadi daerah tingkat II Pematangsiantar sampai sekarang.
Kemudian pada tanggal 10 Maret 1986 Kota Daerah Tingkat II Pematangsiantar diperluas dari 4 (empat) kecamatan menjadi 6 (enam) kecamatan, dimana 9 desa dari wilayah kabupaten Simalungun menjadi wilayah Kota
13
Pematangsiantar. Sehingga luas kota pematangsiantar bertambah dari 12,48 km2 menjadi 70,230 km2 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.15 tahun 1986 tanggal 10 maret 1986 Kota daerah tingkat II Pematangsiantar diperluas menjadi 6 (enam) wilayah Kecamatan yaitu:
1. Kecamatan Siantar Barat 2. Kecamatan Siantar Utara 3. Kecamatan Siantar Timur 4. Kecamatan Siantar Selatan 5. Kecamatan Siantar Marihat 6. Kecamatan Siantar Martoba
Kemudian pada tahun 2007, diterbitkan peraturan daerah tentang pemekaran wilayah admisnistrasi Kota Pematangsiantar yaitu:
1. Peraturan Daerah No.3 tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Sitalasari.
2. Peraturan Daerah No.6 tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Siantar Marimbun
Sehingga secara administrasi wilayah Kota Pematangsiantar terbagi menjadi 8 (Delapan) kecamatan yaitu:
1. Kecamatan Siantar Marihat 2. Kecamatan Siantar Marimbun 3. Kecamatan Siantar Selatan 4. Kecamatan Siantar Barat 5. Kecamatan Siantar Utara
14 6. Kecamatan Siantar Timur 7. Kecamatan Siantar Martoba 8. Kecamatan Siantar Sitalasari
2.2 lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang penulis teliti berada di Kota Pematangsiantar yang merupakan tempat tinggal sekaligus sebagai bengkel pembuatan instrumen bapak Martuah Saragih, yang bertempat tinggal di kelurahan tanjung pinggir, Kecamatan Siantar Utara.
Kota pematang siantar merupakan kota terbesar kedua di provinsi Sumatera utara setelah Medan. Kota Pematang siantar berjarak 128 km dari Kota Medan dan 52 km dari Parapat. Kota Pematang siantar di kelilingi oleh daerah pertanian yang luas dan subur seperti persawahan, perkebunan karet, kelapa sawit dan teh. Pematangsiantar mempunyai sungai besar yaitu Bah Bolon dan mempunyai 12 sungai kecil yaitu Bah Sorma, Bah Kapul, Bah Bane, Bah Kadang, Bah Kahean, Bah Sigulang-gulang, Bah Sibarambang, Bah Silulu, Bah Sibatu- batu, Bah Kora, Bah Kaitan, dan Bah Silobang. Sungai-sungai ini sebagian dimanfaatkan oleh sebagian penduduk untuk mengairi sawah, tambak ikan, alat pembuangan air (drainage) alamiah dan menjadi batas alam wilayah kecamatan dan kelurahan.
Kota siantar ini terletak di tengah-tengah Kabupaten Simalungun dengan keadaan topografi berbukit-bukit rendah dan berada pada ketingian 400-500 m di atas permukaan laut. Daerah ini terletak pada garis 2º53’40”-3º01’00” Lintang Utara dan 99º1’00’’-99º6’35’’ Bujur Timur, dengan suhu maksimum rata-rata
15
30,ºC dan suhu minimum rata-rata 21,0 ºC.Luas wilayah daratan kota Pematangsiantar adalah 79,971 Km2 Kecamatan yang terluas didaerah pematang siantar adalah Kecamatan Siantar Sitalasari dengan luas wilayah 23,476km2. 2.3 Keadaan Penduduk
Pada awalnya penduduk asli kota Pematang Siantar didominasi oleh suku Simalungun, namun setelah terjadi urbanisasi kependudukan, Pematang siantar menjadi bersifat heterogen, kerena terdiri dari berbagai ragam suku dan etnis, yaitu Simalungun, Toba, Mandailing, Angkola, Jawa, Aceh, Pakpak, Minang kabau, Melayu dan WNI (Warga Negara Indonesia) keturunan asing seperti China, India, dan Pakistan. Pada tahun 2020 penduduk Kota Pematangsiantar mencapai 268.254 jiwa dengan kepadatan penduduk 3.354 jiwa per km2 .Penduduk perempuan di Kota Pematangsiantar lebih banyak dari penduduk laki- laki. Pada tahun 2020 penduduk Kota Pematangsiantar yang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 132.615 jiwa dan penduduk perempuan 135.639 jiwa. Dengan demikian sex ratio penduduk Kota Pematangsiantar sebesar 97,77.
Secara etimologi kata “Simalungun” dapat dibagi kedalam tiga suku kata yaitu: Si berarti “orang”, ma sebagai kata sambung berarti “yang” dan lungun berarti “sunyi,kesepian”. Dengan demikian, Simalungun berarti “ia yang bersedih hati, sunyi dan kesepian.”
Secara umum masyarakat Simalungun yang tinggal di wilayah Simalungun maupun perantauan merupakan suatu pribadi yang pendiam dan tertutup. Menurut Hendrik Kraemer ketika berkunjung ke Tanah Batak pada bulan Februari-April tahun 1930 melaporkan bahwa jika dibangdingkan dengan orang
16
Batak Toba, orang Simalungun jelas lebih berwatak halus, lebih suka meyendiri di hutan dan secara alamaiah kurang bersemangat dibangdingkan dengan orang Batak Toba. Hal yang senada juga dikatakan oleh Walter Lempp tentang tabiat dariu pada masyarkat Simalungun yaitu orang Simalungun lebih halus dan tingkah lakunya hormat sekali,tidak pernah keras atau meletus, meskipun sakit hati. Hal itu dimungkinkan karena suku Simalungun satu-satunya yang pernah dijajah oleh suatu kerajaan di Jawa yang berkedudukkan di Tanah Jawa. Masyarakat Simalungun yang bertempat tinggal di Kecamatan Purba mengenal satu lembaga adat yang disebut Partuha Maujana Simalungun. Lembaga adat ini telah ada mulai dari tingkat Serikat Tolong Menolong (STM), Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Pusat (Tribudi, 2010).
Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Siantar Utara, Jalan Rindung, Pematangsiantar, pada umumnya bekerja sebagai Petani, Buruh, Wiraswasta, dan Pegawai Negeri Sipil. Menurut wawancara penulis dengan bapak Martuah Saragih, pekerjaan beliau adalah petani. Menjadi pemain musik merupakan pekerjaan sampingan bagi beliau. Membuat sulim Simalungun dilakukan beliau apabila adanya pesanan untuk membuat alat musik tersebut.
2.4 Sistem Bahasa
Sejak berabad-abad yang lampau suku-suku bangsa yang tinggal di berbagai kepulauan di Nusantara memiliki bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam pergaulan dan komunikasi antar sesama suku tersebut.Bahasa itu dinamakan sebagai “bahasa daerah” yang disebutkan sesuai dengan suku bangsa yang memiliki bahasa tersebut.Misalnya bahasa Batak Toba dipergunakan
17
oleh Batak Toba.Demikian juga dengan bahasa Simalungun.Disamping itu masyarakat Simalungun juga memiliki aksara yang sudah sangat tua usianya.
Menurut seorang peneliti bahasa Dr. P. Voorhoeve, yang menjadi pejabat Taalambtenaar di Simalungun tahun 1937, mengatakan bahwa bahasa Simalungun merupakan bahasa rumpun austronesia yang lebih dekat dengan bahasa sansekerta yang banyak sekali mempengaruhi bahasa-bahasa di Nusantara.
Voorhoeve mengatakan kedekatan bahasa Simalungun dengan bahasa Sansekerta ditunjukkan dengan huruf pentup suku kata mati yaitu, uy dalam kata apuy dan babuy, huruf g dalam kata dolog, huruf b dalam kata arbab, huruf dalam kata bagod, huruf ah dalam kata babah dan sabah, juga ei dalam kata simbei dan ou dalam kata sopou dan lapou. Salah satu ciri masyarakat simalungun adalah memiliki tingkatan bahasa yang disebut dengan ratting ni hata. Adapun tingkatan tersebut adalah:
1. Lapung ni hata, merupakan bahasa sehari-hari yang dipakai oleh masyarakat biasa atau bahasa yang dipakai sehari-hari.
2. Guru ni hata, merupakan bahasa yang dipakai untuk mengucapkan sesuatu dan dianggap lebih halus. Guru ni hata merupakan bahasa tertinggi yang digunakan oleh kalangan keturunan raja-raja. Dimana bahasa tersebut adalah bahasa yang sopan hormat, dan berisi nasehat, yang sering disampaikan melalui perumpamaan.
Misalnya adalah Simakidop artinya mata, Jambulan artinya rambut. Simakulsop artinya mulut.
3. Sait ni hata, yaitu bahasa yang dipakai ketika seseorang marah atau menghina seseorang, karena tersinggung atas sesuatu. Sait ni hata merupakan bahasa yang
18
kasar, karena berisi kata-kata yang pedas, berisikan sindiran sehingga dapat menyakitkan hati orang lain. Misalnya panjamah (tangan) bahasa kasarnya tiput.
2.5 Sistem Kesenian
Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraniningrat,1980:395-397). Kesenian pada masyarakat simalungun sangat banyak dan beragam.Taralamsyah Saragih dalam Seminar Kebudayaan Simalungun 1964 mengatakan bahwa kesenian yang ada di Simalungun dapat dibagi atas Seni Musik (Gual), Seni Suara (doding), Seni Tari (Tortor).
2.5.1 Seni Musik
Seni musik digunakan untuk upacar-upacara hiburan dan upacara-upacara adat lainnya misalnya upacara dukacita (pusok ni uhur) dan sukacita (malas ni uhur). Alat-alat musik pada masyarakat simalungun dapat dimainkan secara ensambel dan dapat pula dimainkan secara tunggal. Alat musik yang dimainkan secara ensambel adalah Gonrang Sidua-dua dan Gonrang Sipitu-pitu sangat penting, diantaranya:
1. Manombah yaitu suatu upacara untuk mendekatkan diri kepada sembahan.
2. Maranggir yaitu upacara untuk membersihkan badab dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan juga membersihkan diri dari gangguan roh-roh jahat.
3. Ondos Hosah yaitu upacara khusus yang dilakukan suatu desa atau keluarga agar terhindar dari mara bahaya.
19
4. Rondang Bittang yaitu acara tahunan yang diadakansuatu desa karena mendapatkan panen yang baik. Muda-mudi menggunakan kesempatan tersebut untuk mencari jodoh.Adapun alat-alat musik yang dimainkan secara tunggal diantaranya Jatjaulul/Tengtung, Husapi, Hodong-hodong, Tulila,Ole-ole, Saligung, Sordam dsb. Alat-alat musik tersebut dimainkan untuk hiburan pribadi ketika lelah bekerja di ladang, maupunsetelah pulang dari pekerjaan.
2.5.2 Seni Suara (Doding)
Musik vokal simalungun dikenal dengan istilah doding dan ilah.Doding dipakai unutk nyanyian solo sedangkan ilah dipakai sebagai nyanyian kelompok.(Sihotang 1993:31).Nyanyian dalam masyarakat Simalungun sangat banyak dan memiliki fungsi masing-masing.Sselain itu masyarakat Simalungun memiliki teknik bernyanyi yang disebut inggou. Adapun nyanyian tersebut diantaranya adalah :
1. Taur-taur yaitu nyanyian yang dilagukan oleh sepasang muda-muda secara bergantian untuk mengungkapkan perasaan satu sama lainnya.
2. Ilah yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok pemuda dan pemudi sambil menepuk tangan sambil membentuk lingkaran,
3. Doding-doding yaitu nyanyian yang dinyanyiakan oleh sekelompok pemuda dan pemudi atau orang tua untuk meyampaikan pujian atau sindiran. Nyanyian ini juga dapat dilagukan untuk mengungkapkan kesedihan dan kesepian.
4. Urdo-urdo atau Tihtah yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang ibu kepada anaknya atau seorang anak perempuan kepada adiknya. Urdo-urdo untuk menidurkan sementara Tihtah untuk bermain.
20
5. Tangis-tangis yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan seorang gadis karena putus asa ataupun karena berpisah dengan keluarga karena akan menikah.
6. Manalunda/Mangmang adalah mantera yang dinyanyikan oleh seorang datu untuk menyembuhkan suatu penyakit ataupun menobatkan seorang raja pada waktu dulu (Setia Dermawan Purba, 2009).
2.5.3 Seni Tari (tor-tor)
Seni tari dalam masyarakat Simalungun banyak mengalami penurunan dari segi pertunjukkan dimana pada saat ini sudah jarang dijumpai tor-tor yang sering dilakukan pada zaman dahulu.Tor-tor yang dapat bertahan sampai saat ini adalah Tor-tor Sombah. Adapun tor-tor yang sering dipertunjukkan pada zaman dahulu antara lain:
1. Tor-tor Huda-Huda atau Toping-Toping yaitu tarian yang dilakukan untuk menghibur orang yang meninggal sayur matua yaitu orang yang telah berusia lanjut. Tarian ini merupakan tarian yang meniru gerakan kuda dan sebagian permainannya memakai topeng. Pada waktu dulu tarian ini digunakan untuk menghibur keluarga raja yang bersedih karena anaknya meninggal. Tarian ini bertujuan untuk menyambut berbagai kelompok adat ( tondong,boru, dan sanina) dan menghibur para tamu undangan, namun mereka juga bertugas mengumpulkan oleh-oleh dari tamu undangan. Zaman dulu kegiatan tersebut biasa dilakukan dalam pemakaman seorang raja.
2. Tor-tor Turahan yaitu Tor-tor yang dilakukan untuk menarik kayu untuk membangun istana atau rumah besar. Seorang mandor bergerak melompati barang
21
kayu yang ditarik sambil mengibaskan daun-daun yang dipegan ke batang kayu dan ke badan orang yang menarik untuk memberi semangat.
Pada masyarakat Simalungun juga terdapat kesenian lain yang pada saat sekarang ini sudah sangat jarang di jumpai diantarnya adalah Seni ukir (uhir) yaitu ukiran yang terdapat pada dinding-dinding rumah yang disebut dengan bahasa Simalungun yaitu pinar, Seni Pahat yaitu seni membuat patung-patung dari batu ataupun dari kayu, Seni Tenun yaitu seni membuat kayu dengan menggunakan benang-benang yang dibentuk dengan suatu keahlian, dan seni Arsitektur yaitu seni untuk membangun rumah dengan arsitektur tradisional.
Bentuk-bentuk kesenian tersebut telah banyak yang ditinggalkan oleh masyarakat karena kurang sesuai dengan perkembangan zaman.Namun meskipun begitu masih ada sebagian orang yang tetap mempertahankan pengetahuan tersebut seperti Seni Tenun karena kain yang dihasilkan dari butan tangan jauh lebih bagus dari pada buatan pabrik.
2.6 Sistem Kekerabatan
Menurut M.D. Purba dalam bukunya yang berjudul Adat Perkawinan Simalungun (1985), ada dua cara yang umum yang dipakai untuk menarik garis keturunan, yaitu:
1. Menarik garis keturunan hanya dari satu pihak, yaitu mungkin dari pihak laki- laki dan mungkin pula dari pihak permpuan. Masyarakat demikian dinamakan masyarakat unilateral. Jika masyarakat tersebut menarik garis keturunan dari pihak laki-laki atau ayah saja, maka keturunan tersebut disebut masyarakat
22
patrilineal.Dan jika menarik dari garis keturunan perempuan (ibu) maka disebut matrilineal.
2. Menarik garis keturunan dari kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu, masyarakat demikian disebut masyarakat bilateral atau masyarakat parental.Dari kedua cara tersebut diatas,masyarakat Simalungun termasuk masyarakat yang menarik garis keturunan dari salah satu pihak saja, yaitu dari pihak laki-laki atau ayah. Dengan demikian masyarakat Simalungun adalah masyarakat unilateralpatrilineal, yang artinya bahwa setiap anak-anak yang lahir baik laki-laki maupun perempuan dengan sendirinya akan mengikuti klan atau marga dari ayahnya (1985:108).Bukti bahwa garis keturunan diambil dari pihak laki-laki adalah dengan adanya marga dalam masyarakat Simalungun. Setiap anak yang lahir dalam satu keluarga di etnis Simalungun, secara otomatis akan memiliki marga yang sama dengan marga si ayah.Susunan masyarakat Simalungun didukung oleh berbagai marga yang mempunyai hubungan tertentu, yang disebabkan oleh hubungan perkawinan.
Hubungan perkawinan antar marga-marga mengakibatkan adanya penggolongan antar tiap-tiap marga. Marga yang satu akan mempunyai kedudukan tertentu terhadap marga lain. Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai Partuturan. Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut:
1. Tutur Manorus / Langsung
Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri. Misalnya: Botou artinya saudara perempuan baik lebih tua atau lebih muda. Mangkela (baca:Makkela)
23
artinya suami dari saudara perempuan dari ayah. Sima-sima artinya anak dari Nono/Nini,
2. Tutur Holmouan / Kelompok
Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun.
Misalnya: Bapa Tongah artinya saudara lelaki ayah yang lahir dipertengahan (bukan paling muda, bukan paling tua). Tondong Bolon artinya pambuatan (orang tua atau saudara laki dari istri/suami).Panogolan artinya kemenakan, anak laki/perempuan dari saudara perempuan.
3. Tutur Natipak / Kehormatan
Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat. Misalnya: Kaha digunakan pada istri dari saudara laki-laki yang lebih tua. Bagi wanita, kaha digunakan untuk memanggil suami boru dari kakak ibu.Ambia Panggilan seorang laki terhadap laki lain yang seumuran atau bawahan.Ikatan kekerabatan diklasifikasikan dalam suatu sistem yang dalam bahasa Simalungun dikenal Tolu Sahundulan,yaitu :
1. Tondong (Pemberi istri)
2. Anak Boru/Boru (Penerima Istri)
3.Sanina/Sapanganonkon (Sanak saudara, individu semarga atau
pembawa garis keturunan) Dalam masyarakat Simalungun seorang pria belum dianggap sebagai Orang dewasa dan belum dapat berperan serta dalam fungsi fungsi adat bila yang bersangkutan belum menikah atau sudah menikah tapi belum mempunyai keturunan.
24 2.6.1 Marga-marga Simalungun
Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim Sisadapur, yaitu:
1. Sinaga, 2. Saragih, 3. Damanik, dan 4. Purba.
Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (Permusyawaratan besar) antara empat raja besar berjanji untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan, Marsiurupan bani hasunsahan nalegan, rup mangimbang munsuh,keempat raja tersebut adalah:
1. Raja Nagur bermarga Damanik
Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).Raja ini berasal dari kaum bangsawan India Selatan dari Kerajaan Nagore. Pada abad ke-12, keturunan raja Nagur ini mendapat serangan dari Raja Rajendra Chola dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian sesuai dengan jumlah puteranya: Marah Silau yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, tuan raja siantar dan tuan raja damanik Soro Tilu (yang menurunkan marga rajaNagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola) Timo Raya
25
(yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok) Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari Pulau Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun.
2. Raja Banua Sobou bermarga Saragih
Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang. Keturunannya adalah : Saragih Garingging yang pernah merantau ke Ajinembah dan kembali ke Raya.
Saragih Garingging kemudian pecah menjadi dua, yaitu: Dasalak, menjadi raja di Padang Badagei, Dajawak merantau ke Rakutbesi dan Tanah Karo dan menjadi marga Ginting Jawak. Saragih Sumbayak keturunan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan Bona ni Gonrang.Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada dua keturunan Raja Banua Sobou, pada zaman Tuan Rondahaim terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi), yaitu:
Turnip, Sidauruk, Simarmata, Sitanggang, Munthe, Sijabat, Sidabalok, Sidabukke, Simanihuruk.Ada satu lagi marga yang mengaku sebagai bagian dari Saragih yaitu Pardalan Tapian, marga ini berasal dari daerah Samosir. Rumah Bolon Raja Purba di Pematang Purba, Simalungun.
3. Raja Banua Purba bermarga Purba
Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan atau sarjana. Keturunannya adalah: Tambak,
26
Sigumonrong, Tua, Sidasuha (Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya.Pada abad ke-18 ada beberapa marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di Haranggaol dan mengaku dirinya Purba.Purba keturunan Simamora ini kemudian menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.
4. Raja Saniang Naga bermarga Sinaga
Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penebab Gempa dan Tanah Longsor.Keturunannya adalah marga Sinaga di Kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan.Saat kerajaan Majapahit melakukan ekspansi di Sumatera pada abad ke-14, pasukan dari Jambi yang dipimpin Panglima Bungkuk melarikan diri ke kerajaan Batangiou dan mengaku bahwa dirinya adalah Sinaga. Menurut Taralamsyah Saragih, nenek moyang mereka ini kemudian menjadi raja Tanoh Djawa dengan marga Sinaga Dadihoyong setelah ia mengalahkan Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan Batangiou dalam suatu ritual adu sumpah (Sibijaon). (Tideman, 1922).
2.7 Sistem Kepercayaan
Sepanjang yang dapat diketahui melalui catatan (analisis) Tiongkok sewaktu Dinasty SWI (570-620) Kerajaan Nagur sebagai Simalungun Tua, telah banyak disebut-sebut dalam hasil penelitian Sutan Martua Raja Siregar yang dimuat dalam Buku Sejarah Batak oleh Batara Sangti Simanjuntak, dimana dinyatakan bahwa pada abad ke V sudah ada Kerajaan “Nagur” sebagai satu
“Simalungun Batak Friest Kingdom” yang sudah mempunyai hubungan dagang
27
dengan bangsa-bangsa lain terutama dengan Tiongkok (China). Menurut Hikayat
“Parpandanan Na Bolag” (Pustaha Laklak lama Simalungun) bahwa wilayah Kerajaan Parpandanan Na Bolag (Nagur) hampir meliputi seluruh Perca (Sumatera) bagian Utara yang terbentang luas dari pantai Barat berbatas dengan Lautan Hindia, sampai ke Sebelah Timur dengan Selat Malaka, dari Sebelah Utara berbatas dengan yang disebut Jayu (Aceh sekarang) sampai berbatas dengan Toba di sebelah Selatan. Agama yang dianut kerajaan Nagur adalah Animisme yang disebut dengan supajuh begu-begu/sipele begu. Sebagai jabatan pendeta disebut Datu, mereka percaya akan adanya sang pencipta alam yang bersemayam di langit tertinggi, dan mengenal adanya tiga Dewa, yaitu :
1. Naibata na i babou/i nagori atas (di Benua Atas) 2. Naibata na i tongah/i nagori tongah (di Benua Tengah) 3. Naibata na i toruh/i nagori toruh (di Benua Bawah)
Pemanggilan arwah nenek moyang disebut “Pahutahon” yaitu melalui upacara ritual, dimana dalam acara itu roh tersebut hadir melalui “Paninggiran”
(kesurupan) salah seorang keturunannya atau seseorang yang mempunyai kemampuan sebagai perantara (paniaran).Menurut penelitian G.L Tichelman dan P. Voorhoeve seperti dimuat dalam bukunya “Steenplastiek Simaloengoen”
terbitan Kohler & Co Medan tahun 1936 bahwa di Simalungun (kerajaan Nagur) terdapat 156 Panghulu balang (Berhala) yaitu patung-patung batu yang ditempatkan pada tempat yang dikeramatkan (Sinumbah) dan ditempat inilah dilakukan upacara pemujaan. Pelaksanaan urusan kepercayaan diserahkan kepada
“Datu” yang disebut juga “Guru”.Pimpinan “datu-datu” ini ialah “GURU
28
BOLON”.Setiap Datu/Guru mempunyai “Tongkat Sihir” atau “Tungkot Tunggal Panaluan” (yang diperbuat dari kayu tanggulan yang diukir dengan gana-gana bersambung-sambung untuk mengusir penyakit).Acara kepercayaan itu dipegang penuh oleh Datu, baik di istana maupun di tengah-tengah masyarakat umum.Raja- raja dan kaum bangsawan mereka sebut juga “tuhan” bukan saja disegani tetapi ditakuti masyarakat, tetapi akhirnya sesudah masuknya agama Islam dan Kristen sebutan tersebut berubah menjadi Tuan.Masuknya Agama Islam ke Simalungun adalah pada abad ke-15 melalui daerah Asahan dan Bedagai yang dibawa oleh orang-orang dari kerajaan Aceh.Awalnya perkembangan Agama Islam berada di daerah sekitar Perdagangan dan Bandar (Sihotang, 1993:23).Kemudian sekitar tahun 1903, Gereja Batak Toba (HKBP) yang berada dalam fase perkembangan kemudian berkembang hingga menjangkau masyarakat di luar lingkungan mereka sendiri.Pada suatu konferensi yang dilakukan pada tahun tersebut diambil suatu keputusan untuk memulai karya misi pada masyarakat Simalungun.Kelompok Kristen Simalungun yang masuk dari upaya ini pada awalnya hanya sekadar bagian dari Gereja Batak Toba (dinamakan HKBP-S).Namun pada tahun 1964 terjadi pemisahan dan lahirlah organisasi baru yang menamakan diri sebagai Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS). Salah satu bagian integral dari proses Kristenisasi adalah berupa pendirian gereja-gereja dan sekolah-sekolah. Di sana anak-anak dan orang-orang dewasa dapat belajar membaca dan menulis dalam bahasa mereka sendiri dan kemudian dalam bahasa Indonesia.
29 2.8 Biografi Singkat Bapak Martuah Saragih
Pada Sub Bab ini, penulis akan membahas tentang riwayat hidup bapak Martuah Saragih, terutama yang berkaitan dengan peranan beliau sebagai pemusik dan pembuat alat musik tradisioanal Simalungun di kota Pematangsiantar.
Biografi yang akan dibahas disini hanya berupa biogarfi ringkas, artinya hanya memuat hal-hal umum mengenai kehidupan bapak Martuah Saragih dimulai dari masa kecil hingga masa kehidupannya sekarang ini, temasuk pula pengalaman beliau sebagai pemusik tradisional Simalungun, sebagai pembuat instrumen musik tradisional Simalungun, dan pengalaman berkesenian lainnya. Biografi yang di bahas di sini sebagain besar adalah hasil wawancara dengan bapak Martuah Saragih, dan juga wawancara dengan saudara-saudara beliau, sahabat-sahabat beliau dan keluarga beliau, dan juga beberapa musisi tradisional dan seniman musik. Hal ini dianggap perlu untuk melengkapi dan menguji kebenaran biografi beliau. Martuah Saragih lahir di kota Pematangsiantar, Kecamatan Siantar Utara, pada tanggal 15 juni 1965, anak dari ayah bapak G. Saragih dan ibu T. br. Sinaga Martuah lahir dari keluarga seniman musik tradisional Simalungun dan penganut agama nasrani. Latar belakang keluarga yang sedemikian rupa membuat bapak Martuah sudah sangat akrab dengan musik tradisional Simalungun. Dimana Kakek dari Martuah Saragih merupakan parsarunei, Ayahnya merupakan penabuh Gonrang. Hal ini menjadi motivasi beliau untuk menjadi seorang seniman.
Pada dasarnya bapak Martuah Saragih adalah seorang pemain Sarunei, namun karena dia berlatar belakang kan seorang seniman Simalungun bapak
30
martuah Saragih juga mempelajari berbagai alat musik tradisional Simalungun, beliau juga dapat membuat dan memainkan beberapa alat musik tradisional Simalungun terkhusunya Sulim Simalungun.
Mulai sejak duduk dibangku sekolah dasar (SD) Tahun 1975 Bapak Martuah Saragih sudah Mulai Membuat sulim dan Tampil diupacara-upacara adat Simalungun. untuk saat ini beliau masih sering mendapat konsumen untuk pembuatan sulim, tetapi jika pemesan hanya meminta satu buah Bapak Martuah Saragih mengakatan akan menolaknya karena tidak akan mendapatkan untung dan beliau akan menerima jika konsumen memesan dalam jumlah banyak. Menurut Martuah Saragih yang banyak memesan sulim kepada beliau adalah orang- orang yang hendak mempelajari sulim Simalungun Diantaranya pemuda-pemuda Simalungun maupun mahasiswa-mahasiswa diluar kabupaten Simalungun.
Diusia 10 tahun beliau sudah tampil diacara-acara besar di Simalungun seperti acara Pesta Rondang Bintang yang diselenggarakan setiap tahunnya, selalu siap tampil kemana saja karena dia sudah ahli dan menguasai musik tradisional Simalungun. beliau juga meninggal kan sekolah nya demi untuk mencari uang untuk kebutuhan sehari-hari. Bapak Martuah Saragih mengatakan pada saat pertama sekali dalam bermain musik mendapatkan upah/gaji sebesar 8 ribu rupiah namun sekarang dia sudah mendapatkan upah yang cukup besar yang berjumlah 800 ribu rupiah untuk sekali Pertunjukan. Nama grup Bapak Martuah Saragih adalah grup Sitalasari namun beliau juga sering dipanggil grup lain untuk mengisi acara. Banyak event-event atau acara-acara baik di kota Pematangsiantar maupun di luar negeri yang telah dijalani oleh bapak Martuah Saragih dalam
31
karirnya sebagai pemusik, dintaranya PRSU Pekan Raya Sumatera Utara Medan, dan sudah pernah tampil keacara internasional di Amerika Serikat mewakili pemusik tradisional dari Simalungun. Beliau adalah pemusik tradisional yang telah dikenal oleh masyarakat di kota Pematangsiantar khususnya masyarakat Simalungun. Beliau juga telah banyak mendapatkan berbagai piagam penghargaan dari pemerintah sebagai tanda ucapan terima kasih untuk kontribusinya dalam mendukung musik tradisional khususnya musik Simalungun, di antaranya adalah piagam penghargaan dari pemerintah, karena telah mendukung tim kesenian pemerintah Kota madya Pematangsiantar ke Malaysia pada tanggal 28 Oktober sampai dengan 2 Nopember 1993. Selain itu beliau juga memenangkan beberapa acara seperti festival Gondang Simalungun yang diselenggarakan pada Hut ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) ke 51 pada tahun 1996.
Bapak Martuah Saragih pekerjaan tetap adalah sebagai Ketua RT/RW Kelurahan Martoba, Kecamatan Siantar utara. kebiasaan sehari-harinya selain bermusik ialah petani dan penyadap air nira (paragat).beliau juga diangkat sebagai Pengetua Adat oleh masyarakat setempat dan selalu bertanya kepadanya jika masyarakat ingin membuat acara adat di Desa tersebut. Bapak Martuah Saragih Menikah pada tahun 1996 dengan R br. Damanik dan di karuniai 4 orang anak, 3 anak laki-laki dan 1 anak perempuan.
32 BAB III
TEKNIK PEMBUATAN SULIM SIMALUNGUN 3.1 Klasifikasi Sulim
Dalam mengklasifikaskani Sulim, penulis mengacu kepada teori yang dikemukakan oleh Sachs dan Hornbostel 1914 yaitu : “sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari : idiofon alat itu sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi, aerofon udara sebagai sumber penggetar bunyi, membranofon kulit sebagai penggetar utama bunyi, dan kordofon senar sebagai penggetar utama bunyi.” Sesuai dengan tinjauan penelitian mengenai organologis alat musik Sulim. Peneliti mengklasifikasikan alat musik ini ke dalam kelompok aerofone. Aerofone ada beberapa jenis yaitu, Blown Flute, End Blown Flute, Side Blown Flute, Rim Blown Flute, Wistle Flute, Nose Flute.
Dengan mengacu pada teori diatas, maka alat musik Sulim jika dilihat dari sumber bunyinya yaitu alat musik yang memiliki prinsip kerja hembusan udara, alat musik Sulim ini di golongkan ke pada klasifikasi aerofone yaitu sumber utama bunyi yang dihasilkan oleh getaran udara. Sedangkan dalam pembagian jenis klasifikasi aerofone, musik sulim tergolong kedalam “side blown flute” instrumen yang ditiup melalui lobang dan ditiup dengan cara menyamping atau posisi lobang tiupan ada pada sisi samping tubuh instrumen, Sulim merupakan aerophone yang murni menggunakan tiupan udara dari mulut sebagai penghasil bunyi dan menggunakan kedua jari tangan sebagai penghasil nada-nada yang berbeda-beda sesuai teknik penjariannya.
33 3.2. Konstruksi sulim
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Sulim terbuat dari seruas bambu yang dibentuk sedemikian rupa dengan satu buah lobang penghasil bunyi di bagian atasnya dan enam buah lobang nada sebagai penghasil nada-nada yang diinginkan.
Gambar- 1 Konstruksi Sulim
(Dokumentasi Hiskia Anry purba, 07 juli 2021)
Keterangan Gambar : A. Keliling bambu Sulim B. Diameter bambu Sulim C. Lobang tiupan / hembusan D. Lobang nada atas
E. Lobang nada bawah F. Lobang tonika
34
Tabel-3.2 Pola Ukuran Sulim
NO NAMA UKURAN
1 Keliling bambu Sulim 7 cm 2 Diameter bambu Sulim 2,5cm
3 Jarak Lobang tiupan / hembusan dengan lobang nada atas 14 cm 4 Jarak Lobang nada atas dengan lobang nada bawah 14cm
5 Jarak Lobang nada bawah dengan lobang tonika 7cm
6 Jarak antar lobang nada 2,8 cm 7 Diameter lobang tiupan 1 cm
8 Diameter lobang nada 0,7cm 9 Panjang bambu Sulim 38,5 cm
Keterangan: Ukuran Sulim yang tertera pada tabel di atas adalah ukuran Sulim dengan kunci As yang dibuat oleh bapak Martuah Saragih, dengan aturan pola ukur pembuatan Sulim secara umum
3.3 Ukuran bagian-Bagian Sulim
Pengukuran Sulim oleh bapak Martuah Saragih dilakukan dengan cara tradisional dengan menggunakan daun serai. pada tulisan ini penulis menggambar (menuliskan) ukuran-ukuran yang terdapat pada alat musik Sulim tentang panjang dan diameter badan bambu, dan ukuran jarak nada Sulim dengan menggunakan alat pengukur. Untuk mengetahui berapa ukuran bagian-bagian Sulim penulis menggunakan penggaris, maka di bawah ini adalah gambar dari ukuran yang terdapat pada Sulim.ukuran bagian sulim dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
35
Panjang badan bambu Sulim 38 cm dan Diameter bambu 7 cm
Gambar- 2 ukuran bagian Sulim
3.4 Teknik Pembuatan
Pembuatan Sulim masih sangat sederhana. Semua proses pengerjaan Sulim tersebut mulai dari tahap pengadaan bahan sampai proses pembuatan dikerjakan tanpa adanya campur tangan mesin. Berikut ini akan dijelaskan bahan, alat-alat serta fungsi masing-masing yang digunakan dalam pembuatan Sulim.
3.4.1 Bahan Baku Yang Digunakan
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan Sulim sangat sederhana.
Pembuatan Sulim tidaklah sesulit pembuatan alat musik Simalungun yang lain 14 cm
14 cm
7cm 2,5cm
38,5 cm 2,5 cm
2,8 cm 2,8 cm 2,8 cm 2,8 cm
2,8 cm